Terjemahan CPR.doc

34
RESUSITASI CARDIOPULMONAL David Shimabukuro dan Linda L. Liu Cardiopulmonary Resuscitation adalah istilah yang pertama kali digunakan pada awal tahun 60-an oleh Safar dan Kouwenhoven untuk menjelaskan suatu teknik gabungan dari mulut ke mulut dan penekanan pada rongga dada pada seorang pasien yang sudah tak berdenyut. Selama lebih 40 tahun, telah dibuat perkembangan yang signifikan pada CPR dan Cardiovascular Life Support, khususnya pada penerapannya di luar Rumah Sakit. Saat ini, CPR dianggap sebagai Basic Life Support (BLS), sedangkan Adult Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) dan Pediatric Advanced Cardiovascular Life (PALS) dianggap sebagai penggunaan Farmokoterapi yang lebih canggih dan teknik yang lebih sulit. Resusitasi di luar Rumah Sakit sudah dijelaskan dengan baik dalam literatur ini, namun di dalam Rumah Sakit, Resusitasi jarang dijelaskan. Pada tahun 1986, the American Heart Association menerbitkan Algoritma ACLS yang pertama. Pada tahun 2000, the International Liaison on Resuscitation mengadakan konferensi international yang pertama untuk menghasilkan Petunjuk Global untuk penanganan Emergensi cardiovascular dan CPR. Para pakar ini bertemu secara berkala dalam beberapa tahun untuk membuat Petunjuk dan Algoritma untuk CPR dan ACLS yang baru yang disesuaikan dengan hasil penelitian mutakhir. Petunjuk yang paling mutakhir diterbitkan pada tahun 2010 ada dalam buku ini. I,2

Transcript of Terjemahan CPR.doc

Page 1: Terjemahan CPR.doc

RESUSITASI CARDIOPULMONAL

David Shimabukuro dan Linda L. Liu

Cardiopulmonary Resuscitation adalah istilah yang pertama kali digunakan pada awal tahun

60-an oleh Safar dan Kouwenhoven untuk menjelaskan suatu teknik gabungan dari mulut ke

mulut dan penekanan pada rongga dada pada seorang pasien yang sudah tak berdenyut. Selama

lebih 40 tahun, telah dibuat perkembangan yang signifikan pada CPR dan Cardiovascular Life

Support, khususnya pada penerapannya di luar Rumah Sakit. Saat ini, CPR dianggap sebagai

Basic Life Support (BLS), sedangkan Adult Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) dan

Pediatric Advanced Cardiovascular Life (PALS) dianggap sebagai penggunaan Farmokoterapi

yang lebih canggih dan teknik yang lebih sulit. Resusitasi di luar Rumah Sakit sudah dijelaskan

dengan baik dalam literatur ini, namun di dalam Rumah Sakit, Resusitasi jarang dijelaskan.

Pada tahun 1986, the American Heart Association menerbitkan Algoritma ACLS yang pertama.

Pada tahun 2000, the International Liaison on Resuscitation mengadakan konferensi international

yang pertama untuk menghasilkan Petunjuk Global untuk penanganan Emergensi cardiovascular

dan CPR. Para pakar ini bertemu secara berkala dalam beberapa tahun untuk membuat Petunjuk

dan Algoritma untuk CPR dan ACLS yang baru yang disesuaikan dengan hasil penelitian

mutakhir. Petunjuk yang paling mutakhir diterbitkan pada tahun 2010 ada dalam buku ini. I,2

BASIC LIFE SUPPORT (BLS)

Bagi pasien yang mengalami serangan jantung sebaiknya melakukan tahapan-tahapan berikut (1)

segera kenali gejalanya (2) periksa sesak nafas dan pernafasan yang tidak normal (3) aktifkan

sistem emergensi respons dan ambil Automated External defibrillator (AED) (4) periksa denyut

nadi (tidak lebih dari 10 detik) dan (5) mulai siklus kompresi dada 30 kali dalam diikuti 2 kali

pernafasan.

Page 2: Terjemahan CPR.doc

Gejala

Sebelum jatuh korban, seorang penolong harus yakin kalau lokasi kejadian betul-betul aman;

kemudian respon pasien harus diuji dengan menepuk atau menanyakan pertanyaan (‘apakah anda

baik baik saja?’). Cepat periksa pernafasan korban apa normal atau tidak. Jika ada keanehan

terjadi, Emergency Response System cepat dilakukan dan AED segera diambil.

Sirkulasi

Page 3: Terjemahan CPR.doc

Karena denyut nadi sangat sulit dideteksi, ada beberapa petunjuk biasa digunakan, seperti apakah

pasien bernafas secara spontan atau naik-turun. Penolong harus juga memeriksa denyut nadi

kurang dari 10 detik pada daerah leher atau pergelangan tangan. Jika pasien tidak punya denyut

nadi, tidak ada tanda-tanda kehidupan, atau penolong tidak yakin, segera lakukan penekanan

pada bagian dada. Bagian bertulang pada telapak tangan diletakkan pada tulang dada pasien di

bawah putting secara membujur. Tulang dada ditekan sepanjang 5 cm dengan rata-rata 100 kali

tekanan dalam 1 menit. Dada pasien ditekan agar aliran darah kembali ke jantung dan inilah yang

disebut CPR. Polanya harus dalam 30 kali tekanan untuk 2 kali pernafasan ( 30 : 2 sama dengan

1 siklus CPR), tidak masalah apakah ada 1 saja atau 2 orang penolong).

Airway

Dengan adanya Petunjuk BLS 2010 yang baru, menguasai manajemen jalur pernafasan sudah

tidak terlalu penting. Menguasai cara yang lama seperti ABCD (Airway, Breathing, Circulation,

Defibrillation) dengan ‘Lihat, Dengar dan Rasakan’ telah diganti dengan CAB (Compression,

Airway dan Breathing). Perubahan ini dikarenakan adanya bukti yang ditemukan kalau

pentingnya penekanan pada bagian dada pasien dan perlunya segera menormalkan aliran darah

pasien ke jantung (ROSC). Melancarkan saluran pernafasan biasa dilakukan tapi harus sesegera

mungkin dan kurangi tekanan dibagian dada. Membuka saluran nafas pasien dapat dilakukan

dengan cara yang mudah yaitu dengan menggunakan teknik mengangkat rahang pipi pasien

(lihat gbr. 44-3). Teknik ini biasa digunakan pada pasien yang mengalami cedera tulang

Page 4: Terjemahan CPR.doc

belakang. Alat-alat pernafasan seperti rongga hidung dan mulut dapat dimasukkan untuk

menggantikan lidah dari orofaring posterior.

Breathing

Meskipun studi-studi besar di luar Rumah Sakit menunjukkan bahwa kompresi dada dengan

CPR tidak mudah dilakukan dibandingkan dengan kompresi-ventilasi CPR yang lama, penolong

kesehatan masih harus menyediakan ventilasi bantuan. Seorang penolong bila sendirian dan

bukan seorang yang berpengalaman dalam manajemen jalur pernafasan, tidak diharuskan

memakai masker dalam ventilasi, tapi justru harus menggunakan mulut ke mulut atau mulut ke

masker. Penanganan harus dilakukan untuk menghindari pernafasan yang dipaksakan. Volume

yang naik turun harus diberikan dalam 1 detik dan menimbulkan kenaikan pada dada pasien.

Kurang dari 1 menit ventilasi (cardiac output kurang dari normal) adalah tujuannya karena

hiperventilasi akan mengakibatkan kerusakan pada sistem saraf.

Defibrillation

Alat defiblirator sebaiknya segera dipasangkan pada pasien. Alat pendenyut jantung yang

ditempelkan di dada pasien sebaiknya diletakkan di sebelah kanan atas batas tulang dada dan di

bawah clavicle dan sebelah kiri puting dengan posisi di tengah garis dada (lihat gbr 44-4).

Page 5: Terjemahan CPR.doc

Kebanyakan alat pendenyut jantung sekarang berbentuk diagram yang meperlihatkan posisi yang

benar. Posisi-posisi alternatifnya meliputi anterior-posterior, anterior kiri intrascapular, dan

anterior kanan inrascapular. Anterior axilla kanan ke anterior axilla kiri tidak dianjurkan.

ENERGI YANG DIGUNAKAN UNTUK DEFIBLIRASI

Jumlah energi yang dibutuhkan (joules) tergantung dari jenis alat defibrilasi yang digunakan.

Dua jenis defibrillator yang umum digunakan (monophasic dan biphasic). Defibrillator dengan

gelombang monophasic bermuatan energy yang satu arah, sedangkan defibrillator dengan

biphasic bermuatan energy dengan berbagai arah. Berdasarkan fakta di lapangan tentang

defiblirator, yang bermuatan energy berbagai arah yang sering berhasil mengatasi ventricular

tachycardia (VT) dan ventricular fibrillation (VF). Selain itu defiblirator biphasic lebih sedikit

menggunakan tenaga listri dibandingkan dengan yang monophasic dan juga tidak mudah rusak.

WAKTU UNTUK MENDEFIBRILASI

Defibrilasi dilakukan pada saat pasien dalam keadaan kritis, karena kejadian yang paling sering

terjadi pada pasien dewasa adalah VT/VF. Rata-rata kehidupan setelah pasien mengalami VF

semakin menurun 7%-10% dengan tiap menit yang berlalu. Jika pasien mendapatkan tekanan di

dada yang cukup berkurangnya kehidupan bias meningkat jadi 3% sampai 4% diang tiap menit

berlalu sebagai penundaan hingga defiblirasi dilakukan.

Tiga algoritma ACLS yang relevan bagi pelaku anastesi di dalam ruang operasi adalah (1)

pulseless cardiac arrest (2) simptomatik bradikardi (3) sImptomatik takikardi.

Pulseless Cardiac Arrest

Cardiac disritmia yang menghasilkan pulseless cardiac arrest adalah (1) VF, (2) VT yang cepat,

(3) pulseless electrical activity (PEA), dan (4) asystole (lihat gbr. 44-5). Selama terjadi pulseless

cardiac arrest, yang perlu dilakukan adalah memberikan kompresi dada yang tepat dan defibrilasi

dini jika iramanya VT dan VF. Pemberian obat adalah hal yang kedua karena obat sangat sulit

dibuktikan kemanjurannya pada keadaan ini. Setelah pemberian CPR dan defibrilasi, penolong

ADVANCED CARDIOVASCULAR LIFE SUPPORT PADA ORANG DEWASA: ALGORITMA

Page 6: Terjemahan CPR.doc

kemudian dapat memberikan akses jika dalam tubuh pasien, membuka saluran pernafasan dan

mempertimbangkan pemberian obat, semuanya dilakukan sambil terus memberikan kompresi

dada dan ventilasi.

MANAJEMEN AIRWAY

Bag-mask ventilasi dan ventilasi melalui saluran pernafasan tambahan (endotracheal tube,

supraglottic airway adalah metode ventilasi yang efektif selama CPR. Karena kompresi dada

tidak bisa dilakukan selama intubasi endotrakeal, penolong harus mempertimbangkan kebutuhan

akan kompresi dada dan kebutuhan akan manajemen saluran pernafasan. Mungkin perlunya

memasukkan saluran pernafasan tambahan jika pasien tidak memberikan respon setelah

dilakukan beberapa kali CPR dan defibrilasi. Akan tetapi, keputusan ini tidak selalu benar.

Misalnya pasien yang mengalami edema pulmonal yang boleh diberikan intubasi endotracheal

cepat atau lambat.

Dengan adanya saluran pernafasan tambahan ini, pemberian ventilasi perlu dipertimbangkan

lagi. Dada pasien seharusnya terangkat dua-duanya dan suara nafas seharusnya auskultasi. Selain

itu, posisi yang tepat dari endotracheal tube sebaiknya dites dua kali untuk mengurangi

ditemukannya false positive dan false negative. Capnograhy untuk mengukur end-tidal carbon

dioxide (PETCO2) adalah tes yang ideal dan sangat direkomendasikan. Tes alternative termasuk pH

(perubahan warna) dan esopagheal detector device (EDD). Sebuah EDD menggunakan pengisap

balon lampu yang disambungkan di ujung endotracheal tube bila balon tersebut ditekan. Jika

endotrakheal tube ada di trakhea, balon segera mengembang dengan udara dalam paru-paru

karena cincin-cincin trachea kenyal dan tidak akan memecahkan tabung. Jika endotrakheal tube

ada di esophagus, dinding-dinding esophagus yang lunak akan pecah di sekitar endotrakheal

tube, dan balon tetap dalam keadaan tertekan. Begitu endotrakhea tube sudah diketahui ada di

trakhea, ia akan aman. Satu nafas dapat diberikan dalam 6-8 detik tanpa harus bersamaan dengan

kompresi. Gagalnya kesadaran pasien mungkin disebabkan karena buruknya cara kompresi dada

dan migrasi endotrachea tube di dalam trachea. Memonitor PETCO2 secara menerus adalah cara

yang paling baik untuk mengembalikan kesadaran pasien. Walaupun hasilnya belum dibuktikan

dalam ROSC, sehingga dapat menuntun penolong dalam mengembalikan aliran darah pasien.

Jika monitor carbon dioxide tidak tersedia, penempatan tabung dapat diperiksa secara berkala,

khususnya selama kesadaran pasien berlangsung lama.

Page 7: Terjemahan CPR.doc

PENGOBATAN

Mempersiapkan akses penyuntikan sangat penting, tapi sebaiknya dilakukan bersamaan dengan

CPR dan Defibrilisasi. kateter yang besar sudah cukup untuk menyadarkan banyak pasien yang

sudah tidak berdenyut. Obat sebaiknya diberikan dengan cepat diikuti dengan 20mL cairan pil

jika diberikan belakangan. Jika akses penyuntikan obat tidak biasa dilakukan, obat-obat tertentu

(epinephrine, lidocaine, vasopressin, atropine, naloxone) dapat diberikan melalui endotracheal

tube. Dosis endotracheal tube adalah 2 – 3 kali dosis penyuntikan yang direkomendasikan, dan

obatnya sebaiknya dicairkan dalam 5 sampai 10 mL air steril sebelum dimasukkan dalam

endotrachea tube. Alternative cara penyuntikan biasa dilakukan dengan cara intraosseus.

Peralatannya sudah banyak dijual di mana-mana. Tidak ada perubahan dosis pada cara-cara yang

lain.

VENTRICULAR FIBRILLATION/VENTRICULAR TACHYCARDIA

Jika cardiac arrest terlihat, penolong kesehatan segera memasangkan alat defibrillator di dada

pasien, mencari tahu irama jantungnya dan memberikan kejutan jika terjadi VT dan VF (lihat gbr

44-5). Bila cardiac arrestnya tidak terraba, penolong dapat memberikan 5 kali CPR kemudian

memeriksa denyutnya dan mempertimbangkan memberikan defibrillator. CPR sebaiknya

dilakukan segera setelah diberikan kejutan dilanjutkan 5 kali tekanan dalam 2 menit diikuti

dengan mengecek ulang denyut jantung. Bila pasien masih tetap dalam keadaan VF/VT,

defibrillator sebaiknya dichas apa energy yang tepat (360 J untuk monophasic dan 120 J untuk

biphasic) sementara CPR masih terus dilakukan.

Jika VF dan VT masih tetap ada meski tetap dilakukan CPR-Defibrilasi selama 1 sampai 2 set,

vasopressor sebaiknya diberikan (table 44-1). Epinephrine, 1 mg IV diberikan tiap 3 – 5 menit.

Satu dosis vasopressin, 40 unit IV, mungkin menggantikan dosis epinephrine yang pertama atau

yang kedua. Pemberian obat sebaiknya tepat waktu untuk mengurangi gangguan pada chest

compression. Bila VF dan VT masih tetap ada setelah pemberian CPR-Defibrilasi dan Pemberian

Vasopressin, sebuah pengobatan anti aritmia seperti amioradone, dianjurkan diberikan.

Lidocaine juga biasa diberikan jika Amioradone tidak tersedia, tetapi Lidocaine belum terbukti

punya kelebihan atas Amioradone. Magnesieum Sulfate juga biasa jika diduga ada torasdes de

pointes.

Page 8: Terjemahan CPR.doc
Page 9: Terjemahan CPR.doc

ASYSTOLE DAN PULSELESS ELECTRICAL ACTIVITY

Asystole biasanya irama yang menyilang, sedangkan PEA sering disebabkan oleh keadaan yang

terbalik dan dapat diobati jika penyebabnya dapat diidentifikasi (Table 44-2). Kedua jenis detak

jantung ini telah digabungkan menjadi bagian kedua pulseless arrest algoritma karena

kesamaannya (lihat gbr 44-5). Karena defibrilasi hanya memberikan sedikit harapan, jadi CPR

sebaiknya dilakukan secara efectif dan mengurangi gangguan, mengenal penyebab-penyebabnya,

dan membuat saluran pernafasan tambahan. Vasopressor bias diberikan setelah inisiasi CPR.

Epinephrine, 1 mg IV, bias diberikan setipa 3 – 5 menit. Secara bergantian, satu dosis

vasopressin, 40 unit IV, bias menggantikan dosis pertama atau kedua epinephrine. Atropine telah

dikeluarkan dari Algoritma karena studi membuktikan pemakaian terus menerus Atropine tidak

memberikan perubahan apapun. Pemeriksaan detak jantung bisa dilakukan setelah tiap lima

siklus atau 2 menti CPR. Jika detak jantung yang diatur muncul, penolong sebaiknya

mengidentifikasi detaknya dan melakukan tindakan masin-masing. Tidak diberikannya

Page 10: Terjemahan CPR.doc

perawatan yang maksimal pada pasien yang mengalami asystole menyebabkan sedikitnya pasien

yang selamat.

BRADICARDIA

Bradicardia adalah detak jantung yang kurang dari 60 bit / menit(Gambar 44-6). Beberapa

pasien, terutama atlit muda, mengalami detak jantung kurang dari 60 bit / menit dalam keadaan

istirahat namun tetap nampak sehat. Pasien asymptomatic tidak memerlukan perawatan.

Perawatan farmakologi atau yang menggunakan alat listrik harus didasarkan oleh gejala atau

simptomnya. Symptom tidak dapat diketahui melalui anastesi, jadi penyedia anastesi sebaiknya

menyerahkan keputusannya pada pasien apakah akan memeriksa detak jantungnya. Perawatan

awal pada symptom Bradycardia sebaiknya fokus pada saluran pernafasan, pernafasan dan

sirkulasi. Pasokan oxygen harus tetap diberikan, mengecek detak jantung, tekanan darah, denyut

nadi harus tetap dimonitor. Terapi tambahan termasuk atropine (0.5 mg IV tiap 3 to 5 menit;

kurang dari 3 mg), infus b-adrenergic agonists (dopamine, epinephrine), atau langkah intrakutan

Page 11: Terjemahan CPR.doc

Takikardia

Meskipun penyebab Takikardia sudah jelas, pasien yang mengalami simptom ini sebaiknya

segera dikejutkan dengan cardioversion yang disinkronkan (lihat gbr. 44-7). Percobaan

pemakaian adenosine sebelum cardioversion dapat dipertimbangkan pada kasus Takikardia yang

rumit. Pada pasien yang stabil dengan ventricular yang cepat sangat penting mengetahui apakah

mereka memiliki QRS komplex yang sempit atau lebar (›0.12 detik) pada electrocardiogram.

Pasien dengan asymptomatic cardiac sebaiknya diperiksa oleh konsultan utnuk mengetahui

apakah detak jantung mereka asalnya ventricular atau atrial. Perawatannya sebaiknya mengikuti

saran konsultan yang mana pengobatannya meliputi pemakaian anti aritmia atau atrioventucular

(AV) obat-obatan yang menahan detak jantung. Jika irama jantungnya adalah narrow-complex

tachycardia yang tidak beraturan, iramanya kemungkinan besar adalah atrial fibrillation. Heart

rate kontrol sebaiknya dilakukan dengan AV nodal blocking drugs. Jika iramanya adalah narrow-

Page 12: Terjemahan CPR.doc

complex tachicardia yang beraturan, perubahannya yang kembali ke sinus rhythm sebaiknya

dilakukan dengan menggunakan vagal atau adonesine. Cardiac rhythm conversions menunjukkan

masuknya kembali supraventicular tachycardia, dan kekambuhannya dapat diatasi dengan

adenosine atau AV nodal blocking drugs. Jika cardiac rhythm conversions tidak terjadi,

rhythmnya kemungkinan atrial flutter atau junctional tachycardia. Hal ini bisa dilakukan dengan

tetap mengendalikannya menggunakan AV nodal blocking drugs.

Epinephrine, vasopressin, amiodarone adalah diantara obat-yang paling umum digunakan pada

algoritma ACLS (lihat Table 44-1) dan membutuhkan perhatian khusus.

Epinephrine

Epinephrine adalah kombinasi antara α dan β adrenergic receptor agonists. Ia meningkatkan

konsumsi oxygen myocardial sehingga meningkatkan detak jantung. Pada studi beberapa hewan,

epinephrine sangat efektif mengembalikan spontanitas sirkulasi. Epinephrine dapat

meningkatkan diastolic pressure dan menyimpan coronary perfusion dan mengembalikan aliran

ke myocardium.

Vasopressin

Vasopressin adalah terjadinya hormon antidiuretic secara alami dengan sisa kehidupan 10-20

menit. Ia adalah adrenergic peripheral vasoconstrictor yang bergerak oleh rangsangan langsung

otot lembut vasopressin 1 receptor dan mengarah ke vasoconstriction vasculator yang intense di

kulit. Otot-otot rangka, usus besar dan lemak. Vasopressin juga ditemukan di hewan yang secara

selektif memvasodilate cerebral, coronary dan pulmonary vascular beds. Seperti halnya

epinephrine, vasopressin dipercaya dapat meningkatkan diastolic pressure bahkan coronary

perfusion pressure yang menyimpan aliran darah ke myocardium. Agar dapat memberikan

kehidupan yang lebih lama, vasopressin dianjurkan diberikan hanya sekali pada saat sadarnya

seorang pasien yang sudah tak punya denyut nadi.

Tidak ada perbedaan perlakuan yang mencolok pada pasien yang dirawat di dalam rumah sakit

ataupun yang di temukan di luar dalam hal pemberian epinephrine ataupun mengalami

ADVANCED CARDIOVASCULAR LIFE SUPPORT PADA ORANG DEWASA: DRUG THERAPY

(Lihat juga Bab 7)

Page 13: Terjemahan CPR.doc

vasopressin. Bila dibandingkan dengan pemberian epinephrine pada pasien yang mengalami

asystole, vasopressin lebih diasosiasikan pada perawatan rumah sakit yang tidak dikenakan

biaya, dan bukan usaha penyelamatan. Studi sekarang menunjukkan vasopressin yang dilakukan

dengan pemberian epinephrine pada penderita asystole di rumah sakit tidak memberikan

perkembangan yang berarti. Karena efek vasopressin dan epinephrine pada pasien yang

mengalami henti jantung tidak jauh berbeda. Satu dosis vasopressin dapat menggantikan dosis

pertama atau kedua epinephrine pada pasien pulseless cardiac arrest.

Amiodarone

Amiodarone awalnya dikembangkan sebagai obat antianginal pada tahun 1950 an tapi sudah

tidak dipakai lagi karena efek sampingya. Karena ia mempunyai dampak pada cardiac sodium

dan postassium channels juga α dan β reseptor, amiodarone kini kembali diteliti karena memiliki

efek anti-aritmia. Amidarone memperpanjang repolarization dan refractoriness di sinoatrial node,

atrial dan ventricular myocardium, AV node, His-Purkinje cardiac conduction system.

Amiodarone dapat memperburuk atau menimbulkan arrhythmias, khususnya torsades de pointes.

Obat ini dapat berinteraksi dengan volatile anasthetics dan menutup jantung, menyebabkan

vasolidation, depresi myocardial, dan hypotensi yang parah. Ia dapat berinteraksi dengan banyak

obat dan dapat memperpanjang efek oral anticoagulants, phenytoin, digoxin dan diltiazem.

Meskipun punya dampak yang banyak, amiodarone sering dipakai pada pasien dewasa yang

mengalami VF/VT di luar rumah sakit untuk memepertahankan nyawa mereka daripada placebo

dan lidocaine. Dosis yang dianjurkan pada amiodarone adalah 300mg IV untuk VF/VT.

Tambahan dosis 150mg IV untuk VF/VT yang akut.

Kembalinya kesadaran pada anak-anak mengikuti prinsip yang sama dengan orang dewasa. Perlu

diingat bahwa kebanyakan kejadian pediatric cardiac adalah hasil dari kompromi antara

hypoxemia dan respiratory dan menyebabkan nafas dan saluran pernafasan sulit mengembalikan

kesadaran. Sebaliknya orang dewasa justru mengalami henti nafas karena hasil dari VF/VT

myocardial ischemia. Defibrilasi adalah tindakan yang paling dini yang perlu diambil dalam hal

ini. Walaupun BLS pada anak-anak mengikuti algoritma yang sama dengan orang dewasa C – A

ADVANCED SUPPORT LIFE PADA ANAK-ANAK (lihat juga Bab 34)

Page 14: Terjemahan CPR.doc

– B. alaminya, ada perbedaan dasar pada pasien dewasa dan anak-anak karena anak-anak lebih

kecil. Bagi petugas kesehatan dianggap belum sampai 1 tahun sedangkan anak-anak dianggap 1

tahun sampai dewasa. BLS pada orang dewasa guidelines dapat digunakan pada anak-anak di

atas 1 tahun.

Airway

Airway pada anak-anak agak berbeda dari orang dewasa. Tapi head-tilt chin lift adalah teknik

untuk membuka saluran pernafasan. Anak-anak cenderung memiliki lidah dan epiglottis yang

lebih besar dalam hal mulut dan kerongkongan dan memiliki kepala yang lebih besar dalam hal

tubuh. Pembengkokan yang berlebihan di kepala dapat mempersulit terlihatnya epiglottis yang

terbuka selama laryngoscopy langsung. Laryngoscopy yang lurus lebih disukai daripada yang

bergelombang untuk mengangkat epiglottis di depan dan menjauh dari epiglottis yang tebuka

pada anak-anak.

Sirkulasi

Pulse checks dan closed chest compressions dilakukan dengan sedikit berbeda, tergantung

apakah pasiennya infant atau anak-anak. Pada anak-anak, denyut dapat diperiksa pada carotid

atau fermoral artery, sama dengan orang dewasa. Pada infant, denyut diperiksa pada brachial

atau femoral artery.

External Compressions

Pada seorang anak, tangan atau kedua-duanya sebaiknya diletakkan agak ke bawah dari sternum

di antara nipples sedangkan jari-jari menghindari iga dan tetap dalam process xyphoid. Pada

bayi, chest compression dilakukan dengan teknik dua jari. Dua jari dari satu tangan diletakkan di

bawah sternum kira-kira 1 jari tangan di bawah intermammary line sambil teruskan process

xyphoid. Bagi bayi dan anak-anak, sternum sebaiknya ditekan paling sedikit sepertiga atau

seperdua diameter anterior-posterior dada dengan rata-rata paling sedikit 100 compressions

permenit. Polanya sebaiknya 30 kali kompresi untuk 2 kali nafas (30:2) jika hanya ada satu

penolong dan 15 kali kompresi untuk 2 kali nafas (15:2) jika ada dua penolong.

Page 15: Terjemahan CPR.doc

Defibrillation

Pada anak-anak, defibrilasi sebaiknya dilakukan jika terjadi pulseless rhythym (VF / VT). Energi

dini 2 – 4 J/kg segera diberikan, tidak masalah apapun jenis waveformnya. Defibrilasi berikutnya

paling sedikit 4J/kg, tapi tidak bias lebih dari 10 J/kg. defibrilasi biphasic dapat diberikan pada

anak-anak di atas 1 tahun yang kasusnya terjadi di luar rumah sakit. American Heart guidelines

menganjurkan pemakaian pediatric dose attenuator system yang dapat mengurang jumlah energi.

Jika itu tidak ada, defibrilasi standar dapat digunakan sebagai pengganti.

Obat-obatan

Kebanyakan dosis obat disesuaikan dengan berat dan tinggi badan. Namun rata unit-unit

pediatric sudah memiliki data tentang dosis yang telah disesuaikan dengan berat dan tinggi badan

sehingga tidak perlu membuang waktu untuk mengukur tinggi dan berat badan hanya untuk

menentukan dosis.

Perawatan Setelah Resusitasi

Setelah kesadaran berhasil pulih dengan kembalinya sirkulasi spontan, pasein sebaiknya dibawa

ke ICU (jika belum berada d situ) agar mendapatkan perwatan pendukung (lihat gbr 44-8). Post

cardiac arrest care sebaiknya difokuskan untuk mengoptimalkan fungsi cardiopulmonary untuk

memastikan organ perfusion layak. Sebaiknya konsisten, menyatu dan multidisiplin. Kalau perlu,

terapinya dilakukan bersamaan. Khususnya percutaneous coronary interventions (PCI) tidak bisa

menunda dimulainya hypothermia dan mulainya hypothermia tidak boleh menunda PCI. Sering,

vasopressor dan inotropes diberikan pada masa setelah kesadarankarena munculnya myocardial

yang menarik perhatian dan ketidakstabilan hemodynamic. Central venous acces untuk

memasukkan obat juga perlu bersama dengan intraarterial catheter untuk dapat memonitor

hemodynamic. Selain cardiac recovery, neurogical recovery juga sangat penting. Hal ini benar

saat pase setelah kesadaran. Hypothermia protocol sebaiknya segera disusun untuk memulai

hypothermia. Akibat penggunaan hypothermia yang meluas, cara-cara traditional untuk

menentukan neurologic prognosis pada pasien yang telah didinginkan belum disahkan dan

sebaiknya dilakukan sendiri-sendiri.

Page 16: Terjemahan CPR.doc

Hipotermia Ringan

Temperatur harus selalu diperiksa, dan selalu hindari terjadinya hipertermia. Pemberian

hipotermia ringan pada 24 dan 48 jam pertama dapat mengembalikan neurogical pasien yang

mengalami VF/VT di luar rumah sakit.10-11 Anjurannya adalah untuk mendinginkan comatose

pasien (dianggap sebagai ketidakmampuam mengikuti perintah verbal) yang berhasil sadar dari

VF / VT yang terjadi di luar rumah sakit dengan suhu tubuh 32 C – 34 C pada selama 12 – 24

jam pertama. Hipotermia belum diteliti secara seksama pada pasien yang mengalami asystole

atau PEA. Akan tetapi, dengan kemajuan teknologi yang diterapkan pada pasien semuanya

Page 17: Terjemahan CPR.doc

menjadi cepat dan mudah, hipotermia ringan sudah diterapkan pada semua comatose pasien yang

mengalami VF/VT baik di dalam maupun di luar rumah sakit dan dapat mengembalikan

kesadaran dan spontanitas sirkulasi pasien meskipun pasiennya sudah tak berdenyut. Warming

boleh dilakukan secara pasif asalkan tidak lebih dari 48 jam.

Level Glukosa

Meningkatnya konsentrasi gula darah setelah tersadar dari cardiac arrest dianggap sebagai

buruknya hasil neurogical. Namun, studi menunjukkan control yang ketat pada serum glucose

meningkatkan hasil neurogical. Makanya, level glukosa setelah kesadaran perlu dimonitor lebih

ketat untuk menghindari hipoglikemia atau hiperglikemia.

Normocapnia

Hiperventilasi tidak dapat melindungi otak atau organ vital yang lain setelah sadar dari cardiac

arrest. Faktanya, iatrogenic hiperventilasi dapat mengarah pada meningkatnya airway pressure

dan intrinsic positive and-respiratory pressure (auto PEEP), meningkatnya intrathoracic pressure

dan intracranial pressure. Pada pasien yang mengalami cedera otak, hiperventilasi dapat

memperburuk neurogical outcome. Tidak ada data yang mendukung sasaran sebagian pressure

pada arterial carbon dioxide PaCO2 setelah sadar, jadi ventilation pada normocapnic level sangat

dianjurkan.

Pelaku anastesi sering mengalami situasi dan pengalaman yang unik yang tidak terlihat oleh

pelaku medis lainnya. Cardiac arrest selama anastesi berbeda dengan cardiac arrest yang terjadi

di tempat lain karena pasien memiliki patofisiologi. Cardiac arrest sering terjadi selama anatesi

dan dapat diantisipasi. Guideline lama sering tidak menerjemahkan dengan baik ke dalam tindak

periperative. Atas dasar itu, the American Society of Anesthesiologists (ASA) Committee on

Critical Care Medicine menerbitkan spesifik monograf untuk Adavanced Life for Anesthesia.

Mereka mengembangkan tradisional 5 Hs dan 5 Ts yang sudah ditemukan oleh the American

Heart Association (AHA) 8 Hs dan 8 Ts. Yang ada dalam daftar itu adalah hypoglycemia,

malignant hyperthermia, hypervagal response, trauma, QT interval prolongation, and hipertensi

PERTIMBANGAN PERIOPERATIVE KHUSUS

Page 18: Terjemahan CPR.doc

pulmonal (lihat Table 44-2). Untuk situasi yang unik dan penyedia anestesi umum akan

dijelaskan pada Bab selanjutnya.

Anaphylaxis

Reaksi obat ringan seperti ruam sudah umum terjadi di dalam ruang operasi. Reaksi yang berat

seperti anaphylactic kurang lebih sering terjadi namun hanya sekali pada tiap pelaku anestesi.

Obat-obat yang umum yang dapat diberikan jika terjadi anaphylaxis seperti latex, beta-lactam

antibiotik, succinylcholine, nondepolarizing muscle relaxants (mis. rocuronium; lihat juga Bab

12), dan intravenous contrast material. Tindakan pada anaphylaxis dapat dilakukan dengan

memberikan epinephrine untuk mencegah munculnya vasolidation yang besar dan kebocoran

vascular. Epinephrine dan vasopressin dapaty dilakukan untuk menopang tekanan darah,

sedangkan anti steroid dan anti histamin diberikan selanjutnya untuk mengurangi respons. Cairan

intravenous diberikan selanjutnya untuk mengatasi kebocoran vascular. CPR dan ACLS segera

dilakukan jika tidak ada denyut. Pada kasus cardiovascular utuh epinephrine pada dosis yang

besar dianjurkan. (table 44-4)

Gas Emboli (lihat juga Bab 30)

Meskipun jarang terjadi, kejadian gas embolis punya potensi meningkatkan yang parallel dengan

meningkatnya prosedur operasi laparoscopic, dan prosedur laser endobronchial, posterior spine

surgery. Langkah yang paling dini adalah mencegah penyebabnya (mis. Penghentian

insufflations), menghentikan urat yang terbuka, dan mengisi surgical field dengan cairan garam.

Page 19: Terjemahan CPR.doc

Pasien sebaiknya diletakkan pada Treledenburg position dengan posisi kiri ke bawah untuk

menahan gas agar tidak masuk dan membiarkan pengisian saline.

Toksisitas Pada Lokal Anestesi (Lihat juga Bab 11)

Bius lokal mempengaruhi sodium channel di seluruh tubuh, termasuh otak dan jantung.

Umumnya keracunan terjadi karena dosis yang diberikan disesuaikan dengan keumuman

cardiovascular collapse yang terjadi di ujung spectrum. Pada pasien non anestesi, central nervous

system symptom sangat penting diketahui karena cenderung menimbulkan efek cardiac. Cardiac

rhythm dapat diatur dari premature ventricular contractions kea systole. Kalau perlu, bius lokal

dihentikan dulu. Intralipid sebaiknya diberikan pada cardiovascular toxicity. Sudah laporan

dengan membaiknya neurogical system selain kesadaran yang lebih lama.

Anestesi Neuroaxial (lihat juga Bab 17)

Cardiovascular collapse akibat neuroaxial anesthesia telah dijelaskan namun masih sulit

dipahami. Nampaknya ini sering terjadi pada pasien muda yang sehat dan sering mengalami

neuroaxial anesthesia. Mekanisme yang ditemukan yang menyebabkan hal ini trejadi adalah ada

shift pada keseimbangan autonomic terhadap sistem parasimpatik, menurunnya aliran darah di

splancnic circulation dan aktifnya baroreceptor yang merangsang response paradoxical Bezol-

Jaricsh. Spinal anesthesia tinggi nampaknya yang menjadi masalah besarnya. Meskipun standar

CPR dan ACLS telah dianjurkan.

Page 20: Terjemahan CPR.doc

PENYEDIA PELAYANAN KESEHATAN BLS PADA ORANG DEWASA

Nadi teraba

Nadi tidak teraba

Tidak ada responhenti napas

Sistem Response EmergensiAutomatic external defibrillator

(AED)Atau

DefiblilatorAtau segera kirim penyelamat kedua(jika tersedia) untuk

melakukan hal ini

Cek nadi : Nadi teraba dalam 10 detik?

-Beri 1x napas setiap 5 atau 6 detik-Kembali cek nadi setiap 2 menit

Mulai siklus dari 30 kompresi dan ventilasi

AED/defibrillator tiba

Cek iramaIrama shock?

Segera 1 shock, Segera Ulangi CPR selama 2 menit

Segera ulangi CPR selama 2 menitChek selalu irama 2menit; teruskan sampai penyedia ALS mengambil alih atau korban segera berpindah.

Page 21: Terjemahan CPR.doc

Bagian Ilmu Anestesiologi, Perawatan Intensif, dan Manajemen NyeriFakultas Kedokteran TEXTBOOK READINGUniversitas Hasanuddin DESEMBER 2012

RESUSITASI CARDIOPULMONAL (Ronald D. Miller, Manuel C. Pardo, Jr. Cardiopulmonary Resuscitation. In Basics of

Anesthesia ed 6. University of California : USA. 2011. P715-728)

Oleh:Icha Marissa Sofyan

C11108318

Pembimbing:dr. Christa

Supervisor:dr. Hisbullah , Sp.An., KIC-KAKV

DISUSUN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN ILMU ANASTESIOLOGI, PERAWATAN INTENSIF, DAN MANAJEMEN NYERI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

2012

Page 22: Terjemahan CPR.doc

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Icha Marissa Sofyan

Nim : C 111 08 318

Judul refarat : Cardiopulmonary Resuscitation

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Anestesiologi, Perawatan Intensif, dan Manajemen Nyeri Falkultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Desember 2012

Konsulen, Pembimbing,

(dr. Hisbullah, Sp.An., KIC-KAKV) (dr. Christa)

Page 23: Terjemahan CPR.doc