referat DHF

of 54 /54
REFERAT DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Penyakit DAlam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh: Yohana Pandora, S. Ked (J510155073) Pembimbing: Dr. Bambang Wuri Atmodjo, Sp. PD KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

Embed Size (px)

description

referat dengue haemorragic fever

Transcript of referat DHF

REFERAT

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan

Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Penyakit DAlam

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Disusun Oleh:

Yohana Pandora, S. Ked (J510155073)

Pembimbing:

Dr. Bambang Wuri Atmodjo, Sp. PDKEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2016REFERAT

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER

Yang diajukan oleh :

Yohana Pandora, S. Ked, S. Ked

J510155073Telah disetujui dan disahkanoleh bagian Program Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta,

Pada hari Kamis, tanggal Pembimbing :

Dr. Bambang Wuri Atmodjo, Sp. PD

(.)Dipresentasikan dihadapan :Dr. Bambang Wuri Atmodjo, Sp. PD

(.)Disahkan Ka. Program Profesi :

dr. D. Dewi Nilawati

(.)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2016BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGPenyakit virus dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tipe I,II III dan IV golongan arthropod borne virus group B (arbovirus) yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albocpitus. Sejak tahun 1968 penyakit ini ditemukan di Surabaya dan Jakarta, selanjutnya sering terjadi kejadian luar biasa dan meluas ke seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu penyakit ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang awalnya banyak menyerang anak tetapi akhir-akhir ini menunjukkan pergeseran menyerang dewasa.1

Perjalanan penyakit infeksi dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong (Dengue Shock Syndrome / DSS). Sampai saat ini masih sering dijumpai penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang semula tidak tampak berat secara klinis dan laboratoris, namun mendadak syok sampai meninggal dunia. Sebaliknya banyak pula penderita DBD yang klinis maupun laboratoris nampak berat namun ternyata selamat dan sembuh dari penyakitnya. Kenyataan di atas membuktikan bahwa sesungguhnya masih banyak misteri di dalam imunopatogenesis infeksi dengue yang belum terungkap1Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia cenderung meningkat, mulai 0,05 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1968 menjadi 35,19 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1998, dan pada saat ini DBD di banyak negara kawasan Asia Tenggara merupakan penyebab utama perawatan anak di rumah sakit. Mengingat infeksi dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi akut endemis di Indonesia maka seharusnya tidak boleh lagi dijumpai misdiagnosis atau kegagalan pengobatan. Menegakkan diagnosis DBD pada stadium dini sangatlah sulit karena tidak adanya satupun pemeriksaan diagnostik yang dapat memastikan diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu dilakukan pengawasan berkala baik klinis maupun laboratoris.3BAB IIDEMAM BERDARAH DENGUEA. Definisi

Demam Berdarah Dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok..2B. Epidemiologi

Di Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta, kasus pertama di laporkan pada tahun 1968. Sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968 terjadi kecenderungan peningkatan insiden. Sejak tahun 1994, seluruh propinsi di Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat, namun angka kematian menurun tajam dari 41,3% pada tahun 1968, menjadi 3% pada tahun 1984 dan menjadi 1280) baik pada serum akut atau konvalesen daianggap sebagai presumtif (+) atau di dugan keras positif infeksu dengue yang baru terjadi (Vasanwala dkk, 2011).

2) Uji komplemen fiksasi (uji CF)

Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).3) Uji neutralisasi

Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Biasanya memamkai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Anti body neutralisasi dapat dideteksi dalam serum bersamaan dengan antibody HI tetapi lebih cepat dari antibody komplemen fiksasi dan bertahan lama (>4-8 tahun). Prosedur uji ini rumit dan butuh waktu lama sehingga tidak rutin digunakan (Vasanwala dkk, 2011).4) IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)

Banyak sekali dipakai. Uji ini dilakukan pada hari ke-4-5 infeksi virus dengue karena IgM sudah timbul kamudian akan diikuti IgG. Bila IgM negative uji ini perlu diulang. Apabila hari sakit ke-6 IgM msih negative maka dilaporkan sebagai negative. IgM dapat bertahan dalam darah samapi 2-3 bulan setelah adanya infeksi. Sensitivitas uji Mac Elisa sedikit di bawah uji HI dengan kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesifitas yang sama dengan uji HI (Vasanwala dkk, 2011).

5) Identifikasi Virus

Cara diagnostic baru dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RTPCR) sifatnya sangat sensitive dan spesifik terhadap serotype tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari specimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk. Sensitifitas PCR sama dengan isolasi virus namun PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan specimen yang kurang baik bahkan adanya antibody dalam darah juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR (Vasanwala dkk, 2011).

H. Diagnosis Banding

a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri virus, atau infeksi parasit seperti demam tifoid,campak, influenza hepatitis, demam, chikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.6b. Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hamper selalu disertai ruam makulopapular,injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.

c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien tampak sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran kekiri pada hitung jenis) pemeriksaan LED dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis meningokokus, jelas terdapat gejala rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinal

d. Idiophatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh karena didapatkan demamdisertai perdarahan dibawah kulit. Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran kekanan pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombositlebih cepat kembali normal daripada ITP

e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukemia. Pada anemia aplastik akan sangat anemic, demam timbul karena infeksi sekunder. Pada pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia (leukosit, hemoglobin, trombosit menurun). Pada pasien dengan perdarahan hebat pemeriksaan foto toraks dan atau kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma

I. Penatalaksanaan

a. Pre Hospital7Penatalaksanaan prehospital DBD bisa dilakukan melalui 2 cara yaitu pencegahan dan penanganan pertama pada penderita demam berdarah. DinasKesehatan Kota Denpasar menjelaskan pencegahan yang dilakukan meliputi kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), yaitu kegiatan memberantas jentik ditempat perkembangbiakan dengan cara 3M Plus:

1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi / WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).

2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan, dan lain-lain (M2).

3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan (M3).

Plusnya adalah tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk dengan cara:

1) Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosid. Temephos atau Altosid ditaburkan 2-3 bulan sekali dengan takaran 10 gram Abate ( 1 sendok makan peres untuk 100 liter air atau dengan takaran 2,5 gram Altosid ( 1/4 sendok makan peres)untuk 100 liter air. Abate dan Altosid dapat diperoleh di puskesmas atau di apotik.

2) Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.

3) Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk

4) Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok

5) Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi

6) Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar

7) Melakukan fogging atau pengasapan bila dilokasi ditemukan 3 kasus positif DBD dengan radius 100 m (20 rumah) dan bila di daerah tersebut ditemukan banyak jentik nyamuk.

IDAI (2009) menjelaskan tanda-tanda syok harus dikenali dengan baik karena sangat berbahaya. Apabila syok tidak tertangani dengan baik maka akan menyusul gejala berikutnya yaitu perdarahan. Pada saat terjadi perdarahan hebat penderita akan tampak sangat kesakitan, tapi bila syok terjadi dalam waktu yang lama, penderita sudah tidak sadar lagi. Dampak syok dapat menyebabkan semua organ tubuh akan kekurangan oksigen dan akhirnya menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Oleh karena itu penderita harus segera dibawa kerumah sakit bila terdapat tanda gejala dibawah ini:

1) Demam tinggi (lebih 39oc ataulebih)

2) Muntah terus menerus

3) Tidak dapat atau tidak mauminum sesuai anjuran

4) Kejang

5) Perdarahan hebat, muntah atau berak darah

6) Nyeri perut hebat

7) Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat, seluruh badan teraba lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa haus, kencing berkurang atau tidak ada sama sekali

8) Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan kekentalan darah atau penurunan jumlah trombosit

b.Intra Hospital di Unit Gawat Darurat 7Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dansebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan ease awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunanjumlah trombosit sampai 1888

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama8.Mengingat pada saat awal pasien datang, kita belum selalu dapat menentukan diagnosis DD/DBD dengan tepat, maka sebagai pedoman tatalaksana awal dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu:2

1. Tatalaksana kasus tersangka DBD, termasuk kasus DD, DBD derajat I dan DBD derajat II tanpa peningkatan kadar hematokrit. (Bagan 1 dan 2)

2. Tatalaksana kasus DBD, termasuk kasus DBD derajat II dengan peningkatan kadar hematokrit. (Bagan 3)

3. Tatalaksana kasus sindrom syok dengue, termasuk DBD derajat III dan IV. (Bagan 4)

Bagan 1. Tatalaksana kasus tersangka DBD[2]

Tersangka DBD

Demam tinggi, mendadak

terus menerus 39oC beri parasetamol

Pasang infus NaCl 0,9%:

Bila kejang beri obat antikonvulsi

dekstrosa 5% (1:3)

Sesuai berat badan

tetesan rumatan sesuai berat badan

Periksa Ht, Hb tiap 6 jam,trombosit

Tiap 6-12 jamMonitor gejala klinis dan laboratorium

Perhatikan tanda syok

Palpasi hati setiap hari

Ukur diuresis setiap hari

Ht naik dan atau trombosit turun

Awasi perdarahan

Periksa Ht, Hb tiap 6-12 jam

Infus ganti RL

Perbaikan klinis dan laboratoris

(tetesan disesuaikan, lihat Bagan 4)

Pulang (Kriteria memulangkan pasien)

Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

Nafsu makan membaik

Secara klinis tampak perbaikan

Hematokrit stabil

Tiga hari setelah syok teratasi

Jumlah trombosit >50.000/l

Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan

hematokrit >20%[2]

DBD derajat I atau II dengan peningkatan hematokrit >20%

Cairan awal

RL/RA/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl 0,9%+D5

6-7 ml/kgBB/jam

Monitor tanda vital/Nilai Ht & Trombosit tiap 6 jam

Perbaikan

Tidak ada perbaikan

Tidak gelisah

Gelisah

Nadi kuat

Distress pernafasan

Tek.darah stabil

Frek.nadi naik

Diuresis cukup Tanda vital memburuk Ht tetap tinggi/naik

(12 ml/kgBB/jam) Ht meningkat

Tek.nadi