Download - referat DHF

Transcript
Page 1: referat DHF

REFERAT

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER

Diajukan untuk Memenuhi PersyaratanPendidikan Program Profesi Dokter Stase Penyakit DAlamFakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Disusun Oleh:

Yohana Pandora, S. Ked (J510155073)

Pembimbing:

Dr. Bambang Wuri Atmodjo, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2016

Page 2: referat DHF

REFERAT

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER

Yang diajukan oleh :

Yohana Pandora, S. Ked, S. Ked

J510155073

Telah disetujui dan disahkanoleh bagian Program Pendidikan Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta,

Pada hari Kamis, tanggal

Pembimbing :

Dr. Bambang Wuri Atmodjo, Sp. PD (………………….)

Dipresentasikan dihadapan :

Dr. Bambang Wuri Atmodjo, Sp. PD (………………….)

Disahkan Ka. Program Profesi :

dr. D. Dewi Nilawati (………………….)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2016

Page 3: referat DHF

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit virus dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue

tipe I,II III dan IV golongan arthropod borne virus group B (arbovirus) yang

ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albocpitus. Sejak tahun 1968

penyakit ini ditemukan di Surabaya dan Jakarta, selanjutnya sering terjadi

kejadian luar biasa dan meluas ke seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu

penyakit ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang awalnya banyak

menyerang anak tetapi akhir-akhir ini menunjukkan pergeseran menyerang

dewasa.1

Perjalanan penyakit infeksi dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada

waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat

memburuk dan tidak tertolong (Dengue Shock Syndrome / DSS). Sampai saat ini

masih sering dijumpai penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang semula

tidak tampak berat secara klinis dan laboratoris, namun mendadak syok sampai

meninggal dunia. Sebaliknya banyak pula penderita DBD yang klinis maupun

laboratoris nampak berat namun ternyata selamat dan sembuh dari penyakitnya.

Kenyataan di atas membuktikan bahwa sesungguhnya masih banyak misteri di

dalam imunopatogenesis infeksi dengue yang belum terungkap1

Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia cenderung

meningkat, mulai 0,05 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1968 menjadi

35,19 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1998, dan pada saat ini DBD di

banyak negara kawasan Asia Tenggara merupakan penyebab utama perawatan

anak di rumah sakit. Mengingat infeksi dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit

infeksi akut endemis di Indonesia maka seharusnya tidak boleh lagi dijumpai

misdiagnosis atau kegagalan pengobatan. Menegakkan diagnosis DBD pada

stadium dini sangatlah sulit karena tidak adanya satupun pemeriksaan diagnostik

yang dapat memastikan diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu

dilakukan pengawasan berkala baik klinis maupun laboratoris.3

Page 4: referat DHF

BAB II

DEMAM BERDARAH DENGUE

A. Definisi

Demam Berdarah Dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah

penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis

demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam,

limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi

perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)

atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock

syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok..2

B. Epidemiologi

Di Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai di

Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun

1970. Di Jakarta, kasus pertama di laporkan pada tahun 1968. Sejak

dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968 terjadi

kecenderungan peningkatan insiden. Sejak tahun 1994, seluruh propinsi di

Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan

kasus DBD juga meningkat, namun angka kematian menurun tajam dari 41,3%

pada tahun 1968, menjadi 3% pada tahun 1984 dan menjadi <3% pada tahun

19913

Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara

bervariasi disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk,

kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus

dengue dan kondisi meteorologis. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan

antara jenis kelamin, tetapi kematian ditemukan lebih banyak terjadi pada anak

perempuan daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di sebuah negara,

pola distribusi umur memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari

golongan anak berumur <15 tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya,

jumlah kasus golongan usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia pengaruh

Page 5: referat DHF

musim terhadap DBD tidak begitu jelas, namun secara garis besar jumlah kasus

meningkat antara September sampai Februari dengan mencapai puncaknya pada

bulan Januari3

Gambar 1.1 Negara dengan resiko transmisi dengue (WHO, 2011)

Beberapa faktor resiko yang dikaitkan dengan demam dengue dan demam

berdarah dengue antara lain : demografi dan perubahan sosial, suplai air,

manejemen sampah padat, infrastruktur pengontrol nyamuk, consumerism,

peningkatan aliran udara dan globalisasi, serta mikroevolusi virus. Indonesia

berada di wilayah endemis untuk demam dengue dan demam berdarah dengue.

Hal tersebut berdasarkan penelitian WHO yang menyimpulkan demam dengue

dan demam berdarah dengue di Indonesia menjadi masalah kesehatan mayor,

tingginya angka kematian anak, endemis yang sangat tinggi untuk keempat

serotype, dan tersebar di seluruh area.3

Selama 5 tahun terakhir, insiden DBD meningkat setiap tahun. Insiden

tertinggi pada tahun 2007 yakni 71,78 per 100.000 pddk, namun pada tahun 2008

menurun menjadi 59,02 per 100.000 penduduk. Walaupun angka kesakitan sudah

dapat ditekan namun belum mencapai target yang diinginkan yakni <20 per

100.000 penduduk.

Page 6: referat DHF

Gambar 1.2 Angka kesakitan dan kematian demam berdarah dengue di Indonesia

(Depkes, 2008)

Epidemic sering terjadi di Americas, Europe, Australia, dan Asia hingga

awal abad 20. Sekarang demam dengue endemic pada Asia Tropis, Kepulauan di

Asia Pasifik, Australia bagian utara, Afrika Tropis, Karibia, Amerika selatan dan

Amerika tengah. Demam dengue sering terjadi pada orang yang bepergian ke

daerah ini. Pada daerah endemic dengue, orang dewasa seringkali menjadi imun,

sehingga anak-anak dan pendatang lebih rentan untuk terkena infeksi virus ini.5

Gambar 2. Distribusi Dengue di Dunia. CDC 2009.7

Keterangan : Biru : area infestasi Aedes aegypti.Merah : area infestasi Aedes

aegyptidan epidemic dengue

DHF/ DSS lebih sering terjadi pada daerah endemis virus dengue dengan

beberapa serotype.Penyakit ini biasanya menjadi epidemic tiap 2-5 tahun.

Page 7: referat DHF

DHF/DSS paling banyak terjadi pada anak di bawah 15 tahun, biasanya pada

umur 4-6 tahun. Frekuensi kejadian DSS paling tinggi pada dua kelompok

penderita : a. anak-anak yang sebelumnya terkena infeksi virus dengue, b. bayi

yang darah ibunya mengandung anti dengue antibody. Transmisi penyakit

biasanya meningkat pada musim hujan. Suhu yang dingin memungkinkan waktu

survival nyamuk dewasa lebih panjang sehingga derajat tranmisi meningkat.2

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus

DBD sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2)

Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol

vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana

transportasi.1

Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor

antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus

dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat.

Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan

Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit terjadi

peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi

di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence

rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi

berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue

dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32°C)

dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk

jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama

di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap

tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari,

meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei

setiap tahun.1

C. Etiologi

Page 8: referat DHF

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus

dengue, yang termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan

sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus

merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai

tunggal dengan berat molekul 4x106 .

Gambar 1.3 Virus Dengue (Smith, 2002)

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang

semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.

Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype

terbanyak. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur

hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungnan

terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue

dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis

serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.5

Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk

Aedes albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang paling sering

ditemukan. Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan

berkembang biak di dalam rumah, yaitu tempat penampungan air jernih atau

tempat penampungan air sekitar rumah. Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik,

berbintik – bintik putih, biasanya menggigit pada siang hari, terutama pada pagi

Page 9: referat DHF

dan sore hari. Jarak terbang nyamuk ini 100 meter. Sedangkan nyamuk Aedes

albopictus memiliki tempat habitat di tempat air jernih. Biasanya nyamuk ini

berada di sekitar rumah dan pohon – pohon, tempat menampung air hujan yang

bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas. Nyamuk ini menggigit pada

siang hari dan memiliki jarak terbang 50 meter.

Gambar 1.4 Distribusi nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus

(WHO, 2011)

D. Patogenesis

Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel

hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel

manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan

protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya

tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya

tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat

menimbulkan kematian.2

Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan

masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD

adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau

hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung

bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus

dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita

DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus

lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi

yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama

Page 10: referat DHF

makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh

tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.

Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu

proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel

mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi

mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas

pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.2

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary

heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh

Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang

berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi

dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit

dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu,

replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan

akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan

terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang

selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan

C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding

pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang

ekstravaskular.Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang

sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma

ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar

natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok

yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia,

yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna

mencegah kematian.2

Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus

binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus

mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk.

Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan

peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai

Page 11: referat DHF

potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai

kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut

didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.2

Gambar 1. Patogenesis terjadinya syok pada DBD2

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-

antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi

trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel

pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan

pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks

antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP

(adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan

menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system)

sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan

pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif

(KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP

(fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.2

Page 12: referat DHF

Gambar 2. Patogenesis Perdarahan pada DBD2

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,

sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik.

Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman

sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas

kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada

DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat

KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya,

perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.1

E. Diagnosis

Perubahan patofisiologis pada DBD adalah kelainan hemostasis dan

perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut dapat diketahui dengan adanya

trombositopenia dan peningkatan hematokrit.2

Page 13: referat DHF

Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7

hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala,

nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita

mengeluh nyeri menelan dengan faring hiperemis ditemukan pada pemeriksaan,

namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut

dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat

menimbulkan kejang demam terutama pada bayi.2

Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple

Leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena

atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan

tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya

ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih

jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase

demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm

di bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan

dengan berat ringannya penyakit namun pembesaran hati lebih sering ditemukan

pada penderita dengan syok.2

Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini

terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan

sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan

sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat

penderita dapat mengalami syok.2

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua

hal dibawah ini dipenuhi:2

Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari, biasanya bifasik

Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:

o Uji bendung positif

Page 14: referat DHF

o Petekie, ekimosis, atau purpura

o Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)

o Hematemesis atau melena

Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)

Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)

sebagai berikut:

o Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan

umur dan jenis kelamin

o Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya

o Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau

hipoproteinemi.

WHO (1997) membagi DBD menjadi 4 (Vasanwala dkk, 2011):

a. Derajat 1

Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala

klinis (nyeri ulu hati, mual, muntah, hepatomegali), tanpa perdarahan

spontan, trombositopenia dan hemokonsentrasi, uji tourniquet positif.

b. Derajat 2

Derajat 1 dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain seperti

mimisan, muntah darah dan berak darah.

c. Derajat 3

Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah

rendah (hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis disekitar

mulut, hidung dan jari (tanda-tand adini renjatan).

d. Renjatan berat (DSS) / Derajat 4

Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur

F. Manifestasi Klinis

a. Demam5

Demam berdarah dengue biasanya ditandai dengan demam yang

mendadak tanpa sebab yang jelas, continue, bifasik. Biasanya berlangsung

2-7 hari (Bagian Patologi Klinik, 2009). Naik turun dan tidak berhasil

Page 15: referat DHF

dengan pengobatan antipiretik. Demam biasanya menurun pada hari ke-3

dan ke-7 dengan tanda-tanda anak menjadi lemah, ujung jari, telinga dan

hidung teraba dingin dan lembab. Masa kritis pda hari ke 3-5. Demam akut

(38°-40° C) dengan gejala yang tidak spesifik atau terdapat gejala penyerta

seperti , anoreksi, lemah, nyeri punggung, nyeri tulang sendi dan kepala.

Gambar: Kurva suhu pada DHF

b. Perdarahan

Manifestasi perdarahan pada umumnya muncul pada hari ke 2-3 demam.

Bentuk perdarahan dapat berupa: uji tourniquet positif yang menandakan

fraglita kapiler meingkat (Bagian Patologi Klinik, 2009). Kondisi seperti

ini juga dapat dijumpai pada campak, demam chikungunya, tifoid, dll.

Perdarahan tanda lainnya ptekie, purpura, ekomosis, epitaksis dan

perdarahan gusi, hematemesisi melena. Uji tourniquet positif jika terdapat

lebih dari 20 ptekie dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian volar

termasuk fossa cubiti.

c. Hepatomegali

Ditemukan pada permulaan demam, sifatnya nyeri tekan dan tanpa disertai

ikterus. Umumnya bervariasi, dimulai dengan hanya dapat diraba hingga

2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan (Bagian Patologi Klinik, 2009).

Page 16: referat DHF

Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit namun

nyeri tekan pada daerah tepi hati berhubungan dengan adanya perdarahan.

d. Renjatan (Syok)

Syok biasanya terjadi pada saat demam mulai menurun pada hari ke-3 dan

ke-7 sakit. Syok yang terjadi lebih awal atau periode demam biasanya

mempunyai prognosa buruk (Bagian Patologi Klinik, 2009). Kegagalan

sirkulasi ini ditandai dengan denyut nadi terasa cepat dan lemah disertai

penurunan tekanan nadi kurang dari 20 mmHg. Terjadi hipotensi dengan

tekanan darah kurang dari 80 mmHg, akral dingin, kulit lembab, dan

pasien terlihat gelisah.

G. Pemeriksaan Penunjang

a. Darah5

1) Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) (≤ 100000/µI)

2) Hematokrit meningkat ≥ 20%, merupakan indikator akan timbulnya

renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis

pasti pada DBD dengan dua kriteria tersebut ditambah terjadinya

trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji

serologi hemaglutnasi (Brasier, Ju, Garcia, Spratt, Forshey, Helsey,

2012).

3) Hemoglobin meningkat lebih dari 20%.

4) Lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua atau ketiga

5) Masa perdarahan memanjang

6) Protein rendah (hipoproteinemia)

7) Natrium rendah (hiponatremia)

8) SGOT/SGPT beisa meningkat

9) Asidosis metabolic

10) Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan

b. Urine

Kadar albumine urine positif (albuminuria) (Vasanwala, Puvanendran,

Chong, Ng, Suhail, Lee, 2011).

c. Foto thorax

Page 17: referat DHF

Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya

posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan) lebih baik dalam

mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.

d. USG

Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai pada anak dan dijadikan sebagai

pertimbangan karena tidak menggunakan system pengion (Sinar X) dan

dapat diperiksa sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites

dan cairan pleura pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat

menentukan diagnose penyakit yang mungkin muncul lebh berat misalnya

dengan melihat ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan

pancreas.

e. Diagnosis Serologis

1) Uji hemaglutinasi inhibisi (Uji HI)

Tes ini adalah gold standard pada pemeriksaan serologis, sifatnya

sensitive namun tidak spesifik artinya tidak dapat menunjukkan tipe

virus yang menginfeksi. Antibody HI bertahan dalam tubuh lama

sekali (>48 tahun) sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologi-

epidemioligi. Untuk diagnosis pasien, Kenaikan titer konvalesen 4x

lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (> 1280) baik pada serum

akut atau konvalesen daianggap sebagai presumtif (+) atau di dugan

keras positif infeksu dengue yang baru terjadi (Vasanwala dkk, 2011).

2) Uji komplemen fiksasi (uji CF)

Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit

dan butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi

bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).

3) Uji neutralisasi

Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Biasanya

memamkai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT) yaitu

berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Anti body

Page 18: referat DHF

neutralisasi dapat dideteksi dalam serum bersamaan dengan antibody

HI tetapi lebih cepat dari antibody komplemen fiksasi dan bertahan

lama (>4-8 tahun). Prosedur uji ini rumit dan butuh waktu lama

sehingga tidak rutin digunakan (Vasanwala dkk, 2011).

4) IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)

Banyak sekali dipakai. Uji ini dilakukan pada hari ke-4-5 infeksi virus

dengue karena IgM sudah timbul kamudian akan diikuti IgG. Bila IgM

negative uji ini perlu diulang. Apabila hari sakit ke-6 IgM msih

negative maka dilaporkan sebagai negative. IgM dapat bertahan dalam

darah samapi 2-3 bulan setelah adanya infeksi. Sensitivitas uji Mac

Elisa sedikit di bawah uji HI dengan kelebihan uji Mac Elisa hanya

memerlukan satu serum akut saja dengan spesifitas yang sama dengan

uji HI (Vasanwala dkk, 2011).

5) Identifikasi Virus

Cara diagnostic baru dengan reverse transcriptase polymerase chain

reaction (RTPCR) sifatnya sangat sensitive dan spesifik terhadap

serotype tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah.

Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari specimen yang berasal dari

darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk. Sensitifitas PCR sama

dengan isolasi virus namun PCR tidak begitu dipengaruhi oleh

penanganan specimen yang kurang baik bahkan adanya antibody

dalam darah juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR (Vasanwala dkk,

2011).

H. Diagnosis Banding

a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi

bakteri virus, atau infeksi parasit seperti demam tifoid,campak, influenza

hepatitis, demam, chikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya

Page 19: referat DHF

trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan

antara DBD dengan penyakit lain.6

b. Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya

(DC). Pada DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan

penularannya mirip dengan influenza. Bila dibandingkan dengan DBD,

DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih

pendek, suhu lebih tinggi, hamper selalu disertai ruam

makulopapular,injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi.

Proporsi uji tourniquet positif, petekie epistaksis hampir sama dengan

DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.

c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa

penyakit infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis,

sejak semula pasien tampak sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan

tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai

dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran kekiri pada hitung jenis)

pemeriksaan LED dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri

dengan virus. Pada meningitis meningokokus, jelas terdapat gejala

rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinal

d. Idiophatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD

derajat II, oleh karena didapatkan demamdisertai perdarahan dibawah

kulit. Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan

penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai

leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran

kekanan pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah

trombositlebih cepat kembali normal daripada ITP

e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada

leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat

anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas

diagnosis leukemia. Pada anemia aplastik akan sangat anemic, demam

timbul karena infeksi sekunder. Pada pemeriksaan darah ditemukan

pansitopenia (leukosit, hemoglobin, trombosit menurun). Pada pasien

Page 20: referat DHF

dengan perdarahan hebat pemeriksaan foto toraks dan atau kadar protein

dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD ditemukan efusi

pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma

I. Penatalaksanaan

a. Pre Hospital7

Penatalaksanaan prehospital DBD bisa dilakukan melalui 2 cara

yaitu pencegahan dan penanganan pertama pada penderita demam

berdarah. DinasKesehatan Kota Denpasar menjelaskan pencegahan

yang dilakukan meliputi kegiatan pemberantasan sarang nyamuk

(PSN), yaitu kegiatan memberantas jentik ditempat perkembangbiakan

dengan cara 3M Plus:

1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti

bak mandi / WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).

2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong

air/tempayan, dan lain-lain (M2).

3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

menampung air hujan (M3).

Plusnya adalah tindakan memberantas jentik dan menghindari

gigitan nyamuk dengan cara: 

1) Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang

sulit dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos

(abate) atau Altosid. Temephos atau Altosid ditaburkan 2-3 bulan

sekali dengan takaran 10 gram Abate ( ± 1 sendok makan peres 

untuk 100 liter air atau dengan takaran 2,5 gram Altosid ( ± 1/4

sendok makan peres) untuk 100 liter air. Abate dan Altosid dapat

diperoleh di puskesmas atau di apotik.

2) Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.

3) Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk 

4) Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok

Page 21: referat DHF

5) Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi 

6) Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar

7) Melakukan fogging atau pengasapan bila dilokasi ditemukan 3

kasus positif DBD dengan radius 100 m (20 rumah) dan bila di

daerah tersebut ditemukan banyak jentik nyamuk.

IDAI (2009) menjelaskan tanda-tanda syok harus dikenali dengan

baik karena sangat berbahaya. Apabila syok tidak tertangani dengan

baik maka akan menyusul gejala berikutnya yaitu perdarahan. Pada

saat terjadi perdarahan hebat penderita akan tampak sangat kesakitan,

tapi bila syok terjadi dalam waktu yang lama, penderita sudah tidak

sadar lagi. Dampak syok dapat menyebabkan semua organ tubuh akan

kekurangan oksigen dan akhirnya menyebabkan kematian dalam

waktu singkat. Oleh karena itu penderita harus segera dibawa kerumah

sakit bila terdapat tanda gejala dibawah ini:

1) Demam tinggi (lebih 39oc ataulebih)

2) Muntah terus menerus

3) Tidak dapat atau tidak mauminum sesuai anjuran

4) Kejang

5) Perdarahan hebat, muntah atau berak darah

6) Nyeri perut hebat

7) Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat,

seluruh badan teraba lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa

haus, kencing berkurang atau tidak ada sama sekali

8) Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan kekentalan darah

atau penurunan jumlah trombosit

b.Intra Hospital di Unit Gawat Darurat 7

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi

kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas

kapiler dansebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan

Page 22: referat DHF

sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada

kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.

Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit

lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang

menyebabkan perembesan plasma dan gangguan hemostasis.

Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi

mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi.

Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi

secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence)

yang merupakan ease awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan

melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma

dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan

awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari

peningkatan kadar hematokrit

Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit.

Penurunanjumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2

trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum

peningkatan hematokrit dansebelum terjadi penurunan suhu.

Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan

plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan

garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume

plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian

khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus

dan penurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien

DBD derajat I danII dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D,

C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B dan A

1) Fase Demam

Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan

tatalaksana DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian

cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak

dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri

Page 23: referat DHF

perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu

diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu

diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama

demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk

pemberian atau dapat di sederhanakan seperti tertera pada Tabel 1.

Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat

demam tinggi, anoreksia danmuntah. Jenis minuman yang

dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan

oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam

pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan

cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi

yang masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan

oiarit. Bila terjadi kejang demam, disamping antipiretik diberikan

antikonvulsif selama demam 8

Tabel 1

Dosisi Parasetamol Menurut umur

Umur (Tahun) Parasetaol (tiap kali pemberian)

Dosis (mg) Tablet (1 tab = 500

mg)

< 1 60 1/8

1-3 60-125 1/8-1/4

4-6 125-250 1/4-1/2

7-12 250-500 1/2-1

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang

mungkin terjadi. Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat

suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan

kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium

yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu

menggambarkan derajat kebocoran plasma danpedoman kebutuhan

cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum

Page 24: referat DHF

dijumpai perubahan tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit

harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai

suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak

tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai

alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang

tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan

menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb

a) Penggantian Volume Plasma

Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang

terjadi pada fase penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase

syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume

plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan

harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan

cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada

kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan

dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan

tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin.

Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal

mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume

yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.

Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus

smuntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak

rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya

dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai

hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.

Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi

dankehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di

dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan

Page 25: referat DHF

natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus

perlahan-lahan8

Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka

komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan

plasma. Volume dankomposisi cairan yang diperlukan sesuai

cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu

cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada

tabel 2 dibawah ini

Tabel 2

Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang

(defisit cairan 5 – 8 %)

Berat Badan waktu masuk

RS ( kg )

Jumlah cairan Ml/kg berat

badan per hari

< 7 220

7-11 165

12-18 132

>18 88

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan

tergantung dari umur dan berat badan pasien serta derajat

kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat

hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan

disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur

yang sama8.

Mengingat pada saat awal pasien datang, kita belum selalu dapat

menentukan diagnosis DD/DBD dengan tepat, maka sebagai pedoman tatalaksana

awal dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu:2

1. Tatalaksana kasus tersangka DBD, termasuk kasus DD, DBD derajat I dan

DBD derajat II tanpa peningkatan kadar hematokrit. (Bagan 1 dan 2)

Page 26: referat DHF

2. Tatalaksana kasus DBD, termasuk kasus DBD derajat II dengan peningkatan

kadar hematokrit. (Bagan 3)

3. Tatalaksana kasus sindrom syok dengue, termasuk DBD derajat III dan IV.

(Bagan 4)

Bagan 1. Tatalaksana kasus tersangka DBD[2]

Tersangka DBD

Demam tinggi, mendadakterus menerus <7 hari

Tersangka DBD

Page 27: referat DHF

tidak disertai infeksi saluran nafas bagian atas, badan lemah/lesu

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan

Tanda syok Periksa uji torniquetMuntah terus menerusKejang Uji torniquet (+) Uji torniquet (-)Kesadaran menurun (Rumple Leede) (Rumple Leede)Muntah darahBerak darah

Jumlah trombosit Jumlah trombosit Rawat Jalan<100.000/µl >100.000/µl Parasetamol

Kontrol tiap hariTatalaksana sampai demam hilangdisesuaikan,(Lihat bagan 3,4,5)

Rawat Inap (lihat bagan 3)

Rawat Jalan Nilai tanda klinis &Minum banyak 1,5 liter/hari jumlah trombosit, Ht

Parasetamol bila masih demam Kontrol tiap hari hari sakit ke-3sampai demam turun periksa Hb, Ht, trombosit tiap kali Perhatian untuk orang tua Pesan bila timbul tanda syok: gelisah, lemah, kaki/tangan dingin, sakit perut, BAB hitam,

BAK kurang

Lab : Hb & Ht naik Trombosit turun

Segera bawa ke rumah sakit

Bagan 2. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II

tanpa peningkatan hematokrit[2]

DBD derajat I atau II tanpa peningkatan hematokrit

Gejala klinis:Demam 2-7 hari

Page 28: referat DHF

Uji torniquet (+) atauperdarahan spontanLaboratorium: Hematokrit tidak meningkatTrombositopenia (ringan)

Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat minumBeri minum banyak 1-2 liter/hari Pasien muntah terus menerusAtau 1 sendok makan tiap 5 menitJenis minuman; air putih, teh manis,Sirup, jus buah, susu, oralitBila suhu >39oC beri parasetamol Pasang infus NaCl 0,9%:Bila kejang beri obat antikonvulsi dekstrosa 5% (1:3)Sesuai berat badan tetesan rumatan sesuai berat badan

Periksa Ht, Hb tiap 6 jam,trombosit

Tiap 6-12 jamMonitor gejala klinis dan laboratoriumPerhatikan tanda syokPalpasi hati setiap hariUkur diuresis setiap hari Ht naik dan atau trombosit turunAwasi perdarahanPeriksa Ht, Hb tiap 6-12 jam

Infus ganti RLPerbaikan klinis dan laboratoris (tetesan disesuaikan, lihat Bagan 4)

Pulang (Kriteria memulangkan pasien)• Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik• Nafsu makan membaik• Secara klinis tampak perbaikan• Hematokrit stabil• Tiga hari setelah syok teratasi• Jumlah trombosit >50.000/µl• Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan

hematokrit >20%[2]

DBD derajat I atau II dengan peningkatan hematokrit >20%DBD derajat I atau II dengan peningkatan hematokrit >20%

Page 29: referat DHF

Cairan awalRL/RA/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl 0,9%

+D5 6-7 ml/kgBB/jam

Monitor tanda vital/Nilai Ht & Trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak ada perbaikan

Tidak gelisah GelisahNadi kuat Distress

pernafasanTek.darah stabil

Frek.nadi naikDiuresis cukup Tanda vital memburuk Ht

tetap tinggi/naik(12 ml/kgBB/jam) Ht meningkat Tek.nadi <20

mmHgHt turun Diuresis

</tidak ada(2x pemeriksaan)

Tetesan dikurangi Tetesan dinaikkan10-15 ml/kgBB/jam

Perbaikan Evaluasi 12-

24 jam

Tanda vital tidak stabil

PerbaikanSesuaikan tetesan

Distress pernafasan Ht turun 3 ml/kgBB/jam Ht naik

Tek.nadi < 20 mmHgIVFD stop setelah 24-48 jamApabila tanda vital/Ht stabil dan Koloid Transfusi darah segardiuresis cukup 20-30 ml/kgBB 10 ml/kgBB

Indikasi Transfusi pd

Anak - Syok yang belum

teratasi

5 ml/kgBB/jam

Page 30: referat DHF

Perbaikan - Perdarahan masif

Bagan 4. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV

(Sindrom Syok Dengue/SSD)[6,2]

DBD derajat III & IVDBD derajat III & IV

Page 31: referat DHF

1. Oksigenasi (berikan O2 2-4 liter/menit2. Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)

Ringer laktat/NaCl 0,9%20ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 15 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?Pantau tanda vital tiap 10 menitCatat balance cairan selama pemberian cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak teratasiKesadaran membaik Kesadaran menurunNadi teraba kuat Nadi lembut/tidak terabaTekanan nadi >20 mmHg Tekanan nadi <20 mmHgTidak sesak nafas/sianosis Distress pernafasan/sianosisEkstrimitas hangat Kulit dingin dan lembabDiuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Ekstrimitas dingin

Periksa kadar gula darah

Cairan dan tetesan disesuaikan 1. Lanjutkan cairan

10 ml/kgBB/jam 15-20 ml/kgBB/jamEvaluasi ketat

Tanda vital 2.Tambahkan koloid/plasma

Tanda perdarahan Dekstran/FFPDiuresisPantau Hb, Ht, Trombosit 3. Koreksi asidosis

Evaluasi 1 jam

Stabil dalam 24 jamTetesan 5 ml/kgBB/jam Syok

belum teratasiHt stabil dalam 2x Syok teratasiPemeriksaan Ht turun Ht tetap

tinggi/naik

Tetesan 3 ml/kgBB/jam Transfusi darah segar10 ml/kgBB Koloid 20

ml/kgBBdapat diulang sesuai

Infus stop tidak melebihi 48 jam kebutuhansetelah syok teratasi

Page 32: referat DHF

J. Pemberantasan Demam Berdarah Dengue

Kegiatan pemberantasan DBD terdiri atas kegiatan pokok dan kegiatan

penunjang. Kegiatan pokok meliputi pengamatan dan penatalaksaan penderita,

pemberantasan vektor, penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi.3

Kegiatan pokok

1. Pengamatan dan penatalaksanaan penderita

Setiap penderita/tersangka DBD yang dirawat di rumah sakit/puskesmas

dilaporkan secepatnya ke Dinas Kesehatan Dati II. Penatalaksanaan penderita

dilakukan dengan cara rawat jalan dan rawat inap sesuai dengan prosedur

diagnosis, pengobatan dan sistem rujukan yang berlaku.3

2. Pemberantasan vektor

Pemberantasan sebelum musim penularan meliputi perlindungan

perorangan, pemberantasan sarang nyamuk, dan pengasapan. Perlindungan

perorangan untuk mencegah gigitan nyamuk bisa dilakukan dengan

meniadakan sarang nyamuk di dalam rumah dan memakai kelambu pada

waktu tidur siang, memasang kasa di lubang ventilasi dan memakai penolak

nyamuk. Juga bisa dilakukan penyemperotan dengan obat yang dibeli di toko

seperti mortein, baygon, raid, hit dll.3

Pergerakan pemberantasan sarang nyamuk adalah kunjungan ke

rumah/tempat umum secara teratur sekurang-kurangnya setiap 3 bulan untuk

melakukan penyuluhan dan pemeriksaan jentik. Kegiatan ini bertujuan untuk

menyuluh dan memotivasi keluarga dan pengelola tempat umum untuk

melakukan PSN secara terus menerus sehingga rumah dan tempat umum

bebas dari jentik nyamuk Ae. aegypti. Kegiatan PSN meliputi menguras bak

mandi/wc dan tempat penampungan air lainnya secara teratur sekurang-

kurangnya seminggu sekali, menutup rapat TPA, membersihkan halaman dari

kaleng, botol, ban bekas, tempurung, dll sehingga tidak menjadi sarang

Page 33: referat DHF

nyamuk, mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung,

mencegah/mengeringkan air tergenang di atap atau talang, menutup lubang

pohon atau bambu dengan tanah, membubuhi garam dapur pada perangkap

semut, dan pendidikan kesehatan masyarakat.3

Pengasapan masal dilaksanakan 2 siklus di semua rumah terutama di

kelurahan endemis tinggi, dan tempat umum di seluruh wilayah kota.

Pengasapan dilakukan di dalam dan di sekitar rumah dengan menggunakan

larutan malathion 4% (atau fenitrotion) dalam solar dengan dosis 438 ml/Ha.3

3. Penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi

Penyuluhan perorangan dilakukan di rumah pada waktu pemeriksaan

jentik berkala oleh petugas kesehatan atau petugas pemeriksa jentik dan di

rumah sakit/puskesmas/praktik dokter oleh dokter/perawat. Media yang

digunakan adalah leaflet, flip chart, slides, dll.3

Penyuluhan kelompok dilakukan kepada warga di lokasi sekitar rumah

penderita, pengunjung rumah sakit/puskesmas/ posyandu, guru, pengelola

tempat umum, dan organisasi sosial kemasyarakatan lainnya.3

Evaluasi operasional dilaksanakan dengan membandingkan pencapaian

target masing-masing kegiatan dengan direncanakan berdasarkan pelaporan

untuk kegiatan pemberantasan sebelum musim penularan. Peninjauan di

lapangan dilakukan untuk mengetahui kebenaran pelaksanaan kegiatan

program.3

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Page 34: referat DHF

Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot

dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopeni, ruam, limfadenopati,

trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan

plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau

penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah demam

berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.

Untuk mengurangi kecenderungan penyebarluasan wilayah terjangkit

DBD, mengurangi kecenderungan peningkatan jumlah penderita dan

mengusahakan agar angka kematian tidak melebihi 3% maka pemerintah terus

menyempurnakan program pemberantasan DBD. Strategi pemberantasan

DBD lebih ditekankan pada upaya preventif.

Peran dokter dalam program pemberantasan DBD adalah penemuan,

diagnosis, pengobatan dan perawatan penderita, pelaporan kasus dan

penyuluhan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pengetahuan

patofisiologi, patogenesis, manifestasi klinis/laboratoris DBD, pengenalan

vektor dan pemberantasannya adalah sangat penting.

DAFTAR PUSTAKA

Page 35: referat DHF

1) Hadinegoro S.R.H, Soegijanto S, dkk. Tatalaksana Demam Berdarah

Dengue di Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan

Lingkungan.. Edisi 3. Jakarta. 2004.

2) Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid III. Edisi VI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, Juni 2016.

Hal. 1731-5.

3) Sungkar S. Demam Berdarah Dengue. Pendidikan Kedokteran

Berkelanjutan Ikatan Dokter Indonesia. Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter

Indonesia. Jakarta, Agustus 2008.

4) Asih Y. S.Kp. Demam Berdarah Dengue, Diagnosis, Pengobatan,

Pencegahan, dan Pengendalian. World Health Organization. Edisi 2.

Jakarta. 1998.

5) Gubler D.J. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. PubMed Central

Journal List. Terdapat di:

http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1508601.

Diakses pada: 2009, Desember 29.

6) Gubler DJ, Clark GG. Dengue/Dengue Hemorrhagic Fever: The

Emergence of a Global Health Problem. National Center for Infectious

Diseases

Centers for Disease Control and Prevention

Fort Collins, Colorado, and San Juan, Puerto Rico, USA. 2006. Terdapat

di: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8903160. Diakses pada: 2016,

Februari, 7.

7) Fernandes MDF. Dengue/Dengue Hemorrhagic Fever. Infectious disease.

Terdapat di: http://www.medstudents.com.br/dip/dip1.htm. Diakses pada:

2009, Desember 29.

Page 36: referat DHF

8) World Health Organization. Dengue and dengue haemorrhagic fever.

Terdapat di: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/htm.

Diakses pada: 2016, februari 7.