Referat Dhf Rahmah

37
BAB 1 PENDAHULUAN Dengue haemorrhagic fever (DHF) atau yang lebih dikenal sebagai Demam berdarah dengue (DBD) adalah salah satu bentuk klinis dari penyakit akibat infeksi virus dengue pada manusia, sedangkan manifestasi klinis dari infeksi virus dengue dapat berupa demam dengue dan demam berdarah dengue. Demam berdarah dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit Demam Berdarah Dengue masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia selama 41 tahun terakhir. 1 Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 kabupaten dan 382 kota pada tahun 2009. Selain itu jumlah kasus DBD masih cukup tinggi, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009, 156.086 kasus pada tahun 2010 dan 49.486 kasus dengan kematian 403 orang pada tahun 2011. Pada tahun 2009 tampak provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi dengan 1

description

addg

Transcript of Referat Dhf Rahmah

Page 1: Referat Dhf Rahmah

BAB 1

PENDAHULUAN

Dengue haemorrhagic fever (DHF) atau yang lebih dikenal sebagai

Demam berdarah dengue (DBD) adalah salah satu bentuk klinis dari penyakit

akibat infeksi virus dengue pada manusia, sedangkan manifestasi klinis dari

infeksi virus dengue dapat berupa demam dengue dan demam berdarah dengue.

Demam berdarah dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Data

dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah

penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga

tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia

sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit Demam

Berdarah Dengue masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat

yang utama di Indonesia selama 41 tahun terakhir.1

Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan

kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32

kabupaten dan 382 kota pada tahun 2009. Selain itu jumlah kasus DBD masih

cukup tinggi, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun

2009, 156.086 kasus pada tahun 2010 dan 49.486 kasus dengan kematian 403

orang pada tahun 2011. Pada tahun 2009 tampak provinsi DKI Jakarta merupakan

provinsi dengan angka inseden DBD tertinggi (313 kasus per 100.000 penduduk),

dan dalam lima tahun terakhir (tahun 2005-2009) Provinsi DKI termasuk 5

provinsi dengan angka inseden tertinggi di atas Kalimantan Timur, Bali, Sulawesi

Utara dan Kepulauan Riau. Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut

kemungkinan disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan

wilayah perkotaan, perubahan iklim (menyebabkan perubahan curah hujan, suhu,

kelembaban, arah udara sehingga berefek terhadap ekosistem daratan dan lautan

serta berpengaruh terhadap kesehatan terutama terhadap perkembangbiakan

vektor penyakit seperti nyamuk Aedes), perubahan kepadatan dan distribusi

penduduk serta faktor epidemiologi lainnya.1

1

Page 2: Referat Dhf Rahmah

Penyakit DBD menunjukkan fluktuasi musiman, biasanya meningkat pada

musim penghujan atau beberapa minggu setelah hujan. Penyakit ini disebabkan

oleh virus dengue yang merupakan anggota genus Flavivirus dari famili

Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan

DEN-4. Vektor DBD yang utama adalah nyamuk Aedes aegypti. DBD merupakan

bentuk berat dari infeksi dengue yang ditandai dengan demam akut,

trombositopenia, netropenia, perdarahan dan permeabilitas vaskular meningkat

yang ditandai dengan kebocoran plasma ke jaringan interstitial yang dapat

mengakibatkan hemokonsentrasi, efusi pleura, hipoalbuminemia dan hiponatremia

yang dapat menyebabkan syok hipovolemik. Menegakkan diagnosis DBD pada

stadium dini sangatlah sulit karena tidak adanya satupun pemeriksaan diagnostik

yang dapat memastikan diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu

memahami patogenesis, perjalanan penyakit, gambaran klinis, dan pemeriksaan

laboratorium agar penatalaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan efisen.1,3,6

2

Page 3: Referat Dhf Rahmah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) atau dengue

haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang

disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik

(predisposisi untuk mengalami perdarahan dan gangguan hemostasis). Pada DBD

terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan

hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue

(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh

renjatan/syok.3

II.2. Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik barat,

dan Karibia. Penyakit ini banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Data

dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah

penderita DBD setiap tahunnya. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan

sebaran di seluruh wilayah tanah air. Terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun

2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Sejak tahun 1968 telah

terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis

DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 kabupaten dan 382 kota pada tahun

2009. Selain itu jumlah kasus DBD masih cukup tinggi, pada tahun 1968 hanya

58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009, 156.086 kasus pada tahun 2010

dan 49.486 kasus dengan kematian 403 orang pada tahun 2011.1

Pada tahun 2009 tampak provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi dengan

angka inseden DBD tertinggi (313 kasus per 100.000 penduduk), dan dalam lima

tahun terakhir (tahun 2005-2009) Provinsi DKI termasuk 5 provinsi dengan angka

inseden tertinggi di atas Kalimantan Timur, Bali, Sulawesi Utara dan Kepulauan

Riau. Dahulu panyakit ini lebih sering mengenai anak berusia kurang dari 15

3

Page 4: Referat Dhf Rahmah

tahun namun beberapa tahun terakhir kencendrungan ini bergeser menjadi lebih

sering terjadi pada orang dewasa dan tidak ada perbedaan signifikan angka

kejadian antar jenis kelamin.1

Beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi

biakan virus dengue yaitu 1). Vektor : perkembangbiakan vektor, kebiasaan

menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke

tempat lain; 2). Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan atau kelurga,

mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3). Lingkungan :

curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk. 3

II.3. Etiologi

Demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) atau dengue

haemorrhagic fever (DHF) disebabkan oleh virus dengue yang merupakan

anggota genus Flavivirus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus

dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4, keempat serotipe tersebut

ditemukan di Indonesia dengan serotipe DEN-3 merupakan serotipe terbanyak

dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat. Virus

dengue mempunyai diameter envelope 40-60 nm, mengandung RNA untai

tunggal (ssRNA), positif sense dengan ukuran genom 10,7 kb (10.700 basa). 3,4,7

Pada virus dengue terdapat 10.700 basa dan di dalam genomnya terdapat

sebuah single – open reading frame (SORF) yang mengkode 2 macam protein

yaitu protein struktural dan protein nonstruktural. Protein struktural terdiri atas

protein C (core), M (membrane), E (envelope). Sedangkan protein nonstruktural

terdiri atas 7 macam yaitu NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b, dan NS5.

Struktur protein virus dengue mempunyai beberapa fungsi penting. Fungi

utamanya adalah mempermudah perpindahan asam nukleat virus dari satu sel host

ke sel host yang lain. Protein ini juga berperan melindungi gen virus terhadap

inaktivasi oleh nukleus, selain itu berperan melengkapi partikel virus untuk

mengintervensi sel yang rentan serta menyokong struktur tangkup partikel virus.

Protein virus juga menentukan antigenik virus. Respon imunitas host secara

langsung akan melawan faktor antigen protein atau glikoprotein virus yang tidak

terlindungi di permukaan partikel virus.3,4,7

4

Page 5: Referat Dhf Rahmah

Gambar 1. Struktur virus dengue

Gambar 2. Arsitektur genom virus dengue

II.4. Vektor

Penularan virus dengue terjadi melaului vektor nyamuk genus Aedes

(terutama Aedes aegypti). Morfologi dan daur hidup nyamuk vektor demam

berdarah dengue yaitu :6

1. Nyamuk dewasa : ukuran kecil, warna dasar hitam dengan bintik-bintik

putih pada bagian badan, kaki dan sayap.

2. Telur : berwarna hitam seperti sarang tawon, dinding bergaris-garis seperti

5

Page 6: Referat Dhf Rahmah

gambaran kain kassa.

3. Jentik : ukuran 0,5-1 cm, dan selalu bergerak aktif dalam air. Gerakannya

berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas. Pada

waktu istirahat posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air.

4. Mengalami metamorfosis sempurna.

Gambar 3. Daur hidup nyamuk vektor demam berdarah dengue

Sedangkan sifat nyamuk Aedes aegypti adalah :6

1. Menggigit berulang (multiple biters) yaitu menggigit beberapa orang

secara bergantian dalam waktu singkat dan mempermudah pemindahan

virus.

2. Aktivitas menggigit pagi sampai dengan petang dengan puncak aktivitas

09.00-10.00 dan 16.00-17.00.

3. Kemampuan terbang nyamuk betina 40-100 meter. Namun karena angin

atau terbawa kendaraan, nyamuk ini bisa berpindah lebih jauh.

4. Kebiasaan istirahat serta menggigit dalam rumah (indoor). Tempat

hinggap dalam rumah adalah barang-barang bergantungan seperti baju,

gorden, kabel, peci dan lain-lain.

5. Nyamuk ini lebih senang warna gelap daripada terang.

6

Page 7: Referat Dhf Rahmah

Gambar 4. Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat

menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada

di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation

period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan

berikutnya. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh

nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya

(infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari

(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari

manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang

sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah

demam timbul.6

II.5. Patognenis dan Patofisiologi

Teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi

sekunder (secondary heterologous infection). Hipotesis ini menyatakan secara

tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan

serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar

untuk menderita DBD. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan

mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks

antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel

leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak

dinetralisir oleh tubuh, sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel

makrofag.4

7

Page 8: Referat Dhf Rahmah

Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan

pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu

beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan

menghasilkan titer tinggi anti bodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi

dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi degan akibat terdapatnya

virus dalam jumlah banyak hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus

kompleks antigen-antibodi yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem

komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3a dan C5a menyebabkan

peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari

ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien yang dengan syok berat

voleme plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama

24-48 jam. Syok yang tidak ditangani secara adekuat akan menyebabkan asidosis

dan anoksia, yang dapat berakhir fatal.4

Sebagai tanggapan terhadap virus dengue, komplek antibodi antigen selain

mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan

mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah.

Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi

trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat), sehingga

trombosit melekat satu sama lain. Hal ini menyebabkan trombosit dihancurkan

oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi

trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan

terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata).

Ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga

terjadi penurunan faktor pembekuan.4

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit

sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik.

Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hagamen

sehingga tejadi aktivasi sistem kinin yang memacu peningkatan permeabilitas

kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada

DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat

KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.

Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.

8

Page 9: Referat Dhf Rahmah

Gambar 5. Patofisiologi perdarahan pada DBD

II.6. Gambaran Klinis

Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya

tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan

demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-

macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik

(undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat

yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).3

9

Page 10: Referat Dhf Rahmah

Gambar 6. Manifestasi klinis infeksi virus dengue

II.7. Perjalanan Penyakit

WHO pada tahun 2009 mengeluarkan Guidelines for diagnosis, treatment,

prevention and control. Dalam panduan tersebut WHO membagi hari-hari sakit

demam dengue menjadi 3 fase setelah masa inkubasi : 1.Fase Demam, 2.Fase

Kritis, 3.Fase Recovery (penyembuhan).5

Fase Demam

Penderita mengalami demam akut 2-7 hari disertai muka wajah memerah,

kulit memerah, nyeri seluruh badan, mialgia, atralgia dan nyeri kepala. Beberapa

pasien juga mengeluhkan gejala nyeri tenggorokan, faring hiperemis, konjunctiva

hiperemis. Sulit untuk membedakan dengue dengan non dengue pada fase awal

demam, uji torniquet positip mempertinggi kemungkinan penderita mengalami

infeksi virus dengue. Diperlukan monitor untuk menilai timbulnya tanda bahaya

(warning sign) yang akan membuat pasien masuk ke fase ke 2 fase kritis,

(warning sign) meliputi :

Klinis : nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan, perdarahan

mukosa, pembesaran hati > 2 cm

Laboratorium : peningkatan Ht dengan penurunan trombosit

Manifestasi perdarahan ringan seperti petechiae dan perdarahan membran mukosa

(seperti perdarahan hidung dan gusi) dapat terjadi. Petechie dapat muncul pada

hari-hari pertama demam, namun dapat juga dijumpai pada hari ke 3 hingga hari

ke 5. Perdarahan pervaginam yang masif dapat terjadi pada wanita usia muda dan

perdarahan saluran cerna dapat terjadi pada fase ini tetapi jarang. Hati dapat

membesar dan tegang/nyeri setelah demam beberapa hari. Tanda paling awal dari

pemeriksaan darah rutin adalah menurunnya total leukosit (leukopenia) yang

dapat meningkatkan kecurigaan terjangkit virus dengue.5

Fase kritis

10

Page 11: Referat Dhf Rahmah

Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD yaitu pada saat

temperatur tubuh turun menjadi ≤ 37,5-38oC yang terjadi pada hari ke 3-7,

meningkatnya permeabilitas kapiler berbanding lurus dengan meningkatnya kadar

hematokrit dapat terjadi. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis

biasanya terjadi selama 24-48 jam. Leukopenia yang progresif diikuti dengan

menurunnya jumlah trombosit mengindikasikan kebocoran plasma.5

Efusi pleura dan ascites dapat terdeteksi tergantung dari derajat kebocoran

plasma dan volume dari terapi cairan. Foto thorax dan ultrasonografi abdomen

dapat digunakan untuk mendiagnosa efusi pleura dan ascites. Shok dapat terjadi

didahului oleh timbulnya tanda bahaya (warning sign). Temperatur tubuh dapat

subnormal saat shok terjadi. Shok yang memanjang, terjadi hipoperfusi organ

yang dapat mengakibatkan kegagalan organ, metabolik asidosis dan diseminated

intravascular coagulation (DIC). Hepatitis akut yang berat, encephalitis,

miokarditis dan atau terjadi perdarahan yang masif dapat terjadi.5

Fase penyembuhan

Bila pasien telah melewati 24-48 jam fase kritis, reabsorpsi cairan dari

kompartemen extravascular terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum membaik,

kembalinya nafsu makan, berkurangnya gejala gastrointestinal, hemodinamik

stabil dan cukup diuresis. Bradikardia dan perubahan EKG dapat terjadi pada fase

ini. Hematokrit kembali normal atau lebih rendah karena efek dilusi cairan yang

diberikan. Leukosit kembali meningkat disusul dengan meningkatnya trombosit. 5

11

Page 12: Referat Dhf Rahmah

Gambar 7. Perjalanan penyakit DBD

II.8. Diagnosis

II.8.1. Demam dengue

Ditandai dengan demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih

manifestasi klinis sebagai berikut :

Nyeri kepala

Nyri retro orbital

Mialgia atau atralgia

Ruam kulit

Menifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positf)

Leukopenia

Dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien DD/DBD

yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.3

12

Page 13: Referat Dhf Rahmah

II.8.2. Demam berdarah dengue

Diagnosa demam berdarah dengue ditegakkan berdasarkan kriteria WHO

tahun 1997. WHO telah membuat penuntun untuk menegakkan diagnosis klinis

DBD :

A. Kriteria klinis :

1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus

menerus selama 2 – 7 hari, biasanya bifasik.

2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan :

Uji torniquet positip Petekie, ekimosis, purpura.

Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau

perdarahan dari tempat lain

Hematemesis dan atau melena. 3

B. Kriteria laboratorium :

3. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)

4. Terdapat minimal 1 tanda-tanda kebocoran plasma (plasma leakage)

karena peningkatan permeabilitas kapiler dengan manifestasi :

peningkatan hematokrit ≥ 20 % dibandingkan standar sesuai

dengan umur dan jenis kelamin.

penurunan hematokrit ≤ 20 % setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, ascites atau

hipoproteinemia.3

II.8.3. Sindrom syok dengue (SSD)

Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan

manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤ 20 mmHg),

hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan sembab serta

gelisah.3

Terdapat klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue terdiri dari

demam dengue dan DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat ( pada setiap

derajat sudah ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi ) menurut

kriteria WHO 1997:

13

Page 14: Referat Dhf Rahmah

Demam Dengue Demam disertai 2 atau lebih tanda : sakit kepala,

nyeri retro orbital, mialgia, artralgia

DBD Derajat I Demam disertai gejala seperti diatas dan satu-

satunya manifestasi perdarahan ialah uji Tourniquet.

DBD Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di

kulit atau perdarahan lain.

DBD Derajat III Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat

dan lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau

hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab serta

gelisah

DBD Derajat IV Syok berat disertai nadi tidak dapat diraba dan

tekanan darah tidak terukur.3

Sedangkan menurut WHO 2009, berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik

dan/atau darah lengkap dan hematokrit diagnosis DBD ditegakkan dengan melihat

fase penyakit (demam, kritis atau penyembuhan), serta menentukan adanya

warning signs, hidrasi, dan status hemodinamik pasien serta apakah pasien

memerlukan rawat atau tidak. Ini dapat dilihat pada Gambar 8.5

Gambar 8. Klasifikasi dengue dan derajat keparahan menurut kriteria WHO 2009

14

Page 15: Referat Dhf Rahmah

II.9. Diagnosis laboratoris

Diagnosis definitif infeksi virus dengue hanya dapat dilakukan di

laboratorium dengan cara isolasi virus, deteksi antigen virus atau RNA dalam

serum atau jaringan tubuh (PCR) dan deteksi antibodi spesifik dalam serum

pasien.4

Uji hemaglutinisasi inhibis (HI)

Uji yang sering di pakai pada pemeriksaan serologis. Kenaikan titer 4x

lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (>1280) dianggap diduga kuat

positif infeksi dengue yang baru terjadi

IgM dan IgG

IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5 meningkat sampai minggu ke 3

menghilang setelah 60-90 hari

IgG pada infeksi primer mulai terdeteksi pada ke 14, sedangkan

pada infeksi sekunder terdeteksi pada hari ke 2

NS 1

Dapat terdeteksi pada demam hari pertama sampai hari ke 8.

Sensitivitasnya berkisar 63%-93,4% dengan spesifisitas 100% yang sama

tinginya dengan spesifisitas gold standard kultur virus.

II.10. Penatalaksanaan

Tidak ada terapi spesifik untuk DBD. Prinsip terapi urama adalah terapi

suportif. Pemeliharan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam

penanganan kasis DBD. Asupan cairan, terutama melalui oral harus

dipertahankan. Jika tidak bisa, maka diperlukan suplemen cairan melalui jalur

intravena.8

Demam Dengue

Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam

pasien dianjurkan untuk tirah baring, selama masih demam obat antipiretik atau

kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk menurunkan suhu < 39°C

dianjurkan untuk memberikan paracaetamol. Asetosal atau salisilat

15

Page 16: Referat Dhf Rahmah

dikontraindikasikan oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan atau

asidosis. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, susu

dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari. Suhu, jumlah trombosit serta

kadar hematokrit juga harus dipantau sampai kadarnya kembali normal. Pada

pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.

Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang

dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan karena

kemungkinan sulit untuk membedakan demam pada fase demam atau pada fase

DBD. Perbedaannya karena pada DBD, pada saat suhu turun terdapat tanda awal

kegagalan sirkulasi sedangkan pada DD merupakan tanda penyembuhan.

Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa diserta gejala syok. Oleh

karena itu orang tua atau pasien diberikan nasehat bila terasa nyeri perut hebat,

buang air besar hitam atau terdapat perdarahan pada kulit serta mukosa seperti

mimisan, perdarahan gusi apalagi disertai berkeringat dan kulit dingin hal tersebut

merupakan tanda kegawatdaruratan sehingga harus segera dibawa ke rumah sakit.8

Demam Berdarah Dengue

16

Page 17: Referat Dhf Rahmah

Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda atau gejalanya tidak spesifik

oleh karena itu masyarakat atau orang tua diharapkan untuk waspada jika melihan

tanda atau gejala yang mungkin merupakan gejala awal perjalanan penyakit DBD.

Tanda atau gejala awal penyakit DBD adalah demam tinggi mendadak tanpa

sebab yang jelas, terus menerus, badan lemah dan anak tampak lesu. Pertma

ditentukan terlebih dahulu adakah tanda kedaruratan yaitu tanda syok (gelisah,

napas cepat, bibir biru, tangan dan kaki dingin, kulit lembab), muntah terus

menerus, kejang, kesadaran menurun, muntah darah, berak hitam maka

tatalaksana disesuaikan dengan keadaan tersebut. Apabila tidak ditemukan adanya

tanda kedaruratan, periksa uji Tourniqet: apabila uji tourniqet positif dilanjutkan

dengan pemeriksaan trombosit, apabila trombosi ≤ 100.000 / ul pasien dirawat

untuk observasi. Apabila uji tourniqet positif dengan trombosit ≥ 100.000 / ul atau

normal atau uji tourniqet negatif maka pasien boleh pulang dengan pesan untuk

datang kembali setiap hari sampai suhu turun. Nilai gejala klinis dan lakukan

pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit setiap kali selama anak masih demam. Bila

terjadi penurunan kadar Hb dan atau peningkatan kadar Ht, segera rawat. Beri

nasihat kepada orang tua, anak dianjurkan untuk minum banyak seperti air teh,

susu, oralit, jus buah serta diberikan antipiretik yaitu paracaetamol. Bila klinis

menunjukkan tanda-tanda syok segera bawa rumah sakit.8

Fase Demam

Tatalaksana DBD pada fase demam tidak berbeda dengan

tatalaksana DD bersifat simptomatik dan suportif yaitu pemberian cairan

oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan

oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut berlebihan maka

cairan intavena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang

diperlukan. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/KgBB dalam 4-6 jam

pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan

rumatan 80-100 ml/KgBB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih

minum ASI, tetap harus diberikan ASI disamping larutan oralit. Pasien

17

Page 18: Referat Dhf Rahmah

harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode

kritis adalah waktu transisi yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-

5 fase demam. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari

sakit ketiga sampai suhu normal kembali.8

Penggantian volume plasma

Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi

pada fase penurunan suhu (fase afebris, fase kritis, fase syok), maka dasar

pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang.

Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2 atau 3 jam pertama, sedangkan

pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam

24-48 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar

hematokrit dan jumlah volume urin.

Cairan intravena diperlukan apabila anak terus menerus muntah,

tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin diberikan minum

per oral, ditakutkan terjadi dehidrasi yang dapat mempercepat terjadinya

syok. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan

kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam 1/3 larutan

NaCl 0,9%. Bila terdapat asidosis, ¼ dari jumlah cairan total dikeluarkan

dan diganti dengan larutan yang berisi 0,167 mol/liter natrium bikarbonat

(3/4 bagian berisi larutan NaCl 0,9% + glukosa ditambah ¼ natrium

bikarbonat).

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari

umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai derajat

hemokonsentrasi.

Tabel 1. Kebutuhan cairan rumatan

Berat badan (kg) Jumlah cairan (ml)

10 100 per Kg BB

10-20 1000 + 50 x kg (di atas 10 kg)

> 20 1500 + 50 x kg (di atas 20 kg)

Jumlah cairan rumatan diperhitungkan untuk 24 jam. Oleh karena

kecepatan perembesan plasma tidak konstan (perembasan terjadi lebih

18

Page 19: Referat Dhf Rahmah

cepat ketika suhu turun) maka volume cairan pengganti harus disesuaikan

dengan kehilangan plasma yang dapat diketahui dengan pemantauan kadar

hematokrit. Perlu diperhatikan bahwa penggantian volume yang

berlebihan dan terus menerus setelah perembesan plasma berhenti akan

mengakibatkan distress pernapasan sebagai akibat edema paru.

Jenis larutan kristaloid yang direkomendasikan WHO adalah

larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat

(D5/RL), RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA), NaCl

0,9% atau dekstrosa 5% dalam larutan garam faali. Sedangkan larutan koloid

adalah dekstran-40 dan plasma darah.8

Gambar 10. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II

19

Page 20: Referat Dhf Rahmah

Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari, disertai uji tourniqet positif (DBD

derajat I) atau disertai perdarahan spontan tanpa peningkatan hematokrit (DBD

derajat II) dapat dikelola seperti pada gambar 10. Apabila pasien masih dapat

minum, berikan minum banyak 1-2 L/hari atau 1 sdm setiap 5 menit. Jenis

minuman yang dapat diberikan adalah air putih, teh manis, sirup, jus buah, susu

dan oralit. Obat antipiretik (paracaetamol) diberikan bila suhu > 38,5°C. Pada

anak dengan riwayat kejang dapat diberikan obat anti konvulsif. Apabila pasien

tidak dapat minum atau muntah terus menerus, sebaiknya diberikan infus NaCL

0,9% : dekstrosa 5% (1:3) dipasang dengan tetes rumatan sesuai berat badan.

Disamping itu perlu dilakukan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit setiap 6-12 jam.

Pada tindak lanjut, perhatikan tanda syok, raba hati setiap hari untuk mengetahui

pembesarnya oleh karena pembesaran hati yang disertai nyeri tekan berhubungan

dengan perdarahan saluran cerna.8

20

Page 21: Referat Dhf Rahmah

Gambar 11. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan hematokrit ≥

20%

Pada pasien DBD derajat II apabila dijumpai demam tinggi, terus menerus

selama ≤ 7 hari tanpa sebab jelas disertai tanda perdarahan spontan (paling

tersering perdarahan kulit dan mukosa yaitu petekie atau mimisan) disertai

penurunan jumlah trombosit ≤ 100.000 / ul dan peningkatan kadar hematokrit.

Pada saat pasien datang diberikan cairan kristaloid ringer laktat /NaCl 0,9% atau

dekstrosa 5% dalam ringer laktat/NaCl 0,9% 6-7 ml/KgBB/jam. Monitor tanda

vital dan kadar hematokrit serta trombosit setiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-

24 jam.

1. Apabila selama observasi keadaan umum membaik, yaitu anak tampak tenang,

tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup dan kadar Ht cenderung

turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi

menjadi 5 ml/KgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap

stabil, tetesan dikurangi menjadl 3 ml/KgBB/ jam dan akhirnya cairan dihentikan

pada 24-48 jam.

2. Perlu diingat bahwa sepertiga kasus akan jatuh ke dalam syok. Maka apabila

keadaan klinis pasien tidak ada perbaikan, anak tampak gelisah, napas cepat

(distress pernapasan), frekuensi nadi meningkat, diuresis berkurang, tekanan nadi

< 20 mmHg serta peningkatan Ht, maka tetesan dinaikkan menjadi 10

ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan klinis setelah 12 jam, cairan

dinaikkan menjadi 15 ml/KgBB/jam. Kemudian dievaluasi 12 jam kemudian.

Apabila tampak distress pernapasan menjadi lebih berat dan Ht naik maka berikan

cairan koloid 10-20 ml/KgBB/ham, dengan jumlah maksimal 30 ml/KgBB.

Namun bila Ht turun, berikan transfusi darah segar 10 ml/KgBB/jam.8

21

Page 22: Referat Dhf Rahmah

Gambar 12. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV

Sindrom syok dengue adalah DBD dengan gejala gelisah, napas cepat,

nadi teraba kecil lembut atau tidak teraba, bibir biru, tangan kaki dingin dan tidak

ada produksi urin. Maka :

1. Segera beri infus kristaloid (ringer laktat atau NaCl 0,9%) 20 ml/KgBB

secapatnya (diberikan dalam bolus 30 menit) dan oksigen 2 L/m. Untuk DSS berat

(DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi tidak terukur) diberikan ringer laktat

22

Page 23: Referat Dhf Rahmah

20 ml/KgBB bersama koloid. Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit

dan trombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dan gula darah.

2. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat belum

dilanjutkan 20 ml/KgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma) atau koloid

(dekstran-40) sebanyak 10-20 ml/KgBB maksimal 30 ml/KgBB. Observasi

keadaan umum, tekanan darah, nadi tiap 15 menit dan periksa hematokrit tiap 4-6

jam. Koreksi asidosis, elektrolit dan gula darah.

a. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar Hb/HT, tekanan nadi > 20

mmHg, nadi kuat maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10 ml/KgBB/jam.

Volume 10 ml/KgBB/jam dapat dipertahankan sampai 24 jam atau sampai klinis

stabil dan Ht menurun < 40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7 ml/KgBB

sampai keadaan klinis dan Ht stabil, kemudian secara bertahap cairan diturunkan

5 ml dan seterusnya 3 ml/KgBB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi

48 jam setelah syok terarasi. Observasi klinis, tekanan darah, nadi, jumlah urin

yang dikeluarkan tiap 1 jam,pemeriksaan Ht dan trombosit tiap 4-6 jam sampai

keadaan umum baik.

b. Apabila syok belum teratasi sedangkan kadar Ht menurun tetapi masih > 40%

berikan darah dalam volume kecil 10 ml/KgBB. Apabila tampak perdarahan

masif, berikan darah segar 20 ml/KgBB dan dilanjutkan cairan kristaloid 10

ml/KgBB/jam.

Cairan intravena dapat dihentikan apabila kadar Ht telah turun sekitar

40%. Jumlah urin 12 ml/KgBB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaan

sirkulasi membaik. Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48

jam syok teratasi. Apabila cairan tetap diberikan pada saat terjadi reabsorpsi

plasma dari ekstravascular (ditandai dengan penurunan kadar Ht setelah

pemberian cairan rumatan) maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat

edema paru dan gagal jantung.8

II.11. Indikasi Pulang Pasien DBD

Pasien dapat pulang apabila memnuhi syarat-syarat berikut :

Klinis

Bebas demam selama minimal 48 jam

23

Page 24: Referat Dhf Rahmah

Terdapat perbaikan status klinis (keadaan umum baik, nafsu makan

membaik, status hemodinamik stabil, urine output normal, tidak

ada gangguan pernapasan)

Laboratoris

Peningkatan jumlah trombosit

Hematokrit stabil tanpa cairan intravena

24

Page 25: Referat Dhf Rahmah

DAFTAR PUSTAKA

1. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi. (2010). Demam Berdarah

Dengue. Jakarta. Kementrian Kesehatan RI

2. Chein, Khei and Pohan T. (2009). Diagnosis dan Terapi Cairan pada

Demam Berdarah Dengue. Scientific Journal of Pharmaceutical

Development and Medical Application. Vol 22 Maret-mei

3. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (2010). Demam Berdarah Dengue.

Jakarta : Interna Publishing

4. Departemen kesehatan RI. (2004). Tatalaksana Demam Berdarah Dengue

di Indonesia. Jakarta : Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit

Menular.

5. WHO. (2009). Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention and

Control. WHO and TDR

6. Sutanto, inge; Ismid, Is Suhari; Sjarifuddin, pudji dan Sungkar, Saleh.

2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

7. Jawetz. (2008). Mikrobiologi kedokteran. Jakarta : EGC

8. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. (2012). Ikatan Dokter Anak

Indonesia

9. Osterwell N. Dengue 'Under-recognized' as Source of Febrile Illness in US. Medscape Medical News. Jan 23 2014. Available at http://www.medscape.com/viewarticle/819656. Accessed January 25, 2014.

10. Sharp TM, Gaul L, Muehlenbachs A, Hunsperger E, Bhatnagar J, Lueptow R, et al. Fatal hemophagocytic lymphohistiocytosis associated with locally acquired dengue virus infection - new Mexico and Texas, 2012.MMWR Morb Mortal Wkly Rep. Jan 24 2014;63(3):49-54. [Medline].

25