Nuzul-dhf Last Referat

45
BAB I PENDAHULUAN Istilah Dengue mengacu pada penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue, mencakup: Dengue Fever (DF), Dengue Haemorrhagic Fever (DHF), serta Dengue Shock Syndrome (DSS). DF merupakan infeksi virus dengue yang paling ringan dan biasanya ditandai dengan gejala sakit kepala, nyeri tulang atau persendian maupun otot, ruam dan leukopenia. Sedangkan DHF ditandai dengan empat manifestasi klinis yang utama, meliputi: (i) demam tinggi, (ii) fenomena perdarahan, (iii) seringkali disertai hepatomegali, dan (iv) pada kasus yang parah akan dijumpai tanda-tanda kegagalan sirkulasi. Keadaan ini dapat berlanjut menjadi DSS jika terjadi hypovolaemic shock akibat kebocoran plasma. 1 DF, DHF, DSS tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik barat, karibia dan negara-negara beriklim tropis lainnya. Tercatat ± 75 juta kasus DF terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia, ± 250 ribu kasus DHF dan ± 25 ribu kasus kematian karena DHF dan DSS. Kasus DHF di Indonesia, pertama kali dijumpai di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO), terdapat empat kejadian luar biasa (KLB) DHF di Indonesia yang signifikan selama 1

description

e6

Transcript of Nuzul-dhf Last Referat

Page 1: Nuzul-dhf Last Referat

BAB I

PENDAHULUAN

Istilah Dengue mengacu pada penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

dengue, mencakup: Dengue Fever (DF), Dengue Haemorrhagic Fever (DHF),

serta Dengue Shock Syndrome (DSS). DF merupakan infeksi virus dengue yang

paling ringan dan biasanya ditandai dengan gejala sakit kepala, nyeri tulang atau

persendian maupun otot, ruam dan leukopenia. Sedangkan DHF ditandai dengan

empat manifestasi klinis yang utama, meliputi: (i) demam tinggi, (ii) fenomena

perdarahan, (iii) seringkali disertai hepatomegali, dan (iv) pada kasus yang parah

akan dijumpai tanda-tanda kegagalan sirkulasi. Keadaan ini dapat berlanjut

menjadi DSS jika terjadi hypovolaemic shock akibat kebocoran plasma.1

DF, DHF, DSS tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik barat, karibia

dan negara-negara beriklim tropis lainnya. Tercatat ± 75 juta kasus DF terjadi

setiap tahunnya di seluruh dunia, ± 250 ribu kasus DHF dan ± 25 ribu kasus

kematian karena DHF dan DSS. Kasus DHF di Indonesia, pertama kali dijumpai

di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968. Berdasarkan laporan World Health

Organization (WHO), terdapat empat kejadian luar biasa (KLB) DHF di

Indonesia yang signifikan selama periode 1968-1998, yaitu pada tahun 1973,

1983, 1988 dan 1998. Pada tahun 1998, tercatat 16.005 kasus DHF dengan jumlah

kematian 250 orang (Case Fatality Rate/CFR: 1,5%). Selanjutnya, area sebaran

maupun jumlah kasus DHF cenderung meningkat.1

Sampai saat ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di

Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DHF oleh

World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka

perawatan rumah sakit dan kematian akibat DHF, khususnya pada anak. Data

Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan tahun

2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang

terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007).2

1

Page 2: Nuzul-dhf Last Referat

Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut (terutama

kontrol vektor nyamuk) harus terus diupayakan, di samping pemberian terapi

yang optimal pada penderita DHF, dengan tujuan menurunkan jumlah kasus dan

kematian akibat penyakit ini. Sampai saat ini, belum ada terapi yang spesifik

untuk DHF, prinsip utama dalam terapi DHF adalah terapi suportif, yakni

pemberian cairan pengganti. Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit,

gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat

dilakukan secara efektif dan efisien. Selanjutnya pada refrat ini akan dibahas

terapi cairan pada demam dengue dan demam berdarah dengue sebagai

penatalaksaan definitif pada kasus ini yang akan sangat berguna dan mampu

menambah wawasan mengenai DF, DHF dan DSS.1

2

Page 3: Nuzul-dhf Last Referat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia, penyakit demam berdarah dengue cenderung semakin

meningkat jumlah penderitanya dan semakin menyebar luas. Pada tahun 1968

terjadi wabah demam berdarah dengue di Surabaya dengan jumlah penderita 58

orang dan kematian 24 orang (41,3% ). Selanjutnya penyakit DHF ini kemudian

menyebar keseluruhan tanah air Indonesia dan mencapai puncak klimaksnya pada

tahun 1988, yaitu 20 tahun sejak keberadaannya di Indonesia penyakit ini

mengukir puncak tertinggi serangannya. Angka insiden pada waktu itu mencapai

27,09 per 100.000 penduduk dengan angka kematian 3,2 %.3

Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, pada

tahun 1999 terjadi 21.134 kasus, tahun 2000 terjadi 33.443 kasus, tahun 2001

terjadi 45.904 kasus, tahun 2002 terjadi 40.377 kasus dan tahun 2003 terjadi

50.131 kasus dengan jumlah kematian 743 orang.3

Gambar 2.1. Distribusi Virus Dengue di Dunia Tahun 20004

3

Page 4: Nuzul-dhf Last Referat

2.2. ETIOLOGI5

Dengue dan DHF disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue adalah

suatu arbovirus yang termasuk ke dalam genus Flavivirus. Virus dengue terdiri

dari 4 serotipe yaitu:

1. Dengue 1 (DEN-1), diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.

2. Dengue 2 (DEN-2), diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.

3. Dengue 3 (DEN-3), diisolasi oleh Sather.

4. Dengue 4 (DEN-4), diisolasi oleh Sather.

Keempat serotipe ini bisa menyebabkan penyakit yang berat dan fatal.

Infeksi oleh salah satu dari keempat serotipe tersebut tidak menimbulkan

kekebalan protektif silang, artinya jika seseorang pernah terinfeksi oleh DEN 1,

maka di kemudian hari mungkin saja orang tersebut akan terinfeksi oleh serotipe

lainnya, sehingga orang-orang yang tinggal di daerah endemis dengue, bisa

menderita keempat jenis infeksi dengue. Keempat serotype ditemukan di

Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang

antara serotype dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever, japanese

enchepalitis dan West Nile virus. Dalam laboratorium virus dengue dapat

bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan

primata. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan antibody terhadap

virus dengue pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada artropoda

menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk Aedes (Stegomya) dan

Toxorhynchites.

2.2.1. Virus Dengue5

Dengue merupakan penyakit tropis dan virus penyebabnya bertahan dalam

suatu siklus yang melibatkan manusia dan Aedes aegypti. Aedes aegypti adalah

sejenis nyamuk rumah yang lebih senang menggigit manusia di siang hari.

Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti betina, yang lebih menyukai untuk

menyimpan telurnya di dalam wadah yang berisi air bersih dan terletak di sekitar

habitat manusia.

4

Page 5: Nuzul-dhf Last Referat

Gambar 2.2. Morfologi Virus Dengue5

Siklus transmisi virus di dalam tubuh manusia:

1. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui liur nyamuk

2. Virus berkembangbiak di dalam organ target, misalnya kelenjar getah

bening dan hati

3. Virus dilepaskan dari organ tersebut dan melalui darah menyebar

untuk menginfeksi sel darah putih dan jaringan getah bening lainnya

4. Virus dilepaskan dari sel darah putih dan jaringan getah bening

lainnya dan beredar di dalam darah.

Siklus transmisi virus di dalam tubuh nyamuk:

1. Nyamuk menelan darah yang mengandung virus

2. Virus berkembangbiak di dalam usus, indung telur, jaringan saraf dan

lemak tubuh nyamuk; kemudian virus masuk ke dalam rongga tubuh

dan menginfeksi kelenjar liur nyamuk

3. Virus berkembangbiak di dalam kelenjar liur dan jika nyamuk

menggigit manusia lainnya, maka siklus transmisi akan berlanjut.

Pada kebanyakan kasus, demam dengue akan sembuh dengan sendirinya

dan tidak pernah berkembang menjadi DHF. Beberapa faktor resiko yang

berperan dalam berkembangnya demam dengue menjadi DHF adalah:

5

Page 6: Nuzul-dhf Last Referat

Jenis dan serotipe virus (DHF bisa terjadi pada infeksi primer oleh virus

serotipe tertentu)

Adanya antibodi anti-dengue akibat infeksi sebelumnya atau akibat

berpindahnya antibodi dari ibu ke janin yang dikandungnya

Faktor genetik (misalnya faktor ras tampaknya berperan karena

berdasarkan data, di Kuba DHF lebih banyak ditemukan pada orang kulit

putih)

Usia (di Asia Tenggara, DHF lebih banyak menyerang anak-anak,

sedangkan di Amerika DHF bisa menyerang semua kelompok umur)

Resiko yang lebih tinggi pada infeksi sekunder

Resiko yang lebih tinggi dari lokasi dimana lebih dari 2 serotipe virus

beredar secara bersamaan pada kadar yang tinggi (transmisi hiperendemik)

2.3. PATOGENESIS2

Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi

dengue adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection

theory) dan hipotesis immune enhancement.

Pertama, menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte,

1977, sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon

antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan

transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena

bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka

replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-

antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan

C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan

merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar

hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous

infection dapat dilihat pada gambar di bawah ini, yang dirumuskan oleh Suvatte,

tahun 1977.

6

Page 7: Nuzul-dhf Last Referat

Gambar 2.3. Patogenesis Terjadinya Syok pada DBD2

Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan

pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu

beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan

menghasilkan titer tinggi antibodi Ig G anti dengue. Disamping itu, replikasi virus

dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat

terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya

virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan

mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat

aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh

darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.

Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari

30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan

adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya

cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi

7

Page 8: Nuzul-dhf Last Referat

secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir

fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.

Gambar 2.4. Patogenesis Perdarahan pada DBD2

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks

antigenantibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan

agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel

endotel pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan

perdarahan pada DHF. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan

kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran

ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini

akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system)

sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan

pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif

(KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP

(fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

8

Page 9: Nuzul-dhf Last Referat

Kedua, hipotesis immune enhancement menjelaskan secara tidak langsung

bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko

berat yang lebih besar untuk menderita DHF berat. Antibodi herterolog yang telah

ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi

yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama makrofag.

Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang

kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga

mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.

Gambar 2.5. Teori Infection Enhancing Antibody2

2.4. MANIFESTASI KLINIS

Terdapat 4 sindroma klinis dengue:6

• Demam biasa

• Demam dengue klasik

• Demam berdarah dengue (DHF)

• Sindroma syok dengue (DSS, Dengue Shock Syndrome).

9

Page 10: Nuzul-dhf Last Referat

Gambar 2.6. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue6

Demam biasa merupakan manifestasi yang paling sering ditemukan pada

dengue. Suatu penelitian prospektif di Bangkok melaporkan bahwa 90 dari 103

(87%) siswa yang terinfeksi oleh virus dengue menunjukkan gejala yang minimal

atau bahkan tanpa gejala, dan hanya absen sekolah selama 1 hari.7

Gambar 2.7. Kurva Suhu DBD7

10

Page 11: Nuzul-dhf Last Referat

Demam dengue adalah suatu penyakit virus akut yang ditandai oleh:6

demam (seringkali muncul secara tiba-tiba)

sakit kepala hebat (seringkali digambarkan sebagai sakit di

belakangmata)

mialgia (nyeri otot) dan atralgia (nyeri persendian) - mual dan muntah

ruam kulit yang mungkin muncul pada stadium penyakit

yangberlainan dan bisa berupa makulopapuler, peteki maupun eritema

manifestasi perdarahan.

Penderita juga mungkin mengeluhkan gejala lainnya, seperti gatal-gatal

dan gangguan pengecapan (terutama lidah terasa seperti logam). Beberapa kasus

infeksi dengue akut mungkin disertai dengan tanda dan gejala ensefalitik atau

ensefalopatik, seperti:6

penurunan kesadaran (berupa letargi, linglung dan koma)

kejang

kaku kuduk

kelumpuhan

Beberapa dari kasus tersebut kemudian diikuti dengan timbulnya DHF.

Manifestasi perdarahan pada dengue

Sebanyak sepertiga penderita mungkin akan mengalami manifestasi

perdarahan, yang biasanya bersifat ringan. Pada beberapa kasus, perdarahan

tampak jelas dan cukup berat sehingga menyebabkan syok akibat kekurangan

darah. Manifestasi perdarahan tersebut antara lain: perdarahan kulit (peteki,

purpura, ekimosis), perdarahan gusi, hidung, perdarahan saluran pencernaan

(hematemesis, melena, hematokezia), hematuria, dan bertambahnya perdarahan

menstruasi.7

11

Page 12: Nuzul-dhf Last Referat

2.5. DIAGNOSIS

2.5.1. Dasar diagnosis

Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DHF ditegakkan bila semua

hal ini terpenuhi:2

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.

2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung

positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa;

hematemesis dan melena.

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).

4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai

umur dan jenis kelamin.

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapicairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites,

hipoproteinemia, hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DHF (WHO, 1997), yaitu:2

Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya

manifestasi perdarahan adalah uji torniquet.

Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit

dan perdarahan lain.

Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan

lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau

hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab,

tampak gelisah.

Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah

tidak terukur.

DSS: Kalau memenuhi kriteria diatas ditambah dengan bukti

kegagalan sirkulasi berupa tekanan nadi sempit < 20 mmHg atau

12

Page 13: Nuzul-dhf Last Referat

hipotensi untuk usia itu, kulit yang dingin dan lembab serta anak

gelisah. (Derajat III dan IV)

Gambar 2.8. Spektrum Klinis DBD6

2.5.2. Langkah diagnosis7

o Pemeriksaan klinis: panas, manifestasi perdarahan, tanda efusi,

hepatomegali, tanda kegagalan sirkulasi.

o Pemeriksaan laboratorium: uji torniquet, hematokrit dan hitung

trombosit secara berkala serta pemeriksaan serologi, pemeriksaan

LPB, albumin darah, CT, BT, PT, PTT, gambaran darah tepi pada

kecurigaan DIC.

o Pemeriksaan penunjang: foto thorak pada dispneu untuk

menelusuri penyebab lain disamping efusi pleura, USG bila ada,

dapat dipakai untuk memeriksa efusi pleura minimal.

2.5.3. Indikasi rawat

13

Page 14: Nuzul-dhf Last Referat

o Penderita tersangka demam berdarah derajat I dengan panas 3 hari

atau lebih sangat dianjurkan untuk dirawat.

o Tersangka demam berdarah derajat I disertai hiperpireksia atau

tidak mau makan atau muntah-muntah atau kejang-kejang atau Ht

cenderung meningkat dan trombosit cenderung turun harus dirawat.

o Penderita demam berdarah derajat I pada follow up berikutnya

ditemukan status mental berubah, nadi menjadi cepat dan kecil,

kaki tangan dingin, tekanan darah menurun , oligouria harus

dirawat.

o Seluruh derajat II, III, IV.

Gambar 2.9. Keluhan DBD7

2.5.4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar

hematokrit,jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya

limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3).

Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam.

Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam. Pada DBD yang

disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan koagulasi,

dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau

14

Page 15: Nuzul-dhf Last Referat

FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT,

ureum/ kreatinin.

Untuk membuktikan etiologi DHF, dapat dilakukan uji diagnostik melalui

pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara

tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi

virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu

yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena

keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler

dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcription

polymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil

yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi

pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang

dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan yang saat ini

banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan

IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5,

meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi

primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder

dapat terdeteksi mulai hari ke 2.

Gambar 2.10. Viremia, IgM, dan IgG pada Infeksi Primer dan Sekunder Virus Dengue

15

Page 16: Nuzul-dhf Last Referat

Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah

pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1

(NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus

Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama

antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan

metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari

pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari

ke 5 pada infeksi sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode

ELISA juga dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7%

dan 100%). Oleh karena berbagai keunggulan tersebut, WHO menyebutkan

pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer.

Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat

dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks

kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada

kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.

2.6. PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan simtomatis.

Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran

plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan.

Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah

pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.

Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya

terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses

kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial

ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi.

Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau

kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta

terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu diwaspadai.

Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada

trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandungan gizi yang

16

Page 17: Nuzul-dhf Last Referat

cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluran

cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol,

serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian aspirin

ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko

terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas (lambung/duodenum).

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan

khususnya pada penatalaksanaan demam berdarah dengue:

1. jenis cairan

2. jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan

Karena tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di

ruang intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat,

cairan salin) maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid

sebagai cairan standar pada terapi DHF karena dibandingkan dengan koloid,

kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang

sebenarnya dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan

lama di intravaskular, aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu

sistem koagulasi tubuh, dan memiliki efek alergi yang minimal. Secara umum,

penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DHF aman dan efektif. Beberapa efek

samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah edema,

asidosis laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi. Kristaloid

memiliki waktu bertahan yang singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian

larutan RL secara bolus (20 ml/kg BB) akan menyebabkan efek penambahan

volume vaskular hanya dalam waktu yang singkat sebelum didistribusikan ke

seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan perbandingan 1:3,

sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya 5 ml yang tetap

berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam ruang interstisial.

Namun demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa keuntungan penggunaan

kristaloid antara lain mudah tersedia dengan harga terjangkau, komposisi yang

menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan dalam temperatur ruang, dan

bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik.

17

Page 18: Nuzul-dhf Last Referat

Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa

keunggulan yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi

volume plasma (intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih

lama di ruang intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan

oksigenasi jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa

kekurangan yang mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni risiko

anafilaksis, koagulopati, dan biaya yang lebih besar.

Namun beberapa jenis koloid terbukti memiliki efek samping koagulopati

dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch). Penelitian cairan koloid dibandingkan

kristaloid pada sindrom renjatan dengue (DSS) pada pasien dengan parameter

stabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama renjatan, memberikan hasil

sebanding pada kedua jenis cairan.

2.6.1. Protokol 1. Penanganan Tersangka (Probable) DHF Dewasa Tanpa Syok

Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan

pertama pada penderita DHF atau diduga DHF di Instalasi Gawat Darurat dan juga bisa

dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat. Seseorang yang tersangka

menderita DHF di ruang Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb),

hematokrit (Ht) dan trombosit bila:

Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat

dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24

jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, leukosit dan trombosit tiap 24 jam)

atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke IGD.

Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat.

Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.

2.6.2. Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DHF Dewasa di Ruang

Rawat

Pasien yang tersangka DHF tanpa perdarahan spontan dan masif fan tanpa

syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah rumus

berikut ini:

Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut;

18

Page 19: Nuzul-dhf Last Referat

1500 + {20 x (BB dalam kg – 20)}

Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:

Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah

pemberian cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb,

Ht dan trombosit dilakukan tiap 12 jam.

Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka

pemberian cairan sesuai cairan sesuai dengan protokol penatalaksaan

DHF dengan Ht > 20%

Gambar 2.11. Pemberian Cairan pada Suspek DBD Dewasa

2.6.3. Protokol 3. Penatalaksaan DHF dengan Peningkatan Ht > 20%

Meningkatknya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit

cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah

dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kgBB/jam. Pasien

kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang

ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah

stabil, produksi urine meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5

ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan

19

Page 20: Nuzul-dhf Last Referat

tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 3

ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantuan keadaan tetap membaik maka pemberian

cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi

keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi

meningkat, tekanan nadi menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita

harus menaikkan jumlah cairan infus mejadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian

dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka

jumlah pemberian cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan

tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah pemberian cairan infus dinaikkan

menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi

memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan

protokol tatalaksana DSS pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian

cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.

20

Page 21: Nuzul-dhf Last Referat

Gambar 2.12. Peningkatan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%2.6.4. Protokol 4. Penatalaksaan Perdarahan Spontan pada DHF Dewasa

Perdarahan spontan masif pada penderita DHF dewasa adalah: perdarahan

hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun talah diberikan tampon hidung,

perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia),

perdarahan saluran kemih (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan

tersembunyi dengan jumlah perdarahan 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti

ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DHF tanpa syok

lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan

sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht dan trombosis serta hemostase

harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang

setiap 4-6 jam.

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris

didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata (KID). Transfusi

komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan

defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC

diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan

pada pasien DHF dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit

<100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.

21

Page 22: Nuzul-dhf Last Referat

Gambar 2.13. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

2.6.5. Protokol 5. Penatalaksaan Sindrom Syok Dengue pada DHF Dewasa

Bila kita berhadapan dengan dengue shock syndrome (DSS) maka hal

pertama yang harus diingat adalah bahwa rejatan harus segera diatasi dan oleh

karena itu penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan.

Angka kemtian DSS sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita DHF tanpa

rejatan, dan rejatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita DHF

mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksaan yang tidak tepat termasuk

kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda rejatan dini, dan penatalaksanaan

rejatan yang tidak adekuat.

Pada kasus DSS cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan.

Selain resusitasi cairan, penderita juga diberi oksigen 2-4 liter/menit.

Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer

lengkap, hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta

ureum dan kreatinin.

22

Page 23: Nuzul-dhf Last Referat

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan

dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila rejatan telah teratasi jumlah cairan dikurangi

menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian

cairan sebanyak 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60-120 menit keadaan tetap stabil

pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jam setelah rejatan teratasi

tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka pemberian

cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorbsi cairan plasma yang

mengalami ekstravasasi telah terjadim ditandai dengan turunnya hematokrit,

cairan infus terus diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal

jantung dapat terjadi).

Pengawasan dini kemungkinan terjadinya rejatan berulang harus dilakukan

terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi rejatan (karena selain proses

patogenesis penyakit masih berlangsungm ternyata cairan kristaloid hanya sekitar

20% saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam saat pemberian).

Oleh karena untuk mengetahui apakah rejatan telah teratasi dengan baik,

diperlukan pemantauan tanda vital secara ketat. Diuresis diusahakan 2

ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar Hb, Htm dan jumlah trombosit dapat

dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.

Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata rejatan belum teratasi,

maka pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 10-30 ml/KgBB,

dan kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi,

maka perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai Ht meningkat, berarti perembesan

plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan,

tetapi bila nilai Ht menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka

penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai

kebutuhan.

Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui

sifat-sifat cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan

tetesan cepat 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan

tetap belum teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan

pemasangan kateter vena sentral, dan pemberian koloid dapat ditambah hingga

23

Page 24: Nuzul-dhf Last Referat

jumlah maksimum 30 ml/kgBB (maksimal 1-1,5 liter/hari) dengan sasaran

tekanan vena sentral 15-18 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi harus

diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit,

hipoglikemi, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita

sudah sesuai dengan target tetapi rejatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan

obat inotropik/vasopresor.

Gambar 2.14. Penatalaksanaan DSS

24

Page 25: Nuzul-dhf Last Referat

2.7. TINDAK LANJUT

2.7.1. Pengamatan rutin7

DSS : tensi/nadi diperiksa setiap 15-20 menit sampai keadaan stabil,

Ht, trombosit setiap 3-6 jam sampai keadaan menetap.

Derajat I dan II : pemeriksaan Ht dan trombosit minimal 2 kali sehari.

Pada semua DSS pada saat masuk rumah sakit harus diperiksa juga

CT dan BT. Bila CT cenderung memanjang lakukan juga pemeriksaan

gambaran darah tepi.

Pemeriksaan khusus: EKG bila gagal jantung, foto thorax bila pleural

efusi dan edema paru. USG bila curiga efusi pleura minimal. BT, CT,

PT, PTT, dan gambaran darah tepi bila curiga DIC.

Penderita yang berobat jalan diperiksa trombosit setiap hari. Penderita

yang dirawat, tampung urine 24 jam, bila kurang dari 2 ml/kgBB/jam

periksa ureum dan kretinin.

Elektrolit darah astrup bila keadaan umum tidak membaik.

Pelaporan pada dinas kesehatan Tk II setempat melalui kurir, telepon

atau surat secara mingguan.

2.7.2. Indikasi pulang6

Keadaan umum baik dan masa krisis telah berlalu atau >7 hari sejak panas.

Keadaan umum baik ditandai dengan:

nafsu makan membaik,

keadaan klinis penderita membaik,

tidak demam paling sedikit 24 jam tanpa antipiretik,

tidak dijumpai distress pernafasan minimal 3 hari setelah syok teratasi,

hematokrit stabil

trombosit >50.000 mm3

2.8. KOMPLIKASI

25

Page 26: Nuzul-dhf Last Referat

Beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh DHF adalah sebagai

berikut: perdarahan gastrointestinal masif, ensepalopati, edema paru, DIC, dan

efusi pleura.6

2.9. PROGNOSIS

Angka kematian kasus di Indonesia secara keseluruhan < 3%. Angka

kematian DSS di RS 5-10%. Kematian meningkat bila disertai komplikasi. DHF

yang akan berlanjut menjadi syok atau penderita dengan komplikasi sulit

diramalkan, sehingga harus hati-hati dalam melakukan penyuluhan.5

BAB III

26

Page 27: Nuzul-dhf Last Referat

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Sampai saat ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di

Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DHF oleh

World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka

perawatan rumah sakit dan kematian akibat DHF, khususnya pada anak. Data

Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan tahun

2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang

terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007).

Penyakit demam dengue atau demam berdarah dengue disebabkan oleh

virus dengue. Virus dengue adalah suatu arbovirus yang termasuk ke dalam genus

Flavivirus. Virus dengue terdiri dari 4 serotipe yaitu:

1. Dengue 1 (DEN-1), diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.

2. Dengue 2 (DEN-2), diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.

3. Dengue 3 (DEN-3), diisolasi oleh Sather.

4. Dengue 4 (DEN-4), diisolasi oleh Sather.

Keempat serotipe ini bisa menyebabkan penyakit yang berat dan fatal.

Infeksi oleh salah satu dari keempat serotipe tersebut tidak menimbulkan

kekebalan protektif silang, artinya jika seseorang pernah terinfeksi oleh DEN 1,

maka di kemudian hari mungkin saja orang tersebut akan terinfeksi oleh serotipe

lainnya, sehingga orang-orang yang tinggal di daerah endemis dengue, bisa

menderita keempat jenis infeksi dengue. Keempat serotype ditemukan di

Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang

antara serotype dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever, japanese

enchepalitis dan West Nile virus.

Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti betina, yang lebih

menyukai untuk menyimpan telurnya di dalam wadah yang berisi air bersih dan

terletak di sekitar habitat manusia. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui

liur nyamuk, berkembangbiak di dalam organ target, misalnya kelenjar getah

bening dan hati. Kemudian virus dilepaskan dari organ tersebut dan melalui darah

27

Page 28: Nuzul-dhf Last Referat

menyebar untuk menginfeksi sel darah putih dan jaringan getah bening lainnya

Perdarahan gastrointestinal masif, ensepalopati, edema paru, DIC, efusi pleura,

syok hipovolemik bahkan kematian merupakan komplikasi dari demam berdarah

dengue.

Pencegahan terhadap perkembangan hidup nyamuk Aedes aegepty

merupakan langkah terpenting dalam upaya menekan angka kejadian demam

dengue dan demam berdarah dengue. Tidak ada terapi spesifik untuk demam

dengue, prinsip utama adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat,

angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume

cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus

DHF, asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan

cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan

melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara

bermakna.

3.2. SARAN

Demam dengue dan demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi

yang cukup serius dan banyak menyebabkan kematian individu tanpa

membedakan umur dan jenis kelamin. Oleh karena itu informasi tentang penyakit

ini di seluruh kalangan masyarakat harus terus diperluas. Informasi tersebut dapat

melalui diskusi, penyuluhan, seminar dan sejenisnya untuk memperdalam

pengetahuan masyarakat mengenai demam dengue dan demam berdarah dengue,

terutama mengenai proses terjadinya, pencegahan serta pengobatan yang benar.

Pada kasus yang telat terdeteksi dimana pasien dalam kondisi syok lebih

sering dijumpai dengan berbagai komplikasi sebagai akibatnya dan angka

kematiannya pun cukup tinggi. Sehingga kontrol terhadap kurva suhu, pemberian

cairan oral, pencegahan maupun pengobatannya perlu perhatian khusus.

Pencegahan dan pengobatan perlu dilakukan sedini mungkin guna menghentikan

penyebaran parasit lebih luas dan mencegah komplikasi yang lebih berat. Dengan

keputusan dan pemberian terapi yang tepat maka diharapkan angka kejadian

28

Page 29: Nuzul-dhf Last Referat

demam dengue dan demam berdarah dengue bisa diturunkan dan komplikasi serta

akibat lainnya yang lebih berat pun bisa dihentikan.

29

Page 30: Nuzul-dhf Last Referat

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Media informasi peresepan rasional bagi tenaga kesehatan

Indonesia, Vol.2, No.4, Maret-April 2002.

2. Pohan, Herdiman. dan Khie Chen. Diagnosis dan Terapi Cairan pada

Demam Berdarah Dengue. 2009. Medicinus: Medical Journal of

Pharmaceutical Development and Medical Application; Vol.22 No.1; hlm

3-7.

3. http://library.usu.a c.id/download/fkm/fkm-hiswani9.pdf .

4. Anonim. Dengue Fever. From Wikipedia, the Free Encyclopedia.

5. http://www.geocities.com/trisaktigeology84/

Demam_Berdarah_Dengue.pdf.

6. Staf pengajar FK UI. Infeksi Virus: Dengue. 2005. Buku Kuliah Ilmu

Penyakit Dalam Jilid 3. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI;

hlm1709-1713.

7. Staf pengajar Fk UI. Infeksi Tropik: Demam Dengue. Edisi Ketiga. 2005.

Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

FK UI; hlm 428-433

30