Bab III Kasbes THA

11
BAB III PEMBAHASAN A. Tinjauan kasus: Demam Typhoid Diagnosis Demam Typhoid ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini, diagnosis demam tipoid didasarkan pada: Data Anamnesa Pada pasien ini didipatkan demam mirip dengan kurva demam typhoid yaitu demam remiten (naik pada sore atau malam hari dan turun pada pagi hari tapi tidak sampai normal). Juga ditemukan gangguan sistem pencernaan berupa muntah. Dari hasil anamnesa dengan ibu penderita, sebelum masuk rumah sakit anak tidak terlihat apatis. Begitu juga ketika di RSDK anak tidak terdapat gangguan kesadaran. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum : Anak sadar, kurang aktif, tidak kejang, napas spontan adekuat. Tanda Vital: Denyut jantung : 108 x / menit Nadi : isi dan tegangan cukup Laju nafas : 26x / menit Suhu : 38°C. Ketika datang ke RSDK pada pemeriksaan fisik didapatkan typhoid tongue, tetapi tidak didapatkan 29

description

Bab III Kasbes THA

Transcript of Bab III Kasbes THA

Page 1: Bab III Kasbes THA

BAB III

PEMBAHASAN

A. Tinjauan kasus: Demam Typhoid

Diagnosis Demam Typhoid ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini, diagnosis demam tipoid didasarkan

pada:

Data Anamnesa

Pada pasien ini didipatkan demam mirip dengan kurva demam typhoid yaitu

demam remiten (naik pada sore atau malam hari dan turun pada pagi hari tapi tidak

sampai normal). Juga ditemukan gangguan sistem pencernaan berupa muntah. Dari

hasil anamnesa dengan ibu penderita, sebelum masuk rumah sakit anak tidak terlihat

apatis. Begitu juga ketika di RSDK anak tidak terdapat gangguan kesadaran.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Anak sadar, kurang aktif, tidak kejang, napas spontan adekuat.

Tanda Vital:

Denyut jantung : 108 x / menit

Nadi : isi dan tegangan cukup

Laju nafas : 26x / menit

Suhu : 38°C.

Ketika datang ke RSDK pada pemeriksaan fisik didapatkan typhoid tongue,

tetapi tidak didapatkan hepatomegali, lien tidak membesar, tidak ada pembesaran

limfonodi, dan tidak ada roseola. Pemeriksaan paru, jantung, ekstermitas, dan genital

dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan di regio

epigastrium.

Pemeriksaan neurologis

Tidak didapatkan defisit neurologis (motorik, sensorik, autonom, kesadaran,

dan fungsi luhur) maupun tanda rangsang meningeal.

Pemeriksaan laboratorium

29

Page 2: Bab III Kasbes THA

Dari pemeriksaan darah rutin tanggal 7 Januari 2012 didapatkan anemia

mikrositik normokromik. Pemeriksaan uji serologi Tubex TF pada tanggal 7 Januari

2012 didapatkan hasil (+5) dengan indikasi Demam Typhoid.

Penatalaksanaan:

Pada penderita mulai hari pertama diberikan Ampicilin injeksi 4x400 mg/hari

yang diberikan intra vena. Selain itu penderita juga mendapat Parasetamol 4 – 6 x 1,5

sendok takar untuk menurunkan demamnya. Pemberian Kloramfenikol dilakukan

pada hari kedua perawatan di rumah sakit setelah dinyatakan anak menderita demam

typhoid berdasarkan tes Tubex TF, yak ni didapatkan nilai 5 dari tes Tubex TF, yang

berarti anak memiliki indikasi infeksi demam typhoid. Setelah diberikan

kloramfenikol selama 3 hari, demam anak berangsur – angsur turun. Hal ini

menyatakan bahwa infeksi pada anak merupakan infeksi demam typhoid dan dapat

teratasi dengan pemberian kloramfenikol.

Pada penderita ini diprogramkan diet 2A 1/2 N 480cc, 3x1 diet lunak rendah

serat, 4x200 cc susu, ekstra minum, dengan nilai kalori 1458,6 Kkal dan protein 53,5

gram sehingga kecukupan kebutuhan kalori sebesar 108,04 % dan protein sebesar

178,33%.

Kebutuhan

24 jam

Cairan

1406,25 cc

Kalori

1350 Kkal

Protein

30 gram

Infus 2A ½ N

3 x lunak rendah serat

4 x 200 cc susu

Jumlah

Presentase Angka

Kecukupan Gizi

480

300

800

1580

112,36 %

81,6

1377

1458,6

108,04 %

-

53,5

53,5

178,33%

Edukasi:

Menjelaskan kepada orang tua dan penderita tentang pencegahan demam

typhoid, yaitu dengan menjaga higiene makanan dan lingkungan. Anak hendaknya

dididik untuk selalu cuci tangan bila hendak makan, dan mengurangi jajan makanan

30

Page 3: Bab III Kasbes THA

di luar rumah yang tidak terjamin kebersihannya serta selalu membudayakan hidup

bersih.

Orang tua penderita dianjurkan meminumkan obat secara teratur kepada anak

sesuai dengan petunjuk dokter, juga dianjurkan agar memeriksakan penderita secara

teratur ke Puskesmas atau rumah sakit untuk kontrol guna memantau perjalanan

penyakitnya.

Disamping itu, juga perlu dijelaskan pada orang tua untuk memperhatikan

menu sehari-hari dengan memberikan menu yang seimbang untuk kebutuhan gizi

anak dengan tetap memperhatikan sosial ekonomi keluarga (disesuaikan dengan

kemampuan keluarga), setiap hari anak hendaknya diberi makanan yang banyak

mengandung kalori dan protein misalnya nasi dengan lauk tempe, tahu, telur, ikan,

ayam, daging, dan sayur dengan frekuensi pemberian 3x1 piring atau jika anak tidak

mau makan bisa diberikan dengan porsi yang lebih kecil dan frekuensi yang lebih

sering serta bervariasi. Disarankan juga untuk memberikan susu untuk melengkapi

kebutuhan gizi anak.

Prognosis

Quo ad Vitam : ad bonam

Quo ad Sanam : dubia ad bonam

Quo ad Fungsional : ad bonam

Pada penderita ini prognosis untuk kehidupan, kesembuhan, dan fungsinya

baik karena keadaan umumnya baik, demam dapat diatasi, tidak ada penurunan

kesadaran. Akan tetapi, anak perlu mengurangi kebiasaan jajannya untuk mencegah

kekambuhan demam typhoid.

31

Page 4: Bab III Kasbes THA

B. Tinjauan kasus : Flat of Growth

Pertumbuhan anak dilihat dari berat badannya bulan lalu dibandingkan dengan bulan

ini, anak tidak mengalami pertambahan berat badan. Hal ini mungkin diakibatkan

masa sakit anak yang dialami lebih dari 2 minggu. Berdasarkan anamnesis, didapati

bahwa anak mengalami penurunan nafsu makan sejak sebelas hari sebelum masuk

rumah sakit. Akan tetapi, setelah pulang dari rumah sakit, nafsu makan anak sudah

kembali normal. Bahkan, saat dilakukan kunjungan rumah, berat badan anak sudah

mulai naik, didapati pertambahan berat badan sebesar 0,2 kg. Selama anak nafsu

makannya sudah normal, diyakini bahwa berat badan anak dapat mengalami

pertambahan yang baik sesuai arah pertumbuhannya. Ibu perlu memperhatikan

keadaan gizi anak serta higien sanitasi anak sehari – hari supaya anak tidak

mengalami infeksi berulang sehingga di kemudian hari diharapakan anak tidak

mengalami penurunan berat badan atau berat badan tetap.

C. Tinjauan kasus : Anemia Mikrositik Normokromik

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, didapati penurunan kadar hemoglobin

(Hb) darah dengan nilai Hb sebesar 10,7%, hanya sedikit penurunan dari nilai

normalnya, yakni 11%. Selain itu, didapati juga penurunan kadar hematokrit, yakni

nilai Ht sebesar 30,9% dibandingkan dengan nilai normalnya yang berkisar antara

36-44%. Juga ditemukan adanya penurunan nilai volume eritrosit rata – rata / mean

corpuscular volume, biasa disingkat MCV. Nilai normal MCV untuk pasien ini

adalah 77-101 fl, tetapi pada pasien ini didapatkan nilai MCV sebesar 73,90 fl. MCV

ini mengindikasikan ukuran eritrosit. Penurunan nilai MCV memiliki arti bahwa

terjadi penurunan ukuran eritrosit atau biasa disebut sebagai mikrositik. Sementara,

nilai indeks eritrosit yang lain, yakni MCH (mean corpuscular hemoglobin) dan

MCHC (mean corpuscular hemoglobin concentration) dalam batas normal. MCH

mengindikasikan bobot hemoglobin di dalam eritrosit tanpa memperhatikan ukuran

eritrosit, sedangkan MCHC mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit

volume eritrosit. Nilai MCHC ini yang menentukan kadar Hb dalam eritrosit, secara

kasar dapat dilihat dari warna eritrosit. Karena terjadi penurunan nilai Hb disertai

penurunan nilai MCV tetapi nilai MCHC tetap, maka dikatakan bahwa pasien

32

Page 5: Bab III Kasbes THA

menderita anemia mikrositik normokromik. Oleh karena itu, dilakukan pemeriksaan

gambaran darah tepi dengan membuat preparat darah hapus.

Berdasarkan pemeriksaan gambaran darah tepi, didapatkan hasil bahwa eritrosit

normositik dan terdapat poikilositosis ringan. Poikilositosis berarti didapati adanya

kelainan bentuk eritrosit. Adapun bentuk eritrosit yang mengalami kelainan pada

pasien ini adalah bentuk tear drop sel dan ovalosit. Kedua sel ini mengarah pada

suatu keadaan anemia defisiensi besi.

Pada pasien ini, ada kemungkinan terjadi anemia defisiensi besi karena anak kurang

suka mengkonsumsi daging merah, di mana daging merah mengandung hem, yakni

senyawa zat besi yang mudah diserap dan proses penyerapannya tidak dipengaruhi

oleh makanan atau zat lain. Selain itu, zat besi non hem yang dikonsumsi anak dalam

bentuk sayuran terhalang penyerapannya oleh teh karena anak memiliki kebiasaan

minum teh saat makan. Juga, anak tidak mengkonsumsi vitamin C yang dapat

membantu penyerapan zat besi non hem. Padahal, anak dalam masa pertumbuhan

memiliki kebutuhan zat besi lebih tinggi.

Oleh karena itu, ibu disarankan untuk memberikan makanan yang mengandung zat

besi kepada anak dan memberikan buah yang mengandung vitamin C segera setelah

makan. Zat besi yang diberikan berupa hem, yang terkandung dalam daging sapi,

ayam, ataupun ikan, serta besi non hem yang terkandung dalam telur, kacang –

kacangan, serealia, dan sayuran. Pemberian kedua macam zat besi tersebut dapat

diberikan secara bersamaan untuk meningkatkan penyerapannya di dalam usus.

33

Page 6: Bab III Kasbes THA

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Penyakit demam tifoid merupakan penyakit yang sering diderita oleh

anak. Jika tidak ditangani dengan segera dapat menyebabkan berbagai

macam komplikasi hingga kematian. Perlu penanganan yang sesuai

dengan prosedur dan juga perlu perhatian dari orangtua apabila terdapat

tanda-tanda demam tinggi dan mendadak.

Flat of growth pada anak dapat dicegah dengan pemberian intake

makanan yang sesuai dengan kebutuhan kalori anak serta pencegahan

terjadinya infeksi pada anak.

Anemia mikrositik normokromik dapat diderita anak dalam masa

pertumbuhan di mana kebutuhan besi meningkat sehingga perlu

diimbangi dengan intake zat besi yang memadai dan perlu diberikan zat

yang dapat membantu penyerapan zat besi.

B. Saran

Untuk menurunkan tingkat kejadian demam tifoid, flat of growth, dan

anemia mikrositik hipokromik pada anak di masyarakat maka sangat

diperlukan sosialisasi dan edukasi secara luas kepada tenaga medis pada

khususnya dan masyarakat pada umumnya.

34

Page 7: Bab III Kasbes THA

DAFTAR PUSTAKA

1. Wahab, Samik .Ilmu Kesehatan Anak. Volume 2. Edisi 15. EGC. Jakarta, 2000:

970 -

2. Staf Pengajar FK UI. Tifus abdominalis. Buku Kuliah IKA 2. Edisi ke-4. Balai

Penerbit FK UI. Jakarta, 1997: 593 – 8.

3. Juwono, Rachmat. Demam tiphoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi

ke-3. Balai Penerbit FK UI. Jakarta, 1996: 435 – 41.

4. Staf Pengajar FK Undip. Belajar bertolak dari masalah. Demam tiphoid. Editor:

Widiastusti Samekto. Badan Penerbit FK UNDIP. Semarang, 2001: 2 – 44.

5. Hadisaputro S. Beberapa Faktor yang Berpengaruh terhadap Kejadian Perdarahan

dan atau Perforasi Usus pada Demam Tiphoid (Pendekatan Epidemiologi Klinik).

Disertasi Doktor. Semarang: UNDIP, 1990.

6. Rampengan TH, Laurente IR. Infeksi Bakteri. Dalam : Penyakit Infeksi Tropik

pada Anak. EGC.Jakarta, 1994: 53-73.

7. Jawetz E. Jasad-Jasad Gram Negatif. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan.

EGC.Jakarta, 1990: 299-302

8. Mansjoer A et al. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III jilid 2. Media

Aeskulapius FKUI Jakarta; 2000:493

9. Zulkarnain. I. Buku Panduan dan Diskusi Demam Tiphoid. Jakarta. 2000. Pusat

Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

10. Richens J. Typhoid Fever. In : Amstron D. (Ed). Infectious diaseases. London :

Mosby. 1999 : 6.24.1 – 6.24.4.

11. Keushch GT. Salmonellosis. In : Harrison’s Principle of Internal Medicine Vol.

1. Editor : Wilson ED et al.12th edition. International Edition. New York : Mc-

Graw Hill, Inc. 1991 : 609 – 13.

35