Kasbes Mata
-
Upload
riska-pasha -
Category
Documents
-
view
31 -
download
7
description
Transcript of Kasbes Mata
LAPORAN KASUSSEORANG WANITA 22 TAHUN
DENGAN MIOPIA SEDANG
Penguji kasus :
Pembimbing :
Dibacakan oleh :
Dibacakan tanggal :
I. PENDAHULUAN
Tajam penglihatan dipengaruhi oleh refraksi, kejernihan media refrakta
dan saraf. Bila terdapat kelainan/gangguan pada komponen tersebut, akan
dapat mengakibatkan penurunan tajam penglihatan. Hasil pembiasan sinar
pada mata ditentukan oleh media refrakta yang terdiri atas kornea, cairan
mata, lensa, badan kaca, dan panjang bola mata. Pada orang normal susunan
pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata seimbang
sehingga setelah melalui media refrakta dibiaskan tepat di daerah macula
lutea. Mata yang normal disebut dengan emetropia dan mata yang tidak bisa
membiaskan cahaya tepat sampai macula lutea disebut ametropia. Salah
satunya dari kelainan refraksi adalah mata dengan miopia yang dikarenakan
axial length yang panjang melebihi normal, indeks refraksi yang meningkat,
kelainan dari kurvatura kornea dan lensa. Miopia termasuk ke dalam kelainan
refraksi yaitu suatu keadaan mata dimana sinar-sinar sejajar dari jarak tak
terhingga (tanpa akomodasi) dibiaskan didepan retina. 1,2,3
Organisasi kesehatan dunia WHO menyebutkan setidaknya 45 juta
penduduk dunia buta (3/60) dan 135 juta penduduk dunia low vision (6/18).
Berdasarkan riset kesehatan dasar 2007, prevalensi nasional kebutaan di
Indonesia yaitu sebesar 0,9% dimana gangguan refraksi menempati urutan
ke-3 setelah katarak dan glaukoma. 4
1
II. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Nn. M
Umur : 22 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jln. Lemah Gempal IV A No.59 Semarang
Pekerjaan : Bekerja ditoko roti
III. ANAMNESIS
(Anamnesis dilakukan dengan autoanamnesis pada tanggal 14 November 2011
di poli mata RSDK)
Keluhan Utama : Penglihatan kedua mata kabur
Riwayat Penyakit Sekarang :
± 3 tahun yang lalu penderita mengeluh apabila membaca jarak jauh
menjadi kabur dan huruf terlihat membayang yang baru dirasakan penderita
saat duduk dibelakang kelas di SMK, kaburnya perlahan-lahan dan terjadi
sepanjang hari, makin lama makin kabur. Penderita juga merasakan sering
pusing jika membaca terlalu lama. Mata merah (-), nyeri/cekot-cekot (-),
nrocos (-), silau (-), kotoran mata (-). Karena mengganggu aktivitas penderita
periksa ke optik dan penderita disarankan menggunakan kacamata mata, mata
kanan (-1,50) dan mata kiri (-2,00). Setelah menggunakan kacamata
penglihatan menjadi jelas. ± 1 tahun yang lalu pasien memeriksakan kembali
ke optik dikarenakan sering pusing dan penglihatan makin kabur, dari hasil
pemeriksaan di optik didapatkan mata kanan menjadi (-2,00) dan mata kiri
menjadi (-2,50).
Saat ini penderita datang ke RSDK untuk kontrol karena penderita
merasakan sering pusing dan penglihatan semakin bertambah kabur. Penderita
datang juga ingin berencana mengganti pemakaian kacamata dengan lensa
kontak.
2
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat trauma pada mata disangkal
- Riwayat penyakit mata 1 tahun terakhir disangkal
- Riwayat pemakaian kacamata sejak 3 tahun yang lalu
- Penderita memiliki kebiasaan membaca buku pada jarak dekat dan
tiduran.
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada anggota keluarga yang memakai kacamata
Riwayat Sosial Ekonomi :
- Penderita bekerja di toko roti.
- Tinggal serumah dengan orang tuanya
- Ayah bekerja sebagai wiraswasta, dan Ibu sebagai ibu rumah tangga
- Biaya pengobatan ditanggung sendiri
- Kesan : sosial ekonomi cukup
IV. PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesen (Tanggal 14 November 2011)
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
Tanda vital : TD : 120/80 mmHg suhu : afebris
nadi : 84x/menit RR : 23x/menit
Pemeriksaan fisik : Kepala : mesosefal
Thoraks : cor : tidak ada kelainan
paru : tidak ada kelainan
Abdomen : tidak ada kelainan
Ekstremitas : tidak ada kelainan
3
Status Oftalmologi (Tanggal 14 Novemver 2011)
Oculus Dexter Oculus Sinister
5/60 VISUS 5/60
5/60 S -3,00 6/6 KOREKSI 5/60 S -3,00 6/6
Tidak dilakukan SENSUS COLORIS Tidak dilakukan
Gerak bola mata ke segala arah
baik
PARASE/PARALYSE Gerak bola mata ke segala arah
baik
Tidak ada kelainan SUPERCILIA Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-) PALPEBRA SUPERIOR Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-) PALPEBRA INFERIOR Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
CONJUNGTIVA
PALPEBRALIS
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
CONJUNGTIVA FORNICES Hiperemis (-), sekret (-),
edema(-)
Injeksi (-), sekret (-) CONJUNGTIVA BULBI Injeksi (-), sekret (-)
Tidak ada kelainan SCLERA Tidak ada kelainan
Jernih CORNEA Jernih
Kedalaman cukup,
Tindal Efek (-)
CAMERA OCULI
ANTERIOR
Kedalaman cukup,
Tindal Efek (-)
Kripte (+) IRIS Kripte (+)
Bulat, central, regular,
d : 3mm, RP (+) N
PUPIL Bulat, central, regular,
d : 3mm, RP (+) N.
Jernih LENSA Jernih
(+) cemerlang FUNDUS REFLEKS (+) cemerlang
T(digital) normal TENSIO OCULI T(digital) normal
Tidak dilakukan SISTEM CANALIS
LACRIMALIS
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan TEST FLUORESCEIN Tidak dilakukan
4
Pemeriksaan Binokularitas : - Aflternating Cover Test (+)
- Distorsi (-)
- Duke Elder test (+)
V. RESUME
± 3 tahun yang lalu penderita mengeluh apabila membaca jarak jauh
menjadi kabur dan huruf terlihat membayang yang baru dirasakan
penderita saat duduk dibelakang kelas di SMK, kaburnya perlahan-lahan
dan terjadi sepanjang hari, makin lama makin kabur. Penderita juga
merasakan sering pusing jika membaca terlalu lama. Karena mengganggu
aktivitas penderita periksa ke optik dan penderita disarankan
menggunakan kacamata mata, mata kanan (-1,50) dan mata kiri (-2,00).
Setelah menggunakan kacamata penglihatan menjadi jelas. ± 1 tahun yang
lalu pasien memeriksakan kembali ke optik dikarenakan sering pusing dan
penglihatan makin kabur, dari hasil pemeriksaan di optik didapatkan mata
kanan menjadi (-2,00) dan mata kiri menjadi (-2,50).
Saat ini penderita datang ke RSDK untuk kontrol karena penderita
merasakan sering pusing dan penglihatan semakin bertambah kabur.
Penderita datang juga ingin berencana mengganti pemakaian kacamata
dengan lensa kontak.
Pemeriksaan fisik : status praesens dan pemeriksaan fisik dalam batas
normal.
Status oftalmologi :
Oculus Dexter Oculus Sinister
5/60 VISUS 5/60
5/60 S – 3,00 6/6 KOREKSI 5/60 S -3,00 6/6
Pemeriksaan Binokularitas : - Aflternating Cover Test (+)
- Distorsi (-)
5
- Duke Elder test (+)
VI. DIAGNOSA KERJA
ODS : Miopia sedang
VII. PROGNOSIS
OD OS
Quo ad visam ad bonam ad bonam
Quo ad sanam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad vitam ad bonam ad bonam
Quo ad cosmeticam ad bonam ad bonam
VIII. PENATALAKSANAAN
Resep kacamata atau pemakaian lensa kontak sesuai dengan koreksi.
IX. EDUKASI
Menjelaskan kepada penderita tentang penyakit, rencana terapi dan
prognosisnya.
Menjelaskan kepada penderita jika menggunakan lensa kontak harus selalu
menjaga kebersihan lensa kontak.
Menjelaskan efek samping dari penggunaan lensa kontak jika penderita
tidak bisa menjaga kebersihan lensa kontak
Bila mata merah atau terganggu, lensa kontak harus segera dilepas dan
diperiksakan ke dokter.
Menjelaskan kepada penderita tidak boleh membaca sambil tiduran, tidak
boleh membaca ditempat remang-remang/cahaya kurang.
X. USUL-USUL
1. Kontrol pemeriksaan visus setiap 6 bulan
2. Pemeriksaan funduskopi
6
DISKUSI
KELAINAN REFRAKSI
Secara keseluruhan status refraksi mata ditentukan oleh :9
1. Kekuatan kornea (rata-rata 43 D)
2. Kedalaman camera oculi anterior (rata-rata 3,4 mm)
3. Kekuatan lensa kristalina (rata-rata 21 D)
4. Panjang aksial (rata-rata 24 mm)
Kelainan refraksi adalah keadaan di mana bayangan tegas tidak terbentuk
pada retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan
sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata
normal, kornea dan lensa akan membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat
pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang
sesuai dengan panjang bola mata. Pada kelainan refraksi , sinar dibiaskan di depan
atau di belakang macula lutea.2
Ametropia adalah keadaan di mana pembiasan mata dengan panjang bola
mata yang tidak seimbang. Ametropia dapat disebabkan kelengkungan kornea
atau lensa yang tidak normal (ametropia kurvatur) atau indeks bias abnormal di
dalam mata (ametropia indeks). Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk
kelainan miopia, hipermetropia, dan astigmatisme. Bentuk-bentuk ametropia :
1. Ametropia aksial
Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang atau lebih
pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di belakang retina.
Pada miopia aksial fokus akan terletak di depan retina karena bola mata lebih
panjang dan pada hipermetropia aksial fokus bayangan terletak di belakang
retina.1
2. Ametropia refraktif
Ametropia akibat kelainan sistem pembiasan sinar di dalam mata. Bila daya
bias kuat, maka bayangan benda terletak di depan retina (miopia) atau bila
daya bias kurang maka bayangan benda akan terletak di belakang retina
(hipermetropia refraktif).1
7
3. Ametropia kurvatura
Ametropia yang terjadi karena kecembungan kornea atau lensa yang tidak
normal. Pada miopia kurvatura kornea bertambah kelengkungannya seperti
pada keratokonus. Sedangkan pada hipermetropia kurvatura lensa dan kornea
lebih kecil dari kondisi normal.1
Terdapat tiga tipe kelainan refraksi yaitu:
a. Myopia
b. Hipermetropia
c. Astigmatisma
Kelainan refraksi bisa diketahui dengan melakukan pemeriksaan tajam penglihatan
atau visus.
Pemeriksaan visus dengan optotipe Snellen.
Tujuannya adalah melakukan pemeriksaan refraksi secara subyektif. Pemeriksaan
refraksi secara subyektif adalah suatu tindakan untuk memperbaiki penglihatan
seseorang dengan bantuan lensa yang ditempatkan didepan bola mata.
Alat-alat yang digunakan:
- Optotipe Snellen
- Trial lens set
Prosedur pemeriksaan terdiri dari dua langkah :
1. Langkah pertama : Pemeriksaan visus
2. Langkah kedua : Koreksi visus
Langkah pertama.
Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari optotipe Snellen, salah satu mata
pasien ditutup kemudian disuruh membaca huruf terbesar sampai huruf
terkecil.
Bila huruf terbesar tidak terbaca maka pasien diperiksa dengan hitung jari.
Contoh : visus = 1/60 (artinya pasien bisa membaca optotipe Snellen pada
jakar 1 meter sedangkan orang normal bisa membaca optotipe Snellen pada
jarak 60 meter)
Bila hitung jari tidak bisa, maka pasien diperiksa dengan lambaian tangan pada
jarak 1 m. Pasien disuruh menyebutkan arah lambaian tangan. Hasilnya visus
= 1/300
8
Bila lambaian tangan tidak bisa maka pasien diperiksa dengan menggunakan
sinar, untuk membedakan gelap-terang dan arah datangnya sinar. Hasilnya
visus = 1/~ LP(light proyeksi) baik/buruk
Bila tidak bisa membedakan gelap dan terang, maka visus = 0. Pastikan
dengan reflek pupil direk dan indirek.
Langkah kedua.
Koreksi visus dilakukan jika pasien dapat membaca huruf Snellen.
Pemeriksaan dilakukan dengan tehnik trial and error.
Pasang trial frame. Koreksi dilakukan bergantian, dengan cara menutup salah
satu mata.
Pasang lensa sferis +0,5D. Setelah diberi lensa sferis +0,5D visus membaik,
berarti hipermetrop.
Koreksi dilanjutkan dengan cara menambah atau mengurangi lensa sferis
sampai didapatkan visus 6/6.
Koreksi yang diberikan pada hipermetrope adalah koreksi lensa sferis positif
terbesar yang memberikan visus sebaik-baiknya.
Jika diberi lensa sferis positif bertambah kabur, berarti miopia. Maka lensa
diganti dengan lensa sferis negatif.
Koreksi dilanjutkan dengan cara menambah atau mengurangi lensa sferis
sampai didapatkan visus 6/6
Koreksi yang diberikan pada miopia adalah koreksi lensa sferis negatif terkecil
yang memberikan visus sebaik-baiknya.
Jika visus tidak bisa mencapai 6/6, maka dicoba dengan memakai pinhole
Bila visus membaik setelah diberi pinhole, berarti terdapat astigmatisma maka
dilanjutkan dengan koreksi astigmatisma.
Setelah visus menjadi 6/6, kemudian dilakukan pemeriksaan binokularitas :
- Duke elder test
Pasien disuruh melihat optotipe snellen dengan menggunakan lensa
koreksi, kemudian ditaruh lensa sferis +0,25D pada kedua mata. Jika
pasien merasa kabur berarti lensa koreksi sudah tepat, apabila menjadi
jelas berarti pasien masih berakomondasi.
9
- Alternating cover test
Dilakukan dengan cara menutup kedua mata secara bergantian. Pasien
membandingkan kedua mata mana yang paling jelas. Pada mata miopia,
mata yang paling jelas koreksinya dikurangi. Pada mata hipermetrop, mata
yang paling jelas koreksinya ditambah.
- Distortion test
Pasien disuruh berjalan sambil memakai lensa koreksi. Jika saat berjalan
lantai tidak goyang-goyang dan tidak merasa pusing maka koreksi sudah
tepat.
- Reading test
Untuk pasien yang berusia 40 tahun atau lebih, perlu dilakukan test
penglihatan dekat. Diberi lensa sferis positif sesuai umur kemudian
membaca kartu jaeger
Lensa addisi untuk penglihatan dekat biasanya diberikan berdasarkan
patokan umur :
- 40 tahun : 1,00D
- 50 tahun : 2,00D
- > 60 tahun : 3,00D
Setelah semua pemeriksaan selesai maka dibuatkan resep kaca mata dimana
sebelumnya telah diukur PD (pupil distance) dengan penggaris.
Gambar 1. Optotipe Snellen
10
Gambar 2. Pinhole
Gambar 3. Trial frame
MIOPIA
Miopia atau rabun jauh adalah kelainan refraksi suatu keadaan mata dimana
sinar-sinar sejajar dari jarak tak terhingga (tanpa akomodasi) dibiaskan didepan
retina.2
Tipe dari myopia:
1. Miopia aksial
Bertambah panjangnya diameter antero-posterior bola mata dari normal. Pada
orang dewasa penambahan panjang aksial bola mata 1 mm akan menimbulkan
perubahan refraksi sebesar 3 dioptri.
Myopia aksial disebabkan oleh beberapa faktor seperti :
1. Menurut Plempius (1632), memanjangnya sumbu bolamata tersebut
disebabkan oleh adanya kelainan anatomis.
2. Menurut Donders (1864), memanjangnya tekanan otot pada saat
konvergensi.6
11
Gambar4. Diameter bola mata pada miopia dan bayang jatuh di depan retina.5
2. Miopia refraktif
Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak
intumensen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih
kuat.
pada miopia refraktif, menurut Albert E. Sloane dapat terjadi karena beberapa
macam sebab, antara lain :
1. Kornea terlalu cembung (<7,7 mm)
2. Terjadinya hydrasi/penyerapan cairan pada lensa kristalina sehingga
bentuk lensa kristalina menjadi lebih cembung dan daya biasnya
meningkat. Hal ini biasanya terjadi pada penderita katarak stadium awal
(imatur)
3. Terjadi peningkatan indeks bias pada cairan bolamata (biasanya terjadi
pada penderita diabetes melitus).6
Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam :
a. Miopia ringan, dimana myopia kecil daripada < 3 dioptri
b. Miopia sedang, dimana myopia lebih antara 3-6 dioptri
c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri
Klasifikasi miopia berdasarkan umur :
1. Congenital (sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak)
2. Youth-onset miopia (<20 tahun)
3. Early adult-onset miopia (20-40 tahun)
4. Late adult-onset miopia (>40 tahun). (Sidarta,2007)
12
Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk :
a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa
b. Miopia progresif, myopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertmbah panjangnya bola mata.
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa = miopia maligna
= miopia degeneratif.
Miopia degeneratif atau myopia maligna bila miopia lebih dari 6 dioptri disertai
kelainan pada fundus okuli terbentuk stafiloma, dan pada bagian temporal papil
terdapat atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya
atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat
menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina.2
Miopia berdasarkan klinis :
1. Myopia simpleks, dengan syarat:
a. Tidak dijumpai kelainan patologis pada mata
b. Progresifitas mulai berkurang pada saat masa pubertas dan stabil usia
20 tahun
c. Derajat myopia tidak lebih dari (-6 D)
d. Visusnya dengan koreksi dapat mencapai penuh
2. Myopia patologis
a. Bila myopia masih progresif
b. Dijumpai tanda – tanda degeneratif pada vitreous, makula, dan retina
c. Gambaran klinisnya antara lain:
i. Secara keseluruhan, bola mata lebih besar dan terjadi
pemanjangan hampir seluruhnya ke arah polus posterior.
ii. Curvatura lebih flat
iii. COA lebih dalam
iv. Pupil lebih lebar
v. Sclera lebih tipis
vi. Pada fundus okuli dapat dijumpai papil N.II “myopic crescent”
yakni bintik yang melebar karena bola mata membesar dan
bertambah panjang. Dijumpai juga vasa choroid yang tampak
jelas, choroid yang atrofi, dan retina tigroid, yakni keadaan di
13
mana retina lebih tipis akibat kehilangan banyak pigmen
sehingga retina tampak gambaran kuning hitam.
vii. Pada makula, dapat dijumpai atrofi, gambaran mirip perdarahan
di dekat macula, ataupun foster-fuchs fleck
viii. Pada derajat myopia yang sangat tinggi, dapat dijumpai
posterior stafiloma, yakni seluruh polus posterior herniasi ke
belakang.
Komplikasi Miopia :
- Ablatio Retina
- Glukoma sudut terbuka
Beberapa hal yang mempengaruhi resiko terjadinya miopia, antara lain:
1. Keturunan. Orang tua yang mempunyai sumbu bolamata yang lebih panjang
dari normal akan melahirkan keturunan yang memiliki sumbu bolamata yang
lebih panjang dari normal pula.
2. Ras/etnis. Ternyata, orang Asia memiliki kecenderungan miopia yang lebih
besar (70%-90%) dari pada orang Eropa dan Amerika (30%-40%). Paling
kecil adalah Afrika (10%-20%).
3. Perilaku. Kebiasaan melihat jarak dekat secara terus menerus dapat
memperbesar resiko miopi. Demikian juga kebiasaan membaca dengan
penerangan yang kurang memadai.6
Diagnosis miopia
Untuk mendiagnosis miopia dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan pada
mata, pemeriksaan tersebut adalah :
1. Refraksi Subyektif
Diagnosis miopia dapat ditegakan dengan pemeriksaan refraksi subyektif,
seperti yang telah diterangkan sebelumnya metode yang digunakan adalah
dengan metode “trial and error” jarak pemeriksaan 6 m dengan menggunakan
kartu Snellen.
2. Refraksi Obyektif
Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja sferis +2,00D pemeriksa
mengamati refleks fundus yang bergerak berlawanan arah dengan arah
gerakan retinoskop (against movement) kemudian dikoreksi dengan lensa
sferis negatif sampai tercapai netralisasi.
14
3. Autorefraktometer (komputer)
Yaitu menentukan miopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer.6
Gambar 2. Visus normal, mata Miopia, dan mata miopia yang sudah dikoreksi.6
Penanganan Miopia
Tujuan penanganan miopia adalah penglihatan binocular yang jelas,
nyaman, efisien, dan kesehatan mata yang baik bagi pasien.9 Pilihan cara yang
dapat mengatasi kelainan refraksi meliputi :
1. Kacamata koreksi
Pemilihan kacamata masih merupakan metode paling aman untuk
memperbaiki refraksi.2 Keuntungan penggunaan kacamata meliputi: lebih
murah, lebih aman bagi mata, dan membutuhkan akomodasi yang lebih kecil
daripada lensa kontak.10 Kerugian penggunaan kacamata meliputi:
menghalangi penglihatan perifer, membatasi kegiatan tertentu, dan
mengurangi kosmetik.2
15
2. Lensa kontak
Lensa kontak yang biasanya digunakan ada 2 jenis yaitu, lensa kontak keras
yang terbuat dari bahan plastik polimetilmetacrilat (PMMA) dan lensa lunak.
Keuntungan pemakaian lensa kontak adalah: memberikan penglihatan yang
lebih luas, tidak membatasi kegiatan, kosmetik lebih baik. Kerugian
penggunaan lensa kontak: sukar dalam perawatan, mata dapat merah dan
infeksi, tidak semua orang dapat memakainya (mata alergi dan mata kering).2
3. Obat
Obat-obatan sikloplegik kadang digunakan untuk mengurangi respon
akomodasi terutama untuk mengatasi pseudomyopia. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa atropin topikal dan cyclopentolate mengurangi progresi
miopia pada anak dengan youth onset-myopia. Namun dilatasi pupil yang
terjadi mengakibatkan silau. Selain itu terdapat reaksi alergi, reaksi
idiosinkrasi, dan toksisitas sistemik, serta pemakaian atropin jangka panjang
dapat mengakibatkan efek buruk pada retina.10
4. Orthokeratologi
Tindakan ini bertujuan untuk mendatarkan kornea perifer sehingga sama
datarnya dengan kornea sentral. Beberapa penelitian menunjukkan
orthokeratologi dapat menurunkan miopia hingga 3,00 D; dengan rata-rata
penurunan 0,75 – 1,00 D.10
5. Bedah refraktif
Pembedahan ini dilakukan untuk memperbaiki penglihatan akibat gangguan
pembiasan. Jenis pembedahan meliputi pembedahan di kornea (radial
keratotomi, keratektomi fotorefraktif/photorefractive keratectomy/PRK,
automated lamellar keratoplasti/ALK, LASIK) dan lensa (implantasi lensa
intra ocular, clear lens extraction).2
ANALISA KASUS
Pada kasus ini didapatkan diagnosis miopia sedang pada kedua mata
berdasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarah pada diagnosis
tersebut.
16
Anamnesis
- Penderita perempuan berusia 22 tahun
- Penglihatan kedua mata kabur apabila membaca jauh, perlahan-lahan
semakin kabur, tidak merah, tidak keluar sekret, tidak nyeri, tidak silau.
Faktor resiko : penderita mempunyai kebiasaan membaca dekat dan tiduran.
Riwayat penyakit dahulu : penderita mempunyai riwayat pemakaian
kacamata 3 tahun yang lalu.
- Penderita ingin berencana mengganti pemakaian kacamata dengan lensa
kontak.
Pemeriksaan oftalmologis
- Visus VOD = 5/60 VOS = 5/60
- Koreksi visus OD 5/60 S – 3,00 6/6 dan OS 5/60 S – 3,00 6/6.
Pemeriksaan Binokularitas : - Aflternating Cover Test (+)
- Distorsi (-)
- Duke Elder test (+)
Pemeriksaan fisik : status praesens dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan kepada penderita dengan lensa kontak dikarenakan permintaan
penderita, penderita diberikan edukasi tentang pemakaian lensa kontak dan menjaga
kebersihan lensa kontak. Pemeriksaan visus setiap 6 bulan juga disarankan kepada
penderita untuk memantau progresi dari miopia. Pemeriksaan funduskopi disarankan
dilakukan untuk melihat keadaan fundus oculi dan melihat apakah fungsi saraf masih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan DG, Taylor A, Paul R. Oftalmologi umum edisi 14. Jakarta : Widya
Medika,2000
17
2. Ilyas S. Kelainan refraksi. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai penerbit
FK UI,2004
3. Iiyas S. Optik dan refraksi. Dalam : Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum
dan mahasiswa kedokteran. Jakarta: Balai penerbit Sagung Seto,2002
4. www.wartamedika.com
5. Univ. Sumatra Utara [repository] 2008. Avalaible from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3438/1/09E01854.pdf
6. ifan050285.wordpress.com/2010/03/22/miopia/
7. drshafa.wordpress.com/2010/03/09/miopia
8. http://www.healthylifeessex.co.uk/pages/wellbeing/myopia_article_pg.html
9. Siregar, NH. Kelainan Refraksi yang Menyebabkan Glaukoma. [referat
Repository USU]. 2008. [cited 9 Desember 2011]. Available from :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3438/1/09E01854.pdf
10. Goss, DA, et al. Care of the Patient with Myopia. [American Optometric
Association]. 2010. [cited 9 Desember 2011]. Available from :
http://www.aoa.org/documents/CPG-15.pdf
18