skripsi manajemen keperawatan

75
Gambaran Komitmen Organisasi Perawat Pelaksana Berdasarkan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan Citra Septantris SKRIPSI

description

deskriptif

Transcript of skripsi manajemen keperawatan

Gambaran Komitmen Organisasi Perawat Pelaksana Berdasarkan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan di Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan

Citra Septantris

SKRIPSI

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012

Judul : Gambaran Komitmen Organisasi Perawat Pelaksana Berdasarkan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan.

Nama : Citra Septantris

Nim : 101121045

Fakultas : Keperawatan

Tahun akademik : 2011/2012

Abstrak

Komitmen Organisasi didefenisikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Sedangkan gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yamg dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu, untuk mencapai suatu tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis komitmen organisasi perawat pelaksana berdasarkan gaya kepemimpinan kepala ruangan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan. Sampel diambil dari perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan sebanyak 32 orang perawat. Sampel di ambil dengan teknik simple random sampling yaitu pengambilan sampel di lakukan secara acak di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan dengan kriteria bersedia menjadi responden, pengalaman bekerja di rumah sakit minimal 1 tahun. Untuk mengetahui analisis komitmen organisasi perawat pelaksana berdasarkan gaya kepemimpinan di ruang rawat inap rumah sakit umum Imelda pekerja Indonesia medan digunakan metode deskriptif distribusi frekuensi. Hasil analisis menunjukkan bahwa komitmen berkelanjutan (continuance commitment) dan komitmen normatif (normative commitment) memiliki kesinergisan yang erat terhadap gaya kepemimpinan partisipatif yang juga merupakan penggabungan dari gaya kepemimpinan otoriter dan demokratis sedangkan komitmen afektif (affective commitment) bersinergis dengan gaya kepemimpinan demokratis.

Kata kunci : Komitmen organisasi, Gaya kepemimpinan kepala ruangan.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Organisasi adalah pembentukan struktur formal yang memberikan

pengkoordinasian terbaik atau penggunaan sumber untuk mencapai tujuan unit

(Marquis, 2010). Dalam keperawatan sistem lebih terfokus pada

pengorganisasian, interaksi, interdependensi, dan integrasi dari bagian-bagian dan

elemen yang ada. Organisasi pelayanan kesehatan bisa di pandang sebagai suatu

sistem dengan sub sistem individu dan grup atau kelompok profesi yang secara

bersama-sama bekerja untuk mencapai tujuan yang telah di sepakati. Pemahaman

dan komitmen tentang kekompakan kelompok menjadi penting dan sangat

berpengaruh pada proses pencapaian tujuan tersebut, oleh karena itu pola interaksi

yang efektif harus di ciptakan di antara individu atau grup baik internal maupun

eksternal dari sistem yang telah ada (Sumijatun, 2009).

Tenaga kerja perawat adalah salah satu SDM Indonesia yang mulai

mampu bersaing di pasar tenaga kerja global. Namun dalam pasar tenaga kerja di

dalam negeri, SDM bidang kesehatan masih belum mencukupi dalam upaya

pelayanan kesehatan pada seluruh pelosok negeri. SDM bidang kesehatan seperti

dokter, bidan dan perawat relatif sudah menyebar, Bila tenaga kesehatan seperti

perawat berfungsi dalam pelayanan kesehatan bersifat kuratif, maka SDM tenaga

profesi kesehatan masyarakat bersifat promotif – preventif.

(www.ketenegakerjaan.com)

Kepemimpinan seharusnya melekat pada setiap individu di suatu

organisasi termasuk juga dalam keperawatan. Peran perawat sebagai pemimpin

menjadi penting karena ia harus mampu mengelola sumber daya yang ada serta

mampu membuat keputusan yang tepat, guna memberikan pelayanan yang

optimal pada pasien, keluarga, maupun masyarakat yang membutuhkannya

(Sumijatun, 2009). Kepemimpinan adalah kemampuan memberi inspirasi kepada

orang lain untuk bekerja sama sebagai suatu kelompok, agar dapat mencapai suatu

tujuan umum (Suarli, 2002).

Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang di rancang untuk

mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu, untuk mencapai suatu

tujuan. Dasar yang sering di gunakan untuk mengelompokkan gaya

kepemimpinan adalah tugas yang harus di lakukan oleh pemimpin, kewajiban

pemimpin, dan falsafah yang di anut oleh pemimpin (Suarli, 2002).

Gillies (1970) dalam Nursalam (2008) ,menyatakan bahwa gaya

kepemimpinana dapat di identifikasikan berdasarkan perilaku pemimpin itu

sendiri. Perilaku seseorang di pengaruhi oleh adanya pengalaman bertahun-tahun

dalam kehidupannya. Oleh karena itu kepribadian seseorang akan mempengaruhi

gaya kepemimpinan yang di gunakan. Gaya kepemimpinan seseorang cenderung

sangat bervariasi dan berbeda-beda (Nursalam, 2008).

Komitmen adalah suatu keadaan dimana seorang individu memihak

organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan

keangotaannya dalam organisasi (Robbins dan Judge, 2007).

Komitmen organisasi adalah rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-

nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi

kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota

organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap

organisasinya (Kuntjoro, 2002).

Dalam memelihara komitmen organisasi, peran seorang pemimpin sangat

dibutuhkan dan kepemimpinan yang efektif menjadi syarat utama. Kepemimpinan

yang efektif bisa membantu organisasi untuk bisa bertahan dalam situasi ketidak

pastian di masa datang (Katz and Khan 1978; Koh et al. 1995; Mowday et al.

1982). Gary Yukl (1994) mengungkapkan bahwa pemimpin yang efektif

mempengaruhi para pengikutnya untuk mempunyai optimisme yang lebih besar,

rasa percaya diri, serta komitmen kepada tujuan dan misi organisasi.

Berdasarkan data yang di peroleh pada tahun 2010 turn over perawat

sebanyak 27,7 % di RSU. Imelda Pekerja Indonesia Medan , atau sebanyak 36

orang perawat dari 130 orang perawat yang bekerja di RSU Imelda Pekerja

Indonesia Medan. Menurut Koch (1978, Angle 1981 dalam Morin 2008) nilai

normal pada komitmen organisasi perawat pelaksana untuk tetap bertahan adalah

sebanyak 75% dari total populasi. Hal ini menunjukkan angka yang cukup

signifikan mengingat komitmen sebagai perawat pelaksana dengan kepala

ruangan sangat perlu di kondisikan dengan baik berhubungan dengan gaya

kepemimpinan kepala ruangan.

Kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk kelancaran

dalam pelayanan keperawatan dan pentingnya perawat untuk

berkomitmen.berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui

bagaimanakah hubungan gaya kepemimpinan kepala ruangan terhadap komitmen

organisasi perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit umum Imelda

Pekerja Indonesia Medan.

Hasil penelitian terdahulu yaitu tentang hubungan gaya kepemimpinan

situasional kepala ruang rawat dengan pelaksanaan tugas perawat di ruang rawat

nginap RSUP dr. Sardjito Yogyakarta pada tahun 1990, menunjukkan bahwa gaya

kepemimpinan situasional kepala ruang rawat inap pada tingkat kesesuaian

sedang, yaitu hubungan antara gaya kepemimpinan yang banyak dukungan dan

sedikit pengarahan, dengan tingkat kematangan perawat yang tinggi (nunuk

2003). Hasil penelitian gaya kepemimpinan atau perilaku kepala ruang rawat inap

di RS Telogorejo Semarang pada Tahun 2001, dengan 65 sampel, menunjukkan

bahwa pada umumnya menggunakan gaya kepemimpinan (G2) yaitu gaya

kepemimpinan yang di tandai dengan banyak dukungan dan banyak pengarahan

(39 orang/60%). Tingkat kematangan /kesiapan perawat dalam melaksanakan

tugas, sebagian besar pada tingkat kematangan madya ke tinggi (M3) artinya

perawat selalu mampu tetapi tidak mau melaksanakan tugas yang di berikannya

karena merasa kurang yakin.

Hasil penelitian terdahulu apabila dihubungkan dengan penelitian ini,

mempunyai persamaan dalam hal sistem manajemen yang di terapkan pada

masing-masing rumah sakit, terutama dalam kepemimpinan kepala ruang rawat.

Hal ini di sebabkan bahwa kepemimpinan merupakan penggabungan dari faktor-

faktor, komunikasi, kepedulian terhadp lingkungan, kemampuan-kemampuan

dalam memberikan pemahaman terhadap orang lain, kapasitas yang prima,

kemampuan unggulan, merupakan agen perubahan, pemberi jalan dan

kesempatan, manusia yang kreatif, sensitif terhadap lingkungan, ada kemauan

untuk berbagi, memiliki komitmen tinggi terhadap organisasi, memiliki kecepatan

ideal dan pengambilan keputusan, pintar, memiliki integritas tinggi, memiliki

intuisi yang memadai, inspiratif, mampu memanfaatkan jabatannya denga benar

(Permana, 2005)

Jika yang di gambarkan diatas dimiliki oleh seorang pemimpin, maka

sudah dapat di pastikan bahwa fungsi kepemimpinannya akan berjalan dengan

baik dan akan mampu mempengaruhi para pengikutnya untuk meraih kepentingan

bersama. Menurut Paul Harsey dan Blanchard, Kepemimpinan adalah proses

mempengaruhi aktivitas seseorang atau kelompok orang untuk mencapai tujuan

dalam situasi tertentu. Jadi proses kepemimpinan adalah hubungan antara

pemimpin dan situasi yang terdapat dalam tiga variabel situasional yang dapat

membantu gaya kepemimpinan yang efektif, yaitu hubungan atasan dengan

bawahan, struktur tugas yang harus dikerjakan, dan posisi kewenangan seseorang,

dan dalam hal ini diterapkan dalam pelaksanaan pendokumentasian tahap

pengkajian keperawatan oleh perawat pelaksana (Suyanto 2009).

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan umum:

Untuk mengetahui gambaran komitmen organisasi perawat pelaksana

berdasarkan gaya kepemimpinan kepala ruangan di ruang rawat inap Rumah Sakit

Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan.

1.2.2 Tujuan khusus:

1.2.2.1 Mengidentifikasi gaya kepemimpinan otoriter kepala ruangan di ruang

rawat inap Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan.

1.2.2.2 Mengidentifikasi gaya kepemimpinan partisiptif kepala ruangan di ruang

rawat inap Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan.

1.2.2.3 Mengidentifikasi gaya kepemimpinan demokratis kepala ruangan di ruang

rawat inap Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan.

1.2.2.4 Mengidentifikasi gaya kepemimpinan laissez faire kepala ruangan di ruang

rawat inap Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan.

1.2.2.5 Mengidentifikasi komitmen afektif (affective commitment) perawat

pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja

Indonesia Medan.

1.2.2.6 Mengidentifikasi komitmen berkelanjutan (continuance commitment)

perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Imelda

Pekerja Indonesia Medan.

1.2.2.7 Mengidentifikasi komitmen normatif (normative commitment) perawat

pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja

Indonesia Medan.

1.3 Pertanyaan penelitian

Bagaimana komitmen organisasi perawat pelaksana berdasarkan gaya

kepemimpinan kepala ruangan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Imelda

Pekerja Indonesia Medan.

1.4 Manfaat penelitian

Hasil penelitian di harapkan dapat memberi manfaat berupa:

1.4.1 Bagi tempat penelitian

Hasil penelitian dapat di gunakan sebagai bahan masukan dan sumbangan

pemikiran bagi instansi RS/pegawai/kepala ruangan/perawat pelaksana

Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan untuk lebih

memperhatikan pola gaya kepemimpinan yang efisien sehingga di

harapkan dapat mewujuadkan lingkungan kerja yang kondusif dan mampu

menjaga stabilitas komitmen organisasi perawat pelaksana.

1.4.2 Bagi institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara

a. Hasil penelitian dapat di jadikan bahan evaluasi yang berkaitan dengan

gambaran komitmen organisasi perawat pelaksana terhadap gaya

kepemimpinan kepala ruangan di ruang rawat inap Rumah Sakit

Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan.

b. Sebagai sumber bacaan dan referensi bagi perpustakaan di instansi

pendidikan tentang gambaran komitmen organisasi perawat pelaksana

terhadap gaya kepemimpinan kepala ruangan di ruang rawat inap

Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan.

1.4.3 Bagi peneliti

Merupakan penerapan dari ilmu yang di peroleh selama proses

pembelajaran sehingga menanamkan pengetahuan peneliti dalam

melakukan penelitian.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dasar kepemimpinan

Kepemimpinan adalah kemampuan memberi inspirasi kepada orang lain

untuk bekerja sama sebagai suatu kelompok, agar dapat mencapai suatu tujuan

umum. Millus dalam Suarli (2002) menyebutkan tanggung jawab para pemimpin

secara rinci yaitu:

1. Menentukan tujuan pelaksanaan kerja yang realistis, dalam artian

kuantitas, kualitas, keamanan, dan lain sebagainya.

2. Melengkapi para karyawan/pegawai dengan sumber-sumber dana yang di

perlukan untuk menjalankan tugasnya

3. Mengkomunikasikan kepada para karyawan tentang apa yang di harapkan

dari mereka

4. Memberikan reward/insentif yang sepadan untuk mendorong prestasi

5. Mendeklarasikan wewenang apabila di perlukan dan mengundang

partisipasi apabila memungkinkan

6. Menghilangkan hambatan untuk pelaksanaan pekerjaan yang efektif

7. Menilai pelaksanaan pekerjaan dan mengkomunikasikan hasilnya.

8. Menunjukkan perhatian kepada karyawan/karyawati.

Pendapat lain menyebutkan tugas seorang pemimpin adalah :

1. Mewujudkan sasaran atau menyelesaikan tugas yang di bebankan

kepadanya secara tuntas

2. Menegakkan disiplin

3. Membina anggotanya

4. Meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

2.2 Wewenang kepemimpinan

Wewenang kepemimpinan merupakan hak untuk bertindak atau

mempengaruhi ingkah laku orang yang dipimpinnya. Wewenang kepemimpinan

di dapat dari luar diri pemimpin itu. Secara umum, ada dua konsep pemberian

wewenang kepemimpinan di lihat dari arahnya, yaitu dari atas dan dari bawah.

Wewenang dari atas umumnya berasal dari atasan, misalnya seorang direktur

rumah sakit menunjuk seorang perawat yang di nilai mampu untuk menjadi

kepala bagian dari perawatan dan kemudian di beri wewenang untuk memerintah.

Cara demikian ini di sebut “top down-authority”, atau kewenangan dari atas ke

bawah.

Gambar 2.2.1 Top down authority (kewenangan dari atas ke bawah)

Manajemen puncak

Konsep yang kedua adalah “bottom up-authority” atau kewenangan dari

bawah ke atas, yang berdasarkan pada teori penerimaan (receptance theory). Pada

konsep ini, pemimpin di pilih oleh mereka yang akan menjadi bawahannya.

Apabila seseorang diterima sebagai pimpinan dan di beri wewenang untuk

memimpin, maka para bawahan akan menghargai wewenang tersebut. Pemimpin

tersebut bisa juga merupakan seorang wakil yang mewakili nilai-nilai yang

mereka anggap penting.

Gambar 2.2.2 Bottom-up authority (kewenangan dari bawah ke atas)

Manajer yang lebih bawah

Pegawai Pegawai Pegawai Pegawai

Manajer

Pegawai Pegawai Pegawai Pegawai

2.3 Kriteria pemimpin

Pemimpin yang berkualitas harus memenuhi kriteria dan sebagai berikut:

1. Mempunyai keinginan untuk menerima tanggung jawab

2. Mempunyai kemampuan untuk perceptive insight atau persepsi

introspektif

3. Mempunyai kemampuan untuk menentukan pioritas

4. Mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi

Tabel 2.2.3 Karakteristik sifat dan keterampilan yang di perlukan pemimpin

Sifat Keterampilan

Tingkat intelegensia di atas rata-rata komunikasi yang baik

Memulai dengan dirinya Kreatif

Dapat beradaptasi dengan situasi Pengetahuan tentang tugas dan

penanganannya

Dapat mengetahui Peka terhadap lingkungan

Kematangan emosi dan integritas Pengorganisasian

Orientasi pada tugas Keterampilan konsep

Asertif Keterampilan konsep

Percaya diri Teknikal (pengetahuan tentang metode

dan prosesnya)

Pembuat keputusan Hubungan antar manusia

Dapat di percaya Hubungan antar manusia

Berpengaruh Hubungan antar manusia

Energik Hubungan antar manusia

Tolerans terhadap stres Hubungan antar manusia

Tanggung jawab Hubungan antar manusia

Original Hubungan antar manusia

(Sumijatun, 2009)

2.4 Gaya kepemimpinan

Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang di rancang untuk

mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu, untuk mencapai suatu

tujuan. Dasar yang sering di gunakan untuk mengelompokan gaya kepemimpinan

adalah: tugas yang harus di lakukan oleh pemimpin, kewajiban pemimpin, dan

falsafah yang di anut oleh pemimpin (Suarli, 2002).

Gilles dalam Suarli, 2002 mengemukakan ada empat gaya kepemimpinan, yaitu:

1. Otokratis

Seorang pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan otokratik

(autocratic) menganggap bahwa semua kewajiban untuk mengambil

keputusan, menjalankan tindakan, mengarahkan, memberikan motivasi,

dan mengawasi bawahannya berpusat di tangannya. Pemimpin seperti ini

merasa bahwa hanya ia yang berkompeten untuk memutuskan dan

menganggap bahwa bawahannya tidak mampu untuk mengarahkan diri

mereka sendiri. Di lain pihak, ia mungkin mempunyai alasan-alasan untuk

mengambil posisi yang kuat untuk mengarahkan dan berinisiatif. Seorang

otokrat juga mengawasi pelaksanaan pekerjaan dengan maksud untuk

meminimalkan penyimpangan dari arahan yang ia berikan.

2. Demokratis

Gaya seorang pemimpin yang menghargai karakteristik dan kemampuan

seseorang. Pemimpin demokratis menggunakan kekuatan pribadi dan

kekuatan jabatan untuk menarik gagasan dari para pegawai dan

memotovasi anggota kelompok kerja untuk menentukan tujuan mereka

sendiri.

3. Partisipatif

Seorang pemimpin yang menjalankan kepemimpinannya secara

konsultatif adalah pemimpin yang menggunakan gaya partisipatif. Artinya

ia tidak mendeklarasikan wewenangnya untuk membuat keputusan akhir

dan untuk memberikan pengarahan tertentu kepada staf/bawahannya.

Akan tetapi, ia mencari berbagai pendapat dan pemikiran dari para

bawahan mengenai keputusan yang diambil. Pemimpin dengan gaya

partisipatif akan secara serius mendengarkan dan menilai pemikiran para

bawahannya dan menerima sumbangan pemikiran mereka, sejauh

pemikiran tersebut bisa di praktikkan. Pemimpin seperti itu akan

mendorong kemampuan mengambil keputusan dari para staf/bawahannya.

Selain itu, ia juga mendorong staf agar meningkatkan kemampuan

mengendalikan diri dan menerima tanggung jawab yang lebih luas.

Pemimpin akan menjadi lebih suportif dalam kontak dengan para

staf/bawahan dan bukan bersikap diktator. Meskipun, tentu saja wewenang

terakhir dalam pengambilan keputusan ada pada pemimpin.

4. Laissez faire

Gaya mengatur atau gaya mengkoordinasi, dan memaksa bawahan untuk

merencanakan, melakukan, dan menilai pekerjaan mereka sendiri.

2.4.1 Gaya kepemimpinan berdasarkan kekuasaan dan wewenang

Menurut Gillies (1996) , dalam Nursalam (2002), gaya kepemimpinan

berdasarkan wewenang dan kekuasaan di bedakan menjadi 4 yaitu:

1. Otoriter

Merupakan kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau pekerjaan.

Menggunakan kekuasaan posisi dan kekuatan dalam memimpin.

Pemimpin menentukan semua tujuan yang akan dicapai dalam

pengambilan keputusan. Informasi diberikan hanya pada kepentingan

tugas. Motivasi dengan reward dan punishment.

2. Demokratis

Merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan setiap

staf. Menggunakan kekuasaan posisi dan pribadinya untuk mkendorong

ide dari staf, memotivasi kelompok untuk menentukan tujuan sendiri.

Membuat rencana dan pengontrolan dalam penerapannya. Informasi

diberikan seluas-luasnya dan terbuka.

3. Partisipatif

Merupakan gabungan antara otoriter dan demokratis, yaitu pemimpin yang

menyampaikan hasil gambaran masalah dan kemudian mengusulkan

tindakan tersebut pada bawahannya. Staf diminta saran dan kritiknya serta

mempertimbangkan respons staf terhadap usulannya, dan keputusan akhir

ada pada kelompok.

4. Laissez faire

Merupakan pimpinan ofisial, karyawan menentukan sendiri kegiatan tanpa

pengarahan, supervisi dan koordinasi. Staf mengevaluasi pekerjaan sesuai

dengan caranya sendiri. Pimpinan hanya sebagai sumber informasi dan

pengendalian secara minimal ( Nursalam, 2002 ).

2.5 Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi adalah sebagai suatu keadaan dimana seseorang

karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan tujuan dan keinginannya untuk

mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Keterlibatan pekerjaaan

yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seseorang individu,

sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi yang

merekrut individu tersebut (Stephen P. Robbins dalam Allen & Meyer 1993).

Komitmen organisasi adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan

menerima tujuan organisasional, serta berkeinginan untuk tinggal bersama atau

meninggalkan perusahaan pada akhirnya tercermin dalam ketidakhadiran dan

angka perputaran karyawan. L. Mathis-John H. Jackson dalam Allen & Meyer

1993). (Mowday et. al., 1982) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai

kekuatan reratif dari identifikasi individu dan keterlibatan dalam organisasi

khusus, meliputi kepercayaan, dukungan terhadap tujuan dan nilai-nilai

organisasi, kemauan untuk menggunakan upaya yang sungguh-sungguh untuk

kepentingan organisasi, dan keinginan yang kuat untuk memelihara keanggotaan

dalam organisasi. Komitmen organisasi menunjuk pada pengedentifikasian tujuan

karyawan dengan tujuan organisasi, kemauan mengerahkan sebala daya untuk

kepentingan organisasi dan keterikatan untuk tetap menjadi bagian dari organisasi

(Mowday, Steers, Porter, 1979)

Komitmen organisasi (organizational commitment) adalah sikap yang

mencerminkan sejauh mana seseorang individu mengenal dan terikat pada

organisasinya. Seseorang individu yang memiliki komitmen tinggi kemungkinan

akan melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi (Griffin dalam Allen dan

Meyer 1993).

Komitmen organisasi adalah Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota

organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi

dan keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata

lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi

dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan

perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang

berkelanjutan (Fred Luthan dalam Allen & Meyer 1993)

Menurut Newstrom and Davis (2002), komitmen organisasional

merupakan tingkat dimana individu memihak dan ingin secara kontinyu

berpartisipasi aktif dalam organisasi, yang tercermin melalui karakteristik-

karakteristi sebagai berikut:

1. Adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan atas nilai dan tujuan

organisasi,

2. Kesediaan untuk mengusahakan yang terbaik bagi organisasi, dan

3. Adanya keinginan yang pasti untuk bertahan dalam organisasi.

Allen dan Meyer (1993), tiga Dimensi komitmen organisasi adalah:

Komitmen afektif (affective comitment)

Keterikatan emosional karyawan, dan keterlibatan dalam organisasi,

kekuatan dari keinginan orang-orang untuk terus bekerja untuk sebuh

organisasi karena mereka setuju dengan sasaran dan nilai-nilai yang

mendasarinya. Orang-orang merasakan tingkat komitmen afektif yang

tinggi yang ingin bertahan dalam organisasi-organisasi mereka karena

mereka mendukung apa yang dipertahankan organisasi dan berkeinginan

untuk membantunya dalam mencapai misinya.

Ada kalanya, terutama ketika sebuah organisasi sedang mengalami

perubahan, para karyawan dapat ingin mengetahui apakah nilai-nilai

pribadi mereka terus sejalan dengan nilai-nilai organisasi dimana mereka

terus bekerja. Ketika hal ini terjadi, mereka dapat mempertanyakan

apakah mereka masih diperhatikan dan, jika mereka meyakini tidak,

mereka dapat berhenti.

Komitmen berkelanjutan (continuence commitment)

Komitmen berdasarkan atas kerugian yang berhubungan dengan keluarnya

karyawan dari sebuah organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan

senioritas atas promosi ataupun benefit,

Orang-orang yang lebih lama bertahan dalam organisasi-organisasi

mereka, mereka lebih bertahan untuk kehilangan apa yang telah mereka

investasikan dalam organisasi tersebut selama bertahun-tahun (misalnya,

rencana pensiun, persahabatan erat). Banyak orang memutuskan untuk

bertahan pada pekerjaan mereka karena mereka tidak berani mengambil

resiko untuk kehilangan terhadap suatu hal yang berkaitan dengan

kelangsungan hidup mereka. Orang-orang tersebut dapat dikatakan

memiliki tingkat komitmen kelanjutan yang tinggi. Tanda-tanda

mengemukakan bahwa komitmen kelanjutan tidak setinggi

penggunaannya saat ini. Secara tradisional, orang-orang mencari

pekerjaan yang akan memberikan mereka kepastian pekerjaan semasa

hidup atau untuk kelangsungan hidup. Banyak karyawan akan tetap pada

pekerjaan mereka sepanjang masa kerja mereka, yang dimulai dari tingkat

dasar dan meniti karir mereka melalui kualitas bekerja hingga mencapai

tingkat atas. Akan tetapi saat ini, skenario tersebut tidak mudah

ditemukan, perjanjian tertulis dari keamanan pekerjaan maupun dari pihak

bagian sumber daya manusia dalam pertukaran loyalitas semuanya berasal

dari kancah organisasi.

Komitmen normatif (normative commiment)

Perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus

begitu; tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. Ini

merujuk pada perasaan keharusan tinggal dengan organisasi dari

karyawan karena tekanan dari orang lain. Orang-orang yang memiliki

tingkat komitmen normatif yang tinggi sangat mencemaskan tentang

apa yang akan dipikirkan orang - orang lain tentang mereka setelah

keluar. Mereka enggan mengecewakan para majikan mereka dan

mencemaskan bahwa para karyawan sesama mereka dapat berpikiran

kurang baik tentang mereka atas keputusan berhenti.

Beberapa pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem

manajemen yang mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan

komitmen organisasi pada diri karyawan :

Berkomitmen pada nilai manusia: Membuat aturan tertulis,

memperkerjakan manajer yang baik dan tepat, dan mempertahankan

komunikasi.

Memperjelas dan mengkomukasikan misi Anda: Memperjelas misi dan

ideologi; berkharisma; menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai;

menekankan orientasi berdasarkan nilai dan pelatihan; membentujk tradisi,

Menjamin keadilan organisasi: Memiliki prosedur penyampaian keluhan

yang koprehensif; menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif.

Menciptakan rasa komunitas: Membangun homogenitas berdasarkan nilai;

keadilan; menekankan kerja sama, saling mendukung, dan kerja tim,

berkumpul bersama,

Mendukung perkembangan karyawan: Melakukan aktualisasi;

memberikan pekerjaan menantang pada tahun pertama; memajukan dan

memberdayakan; mempromosikan dari dalam; menyediakan aktivitas

perkembangan; menyediakan keamanan kepada karyawan tanpa jaminan.

2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen

Komitmen pegawai pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui

proses yang cukup panjang dan bertahap. Steers (dalam Sopiah, 2008)

menyatakan tiga faktor yang mempengaruhi komitmen seorang karyawan antara

lain :

Ciri pribadi pekerja termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan

variasi kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan

Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan

rekan sekerja; dan

Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan

cara pekerja-pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya

tentang organisasi.

Sementara itu, Minner (dalam Sopiah, 2008) mengemukakan empat faktor yang

mempengaruhi komitmen karyawan antara lain :

Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,

pengalaman kerja dan kepribadian.

Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam

pekerjaan, konflik peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan.

Karakteristik struktur, misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk

organisasi, kehadiran serikat pekerjan, dan tingkat pengendalian yang

dilakukan organisasi terhadap karyawan.

Pengalaman kerja. Pengalaman kerja seorang karyawan sangat

berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi.

Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah

puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen

yang berlainan.

2.6.1 Pendekatan-Pendekatan terhadap Pengembangan Komitmen

Organisasi

Beberapa faktor penentu dari komitmen organisasi jatuh diluar lingkup

kontrol manajer, dengan memberikan kepada mereka beberapa kesempatan untuk

mempertinggi perasaan - perasaan ini. Sebagai contoh, komitmen cenderung

lebih rendah ketika ekonomi berlangsung dimana kesempatan-kesempatan

pekerjaan sangat banyak. Banyaknya opsi pekerjaan benar pasti menurunkan

komitmen kelanjutan, dan tidak ada terlalu banyak yang dapat dilakukan sebuah

perusahaan tentang hal ini. Meskipun demikian, walaupun para manajer tidak

dapat mengontrol ekonomi eksternal, mereka dapat melakukan beberapa hal untuk

membuat pasra karyawan ingin tetap bekerja bagi perusahaan—yaitu,

mempertinggi komitmen afektif (Greenberg, 2003).

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka konseptual

Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat

merekomendasikan dan membentuk suatu teori yang ,menjelaskan keterkaitan

antar variabel. Kerangka konsep membantu peneliti dalam menghubungkan hasil

penemuan dengan teori (Nursalam, 2003). Kerangka konsep dalam penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana gambaran komitmen organisasi

perawat pelaksana terhadap gaya kepemimpinan kepala ruangan di ruang rawat

inap Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan.

KERANGKA KONSEP

Komitmen Organisasi

Komitmen afektif (affective commitment)

Komitmen berkelanjutan (continuence commitment)

Komitmen normatif (normative commitment)

Gaya Kepemimpinan

Otoriter

Partisipatif

Demokratis

Laissez faire

3.2 Defenisi Operasional

Tabel 3.1 Defenisi Operasional gambaran komitmen organisasi perawat

pelaksana terhadap gaya kepemimpinan kepala ruangan

N

o

Variabel Defenisi

Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1. Variabel

terikat

Komitmen

organisasi

perawat

pelaksana

Komitmen

organisasi ialah

staf perawat

pelaksana yang

memiliki

keinginan untuk

terus bekerja di

Rumah Sakit

Imelda Pekerja

Indonesia Medan

berdasarkan pada

nilai, tujuan

organisasi, yang

terdiri dari

komitmen afektif,

berkelanjutan dan

normatif

Dengan

menggunakan

kuisioner terdiri

dari 20 pertanyaan

yaitu dengan

menggunakan

skala likert.

STS

(sangat tidak

setuju) : 1

TS(tidak setuju) :

2

S (setuju): 3

SS(sangat setuju) :

4

Tinggi rendahnya

Skor penilaian:

Komitmen

afektif

(affective

commitment)

-Komitmen

-Tidak

berkomitmen

Komitmen

bekelanjutan

(continuance

commitment)

-Komitmen

-Tidak

Nominal

skor komitmen

organisasi

tercermin dari skor

skala komitmen

organisasi pada

perawat. Skor yang

tinggi menunjukan

komitmen

organisasi pada

perawat tinggi dan

skor yang rendah

menunjukan

komitmen

organisasi pada

perawat rendah.

Komitmen

afektif

(affective

commitment)

Komitmen

berkelanjutan

(continuence

commitment)

berkomitmen

Komitmen

normatif

(normative

commitment)

-Komitmen

-Tidak

berkomitmen

Komitmen

normatif

(normative

commitment)

2. Variabel

bebas

Gaya

kepemimpi

nan kepala

ruangan

Gaya

kepemimpinan

adalah pola

perilaku

pemimpin sebagai

upaya dalam

memberikan

inspirasi kepada

orang lain untuk

bekerjasama agar

dapat mencapai

suatu tujuan.

Dengan

menggunakan

kuisioner terdiri

dari 20 pertanyaan

dengan nilai untuk

otoktatis : 1

Partisipatif : 2

Demokratis : 3

Laissez faire :4

Dibedakan atas

4 bagian

Otokratis :

0-20

Partisipatif:

21-40

Demokratis:

41-60

Laissez faire :

61-80

Nominal

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yang bertujuan untuk

menggambaran komitmen organisasi perawat pelaksana berdasarkan gaya

kepemimpinan kepala ruangan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Imelda

Pekerja Indonesia Medan.

4.2 Populasi dan sampel

a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang di teliti

(Notoatmodjo, 2005). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh perawat

pelaksana yang bekerja di rumah sakit umum Imelda Indonesia Medan sejumlah

130 orang perawat pelaksana.

b. Sampel

Sampel atau Sampling adalah proses menyeleksi populasi yang dapat

mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2003). Pengambilan sampel

menggunakan cara simple random sampling yaitu pengambilan sample dilakukan

secara acak kepada perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum

Imelda Pekerja Indonesia Medan. Sehingga sampel tersebut dapat mewakili

karakteristik populasi yang ada (Nursalam, 2003).

No Nama ruangan Populasi Sampel

1. Mawar 15 5

2. Anggrek 15 5

3. Dahlia 17 6

4. Sakura 16 5

5. Melati 20 5

6. Tulip 15 6

Non rawat inap 32 -

Jumlah 130 32

kriteria pemilihan sampel adalah:

1. Perawat bersedia menjadi responden

2. Perawat pelaksana yang bekerja minimal 1 tahun di ruang rawat inap

rumah sakit umum Imelda Pekerja Indonesia Medan.

Menurut Arikunto (2002), bila jumlah populasi lebih dari 100 orang maka

pengambilan sampel 10 % - 15 % dan 20 % - 25 % dari total populasi.

Polit & Hungler (1993) dalam Nursalam (2003) menyatakan bahwa

semakin besar sampel yang digunakan maka semakin baik dan

representatif hasil yang diperoleh. Dengan kata lain semakin besar sampel,

semakin mengurangi angka kesalahan.

maka sampel penelitian adalah:

jumlah populasi: 130 orang perawat pelaksana

14 % dari 130 = 25

Jadi,

25 x 130 = 32,5 orang, dibulatkan menjadi 32 orang

100

Maka jumlah sampel yang di ambil adalah: 32 orang

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan

di seluruh ruang rawat inap, karena Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan

merupakan salah satu Rumah Sakit swasta dan Rumah Sakit Pendidikan di kota

Medan. Penelitian dilakukan pada Desember 2011 – Januari 2012.

4.4 Pertimbangan Etik

Dalam penelitian ini, responden diberi informasi tentang sifat dan tujuan

penelitian yang dilakukan. Kemudian diberikan lembar persetujuan yang akan

ditandatangani sebagai bukti kesediaannya sebagai responden, responden berhak

untuk menolak terlibat dalam penelitian ini. Peneliti akan merahasiakan identitas

responden serta tidak akan mencampuri hal-hal yang bersifat pribadi dari

responden.

Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal-hal yang berkaitan dengan

permasalahan etik, yaitu: penelitian ini dapat dilakukan setelah mendapat izin dari

institusi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mengajukan

permohonan izin penelitian kepada Direktur Utama Imelda Pekerja Indonesia

Medan. Setelah mendapat persetujuan peneliti melakukan pengumpulan data

dimana peneliti meminta data jumlah perawat pelaksana yang bekerja di Rumah

Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan. Sebelum melakukan penelitian,

responden diberi penjelasan terlebih dahulu tentang tujuan, manfaat dan kegiatan

dari penelitian. Hak-hak responden dalam penelitian dan kerahasiaan akan terjaga.

Jika responden bersedia untuk diteliti, maka responden terlebih dahulu

menandatangani lembar persetujuan yang telah dibuat peneliti. Responden berhak

untuk menentukan sendiri kesediaan berpartisipasi sampai akhir penelitian

walaupun penelitian masih berlangsung dan belum selesai. Hal tersebut tercantum

dalam informed consent yang berupa persetujuan partisipasi secara lisan atau yang

ditandatangani oleh responden sebelum penelitian dilaksanakan.

Jika responden tidak bersedia atau menolak untuk berpartisipasi, maka

peneliti tidak boleh memaksa dan harus tetap menghormati hak-hak responden.

Dalam menjaga kerahasiaan informasi responden, peneliti tidak mencantumkan

namanya pada lembar pengumpulan data, cukup dengan memakai inisial atau

kode yang hanya diketahui oleh peneliti dan responden. Kerahasiaan informasi

responden dijamin oleh peneliti.

4.5 Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan untuk pengumpulan data adalah berupa kuisioner

yang terdiri dari 2 kuisioner yaitu kuisioner gaya kepemimpinan yang diadopsi

dari Supriyatna (2003) dan kuisioner komitmen organisasi yang diadopsi dari

Mulyadi (2006). Kuisioner gaya kepemimpinan berjumlah 20 pertanyaan yang

merupakan multiple choise dan kuisioner komitmen organisasi terdiri dari 20

pertanyaan dengan menggunakan skala likert , yang terdiri atas pernyataan –

pernyataan positif. Jawaban untuk setiap pertanyaan dalam variabel gaya

kepemimpinan kepala ruangan disusun dalam pertanyaan tertutup dan jawaban di

susun secara acak, responden hanya perlu memberikan jawaban berupa tanda

silang (X) pada jawaban yang di anggap benar, yang menunjukkan nilai dari

jawaban tersebut, nilai yang diberikan: otoriter: 1 partisipatif: 2 demokratis: 3 dan

laissez faire: 4

Sedangkan untuk variabel komitmen organisasi, pernyataan sejumlah 20

soal disusun secara acak terbagi atas 3 komponen, soal nomor 1 – 7 mewakili

komitmen afektif (affective commitment), soal nomor 9, 10, 12, 14, 20 mewakili

komitmen berkelanjutan (continuance commitment) dan soal nomor

11,13,15,16,17,18,19 mewakili komitmen normatif (normative commitment),

disusun berdasarkan skala likert 4 point yaitu: Sangat tidak setuju (STS) = 1,

Tidak setuju (TS) = 2, Setuju (S) = 3, Sangat setuju (SS) = 4. Tinggi rendahnya

skor komitmen organisasi tercermin dari skor skala komitmen organisasi pada

perawat. Skor yang tinggi menunjukan komitmen organisasi pada perawat tinggi

dan skor yang rendah menunjukan komitmen organisasi pada perawat rendah.

Masing-masing komponen komitmen dibagi lagi atas 2 yaitu berkomitmen dan

tidak berkomitmen.

4.6 Validitas dan Reabilitas Penelitian

Uji validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan suatu instrumen yang bertujuan untuk menggambarkan sejauh mana

instrumen mampu mengukur apa yang akan diukur (Arikunto, 2006). Pada

penelitian ini untuk menguji validitas instrumen di lakukan oleh ahlinya di bagian

keperawatan departemen manajemen.

Uji reabilitas instrumen dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh

mana alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan untuk digunakan sebagai alat

ukur yang memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa kali pada

sekelompok sampel. Penelitian ini menggunakan uji reabilitas interna yang

diperoleh dengan cara menggambaran data dari satu kali pengetesan (Arikunto,

2006).

Suatu instrument penelitian dikatakan reliabilitas apabila koefisiennya

bernilai >0,6 atau 60% (Dempsey & Dempsay, 2002). Untuk itu sebelum

kuesioner disebarkan pada responden, terlebih dahulu dilakukan uji coba pada 20

orang diluar responden, kemudian direliabilitaskan dengan menggunakan program

SPSS, menghasilkan nilai Cronbach Alpha 67,1 %

4.7 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan data

Penelitian melakukan pengumpulan data secara mandiri dengan

membagikan kuisioner secara langsung kepada responden, peneliti terlebih dahulu

mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian melalui bagian pendidikan

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kemudian mengajukan surat

izin melakukan pengambilan data kepada pihak Rumah Sakit Imelda Pekerja

Indonesia Medan. Setelah mendapat izin maka dilakukan pengumpulan data,

menjelaskan pada calon responden tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian

kuisioner. Calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani

informed consent (surat persetujuan menjadi responden). Menjelaskan cara

pengisian kuisioner kemudian responden diminta untuk mengisi kuisioner yang

diberikan oleh peneliti dengan cermat selama 30 menit untuk menjawab 40

pertanyaan. Selama proses pengisian kuisioner peneliti tetap berada diruangan

tempat responden berada agar apabila ada kalimat yang tidak dimengerti oleh

responden, maka peneliti dapat menjelaskan kembali dan tanpa mengarahkan

jawaban responden, dan selanjutnya data dikumpulkan untuk dianalisa.

4.8 Analisa Data

1. Semua data yang terkumpul, maka analisa data akan dilakukan dengan

melalui beberapa tahapan, antara lain tahap pertama editing, yaitu

mengecek nomor responden dan kelengkapannya serta memastikan bahwa

semua jawaban telah di isi sesuai petunjuk, tahap kedua coding yaitu

memberi kode atau angka tertentu pada kuisioner untuk mempermudah

waktu mengadakan tabulasi dan analisa, tahap ketiga processing yaitu

memasukkan data dari kuisioner kedalam program komputer, tahap

keempat adalah melakukan cleaning yaitu mengecek kembali data yang

telah dientry untuk mengetahui ada atau tidaknya kesalahan, lalu tahap

terakhir adalah Distribusi frekuensi,

Distribusi frekuensi menggambarkan pengaturan data secara teratur didalam

suatu tabel. Data diatur secara berurutan sesuai dengan besar kecilnya

angka atau digolongkan ke dalam suatu kelas yang sesuai dengan tingkatan

dan jumlah yang ada pada masing-masing kelas.

4.9 Gambaran Univariat

4.9.1 Data demografi

Bertujuan untuk mengidentifikasi data: inisial nama, umur, jenis kelamin,

agama, suku, pnghasilan perbulan, pekerjaan pasangan responden, tingkat

pendidikan, penghasilan responden, dukungan yang didapat dari keluarga

responden. Pertanyaan data demografi yang digunakan ialah dengan

menggunakan pertanyaan dengan menggunakan skala multiple choise dengan 8

pertanyaan.

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian dan pembahasan

setelah dilakukan pengumpulan data di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja

Indonesia Medan.

5.1 Hasil penelitian

Hasil penelitian akan dijabarkan mulai dari deskripsi responden, gambaran

komitmen organisasi perawat pelaksana berdasarkan gaya kepemimpinan kepala

ruangan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia

Medan.

5.1.1 Deskripsi karakteristik responden

Tabel 5.1 deskripsi perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum

Imelda Pekerja Indonesia Medan bulan januari 2012 (f=32).

No Data demografi Frekuensi Persentase

1.

2.

3.

4.

Usia 20-22 tahun 23-25 tahun Total

AgamaIslam

KristenTotal

SukuBatakJawaMinang

TotalJenis kelamin

141832

151732

265132

43,7556,25100

46,8753,13100

81,2515,623,13100

5.

6.

PerempuanTotal

Pendidikan D3 keperawatan S1 keperawatan TotalPenghasilan perbulan 1 Juta >1 juta Total

3232

30232

28432

100100

93,756,25100

87,512,5100

Deskripsi karakteristik responden mencakup usia, agama, suku, jenis

kelamin, pendidikan, dan penghasilan perbulan. Dari 32 responden yang

terkumpul, lebih banyak berada pada usia >23 tahun (f=18;56,25%), pendidikan

responden d3 keperawatan (f=32;100%), agama responden lebih banyak kristen

(f=17;53,13%), suku responden lebih banyak batak(f=26;81,25%), dan

penghasilan perbulan responden lebih banyak Rp 1 juta (f=28;87,5%).

5.1.2 Komitmen perawat pelaksana dan gaya kepemimpinan kepala

ruangan

Tabel 5.1.3 distribusi frekuensi komitmen organisasi perawat pelaksana berdasarkan gaya kepemimpinan kepala ruangan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia.

Komitmen Gaya kepemimpinan

Afektif Continuance Normatif Otoriter Partisipatif Demokratis Laissez faire

f 28 29 26 6 12 11 3

% 87,5 90,6 81,2 18,8 37,5 34,4 9,4

Berdasarkan data 32 orang responden sebanyak (f=28;87,5%) memilih jawaban

dengan kategori komitmen afektif, atau sebanyak 87,5% responden berkomitmen

afektif dan 12,5% tidak berkomitmen afektif, sebanyak (f=29;90,6%) memilih

jawaban dengan kategori komitmen berkelanjutan, atau sebanyak 90,6%

responden berkomitmen afektif dan 9,4% tidak berkomitmen berkelanjutan,

sebanyak (f=26;82%) memilih jawaban dengan kategori komitmen normatif, atau

sebanyak 82 % responden berkomitmen afektif dan 18,8 % tidak berkomitmen

normatif.

Berdasarkan hasil penelitian melalui kuisioner sebaran sebanyak 20 soal

berupa pernyataan dalam bentuk pertanyaan jaeaban pilihan berganda, maka

didapat hasil sebanyak (f=12;37,5%) responden memilih jawaban yang

dikategorikan ke dalam jawaban gaya kepemimpinan partisipatif, (f=11;34,4%)

untuk demokratis, (6;18,8%) pada otokratis dan(f=3;9,4 %) untuk kategori gaya

kepemimpinan laissez faire.

5.2 Pembahasan

Pada pembahasan ini peneliti akan membahas mengenai hasil penelitian.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi gambaran

komitmen organisasi perawat pelaksana terhadap gaya kepemimpinan kepala

ruangan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia

Medan.

5.3 Gambaran komitmen organisasi perawat pelaksana berdasarkan gaya

kepemimpinan kepala ruangan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum

Imelda Pekerja Indonesia Medan.

Berdasarkan hasil gambaran distribusi frekuensi didapat hasil bahwa

sebanyak 28 responden (87,5%) perawat pelaksana di ruang rawat inap

berkomitmen afektif (affective commitment) hal ini sejalan dengan penyataan

Zurnali (2010) secara umum, bahwa mayoritas perawat yang bekerja di Rumah

Sakit tersebut memiliki komitmen afektif yang kuat untuk tetap bekerja di Rumah

Sakit Tersebut. Dengan digambarkan pada hasil distribusi frekuensi pada

penelitian sebanyak 12,5% tidak berkomitmen afektif dan 87,5% berkomitmen

afektif, menurut penelitian yang dilakukan oleh Nina (1996) menyebutkan bahwa

komitmen afektif dan komitmen normatif secara bermakna dipengaruhi oleh

persepsi karyawan terhadap pengelolaan pengembangan karyawan sebagai salah

satu bentuk pengelolaan sumber daya manusia dalam organisasi, ini berarti

sebanyak 87,5 % responden yang berkomitmen afektif di Rumah Sakit Umum

Imelda Pekerja Indonesia Medan dipengaruhi oleh persepsi karyawan terhadap

pengelolaan pengembangan karyawan sebagai salah satu bentuk pengelolaan

sumber daya manusia dalam organisasi. Menurut peneliti, gaya kepemimpinan

kepala ruangan di ruang rawat inap Rumah Sakit umum Imelda Pekerja Indonesia

mayoritas selalu meminta pendapat bawahan sebelum mengambil keputusan,

sehingga hal ini dapat mempengaruhi komitmen afektif, seperti pernyataan yang

dikemukakan oleh Jerris (1999) bahwa gaya kepemimpinan yang menghargai

kemampuan karyawan untuk mendistribusikan knowledge dan kreativitas untuk

meningkatkan servis, pengembangan usaha, dan menghasilkan banyak

keuntungan dapat menjadi motivator bagi karyawan dalam bekerja. Hal ini lebih

mengacu pada gaya kepemimpinan demokratis.

Kemudian sebanyak 29 responden (90,6%) perawat pelaksana di ruang

rawat inap berkomitmen berkelanjutan (continuance commitment) dengan

kategori 9,4% tidak berkomitmen dan 90,6% berkomitmen, menurut Penelitian

Dunham, Grube, dan Castaneda (1994) tidak ditemukan anteseden yang signifikan

pada komitmen berkelanjutan hal ini tidak sejalan sebab pada penelitian yg

dilakukan oleh peneliti didapati sebanyak 90,6 % responden berkomitmen

berkelanjutan. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa komitmen berkelanjutan

(continuance commitment) merupakan komitmen yang buruk sejalan juga dengan

perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia

Medan yang bekerja tidak selalu berkomitmen, di buktikan dengan jumlah turn over

pertahun sebanyak 27,7 % atau sebanyak 36 perawat yang bekerja di Rumah Sakit

Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan, sedangkan gaya kepemimpinan yang

tertinggi adalah gaya kepemimipinan partisipatif sebanyak 37,5% atau sebanyak 12

dari 32 orang responden, menurut gillies(1996, dalam Nursalam, 2002) gaya

kepemimpinan partisipatif adalah merupakan gabungan antara otoriter dan

demokratis, yaitu pemimpin yang menyampaikan hasil gambaran masalah dan

kemudian mengusulkan tindakan tersebut pada bawahannya, staf diminta saran dan

kritiknya serta mempertimbangkan respons staf terhadap usulannya, sehingga

keputusan akhir ada pada kelompok.

Sebanyak 26 responden (81,2%) perawat pelaksana di ruang rawat inap

berkomitmen normatif (normative commitment) dengan kategori 18,8% tidak

berkomitmen dan 82% berkomitmen. Menurut penelitian yang dilakukan oleh

Dunham, Grube, dan Castaneda (1994) menyebutkan bahwa persepsi terhadap

gaya kepemimpinan partisipatif memiliki kontribusi yang signifikan pada

komitmen normatif. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nina (1996)

menyebutkan bahwa komitmen afektif dan komitmen normatif secara bermakna

dipengaruhi oleh persepsi karyawan terhadap pengelolaan pengembangan

karyawan sebagai salah satu bentuk pengelolaan sumber daya manusia dalam

organisasi. Menurut peneliti hal ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh

peneliti sebanyak 26 responden dari 32 responden berkomitmen normatif namun

pada gaya kepemimpinan partisipatif menurut Gillies(1996) dalam Nursalam(2002)

gaya kepemimpinan partisipatif adalah merupakan gabungan antara otoriter dan

demokratis, yaitu pemimpin yang menyampaikan hasil gambaran masalah dan

kemudian mengusulkan tindakan tersebut pada bawahannya dan hasil penelitian yang

dilakukan oleh peneliti sebanyak 37,5% memilih gaya kepemimpinan partisipatif dan

komitmen tertinggi adalah komitmen berkelanjutan (continuance commitment)

sebanyak 90,6%, ini berarti bahwa komitmen berkelanjutan (continuance

commitment) dan komitmen normatif (normative commitment) memiliki kesinergisan

yang erat terhadap gaya kepemimpinan partisipatif yang juga merupakan

penggabungan dari gaya kepemimpianan otoriter dan demokratis.

Mowday, Porter, dan Steers (1982) mengatakan bahwa karyawan yang

memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan lebih termotivasi untuk hadir

dalam organisasi dan berusaha mencapai tujuan organisasi. Sementara itu,

Randall, Fedor, dan Longenecker (dalam Greenberg & Baron, 1993) menyatakan

bahwa komitmen organisasi berkaitan dengan keinginan yang tinggi untuk

berbagi dan berkorban bagi organisasi. Di sisi lain, komitmen organisasi yang

tinggi memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat absensi dan tingkat

turnover (Caldwell, Chatman, & O’Reilly, 1990; Mowday dkk, 1982; serta Shore

& Martin dalam Greenberg & Baron, 1993), juga dengan tingkat kelambanan

dalam bekerja (Angle & Perry, 1981). Steers (1977) menyatakan bahwa komitmen

berkaitan dengan intensi untuk bertahan dalam organisasi, tetapi tidak secara

langsung berkaitan dengan kinerja karena kinerja berkaitan pula dengan motivasi,

kejelasan peran, dan kemampun karyawan (Porter & Lawler dalam Mowday dkk,

1982). Kesimpulan dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan tersebut

adalah Iklim psikologis memberikan pengaruh yang bermakna terhadap komitmen

karyawan pada organisasi, Salah satu dimensi iklim psikologis yang secara

konsisten berkorelasi positif dengan komitmen organisasi adalah kepemimpinan,

Komitmen karyawan pada organisasi dipengaruhi oleh pengelolaan sumber daya

manusia yang dijalankan organisasi, terutama dalam hal pengembangan

karyawan, Tidak ada hasil yang konsisten mengenai pengaruh karakteristik

personal, yang meliputi usia, masa kerja, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan

status pernikahan terhadap komitmen karyawan pada organisasi., Komitmen

karyawan pada organisasi dapat mempengaruhi tingkat kepuasannya terhadap

pekerjaan, dimana semakin tinggi komitmen organisasi maka semakin tinggi

kepuasan kerja karyawan, Intensi karyawan untuk meninggalkan organisasi

dipengaruhi oleh komitmen karyawan pada organisasi, dimana semakin tinggi

komitmen organisasi maka semakin rendah keinginan karyawan untuk

meninggalkan organisasi.

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada bab ini peneliti akan menguraikan hasil penelitian dalam bentuk

kesimpulan dan memberi saran.

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang di lakukan menunjukkan hubungan gaya

kepemimpinan kepala ruangan terhadap komitmen organisasi perawat pelaksana

di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan didapat

hasil sebanyak 12 responden (37,5%) responden memilih jawaban yang

dikategorikan ke dalam jawaban gaya kepemimpinan partisipatif, 11 responden

(34,4%) untuk demokratis, sebanyak 6 responden (18,8%) pada otokratis dan

sebanyak 3 responden (9,4 %) untuk kategori gaya kepemimpinan laissez faire.

Komitmen organisasi perawat pelaksana merupakan komitmen untuk

dapat tetap bertahan bekerja di Rumah Sakit. Dari hasil penelitian ini didapat hasil

bahwa sebanyak 28 responden (87,5%) perawat pelaksana di ruang rawat inap

berkomitmen afektif (affective commitment), dengan kategori 12,5% tidak

berkomitmen dan 87,5% berkomitmen, sebanyak 29 responden (90,6%) perawat

pelaksana di ruang rawat inap berkomitmen berkelanjutan (continuance

commitment) dengan kategori 9,4% tidak berkomitmen dan 90,6% berkomitmen,

sebanyak 26 responden (81,2%) perawat pelaksana di ruang rawat inap

berkomitmen normatif (normative commitment) dengan kategori 18,8% tidak

berkomitmen dan 82% berkomitmen.

Iklim psikologis yang terdapat pada perawat pelaksana di rumah sakit umum

Imelda Pekerja Indonesia Medan memberikan pengaruh yang bermakna terhadap

komitmen karyawan pada organisasi. Salah satu dimensi iklim psikologis yang

secara konsisten berkorelasi positif dengan komitmen organisasi adalah

kepemimpinan, komitmen karyawan pada organisasi dipengaruhi oleh

pengelolaan sumber daya manusia yang dijalankan organisasi, terutama dalam hal

pengembangan karyawan, tidak ada hasil yang konsisten mengenai pengaruh

karakteristik personal, yang meliputi usia, masa kerja, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, dan status pernikahan terhadap komitmen karyawan pada organisasi,

komitmen karyawan pada organisasi dapat mempengaruhi tingkat kepuasannya

terhadap pekerjaan, dimana semakin tinggi komitmen organisasi maka semakin

tinggi kepuasan kerja karyawan.

Intensi karyawan untuk meninggalkan organisasi dipengaruhi oleh

komitmen karyawan pada organisasi, dimana semakin tinggi komitmen organisasi

maka semakin rendah keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi

6.2 Rekomendasi

6.2.1 Rekomendasi terhadap pendidikan keperawatan

Dalam pendidikan keperawatan khususnya manajemen keperawatan agar

memberi materi atau bahan sebagai data gambaran komitmen organisasi terhadap

gaya kepemimpinan kepala ruangan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum

Imelda Pekerja Indonesia Medan.

6.2.2 Rekomendasi terhadap peneliti selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat meneliti gambaran komitmen

organisasi terhadap gaya kepemimpinan kepala ruangan di ruang rawat inap

Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan dengan lebih spesifik lagi.

6.2.3 Rekomendasi terhadap perawat pelaksana

Diharapkan agar dapat menerapkan komitmen dalam melaksanakan tugas

dan kewajiban dalam melaksanakan tugas luhur sebagai perawat yang bekerja di

rumah sakit sesuai dengan falsafah keperawatan dan falsafah rumah sakit yang

bersangkutan.

6.2.4 Rekomendasi terhadap kepala ruangan

Gaya kepemimpinan adalah sebuah cara dalam menjalankan

kepemimpinan agar dapat mewujudkan visi dan misi menjadi padu. Maka kepala

ruangan sebaiknya bisa membaca situasi, lingkungan dan atmosfir pekerjaan agar

bawahan merasa nyaman untuk dapat tetap berkomitmen untuk tetap bekerja.