Lapsus Striktur

20
STRIKTUR URETHRA KASUS Nama pasien/umur : Tn. B/64 tahun No. Rekam Medik : 653904 Alamat : Jl. Tulip 1 no. 2, Palu Ruang perawatan : Poli Bedah Uro Tanggal MRS : 17 Maret 2014 Anamnesis Keluhan utama : BAK tidak lancar Anamnesis terpimpin : Dialami sejak ± 1 tahun sebelum masuk rumah sakit, frekuensi sering, pancaran kencing melemah, dan ada rasa tidak puas ketika berkemih. Kencing tidak berpasir dan tidak ada darah. Riwayat penyakit sebelumnya : Riwayat Hipertensi (-) Riwayat DM (-) Riwayat operasi open prostatectomy di RS Palu ± 12 tahun yang lalu Pemeriksaan Fisis Keadaan umum : Sakit ringan 1

description

h

Transcript of Lapsus Striktur

STRIKTUR URETHRA

KASUS

Nama pasien/umur : Tn. B/64 tahun

No. Rekam Medik : 653904

Alamat : Jl. Tulip 1 no. 2, Palu

Ruang perawatan : Poli Bedah Uro

Tanggal MRS : 17 Maret 2014

Anamnesis

Keluhan utama : BAK tidak lancar

Anamnesis terpimpin :

Dialami sejak ± 1 tahun sebelum masuk rumah sakit, frekuensi sering,

pancaran kencing melemah, dan ada rasa tidak puas ketika berkemih.

Kencing tidak berpasir dan tidak ada darah.

Riwayat penyakit sebelumnya :

Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat DM (-)

Riwayat operasi open prostatectomy di RS Palu ± 12 tahun yang lalu

Pemeriksaan Fisis

Keadaan umum : Sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)

Status Gizi : Baik

1. Tanda vital

Tekanan darah : 120/80 mmHg Pernapasan : 24x/menit

Nadi : 80x/menitx Suhu : 36,50C

2. Mata

Kelopak mata : edema (-)

1

Konjungtiva : anemia (-)

Sklera : ikterus (-)

Kornea : jernih

Pupil : bulat, isokor

3. THT

Dalam batas normal

4. Mulut

Bibir : pucat (-), kering (-)

Lidah : kotor (-), hiperemis (-), kandidiasis oral (-)

Tonsil : T1 - T1, hiperemis (-)

Faring : Hiperemis (-)

5. Leher

KGB : tidak ada pembesaran

6. Thorax

Inspeksi

Bentuk : simetris

Sela Iga : menjepit, retraksi otot internal (-)

Lain-lain : -

Palpas i

Nyeri tekan : (-)

Massa tumor : (-)

Perkusi

Paru kiri : sonor

Paru kanan : sonor

Auskultasi

Bunyi pernapasan : vesikuler

Bunyi tambahan : Rh -/-, Wh -/-

7. Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

2

Palpasi : iktus kordis tidak teraba

Perkusi : pekak

Auskultasi

Bunyi jantung : bunyi jantug I/II murni reguler

Bunyi tambahan : bising (-), murmur (-)

8. Abdomen

Inspeksi : datar, ikut gerak napas

Palpasi

Nyeri tekan : (-)

Massa tumor : (-)

Hepar-lien : tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : peristaltik (+), kesan normal

9. Ekstremitas

Akral : hangat

Edema : -/-

Deformitas : -/-

Tanda perdarahan : -/-

Disabilitas : -/-

Nyeri lutut : -/-

10. Lain-lain

Nyeri ketuk punggung bawah : (-)

Rectal touche :

teraba pembesaran prostat dengan diameter ± 2 cm, permukaan halus,

konsistensi padat kenyal

3

Pemeriksaan Radiologi

Gambar 1. Foto Pelvis AP

Foto Pelvis AP (17/03/2014) :

- Alignment tulang dan sendi pembentuk pelvis baik, tidak tampak dislokasi

- Tidak tampak fraktur dan destruksi tulang

- Mineralisasi tulang berkurang

- Kedua SI dan hip joint baik

- Jaringan lunak sekitarnya baik

4

Gambar 2. Foto Urethrocystography

Foto Urethrocystography :

- Kontras iodium sebanyak 25 cc dimasukkan melalui OUE, dengan tahanan

mengisi urethra dan tampak alur kontras melalui pars membranasea dan

pars prostatika, dan mengisi buli-buli

- Penyempitan urethra pars membranasea dan pars prostatika dengan dilatasi

bagian distal urethra

- Mukosa urethra dan buli-buli reguler, tidak tampak filling defect maupun

additional shadow

5

Kesan : Stricture urethra pars membranaceae et pars protatica

RESUME KLINIS

Seorang pria, 64 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan BAK tidak lancar yang

dialami sejak ± 1 tahun sebelum masuk rumah sakit, frekuensi sering, pancaran

kencing melemah, dan ada rasa tidak puas setelah berkemih. Kencing tidak

berpasir dan tidak ada darah. Tidak ada riwayat hipertensi dan DM. Riwayat

operasi open prostatectomy di RS Palu ± 12 tahun yang lalu.

Diagnosis

Hipertrofi prostat + post open prostatectomy + bladder neck stenosis

Terapi

Belum ada rencana terapi lanjutan dari bagian bedah uro

DISKUSI KASUS

Berdasarkan anamnesis, pasien mengeluhkan BAK yang tidak lancar. Keluhan ini dialami sejak ± 1 tahun sebelum masuk rumah sakit. BAK dengan frekuensi sering, pancaran kencing melemah, dan ada rasa tidak puas ketika berkemih. Kencing tidak berpasir dan tidak ada darah. Terdapat riwayat operasi open prostatectomy ± 12 tahun yang lalu.

Pada pemeriksaan rectal touche, teraba pembesaran prostat dengan diameter ± 2 cm, permukaan halus, konsistensi padat kenyal.

Pada pemeriksaan radiologi, khususnya urethrocystography, tampak tahanan kontras mengisi urethra dan juga penyempitan urethra pars membranasea dan pars prostatika dengan dilatasi bagian distal urethra.

Dari bagian Bedah Uro, pasien ini didiagnosis dengan hipertrofi prostat + post open prostatectomy + bladder neck stenosis.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis serta pemeriksaan penunjang yang dilakukan, pasien mengalami striktur urethra pada pars membranasea dan pars prostatika. Diduga hal ini dapat terjadi karena adanya hipertrofi prostat yang dapat menekan urethra dan menyebabkan urethra menyempit. Selain itu, karena adanya

6

riwayat operasi open prostatectomy yang secara progresif diduga dapat menimbulkan scar dan fibrosis sehingga hal ini juga bisa meyebabkan striktur pada urethra.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pendahuluan

Striktur urethra merupakan salah satu dari kasus obstruksi traktur

urinarius. Striktur urethra adalah terjadinya obstruksi urin yang mengalir dari

kandung kemih melalui uretra yang dapat disebabkan oleh adanya

penyempitan pada bagian tertentu pada urethra. Beberapa hal dapat

menyebabkan pembentukan striktur, dan yang paling penting dari ini adalah:

trauma, infeksi (Gonorrhea urethra) pasca-instrumentasi (misalnya trauma

penggunaan kateter, operasi transurethal) dan maligna.Grainger

Pemeriksaan striktur urethra yaitu retrograde urethrography disertai

dengan cysto-urethrography yang dilakukan untuk menilai lokasi dan panjang

striktur dan kondisi dari leher kandung kemih. Lumen N., Oosterlinck W.

Challenging Non-Traumatic Posterior Urethral Strictures Treated with

Urethroplasty: A Preliminary Report. International Braz J Urol Vol. 35 (4):

442-449, July - August, 2009

Tergantung pada lokasi dan keparahan, striktur uretra dapat ditangani

dengan prosedur minimal invasive yaitu menggunakan metode dilatasi balon

dan urethroplasty.

Grainger

Lumen N., Oosterlinck W. Challenging Non-Traumatic Posterior Urethral

Strictures Treated with Urethroplasty: A Preliminary Report. International

Braz J Urol Vol. 35 (4): 442-449, July - August, 2009

7

2. Definisi

Striktur urethra merupakan penyempitan urethra yang dapat terjadi di salah

satu bagian atau beberapa bagian urethra. Pada bagian urethra yang

mengalami penyempitan, biasa dapat ditemukan beberapa jaringan parut.

Panjang dari striktur dapat bervariasi, mulai dari ukuran kurang dari 1 cm.

Umumnya lebih sering dialami oleh pria daripada wanita. Striktur urethra

dapat terjadi pada semua usia dan berpotensi untuk mengalami lebih dari satu

bagian penyempitan.1

3. Anatomi

Ukuran urethra laki-laki kurang lebih sepanjang 18 cm. Urethra laki-laki

terbagi atas 2 bagian, yaitu anterior dan posterior. Bagian posterior dibagi lagi

menjadi dua bagian, yaitu urethra pars prostatika dan urehra pars

membranasea. Urethra anterior dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pars

bulbosa, pars pendulosa, dan fossa navikularis. Urethra posterior dimulai dari

urethra prostatika yang terletak sejajar dengan bladder neck dan memanjang

hingga membentuk saluran melewati prostat. Sfingter internal pada bladder

neck meluas dari meatus interna melalui urethra prostat ke tingkat

verumontanum. Sfingter ini terdiri dari sebagian besar proksimal dari otot

polos, yang memberikan kontinensia pasif melalui aktivitas saraf simpatik.

Urethra pars prostatika berakhir di distal verumontanum, yang merupakan

tonjolan berukuran 0,5 cm yang dapat ditemukan pada dinding ventral

urethra. Ukuran urethra pars membranasea adalah sekitar 1-1,5 cm, terletak di

antara apeks prostat dan proksimal corpus spongiosum. Urethra pars

membranasea adalah satu-satunya segmen urethra yang tidak dilindungi oleh

jaringan spons, dan dengan demikian lebih rentan terkena trauma eksternal.

Mekanisme sfingter distal adalah kombinasi dari mekanisme involunter dan

volunter, dengan lapisan luar dari striated muscle fibers dan lapisan dalam

dibentuk oleh otot polos.2

8

Gambar 3. (1) Fossa navicularis. (2) Pendulous urethra. (3) Bulbous urethra.

(4) Membranous urethra. (5) Prostatic urethra.2

9

Gambar 4. Foto sinar-X yang diperoleh pada pasien dengan urethra normal.

Tes ini disebut retrograde urethrogram (RUG). Kontras X-ray dimasukkan

melalui ujung penis menuju ke kantung kemih. Sementara kontras

disuntikkan, film diproses. Kontras tampak putih (hiperadioopak) pada X-

ray. Urethra pars prostatika dan urethra pars membranasea normalnya

menyempit, dan ini adalah hal yang baik karena mencegah inkontinensia.

Namun, saat buang air kecil, urethra pars prostatika dan membranasea

terbuka saat kandung kemih berkontraksi.3

4. Epidemiologi

Striktur urethra dapat terjadi pada semua usia dan dialami baik pada pria

maupun wanita. Namun insidens pada wanita lebih sedikit ditemukan.

Berdasarkan data statistik di Amerika dan Inggris, dilaporkan insidens striktur

urethra semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur; pada usia 25

tahun mencapai 1/10000 orang, dan mengalami peningkatan jumlah kasus

1/1000 orang pada usia 65 tahun.4

5. Etiopatogenesis

Striktur urethra paling umum disebabkan oleh suatu proses radang dan

trauma. Striktur akibat proses radang paling sering terjadi pada urethra pars

bulbosa, yang merupakan lokasi dari kelenjar periurethral. Striktur akibat

trauma yang paling sering terlihat di daerah bulbomembranous, biasanya

soliter dan striktur akibat trauma lebih cepat terbentuk daripada striktur akibat

inflamasi. Striktur iatrogenik timbul di bagian urethra yang terfiksasi dan

menyempit. Striktur ini merupakan akibat tekanan yang paling umum terjadi

10

pada penggunaan instrument retrograde atau kateterisasi sehingga

menimbulkan nekrosis.5

Penyebab terbanyak, yaitu striktur akibat iatrogenik; disebabkan oleh

tindakan pada urethra, misalnya trauma pada saat pemasangan kateter,

intervensi transurethral, dan prostatektomi.6

Selain itu, striktur urethra pada pria, khususnya bladder neck stenosis, erat

kaitannya dengan proses yang terjadi pada kelenjar prostat. Sejauh ini,

penyebab terbanyak dari bladder neck stenosis pada pria adalah pembesaran

kelenjar prostat (benign prostatic hyperplasia). Diduga adanya pengaruh

umur yang juga memegang peranan dalam proses maturasi dan

perkembangan dari jaringan hiperplastik dalam prostat.7

Berdasarkan suatu hipotesa penelitian, diduga striktur terjadi akibat

kombinasi dari proses reepitelisasi pada lesi mukosa dan pertumbuhan

jaringan fibrosis yang meningkat. Striktur uretra pars posterior merupakan

salah satu komplikasi yang mungkin terjadi setelah penanganan operasi

benign prostatic hyperplasia (BPH) atau pada radioterapi prostat. Striktur

uretra mencapai sebanyak 2,2-9,8% kasus setelah transurethral reseksi prostat

(TURP) sebanyak 1,9% kasus post-open prostatektomi.

Lumen N., Oosterlinck W. Challenging Non-Traumatic Posterior Urethral

Strictures Treated with Urethroplasty: A Preliminary Report. International

Braz J Urol Vol. 35 (4): 442-449, July - August, 2009

4. Penanganan

Striktur uretra dapat diobati dengan metode dilatasi balon, dengan prinsip

yaitu untuk meregangkan uretra yang mengalami striktur. Mundy A.R.

Management of urethra stricture. Postgrad Med J 2006;82:489–493

Urethroplasty juga menjadi salah satu penanganan; yaitu melalui perbaikan

anastomosis dikombinasikan dengan insisi pada leher kandung kemih.

Kebanyakan kasus striktur urethra dapat ditangani dengan prosedur invasive

11

minimal seperti pelebaran pada area yang mengalami penyempitan. Lumen N.,

Oosterlinck W. Challenging Non-Traumatic Posterior Urethral Strictures Treated

with Urethroplasty: A Preliminary Report. International Braz J Urol Vol. 35 (4):

442-449, July - August, 2009.

DISKUSI RADIOLOGI

Pemeriksaan yang umumnya dilakukan adalah uretrografi atau

uretrosistografi retrograd, dimana kontras dimasukkan dengan semprit yang

ujungnya sesuai dengan meatus uretra eksterna, diisi sampai kontras masuk ke

buli-buli. Foto diambil pada waktu pengisian kontras dengan posisi antero-

posterior, oblik kanan dan kiri. Pemeriksaan dapat juga dengan voiding

uretrosistogram yakni buli-buli diisi kontras dahulu sebanyak 150-200 ml,

kemudian foto diambil pada waktu miksi.8

Pada striktur urethra, terdapat penampakan “jet sign” yang disebabkan

oleh adanya tekanan aliran kontras yang tinggi yang melalui daerah yang

menyempit dengan turbulensi mendadak mengakibatkan peningkatan aliran ke

kapasitas reservoir (prinsip Bernoulli). Jet sign biasa ditemukan pada striktur

posterior urethra, bladder neck stenosis, atau sikatrik post prostatectomy bladder

neck contracture.9

1.1 urethrogram memperlihatkan striktur pada bulbar penile urethra junction1.2 gambaran urethrogram pada pria . gambaran seluruh urethra pada saat

pengosongan buli buli. Urethra prostatika sedikit distensi karena ada striktur pada urethra membranasea dan urethrapars bulobosa akibat dari urethroscopy.10

DIFERENSIAL DIAGNOSIS

12

RUPTUR URETHRA

Trauma urethra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksternal) da cedera iatrogenik akibat instrumentasi pada urethra. Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis menyebabkan ruptura urethra pars membranasea,sedangkan trauma tumpul pada selangkanagan atau straddle injury dapat menyebabkan ruptur urethra pars bulbosa.

Pada pemeriksaan uretrografi retrograd, ruptur urethra posterior dapat memberikan gambaran elongasi urethra atau ekstravasasi kontras pada pars prostatomembranasea. Sedangkan pada ruptur urethra anterior didapatkan gambaran berupa ekstravasasi kontras di pars bulbosa.10

Daftar Pustaka

1. Urethra Stricture. The Pennine Acute Hospitals NHS Trust. 2012.

2. Rosenstein DI, Alsikafi NF. Diagnosis and Classification of Urethral

Injuries. Urol Clin N Am. 2006;33:73-85.

3.

4. Mundy AR. Management of Urethra Stricture. Postgrad Med J.

2006;82:489-93.

5. Grainger R, Allison D. Grainger & Allison’s Diagnostic Radiology : A

Textbook of Medical Imaging. 4th ed.2001.

6. Tritschler S, Roosen A, Fullhase C, Stief CG, Rubben H. Urethral

Stricture : Etiology, Investigation, and Treatments. Dtsch Arztebl Int.

2013;110(13):220-6.

13

7. Dmochowski RR. Bladder Outlet Obstruction : Etiology and Elevation.

MedReviews. 2005;7(6):3-12.

8. Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnostik. FKUI. Jakarta. 2013

9. Singh I, Kumar P. “Jet sign” in Posterior Urethral Stricture - A

Radiological Icon. Indian J Surg 2004;66:242

10. Sutton David. Textbook of Radiology and Imaging. Churchill Livingstone.

2009

11. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Ed.3. Jakarta. 2011. 86-9

14