Lapsus Dimensia Vaskular Suci Eria
-
Author
danar-hadi -
Category
Documents
-
view
48 -
download
1
Embed Size (px)
description
Transcript of Lapsus Dimensia Vaskular Suci Eria

Laporan Kasus
DEMENSIA VASKULARDisusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa di RSUD Wonosari
Pembimbing:
dr. Ida Rochmawati M.Sc, Sp. KJ
Disusun Oleh:
Suci Eria (20100310019)
SMF BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA RSUD WONOSARI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
1

BAB I
KASUS
I. Identitas
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 76 tahun
Alamat : Nglipar, Wonosari, Gunungkidul
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Status Perkawinan : Menikah
Kunjungan Home Visit : 14 April 2016
II. Anamnesis
Alloanamnesa dilakukan tanggal 14 April 2016 jam 15.00 WIB dari
Ny. L , hubungan dengan penderita sebagai anak. Autoanamnesa diperoleh
tanggal 14 April 2016 jam 15.30 WIB.
A. Keluhan Utama
Alloanamnesis:
Mudah Lupa
2

Autoanamnesis:
Pusing
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Alloanamnesis:
Pada saat kunjungan tanggal 14 April 2016, berdasarkan keterangan Ny.
L, anak kandung pasien mengatakan bahwa saat ini pasien mengalami mudah
lupa terhadap kegiatan sehari-hari seperti, makan, mandi dan cara sholat. Pasien
menjadi lebih sering mandi 4-5 kali dalam sehari, cenderung melakukan suatu
kegiatan berulang kali karena lupa. Keluhan mudah lupa ini dialami sejak 3
tahun yang lalu yang semakin memberat sejak 3 bulan terakhir. Pasien juga
sering lupa terhadap sesuatu yang disimpannya dan tidak ingat terhadap waktu
dan tempat. Terdapat perubahan perilaku berupa marah-marah dan berteriak-
teriak jika kemauannya tidak dituruti, sulit tidur dan sering terbangun pada
malam hari. Selain itu, pasien juga memiliki keinginan untuk beraktifitas seperti
jalan tanpa menyadari bahwa pasien memiliki keterbatasan dalam pergerakan
yang akan meningkatkan resiko jatuh. Oleh karena hal tersebut, keluarga
memutuskan untuk mengurung pasien di tempat tidur untuk membatasi
pergerakan pasien.
Keluhan mudah lupa yang dialami pasien ini terjadi setelah pasien
terkena stroke penyumbatan tahun 2013. Pada awalnya, pasien hanya sering lupa
terhadap kegiatan sehari-hari tanpa disertai perubahan perilaku. Keluhan
menjadi semakin parah setelah kematian adiknya. Menurut keluarga, pasien
3

mungkin terpukul atas kepergian adik laki-lakinya yang memiliki hubungan
sangat dekat dengan pasien. Pasien menjadi lebih sering melamun, kadang-
kadang berteriak dan mengamuk. Hal lain yang terjadi adalah pasien ingin
menyeburkan diri kedalam sumur atau melompat dari jembatan sungai yang
berada di dekat rumah pasien.
Gangguan lain yang dialami pasien adalah perubahan dalam pola BAB
dan BAK. Sebelumnya pasien bisa BAB dan BAK di toilet tanpa diantar. Namun
semenjak sakit pasien sering BAB dan BAK sembarangan sehingga saat ini
pasien menggunakan pampers setiap hari.
Autoanamnesis:
Pasien mengeluh pusing, cekot-cekot kepala bagian depan sejak 3 hari
yang lalu. Pasien mengaku banyak pikiran dan sulit untuk tidur. Keluhan lain
seperti nafsu makan menurun, mudah lelah, badan pegel-pegel, sering
berkeringat dingin, dada berdebar-debar, nyeri dada, sesak napas serta mual dan
muntah disangkal.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat stroke penyumbatan kurang lebih 3 tahun yang lalu
(tahun 2013). Serangan tersebut merupakan serangan stroke pertama. Paska terkena
stroke, pasien menjadi sering lupa. Selain itu, pasien pernah mondok di RS Panti
Rapih dan RS Sardjito tahun 2013 karena penyakit jantung dan tekanan darah tinggi.
Riwayat diabetes mellitus, asma, trauma kepala disangkal. Riwayat gangguan
psikiatri sebelumnya disangkal.
4

D. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Prenatal
Tidak dapat dievaluasi karena anak pasien tidak mengetahui.
2. Riwayat Masa Bayi (0-1 tahun)
Tidak dapat dievaluasi karena anak pasien tidak mengetahui.
3. Riwayat Masa Kanak (1-12 tahun)
Tidak dapat dievaluasi karena anak pasien tidak mengetahui.
4. Riwayat Masa Remaja
Tidak dapat dievaluasi karena anak pasien tidak mengetahui.
5. Riwayat Pendidikan
Pasien menempuh pendidikan hingga SD.
6. Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga
7. Riwayat Perkawinan
Pasien menikah kurang lebih 45 tahun dan dikaruniai 4 orang anak.
E. Riwayat Keluarga
Riwayat keluhan serupa dalam keluarga disangkal. Riwayat stroke,
penyakit jantung, asma dalam keluarga disangkal. Terdapat riwayat diabetes
mellitus dalam keluarga. Riwayat gangguan psikiatrik dalam keluarga
disangkal.
5

Genogram:
Keterangan:
Laki-laki :
Perempuan :
Penderita :
Meninggal :
G. Riwayat Situasi Sekarang
Pasien tinggal bersama suami, seorang anak perempuan kandungnya,
menantu dan cucu pasien. Untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya, pasien
dibiayai oleh keempat anak pasien, tidak ada masalah yang berarti dalam
perekonomian.
6

III. Pemeriksaan Status Mental
A. Deskripsi Umum
Penampilan
Seorang wanita, sesuai usia, berperawakan kecil, berkulit sawo matang, dan
berpakaian rapi dengan keadaan sadar. Pasien menggunakan daster bermotif
bunga. Pasien terkesan terawat dan rapi.
Aktivitas psikomotor : normoaktif
Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif
B. Mood dan Afek
Mood : labil
Afek : datar
Kesesuaian : inappropiate
C. Bicara
Produktivitas : kurang
Kualitas : relevan
Hendaya bicara : tidak ada
D. Gangguan Persepsi
Halusinasi (audio/ visual/ taktil) : tidak ada
Ilusi : tidak ada
E. Pikiran
Bentuk pikir : realistik
Isi pikir : preokupasi terhadap ketidakmampuan ekonomi
7

F. Sensorium dan Kognisi
Tingkat kesadaran : compos mentis
Orientasi (orang/waktu/tempat) : menurun
Daya ingat : Segera : menurun
Jangka Pendek : menurun
Jangka Panjang : baik
Konsentrasi dan perhatian : tidak terganggu
Kapasitas baca dan tulis : tidak diuji
Visuospasial : tidak diuji
Abstrak : baik
Sumber informasi dan kecerdasan : kesan normal rata-rata (90-110)
G. Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls pasien terganggu
H. Tilikan
Tilikan diri derajat 1
I. Reliabilitas
Dapat dipercaya
IV. Pemeriksaan Diagnostik Lebih Lanjut
A. Status Internus
a. Keadaan Umum : baik
b. Tanda vital
Tensi : 140/90 mmHg
8

Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5 0C
c. Bentuk badan : sedang
d. Kulit : sawo matang
e. Kepala
Bentuk : mesocephali
Rambut : beruban, tipis, dan agak keriting
Wajah : simetris
Mata : palpebrae tidak edema dan hiperemi, alis dan
bulu mata tidak rontok, konjungtiva tidak
anemis, skera tidak ikterik, produksi air mata
dalam batas normal
Pupil : diameter 3 mm/3 mm, isokor, refleks cahaya
+/+ normal
Kornea : refleks kornea +/+ normal
Telinga : bentuk dalam batas normal, sekret tidak ada,
serumen minimal
Hidung : bentuk normal, tidak ada pernafasan cuping
hidung, tidak ada epistaksis, kotoran hidung
minimal
Mulut : bentuk normal, mukosa bibir kering, gusi
tidak berdarah dan tidak bengkak
9

Lidah : tidak kotor, tidak hiperemi
Faring : tidak hiperemi
Tonsil : warna merah muda, tidak ada pembesaran
f. Leher : pulsasi vena jugularis tidak terlihat, distensi
vena tidak ada, tidak ada pembesaran KGB,
tidak ada kaku kuduk, tidak ada massa dan
tortikolis
g. Thoraks :
Inspeksi : bentuk simetris, tidak retraksi, tidak dispneu,
ritme pernafasan normal, frekuensi 20
x/menit
Palpasi : fremitus vokal simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, tidak ada rhonki, tidak ada
wheezing
h. Jantung :
Inspeksi : tidak tampak voissure cardiac, pulsasi
ataupun ictus cordis
Palpasi : thrill tidak ada, apex teraba di ICS V LMK
kiri
Perkusi : batas kanan ICS IV LPS kanan
batas kiri ICS V LMK kiri
batas atas ICS II LPS kanan
10

Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, murmur tidak ada
i. Abdomen :
Inspeksi : bentuk datar, simetris
Palpasi : tidak ada massa
nyeri tekan epigastrium (-)
Perkusi : timpani, tidak ada tanda-tanda ascites
Aukultasi : bising usus normal
j. Ekstremitas :
Atas : tidak ada edema dan sianosis, parese (-)
Bawah : tidak ada edema dan sianosis, parese (-)
h. Status Neurologis
Refleks Fisiologis : normal, dextra = sinistra
Refleks Patologis : negative
Pemeriksaan Penunjang
Tes Mini-Mental State Exam (MMSE)
TesNilai
Maks.Nilai
ORIENTASI
1 Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), hari apa? 5 -
2 Kita berada dimana? (negara), (provinsi), (kota), (rumah sakit), (lantai/kamar) 5 2
REGISTRASI
3 Sebutkan 3 nama benda (jeruk, uang, mawar), tiap benda 1 detik, pasien disuruh
mengulangi ketiga nama benda tadi nilai 1 untuk setiap nama benda yang benar.
Ulangi sampai pasien dapat menyebutkan dengan benar dan catat jumlah
5 -
11

pengulangan.
ATENSI DAN KALKULASI
4 Kurang 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan setelah 5
jawaban atau disuruh mengeja terbalik kata “WAHYU”(nilai diberi huruf yang
benar sebelum kesalahan; misalnya uyahw=2 nilai).
5 -
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5 Pasien disuruh kembali meyebu 3 nama benda diatas 3 -
BAHASA
6 Pasien diminta menyebut nama benda yang ditunjukkan (pensil,arloji) 2 2
7 Pasien diminta mengulang rangka kata: “ tanpa kalau dan atau tetapi” 1 -
8 Pasien diminta melakukan perintah: “ Ambil kertas ini dengan tangan kanan,
lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai”.3 -
9 Pasien diminta membaca dan melakukan perintah “Angkatlah tangan kiri anda” 1 1
10 Pasien diminta menulis sebuah kalimat (spontan) 1 -
11 Pasien diminta meniru gambar dibawah ini 1 -
Skor total 30 5
Pedoman score kognitif global (secara umum):
Nilai : 24-30: normal
Nilai : 17-23: probable gangguan kognitif
Nilai : 0- 16: definite gangguan kognitif
Kesimpulan:
Dari hasil tes MMSE diatas Pasien hanya bisa mendapatkan score 5, maka pasien
termasuk dalam definitive gangguan kognitif.
12

SKOR ISKEMIK HACHINSKI
Mulanya mendadak 2 -
Progresinya bertahap 1 1
Perjalanan fluktuasi 2 2
Malam hari bengong atau kacau 1 1
Kepribadian terpelihara 1 1
Depresi 1 1
Keluhan somatik 1 -
Inkontinensia emosional 1 1
Riwayat hipertensi 1 1
Riwayat stroke 2 1
Ada bukti aterosklerosis 1 -
Keluhan neurologi fokal 2 2
Total 11
Demensia vaskular atau demensia multi-infark: skor > 7
Kemungkinan menderita penyakit Alzheimer : skor < 7
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Pasien mudah lupa dalam kegiatan sehari-hari sejak 3 tahun yang lalu yang
semakin memburuk sejak 3 bulan terakhir. Pasien juga mengalami perubahan dalam
tingkah laku berupa sering marah dan berteriak-teriak ketika keinginannya tidak
dituruti. Selain itu pasien juga mengalami kesulitan untuk tidur dan BAK yang
13

sembarangan. Keluhan-keluhan ini muncul setelah pasien mengalami stroke 3 tahun
yang lalu.
VI. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I : F01.8 (Dimensia Vaskular lainnya)
Aksis II : Ciri kepribadian emosional tak stabil
Aksis III : HT Stadium I + Riwayat Stroke
Aksis IV : Masalah akses ke pelayanan kesehatan
Masalah psikososial dan lingkungan lain
Aksis V : Disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai,
tidak mampu berfungsi hampir semua bidang
VII. DAFTAR MASALAH
1. Organobiologik
Pada status internus didapatkan peningkatan tekanan darah pada pasien
140/90 mmhg.
2. Psikologik
Perilaku dan aktivitas psikomotor normal, mood labil, afek datar, empati tidak
dapat dirasakan, daya ingat terganggu jangka pendek dan segera, intelegensia dan
pengetahuan umum sesuai dengan pendidikan, tilikan derajat 1.
3. Sosial
Stressor psikososial yang didapatkan adalah masalah adik laki-laki pasien
meninggal dunia pada tahun 2013.
14

IX. PROGNOSIS
a. Diagnosis penyakit : dubia ad malam
b. Perjalanan penyakit : dubia ad malam
c. Ciri kepribadian : dubia ad malam
d. Stressor psikososial : dubia ad bonam
e. Riwayat herediter : dubia ad bonam
f. Usia saat menderita : dubia ad malam
g. Pendidikan : dubia ad malam
h. Perkawinan : dubia ad malam
i. Ekonomi : dubia ad malam
j. Lingkungan sosial : dubia ad malam
k. Organobiologik : dubia ad malam
l. Aktivitas pekerjaan : dubia ad malam
m. Pengobatan psikiatrik : dubia ad malam
n. Ketaatan berobat : dubia ad bonam
Kesimpulan : dubia ad malam
X. RENCANA TERAPI
a) Psikofarmakologi
Donepezil HCl 10 mg 2 x 1
Haloperidol 1,5mg 2x1
THP 2mg 3x1
15

Piracetam 400mg 0-0-1
b) Psikoterapi
Supportif
Konseling keluarga
Memberikan informasi dan penjelasan mengenai kondisi pasien serta
kesadaran akan kewajiban menjalankan pengobatan dan pemeriksaan
teratur demi kesembuhan pasien
16

BAB II
DISKUSI
Pada BAB II ini, saya akan mengkaji lebih dalam mengenai penatalaksnaan pada
dimensia vaskuler.
Diagnosis demensia vaskular ditegakkan melalui dua tahap, pertama menegakkan
diagnosis demensia itu sendiri, kedua mencari proses vaskular yang mendasari.
Terdapat beberapa kriteria diagnostik untuk menegakkan diagnosis demensia
vaskular, yaitu:
1. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi ke empat (DSM-IV)
2. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III)
Diagnosis demensia vaskular menurut DSM-IV adalah menggunakan kriteria
sebagai berikut :
a) Adanya defisit kognitif multipleks yang dicirikan oleh gangguan memori dan
satu atau lebih dari gangguan kognitif berikut ini:
1) Afasia (gangguan berbahasa)
2) Apraksia (gangguan kemampuan untuk mengerjakan aktivitas motorik,
sementara fungsi mototik normal).
3) Agnosia (tidak dapat mengenal atau mengidentifikasi suatu benda walaupun
fungsi sensoriknya normal).
4) Gangguan dalam fungsi eksekutif (merancang, mengorganisasikan, daya
abstraksi, dan membuat urutan).
17

b) Defisit kognitif pada kriteria a) yang menyebabkan gangguan fungsi sosial
dan okupasional yang jelas
c) Tanda dan gejala neurologik fokal (refleks fisiologik meningkat, refleks
patologik positif, paralisis pseudobulbar, gangguan langkah, kelumpuhan
anggota gerak) atau bukti laboratorium dan radiologik yang membuktikan
adanya gangguan peredaran darah otak (GPOD), seperti infark multipleks
yang melibatkan korteks dan subkorteks, yang dapat menjelaskan kaitannya
dengan munculnya gangguan.
d) Defisit yang ada tidak terjadi selama berlangsungnya delirium.
Sementara itu, kriteria diagnosis demensia vaskuler menurut PPDGJ-III adalah :
1. Terdapatnya gejala demensia
2. Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdaat hilangnya daya
ingat, gangguan daya pikir, gejala neurologis fokal ). Daya tilik diri (insight)
dan daya nilai (judgement) secara relative tetap baik.
3. Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai adanya
gejala neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia
vaskuler. Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan
pemeriksaan CT Scan atau pemeriksaan neuropatologis.
Demensia adalah sebuah kondisi di mana seseorang memiliki kesulitan yang
signifikan pada fungsi sehari-harinya karena masalah dalam berpikir dan ingatan.
Dementia bukanlah single disease. Penyakit dengan istilah dementia biasanya
disebabkan oleh perubahan otak yang abnormal. Perubahan ini mencetuskan
penurunan kemampuan berpikir , antara lain: cognitive abilities, severe enough to
18

impair daily life, dan independent function. Perubahan ini juga mempengaruhi
perilaku, perasaan, dan hubungan.
Dengan populasi yang menua, prevalensi demensia meningkat. Sekitar 5 persen
dari populasi orang di atas 65 tahun, dan 20 hingga 40 persen pipulasi di atas 85
tahun. Dari seluruh pasien dengan demensia, 50 hingga 60 persen memiliki demensia
dengan Alzheimer’s type (Alzheimer’s disease). Sekitar 5 persen dari populasi orang
di atas 65 tahun, dan 20 hingga 40 persen pipulasi di atas 85 tahun. Dari seluruh
pasien dengan demensia, 50 hingga 60 persen memiliki demensia dengan
Alzheimer’s type (Alzheimer’s disease). Hipertensi menjadi predisposing factor dari
penyakit ini. 15 hingga 30 persen dari seluruh kasus demensia adalah vascular
dementia. Sekitar 10 hingga 15 persen dari pasien memiliki vascular dementia dan
alzheimer’s type dementia.
Penyebab tersering dari demensia pada individu berusia 65 tahun ke atas adalah:
(1) Alzheimer’s disease; (2) Vascular dementia ; (3) Mixed vascular and Alzheimer’s
dementia. Sisanya hanya menyumbang sekitar 10% dari total kasus. Vascular
dementia adalah sebuah penurunan kemampuan berpikir yang disebabkan oleh
kondisi yang menghalangi aliran darah ke region pada otak, yang menyebabkan
keadaan di mana brain cells menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi.
Ketidakseimbangan aliran darah dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel di
seluruh tubuh, dan sel otak yang terutama sangat rapuh. Pada vascular dementia,
perubahan kemampuan berpikir kadang terjadi pada saat stroke infark (blockage pada
major blood vessels pada otak). Kesulitan berpikir juga dapat dimulai saat mengenai
smaller blood vessels, yang menyebabkan kerusakan yang kumulatif. Beberapa
19

experts lebih suka istilah “Vascular Cognitive Impairment (VCI)” daripada vascular
dementia. Perubahan perdarahan pada otak seringkali dihubungan dengan dementia
tipe lain, yaitu alzheimer’s disease dan dementia dengan lewy bodies. Telah
ditemukan bahwa perubahan vascular dan kelainan otak lain dapat berinteraksi
dengan meningkatnya kemungkinan terkena dementia.
Diagnosis demensia ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik, termasuk
pemeriksaan mental status, dan informasi dari keluarga dan kerabat pasien. Keluhan
mengenai perubahan personalitas pada pasien usia di atas 40 tahun harus dicurigai
adanya demensia. Pemeriksa harus menemukan adanya keluhan mengenai gangguan
intelektual dan kelupaan. Gangguan daya ingat adalah gejala yang sangat khas pada
demensia khususnya demensia yang melibatkan kortek seperti demensia tipe
Alzheimer. Pada awalnya gangguan memori muncul pada tahap ringan, seperti lupa
nomor telepon, percakapan, dan kegiatan sehari-hari. Semakin lama demensia akan
semakin parah, dan hanya mengingat informasi yang pertama kali dipelajari (contoh :
tempat kelahiran ).
Memori berperan penting dalam orientasi terhadap orang, waktu, dan tempat
sehingga orientasi juga ikut terganggu dalam proses perjalanan penyakit. Separah
apapun disorientasi yang dialami pasien, tidak ditemukan gangguan kesadaran.
Demensia yang mempengaruhi korteks, seperti tipe Alzheimer dan vaskuler dapat
mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien.
Langkah pertama dalam pengobatan adalah memverifikasi diagnosis. Perhitungan
preventif sangat penting khususnya pada demensia vaskular. Perhitungan yang
dimaksud adalah perubahan dalam diet, olahraga, kontrol diabetes dan hipertensi.
20

Obat yang diberikan antara lain antihipertensi, antikoagulan, antiplatelet. Kontrol
tekanan darah sangat penting, karena penelitian menunjukkan peningkatan fungsi
kognitif pada pasien demensia. Operasi pengangkatan plak karotid mungkin
dilakukan pada pasien tertentu. Pengobatan umum demensi adalah supportive
medical care, dukungan emosi untuk pasien dan keluarga, dan pengobatan
farmakologi pada gejala spesifik, termasuk gejala disruptif.
Terapi untuk demensia vaskular ditujukan kepada penyebabnya, mengendalikan
faktor risiko (pencegahan sekunder) serta terapi untuk gejala neuropsikiatrik dengan
memperhatikan interaksi obat. Selain itu diperlukan terapi multimodalitas sesuai
gangguan kognitif dan gejala perilakunya. Banyak obat sudah diteliti untuk
mengobati demensia vaskular, tetapi belum banyak yang berhasil dan tidak satupun
obat dapat direkomendasikan secara postif. Vasodilator seperti hidergine mempunyai
efek yang positif dan pemberian secara oral active haemorheological agent seperti
pentoxiylline mampu memperbaik fungsi kognitif penderita. Pemberian
acetylcholineesretarse inhibito seperti donepezil, rivastigmine and galantiamin
mampu meperbaiki fungsi kognitif penderita. Akhir-akhir ini sedang diteliti
memantine untuk pengobatan demensia vaskular. Efektifitas dari memantine
terhadap demensia vaskuler diteliti menggunakan rancangan randomised, double-
blind, placebo controlled yang mengikut sertakan 321 penderita di Perancis dan 579
penderita di Inggris. Hasil penelitian menunjukkan perbaikan fungsi kognitif yang
bermakna pada kelompok yang diberikan memantine.
21

Obat-obat dimesia sebagai berikut:
Nama obat Golongan Indikasi Dosis Efek samping
Donepezil Penghambat kolinesterase
Demensia ringan-sedang
Dosis awal 5 mg/hr, setelah 4-6 minggu menjadi 10 mg/hr
Mual, muntah, diare, insomnia
Galantamine Penghambat kolinesterase
Demensia ringan-sedang
Dosis awal 8 mg/hr, setiap bulan dinaikkan 8 mg/hr sehingga dosis maksimal 24 mg/hr
Mual, muntah, diare, anoreksia
Rivastigmine Penghambat kolinesterase
Demensia ringan-sedang
Dosis awal 2 x 1.5 mg/hr. Setiap bulan dinaikkan 2 x 1.5 mg/hr hingga maksimal 2 x6mg/hr
Mual, muntah, pusing, diare, anoreksia
Memantine Penghambat reseptor NMDA
Demensia sedang-berat
Dosis awal 5 mg/hr, stelah 1 minggu dosis dinaikkan menjadi 2x5 mg/hr hingga maksimal 2 x 10 mg/hr
Pusing, nyeri kepala, konstipasi
Tatalaksana diemensia vascular biasanya melihat dari gejala. Dapat diberikan
benzodiazepine untuk insomnia dan ansietas, antidepressan untuk depresi, dan
antipsikotik untuk delusi dan halusinasi.
Penanganan terapi farmakologis :
1. Semua antidepresan mampunyai efektivitas yang sama dan onset of action
dalam jangka waktu tertentu ( sekitar 2 minggu ) dalam terapi depresi.
2. Pemilihan obat yang tepat berdasarkan riwayat respon obat sebelumnya, efek
samping obat dan interaksi obat .
3. Antidepresan yang dapat dipakai pada pasien demensia vaskuler antara lain
22

a. Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors ( SSRI ).golongan
ini mempunyai tolerabilitas tinggi pada pasien lansia larena tanpa efek
antikolinergik dan kardiotoksik, efek hipotensi ortostatik yang minimal.
b. Golongan Reversible MAO-A Inhibitor (RIMA)
c. Golongan NASSA4. Golongan antidepresan atipikal
d. Golongan trisiklik. Tidak dianjurkan untuk lanjut usia karena efek
sampingnya.Ansietas dan agitasi. Sebagian pasien demensia vaskuler dapat
hipersensitif terhadap peristiwa sekitarnya.
Manajemen terapi farmakologis:
o Ansiolitik terutama bezodiazepin berguna terutama untuk terapi jangka
pendek ansietas yang tidak terlalu berat atau agitasi.
o Neuroleptik diindikasikan pada agitasi yang berat, sama sekali tidak dapat
tidur, kegelisahan yang hebat, halusinasi atau delusi.
o Antidepresan terutama SSRI dan trazadone juga efektif untuk mengobati
agitasi.
Menurut Witjaksana Roan terapi farmakologi pada pasien demensia berupa:
A. Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg
B. Antipsikotika atipik:
Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg
Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75
Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg
Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
Abilify 1 x 10 - 15 mg
23

C. Anxiolitika
Clobazam 1 x 10 mg
Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg
Bromazepam 1,5 mg - 6 mg
Buspirone HCI 10 - 30 mg
Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg
Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)
D. Antidepresiva
Amitriptyline 25 - 50 mg
Tofranil 25 - 30 mg
Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)
SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg,
Citalopram 1x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60
mg.
Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)
E. Mood stabilizers
Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg
Topamate 1 x 50 mg
Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg
Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
Priadel 2 - 3 x 400 mg
24

Terapi non-farmakologis
Bertujuan untuk memaksimalkan/mempertahankan fungsi kognisi yang masih
ada. Program harus dibuat secara individual mencakup intervensi terhadap pasien
sendiri, pengasuh dan lingkungan, sesuai dengan tahapan penyakit dan sarana yang
tersedia.
Intervensi terhadap pasien meliputi :
1. Perilaku hidup sehat
2. Terapi rehabilitasi, dilakukan orientasi realitas, stimulasi kognisi, reminiscent,
gerak dan latih otak serta olahraga lain, edukasi, konseling, terapi musik, terapi
wicara dan okupasi.
3. Intervensi lingkungan, dilakukan melalui tata ruang, fasilitasi aktivitas, tarapi
cahaya, penyediaan fasilitas perawatan, day care center, nursing home, dan
respite center.
Gangguan mood dan perilaku yang ditemukan pada pasien demensia vaskuler
dapat bervariasi sesuai dengan lokasi fungsi otak yang rusak. Gejala yang sering
muncul adalah depresi, agitasi, halusinasi, delusi, ansietas, perilaku kekerasan,
kesulitan tidur dan wandering ( berjalan ke sana kemari). Sebelum memulai terapi
farmakologis, terapi non-farmakologis harus dilakukan dulu untuk mengontrol
gangguan ini namun dalam prakteknya sering diperlukan kombinasi kedua metode
terapi ini. Penting untuk selalu menganalisa dengan seksama setiap gejala yang
timbul, adakah hubungan gejala perilaku atau psikiatrik dengan kondisi fisik (nyeri),
situasi (ramai, dipaksa, dll) atau semata-mata akibat penyakitnya3. DepresiPasien
demensia vaskuler dengan depresi memperlihatkan gangguan fungsional yang labih
25

berat dibanding pasien demensia Alzheimer tanpa depresi. Obat antidepresan dapat
memperbaiki gejala depresi, mengurangi disabilitas tetapi tidak memperbaiki
gangguan kognisi.
Penanganan non-farmakologis;
1. Memberi dorongan aktivitas.
2. Menghindari tugas yang kompleks.
3. Bersosialisasi untuk mengurangi depresi.
4. Konseling dengan psikiater.
Manajemen terapi non-farmakologi:
1. Usahakan lingkungan rumah yang tenang dan stabil.
2. Tanggapi pasien dengan sabar dan penuh kasih
3. Buatlah aktivitas konstruktif untuk penyaluran gelisahnya.
4. Hindari minuman berkafein unbtuk membantu mengurangi gejala cemas dan
gelisah.
Terapi Psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien
dengan demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori.
Memori jangka pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka panjang pada
kebanyakan kasus demensia, dan banyak pasienbiasanya mengalami distres akibat
memikirkan bagaimana mereka menggunakan lagi fungsi memorinya disamping
memikirkan penyakit yang sedang dialaminya. Identitas pasien menjadi pudar seiring
perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya dapat sedikit dan semakin
sedikitmenggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi mulai dari depresi
26

hingga kecemasanyang berat dan teror katastrofik yang berakar dari kesadaran bahwa
pemahaman akan dirinya (sense of self) menghilang.
Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan
edukatif sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari
penyakit yang dideritanya.Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam
kesedihannya dan penerimaan akan perburukandisabilitas serta perhatian akan
masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi yang masih utuh dapat
dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang masih
dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek fungsi ego dan
keterbatasan fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat membantu pasien
untuk menemukan cara“berdamai” dengan defek fungsi ego, seperti menyimpan
kalender untuk pasien dengan masalah orientasi, membuat jadwal untuk membantu
menata struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk masalah-masalah daya
ingat.
Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat
membantu. Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah,
kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi
oleh keluarganya.
Gangguan tidur
Gangguan tidur pada pasien demensia vaskuler sering mengakibatkan pengasuh
sering juga terjaga pada malam hari. Beberapa petunjuk praktis yang berguna untuk
pengasuh (caregiver) adalah :
1. Berikan aktivitas pada siang hari
27

2. Hindari tidur siang bila memungkinkan
3. Kurangi minum menjelang tidur
4. Usahakan siang hari terpapar sinar matahari
Untuk penatalaksanaan pada kasus ini saya memilih untuk memberikan
Donepezil yang merupakan cholnesterase inhibitor yang biasa digunakan untuk
pengobatan gangguan kognisi ringan hingga sedang pada penyakit dimensia. Obat ini
mengurangi inaktivasi neurotransmitter acethylcholine dan meningkatkan potensi
neurotransmitter cholinergic, yang menghasilkan peningkatan memori.
Haloperidol 1,5mg merupakan derivat butirofenon yang bekerja sebagai
antipsikosis kuat dan efektif untuk fase mania, penyakit mania depresif, skizofrenia,
sindroma paranoid dan korea.
Disamping itu haloperidol juga mempunyai daya antiemetik yaitu dapat menghambat
sistem dopamin dan hipotalamus. Pada pemberian oral haloperidol diserap kurang
lebih 60-70%, kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 2-6 jam dan menetap
sampai 72 jam. Indikasi pemberian antipsikotik pada kasus ini adalah adanya
kecenderungan perilaku gaduh pada pasien.
Selain itu juga pasien diberikan terapi farmakologis triheksifenidil (THP) 2mg
untuk mecegah terjadinya sindrom ekstrapiramidal pada pasien yang mendapat obat
antipsikotik. THP adalah antikolinergik yang mempunyai efek sentral lebih kuat
daripada perifer, sehingga banyak digunakan untuk terapi penyakit parkinson.
Senyawa ini bekerja dengan menghambat pelepasan asetil kolin endogen dan
eksogen. Efek sentral terhadap susunan saraf pusat akan merangsang pada dosis
rendah dan mendepresi pada dosis toksik.
28

Pada pasien juga diberikan piracetam 400mg sebagai neuroprotektor untuk
menjaga fungsi saraf. Piracetam (2-oxo-1 pyrolidine-acetamid) merupakan golongan
nootropic agents yang berbentuk bubuk kristal putih dan tidak berbau. Piracetam
bekerja dengan cara meningkatkan efektifitas dari fungsi telensefalon otak melalui
peningkatan fungsi neurotransmiter kolinergik. Telensefalon inilah yang mengatur
fungsi kognitif pada manusia (memori, kesadaran, belajar dan lain). Fungsi lain dari
piracetam adalah menstimulasi glikolisis oksidatif, meningkatkan konsumsi oksigen
pada otak, serta mempengaruhi pengaturan cerebrovaskular dan juga mempunyai
efek antitrombotik.
29

DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia III. Cetakan pertama: 1993. Jakarta.
2. Kaplan HI, Sadock BJ. Kaplan and Saddock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Science/ Clinical Psychiatry. 9th ed. Maryland: William & Wilkins; 2003.
3. Kaplan HI, Sadock BJ. Kaplan and Saddock’s Sinopsis Psichiatri: Ilmu
Pengetahuan Perilaku/ Psichiatri Klinis. 7th ed. Maryland: William & Wilkins;
1998.
4. Kaplan HI, Sadock BJ. Kaplan and Saddock’s, Pocket Handbook of Clinical
Psychiatry. 3th ed. Maryland: William & Wilkins; 2001
30
