Post on 08-Dec-2015
description
LAPORAN KASUS
STROKE HEMORAGIK
Pembimbing:
dr.Wiwin Sundawiyani, Sp.S
Disusun oleh:
Munawaroh Saadah (2011730068)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Inayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah presentasi kasus yang berjudul “Stroke
Hemoragik” ini.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian
Neurologi Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah Jakarta RSIJ
Cempaka Putih.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.Wiwin
Sundawiyani,Sp.S selaku pembimbing sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan
maksimal kemampuan saya.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah ini dan untuk
melatih kemampuan menulis makalah untuk berikutnya.
Demikian yang dapat saya sampaikan, mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh pendidikan.
Jakarta, Agustus 2015
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi
klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di Negara-negara berkembang.
WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler.
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit
jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara berkembang juga
menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Di Indonesia,
prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi
stroke tertinggi adalah Aceh (16,6 per 1000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007,
stroke bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung
lainnya, merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia.
Berdasarkan penelitian-penelitia sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke iskemik
lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor resiko yang memicu
tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (contoh:
usia, ras, gender, genetic, dll) dan faktor yang dapat dimodifikasi (contoh: obesitas,
hipertensi, diabetes, dll). Identifikasi faktor resiko sangat penting untuk mengendalikan
kejadian stroke di satu negara.
2
BAB II
STATUS PASIEN
STATUS ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN MUHAMMADIYAH JAKARTA
SMF NEUROLOGI
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
Nama Mahasiswa : Munawaroh Saadah
NIM : 2011730068
Dokter Pembimbing : dr. Wiwin Sundawiyani, Sp.S
A. IDENTITAS
Nama : Tn. M
Umur : 58 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jln.Johar Baru,
rt 007/03 Jakarta Pusat
Tanggal masuk : 21-08-2015
Ruang : Stroke Center
B. ANAMNESA
Keluhan utama
Lemas anggota gerak kanan sejak ± 3 jam SMRS
Keluhan Tambahan
Sakit kepala, muntah, dan bicara pelo
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh keluarganya ke UGD RSIJ di Cempaka Putih dengan
keluhan tiba – tiba lemah pada anggota gerak bagian kanan ± 3 jam SMRS saat
sedang berjualan nasi goreng. Os mengaku kesulitan berdiri dan berjalan. Pasien
masih sadar saat mendadak lemas. Pasien masih dapat berbicara tetapi menjadi pelo.
Sebelumnya pasien mengeluh sakit kepala. Pasien juga muntah sebanyak 1x berisi
makanan, tanpa disertai rasa mual. Pasien tidak kejang, riwayat penglihatan ganda
disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Demam disangkal.
3
Riwayat Penyakit Dahulu
Os belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat Hipertensi (+).
Riwayat Diabetes Mellitus (+).
Riwayat penyakit Jantung, Ginjal, kolesterol disangkal.
Riwayat trauma disangkal.
Riwayat Pengobatan
Mengkonsumsi obat antihipertensi dan DM
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku tidak ada keluarga yang mengalami hal yang serupa dengan pasien.
Riwayat darah tinggi, kencing manis, dan sakit jantung pada keluarga disangkal
Riwayat kebisaan :
Merokok (+) , Minum alcohol disangkal.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (E=4, V=disatria, M=6)
Tanda – tanda Vital :
Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit, regular
Suhu : 36,4o C
TD : 180/110 mmHg
Kepala : Normocephal, rambut hitam beruban distribusi merata
Mata : Sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-, pupil bulat, isokor diameter 3 mm,
Refleks Cahaya
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-)
Mulut : Asimetris mencong ke kanan, mukosa bibir kering.
Telinga : Normotia, sekret (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Toraks
Inspeksi : Pergerakan dada simetris
Palpasi : Vocal fremitus normal
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi
4
Paru : Suara nafas vesikular, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I dan II normal, regular, tidak ada
gallop dan murmur
Abdomen
Inspeksi : Tampak abdomen cembung
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi : timpani di seluruh regio abdomen
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)
Inferior : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)
Status Neurologis
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 Vdisatria M6
Gerakan abnormal : Tidak ada
a. Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3. Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
4. Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º/tidak terdapat
tahanan sblm mencapai 135º)
5. Laseque : -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o/tidak timbul
tahanan sebelum mencapai 70o)
b. Nervus Kranialis
1. N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan penciuman
2. N-II (Optikus)
a. Visus : 1/60
b. Warna : Normal
c. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Lapang pandang : dalam batas normal (+/+)
3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
5
a. Gerakan bola mata : atas (+/+), bawah (+/+), lateral (+/+), medial (+/+),
atas lateral (+/+), atas medial (+/+), bawah lateral (+/+), bawah medial (+/+)
b. Ptosis : - / -
c. Pupil : Isokor, bulat, 3mm / 3mm
e. Refleks Pupil
langsung : + / +
tidak langsung : + / +
4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
N-V1 (ophtalmicus) : +
N-V2 (maksilaris) : +
N-V3 (mandibularis) : +
(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)
b. Motorik : +
Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut
c. Refleks kornea : dalam batas normal
5. N-VII (Fasialis)
a. Sensorik (indra pengecap) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Motorik
Angkat alis : + / +, terlihat simetris kanan dan kanan
Menutup mata : + / +
Menggembungkan pipi : kiri (baik), kanan (lemah)
Menyeringai` : kiri (baik), kanan (lemah)
Mencucurkan bibir : kiri (baik), kanan (lemah)
Gerakan involunter : - / -
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
Nistagmus : Tidak ditemukan
Tes Romberg : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Pendengaran
Tes Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
6
a. Refleks menelan : +
b. Refleks batuk : +
c. Perasat lidah (1/3 posterior) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
d. Refleks muntah : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
e. Posisi uvula : Normal
f. Posisi arkus faring : Simetris
8. N-XI (Akesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : + / +
b. Kekuatan M. Trapezius : + / +
9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah : -
b. Atrofi lidah : -
c. Ujung lidah saat istirahat : -
d. Ujung lidah saat dijulurkan: Deviasi ke kanan
e. Fasikulasi : -
c. Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis
Biceps : + /+
Triceps : + / +
Achiles : + / +
Patella : +/ +
b. Refleks Patologis
Babinski : - / -
Oppenheim : - / -
Chaddock : - / -
Gordon : - / -
Scaeffer : - / -
Hoffman-Trommer : - / -
2. Kekuatan Otot
1111 5555
7
Ekstremitas Superior Dextra
Ekstremitas Superior Sinistra
1111
Ekstremitas Inferior Dextra
5555
Ekstremitas Inferior Sinistra
3. Tonus Otot
a. Hipotoni : - / -
b. Hipertoni : - / -
d. Sistem Ekstrapiramidal
1. Tremor : -
2. Chorea : -
3. Balismus : -
Tidak ditemukan saat dilakukan pemeriksaan
e. Sistem Koordinasi
1. Romberg Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
2. Tandem Walking : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
3. Finger to Finger Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
4. Finger to Nose Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
f. Fungsi Kortikal
1. Atensi : Dalam Batas Normal
2. Konsentrasi : Dalam Batas Normal
3. Disorientasi : Dalam Batas Normal
4. Kecerdasan : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
5. Bahasa : Disartria
6. Memori : Tidak ditemukan gangguan memori
7. Agnosia : Pasien dapat mengenal objek dengan baik
g. Susunan Saraf Otonom
Inkontinensia : -
Hipersekresi keringat : -
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
8
Laboratorium darah tanggal 22-08-2015
Darah lengkap
Leukosit : 11420/uL (H)
Eritrosit : 4,68 juta/uL
Hemoglobin : 14,6 g/dL
Hematokrit : 42%
MCV : 89 fL
MCH : 31 pg
MCHC : 35 g/dL
Trombosit : 193.000/uL
Kimia klinik
GDS : 107 mg/dL
Ureum : 37 mg/dL
Kreatinin : 1,0 mg/dL
SGPT : 26 u/L
SGOT : 19 u/L
Elektrolit
Na : 136 mEq/L
K : 4,0 mEq/L
Cl : 103 mEq/L
CT-Scan kepala tanggal 22-08-2015
9
Terdapat gambaran lesi hiperdens pada lobus parietooccipital sinistra
E. RESUME
Pasien datang diantar oleh keluarganya ke UGD RSIJ di Cempaka Putih dengan
keluhan tiba – tiba lemah pada anggota gerak bagian kanan ± 3 jam SMRS saat
sedang berjualan nasi goreng. Os mengaku kesulitan berdiri dan berjalan. Pasien
masih sadar saat mendadak lemas. Pasien masih dapat berbicara tetapi menjadi pelo.
Sebelumnya pasien mengeluh sakit kepala. Pasien juga muntah sebanyak 1x berisi
makanan, tanpa disertai rasa mual. Pasien tidak kejang, riwayat penglihatan ganda
disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Demam disangkal.
Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit, regular
Suhu : 36,4o C
TD : 180/110 mmHg
Gcs : (E=4, V=disatria, M=6)
Pada pemeriksaan nervus cranial didapatkan pada pemeriksaan motorik nervus
VII, pasien terdapat kelemahan sebelah kanan saat menggembungkan pipi,
menyeringai dan mencucurkan bibir. Pada pemeriksaan nervus XII didapatkan lidah
deviasi ke kanan. Pada pemeriksaan CT-Scan didapatkan gambaran lesi hiperdens
pada lobus Parietooccipital sinistra.
10
F. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Hipertensi, hemiparese dextra, parese n.VII dan XII sentral
dextra, cephalgia, vomitus, disatria
Diagnosis topik : lesi pada lobus parietooccipital sinistra, Hemisfer Sinistra
Diagnosis etiologi : Perdarahan intraserebral
Dianosis patologi : Hemoragik/ Perdarahan
G. TERAPI
Medika mentosa
Oksigen kanul 3 L
IVFD RL 20 tpm
Inj. Manitol 20% 200 cc dalam 20 menit, lanjut 6x100 cc
Inj. Ranitidine 1 ampul/24jam IV
Inj vit K 1 x 1
Inj transamin 3 x 1ampul
Inj citicoline 2 x 500 mg
Captopril 3 x 25 mg
Farbion 1ampul/24 jam/IV
Non Medika Mentosa
Bed rest
Elevasi kepala 30 derajat
Nutrisi : diet peroral lunak, rendah kolesterol, rendah garam
Rehabilitasi medik : fisioterapi
H. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad malam
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
STROKE HEMORAGIK
I. ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK
Secara anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem
karotis dan sistem vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan melalui
lintasan vaskuler vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.
Pembagian daerah otak yang diperdarahi pembuluh darah serebral :
Anterior circulation (sistem karotis)
Anterior choroidal Hippocampus, globus pallidus, lower internal capsule
Anterior cerebral Medial frontal dan parietal cortex cerebri and subjacent
white matter, anterior corpus callosum
Middle cerebral Lateral frontal, parietal, occipital, and temporal cortex and
subjacent white matter
Lenticulostriate
branches
Caudate nucleus, putamen, upper internal capsule
Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Posterior inferior
cerebellar basilar
Medulla, lower cerebellum
Anterior inferior
cerebellar
Lower and mid pons, mid cerebellum
Superior cerebellar Upper pons, lower midbrain, upper cerebellum
Posterior cerebellar Medial occipital and temporal cortex and subjacent white
matter, posterior corpus callosum, upper midbrain
Thalamoperforate Thalamus
12
branches
Thalamogeniculate
branches
Thalamus
II. SISTEM SARAF MOTORIK
Perjalanan saraf motorik terbagi dua yaitu sistem piramidalis dan ekstrapiramidalis :
1. Sistem Piramidalis :
Pusat sistem motorik terletak di gyrus presentralis (area broadman 4)
ditempat ini terdapat Motor Homonculus, serabut saraf kemudian berjalan
melalui traktus piramidalis ,yang dibentuk oleh neuron sel Batz yang terdapat
pada lapisan kelima gyrus presentralis, berjalan konvergen ke kaudal ke
kapsula interna menempati 2/3 krus posterior. Kemudian berjalan ke
pedunculus oblongata dan medulaspinalis. Pada kornu anterior medula
spinalis sebagian serabut saraf ±85% berjalan ke kontralateral (disebut
traktus kortikospinal lateral), persilangan ini disebut decussatio pyramidalis,
sedangkan serabut yang lain ±15% tidak menyilang berakhir di kornu
anterior homolateral (disebut traktus kortikospinal anterior).
2. Sistem Ekstrapiramidalis
13
Terdiri dari korteks, ganglia basalis, midbrain. Gangllia basalis terdiri dari
globus palidus, putamen, nukleus kaudatus, substansia nigra, nukleus
subthalamikus, nukleus rubra. Putamen dan nukleus kaudatus disebut
striatum.
III. SISTEM SARAF SENSORIS
Sistem saraf sensoris memiliki dua jalur berdasarkan lokasi penerimaan rangsang :
1. Sensibilitas permukaan
Rangsang diterima di reseptor kemudian serabut saraf berjalan ke ganglion
spinale, kemudian melalui radix posterior ke kornu posterior, ditempat ini
berganti neuran kemudian menyilang linea mediana menjadi traktus
spinothalamikus, kemudian ke atas ke thalamus. Pada thalamus serabut saraf
yang berasal dari badan bagian bawah berjalan lebih lateral sedangkan badan
bawah lebih medial, kemudian berganti neuron kembali dan berakhir di gyrus
sentralis posterior.
2. Sensibilitas dalam
Serabut saraf bejalan mulai dari reseptor ke ganglion spinale lalu ke radix
posterior, di sini serabut membagi dua menjadi funicullus gracilis ,untuk
14
daerah sakralis, lumbalis dan thorakalis bawah, dan funiculus cuneatus ,
untuk bagian thorakal atas dan sevikalis. Serabut secara berurutan ini menuju
nukleus goll dan nukleus burdach sebelumnya berganti neuron. Kemudian
bersilang membentuk lemniscuss medialis menuju ke thalamus berganti
neuron dan berakhir di di gyrus sentralis posterior,
I. DEFINISI
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah gangguan
fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal
maupun global, berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian,
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
Stroke hemoragik adalah stroke yang diakibatkan oleh perdarahan arteri otak
didalam jaringan otak (intracerebral hemorrhage) dan/atau perdarahan arteri diantara
lapisan pembungkus otak, piamater dan arachnoidea
II. KLASIFIKASI
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
a. Stroke Iskemik :
Trombosis serebri
Emboli serebri
Hipoperfusi sistemik
b. Stroke Hemoragik
Perdarahan intraserebral
Perdarahan subaraknoid
2. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
c. Stroke in evolution / Progressing Stroke
d. Completed stroke
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebro-basiler
15
III.FAKTOR RESIKO
Faktor risiko stroke terdiri dari :
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a. Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap
penambahan usia tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar
11 – 20 %. Orang yang berusia > 65 tahun memiliki risiko stroke
sebesar 71 %, sedangkat usia 65 – 45 tahun memiliki risiko 25 %, dan
4 % terjadi pada orang berusia < 45 tahun.
b. Jenis Kelamin
Insiden stroke 1.25 kali lebih besar pada laki – laki dibanding
perempuan.
c. Ras / Bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke daripada orang kulit
putih.
d. Hereditas
Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia < 65 tahun,
meningkatkan risiko stroke
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke.
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai
6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar
karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga
memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak
70% dari orang yang terserang stroke mempunyai tekanan darah
tinggi.
b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak
sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya
aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat
sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke. risiko terjadinya
16
stroke pada penderita diabetes mellitus 3,39 kali dibandingkan
dengan yang tidak menderita diabetes mellitus.
c. Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah
fibrilasi atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan
terjadinya penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga
menyumbat pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit
jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca
operasi jantung juga memperbesar risiko stroke. Fibrilasi atrium yang
tidak diobati meningkatkan risiko stroke 4 – 7 kali.
d. Transient Ischemic Attack (TIA)
Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1
kali serangan iskemik sesaat (TIA) seumur hidup mereka. Jika diobati
dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini kemudian akan
mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan
sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan
pertama. Risiko TIA untuk terkena stroke 35-60% dalam waktu lima
tahun.
e. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan
diabetes melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%.
Obesitas dapat meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan
aterosklerosis yang semuanya akan meningkatkan kemungkinan
terkena serangan stroke.
f. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan faktor
risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah
dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang
tinggi terutama Low Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk
plak di dalam pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah
baik di jantung maupun di otak. Kadar kolesterol total > 200 mg/dl
meningkatkan risiko stroke 1,31 - 2,9 kali.
g. Merokok
17
Kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 4
kali. Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di
seluruh tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga
merokok mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran
darah, dan menyebabkan darah mudah menggumpal.
h. Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme
tubuh, sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi
berat badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf
otak dan lain – lain. Konsumsi alkohol berlebihan meningkatkan
risiko terkena stroke 2-3 kali.
i. Stres
Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat
menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko
lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi)
dapat memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena
stroke sebesar 2 kali.
j. Penyalahgunaan Obat
Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis
suntikan akan mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi
dan kerusakan dinding pembuluh darah otak. Di samping itu, zat
narkoba itu sendiri akan mempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga
mudah terserang stroke.
IV. PATOFISIOLOGI DAN GEJALA KLINIS
Patofisiologi terjadinya stroke hemoragik dan gejala klinisnya berupa :
1. Patofisiologi berdasarkan penyebabnya :
18
a. Pendarahan Intraserebral
Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan
intraserebri ditandai oleh adaya perdarahan ke dalam parenkim otak
akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari
pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim
otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler.
Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan
adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi
aneurisma kecil – kecil (mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1
mm disebut aneurismas Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma
ini dapat pecah oleh tekanan darah yang meningkat sehingga
terjadilan perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini mendorong
struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke
dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid yang akan bercampur
dengan cairan serebrospinal dan merangsang meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali
terjadi saat beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan
penurunan kesadaran, kadang-kadang juga disertai kejang. Distribusi
umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua dan lebih sering
dijumpai pada laki-laki. Hipertensi memegang peranan penting
sebagai penyebab lemahnya dinding pembuluh darah dan
pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia lanjut,
penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid
angiopathy. Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma, AVM,
angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi antikoagulan, kokain,
amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak
dijumpai adanya riwayat TIA.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia
basalis, pons, serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia
basalis sering meluas hingga mengenai kapsula interna dan kadang-
kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui
system ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan
intraventrikuler sering berakibat fatal. Perdarahan pada lobus
19
hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas dalam parenkim
otak.
Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan
hidup, adanya darah dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh
fagosit. Jaringan otak yang telah rusak sebagian digantikan pleh
jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan
rongga kecil yang terisi cairan.
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma.
Karakteristiknya berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-
kadang kejang pada saat permulaan. Kesadaran dapat terganggu pada
keadaan awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila
volume darah lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka
timbul gejala defisit neurologik yang cepat menjadi berat dalam
beberapa jam.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian
daging (xanthocrome) pada pungsi lumbal dan adanya perdarahan
(hiperdens) pada CT Scan.
b. Pendarahan Subarachnoid
Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga
subarachnoid. Onsetnya sangat mendadak dan disertai nyeri kepala
hebat, penurunan kesadaran dan muntah. Distribusi umur penderita ini
umumnya terjadi pada usia muda dan lebih banyak pada wanita.
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya
akibat rupture aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya
malformasi arterivenosa, dan terapi antikoagulan. Aneurisma
biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila
aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang subarakhnoid atau
merembes ke dalam parenkim otak yang letaknya berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala
kronik akibat penekanan aneurisma yang besar terhadap organ sekitar,
akibat pecahnya aneurisma mendadak dirasakan sakit kepala hebat,
muntah dan penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang
meningen positif berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan
Kernig’s sign, Perdarahan subhialoid pada funduskopi, CSS gross
20
hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan menunjukkan adanya
darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme
dapat terjadi > 48 jam setelah onset dengan akibat terjadinya infark
otak dan deficit neurologik fokal. Perdarahan ulang kadang-kadang
terjadi dalam beberapa mingu setelah kejadian pertama. Angka
kematian cukup tinggi 30-70% dan tergantung beratnya penyakit pada
saat pertama kali muncul.
Derajat pendarahan subaraknoid berdasarkan Hunt dan Hess :
Derajat 0 : Tidak ada gejala dan aneurisma belum ruptur
Derajat 1 : Sakit kepala ringan
Derajat 2 : Sakit kepala berat dengan tanda rangsang
meningeal dan kemungkinan adanya defisit saraf kranial
Derajat 3 : Kesadaran menurun dengan defisit fokal
neurologi ringan
Derajat 4 : Stupor, hemiparesis sedang sampai berat, awal
deserebrasi
Derajat 5 : Koma dalam, deserebrasi
21
2. Patofisiologi berdasarkan lokasi lesi vaskuler
a. Anterior circulation (sistem karotis)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda
dan gejala disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau
agnosia. Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan
hemisensoris, dan gangguan lapang pandang.
b. Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda
dan gejala disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks (jatuh
tiba-tiba tanpa penurunan kesadaran), vertigo, mual dan muntah,
gangguan saraf otak, ataxia, defisit sistem sensorimotorik
kontralateral (hemiparese alternans). Selain itu dapat juga timbul
hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang
tetapi tidak spesifik untuk stroke yang disebabkan sistem
vertebrobasiler.
V. DIAGNOSIS
Diagnosis stroke hemoragik dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Dari anamnesa didapatkan gejala pada pasien biasanya bervariasi tergantung
dari area otak yang terkena dan seberapa luasnya perdarahan. Stroke hemoragik
biasanya menunjukkan gejala peningkatan tekanan intrakranial dibandingkan
daripada tipe lain dari stroke.
Pokok manifestasi dari stroke ini adalah hemiparese, hemiparestesia, afasia,
disartria, & hemianopsia. Hemiparese yang ringan dapat dirasakan oleh
penderita sebagai gangguan gerakan tangkas. Hemiparestesia hampir selamanya
dikemukakan secara jelas.
a. Pada Insufisiensi karotis biasanya didapatkan keluhan berupa :
Tidak bisa menggerakkan separuh atau sebagian dari anggota
tubuhnya
Rasa kesemutan di sebagian tubuh
Gangguan bicara (afasia) bila lesi pada daerah hemisfer
dominan
Kebutaan (amaurosis fugaks)
22
Kesulitan bicara (disartria)
b. Pada insufisiensi vertebrobasiler dapat ditemukan keluhan berupa:
Penglihatan ganda (diplopia)
Mata sulit untuk membuka (ptosis) akibat parese otot otot
ekstraokular
Pusing seperti berputar (vertigo)
Kesulitan untuk berbicara atau pelo (disartria)
Kesulitan untuk menelan (disfagia)
Kelumpuhan sebelah atau bahkan seluruh badan (hemiparese
atau tetraparese)
Tidak merasakan anggota tubuhnya atau rasa baal
(hemianestesia) baik unilateral maupun bilateral
Klasifikasi stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score (SSS) :
SSS = (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) - (0,1 X
tekanan darah diastole) - (3 x atheroma) - 12
Scoring :
Kesadaran :
Sadar = 0; Mengantuk, stupor = 1; Semikoma, koma = 2
23
Muntah :
Tidak = 0; Ya = 1
Sakit kepala :
Tidak = 0; Ya = 1
Tanda – tanda atheroma :
Tidak ada = 0; Satu atau lebih tanda atheroma = 1 (Diabetes
mellitus, angina, claudicatio intermitten).
Interpretasi hasil score :
> 1 : Stroke hemoragik
< -1 : Stroke non-hemoragik
-1 s/d 1 : Diagnosa tidak pasti, lihat hasil CT scan
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan status generalis pasien, kemudian
status neurologisnya.
Defisit neurologis yang sudah jelas mudah dikenal terutama hemiparesis yang
jelas. Selain itu terdapat pula tanda tanda pengiring hemiparese yang dinamakan
gangguan Upper Motor Neuron (UMN) ialah:
a. Tonus otot pada lesi yang lumpuh meninggi
b. Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh
c. Refleks patologis positif pada sisi yang lumpuh
Mengenal manifestasi stroke yang sangat ringan adalah lebih penting daripada
mengenal hemiparese yang sudah jelas. Manifestasi stroke yang paling ringan
sering berupa gangguan ketangkasan gerak maka dari itu urutan pemeriksaan
susunan motorik sebagai berikut:
a. Pemeriksaan ketangkasan Gerak
b. Penilaian tenaga otot otot
c. Penilaian refleks tendon
d. Penilaian refleks patologis, seperti:
Refleks Babinsky
Refleks Oppenheim
Refleks Gordon
Refleks Schaefer
24
Refleks Gonda
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, hitung jenis,
trombosit, masa perdarahan, masa pembekuan, Laju Endap
Darah (LED)
Fungsi Ginjal (ureum, kreatinin)
Fungsi hati (SGOT/SGPT)
Urine Lengkap
Elektrolit (Na, K, Cl) dan AGD (Analisa Gas Darah)
Asam Urat
Kholesterol, Trigliserid
b. CT scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk
membedakan stroke infark dengan stroke perdarahan.
Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara
umum adalah didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada
stroke perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.
c. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang
otak (sangat sensitif).
d. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem
karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan,
oklusi atau aneurisma pada pembuluh darah.
e. Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial ,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.
f. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI.
Pada stroke PIS didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging atau
berwarna kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS yang gross
hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).
25
VI. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan Umum Stroke Akut
a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi
oksigen < 95 %
Perbaiki jalan nafas, termasuk pemasangan pipa orofaring pada
pasien yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien
yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar
dengan gangguan jalan napas
Intubasi ETT atau LMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia
( pO2 < 60 mmHg atau pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pada
pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi
b. Stabilisasi hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan
hipotonik seperti glukosa)
Optimalisasi tekanan darah
Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi
c. Pemeriksaan awal fisik umum
Tekanan darah
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan neurologi umum awal (derajat kesadaran,
pemeriksaan pupil dan okulomotor, dan keparahan hemiparesis)
d. Pengendalian TIK
Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema
serebral
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan
penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena
peningkatan TIK
Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg
Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan TIK :
o Tinggikan posisi kepala 20° - 30°
o Hindari penekanan vena jugular
26
o Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
o Hindari hipernatremia
o Jaga normovolemia
o Osmoterapi atas indikasi :
Manitol 0.25 – 0.5 gr/KgBB selama > 20 menit,
diulang setiap 4 – 6 jam dengan target ≤ 310
mOsm/L.
Furosemid dengan dosis inisial 1 mg/KgBB IV
bila perlu
o Intubasi untuk menjaga normoventilasi
o Kortikosteroid tidak direkomendasi untuk mengatasi
edema otak dan tingginya TIK pada stroke iskemik
o Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut
akibat stroke iskemik serebelar
o Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik
serebelar yang menimbulkan efek masa, merupakan
tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa
e. Penanganan transformasi hemoragik
f. Pengendalian kejang
Bila kejang, berikan diazepan bolus lambat IV 5 – 20 mg dan
diikuti oleh fenitoin loading dose 15 – 20 mg/Kg bolus dengan
kecepatan maksimum 50 mg/menit
Bila kejang belum teratasi, rawat di ICU
Pada stroke pendarahan intraserebral, obat antikonvulsan
profilaksis dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan,
dan dihentikan bila tidak ada kejang selama pengobatan
g. Pengendalian suhu tubuh
Setiap penderita stroke yang disertau demam harus diberikan
obat antipiretik dan diatas penyebabnya
Beriksan acetaminophen 650 mg bila suhu > 38.5°C atau >
37.5°C
Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan
kultur dan diberikan antibiotik
27
Jika didapatkan meningitis, segera diikuti dengan terapi
antibiotik
h. Pemeriksaan penunjang
EKG
Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal
hemostasis, kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan
elektroklit)
Bila ada kecurigaan pendarahan subaraknoid, lakukan pungsi
lumbal untu pemeriksan CSF
Pemeriksaan radiologi (foto rontgen dada dan CT scan).
2. Penatalaksanaan Hipertensi Pada Stroke Akut
a. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral akut, apabila TDS > 200
mmHg atau MAP > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan secara
kontinyu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit
b. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg disertai dengan
gejala dan tanda peningkatan TIK, lakukan pemantauan TIK.
Tekanan darah dapat diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontinyu atau intermiten dengan
pemantauan tekanan perfusi serebral ≥ 60 mmHg
c. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai
dengan gejala dan tanda peningkatan TIK, tekanan darah diturunkan
secara hati – hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena
kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15
menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg.
d. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral dengan TDS 150 – 220
mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg
cukup aman
e. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan
darah pada penderita stroke pendarahan intraserebral
f. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan beta blocker
(labetalol dan esmolol), calcium channel blocker (nikardipin dan
diltiazem) intravena digunakan dalam upaya diatas.
Hidralazin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena
mengakibatkan peningkatan TIK
28
g. Pada pendarahan subaraknoid aneurismal, tekanan darah harus dipantau
dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk
mencegah risiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta
pendarahan ulang.
Untuk mencegahan pendarahan berulang, tekanan darah diturunkan
hingga TDS 140 – 160 mmHg. Sedangkan TDS 160 – 180 mmHg sering
digunakan sebagai target TDS dalam mencegah risiko terjadinya
vasospasme.
h. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan
hingga lebih rendah dari target diatas pada kondisi tertentu yang
mengancam target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard
akut, edema paru, gagal ginjal akut, dan ensefalopati hipertensif.
Target penurunan tersebut adalah 15 – 25 % pada jam pertama, dan TDS
160/90 mmHg pada 6 jam pertama.
3. Penatalaksanaan Khusus Stroke Akut.
a. Penatalaksanaan pendarahan intraserebral
Pasien dengan defisiensi berat faktor koagulasi atau
trombositopenia berat sebaiknya mendapat terapi pengganti
faktor koagulasi atau trombosit
Apabila terjadi gangguan koagulasi dapat diberikan :
o Vitamin K 10 mg IV
o FFP 2 – 6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi
faktor pembekuan darah
b. Penatalaksanaan pendarahan subaraknoid
Tatalaksana umum :
o Tatalaksana PSA derajat I dan II adalah sebagai berikut :
Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin
Tidah baring total dengan posisi kepala
ditinggikan 30°, beri O2 2 – 3 LPM bila perlu
Hati – hati dalam penggunaan sedatif
Usahakan euvolemia dan monitor ketat sistem
kardiopulmoner dan kelainan neurologi yang ada
o Tatalaksana PSA dereajat III, IV, dan V :
29
Lakukan penatalaksanaan ABC
Perawatan dilakukan di ruang intensif
Lakukan intubasi ETT untuk mencegah aspirasi
dan menjamin jalan napas yang adekuat.
Hindari pemakaian sedatif
Tindakan untuk mencegah pendarahan ulang :
o Kontrol dan monitor tekanan darah
o Bed rest total
o Terapi antifibrinolitik :
Epsilon-aminocaproic acid : loading 4 mg IV,
kemudian diikuti dengan infus kontinu 1 gr/jam
atau asam traneksamat 1 gram IV kemudian
dilanjutkan 1 gr setiap 6 jam sampai aneurisma
tertutup atau biasanya disarankan selama 72 jam.
Terapi umum :
o Berikan laxative untuk melunakkan feses secara reguler
o Analgetik :
Acetaminophen ½ - 1 gr/4 – 6 jam dengan dosis
maksimal 4 gr/4 – 6 jam
o Pasien yang sangat gelisah dapat diberikan :
Haloperidol IM 1 – 10 mg tiap 6 jam
Petidin IM 50 – 100 mg atau morfin SC atau IV 5
– 10 mg/4 – 6 jam
Midazolam 0.06 – 1.1 mg/KgBB/jam
Propofol 1 – 3 mg/KgBB/jam
VII. KOMPLIKASI
1. Komplikasi neurologik :
a. Edema otak (herniasi otak)
Merupakan komplikasi yan penting stok akibat infark maupun karena
perdarahan. Pada kasus infark, edema terjadi secara vasogenik dan
sitoksik, pada intra dan extraseluler.
b. Vasospasme (terutama pada PSA)
30
Spasme sering terjadi pada pembuluh darah arteri yang dikelilingi oleh
sejumlah besar darah subarachnoid. Vasospasme ini timbul sebagai
akibat langsung dari darah atau sebagian produk darah, seperti hematin
atau produk keping darah, pada dinding adventitia dari pembuluh darah
arteri. Gejala vasospasme berupa penurunan kesadaran (misalnya
bingung, disorientasi,”drowsiness”) dan defisit neurologis fokal
tergantung pada daerah yang terkena. Gejala-gejala berfluktuatif dan
dapat menghilang dalam beberapa hari atau secara gradual menjadi lebih
berat.
c. Hidrosefalus
Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah,
merembes ke dalam sistem ventrikel atau membanjiri ruang
subarachnoid bagaian basal, darah tersebut akan memasuki foramen
Luschka dan Magendie. Dimana pasien akan mengalami penurunan
kesadaran hingga pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus akut.
Hidrosefalus sub akut dapat terjadi akibat blokade jalur cairan
serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4 minggu. Keadaan ini
biasanya didahului oleh nyeri kepala, penurunan kesadaran dan
inkontinen.
d. Higroma
Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat
kelainan osmotik.
2. Komplikasi non-neurologik (Akibat proses di otak) :
a. Tekanan darah meninggi
Peninggian tekanan darah pada fase akut merupakan respon fisiologis
terhadap iskemia otak, dan tekanan darah akan turun kembali setelah
fungsi otak membaik kembali.
VIII. PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada jenis stroke dan sindrom klinis stroke.
Kemungkinan hidup setelah menderita stroke bergantung pada lokasi, ukuran,
patologi lesi, ukuran, patologi lesi, serta usia pasien dan penyakit yang
31
menyertai sebelum stroke. Stroke hemoragik memiliki prognosis buruk. Pada
30 hari pertama risiko meninggal 50%, sedangkan pada stroke iskemik hanya
10%.
DAFTAR PUSTAKA
1. Baehr, M dan M. Frotscher. Diagnosis Topik Neurologi Duus. 2010. Jakarta: EGC
2. Bornstein, Nathan M. Stroke Practical Guide for Clinicians. 2009. Basel: Kargel.
3. Gofir, Abdul. Manajemen Stroke, Evidance Based Madacine. 2009. Yogyakarta:
Pustaka Cendekia Press
4. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
bekerja sama dengan Gadjah Mada University Press. Yogyakarta: 2008
5. Kumar, Cotran, Robbins, Buku Ajar Patologi Volume 2. 2007.Jakarta: EGC
32
6. Leon-Carrion, J. 2005. Methods and tools for the assessment of outcome after brain
injury rehabilitation. In : Leon-Carrion J, Von Wild KRH, Zitnay GA. (eds). Brain
Injury treatment theories and practices.pp.331-353. Taylor & Francis. Great Brittain.
7. Mardjono, Mahar dan Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat.
Jakarta: 2004
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2007. Guideline Stroke 2007. Jakarta:
PERDOSSI.
9. Price, Sylvia dan Wilson, Lorraine. Patofisiologi Edisi 4 Buku 2. EGC. Jakarta: 1995
10. Rumantir, U, C; 1986; Pola Penderita Stroke RSHS periode 1984-1985; Lab/UPF
Ilmu Penyakit Saraf UNPAD RSHS, Bandung
11. Victor, M, Ropper, A. Adams and Victor’s Principles Of Neurology 7th Ed. McGraw
Hill. 2001
33