TUBERKULOSIS MILIER

22
TUBERKULOSIS MILIER Diposting oleh Admin Jumat, 18 Juli 2008 Beberapa bulan setelah terbentuknya komplek primer, basil tuberkulosis menyebar ke seluruh tubuh. Penyebaran ini jarang menyebabkan sakit. Pada Tuberkulosis Milier sebagai perkembangan penyakit, terjadi penyebaran hematogen ke seluruh tubuh. Penyebaran ini menyebabkan orang menjadi sakit. Umumnya Tuberkulosis Milier terjadi dalam waktu 1 tahun setelah infeksi primer. Tuberkulosis Milier adalah suatu bentuk Tuberkulosa paru dengan terbentuknya granuloma. Granuloma yang merupakan perkembangan penyakit dengan ukuran kurang lebih sama kelihatan seperti biji ‘milet’ (sejenis gandum), berdiameter 1-2 mm. Tuberkulosis jenis ini bisa terjadi pada semua golongan umur, namun sebagian besar penderita berumur kurang dari 5 tahun. PATOGENESIS Pada anak dan orang dewasa, Tuberkulosis Milier terjadi bila fokus di paru pecah dan masuk ke dalam arteri atau vena sehingga terjadi bakterimia. Kuman penyebab penyakit kronis seperti tuberkulosa ini sering menyebabkan berbagai macam reaksi imunologi, yang akibatnya bisa lebih parah dari pada akibat erosif kuman. Dalam hal tuberkulosis terbentuk granuloma-granuloma yang berbatas tegas oleh sifat kronis penyakit tuberkulosis dan reaksi imunologik penderita. Apabila bakteri pirogen memasuki pembuluh darah, artinya terjadi septisemia. Maka reaksi antara septisemia dan reaksi imunologik ini menentukan apakah nantinya tanda dan gejala penyakit akan menjadi ringan atau berat. Begitu pula dengan prognosisnya baik atau buruk, serta apakah penyebaran basil tuberkulosis terkendali atau tidak. GAMBARAN KLINIS Gejala TBC Milier timbul perlahan-lahan dan sifatnya tidak spesifik. Gejala bisa berupa : febris, letargi, keringat malam, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun. Febris

Transcript of TUBERKULOSIS MILIER

Page 1: TUBERKULOSIS MILIER

TUBERKULOSIS MILIER

Diposting oleh Admin Jumat, 18 Juli 2008

Beberapa bulan setelah terbentuknya komplek primer, basil tuberkulosis menyebar ke seluruh tubuh. Penyebaran ini jarang menyebabkan sakit.Pada Tuberkulosis Milier sebagai perkembangan penyakit, terjadi penyebaran hematogen ke seluruh tubuh. Penyebaran ini menyebabkan orang menjadi sakit. Umumnya Tuberkulosis Milier terjadi dalam waktu 1 tahun setelah infeksi primer.Tuberkulosis Milier adalah suatu bentuk Tuberkulosa paru dengan terbentuknya granuloma. Granuloma yang merupakan perkembangan penyakit dengan ukuran kurang lebih sama kelihatan seperti biji ‘milet’ (sejenis gandum), berdiameter 1-2 mm. Tuberkulosis jenis ini bisa terjadi pada semua golongan umur, namun sebagian besar penderita berumur kurang dari 5 tahun.

PATOGENESIS

Pada anak dan orang dewasa, Tuberkulosis Milier terjadi bila fokus di paru pecah dan masuk ke dalam arteri atau vena sehingga terjadi bakterimia. Kuman penyebab penyakit kronis seperti tuberkulosa ini sering menyebabkan berbagai macam reaksi imunologi, yang akibatnya bisa lebih parah dari pada akibat erosif kuman. Dalam hal tuberkulosis terbentuk granuloma-granuloma yang berbatas tegas oleh sifat kronis penyakit tuberkulosis dan reaksi imunologik penderita.Apabila bakteri pirogen memasuki pembuluh darah, artinya terjadi septisemia. Maka reaksi antara septisemia dan reaksi imunologik ini menentukan apakah nantinya tanda dan gejala penyakit akan menjadi ringan atau berat. Begitu pula dengan prognosisnya baik atau buruk, serta apakah penyebaran basil tuberkulosis terkendali atau tidak.

GAMBARAN KLINIS

Gejala TBC Milier timbul perlahan-lahan dan sifatnya tidak spesifik. Gejala bisa berupa : febris, letargi, keringat malam, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun. Febris yang bersifat turun naik sampai 40 C dan berlangsung lama adalah gejala yang paling sering dijumpai.Di negara berkembang TBC milier harus dicurigai, bila setelah menderita campak, batuk rejan atau infeksi interkuren lainnya, anak sakit-sakitan dan berat badanya menurun. Walaupun terdapat febris, penderita TBC Milier biasanya tidak tampak sakit berat. Batuk biasanya tidak ada atau ringan saja. Sesak nafas dan sianosis mungkin dijumpai pada kasus yang berat.Pada pemeriksaan paru sering tidak didapatkan kelainan. Krepitasi mungkin terdengar bila anak disuruh bernafas dalam. Limpa biasanya membesar, sedang hepar tidak selalu. Pemeriksaan funduskopi mata sering menunjukkan gejala patognomonik pada sebagian besar kasus, yaitu ditemukannya tuberkel koroid. Dan pada sebagian penderita bisa ditemukan tanda-tanda meningitis.

PEMERIKSAAN DARAH

Page 2: TUBERKULOSIS MILIER

Tidak ada perubahan hematologi yang spesifik pada TBC Milier. Laju enap darah tidak informatif. Anemia biasanya ringan, namun pada kasus lama dan berat mungkin dijumpai anemia berat. Sering ditemui lekopeni, kadang-kadang lekositosis dan monositosis. Dalam pemeriksaan sumsum tulang didapatkan tuberkel-tuberkel dan gambaran darah tepi dapat menyerupai leukemia berupa leukositosis dan lekosit-lekosit muda, anemia leukoeritroblastik berupa lekosit muda dan normoblas.Kadang-kadang terdapat gambaran hematologik anemia aplastik berupa pansitopenia.

TES TUBERKULIN (MANTOUX)

Hasil tes tuberkulin biasanya positif kuat. Pada sebagian penderita mungkin positif lemah bahkan negatif. Tetapi bila diulang satu bulan kemudian setelah mendapatkan pengobatan, praktis semua berubah menjadi positif.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Gambaran patologik pada pemeriksaan radiologi tidak selalu dijumpai pada kasus TBC Milier. Oleh karenanya gambaran radiologi normal belum pasti menyingkirkan diagnosa TBC Milier. Gambaran normal radiologi mungkin disebabkan oleh :

- fokus di paru memecah ke cabang vena, yang menyebabkan tidak terjadinya infiltrat di paru.- ukuran infiltrat yang sangat kecil.- atau karena pemeriksaan dilakukan pada fase dini dari penyakit.

Dalam hal demikian sebaiknya pemeriksaan diulang setelah 1-4 minggu.

Gambaran klasik Rongent foto dari TBC Milier adalah gambaran badai salju. Infiltrat-infiltrat yang halus berukuran beberapa mm, tersebar di kedua lapangan pandang paru. Namun perlu diketahui bahwa gambaran badai salju juga bisa ditemukan pada kasus lain seperti : fungosis paru, sarkoidosis, hemosiderosis, dan histositosis X. Gambaran radiologik juga bisa berupa lesi paru yang lebih besar, yaitu berupa infiltrat lober atau linfadenopati hilus.Disamping itu dapat ditemukan pula efusi pleura, penebalan pleura dan kavitasi. Pada anak biasanya didapat gambaran campuran.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK SPESIFIK

Dari uraian di atas terlukis sulitnya menegakkan diagnosa TBC Milier, dan lebih sulit lagi bila anak sudah mendapatkan vaksinasi BCG, karena:- Vaksinasi BCG merubah reaksi imunologi penderita.- Vaksinasi BCG mengurangi nilai diagnosa tes tuberkulin.

Pemeriksaan diagnostik spesifik berupa :

1. Pemeriksaan BTA sputumHanya 75 % kasus TBC Milier positif dalam pemeriksaan BTA sputum.

Page 3: TUBERKULOSIS MILIER

2. Pemeriksaan bilasan lambungKarena sulitnya mendapatkan sputum pada bayi dan anak, maka bisa dilakukan pemeriksaan bilasan lambung. Dalam hal ini ternyata hanya ditemukan 34,8 – 56 % yang positif.

3. Pemeriksaan cairan cerebrospinalTBC Milier sering disertai Meningitis yang kadang-kadang asimtomatik, oleh karenanya perlu dipertimbangkan punksi lumbal untuk memeriksa cairan cerebrospinal.Gambaran yang didapat adalah : pleiositosis, kadar glukosa rendah dan atau kadar protein yang tinggi. Hasil biakan positif hanya didapat pada 18,2 % kasus.

4. Pemeriksaan biopsiAngka positif tergantung dari jaringan yang didapat. Hanya 60 % kasus positif dari pemeriksaan kelenjar limfa dengan granuloma yang mengeju dan yang tidak mengeju.

DIAGNOSA

Diagnosa ditegakkan bila memenuhi kriteri minimal :1. Anamnesa : ada riwayat kontak dengan penderita TBC dewasa dan aktif.2. Mantoux test positif.3. Ditemukan TBC extra paru.

PENGOBATAN

Mengacu kepada ketentuan WHO, pengobatan TBC Milier pada prinsipnya sama dengan pengobatan TBC pada umumnya, yaitu perpaduan dari beberapa jenis antituberkulosa baik yang bakteriostatik maupun bakterisid, yaitu :

1. Isoniasid (H)Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pengobatan. Dosis harian : 5 mg/kg BB, dosis intermiten 3 x / minggu : 10 mg/kg BB.

2. Rifampisin (R)Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang tidak bisa dibunuh oleh Isoniasid. Dosis harian dan dosis intermiten sama, yaitu : 10 mg/kg BB.

3. Pirasinamid (Z)Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada di dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian : 25 mg/kg BB, dosis intermiten 35 mg/kg BB.

4. Streptomisin (S)Bersifat bakterisid, dosis harian dan intermiten sama, yaitu : 15 mg/kg BB.

5. Etambutol (E)Bersifat bakteriostatik, dosis harian : 15 mg/kg BB, dosis intermiten : 30 mg/kg BB.

Pengobatan dibagi dalam 2 tahap yaitu :

1. Tahap Intensif :

Page 4: TUBERKULOSIS MILIER

Pada tahap ini kombinasi obat diberikan setiap hari selama 60 - 90 hari minum obat.

2. Tahap Lanjutan:Jenis obat yang diberikan pada tahap ini lebih sedikit, tetapi dengan jangka waktu yang lebih lama, yaitu selama 4 - 5 bulan dengan 54 - 66 hari minum obat (3x/minggu)

Paduan Obat yang ada di Indonesia adalah :

1. Katagori I

- Tahap Intensif , 60 hari minum obat setiap hari dengan perpaduan obat sbb : Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E).- Tahap lanjutan, 54 hari minum obat selama 4 bulan (3x/minggu), dengan paduan sbb: Isoniasid (H) dan Rifampisin (R).

Obat ini diberikan untuk :a. Penderita baru TBC Paru BTA positifb. Penderita TBC Paru BTA negatif, Rontgen positif sakit berat.c. Penderita TBC ekstra paru berat.

2. Katagori II

- Tahap Intensif, selama 90 hari, terdiri dari :• 60 hari dengan paduan obat : Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E) serta suntikan Streptomisin (S)• 30 hari dengan paduan seperti di atas minus suntikan Streptomisin (S).- Tahap Lanjutan, selama 66 hari minum obat dalam 5 bulan (3x/minggu), dengan paduan : Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Etambutol (E).

Obat ini diberikan untuk :a. Penderita kambuh (relaps).b. Penderita gagal dengan pengobatan sebelumnya (failure).c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)

3. Katagori III

- Tahap Intensif, 60 hari minum obat setiap hari dengan perpaduan obat sbb : Isoniazid (H), Rifampisin (R), dan Pirasinamid (Z) - Tahap Lanjutan, 54 hari minum obat dalam 4 bulan (3x/minggu) dengan perpaduan obat sbb : Isoniazid (H) dan Rifampisin (R).

Obat ini diberikan untuk :a. Penderita baru TBC Paru BTA negatif, rontgen positif sakit ringan.b. Penderita TBC ekstra paru ringan.

4. Obat Sisipan

Obat ini diberikan kepada penderita yang mendapat pengobatan Katagori I atau Katagori II, dimana pada akhir pengobatan fase intensif hasil pemeriksaan BTA masih positif.Obat fase sisipan diberikan setiap hari selama 30 hari dengan perpaduan obat : Isoniasid (H),

Page 5: TUBERKULOSIS MILIER

Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E).TBC Milier bersama dengan :

- TBC dengan Meningitis,- TBC Pleuritis Eksudatif,- TBC Parikarditis Konstriktif,

direkomendasikan untuk mendapat pengobatan dengan :

1. Katagori I dan2. Kortikosteroid, dengan dosis 30-40 mg/kg BB per hari, kemudian diturunkan secara bertahap sampai 5-10 mg/kg BB, dan lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.

PROGNOSA

Prognosa kesembuhan TBC Milier, setelah ditemukannya obat anti TBC mengalami perbaikan yang signifikan, kecuali bila ada komplikasi meningitis, serta keterlambatan dan tidak teratur dalam berobat.

DAFTAR RUJUKAN

1. Bottiger LE, Nordenstam, I.E Wester, P.O. : Disseminated Tuberculosis as a Cause of Obscure Origin. Lancet, 1 : 19, 1962.2. Chapman, C.B. and Whorton, C.M. : Acute Generalized Milliary Tuberculosis Adult. A Clinicopathological Study Based on Sixty Three Cases Diagnosed at Autopsy. New Engl.J.Med, 235 : 239, 1946.3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke 8, 2002.4. Gelb,a.F. Leffler, C. Brewin, A. Mascatello, V. and Lyons, H.A. : Consumption Coagulopathi in Milliary Tuberculosis. Ann. Intern.Med. 71 : 775, 1969.5. Munt, P.W. : Milliary Tuberculosis in the Chemotherapy Era : With a Clinical Review in 69 American Adult. Medicine, 51 : 139, 1972.

Gambaran Klinis Tuberkulosis Milier pada Bayi

Page 6: TUBERKULOSIS MILIER

Bambang Supriyatno Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta ABSTRAK Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah di dunia termasuk negara berkem-bang seperti Indonesia. Pada anak, selain tatalaksana TB masih kurang diperhatikan, diagnosis TB pada anak pun masih sulit ditegakkan apalagi pada bayi kurang dari 1 tahun, sehingga under/over diagnosis dan under/over treatment sering terjadi(1). Berbagai upaya diagnosis telah banyak dilakukan baik pemeriksan serologi maupun kultur untuk mencari M. tuberculosis. Namun pemeriksaan penunjang tersebut belum mampu menentukan apakah seorang anak sakit TB atau hanya terinfeksi M. tuber-culosis tanpa sakit. Para ahli sepakat bahwa anamnesis dan pemeriksaan klinis masih merupakan cara diagnosis TB pada anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran klinis pasien TB berat khususnya TB milier pada bayi kurang dari 1 tahun. Penelitian bersifat retrospektif dengan menelusuri catatan medik pasien yang dirawat dengan TB milier sejak Januari 2000-Desember 2001. Diagnosis TB milier ditentukan oleh supervisor Pulmnologi Anak FKUI RSCM berdasarkan gambaran klinis dan radiologis. Didapatkan 19 pasien TB milier dengan perbandingan lelaki dan perempuan adalah 1:1. Kebanyakan berusia 6 bulan. Keluhan terutama adalah demam, berat badan turun atau tetap, dan anoreksi masing-masing 89,5%; 89,5%; dan 84,2%. Pembesaran kelenjar, hati, dan limpa, masing-masing didapatkan pada 73,7%; 57,9%; dan 47,7%. Uji tuberkulin positif didapatkan pada 52,6%, peningkatan laju endap darah dan anemia didapatkan pada 63,2% dan 57,9% pasien. Penelitian ini mendapatkan bahwa gejala klinis yang paling menonjol pada TB milier bayi di bawah 1 tahun adalah demam, berat badan tidak naik atau turun, serta anoreksia. Sedangkan pembesaran kelenjar getah bening, hati, maupun limpa cukup banyak dijumpai. Sebagian besar pasien TB milier uji tuberkulinnya positif. Dengan mengetahui gambaran klinis dan pemeriksan penunjang sederhana, diagnosis TB milier pada bayi di bawah 1 tahun dapat ditentukan. Kata kunci: gambaran klinis, TB milier, bayi PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah di dunia termasuk negara berkembang seperti Indonesia. Pada anak, selain tatalaksana TB masih kurang diperhatikan, diagnosis TB masih sulit ditegakkan apalagi pada bayi kurang dari 1 tahun, sehingga under/over diagnosis dan under/over treatment sering terjadi.1 Berbagai upaya telah dilakukan untuk menentukan diagnosis TB pada anak seperti uji serologis, kultur M. tuber-culosis dan lain-lain, namun masih belum mampu memastikan diagnosis secara sederhana, murah, cepat dan akurat.2,3Cermin Dunia Kedokteran No. 137, 2002 26

Page 7: TUBERKULOSIS MILIER
Page 8: TUBERKULOSIS MILIER

TB dapat menyerang semua lapisan, jenis kelamin dan usia. Bila TB terjadi pada masa bayi, diagnosis sering terlambat karena keterlambatan bayi dibawa ke petugas kesehatan dalam hal ini dokter. Tidak jarang bayi dibawa sudah dalam keadaan berat seperti TB milier atau meningitis. Sebenarnya bila TB di-ketahui lebih awal, kemungkinan menjadi berat dapat dicegah.4Di bawah ini akan diuraikan beberapa gambaran klinis dan laboratorium TB milier pada bayi. METODOLOGI Populasi penelitian adalah semua pasien rawat inap di Bagian Anak FKUI, periode Januari 2000 - Desember 2001 yang didiagnosis TB milier berdasarkan gambaran klinis dan Rontgen dada. Diagnosis TB milier ditegakkan oleh Supervisor Pulmonologi Anak setelah memeriksa gambaran klinis dan radiologis pasien. Pasien tersebut diikuti perjalanan klinisnya dan dicatat di formulir yang disediakan. Pencatatan meliputi identitas, gejala klinis, pemeriksaan fisis, laboratoris, dan outcome. Data dianalisis dan disajikan dalam bentuk narasi dan tabel. HASIL PENELITIAN Selama periode tersebut, terdapat 19 pasien dengan diag-nosis TB milier, lelaki 11 pasien dan perempuan 8 pasien, dengan rentang usia 2,5-11 bulan, terbanyak berusia 1-6 bulan (tabel 1). Tabel 1. Karakteristik pasien berdasarkan umur dan jenis kelamin Jenis kelamin Umur (bulan) Laki-laki Perempuan Total <1 0 0 0 1-6 8 6 14 >6-12 3 2 5 Total 11 8 19

Keluhan demam, berat badan turun atau tetap, dan batuk menempati urutan teratas masing-masing 17/19 (89,5%), di-ikuti oleh anoreksia (16/19; 84,2%); 5/19 pasien menderita kejang (tabel 2). Tabel 2. Gejala klinis Gejala Jumlah Persentase Demam 17 89,5 BB tetap/turun 17 89,5 Anoreksia 16 84,2 Batuk 14 73,7 Sesak 9 47,4 Keringat malam 8 42,1 Kejang 5 26,3 Riwayat kontak TB 10

Page 9: TUBERKULOSIS MILIER

52,6 Pembesaran kelenjar 14 73,7 Hepatomegali 11 57,9 Splenomegali 9 47,4 BCG Scar 11 57,9 Keterangan: Pasien dapat mempuyai gejala >1

Hepatosplenomegali ditemukan pada kira-kira 50% pasien, sedangkan pembesaran kelenjar getah bening ditemukan pada 14/19(73,7%) pasien. Adanya riwayat kontak TB dijumpai pada 10/19(52,6%) pasien, 3 kasus dengan kontak pasti (BTA positif) dan sisanya baru diduga. BCG scar (parut BCG) di-temukan pada 11/19 pasien. Pada tabel 3 terlihat bahwa gizi buruk dijumpai pada 8/19 pasien sedangkan gizi kurang dijumpai pada 9/19 pasien. Tabel 3. Berdasarkan status gizi Status gizi Jumlah Persentase Gizi buruk 8 42,1 Gizi kurang 9 47,4 Gizi baik 2 10,5 Total 19 100

Anemia terdapat pada 11/19 pasien dan peningkatan LED (laju endap darah) terjadi pada 12/19 pasien. (tabel 4). Tabel 4. Berdasarkan uji laboratorium Pemeriksaan Jumlah Persentase Anemia 11 57,9 LED meningkat 12 63,2 Limfositosis 5 26,3

Uji tuberkulin (Mantoux) positif didapatkan 10/19 pasien, 7 di antaranya dengan indurasi >15 mm, 6 pasien negatif; 3 pasien belum sempat dinilai karena meninggal sebelum uji tuberkulin dibaca. Tabel 4. Berdasarkan uji Mantoux Ukuran (mm) Jumlah Persentase <10 6 31,6 10-15 3 15,8 15-20 7 36,8 >20 0 0 Keterangan: 3 pasien tidak sempat dibaca

DISKUSI TB masih merupakan masalah di Indonesia. TB dapat me-nyerang semua usia termasuk bayi (di bawah 1 tahun). Peneliti-an ini menemukan peningkatan kasus TB milier dibanding tahun sebelumnya yaitu sekitar 12 pasien dalam 3 tahun ter-akhir. Peningkatan ini dapat terjadi mungkin karena terjadinya krisis moneter yang mengakibatkan kurangnya perhatian orang tua terhadap gizi anaknya. Terlihat di tabel 3 bahwa 42,1% pasien termasuk gizi buruk, padahal status gizi sangat menentu-kan beratnya penyakit TB yang diderita

Page 10: TUBERKULOSIS MILIER

5. Tidak tampak perbedaan jenis kelamin di kalangan pen-derita;terutama berusia 1-6 bulan. Hal ini sesuai dengan Lincoln,6yang mendapatkan bahwa jika terjadi perburukan, akan terlihat dalam waktu 6 bulan pertama setelah infeksi. Mungkin saja infeksi terjadi segera setelah lahir karena eratnya kontak yang ada; kontak TB dijumpai pada 10/19 kasus, 3 kasus terbukti penderita TB, sedangkan lainnya diduga yaitu diobati TB oleh dokter dan terdapat hemoptoe tetapi tidak dapat menunjukkan hasil BTA. Tidak tertutup kemungkinan kontak TB yang lain sebenarnya positif, tetapi disangkal oleh keluarga. Cermin Dunia Kedokteran No. 137, 2002 27

Page 11: TUBERKULOSIS MILIER
Page 12: TUBERKULOSIS MILIER

TB pada Anak :

The Great ImmitatorRACIKAN UTAMA - Edisi Mei 2007 (Vol.6 No.10)

 Gejala TB pada anak sangat bervariasi dan tidak saja melibatkan organ pernafasan melainkan banyak organ tubuh lain seperti kulit (skrofuloderma), tulang, otak, mata, usus, dan organ lain. Jangan sampai salah diagnosis atau overdiagnosis!  

Siapa yang tidak kenal dengan tuberkulosis (TB)? Penyakit ini kian populer setelah dalam beberapa waktu belakangan ini muncul di layar kaca dengan slogan baru yang disandangnya, “TB: Bukan Batuk Biasa”. Beberapa awam mungkin lebih mengenalnya dengan sebutan penyakit flek paru.

Tak disangka, TB ternyata adalah penyakit usang yang sudah ditemukan sejak jaman Mesir kuno. Meski usang, tapi penyakit ini masih belum bisa juga dibasmi di muka bumi. Sampai-sampai, TB pun memiliki hari peringatan sedunia yang jatuh setiap tanggal 24 Maret. Dengan adanya hari peringatan itu, tentu diharapkan dunia aware terhadap penyakit ini.  Misdiagnosis atau Overdiagnosis                TB bukanlah penyakit yang hanya dapat diderita orang dewasa. Anak-anak pun terancam. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan terdapat lebih dari 250.000 anak menderita TB dan 100.000 di antaranya meninggal dunia.                Di sinilah masalah mulai muncul. Insiden yang terus merangkak tidak disertai dengan kemudahan menegakkan diagnosis sedini mungkin. Demikian papar Prof Dr dr Cissy B Kartasasmita SpA(K) dalam The 2007 National Symposium Update on Tuberculosis and Respiratory Disorders, Bandung, 23-25 Maret 2006 lalu.

Pada orang dewasa, diagnosis pasti ditegakkan apabila menemukan kuman M. tuberculosis dalam sputum/dahak. Akan tetapi, anak-anak sangat sulit bila diminta untuk mengeluarkan dahak. Bila pun ada, jumlah dahak yang dikeluarkan tidak cukup. Jumlah dahak yang cukup untuk dilakukan pemeriksaan basil tahan asam adalah sebesar 3-5 ml, dengan konsistensi kental dan purulen.                Masalah kedua adalah jumlah kuman M. tuberculosis dalam sekret bronkus anak lebih sedikit daripada orang dewasa. Hal itu dikarenakan lokasi primer TB pada anak terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian perifer. BTA positif baru dapat dilihat bila minimal jumlah kuman 5000/ml dahak.                 Selain itu, gejala klinis TB pada anak tidak khas. Hal-hal tersebutlah yang sering membuat kita misdiagnosis atau overdiagnosis! Batuk Kronik Jarang Terjadi                Gejala klinis TB tergantung faktor pejamu (usia, status imun, kerentanan) dan faktor agen (jumlah, virulensi). Gejala TB pada anak yang umum terjadi adalah demam yang

Page 13: TUBERKULOSIS MILIER

tidak tinggi (subfebris), berkisar 38 derajad Celcius, biasanya timbul sore hari, 2-3 kali seminggu. Gejala lain adalah penurunan nafsu makan, dan gangguan tumbuh kembang. Batuk kronik yang merupakan gejala tersering pada TB paru dewasa, tidak terlalu mencolok pada anak. Mengapa? Sebab lesi primer TB paru pada anak umumnya terdapat di daerah parenkim yang tidak mempunyai reseptor batuk. Kalaupun terjadi, berarti limfadenitis regional sudah menekan bronkus dimana terdapat reseptor batuk. Batuk kronik pada anak lebih sering dikarenakan oleh asma.                Gejala-gejala yang tersebut di atas dikategorikan sebagai gejala nonspesifik. Perlu dicatat bahwa gejala nonspesifik dapat juga ditemukan pada kasus infeksi lain. Maka dari itu, keberadaan infeksi lain perlu dipikirkan agar anak tidak overtreated. Selanjutnya, gejala spesifik tergantung dari organ yang terkena seperti kulit (skrofuloderma), tulang, otak, mata, usus, dan organ lain.                 Oleh karena gejala TB pada anak sangat bervariasi dan tidak saja melibatkan organ pernafasan melainkan banyak organ tubuh lain, maka ada yang menyebut TB sebagai the great immitator. Diagnosis                Cissy menjelaskan bahwa diagnosis TB pada anak ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala klinis, uji tuberkulin serta pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan radiologi.

Uji tuberkulin (tes Mantoux) menjadi alat diagnostik utama pada kasus TB anak. Sebanyak 0,1 ml tuberkulin jenis PPD-RT 23 2 TU atau PPD-S 5 TU disuntikan intrakutan di bagian volar lengan bawah. Setelah 48-72 jam, daerah suntikan dibaca dan dilaporkan diameter indurasi yang terjadi dalam satuan milimeter. Perlu diperhatikan bahwa diameter yang diukur adalah diameter indurasi bukan diameter eritema! Untuk meminimalkan kesalahan pengukuran, lakukan palpasi secara halus pada daerah indurasi, lalu tentukan tepinya.                Hasil uji tuberkulin dapat dipengaruhi oleh status BCG anak. Pengaruh BCG terhadap reaksi positif tuberkulin paling lama berlangsung hingga 5 tahun setelah penyuntikan. Jadi, ketika membaca uji tuberkulin pada anak di atas 5 tahun, status BCG dapat dihiraukan.

Uji tuberkulin dinyatakan positif apabila diameter indurasi  ≥5 mm pada anak dengan faktor risiko seperti menderita HIV dan malnutrisi berat; dan ≥10 mm pada anak lain tanpa memandang status BCG. Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-15 mm masih mungkin disebabkan oleh BCG selain oleh infeksi TB. Bila indurasi ≥15 mm lebih mungkin karena infeksi TB daripada BCG.

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah hitung sel darah, laju endap darah, urinalisis, enzim hati dalam serum (SGOT/SGPT). Asam urat sebaiknya diperiksa apabila akan diberikan pirazinamid dan penglihatan harus diperiksa bila diberikan ethambutol. Pungsi lumbal sebaiknya dilakukan pada TB milier atau bila ada tanda-tanda kecurigaan TB milier atau meningitis TB.

Foto rontgen harus diambil dari 2 sisi yaitu postero-anterior dan lateral. Gambaran yang umum terlihat adalah pembesaran kelenjar hilus atau paratrakea. Dapat juga ditemukan kolaps atau konsolidasi dengan hiperinflasi lokal yang terjadi akibat obstruksi bronkus parsial. Diagnosis banding pembesaran kelenjar hilus/paratrakea pada anak adalah infeksi Mycoplasma, atau keganasan (limfoma sel T dan neuroblastoma). Hasil foto rontgen sebaiknya diinterpretasikan oleh radiolog yang kompeten dan berpengalaman, tegas Prof Cissy. Pada beberapa kasus, interpretasi foto rontgen sulit dilakukan sehingga CT-Scan mungkin diperlukan.

Page 14: TUBERKULOSIS MILIER

UKK Respirologi IDAI 2007 menyusun sistim skoring yang dapat digunakan sebagai uji tapis bila sarana memadai. Bila skor ≥6, beri OAT selama 2 bulan, lalu evaluasi. Bila respon positif maka terapi diteruskan, tetapi bila tidak ada respon, rujuk ke rumah sakit untuk ditinjau lebih lanjut. Rujukan ke rumah sakit dilakukan sesegera mungkin bila ditemukan tanda-tanda bahaya seperti gambaran milier pada foto rontgen, gibbus, skrofuloderma, dan terdapat tanda infeksi sistim saraf pusat (kejang, kaku kuduk, kesadaran menurun), serta kegawatan lain. [Tabel 1]

WHO membuat kriteria anak yang diduga (suspected) menderita TB, bila:1.       sakit, dengan riwayat kontak dengan seseorang yang diduga atau dikonfirmasi menderita

TB paru;2.       tidak kembali sehat setelah sakit campak atau batuk rejan (whooping cough);3.       mengalami penurunan berat badan, batuk, dan demam yang tidak berespon dengan

antibiotik saluran nafas;4.       terdapat pembesaran abdomen, teraba massa keras tak terasa sakit, dan ascites;5.       terdapat pembesaran kelenjar getah bening superfisial, tidak terasa sakit, dan berbatas

tegas;6.       mengalami gejala-gejala yang mengarah ke meningitis atau penyakit sistim saraf pusat.

    

Tabel 1. Sistim Skoring Diagnosis TB Anak  0 1 2 3Kontak Uji tuberkulin Berat badan Demam Batuk Pembesaran kelenjar Tulang Rontgen dada

- Negatif - - <3 minggu - - Normal

Positif TB, BTA (-)   Penurunan berat badan + ≥3 minggu ≥1 cm, tidak nyeri Bengkak

    Malnutrisi berat         Suggestive TB

BTA (+) Positif

  Kemoprofilaksis                Seorang anak dapat terinfeksi kuman TB tetapi belum tentu bermanifestasi menjadi sakit TB. Apabila daya tahan tubuh anak menurun atau virulensi kuman TB yang menginfeksi ganas maka anak yang semula ‘hanya’ terinfeksi menjadi sakit TB.                Ada 2 macam kemoprofilaksis TB pada anak. [Tabel 2] Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi tuberkulosis pada anak, dengan memberikan isoniazid 5-10 mg/kgBB/hari, dosis tunggal. Kemoprofilaksis primer dihentikan bila sumber kontak tidak menular lagi dan anak ternyata tetap tidak infeksi – dibuktikan dengan uji

Page 15: TUBERKULOSIS MILIER

tuberkulin ulang. Kalau ternyata hasil uji tuberkulin positif maka harus dievaluasi lebih lanjut.                Kemoprofilaksis sekunder bertujuan mencegah aktifnya infeksi sehingga anak tidak sakit – yang ditandai dengan uji tuberkulin positif tetapi gejala klinis dan radiologis normal. Yang diberikan adalah isoniazid 10 mg/kgBB/hari selama 6-12 bulan. Kelompok anak terinfeksi TB yang berisiko tinggi menderita TB adalah:

1.       usia <5 tahun2.       menderita penyakit infeksi (morbili, varisela)3.       mendapat obat imunosupresif jangka panjang (sitostatik, steroid, dll)4.       usia pubertas5.       infeksi paru TB, konversi uji tuberkuiln dalam kurang dari 12 bulan.

 Tabel 2. Klasifikasi Kelas TB pada AnakKelas Kontak Infeksi Sakit Tatalaksana0123

-+++

--++

---+

-Profilaksis 1Profilaksis 2Terapi TB

 OAT                Prinsip penatalaksaan TB anak adalah lebih cepat mengobati daripada terlambat agar komplikasi tidak terjadi. Bila dianamnesis dan diperiksa, anak kemungkinan besar menderita TB maka beri OAT selama 2 bulan. Lalu, observasi apakah terdapat perbaikan klinis. Bila ya, lanjutkan OAT lagi (total 6-12 bulan); tetapi bila tidak, mungkin bukan TB atau TB resisten terhadap OAT.                Lama pengobatan TB berkisar 6-12 bulan yang dibagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Pada fase intensif, OAT yang diberikan adalah rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid selama 2 bulan pertama. Sedangkan fase lanjutan hanya diberikan rifampisin dan isoniazid selama sisa waktu pengobatan. Waktu yang diperlukan untuk mengobati TB boleh dibilang lama, dengan tujuan mencegah terjadinya resistensi obat, membunuh kuman intraselular dan ekstraselular, serta mengurangi kemungkinan terjadinya relaps. [Tabel 3 & 4]                Respon anak terhadap OAT (farmakokinetik) berbeda dengan dewasa. Toleransi anak terhadap dosis OAT per kilogram berat badan lebih tinggi. Efek samping hepatitis akibat isoniazid dan rifampisin lebih banyak ditemukan pada anak. Maka dari itu, dianjurkan untuk memeriksa rutin uji faal hati sebelum pengobatan, setelah 2 minggu dan 1 bulan pengobatan.                Dosis OAT pada anak harus mengacu pada dosis per kilogram berat badan. Karena OAT yang tersedia di pasaran berbentuk tablet untuk orang dewasa, maka saat diberikan kepada anak, tablet itu harus digerus menjadi puyer. Tak hanya itu, isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid tidak boleh dicampur menjadi satu puyer sebab dapat mengganggu bioavailabilitas rifampisin.                Berbicara mengenai minum OAT, tidak hanya sekedar minum tetapi juga patuh. Kepatuhan minum OAT meliputi benar obat (right drugs), benar dosis (right doses), dan benar waktu pemberian (right intervals) – tertuang dalam program Direct Observed Therapy (DOT) – menjadi bagian yang sangat krusial. Orang tua atau pengasuh anak dapat dijadikan pengawas minum obat yang bertugas mengawasi anak agar tidak lupa minum OAT. Dilaporkan pada tahun 1999, sekitar 82,9% anak menjalankan program DOT, dan 94,8% diantaranya menunaikannya sampai tuntas. DOT juga berhasil mengurangi risiko terjadinya TB resisten terhadap OAT.

Page 16: TUBERKULOSIS MILIER

 Tabel 3. Dosis Obat Antituberkulosis Lini PertamaObat Dosis Harian

(mg/kgBB/hari)Dosis Max(mg/hari)

Efek Samping

Isoniazid Rifampisin**   Pirazinamid Etambutol   Streptomisin

5-15* 10-20   15-30 15-20   15-40

300 600   2000 1250   1000

Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis, trombositopenia, peningkatan enzim hati, cairan tubuh berwarna orange kemerahan Toksisitas hepar, artralgia, gastrointestinal Neuritis optik, ketajaman mata berkurang, buta warna merah hijau, hipersensitivitas, gastrointestinal Ototoksik, nefrotoksik

* Bila INH dikombinasi dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu bioavailabitias rifampisin

 Tabel 4. Dosis OAT Kombinasi pada TB anakBerat Badan (kg)

2 BulanRHZ (75/50/150 mg)

4 BulanRH (75/50 mg)

5-910-1920-32

1 tablet2 tablet4 tablet

1 tablet2 tablet4 tablet

Catatan:·          Bila BB ≥33 kg dosis disesuaikan dengan Tabel 2 (perhatikan dosis maksimal)·          Bila BB <5 kg sebaiknya dirujuk ke RS·          Obat harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah) Pencegahan                Cara terbaik mencegah terjadinya TB anak adalah dengan menemukan, mendiagnosa, dan mengobati TB dewasa secara tuntas. Gagasan itu muncul karena pada umumnya anak terinfeksi TB setelah terpapar dari orang dewasa dengan sputum positif kuman TB. Ketika seorang anak sudah menderita TB aktif maka seluruh anggota keluarga dan orang lain yang kontak dekat dengan anak tersebut harus diperiksa untuk mencari sumber penularan lalu diobati. Dengan demikian, rantai penularan dapat terputus sedini mungkin.                Cara lain adalah imunisasi BCG. Meskipun masih terdapat kontroversi mengenai keefektifitasannya, BCG dapat mengurangi risiko terjadinya komplikasi TB seperti milier, meningitis, dan spondilitis. Melakukan imunisasi BCG ulangan tidak direkomendasikan karena tidak memberikan efek protektif tambahan.

Page 17: TUBERKULOSIS MILIER

                Masalah TB pada anak memang masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat di dunia karena anak yang menderita TB tidak mudah menularkan ke orang sekitarnya. Padahal bukan penularan yang menjadi masalah, melainkan diagnosis yang sulit. Masihkah kita memicingkan mata terhadap situasi tersebut? (Felix)