Tuberkulosis Paru

15
Tuberkulosis Paru 1. Definisi Tuberkulosis  Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil  Mycobacterium tuberculosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga  juga dikenal sebagai BTA (basil tahan asam). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Penyakit ini biasanya mengenai paru, tetapi mungkin menyerang semua organ atau jaringan di tubuh. Biasanya bagian tengah granuloma tuberkular mengalami nekrosis perkijuan. (Brooks, 2005). 2. Etiologi Penyebab terjadinya penyakit tuberkulosis adalah basil tuberkulosis yang termasuk dalam genus  Mycobacterium, suatu anggota dari famili  Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo  Actinomycetalis.  Mycobacterium tuberculosa menyebabkan sejumlah penyakit  berat pada manusia dan penyebab terjadinya infe ksi tersering. (Brooks, 2005) . Kuman ini bersifat obligat aerob dan pertumbuhannya lambat. Dibutuhkan waktu 18  jam untuk mengganda dan pertumbuhan pada media kultur biasa dapat dilihat dalam waktu 6- 8 minggu. Suhu optimal untuk tumbuh pada 37 0 C dan pada pH 6,4-7,0. Kuman tuberkulosis  jika terkena cahaya matahari akan mati dalam waktu 2 jam, selain itukuman tersebut akan mati oleh yodium tinctur selama 5 menit dan juga oleh etanol 80% dalam waktu 2 sampai 10 menit serta oleh fenol 5% dalam waktu 24 jam. Kuman akan mati pada suhu 60 0 C selama 15- 20 menit. Pengurangan oksigen dapat menurunkan metabolisme kuman (Irma, 2007). 3. Penularan dan Penyebaran Cara penularan penyakit tuberkulosis paru biasanya melalui udara yang tercemar dengan bakteri  Mycobacterium tuberculosa yang dilepaskan pada saat penderita TB batuk dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita tuberkulosis dewasa. Partikel kecil di udara yang berisi kuman tuberkulosis ini disebut ³ droplet´. Droplet nukleus yang berisi ukuran 1-5 m dapat sampai ke alveoli. Droplet nukleus kecil yang berisi basil tunggal lebih berbahaya daripada sejumlah besar basil didalam partikel yang besar sebab  partikel besar akan cenderung menumpuk di jalan nafas daripada sampai ke alveoli sehingga akan dikeluarkan paru oleh sistem mukosilier (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).  Batuk merupakan mekanisme yang efektif untuk menghasilkan droplet nukleus. Satu kali batuk yang cepat dan kuat akan menghasilkan partikel infeksius yang sama banyaknya dengan berbicara keras selama 5 menit (Mual, 2009). Penyebaran melalui udara juga dapat

Transcript of Tuberkulosis Paru

Page 1: Tuberkulosis Paru

5/6/2018 Tuberkulosis Paru - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tuberkulosis-paru-559ab9c2f032e 1/15

 

Tuberkulosis Paru

1.  Definisi Tuberkulosis 

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil

 Mycobacterium tuberculosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga

 juga dikenal sebagai BTA (basil tahan asam). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert

Koch pada tahun 1882. Penyakit ini biasanya mengenai paru, tetapi mungkin menyerang

semua organ atau jaringan di tubuh. Biasanya bagian tengah granuloma tuberkular 

mengalami nekrosis perkijuan. (Brooks, 2005).

2.  Etiologi

Penyebab terjadinya penyakit tuberkulosis adalah basil tuberkulosis yang termasuk 

dalam genus  Mycobacterium, suatu anggota dari famili  Mycobacteriaceae dan termasuk 

dalam ordo  Actinomycetalis.  Mycobacterium tuberculosa menyebabkan sejumlah penyakit

 berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi tersering. (Brooks, 2005).

Kuman ini bersifat obligat aerob dan pertumbuhannya lambat. Dibutuhkan waktu 18

 jam untuk mengganda dan pertumbuhan pada media kultur biasa dapat dilihat dalam waktu 6-

8 minggu. Suhu optimal untuk tumbuh pada 370C dan pada pH 6,4-7,0. Kuman tuberkulosis

  jika terkena cahaya matahari akan mati dalam waktu 2 jam, selain itukuman tersebut akan

mati oleh yodium tinctur selama 5 menit dan juga oleh etanol 80% dalam waktu 2 sampai 10

menit serta oleh fenol 5% dalam waktu 24 jam. Kuman akan mati pada suhu 600C selama 15-

20 menit. Pengurangan oksigen dapat menurunkan metabolisme kuman (Irma, 2007).

3.  Penularan dan Penyebaran

Cara penularan penyakit tuberkulosis paru biasanya melalui udara yang tercemar 

dengan bakteri  Mycobacterium tuberculosa yang dilepaskan pada saat penderita TB batuk 

dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita tuberkulosis dewasa.

Partikel kecil di udara yang berisi kuman tuberkulosis ini disebut ³droplet´. Droplet nukleus

yang berisi ukuran 1-5 m dapat sampai ke alveoli. Droplet nukleus kecil yang berisi basil

tunggal lebih berbahaya daripada sejumlah besar basil didalam partikel yang besar sebab

 partikel besar akan cenderung menumpuk di jalan nafas daripada sampai ke alveoli sehingga

akan dikeluarkan paru oleh sistem mukosilier (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006). 

Batuk merupakan mekanisme yang efektif untuk menghasilkan droplet nukleus. Satu

kali batuk yang cepat dan kuat akan menghasilkan partikel infeksius yang sama banyaknya

dengan berbicara keras selama 5 menit (Mual, 2009). Penyebaran melalui udara juga dapat

Page 2: Tuberkulosis Paru

5/6/2018 Tuberkulosis Paru - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tuberkulosis-paru-559ab9c2f032e 2/15

 

disebabkan oleh manuver ekspirasi yang kuat seperti bersin, berteriak, bernyanyi. Satu kali

 bersin dapat menghasilkan 20.000-40.000 droplet, tapi kebanyakan merupakan partikel besar 

sehingga tidak infeksius (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan

dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, sikap dan

  perilaku yang belum benar, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat,

meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi

dari infeksi HIV. Menurut Aditama (2002), disamping hal-hal tersebut daya tahan tubuh yang

lemah, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting.

4.  Patogenesis TB Paru

Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh cell mediated immune response.

Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) merupakan

immunoresponse cell. Inhalasi partikel besar yang berisi lebih dari tiga basil tuberkulosis

tidak akan sampai ke alveoli. Partikel akan melekat di dinding bronkus dan akan dikeluarkan

oleh sistem mukosiliari, tetapi inhalasi partikel kecil yang berisi 1-3 basil dapat sampai ke

alveoli (Mual, 2009).

Mikobakterium tuberkulosis yang masuk ke alveoli akan diikuti oleh vasodilatasi dan

masuknya leukosit polimorfonuklear dan makrofag yang berfungsi untuk memakan dan

membunuh basil tersebut. Setelah  strain virulen mikobakteri masuk ke dalam endosom

makrofag, organisme mampu menghambat respon mikrobisida normal dengan memanipulasi

  pH endosom dan menghentikan pematangan endosom. Hasil akhir dari ³manipulasi

endosom´ ini adalah gangguan pembentukan fagolisosom efektif sehingga mikobakteri

  berproliferasi tanpa terhambat. Oleh karena itu, fase terdini pada tuberkulosis primer (<3

minggu) pada orang yang belum tersensitisasi ditandai dengan proliferasi basil tanpa

hambatan di dalam makrofag alveolus dan rongga udara, sehingga terjadi bakteremia dan

  penyemaian di banyak tempat. Meskipun terjadi bakteremia, sebagian besar pasien pada

tahap ini asimptomatik atau mengalami gejala mirip flu. Makrofag yang mengadakan

infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel

epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari

(Kumar, 2007).

  Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti

keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan

  jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas, menimbulkan

Page 3: Tuberkulosis Paru

5/6/2018 Tuberkulosis Paru - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tuberkulosis-paru-559ab9c2f032e 3/15

 

respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang

akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru

dinamakan  f  okus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi

  primer dinamakan kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat

dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiologi rutin (Fishman,

2002).

Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, di mana bahan

cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan

dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat akan

terulang kembali di bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring,

telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan

dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat

menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus

rongga. Bahan perkijuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran

 penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijuan, dan lesi berkapsul yang tidak 

terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk 

lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif (Crofton, 2002).

Infeksi primer kadang-kadang berlanjut terus dan perubahan patologisnya bersamaan

seperti TB post primer. TB post primer umumnya terlihat pada paru bagian atas terutama

 pada segmen posterior lobus atas atau pada bagian apeks lobus bawah. Terjadinya TB post

  primer dapat terjadi oleh karena perkembangan langsung dari TB primer, reaktivasi TB

 primer, maupun reinfeksi dari luar (exogenous in f  ection). Penyakit dapat menyebar melalui

getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan

mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada

 berbagai organ lain (Price, 2005).

5.  Diagnosis TB Paru

Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis (gejala klinis dan

 pemeriksaan fisik), pemeriksaan bakteriologik, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya

(Budiart, 2001).

5.1. Pemeriksaan Klinis

Gejala klinis tuberkulosis dibagi menjadi 2 bagian :

a.  Gejala respiratorik :

Page 4: Tuberkulosis Paru

5/6/2018 Tuberkulosis Paru - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tuberkulosis-paru-559ab9c2f032e 4/15

 

  Batuk : merupakan gejala yang paling dini dan paling sering dikeluhkan.

Batuk timbul oleh karena bronkus sudah terlibat. Batuk-batuk yang

 berlangsung � 3 minggu harus dipikirkan adanya tuberkulosis paru.

  Batuk darah : darah yang dikeluarkan dapat berupa garis-garis, bercak,

atau bahkan dalam jumlah banyak. Batuk darah dapat juga terjadi pada

 bronkiektasis dan tumor paru.

  Sesak napas : dijumpai jika proses penyakit sudah lanjut dan terdapat

kerusakan paru yang cukup luas.

   Nyeri dada : timbul apabila parenkim paru subpleura sudah terlibat.

 b.  Gejala sistemik :

  Demam : merupakan gejala yang paling sering dijumpai, biasanya timbul

 pada sore dan malam hari.

  Gejala sistemik lain seperti keringat malam, anoreksia, malaise, berat

 badan menurun serta nafsu makan menurun.

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

Pemeriksaan fisik atau jasmani sangat tergantung pada luas lesi dan kelainan

struktural paru yang terinfeksi. Pada permulaan penyakit sulit didapatkan kelainan pada

 pemeriksaan jasmani. Suara atau bising napas abnormal dapat berupa suara bronkial, amforik,

ronki basah, suara napas melemah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

5.2. Pemeriksaan Bakteriologi

Diagnosis yang paling baik adalah dengan cara mengisolasi kuman. Untuk 

membedakan spesies mikobakterium satu dari yang lain harus dilihat sifat-sifat koloni, waktu

  pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media dan perbedaan kepekaan terhadap OAT.

Bahan pemeriksaan bakteriologi dapat berasal dari sputum, cairan pleura, liquor 

cerebrospinal,   bilasan bronkus, bronchoalveolar lavage, urine, jaringan biopsi. Pada

 pemeriksaan bakteriologi yang menggunakan sputum cara pengambilannya terdiri dari 3 kali

yaitu sewaktu (pada saat kunjungan), pagi (keesokan harinya), sewaktu (pada saat

menghantarkan dahak pagi). Pewarnaan yang umum dipakai adalah pewarnaan Ziehl Nielsen

dan Kinyoun Gabbet (Aditama, 2002). 

WHO (2002) merekomendasikan pembacaan dengan skala IUATLD ( International 

Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :

Page 5: Tuberkulosis Paru

5/6/2018 Tuberkulosis Paru - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tuberkulosis-paru-559ab9c2f032e 5/15

 

a.  Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut negatif.

 b.  Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapangan pandang, ditulis jumlah kuman yang

ditemukan.

c.  Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut + (1+).

d.  Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapangan pandang, disebut ++ (2+).

e.  Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapangan pandang, disebut +++ (3+).

5.3. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pada foto

toraks TB memberikan gambaran yang multi f  orm. Dapat dicurigai sebagai lesi TB aktif bila

ditemukan bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan

segmen superior lobus bawah. Kavitas terutama bila lebih dari satu, bayangan bercak milier 

ataupun efusi pleura unilateral. Sedangkan lesi yang inaktif bila adanya fibrosis, kalsifikasi,

fibrotoraks atau penebalan pleura (Soeroso, 2007).

 American Thoracic Society membagi luasnya proses TB pada foto toraks terdiri dari

3 bagian :

a.  Lesi Minimal

Bila proses TB mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan luas tidak 

melebihi volume paru yang terletak diatas chondrosternal junction dari iga kedua

dan prossesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V

dan tidak dijumpai kavitas.

 b.  Lesi Sedang

Bila proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar dengan

densitas sedang, tetapi luas tidak boleh lebih luas dari satu paru, atau jumlah dari

seluruh proses TB tadi memiliki densitas yang lebih padat, lebih tebal, tetapi tidak 

  boleh melebihi sepertiga dari satu paru dan proses ini dapat disertai atau tidak 

disertai kavitas. Bila disertai kavitas, tidak boleh melebihi 4 cm.

c.  Lesi Luas

Kelainan lebih luas dari lesi sedang.

(Rasad, 2000).

5.4. Pemeriksaan Khusus Lain

Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mendeteksi kuman

TB seperti :

Page 6: Tuberkulosis Paru

5/6/2018 Tuberkulosis Paru - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tuberkulosis-paru-559ab9c2f032e 6/15

 

a.  BACTEC : dengan metode radiometrik, dimana CO2 yang dihasilkan dari

metabolisme asam lemak  M.tuberculosis dideteksi growth indexnya.

 b.   P olymerase Chain reaction (PCR) dengan cara mendeteksi DNA dari

 M.tuberculosis, hanya saja masalah teknik dalam pemeriksaan ini adalah

kemungkinan kontaminasi.

c.  Pemeriksaan serologi seperti ELISA, ICT, Mycodot, Uji peroksidase anti

 peroksidase.

d.  Uji Tuberkulin, dengan prevalensi yang tinggi uji ini kurang bermakna apalagi

 pada orang dewasa.

(Hopewell, 2005).

6.  Tatalaksana TB Paru

Pengobatan tuberkulosis paru saat ini seharusnya tidak merupakan persoalan lagi.

Mengapa? Karena penyebab penyakit ini sudah diketahui dengan pasti, sarana penunjang

diagnostiknya ada, obat yang ampuh ada, dokternya sudah berlebihan sampai banyak yang

tidak mendapat penempatan. Tetapi, kenyataan membuktikan bahwa pengobatan

tuberkulosis tidak semudah yang diperkirakan. Banyak faktor yang harus diperhatikan yang

sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan. Lamanya waktu pengobatan, kepatuhan serta

keteraturan penderita berobat, daya tahan tubuh penderita dan yang tak kalah pentingnya

adalah faktor sosial ekonomi penderita. Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan

  pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan

mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Depkes RI, 2007).

Tabel 2.1 Jenis Obat Anti Tuberkulosis

2.1.6.1. Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

Page 7: Tuberkulosis Paru

5/6/2018 Tuberkulosis Paru - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tuberkulosis-paru-559ab9c2f032e 7/15

 

�  OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah

cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT

tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih

menguntungkan dan sangat dianjurkan.

� Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung

(DOT = Directly Observed Treatment ) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

� Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

a.  Tahap awal (intensif)

- Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu

diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

- Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya

 pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

- Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)

dalam 2 bulan.

  b. Tahap Lanjutan

- Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam

 jangka waktu yang lebih lama

- Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman  persistent  sehingga

mencegah terjadinya kekambuhan.

(Depkes RI, 2007).

6.1 Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis

di Indonesia:

- Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

- Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE).

- Kategori Anak: 2HRZ/4HR 

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat

kombinasi dosis tetap, sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT

kombipak. Tablet OAT kombinasi dosis tetap ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat

dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas

dalam satu paket untuk satu pasien (Depkes, 2007 dan WHO, 2002).

Page 8: Tuberkulosis Paru

5/6/2018 Tuberkulosis Paru - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tuberkulosis-paru-559ab9c2f032e 8/15

 

Paket Kombipak terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu

Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program

untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan OAT ini

disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan

menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai.

6.2 Paduan OAT dan Peruntukannya

1. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

  Pasien baru TB paru BTA positif.

  Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif.

  Pasien TB ekstra paru.

Tabel 2.2 Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1 (Depkes, 2008)

2. Kategori-2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:

  Pasien kambuh.

  Pasien gagal.

  Pasien dengan pengobatan setelah de f  ault (terputus).

Tabel 2.3 Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 2 (Depkes, 2008; WHO, 2002)

Page 9: Tuberkulosis Paru

5/6/2018 Tuberkulosis Paru - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tuberkulosis-paru-559ab9c2f032e 9/15

 

Catatan:

Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin

adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram

yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250

mg).

3. OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1

yang diberikan selama sebulan (28 hari).

Tabel 2.4 Paket Sisipan KDT (Depkes, 2008)

6.3 Pengawasan Menelan Obat (PMO)

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan

  pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO

(Depkes, 2007 dan WHO, 2002).

a. Persyaratan PMO

� Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan

maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.

� Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.

� Bersedia membantu pasien dengan sukarela.

� Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.

 b. Siapa yang bisa jadi PMO

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat,

  pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan

yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI,

PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

c. Tugas seorang PMO

� Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.

� Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.

� Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.

Page 10: Tuberkulosis Paru

5/6/2018 Tuberkulosis Paru - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tuberkulosis-paru-559ab9c2f032e 10/15

 

� Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-

gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan

Kesehatan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien

mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.

d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan

keluarganya:

o  TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan.

o  TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.

o  Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya.

o  Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).

o  Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.

o  Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta

 pertolongan ke UPK.

6.4 Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB

Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak 

dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen

tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan

ulang dahak tersebut dinyatakan positif. (Depkes, 2007).

Page 11: Tuberkulosis Paru

5/6/2018 Tuberkulosis Paru - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tuberkulosis-paru-559ab9c2f032e 11/15

 

TIPE

PASIEN

TB

URAIAN

HASIL

BTA

TINDAK LANJUT

Pasien baru

BTA positif 

dengan

 pengobatan

kategori 1

Akhir tahap

Intensif 

  Negatif Tahap lanjutan dimulai.

Positif 

Dilanjutkan dengan OAT sisipan selama 1 bulan. Jika setelah

sisipan masih tetap positif, tahap lanjutan

tetap diberikan.

Sebulan sebelum

Akhir 

Pengobatan atau

Akhir 

Pengobatan (AP)

 Negatif 

keduanya

Sembuh.

Positif Gagal, ganti dengan OAT Kategori 2 mulai dari awal.

Pasien baru

BTA (-) &

(+) dengan

 pengobatan

kategori 1

Akhir intensif 

 Negatif Berikan pengobatan tahap lanjutan sampai selesai, kemudian

 pasien dinyatakan Pengobatan Lengkap.

Positif Ganti dengan Kategori 2 mulai dari awal.

Penderita

 baru BTA

 positif 

dengan

 pengobatan

ulang

kategori 2

Akhir Intensif 

 Negatif 

Teruskan pengobatan dengan tahap

lanjutan.

Positif 

Beri Sisipan 1 bulan. Jika setelah

sisipan masih tetap positif, teruskan

 pengobatan tahap lanjutan. Jika ada

fasilitas, rujuk untuk uji kepekaan

obat

Sebulan

sebelum Akhir 

Pengobatan

atau

Akhir 

Pengobatan

(AP)

 Negatif 

keduanyaSembuh.

Positif 

Belum ada pengobatan, disebut

kasus kronik, jika mungkin, rujuk 

kepada unit pelayanan spesialistik.

Tabel 2.5 Tindak Lanjut Hasil Ulang Pemeriksaan dahak (Depkes,2007) 

Page 12: Tuberkulosis Paru

5/6/2018 Tuberkulosis Paru - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tuberkulosis-paru-559ab9c2f032e 12/15

 

Sembuh

Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang

dahak ( f  ollow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up

sebelumnya.

Pengobatan Lengkap

Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak 

memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.

Meninggal

Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.

Pindah

Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil

 pengobatannya tidak diketahui.

Default (Putus berobat)

Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa

 pengobatannya selesai. Pasien ini sebelumnya telah berobat minimal selama 1 bulan,

dan kemudian tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih.

Gagal

Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif 

 pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

6.4.1  Tatalaksana penderita yang berobat tidak teratur

Seorang penderita kadang-kadang berhenti minum obat sebelum masa pengobatan

selesai, hal ini terjadi karena penderita belum memahami bahwa obat harus ditelan

seluruhnya dalam waktu yang telah ditetapkan. Petugas kesehatan harus mengusahkan agar 

  penderita yang putus berobat tersebut kembali ke UPK. Pengobatan yang diberikan

tergantung pada tipe penderita, lamanya pengobatan sebelumnya, lamanya putus berobat, dan

 bagaimana hasil pemeriksaan dahak sewaktu dia kembali berobat. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel berikut.

Page 13: Tuberkulosis Paru

5/6/2018 Tuberkulosis Paru - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tuberkulosis-paru-559ab9c2f032e 13/15

 

Tabel 2.6 Pengobatan penderita TB paru baru BTA positif yang berobat tidak teratur 

(Depkes, 2007).

Tindakan pada pasien yang putus berobat kurang dari 1 bulan:

y  Lacak pasien

y  Diskusikan dengan pasien untuk mencari penyebab berobat tidak teratur 

y Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesaiTindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan: 

Tindakan-1 Tindakan-2

y  Lacak pasien

y  Diskusikan dan

cari masalah

y  Periksa 3 kali

dahak (SPS)

dan lanjutkan pengobatan

sementara

menunggu

hasilnya

Bila hasil BTA

negatif atau Tb

extra paru

Lanjutkan pengobatan sampai seluruh

dosis selesa

Bila satu atau lebih

hasil BTA positif 

Lama pengobatan

sebelumnya kurang

dari 5 bulan *)

Lanjutkan

 pengobatan sampai

seluruh dosis

selesai

Lama pengobatan

sebelumnya lebih

dari 5 bulan

y  Kategori-1:mulai kategori-2

y  Kategori-2:rujuk, mungkin

kasus kronis

Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih 2 bulan (Default) 

y  Periksa 3 kali

dahak SPS

y  Diskusikan dan

cari masalah

y  Hentikan

 pengobatansambil

menunggu hasil

 pemeriksaan

dahak.

Bila hasil BTA

negatif atau Tb

extra paru:

Pengobatan dihentikan, pasien diobservasi

 bila gejalanya semakin parah perlu

dilakukan pemeriksaan kembali (SPS dan

atau biakan)

Bila satu atau lebih

hasil BTA positif 

Kategori-1 Mulai kategori-2

Kategori-2 Rujuk, mungkin

kasus kronik.

Keterangan :

*) Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan dan lama pengobatan

sebelumnya kurang dari 5 bulan: lanjutkan pengobatan dulu sampai seluruh dosis selesai dan

1 bulan sebelum akhir pengobatan harus diperiksa dahak .

Page 14: Tuberkulosis Paru

5/6/2018 Tuberkulosis Paru - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tuberkulosis-paru-559ab9c2f032e 14/15

 

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T.Y., 2002.  P engobatan Tuberkulosis : Diagnosis, Terapi dan Masalahnya.

Jakarta: FKUI.

Brooks, F.G.,et al ., 2005. Mikobakteria.  In: Mudihardi, E.H., ed.  Mikrobiologi Kedokteran.

Jakarta: Penerbit Salemba Medika, 453-465.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007.  P edoman Nasional   P enanggulangan

Tuberkulosis Edisi 2. Jakarta : Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan (P2PL).

, 2008.  P edoman Nasional 

 P enanggulangan Tuberkulosis Edisi 2. Jakarta : Direktorat Jenderal Pemberantasan

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL).

Fishman, J.A., 2002. Mycobacterial Infections.  In: Elias, J.A., ed.   Fishman¶s Manual o f   

 P ulmonary Diseases and Disorders. Philadelphia : McGraw Hill, 763-799.

Hopewell, P.C., 2005. Tuberculosis and Other Mycobacterial Diseaases.  In : Mason, R.J.,

Broaddus, C., Murray, Nadel, J.A., eds. Textbook o f  Respiratory Medicine. Philadelphia :

Elsivier, 979-1002.

Irma, T., 2007.   Konversi Sputum BTA pada Fase Intensi f   TB  P aru Kategori Antara

 Kombinasi Dosis Tetap. Medan: FK USU.

Kumar, V., et al ., 2007. Paru dan Saluran Napas Atas.  In: Hartanto, H., ed.   Buku Ajar 

 P atologi. Jakarta: EGC, 544-551.

Mual, B.E., 2009.  P eranan Foto Dada dalam Mendiagnosis Tuberkulosis  P aru Tersangka

dengan BTA Negati f  di  P uskesmas Kodya Medan. Medan: FK USU.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2002. Tuberkulosis :  P edoman Diagnosis dan

 P enatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan (P2PL).

, 2006. Tuberkulosis :  P edoman Diagnosis dan

 P enatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan (P2PL).

Rasad, S., 2000. Tuberkulosis Paru.  In: Ekayuda, I., ed.  Radiologi Diagnostik. Jakarta: FK 

UI, 126-139.

Soeroso, L., 2007. Mutiara  P aru Buku Atlas Radiologi dan Ilustrasi Kasus. Jakarta: EGC.

Page 15: Tuberkulosis Paru

5/6/2018 Tuberkulosis Paru - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tuberkulosis-paru-559ab9c2f032e 15/15

 

World Health Organization, 2002. Operational Guide  f  or National Tuberculosis Control 

 P rogrammes on The Introduction and Use o f  Fixed Dose Combination Drugs. Geneva :

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

, 2003. Global Tuberculosis Control: Country  P ro f  ile Indonesia.

Available from : http://www.who.int/gpt/publication/index.htm. (Accessed 12 March

2011).

, 2006. Indonesian Strategic  P lan To Stop TB 2006-2010. Jakarta

: Depkes RI..