TIPUS Fraktur Plateu Dan Trauma Vaskular(1)

31
FRAKTUR TIBIA PLATEU EPIDEMIOLOGI Predisposisi fraktur tibia plateu sebesar 1% dari keseluruhan fraktur dan 8% dari keseluruhan fraktur yang biasa terjadi pada usia tua. Trauma yang terbatas pada bagian lateral plateu mencapai 55% hingga 70% dari fraktur tibia plateu, dibandingkan dengan fraktur yang terjadi di medial hanya sebesar 10% hingga 25%, sedangkan 10% hingga 30% fraktur tibia adalaha bikondilar. 1% hingga 3% dari fraktur ini merupakan fraktur terbuka. ANATOMI Tibia merupakan tulan penumpu berat badan yang besar di kaki, kurang lebih sebesar 85% bertumpu kepadanya. Tibial plateu tersusun atas permukaan sendi lateral dan medial, yang terdiri dari meniskus kartilago. Plateu medial lebih besar dan cekung pada bagian axis sagital dan koronal. Plateu lateral lebih tinggi dan cembung pada bagian sagital dan koronal. Plateu tibia normal mempunyai bagian lembah sebesar 10 derajat. Dua plateu dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh ligamen interkondilar, dimana tidak mempunyai artikulasi dan merupakan perlekatan dari ligamentum cruciatum tibia.Terdapat tiga penonjolan tulang sepanjang 2 hingga 3 cm di bagian distal dari tibia plateu. DI bagian anterior, tuberkel tibia yang merupakan insersi dari ligamen patela. Di medial, terdapat pes anserinus yang merupakan dari ligamen medial. Di bagian lateral, terdapat tuberkulum Gerdy yang merupakan insersi dari iliotibial.

description

fraktur tipus

Transcript of TIPUS Fraktur Plateu Dan Trauma Vaskular(1)

Page 1: TIPUS Fraktur Plateu Dan Trauma Vaskular(1)

FRAKTUR TIBIA PLATEU

EPIDEMIOLOGI

Predisposisi fraktur tibia plateu sebesar 1% dari keseluruhan fraktur dan 8% dari

keseluruhan fraktur yang biasa terjadi pada usia tua. Trauma yang terbatas pada bagian lateral

plateu mencapai 55% hingga 70% dari fraktur tibia plateu, dibandingkan dengan fraktur yang

terjadi di medial hanya sebesar 10% hingga 25%, sedangkan 10% hingga 30% fraktur tibia

adalaha bikondilar. 1% hingga 3% dari fraktur ini merupakan fraktur terbuka.

ANATOMI

Tibia merupakan tulan penumpu berat badan yang besar di kaki, kurang lebih sebesar

85% bertumpu kepadanya. Tibial plateu tersusun atas permukaan sendi lateral dan medial,

yang terdiri dari meniskus kartilago. Plateu medial lebih besar dan cekung pada bagian axis

sagital dan koronal. Plateu lateral lebih tinggi dan cembung pada bagian sagital dan koronal.

Plateu tibia normal mempunyai bagian lembah sebesar 10 derajat. Dua plateu

dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh ligamen interkondilar, dimana tidak mempunyai

artikulasi dan merupakan perlekatan dari ligamentum cruciatum tibia.Terdapat tiga

penonjolan tulang sepanjang 2 hingga 3 cm di bagian distal dari tibia plateu. DI bagian

anterior, tuberkel tibia yang merupakan insersi dari ligamen patela. Di medial, terdapat pes

anserinus yang merupakan dari ligamen medial. Di bagian lateral, terdapat tuberkulum

Gerdy yang merupakan insersi dari iliotibial.

Permukaan sendi medial dan kondilus medial lebih kuat dibandingkan bagian

lateralnya. Sebagai hasilnya, fraktur di bagian lateral plateu lebih sering terjadi. Fraktur

medial plateu berhubungan dengan trauma karena energi yang tinggi dan sebagian besar

berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak seperti rusaknya ligamentum kolateral yang

komplek. Lesi pada nervus peroneal dan kerusakan pada pembuluh popliteal.

MEKANISME TRAUMA

Fraktur pada tibial plateu terjadi oleh karena benturan dari medial maupun lateral yang

disertai dengan fraktur axial. Kecelakaan karena mengendarai sepeda motor merupakan

kejadian penyebab terbesar terjadinya fraktur tersebut pada anak muda , tetapi pada orang tua

osteopenik tulang dapat terjadi hanya karena jatuh.

Page 2: TIPUS Fraktur Plateu Dan Trauma Vaskular(1)

Arah dan besarnya hantaman, umur pasien, dan kualitas tulang sertabesranya fleksi

lutut pada saat terjadinya benturan akan mempengarhui ukuran, lokasi, dan perpindahan

fragmen fraktur. Dewasa muda dengan tulang yang kuat dan kaku akan lebih banyak

memgalami fraktur yang berhubungan dengan kerusakan ligamen. Dewasa tua dengan

penurunan kekuatan tulang dan tekanan dari kekakuan akan mengalami sedikit kerusakan

ligamen.

EVALUASI KLINIS

Pemeriksaan neurovaskular merupakan hal yang penting, khususnya trauma dengan

energi yang tinggi. Cabang arteri poplitea keluar diantara hiatus aduktor proksimal dan soleus

komplek distal. Nervus peroneal berjalan di bagian lateral dan mengelilingi bagian leher

fibula.

Hemarthosis seringkali terjadi pada bengkak yang nyata, nyeri pada lutut di mana

pasien tidak dapat menopang berat badan. Aspirasi lutut dapat mengetahui adanya lemak

pada sumsum tulang. Trauma langsung biasanya terlihat jelas saat pemeriksaan pada jaringan

lunak di atasnya, dan fraktu terbuka harus dikesampingkan. Pemberian salin pada

intraartikular sebanyak 50 hingga 70 ml terus menerus penting untuk mengetahui adanya

laserasi yang mungkin.

Kompartemen sindrom harus dikesampingkan, sebagian dengan trauma dengan energi

tinggi. Penilaian dari kerusakan ligamen merupakan hal yang penting.

MEKANISME TRAUMA

Kerusakan pada meniskus terjadi pada lebih dari 50% kasus fraktur tibia plateu. Fraktur

ligamen yang berhubungan dengan ligamen cruciatum atau kolateral terjadi hingga lebih dari

30% fraktur tibia plateu. Dewasa muda yang mempunyai tulan subkondral yang kuat akan

tahan terhadap tekanan, tetapi beresiko tinggi mengalami ruptur ligamentum cruciatum atau

kolateral.

Fraktur yang mengenai bagian medial tibia berhubungan dengan meningkatnya insiden

dari lesi neurovaskular poplitea atau nervus peroneal akibat mekanisme energi yang tinggi,

hal tersebut menunjukkan beberapa diantaranya berupa dislokasi lutut yang secara spontan

berkuarang.

Page 3: TIPUS Fraktur Plateu Dan Trauma Vaskular(1)

Cedera pada nervus peroneus disebabkan karena adanya tarikan (neuropraksia), yang

biasanya akan menghilang beberapa waktu kemudian. Cedera pada arteri umunya

menunjukkan tarikan yang akan menyebabkan kerusakan seperti trombosis, dan jarang

menunjukan adanya kerusakan sekunder seperti laserasi ataupun avulsi.

EVALUASI RADIOLOGI

Pada proyeksi anteroposterior dan lateral dengan gambaran 40 derajat internal ( lateral

plateu) dan eksternal rotasi (medial plateu), poyeksi oblik seharusnya dilarang. Avuulsi dari

head fibula, tanda Sign ( avulsi kapsul lateral) dan lesi Pellegrini –Steata ( kalsifikasi

sepanjang insersi dari ligamentum kolateral medial merupakan keseluruhan tanda yang

berhubungan dengan kerusakan ligamen.

Foto dengan traksi membantu pada trauma karena energi tinggi dengan imapkasi yang

berat dan fragmentasi metadiafisis untuk menggambarkan pola fraktur yang lebih baik dan

untuk menentukan keberhasilan dari ligamentotaxis untuk mengurangi fraktur. Foto dengan

tekanan, lebih baik digunakan pada pasien dibawah pengaruh zat sedatif atau anastesi dengan

intensifikasi gambaran fluoroskopik, yang kadang-kadang berguna untuk mendeteksi ruptur

ligamentum kolateral.

CT dengan rekonstruksi dua atau tiga dimensi berguna untuk mendeteksi derajat

fragmentasi atau depresi dari permukaan sendi sebaik untuk rencana perioperasi. MRI

berguna untuk mengevaluasi kerusakan dari meniskus, ligamentum cruciatum dan kolateral,

dan kapsul dari jaringan lunak.

Arteriografi seharusnya dilakukan jika curiga terjadi cedera vaskular.

KLASIFIKASI

Menurut Schatzker

Tipe I (a) : Plateu lateral, fraktur terbagi

Tipe II (b) : Plateu lateral, fraktur tekanan terbagi

Tipe III (c) : Plateu lateral, fraktur tekanan

Tipe IV (d) : Fraktur plateu medial

Tipe V (e) : Fraktur plateu bikondilar

Page 4: TIPUS Fraktur Plateu Dan Trauma Vaskular(1)

Tipe VI (f) : Fraktur plateu dengan pemisahan dari metafisi dari diafisis

Gambar :

Tipe I hingga III dikarenakan trauma karena energi yang rendah

Tipe IV hingga VI dikarenakan trauma karena energi yang tinggi

Tipe I biasanya terjadi pada anak muda dan berhubungan dengan trauma pada ligamnetum

kolateral medial

Tipe III biasanya terjadi pada orang yang lebuh tua

PENGOBATAN

a. Non Operatif

Diindikasikan untuk fraktur nondisplace atau displace minimal dan pasien

osteoporosis yang progresif

Direkomendasikan latihan beban yang terlindungi dan rangkaian gerakan lutut dalam

penjepit berengsel untuk fraktur (hinged collar brace)

Page 5: TIPUS Fraktur Plateu Dan Trauma Vaskular(1)

Diindikasikan latihan quadriceps isometric dan latihan ROM passive meningkat

menjadi ROM aktif dibantu dan akhirnya ROM aktif

Diperbolehkan Latihan beban parsial (30 sampai 50 lb) selama 8 sampai 12 minggu

yang meningkat menjadi latihan beban penuh

b. Operatif

1) Indikasi Bedah:

Depresi persendian berkisar < 2mm sampai 1 cm

Ketidakstabilan > 10⁰ mendekati lutut yang ekstensi dibandingkan sisi

kontralateral.

Fraktur split lebih tidak stabil dibandingkan fraktur depresi murni dimana tepinya

masih utuh

Fraktur terbuka yang seharusnya dirawat secara bedah

Sindrom kompartemen

Terkait trauma vascular

2) Prinsip Penatalaksanaan secara operatif

Rekonstruksi permukaan sendi, diikuti pembangunan kembali kelurusan dari tibia

adalah tujuannya

Pengobatan meliputi menopang segmen sendi yang dielevasikan dengan bone graft

atau subtitusi bone graft.

Fiksasi fraktur dapat menggunakan plat dan skrup, skrup sendiri atau fiksasi

eksternal

Pilihan implant berkaitan dengan pola fraktur, derajat pergeseran dan kecakapan

ahli bedah

Rekonstruksi jaringan lunak yang adekuat termasuk preservative dan atau

memperbaiki meniscus beserta ligamentum intraartikuler dan ekstraartikuler.

3) Mencakup fiksasi eksternal melalui lutut dapat digunaka sebagai pengukuran

temporal pada pasien dengan trauma energy tinggi. Fiksator eksternal digunakan

untuk tetap menjaga panjang dari jaringan lunak dan menyediakan beberapa derajat

reduksi fraktur sebelum pembedahan definitive

4) Arthroscopy dapat digunakan untuk mengevaluasi permukaan sendi, meniscus, dan

ligament cruciatum. Juga dapat digunakan sebagai evakuasi hemarthrosis dan

partikulat debris, untuk prosedural meniscus. Perannya dalam evaluasi kelainan

bantalan sendi dan manfaatnya dalam manajemen komplikasi fraktur dibatasi

Page 6: TIPUS Fraktur Plateu Dan Trauma Vaskular(1)

5) Avulsi ligamentum cruciatum anterior dengan fragmen tulang yang besar sebaiknya

direparasi. Jika fragmen minimal, atau robekan dalam substansi intraligamentum,

rekonstruksi harus ditunda.

6) Pembedahan dalam trauma tertutup sebaiknya tetap dilanjutkan setelah penilaian dari

karakter fraktur. Penundaan dapat menyebabkan pembengkakan pada sisinya dan

local pada kondisi kulit untuk diperbaiki.

7) Fraktur Schatzsker tipe I sampai IV dapat diperbaiki dengan sekrup perkutaneus, atau

plat yang ditempatkan di periartikuler. Jika reduksi tertutup yang memuaskan

(penurunan persendian <-1mm ) tidak didapatkan dengan teknik tertutup, maka

reduksi terbuka dan fiksasi internal diindikasikan

8) Meniscus tidak boleh dipotong untuk mempermudah eksposure

9) Fragment yang terdepresi dapat dinaikkan dari bawah secara bersamaan dengan

menggunakan tampon tulang yang bekerja melalui komponen yang retak atau jendela

korteks. Defek metafise harus diisi dengan autograft bagian yang lunak, allograft, atau

substitusi sintetik

10) Fraktur Tipe V dan VI dapat ditatalaksana menggunakan plat dan sekrup, cincin

fiksator, atau fiksator hybrid. Pembatasan fiksasi internal dapat ditambahkan untuk

mengembalikan permukaan sendi.

11) Plat yang dimasukkan secara perkutan, lebih mendekati biologis. Dalam teknik ini,

plat meluncur ke bawah melalui subcutan tanpa pengelupasan jaringan lunak

12) Penggunaan plat yang terkunci mengeliminasi kebutuhan plat double pada fraktur

bicondylar tibial plateau

13) Fraktur plateau medial posterior memerlukan insisi posteromedial untuk reduksi

fraktur dan stabilisasi plat.

14) Postoperative, pasien didukung dengan latihan passive ROM continuous tanpa beban

dan aktif ROM

15) Uji latih beban diperbolehkan selama 8 sampai 12 minggu

KOMPLIKASI

a. Kekakuan sendi. Ini merupakan hal yang sering terjadi berhubungan dengan trauma

karena cedera dan diseksi bedah, kerusakan retinakular ekstensor, skar, dan

imobilisasi post operasi

b. Infeksi. Hal ini dihubungkan dengan incisi melalui jaringan lunak yang berhubungan

dengan ekstensif diseksi untuk menempatkan implan.

Page 7: TIPUS Fraktur Plateu Dan Trauma Vaskular(1)

c. Kompartemen sindrom . Hal ini bukanlah hal umum, tetapi dapat terjadi komplikasi

yang berkembang dari kompartemen fascia kaki. Hal ini membutuhkan perhatian

klinis yang cukup besar, pemeriksaan neurovaskular yang bertahap, evaluasi yang

agresif, termasuk pengukuran tekanan dalam kompartemen jika dibutuhkan, dan

pengobatan pada fasiotomi emergensi pada semua kompartemen kaki.

d. Malunion dan nonunion. Hal ini sering terjadi pada fraktur Schatzker VI pada

perbatasan metafisis dan diafisis, yang berhubungan dengan fraktur kominutif, fiksasi

yang tidak stabil, kegagalan implan, atau infeksi.

e. Posttrauma osteoartritis. Hal ini merupakan hasil dari persendian yang tidak

sebangun, kerusakan tulang rawan pada cedera, atau ketidaklurusan karena aksis

mekanik.

f. Cedera nervus peroneal. Hal ini merupakan hal yang sering terjadi pada trauma yang

mengenai bagian lateral aki dimana nervus peronela berjalan pada bagian proximal

head fibula dan lateral tibia plateu.

g. Laserasi arteri poplitea

h. Avaskular nekrosis dari fragmen sendi yang kecil. Hal ini akan menghasilkan

hilangnya bagian dari lutut.

Page 8: TIPUS Fraktur Plateu Dan Trauma Vaskular(1)

TRAUMA VASKULAR

2.1. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, sekurang-kurangnya 2.6 juta orang dirawat di rumah sakit setiap

tahunnya karena trauma akibat kecelakaan. Kebanyakan pasien berumur 25-44 tahun, namun

laki-laki muda adalah kelompok dengan risiko tertinggi karena mereka sering melakukan

aktivitas yang juga berisiko tinggi. Secara keseluruhan, risiko kematian yang disebabkan

trauma akibat kecelakaan adalah tujuh kali lipat lebih tinggi pada populasi pria daripada

wanita. Penyebab kematian karena kecelakaan di antaranya adalah kecelakaan kendaraan

bermotor, terjatuh, terbakar, tertembak, dan terkena benda tajam.

Trauma vaskular perifer mencakup 80% dari total kasus trauma vaskular. Dan kebanyakan

dari trauma vaskular perifer tersebut terjadi pada ekstremitas bawah. Kasus- kasus trauma

vaskular tersebut terutama disebabkan oleh luka tembak kecepatan tinggi (70- 80%), luka

tusuk (10-15%), dan luka tumpul (5-10%).

2.2. Mekanisme Trauma

Secara klasik, mekanisme trauma terbagi dua, yaitu trauma tajam dan tumpul. Trauma

tumpul pada jaringan yang disebabkan oleh kompresi lokal atau deselerasi dengan kecepatan

tinggi. Luka jaringan pada trauma tajam diakibatkan oleh kehancuran dan separasi jaringan.

Dengan memahami biomekanika dari trauma yang spesifik akan memudahkan untuk

melakukan evaluasi awal karena trauma pada arteri berhubungan dengan beberapa faktor,

yaitu tipe trauma, lokasi trauma, konsekuensi hemodinamik, dan mekanisme trauma.

Tingkat keparahan trauma berbanding lurus dengan jumlah energi kinetik (KE) yang

disalurkan kepada jaringan, yang merupakan fungsi dari massa (M) dan kecepatan (V), dan

dapat dirumuskan sebagai berikut : KE = M x V2/2. Rumus ini berlaku baik untuk trauma

tumpul maupun penetrasi. Perubahan pada kecepatan berefek lebih siginifikan dibandingkan

dengan perubahan pada massa.

Kavitasi adalah sebuah fenomena yang terjadi ketika jaringan bergerak menjauhi titik

trauma yang disebabkan oleh bergeraknya tubuh, menghindari objek penyebab trauma.

Setelah terjadi trauma tumpul akan terbentuk kavitas jaringan sementara yang disebabkan

oleh deselerasi atau akselerasi yang cepat. Tegangan ekstrim terjadi pada titik fiksasi

anatomis selama pembentukan kavitas sementara tersebut. Tekanan dapat terjadi baik

Page 9: TIPUS Fraktur Plateu Dan Trauma Vaskular(1)

sepanjang sumbu longitudinal (tegangan tensil atau kompresi) dan sumbu transversal

(teganan shear). Tekanan tersebut dapat menyebabkan deformitas, robekan, dan fraktur

jaringan. Sementara itu, trauma penetrasi menyebabkan kavitasi sementara yang diakibatkan

oleh penyaluran energi kinetik dari alat proyektil ke jaringan yang bersangkutan. Hal ini

dapat diikuti oleh pembentukan kavitas permanen yang disebabkan oleh pemindahan

jaringan.

Gejala klinis yang ditampilkan bergantung kepada tipe trauma arteri yang dialami.

Tipe trauma yang paling sering terjadi adalah laserasi parsial dan transeksi komplit. Transeksi

komplit dapat berakibat kepada retraksi dan trombosis pada ujung proksimal dan distal

pembuluh darah, yang dapat menyebabkan iskemia. Sementara itu, laserasi parsial dapat

menyebabkan perdarahan persisten atau pembentukan pseudoaneurisma. Laserasi parsial,

seperti halnya kontusio, dapat dibarengi dengan flap intima, yang dapat berujung kepada

trombosis. Kontusio arteri kecil dengan intima flap yang terbatas dapat tidak menyebabkan

penurunan hemodinamik daerah distal, dan karena itu dapat tidak terdiagnosis. Hal ini disebut

sebagai trauma arteri occult atau minimal jika dilihat dari angiografi. Trauma ini memiliki

risiko trombosis yang kecil, dan seringkali dapat sembuh secara spontan. Trauma arteri dan

vena yang bersamaan dapat menyebabkan terbentuknya fistula arteriovena.

Tipe Trauma Gejala Klinis

Laserasi parsial Pulsasi menurun, hematoma, perdarahan

Transeksi Hilangnya pulsasi distal, iskemia

Kontusio Awal : pemeriksaan dapat normal

Dapat progresif menjadi thrombosis

Kompresi

eksternal

Pulsasi menurun, pulsasi dapat menjadi normal ketika fraktur

diluruskan

Page 10: TIPUS Fraktur Plateu Dan Trauma Vaskular(1)

2.3. Diagnosis

Trauma vaskuler harus dicurigai pada setiap trauma yang terjadi pada daerah yang

secara anatomis dilalui pembuluh darah besar. Hal ini terjadi terutama pada kejadian luka

tusuk, luka tembak berkecepatan rendah, dan trauma tumpul yang berhubungan dengan

fraktur dan dislokasi. Keparahan trauma arteri bergantung kepada derajat invasifnya trauma,

mekanisme, tipe, dan lokasi trauma, serta durasi iskemia.

Gambaran klinis dari trauma arteri dapat berupa perdarahan luar, iskemia, hematoma

pulsatil, atau perdarahan dalam yang disertai tanda-tanda syok. Gejala klinis paling sering

pada trauma arteri ekstremitas adalah iskemia akut. Tanda-tanda iskemia adalah nyeri terus-

menerus, parestesia, paralisis, pucat, dan poikilotermia. Pemeriksaan fisik yang lengkap,

mencakup inspeksi, palpasi, dan auskultasi biasanya cukup untuk mengidentifikasi adanya

tanda-tanda akut iskemia. Adanya trauma vaskular pada ekstremitas dapat diketahui

denganmelihat tanda dan gejala yang dialami pasien. Tanda dan gejala tersebut berupa hard

sign dan soft sign.

Hard Sign Soft Sign

Hilangnya pulsasi distal Berkurangnya pulsasi distal

Page 11: TIPUS Fraktur Plateu Dan Trauma Vaskular(1)

Perdarahan pulsatil yang aktif Riwayat perdarahan sedang

Tanda-tanda iskemia Trauma pada daerah dekat PD utama

Thrill arteri dengan palpalsi manual Defisit neurologis

Bruit pada daerah cedera dan sekitarnya Hematoma sekitar lesi yang tidak meluas

Hematoma yang meluas

Semua pasien trauma dengan mekanisme yang signifikan dan menunjukkan gejala

soft signs harus dilakukan evaluasi sirkulasi distal. Salah satu cara yang praktis adalah dengan

ABI (ankle-brachial index). Jika ABI < 1, hal tersebut menandakan adanya trauma arteri.

Adanya psudoaneurisma atau fistula arteriovena harus dipikirkan pada kasus trauma penetrasi

ekstremitas yang didapati hematoma pulsatil dengan disertai bruit atau thrill.

Adanya tanda trauma vaskular disertai fraktur terbuka merupakan suatu indikasi harus

dilakukan eksplorasi untuk menentukan adanya trauma vaskular. Kesulitan untuk

mendiagnosis adanya trauma vaskular sering terjadi pada hematoma yang luas pada patah

tulang tertutup. Tanda lain yang bisa menyertai trauma vaskular adalah adanya defisit

neurologis baik sensoris maupun motoris seperti rasa baal dan penurunan kekuatan motoris

pada ekstremitas. Aliran darah yang tidak adekuat dapat menimbulkan hipoksia sehingga

ekstremitas akan tampak pucat dan dingin pada perabaan. Pengisian kapiler tidak

menggambarkan keadaan sirkulasi karena dapat berasal dari arteri kolateral, namun penting

untuk menentukan viabilitas jaringan.

Diagnosis dapat menggunakan alat penunjang seperti pulse oxymetry, doppler

ultrasound atau duplex ultrasound untuk menentukan lesi vaskular, tapi belum memberikan

hasil yang memuaskan. Selain itu ada arteriografi intra-operatif yang berguna dalam

mengetahui hasil rekonstruksi secara langsung, apakah masih ada lesi vaskular yang

tertinggal.

Arteriografi bukan prosedur rutin karena akan memperlama penanganan sehingga

akan menyebabkan iskemia pada ekstremitas lebih lama lagi. Arteriografi dilakukan bila

terdapat keraguan diagnosis pada reeksplorasi atau pasca operasi. Arteriografi juga

dianjurkan pada trauma luas untuk mengetahui lesi vaskular yang multiple dan kondisi

Page 12: TIPUS Fraktur Plateu Dan Trauma Vaskular(1)

kolateral yang ada.

Angiografi berguna untuk mengevaluasi luasnya trauma, sirkulasi distal, dan

perencanaan operasi. Akurasi angiografi cukup tinggi, yakni 92-98%. Alat ini terutama

berguna untuk mendiagnosis trauma arteri minimal yang dapat luput dari pengamatan karena

minimalnya gejala klinis yang ditampilkan. Indikasi untuk melakukan angiografi di antaranya

trauma tumpul yang signifikan pada ekstremitas yang berhubungan dengan dislokasi dan

fraktur, tanda-tanda iskemia atau ABI < 1, trauma penetrasi multipel pada ekstremitas, dan

adanya tanda defisit neurologis. Berdasarkan laporan yang telah dipublikasikan, pasien

dengan luka tembus maupun tumpul yang pulsasi ektremitasnya tidak terganggu, dengan nilai

ankle-brachial indeks (ABI) yang ≥1, tidak memerlukan pemeriksaan angiografi namun tetap

perlu dilakukan pengawasan selama 12 – 24 jam.

Pemeriksaan ultrasonografi Doppler dapat merekam pantulan gelombang suara yang

ditimbulkan oleh sel darah merah sehingga dapat menilai aliran darah. Selain untuk diagnosis

awal, pemeriksaan ini dapat menilai hasil sesudah anastomosis arteri.Ultrasonografi color-

flow duplex (CFD) telah disarankan sebagai pengganti ataupun tambahan pemeriksaan

arteriografi. Keuntungannya adalah sifatnya yang noninvasif dan tidak menimbulkan nyeri.

Alat ini portabel sehingga dapat dibawa ke sampai tempat tidur pasien, unit gawat darurat,

maupun ruang operasi.pemeriksaan ulangan dan tindak lanjut dapat dilakukan dengan mudah

tanpa adanya angka kecacatan dan alat ini relatif lebih murah.

Berikut ini adalah algoritma diagnosa gangguan arteri:

Page 13: TIPUS Fraktur Plateu Dan Trauma Vaskular(1)

2.4. Penatalaksanaan

Pada dasarnya, semakin cepat tindakan semakin baik hasilnya. Bila ada perdarahan

yang banyak dan atau memancar yang akan membahayakan jiwa, tentunya pertolongan

pertama adalah menghentikan perdarahan sedangkan tindakan definitif dilakukan setelah

perdarahan berhenti. Perdarahan diatasi dengan penekanan di atas daerah perdarahan.

Pemasangan turniket tidak boleh dilakukan karena dapat merusak sistem kolateral yang ikut

terbendung.

Golden period pada lesi vaskuler adalah 6-12 jam. Tanda-tanda iskemia yang jelas

terlihat umumnya pada kulit, tetapi sebenarnya otot dan saraf lebih tidak tahan terhadap

adanya iskemia.

2.4.1. Penatalaksanaan Non Operatif

Penatalaksanaan cedera arteri minimal dan asimptomatik masih kontroversial.

Beberapa ahli bedah bersikeras bahwa semua cedera arteri yang terdeteksi harus

diperbaiki,sedangkan yang lain mengusulkan tindakan non operatif bila terdapat kriteria

klinis dan radiologis seperti low-velocity injury, disrupsi dinding arteri yang minimal (<

5mm) pada kelainan intima dan pseudoaneurisma, tidak ada perdarahan aktif, dan sirkulasi

distal masih utuh. Pendekatan ini dapat dilakukan pada arteri yang memiliki kolateral dan

terutama pada orang muda. Bila pendekatan non operatif yang digunakan, disarankan untuk

melakukan pencitraan vaskular untuk memantau penyembuhan atau stabilisasi.

2.4.2. Penatalaksanaan Endovascular

Embolisasi transkateter dengan coil atau balon dapat digunakan untuk terapi beberapa

cedera arteri seperti fistula arteriovenosa aliran rendah, khususnya pada lokasi anatomis yang

jauh. Coil berguna untuk mengoklusi perdarahan dan fistula arteriovenosa.

Pendekatan endovaskular lainnya pada cedera ekstremitas adalah dengan penggunaan

teknologi stent-graft. Dengan kombinasi alat fiksasi seperti stent dan graft, perbaikan

endoluminal pada false aneurysm atau fistula arteriovenosa besar dapat dimungkinkan.

2.4.3. Penatalaksanaan Operasi

Penatalaksanaan operasi pada cedera arteri perifer memerlukan persiapan seluruh

ekstremitas yang cedera. Sebagai tambahan, ekstremitas atas atau bawah kontralateral yang

sehat harus ikut disertakan untuk mengantisipasi apabila diperlukan autograft vena. Pada

Page 14: TIPUS Fraktur Plateu Dan Trauma Vaskular(1)

umumnya, insisi dilakukan secara longitudinal langsung pada pembuluh darah yang cedera

dan diekstensi ke arah proksimal atau distal sesuai dengan kebutuhan.

Kontrol arteri proksimal dan distal dilakukan sebelum eksposur pada cedera. Arteri

proksimal dikontrol dengan benang kasar yang melingkari arteri (seperti jerat) atau bila perlu

dengan menggunakan klem vaskuler. Hal ini juga dilakukan pada arteri distal. Terkadang

diperlukan pintasan sementara pada arteri yang terputus (thromboresistent plastic tube) untuk

mencegah iskemia selama operasi. Debridemen, fasiotomi, fiksasi fraktur, neurorhaphy,

reparasi vena dapat dilakukan kemudian tanpa harus terburu-buru. Pemakaian heparin secara

sistemik pada kasus trauma memang berbahaya, namun pemberian heparin dosis kecil yang

diberikan langsung terutama ke bagian distal dapat mencegah terbentuknya trombus.

Cara rekonstruksi arteri tergantung dari luas dan mekanisme trauma. Reparasi cedera

pembuluh darah dapat dilakukan dengan lateral suture patch angioplasty, end-to-end

anastomosis, interposition graft, dan bypass graft. Extra-anatomic bypass graft berguna pada

pasien dengan cedera jaringan lunak ekstensif atau sepsis.

Graft diperlukan untuk mencegah terjadinya penyempitan atau tegangan pada

anastomosis pembuluh darah apabila kehilangan arteri lebih dari 1.5 cm.. Pada umumnya

graft vena autogen lebih disenangi untuk mengatasi persoalan vaskuler. Autograft vena

pertama kali dilakukan untuk memperbaiki cedera arteri pada masa perang Korea.

Perkembangan bahan prostetik (ePTFE) memungkinkan penggunaan rutin bahan prostetik

sebagai pengganti autograft. Pengalaman membuktikan bahwa ePTFE lebih tahan terhadap

infeksi daripada bahan prostetik lainnya dan memiliki tingkat patency yang lebih tinggi

ketika digunakan pada posisi di atas lutut.

Pada trauma vaskular yang disertai dengan kerusakan vena, dapat dilakukan

rekonstruksi tersendiri atau bersamaan dengan kerusakan sistem arteri. Sebaiknya dilakukan

penyambungan vena lebih dahulu setelah mengeluarkan thrombus yang terjadi terutama pada

vena utama, sedangkan vena yang kecil dapat diikat saja. Hal ini dapat menolong untuk

mengurangi edema pasca bedah dan menekan angka amputasi pada penderita trauma vaskular

dengan kerusakan jaringan lunak dan tulang yang hebat serta membantu memperbaiki aliran

arteri.

Bila terjadi edema yang mengganggu di daerah ekstremitas, maka sebaiknya

dipertimbangkan untuk dilakukan fasiotomi. Dengan fasiotomi ini diharapkan terjadinya

perbaikan sirkulasi pada kapiler dan otot yang rusak kerena iskemia akibat oklusi total (ruptur

arteri dan trombus). Apabila tidak dilakukan fasiotomi, iskemia dapat menimbulkan gangren.

Pada oklusi parsial (robekan intima), bila sirkulasi kolateral tidak adekuat maka perfusi yang

Page 15: TIPUS Fraktur Plateu Dan Trauma Vaskular(1)

tidak sempurna dan iskemia otot menyebabkan meningginya tekanan kompartemen.

Pada trauma vaskular yang disertai adanya fraktur tulang, dianjurkan batasan waktu

12 jam setelah trauma. Bila lebih dari 12 jam dilakukan perbaikan arteri terlebih dahulu.

Untuk menangani fraktur ini terlebih dahulu dilakukan fiksasi eksterna, terutama pada fraktur

ekstremitas bawah karena pada ekstremitas bawah biasanya disertai kerusakan jaringan

lunak.

Faktor terpenting yang menentukan prognosis dari terapi pada trauma ekstremitas

pada waktu dirawat adalah adanya trauma rusak remuk, perbaikan vaskular yang terhambat

dan fraktur tibia yang segmental. Pada trauma rusak remuk biasanya terjadi kerusakan

jaringan yang berat yang dengan cepat mengalami nekrosis dan penderita akan kehilangan

tungkai walaupun pembuluh darahnya berfungsi dengan baik. Sedangkan fraktur tibia sebelah

proksimal dan perbaikan pembuluh darah dapat dengan cepat ditangani, maka hasilnya akan

jauh lebih memuaskan.

Trauma tumpul memiliki hubungan yang dengan tingginya kegagalan graft (35%),

dan kegagalan graft menyebabkan harus dilakukannya amputasi. Faktor resiko independen

yang menyebabkan harus dilakukannya amputasi setelah perbaikan arteri adalah oklusi

bypass graft, cedera kombinasi di atas dan di bawah lutut, dan transeksi arteri.

Tujuan akhir dari rekonstruksi pada trauma vaskular adalah untuk menurunkan angka

amputasi. Untuk mencegah hal ini yang dapat kita lakukan adalah:

a. Secepat mungkin mengenal dan memberikan perawatan

b. Arterigrafi preoperatif dan intraoperatif dipertimbangkan sebaik mungkin

c. Mengerjakan trombektomi ke bagian proksimal dan distal

d. Pemakaian heparin yang sepantasnya

e. Mengutamakan vena autogen sebagai graft.

2.5. Komplikasi

Komplikasi trauma vaskular dapat terjadi segera setelah dilakukan perbaikan lesi

pembuluh darah, atau lama setelah trauma berlalu tanpa tindakan yang adekuat. Komplikasi

yang dapat terjadi antara lain thrombosis, infeksi, stenosis, fistula arteri-vena, dan aneurisma

palsu. Trombosis, infeksi, dan stenosis merupakan komplikasi yang dapat terjadi segera pasca

operasi, sedangkan fistula arteri-vena dan aneurisma palsu merupakan komplikasi lama.

Rekomstruksi pembuluh darah harus ditangani secara sungguh-sungguh dan teliti

sekali karena bila terjadi kesalahan teknis operasi karena ceroboh atau penatalaksanaan pasca

bedah yang kurang terarah, akan berakibat fatal bagi kelangsungan hidup ekstremitas berupa

Page 16: TIPUS Fraktur Plateu Dan Trauma Vaskular(1)

amputasi, atau terjadi emboli paru.

a. Trombosis

Trombosis akut langsung pasca-rekonstruksi vascular adalah komplikasi yang paling

sering terjadi, tetapi bila dilakukan koreksi segera dapat memberikan hasil yang memuaskan.

Bila debridemen arteri kurang adekuat dan aproksimasi intima kurang akurat pada waktu

rekonstruksi dikerjakan, maka sangat mungkin akan terjadi trombosis segera setelah

anastomosis dilakukan. Untuk memperbaiki kesinambungan pembuluh arteri, pemakaian

graft vena autogen jauh lebih unggul dari koreksi dengan jahitan lateral ataupun anastomosis

ujung ke ujung, terutama pada trauma yang luas. Beberapa kesalahan teknis yang dapat

menyebabkan terjadinya trombosis:

1. Debridemen arteri yang kurang adekuat dapat meninggalkan sisa-sisa dinding arteri,

dimana platelet dan trombin dapat lengket dan menyebabkan trombosis.

2. Kerusakan arteri yang multipel. Angiografi intra-operatif sangat besar artinya dalam

kasus ini untuk melihat daerah anastomosis dan distal. Kadang-kadang arus balik saja

tidak cukup untuk menjadi pegangan ada tidaknya lesi vaskular sebelah distal, karena

aliran darah balik dapat pula terjadi melalui kolateral. Akhir-akhir ini sering

dianjurkan untuk membuat arteriografi pra-operatif pada trauma luas.

3. Sisa trombus sebelah distal dapat pula menyebabkan trombosis pada anastomosis

yang tadinya berjalan dengan baik. Larutan heparin dengan perbandingan 1:500 dapat

dipakai untuk membilas daerah anastomosis dan membersihkan sisa-sisa bekuan

darah yang masih lengket dan dapat pula dipakai untuk membilas ke arah distal agar

arus balik mengalir dengan lebih lancar. Untuk meyakinkan tidak ada thrombus yang

tertinggal dapat dilakukan dengan memasukkan kateter balon Fogarthy sejauh

mungkin ke distal dan secara hati-hati mendorong trombus keluar. Bila persediaan

ada, maka dianjurkan memakai larutan trobolitik untuk menghancurkan thrombus

yang masih tersisa.

4. Trombosis juga terjadi pada anastomosis yang disebabkan oleh tarikan yang

berlebihan pada anastomosis. Stenosis berat akan terjadi pada jahitan bila dinding

pembuluh arteri tidak cukup untuk suatu jahitan lateral. Hal ini juga dapat terjadi bila

pembuluh arteri yang hilang cukup banyak dimana anastomosis ujung ke ujung tetap

dipaksakan. Kehilangan arteri lebih dari 2 cm sudah cukup untuk melakukan graft

dengan interposisi vena autogen. Sebaliknya juga jangan sampai terlampau panjang

memakai vena sebagai graft karena akan terjadi tekukan (kinking) yang dapat

mengganggu aliran darah laminar.

Page 17: TIPUS Fraktur Plateu Dan Trauma Vaskular(1)

5. Pada graft yang terpelintir dengan mudah dapat terjadi trombosis. Graft sintesis

biasanya sudah mempunyai garis hitam memanjang yang dapat dipakai sebagai

pegangan agar jangan terpelintir. Pada graft vena autogen yang panjang garis ini dapat

dibuat dengan benang hitam halus yang dijelujur sepanjang graft itu dilapiskan

adventisia.

Salah satu cara untuk menentukan apakan rekonstruksi arteri itu berhasil atau tidak

adalah dengan cara meraba pulsasi di sebelah distal. Namun kita harus waspada, karena

pulsasi sebelah distal ini belum menjamin suatu sukses dalam jangka waktu panjang. Apabila

pulsasi tidak teraba, sebagian besar dapat dikoreksi dengan segera melakukan operasi kedua

untuki melihat kemungkinan thrombosis, terutama bila timbul tanda-tanda iskemia tungkai

sebelah distal. Bila tanda-tanda distal dapat bertahan biarpun ada trombosis, maka sebaiknya

dipertimbangkan untuk menunda operasi kedua sampai keadaan umum mengizinkan

karenatindakan operatif yang berulang kali akan lebih sering menderita komplikasi infeksi.

Selain itu, bila cukup waktu, maka akan terbentuk system kolateral baru.pemeriksaan

Doppler (Ultrasonic Sounding Device) dapat menolong menentukan ada tidaknya aliran

kolateral yang mengisi pembuluh arteri distal dari sumbatan.

Harus hati-hati menegakkan diagnosis spasme arteri pada kemungkinan adanya

trombosis, bahkan pemberian obat sympathetic blocks serig menambah keragu-raguan dalam

menangani kasus trauma vaskular. Hematoma di bawah lapisan intima atau robekan pada

intima sendiri akan terlihat sebagai spasme pada inspeksi. Tetapi memang spasme arteri dapat

terjadi bersama dengan trauma vaskular, yang biasanya dapat diatasi dengan pemberian

Papaverin hydroclorida atau procain hydrochloride 1%.

Pada trombosis dengan sumbatan total arteri selama lebih dari 6 jam akan

menyebabkan kematian otot dan saraf yang akan diganti oleh jaringan ikat, sehingga terjadi

kontraktur, misalnya Volkmann ischemic contracture.

b. Infeksi

Peradangan yang menyebabkan pecahnya anastomosis pada rekonstruksi trauma

vaskular dapat menyebabkan perdarahan yang hebat dan sukar untuk diatasi. Untuk

membantu pencegahan terhadap infeksi, diagnosis trauma vaskular harus cepat ditegakkan,

pemberian antibiotik yang sesuai, debridement luka yang adekuat, kesinambungan pembuluh

vaskular harus secepat mungkin diusahakan dan pemberian nutrisi yang baik secara sistemik

penting untuk dilakukan. Diperlukan observasi yang ketat selama fase pasca operasi. Pada

kecelakaan dengan luka terkontaminasi, maka semua benda asing sedapat mungkin

dikeluarkan dan kalau perlu luka dibilas dengan larutan antibiotik.

Page 18: TIPUS Fraktur Plateu Dan Trauma Vaskular(1)

Operasi ulang tidak boleh dilakukan di daerah yang terkena infeksi. Tidak saja karena

tindakan koreksi ulang ini akan memberikan kegagalan langsung, tetapi juga berbahaya untuk

kelangsungan hidup pasien karena septikemi dan atau eksanguinasi. Yang harus

dipertimbangkan adalah ligasi dari arteri proksimal dan distal dari daerah infeksi. Beberapa

hal yang masih dapat dikerjakan pada daerah infeksi ini adalah debridenen, transisi flap otot,

membasahi daerah infeksi dengan larutan antibiotic secara teratur dan terus-menerus serta

pemberian antibiotic yang terbaik. Infeksi adalah penyebab kedua dari kegagalan

rekonstruksi arteri pada trauma vaskular.

c. Stenosis

Penyebab terjadinya stenosis (penyempitan):

1. Kesalahan teknik operasi, misalnya jahitan jelujur yang ditarik terlampau ketat atau

pada koreksi dengan jahitan lateral, tetapi bahan dinding pembuluh tidak cukup.

Dapat pula karena tertinggalnya sisa jaringan pembuluh yang rusak. Bila lesi arteri

tidak diperbaiki dengan sempurna dapat terjadi iskemia relatif pada otot yang

akhirnya mengakibatkan suatu klaudikasio intermitten.

2. Hiperplasialapisanintimaterjadidijahitananastomosissetelahbeberapamingguatau

bulan. Ini dapat dikoreksi dengan graft interposisi vena autogen.

d. Fistula arteri vena

Fistula arteri vena dapat disebabkan oleh trauma atau berupa suatu kelainan bawaan.

Biasanya fistula arteri vena traumatic disebabkan oleh cedera luka tembus yang mengenai

arteri dan vena yang berdekatan sehingga darah dapat langsung mengalir dari arteri ke vena.

Biarpun tidak sering kelainan ini dapat pula terbentuk pada tindakan arteri yang kurang

cermat di daerah yang kaya pembuluh darah.

Segera setelah terbentuk fistula antara arteri dan vena, darah arteri akan mengalir

melalui pintasan ini ke dalam vena, dan selanjutnya diteruskan ke jantung. Ini menyebabkan

menurunnya resistensi pembuluh darah perifer, tekanan diastole akan menurun dan denyut

jantung akan tambah cepat. Tekanan vena setempat akan naik, sedangkan arus darah di

tempat tersebut akan berkurang setelah beberapa waktu. Pembuluh kolateral di daerah ini

akan melebar serta arteri dan vena yang terlibat juga akan melebar menyebabkan volume

darah yang melalui pintasan ini akan bertambah besar. Pembuluh vena melebar demikian

rupa sehingga terbentuk seperti varises. Hal ini bila berlangsung lama dapat menyebabkan

payah jantung karena curahnya yang bertambah.

Diagnosis fistula arteri vena tidak begitu sukar ditegakkan. Riwayat trauma tajam,

adanya pulsasi yang jelas disertai getaran pada perabaan dan pada auskultasi terdengar bissng

Page 19: TIPUS Fraktur Plateu Dan Trauma Vaskular(1)

seperti bunyi mesin, semuanya ini menunjukkan adanya fistula antara pembuluh arteri dengan

pembuluh vena. Tanda lain yang mungkin timbul sebelah distal dari fistula adalah

klaudikasio intermitten, edema dan pelebaran vena yang berkelok-kelok dan disertai warna

kulit yang agak kebiruan.

Angiografi tidak diperlukan untuk diagnostik tetapi berguna untuk penentuan lokasi

pintasan yang akan dikoreksi. Waktu yang tepat untuk melakukan tindakan operasi adalah

segera setelah diagnostik ditegakkan. Prinsip dasar pada bedah vaskular juga berlaku di sini,

yaitu mencari dan melakukan jerat sementara pada proksimal dan distal dari arteri dan vena

yang terlibat, sebelum fistulnya dieksisi. Bila mungkin pembuluh arterinya

direkonstruksidengan jahitan langsung atau graft dengan vena autogen, sedangkan lesi

pembuluh darah vena biasanya dapat dijahit lateral langsung. Kelainan struktur dan

hemodinamika yang terjadi pada fistula arteri dan vena traumatic biasanya pasca operasi

menjadi normal kembali.

e. Aneurisma Palsu

Penyebab aneurisma palsu adalah luka tembus yang merusak ketiga lapisan dinding

pembuluh arteri secara menyamping (tangensial). Kadang-kadang disebabkan oleh kesalahan

pada prosedur diagnostik atau terapi, yaitu kerusakan dinding arteri yang disebabkan oleh

jarum atau kateter atau kecelakaan pada waktu operasi hernia nukleus pulposus dan fraktur

ganda tulang pada kecelakaan lalu lintas. Biarpun jarang trauma tumpul juga dapat

menyebabkan terjadinya aneurisma palsu.

Aneurisma traumatik dapat terbentuk di daerah yang secara anatomik mengandung

banyak jaringan ikat kuat dan bersekat, yang dapat mengadakan tamponade terhadap

hematoma. Kemudian dengan tumbuhnya lapisan endotel baru yang berasal dari pinggir luka

lesi vaskular, maka terbentuklah rongga aneurisma palsu.

Benjolan yang berdenyut adalah tanda yang paling nyata dari aneurisma palsu.

Biasanya ada riwayat luka tembus. Berbatas tidak begitu tegas karena benjolan ini terletak di

bawah jaringa fasia yang kuat. Biasanya akan teraba getaran sistolik pada seluruh benjolan

ini, kadang disangka abses atau suatu neoplasma. Dapat pula terjadi bersamaan dengan fistula

arteri-vena. Pemeriksaan angiografi diperlukan bila ragu atau bila letak lesinya sukar dicapai

pada pemeriksaan di klinik. Pemeriksaan sonografi dapat pula menolong untuk menentukan

besar serta letak aneurisma palsu ini.

Dengan mencari dan mengikat sementara arteri proksimal dan distal dari lesi ini,

maka rekonstruksi arteri dapat dilakukan dengan leluasa. Kadang hanya diperlukan beberapa

jahitan lateral untuk menutup lesi arteri ini. Kemungkinan penyembuhan secara spontan

Page 20: TIPUS Fraktur Plateu Dan Trauma Vaskular(1)

sangat kecil.

f. Sindrom Kompartemen

Sindroma kompartemen disebabkan oleh kenaikan tekanan internal pada

kompartemen fascia. Tekanan ini dapat menekan pembuluh darah dan syaraf tepi. Perfusi

menjadi kurang, serat syaraf rusak dan akhirnya terjadi iskemia atau bahkan nekrosis otot.

Sindrom kompartemen ditandai oleh 5 P yaitu pain, pulseless, paresthesia, pallor, dan

paralysis. Akibat dari sindroma kompartemen antara lain:

1. Kerusakan jaringan akibat hipoksemia

Sindroma kompartemen dengan peningkatan tekanan intramuskuler (IM) dan

kolaps aliran darah lokal sering terjadi pada cedera dengan hematoma otot, cedera

remuk (crushed injury), fraktur atau amputasi. Bila tekanan perfusi (tekanan darah

sistolik) rendah, sedikit saja kenaikan tekanan IM dapat menyebabkan hipoperfusi

lokal. Pada pasien normotermik, shunting aliran darah mulai terjadi pada tekanan

sistolik sekitar 80mmHg. Sedang pada pasien hipotermik shunting terjadi pada

tekanan darah lebih tinggi.

2. Kerusakan akibat reperfusi

Jika hipoksemia lokal (tekanan IM tinggi, tekanan darah rendah) berlangsung

lebih dari 2 jam, reperfusi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang

ekstensif. Pada kasus-kasus ekstremitas dengan syok berkepanjangan, kerusakan

akibat reperfusi sering lebih buruk dibanding cedera primernya. Karena itu

dekompresi harus dikerjakan lebih awal, terutama kompartemen di lengan atas.