LAPSUS DHF

66
CASE REPORT DEMAM BERDARAH DENGUE DERAJAT I oleh: Fatullah Distra Sudirman pembimibing : dr. Sri Utami Fajariyah, Sp.A, M.Kes KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS BENGKULU RUMAH SAKIT M. YUNUS BENGKULU

description

LAPSUS DHF

Transcript of LAPSUS DHF

Page 1: LAPSUS DHF

CASE REPORT

DEMAM BERDARAH DENGUE DERAJAT I

oleh:

Fatullah Distra Sudirman

pembimibing :

dr. Sri Utami Fajariyah, Sp.A, M.Kes

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS

BENGKULU

RUMAH SAKIT M. YUNUS BENGKULU

2015

Page 2: LAPSUS DHF

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Penyakit Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD)

merupakan penyakit akibat infeksi virus dengue yang ditemukan nyaris di seluruh

belahan dunia terutama di negara-negara tropik dan subtropik baik sebagai penyakit endemik

maupun epidemik. Kejadian Luar Biasa (KLB) dengue biasanya terjadi di daerah endemik

dan berkaitan dengan datangnya musim penghujan.1

Sampai saat ini infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia.

Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DHF oleh World Health

Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah

sakit dan kematian akibat DHF, khususnya pada anak. Menurut data di Depkes RI

(2010), penyakit DHF di Indonesia pada tahun 2008 terdapat 137.469 kasus, 1.187 kasus

diantaranya meninggal, CFR (Case Fatality Rate) sebesar 0,86%. Pada tahun 2009

terdapat 154.855 kasus, 1.384 kasus diantaranya meninggal, CFR sebesar 0,89%. 2

Gejala DBD ditandai dengan manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan

terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran darah (circulatory failure).

Selain itu terdapat kriteria laboratoris yaitu trombositopenia dan hemokonsentrasi

(hematokrit menigkat). Pasien yang terinfeksi virus dengue akan terjadi respon berupa

sekresi mediator vasoaktif yang berakibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah

dan perembesan cairan ke ekstravaskuler (plasma leakege), yang ditandai dengan

peningkatan hematokrit. Hal ini berpotensi mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.

Penyakit DHF yang tidak segera mendapat perawatan angka kematian mencapai 50%,

akan tetapi angka kematian tersebut dapat diminimalkan mencapai 5% bahkan bisa

mencapai 3% atau lebih rendah lagi dengan tindakan atau pengobatan cepat.4

Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas maka, pada laporan kasus ini akan lebih

banyak dibahas mengenai DHF, sehingga dapat memberikan informasi dan menambah

pengetahuan yang benar kepada pasien, keluarga, maupun masyarakat.

Page 3: LAPSUS DHF

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Identitas Pasien :

Nama penderita : An. FR

Umur/tgl lahir : 6 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SD

Agama : Islam

Alamat : Jln. Muhajirin 20 RT.18 Pd. Nangka, Bengkulu

Tanggal Masuk : 26 Agustus 2015

Nomer RM : 697565

Identitas Ibu :

Nama ibu : Ny. SY

Umur : 43 Tahun

Pendidikan : SMP

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jln. Muhajirin 20 RT.18 Pd. Nangka, Bengkulu

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Demam sejak 3 hari SMRS

Riwayat Perjalanan Penyakit :

Sejak 3 hari SMRS pasien mengalami demam tinggi mendadak. Demam turun bila

diberikan obat penurun panas. Namun, demam kembali tinggi sekitar 1 jam setelah minum

obat. Pasien mengeluh mengigil, sakit kepala, sakit pada seluruh badan terutama pada

lututnya, tidak ada sakit daerah belakang mata sakit perut dan sakit saat menelan, serta batuk

dan pilek tidak ada.

Pasien juga mengeluhkan badan terasa lemas dan pasien tidak sanggup jalan. Pasien

mengeluhkan muntah sebanyak 2 kali berisi makanan yang dimakan. Muntah sebanyak

setengah gelas belimbing sekali muntah. BAK dirasakan lancar dan tidak ada keluhan. BAB

lancar, BAB berwarna hitam tidak ada. Keluhan berupa gusi berdarah dan mimisan

Page 4: LAPSUS DHF

disangkal. Karena demam yang tidak turun-turun dan muntah, Ibu pasien memutuskan

membawa pasien ke RS M.Yunus Bengkulu.

Riwayat Penyakit Dahulu

Anak memiliki riwayat sakit malaria saat usia 1 tahun dan demam thyphoid saat usia 3

tahun

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.

Riwayat Kelahiran

Ibu periksa kehamilan ke bidan sebanyak 4 kali, imunisasi TT 2 kali. Obat yang diminum

selama hamil : vitamin, asam folat dan tablet besi. Riwayat penyakit selama keamilan tidak

ada. Anak Lahir cukup bulan secara spontan, ditolong bidan, aterm, BBL : 3200 gr, PBL 50

cm, tidak ada kelainan.

Riwayat Nutrisi

Pada usia 0-6 bulan, anak diberi ASI Eksklusif. Usia 6 bulan – 2 tahun, anak diberi ASI

dan MPASI. Usia 2 tahun - 7 tahun pasien makan dengan berbagai lauk dan sayur setiap hari,

buah dan susu.

Riwayat Imunisasi

Imunisasi Frekuensi UsiaBCG 1 0 bulanDPT 5 2, 4, 6, 18 bulan dan 5 tahunHepatitis B 3 0, 1, 6 bulanPolio 6 0, 2, 4, 6, 18 bulan dan 5 tahunCampak 2 9 bulan dan 6 tahunImunisasi tambahan -

Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai umur

Riwayat perkembangan anak :

Tengkurap : 3 bulan

duduk dengan bantuan : 5 bulan

merangkak : 8 bulan

berdiri : 10 bulan

berjalan : 12 bulan

Page 5: LAPSUS DHF

bicara : 19 bulan.

Kesan: perkembangan anak sesuai dengan umur

Riwayat Lingkungan

Lingkungan sekitar rumah bersih. Menguras bak air rumah seminggu sekali dan menutup

tempat penampungan air. Tidak ada tetangga yang mengalami sakit demam Lingkungan

rumah belum pernah dilakukan fogging. Disekolah tidak ada teman pasien yang sakit demam.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 07 September 2015 jam 11.00 WIB

Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : kompos mentis

Vital Sign :

TD : 110/70 x/menit

HR : 110 x/menit (regular, isi dan tegangan cukup)

RR : 20 x/menit

T : 37,20C (axilla)

Status Gizi :

BB : 17 kg

TB : 113 cm

BB/TB % = BB aktual x 100 % = 17 kg x 100% = 81 % (gizi baik)

Perhitungan BB/TB

BB baku untuk TB aktual 21 kg

Page 6: LAPSUS DHF

Status Generalis

Kepala : normocephali, tidak ditemukan kelainan

Mata : konjungtiva anemis (-/-), perdarahan subconjungtiva (-/-), sklera

ikterik (-/-), edema palpebra (+/+)

Hidung : napas cuping hidung (-), secret (-), epistaksis (-)

Mulut : bibir sianosis (-), bibir kering (+), gusi berdarah (-), lidah kotor (+),

Tonsil T2-T1, hiperemis (-), kripte melebar (-), regheden (+)

Telinga : Sekret (-/-), nyeri tekan tragus (-)

Leher : Pembesaran kelenjar Limfe (-/-), pembesaran kelenjar tiroid (-/-)

Page 7: LAPSUS DHF

Thoraks :

Cor :

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus cordis teraba di SIC V linea midclavikula dekstra

Perkusi : Batas atas : SIC II linea parasternal sinistra

Batas kanan : SIC V linea sternalis dekstra

Batas kiri : SIC V 1-2 cm linea midclavikula sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular dan normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo :

Inspeksi : dinding dada simetris kanan dan kiri

Palpasi : stem fremitus sama kanan dan kiri

Perkusi : sonor di semua lapang paru

Auskultasi : vesicular (+) normal, wheezing (-), ronki (-)

Abdomen :

Inspeksi : bentuk datar, warna seperti kulit di sekitar

Auskultasi : bising usus normal ( peristaltic setiap 5 detik )

Palpasi : nyeri tekan (-), defance muscular (-), Hepar dan Lien tidak teraba,

asites (gelombang cairan (-), puddle sign (-), shiffting dullness(-))

Perkusi : Timpani seluruh lapangan abdomen

Status Anogenital

Genitalia : fimosis (-), edema (-)

Anus : dalam batas normal

Ekstermitas

Pemeriksaan Rumple Lead

Ditemukan 15 ptekiea dalam lingkaran dengan diameter 3 cm di bagian volar lengan

bawah dekat fossa cubiti.

Superior InferiorAkral dinginOedemSianosisGerakCRT

-/--/--/-

Dbn<2”

-/--/--/-

Dbn<2”

Page 8: LAPSUS DHF

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil laboratorium RSMY tanggal 06 September 2015

NO PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

1 DARAH TEPI

Hemoglobin 15,7 L. 12-17.5 : P. 11,5-16.0 g/dl

Leukosit 3.900 4.000 – 11.000 / mm3

Hematokrit 45 20 %

Trombosit 24.000 150.000 – 400.000/mm3

2 Malaria (-)

3 Thypi O (+) 1/320

Thypi AH (+) 1/160

Thypi BH (+) 1/320

V. DIAGNOSIS

Diagnosis utama : Demam Berdarah Dengue Derajat I

Diagnosis sekunder : Demam Tifoid

VII. TERAPI

Nonmedikamentosa :

- Istirahat cukup

- Banyak minum (air putih/ jus buah/ susu)

- Diet nasi lunak dan rendah serat dengan kebutuhan 1680 kkal

Medikamentosa :

- Infus Ringer Laktat XXII gtt/mnt/makro (4cc/kgBB/jam → 1623 cc/24 jam)

- Paracetamol sirup 3x1½ cth (170) mg jika demam (P.O)

- Ampicillin 3 x 500 mg (I.V)

Monitoring :

- Monitoring keadaan umum : demam.

- Monitoring vital sign / 6 jam

- Monitoring Hb, Ht, dan Trombosit tiap 12 jam

- Monitoring tanda-tanda syok

- Monitoring diuresis/ 6 jam

VIII. PROGNOSIS

Page 9: LAPSUS DHF

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanam : dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

FOLLOW UP PASIEN

Tanggal/Jam: 07-09-2015/ 17.0 0 WIB (Sakit hari ke IV dan Bebas demam hari ke I)

S: Demam turun, gusi berdarah (-), mimisan (-), petechie spontan (-), Nyeri sendi +otot (-),

Nyeri preorbita (-), muntah (-), mual (+), BAB hitam (-), BAK kuning jernih

O: Tanda vital : Tekanan darah : 100/70 mmHg

Frekuensi Nadi : 95 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Frekuensi Pernapasan : 19 x/menit

Suhu : 36,6 C (aksila)

Kepala Normocephali, tidak ada kelainan

Mata Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), edema palpebra (+/+)

Hidung Deformitas tidak ada, tidak ada sekret, epistaksis (-/-)

Telinga Tidak ada sekret, nyeri tekan tragus (- /-), nyeri tekan mastoid (-/-)

Mulut

Leher

Bibir tidak sianosis, bibir dan mukosa mulut kering, lidah tidak kotor, gusi berdarah (-), Caries gigi (-), tonsil T2- T2, faring tidak hiperemis, nyeri saat menelan (-), reghaden (+)Tidak ada pembesaran KGB, kelenjar tiroid tidak teraba membesar

Paru I : Gerakan dinding dada statis dinamis, simetris kiri kanan, retraksi dinding dada (-).

Pa : Stem fremitus kanan = kiriPe : Sonor seluruh lapangan paru A : Vesikuler (+/+) , wheezing (-/-), ronki (-/-)

Jantung I : Iktus kordis tidak terlihatPa : Iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicularis sinistraPe : Batas kanan jantung: SIC IV liniea parasternalis dextra : Batas kiri jantung : SIC V linea midclavicularis sinistra A : Bunyi Jantung I-II (+) reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen I : Datar, lemas, simetris A : Bising usus (+) normalPa : nyeri tekan (-), defance muscular (-), Hepar dan Lien tidak teraba,

asites (gelombang cairan (-), puddle sign(-), shiffting dullness(-))Pe : Timpani seluruh lapangan abdomen

Ekstrimitas Pitting edema (-/-), CRT ˂ 2 detik, akral hangat, atrofi otot (-).Diuresis 170 cc/6 jam (1,7 cc/jam/kgBB)

Page 10: LAPSUS DHF

A: Diagnosis utama : Demam Berdarah Dengue Derajat I

Diagnosis sekunder : Demam Tifoid

P: Terapi

Nonmedikamentosa :

- Istirahat cukup

- Banyak minum (air putih/ jus buah/ susu)

- Diet nasi lunak dan rendah serat dengan kebutuhan 1680 kkal

Medikamentosa :

- Infus Ringer Laktat XXII gtt/mnt/makro (4cc/kgBB/jam → 1623 cc/24 jam)

- Paracetamol sirup 3x1½ cth (170) mg jika demam (P.O)

- Ampicillin 3 x 500 mg (I.V)

Monitoring :

- Monitoring keadaan umum : demam.

- Monitoring vital sign / 6 jam

- Monitoring Hb, Ht, dan Trombosit tiap 12 jam

- Monitoring tanda-tanda syok

- Monitoring diuresis/ 6 jam

Tanggal/Jam: 07-09-2015/ 23.0 0 WIB (Sakit hari ke IV dan Bebas demam hari ke I)

S: Demam turun, gusi berdarah (-), mimisan (-), petechie spontan (-), Nyeri sendi +otot (-),

Nyeri preorbita (-), muntah (-), mual (+), BAB hitam (-), BAK kuning jernih

O: Tanda vital : Tekanan darah : 110/70 mmHg

Frekuensi Nadi : 98 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Frekuensi Pernapasan : 18 x/menit

Suhu : 36,8 C (aksila)

Kepala Normocephali, tidak ada kelainan

Mata Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), edema palpebra (+/+)

Hidung Deformitas tidak ada, tidak ada sekret, epistaksis (-/-)

Telinga Tidak ada sekret, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)

Mulut

Leher

Bibir tidak sianosis, bibir dan mukosa mulut kering, lidah tidak kotor, gusi berdarah (-), Caries gigi (-), tonsil T2- T2, faring tidak hiperemis, nyeri saat menelan (-), reghaden (+)Tidak ada pembesaran KGB, kelenjar tiroid tidak teraba membesar

Page 11: LAPSUS DHF

Paru I : Gerakan dinding dada statis dinamis, simetris kiri kanan, retraksi dinding dada (-).

Pa : Stem fremitus kanan = kiriPe : Sonor seluruh lapangan paru A : Vesikuler (+/+) , wheezing (-/-), ronki (-/-)

Jantung I : Iktus kordis tidak terlihatPa : Iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicularis sinistraPe : Batas kanan jantung: SIC IV liniea parasternalis dextra : Batas kiri jantung : SIC V linea midclavicularis sinistra A : Bunyi Jantung I-II (+) reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen I : Datar, lemas, simetris A : Bising usus (+) normalPa : nyeri tekan (-), defance muscular (-), Hepar dan Lien tidak teraba,

asites (gelombang cairan (-), puddle sign(-), shiffting dullness(-))Pe : Timpani seluruh lapangan abdomen

Ekstrimitas Pitting edema (-/-), CRT ˂ 2 detik, akral hangat, atrofi otot (-).Diuresis 130 cc/6 jam (1,3 cc/jam/kgBB)

A: Diagnosis utama : Demam Berdarah Dengue Derajat I

Diagnosis sekunder : Demam Tifoid

P: Terapi

Nonmedikamentosa :

- Istirahat cukup

- Banyak minum (air putih/ jus buah/ susu)

- Diet nasi lunak dan rendah serat dengan kebutuhan 1680 kkal

Medikamentosa :

- Infus Ringer Laktat XXII gtt/mnt/makro (4cc/kgBB/jam → 1623 cc/24 jam)

- Paracetamol sirup 3x1½ cth (170) mg jika demam (P.O)

- Ampicillin 3 x 500 mg (I.V)

Monitoring :

- Monitoring keadaan umum : demam.

- Monitoring vital sign / 6 jam

- Monitoring Hb, Ht, dan Trombosit tiap 12 jam

- Monitoring tanda-tanda syok

- Monitoring diuresis/ 6 jam

Tanggal/Jam: 08-09-2015/ 06.0 0 WIB (Sakit hari ke V dan Bebas demam hari ke II)

Page 12: LAPSUS DHF

S: Demam turun, gusi berdarah (-), mimisan (-), petechie spontan (-), Nyeri sendi +otot (-),

Nyeri preorbita (-), muntah (-), mual (+), BAB hitam (-), BAK kuning jernih

O: Tanda vital : Tekanan darah : 110/70 mmHg

Frekuensi Nadi : 95 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Frekuensi Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,5 C (aksila)

Kepala Normocephali, tidak ada kelainan

Mata Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), edema palpebra (+/+)

Hidung Deformitas tidak ada, tidak ada sekret, epistaksis (-/-)

Telinga Tidak ada sekret, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)

Mulut

Leher

Bibir tidak sianosis, bibir dan mukosa mulut kering, lidah tidak kotor, gusi berdarah (-), Caries gigi (-), tonsil T2- T2, faring tidak hiperemis, nyeri saat menelan (-), reghaden (+)Tidak ada pembesaran KGB, kelenjar tiroid tidak teraba membesar

Paru I : Gerakan dinding dada statis dinamis, simetris kiri kanan, retraksi dinding dada (-).

Pa : Stem fremitus kanan = kiriPe : Sonor seluruh lapangan paru A : Vesikuler (+/+) , wheezing (-/-), ronki (-/-)

Jantung I : Iktus kordis tidak terlihatPa : Iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicularis sinistraPe : Batas kanan jantung: SIC IV liniea parasternalis dextra : Batas kiri jantung : SIC V linea midclavicularis sinistra A : Bunyi Jantung I-II (+) reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen I : Datar, lemas, simetris A : Bising usus (+) normalPa : nyeri tekan (-), defance muscular (-), Hepar dan Lien tidak teraba,

asites (gelombang cairan (-), puddle sign(-), shiffting dullness(-))Pe : Timpani seluruh lapangan abdomen

Ekstrimitas Pitting edema (-/-), CRT ˂ 2 detik, akral hangat, atrofi otot (-).Diuresis 250 cc/6 jam (2,4 cc/jam/kgBB)

Hasil Laboratorium tanggal 08-09-2015/ pukul 07.00 WIBNO PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

1 Hemoglobin 11,6 L. 12-17.5 : P. 11,5-16.0 g/dl

2 Leukosit 3.400 4.000 – 10.000 / mm3

Page 13: LAPSUS DHF

3 Hematokrit 33 20 %

4 Trombosit 15.000 150.000 – 400.000/mm3

A: Diagnosis utama : Demam Berdarah Dengue Derajat I

Diagnosis sekunder : Demam Tifoid

P: Terapi

Nonmedikamentosa :

- Istirahat cukup

- Banyak minum (air putih/ jus buah/ susu)

- Diet nasi lunak dan rendah serat dengan kebutuhan 1680 kkal

Medikamentosa :

- Infus Ringer Laktat XXII gtt/mnt/makro (4cc/kgBB/jam → 1623 cc/24 jam)

- Paracetamol sirup 3x1½ cth (170) mg jika demam (P.O)

- Ampicillin 3 x 500 mg (I.V)

Monitoring :

- Monitoring keadaan umum : demam.

- Monitoring vital sign / 6 jam

- Monitoring Hb, Ht, dan Trombosit tiap 12 jam

- Monitoring tanda-tanda syok

- Monitoring diuresis/ 6 jam

Tanggal/Jam: 08-09-2015/ 11.0 0 WIB (Sakit hari ke V dan Bebas demam hari ke II)

S: Demam turun, gusi berdarah (-), mimisan (-), petechie spontan (-), Nyeri sendi +otot (-),

Nyeri preorbita (-), muntah (-), mual (+), BAB hitam (-), BAK kuning jernih

O: Tanda vital : Tekanan darah : 100/70 mmHg

Frekuensi Nadi : 97 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Frekuensi Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,6 C (aksila)

Kepala Normocephali, tidak ada kelainan

Mata Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), edema palpebra (+/+)

Hidung Deformitas tidak ada, tidak ada sekret, epistaksis (-/-)

Telinga Tidak ada sekret, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)

Page 14: LAPSUS DHF

Mulut

Leher

Bibir tidak sianosis, bibir dan mukosa mulut kering, lidah tidak kotor, gusi berdarah (-), Caries gigi (-), tonsil T2- T2, faring tidak hiperemis, nyeri saat menelan (-), reghaden (+)Tidak ada pembesaran KGB, kelenjar tiroid tidak teraba membesar

Paru I : Gerakan dinding dada statis dinamis, simetris kiri kanan, retraksi dinding dada (-).

Pa : Stem fremitus kanan = kiriPe : Sonor seluruh lapangan paru A : Vesikuler (+/+) , wheezing (-/-), ronki (-/-)

Jantung I : Iktus kordis tidak terlihatPa : Iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicularis sinistraPe : Batas kanan jantung: SIC IV liniea parasternalis dextra : Batas kiri jantung : SIC V linea midclavicularis sinistra A : Bunyi Jantung I-II (+) reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen I : Datar, lemas, simetris A : Bising usus (+) normalPa : nyeri tekan (-), defance muscular (-), Hepar dan Lien tidak teraba,

asites (gelombang cairan (-), puddle sign(-), shiffting dullness(-))Pe : Timpani seluruh lapangan abdomen

Ekstrimitas Pitting edema (-/-), CRT ˂ 2 detik, akral hangat, atrofi otot (-).Diuresis 150 cc/6 jam (1,7 cc/jam/kgBB)

A: Diagnosis utama : Demam Berdarah Dengue Derajat I

Diagnosis sekunder : Demam Tifoid

P: Terapi

Nonmedikamentosa :

- Istirahat cukup

- Banyak minum (air putih/ jus buah/ susu)

- Diet nasi lunak dan rendah serat dengan kebutuhan 1680 kkal

Medikamentosa :

- Infus Ringer Laktat XXII gtt/mnt/makro (4cc/kgBB/jam → 1623 cc/24 jam)

- Paracetamol sirup 3x1½ cth (170) mg jika demam (P.O)

- Ampicillin 3 x 500 mg (I.V)

Monitoring :

- Monitoring keadaan umum : demam.

- Monitoring vital sign / 12 jam

- Monitoring Hb, Ht, dan Trombosit tiap 12 jam

Page 15: LAPSUS DHF

- Monitoring tanda-tanda syok

- Monitoring diuresis/ 12 jam

Tanggal/Jam: 08-09-2015/ 23.0 0 WIB (Sakit hari ke V dan Bebas demam hari ke II)

S: Demam turun, gusi berdarah (-), mimisan (-), petechie spontan (-), Nyeri sendi +otot (-),

Nyeri preorbita (-), muntah (-), mual (+), BAB hitam (-), BAK kuning jernih

O: Tanda vital : Tekanan darah : 110/70 mmHg

Frekuensi Nadi : 92 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Frekuensi Pernapasan : 18 x/menit

Suhu : 36,8 C (aksila)

Kepala Normocephali, tidak ada kelainan

Mata Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), edema palpebra (+/+)

Hidung Deformitas tidak ada, tidak ada sekret, epistaksis (-/-)

Telinga Tidak ada sekret, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)

Mulut

Leher

Bibir tidak sianosis, bibir dan mukosa mulut kering, lidah tidak kotor, gusi berdarah (-), Caries gigi (-), tonsil T2- T2, faring tidak hiperemis, nyeri saat menelan (-), reghaden (+)Tidak ada pembesaran KGB, kelenjar tiroid tidak teraba membesar

Paru I : Gerakan dinding dada statis dinamis, simetris kiri kanan, retraksi dinding dada (-).

Pa : Stem fremitus kanan = kiriPe : Sonor seluruh lapangan paru A : Vesikuler (+/+) , wheezing (-/-), ronki (-/-)

Jantung I : Iktus kordis tidak terlihatPa : Iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicularis sinistraPe : Batas kanan jantung: SIC IV liniea parasternalis dextra : Batas kiri jantung : SIC V linea midclavicularis sinistra A : Bunyi Jantung I-II (+) reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen I : Datar, lemas, simetris A : Bising usus (+) normalPa : nyeri tekan (-), defance muscular (-), Hepar dan Lien tidak teraba,

asites (gelombang cairan (-), puddle sign(-), shiffting dullness(-))Pe : Timpani seluruh lapangan abdomen

Ekstrimitas Pitting edema (-/-), CRT ˂ 2 detik, akral hangat, atrofi otot (-).Diuresis 450 cc/12 jam (2,2 cc/jam/kgBB)

Hasil Laboratorium tanggal 08-09-2015/ pukul 19.00 WIBNO PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

Page 16: LAPSUS DHF

1 Hemoglobin 11,0 L. 12-17.5 : P. 11,5-16.0 g/dl

2 Leukosit 3.500 4.000 – 11.000 / mm3

3 Hematokrit 33 20 %

4 Trombosit 18.000 150.000 – 400.000/mm3

A: Diagnosis utama : Demam Berdarah Dengue Derajat I

Diagnosis sekunder : Demam Tifoid

P: Terapi

Nonmedikamentosa :

- Istirahat cukup

- Banyak minum (air putih/ jus buah/ susu)

- Diet nasi lunak dan rendah serat dengan kebutuhan 1680 kkal

Medikamentosa :

- Infus Ringer Laktat XXII gtt/mnt/makro (4cc/kgBB/jam → 1623 cc/24 jam)

- Paracetamol sirup 3x1½ cth (170) mg jika demam (P.O)

- Ampicillin 3 x 500 mg (I.V)

Monitoring :

- Monitoring keadaan umum : demam.

- Monitoring vital sign / 12 jam

- Monitoring Hb, Ht, dan Trombosit tiap 12 jam

- Monitoring tanda-tanda syok

- Monitoring diuresis/ 12 jam

Tanggal/Jam: 09-09-2015/ 06.0 0 WIB (Sakit hari ke VI dan Bebas demam hari ke III)

S: Demam turun, gusi berdarah (-), mimisan (-), petechie spontan (-), Nyeri sendi +otot (-),

Nyeri preorbita (-), muntah (-), mual (+), BAB hitam (-), BAK kuning jernih

O: Tanda vital : Tekanan darah : 100/70 mmHg

Frekuensi Nadi : 90 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Frekuensi Pernapasan : 18 x/menit

Suhu : 36,8 C (aksila)

Kepala Normocephali, tidak ada kelainan

Page 17: LAPSUS DHF

Mata Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), edema palpebra (+/+)

Hidung Deformitas tidak ada, tidak ada sekret, epistaksis (-/-)

Telinga Tidak ada sekret, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)

Mulut

Leher

Bibir tidak sianosis, bibir dan mukosa mulut kering, lidah tidak kotor, gusi berdarah (-), Caries gigi (-), tonsil T2- T2, faring tidak hiperemis, nyeri saat menelan (-), reghaden (+)Tidak ada pembesaran KGB, kelenjar tiroid tidak teraba membesar

Paru I : Gerakan dinding dada statis dinamis, simetris kiri kanan, retraksi dinding dada (-).

Pa : Stem fremitus kanan = kiriPe : Sonor seluruh lapangan paru A : Vesikuler (+/+) , wheezing (-/-), ronki (-/-)

Jantung I : Iktus kordis tidak terlihatPa : Iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicularis sinistraPe : Batas kanan jantung: SIC IV liniea parasternalis dextra : Batas kiri jantung : SIC V linea midclavicularis sinistra A : Bunyi Jantung I-II (+) reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen I : Datar, lemas, simetris A : Bising usus (+) normalPa : nyeri tekan (-), defance muscular (-), Hepar dan Lien tidak teraba,

asites (gelombang cairan (-), puddle sign(-), shiffting dullness(-))Pe : Timpani seluruh lapangan abdomen

Ekstrimitas Pitting edema (-/-), CRT ˂ 2 detik, akral hangat, atrofi otot (-).Diuresis 800 cc/12 jam (3,3 cc/jam/kgBB)

Hasil Laboratorium tanggal 09-09-2015/ pukul 08.00 WIBNO PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

DARAH TEPI

1 Hemoglobin 11,5 L. 12-17.5 : P. 11,5-16.0 g/dl

2 Leukosit 4.500 4.000 – 11.000 / mm3

3 Hematokrit 35 20 %

4 Trombosit 19.000 150.000 – 400.000/mm3

A: Diagnosis utama : Demam Berdarah Dengue Derajat I

Diagnosis sekunder : Demam Tifoid

P: Terapi

Nonmedikamentosa :

Page 18: LAPSUS DHF

- Istirahat cukup

- Banyak minum (air putih/ jus buah/ susu)

- Diet nasi lunak dan rendah serat dengan kebutuhan 1680 kkal

Medikamentosa :

- Infus Ringer Laktat XXII gtt/mnt/makro (3cc/kgBB/jam → 1623 cc/24 jam)

- Paracetamol sirup 3x1½ cth (170) mg jika demam (P.O)

- Ampicillin 3 x 500 mg (I.V)

Monitoring :

- Monitoring keadaan umum : demam.

- Monitoring vital sign / 12 jam

- Monitoring Hb, Ht, dan Trombosit tiap 12 jam

- Monitoring tanda-tanda syok

- Monitoring diuresis/ 12 jam

Tanggal/Jam: 09-09-2015/ 18.0 0 WIB (Sakit hari ke VI dan Bebas demam hari ke III)

S: Demam turun, gusi berdarah (-), mimisan (-), petechie spontan (-), Nyeri sendi +otot (-),

Nyeri preorbita (-), muntah (-), mual (+), BAB hitam (-), BAK kuning jernih

O: Tanda vital : Tekanan darah : 100/70 mmHg

Frekuensi Nadi : 89 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Frekuensi Pernapasan : 19 x/menit

Suhu : 36,8 C (aksila)

Kepala Normocephali, tidak ada kelainan

Mata Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), edema palpebra (+/+)

Hidung Deformitas tidak ada, tidak ada sekret, epistaksis (-/-)

Telinga Tidak ada sekret, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)

Mulut

Leher

Bibir tidak sianosis, bibir dan mukosa mulut kering, lidah tidak kotor, gusi berdarah (-), Caries gigi (-), tonsil T2- T2, faring tidak hiperemis, nyeri saat menelan (-), reghaden (+)Tidak ada pembesaran KGB, kelenjar tiroid tidak teraba membesar

Paru I : Gerakan dinding dada statis dinamis, simetris kiri kanan, retraksi dinding dada (-).

Pa : Stem fremitus kanan = kiriPe : Sonor seluruh lapangan paru A : Vesikuler (+/+) , wheezing (-/-), ronki (-/-)

Jantung I : Iktus kordis tidak terlihat

Page 19: LAPSUS DHF

Pa : Iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicularis sinistraPe : Batas kanan jantung: SIC IV liniea parasternalis dextra : Batas kiri jantung : SIC V linea midclavicularis sinistra A : Bunyi Jantung I-II (+) reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen I : Datar, lemas, simetris A : Bising usus (+) normalPa : nyeri tekan (-), defance muscular (-), Hepar dan Lien tidak teraba,

asites (gelombang cairan (-), puddle sign(-), shiffting dullness(-))Pe : Timpani seluruh lapangan abdomen

Ekstrimitas Pitting edema (-/-), CRT ˂ 2 detik, akral hangat, atrofi otot (-).Diuresis 380 cc/12 jam (1,8 cc/jam/kgBB)

A: Diagnosis utama : Demam Berdarah Dengue Derajat I

Diagnosis sekunder : Demam Tifoid

P: Terapi

Nonmedikamentosa :

- Istirahat cukup

- Banyak minum (air putih/ jus buah/ susu)

- Diet nasi lunak dan rendah serat dengan kebutuhan 1680 kkal

Medikamentosa :

- Infus Ringer Laktat XXII gtt/mnt/makro (3cc/kgBB/jam → 1623 cc/24 jam)

- Paracetamol sirup 3x1½ cth (170) mg jika demam (P.O)

- Ampicillin 3 x 500 mg (I.V)

Monitoring :

- Monitoring keadaan umum : demam.

- Monitoring vital sign / 12 jam

- Monitoring Hb, Ht, dan Trombosit tiap 12 jam

- Monitoring tanda-tanda syok

- Monitoring diuresis/ 12 jam

Tanggal/Jam: 10-09-2015/ 06.0 0 WIB (Sakit hari ke VII dan Bebas demam hari ke IV)

S: Demam turun, gusi berdarah (-), mimisan (-), petechie spontan (-), Nyeri sendi + otot (-),

Nyeri preorbita (-), muntah (-), mual (+), BAB hitam (-), BAK kuning jernih

O: Tanda vital : Tekanan darah : 110/70 mmHg

Frekuensi Nadi : 88 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Frekuensi Pernapasan : 20 x/menit

Page 20: LAPSUS DHF

Suhu : 36,6 C (aksila)

Kepala Normocephali, tidak ada kelainan

Mata Konjungtiva palpebra tidak anemis, sklera tidak ikterik, edema palpebra - / -. Edema palpebra (-/-)

Hidung Deformitas tidak ada, tidak ada sekret

Telinga Tidak ada sekret, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)

Mulut

Leher

Bibir tidak sianosis, bibir dan mukosa mulut kering, lidah tidak kotor, gusi berdarah (-), Caries gigi (-), tonsil T2- T2, faring tidak hiperemis, nyeri saat menelan (-) ragheden (-)Tidak ada pembesaran KGB, kelenjar tiroid tidak teraba membesar

Paru I : Gerakan dinding dada statis dinamis, simetris kiri kanan, retraksi dinding dada (-).

Pa : Stem fremitus kanan = kiriPe : Sonor seluruh lapangan paru A : Vesikuler normal, wheezing (-), ronki (-)

Jantung I : Iktus kordis tidak terlihatPa : Iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicularis sinistraPe : Batas kanan jantung: SIC IV liniea parasternalis dextra : Batas kiri jantung : SIC V linea midclavicularis sinistra A : Bunyi Jantung I-II (+) reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen I : Datar, lemas, simetris A : Bising usus (+) normalPa : nyeri tekan (-), defance muscular (-), Hepar dan Lien tidak teraba,

asites (gelombang cairan (-), puddle sign(-), shiffting dullness(-))Pe : Timpani seluruh lapangan abdomen

Ekstrimitas Pitting edema (-/-), CRT ˂ 2 detik, akral hangat, atrofi otot (-).Diuresis 420cc/12jam (2,4 cc/jam)

Hasil Laboratorium tanggal 10-09-2015NO PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

1 Hemoglobin 11,6 L. 12-17.5 : P. 11,5-16.0 g/dl

2 Leukosit 3.400 4.000 – 11.000 / mm3

3 Hematokrit 33 20 %

4 Trombosit 29.000 150.000 – 400.000/mm3

A: Demam Berdarah Dengue derajat II,

Demam thypoid

P: Pasien pulang atas permintaan sendiri

Page 21: LAPSUS DHF

TINJAUAN PUSTAKA

VIRUS DENGUE

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue

yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal

sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1,

Page 22: LAPSUS DHF

DEN2, DEN-3, DEN-4. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam

ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106.1

Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang

bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang,

sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain

tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4

serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah

di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di

beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi

sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak

yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.2

CARA PENULARAN

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,

yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui

gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa

spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang

berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit

manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur

berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat

ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya.

Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan

transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat

masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan

virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-

10 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia

kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami

viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.2

PATOGENESIS

Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka

demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host)

terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung

pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul

antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan

Page 23: LAPSUS DHF

bahkan dapat menimbulkan kematian. Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue)

masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan

SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis

immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang

mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog

mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Infeksi sekunder

tersebut terjadi dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun dari infeksi primer. Antibodi

heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan

kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc

reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka

virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel

makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu

proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.

Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang

kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga

mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.4

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection.

Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien,

respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan

proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti

dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang

bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan

mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang

selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat

aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan

merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan

syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama

24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit,

penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura,

asites).4

Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan

anoksia, yang dapat berakhir fatal. Oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna

mencegah kematian. Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus

binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan

Page 24: LAPSUS DHF

replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari

perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan

viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu

beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua

hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.4

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain

mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi

sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan

menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari

perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran

ADP (adenosin diphosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan

menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi

trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III

mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular

deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga

terjadi penurunan faktor pembekuan.4

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga

walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi

koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin

sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya

syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor

pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.

Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.4

Page 25: LAPSUS DHF

MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS

Sebagaimana penyakit pada umumnya, diagnosis DBD juga bertolak dari manifestasi

klinis yang teramati maupun yang dikeluhkan oleh pasien dibantu oleh temuan laboratoris

(mulai dari hasil pemeriksaan laboratoris sederhana seperti pemeriksaan hitung trombosit

darah tepi sampai dengan pemeriksaan laboratoris khusus untuk infeksi virus dengue).

Berdasarkan kriteria WHO 1997, pada kriteria diagnosis DBD ditegakkan melalui 2

kriteria:

1. Kriteria klinis

Demam atau riwayat demam akut yang berlangsung selama 2-7 hari, kadang-kadang

memiliki pola bifasik.

Terdapat sekurang-kurangnya salah satu dari manifestasi berikut:

Tourniquet Test yang positif

petechiae, ecchymoses, atau purpura

perdarahan dari mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), saluran

pencernaan makanan, atau perdarahan dari tempat lain

hematemesis atau melena

Pembesaran hati

Syok yang ditandai dengan nadi lemah dan cepat serta penurunan tekanan nadi (20

mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistolik 80 mmHg) disertai kulit teraba

dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi

gelisah, timul sianosis di sekitar mulut.

2. Kriteria laboratorium

Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)

Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai

berikut:

- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis

kelamin atau pada masa sebelum sakit.

Sumber: Ginting (2004)

Page 26: LAPSUS DHF

- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan

nilai hematokrit sebelumnya

- Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.1,2,3

Dua atau tiga patokan klinis pertama disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi

sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DBD (IDAI,2002). Tes serologi, pemeriksaan IgM

dengan ELISA, titer antibodi IgG yang meningkat 4 kali, serta pemeriksaan PCR terhadap

virus dengue dapat membantu penegakkan diagnosis pasien DBD. Pada penderita DBD

dengan enchepalitis harus diperiksa CSF untuk membantu diagnosis (American Academy of

Pediatrics, 2007).

Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, WHO tahun 1997

membagi dalam beberapa derajat penyakit infeksi virus dengue seperti tertera pada tabel.

Tabel 1. Klasifikasi derajat penyakit infeksi dengue :1,2,3

Keterangan ; Uji bendung dilakukan dengan membendung lengan atas menggunakan

manset pada tekanan sistolik ditambah diastolik dibagi dua selama 5 menit. Hasil uji

positif bila ditemukan 10 atau lebih petekie per 2,5 cm bujursangkar.

Saat ini banyak tenaga kesehatan serta ahli yang berpendapat bahwa kriteria WHO

tahun 1997 tersebut tidak praktis untuk digunakan, sulitnya mengkonfirmasi kasus DBD pada

praktik sehari-hari, seringnya ditemukan kasus yang tidak memenuhi criteria DBD (hanya

memenuhi kriteria demam dengue) namun dikemudian hari berkembang menjadi DBD berat,

serta penekanan tingkat keparahan DBD berdasarkan pendarahan yang terjadi, dan bukannya

Page 27: LAPSUS DHF

berdasarkan kebocoran plasma, pada kasus infeksi dengue yang sangat berat (Bandyopadhay,

2006; WHO, 2009; Horstick, 2012).

Menghadapi tantangan tersebut, pada tahun 2009 WHO merevisi klasifikasi penyakit

akibat virus dengue. Pada panduan WHO, pasien langsung dikelompokkan berdasarkan

tingkat keparahan penyakit, dimana terdapat dua kategori besar yaitu Dengue tidak berat

(non severe dengue), serta dengue berat (severe dengue) berdasarkan temuan klinis serta

laboratoris. Pasien non severe dengue dibagi kembali menjadi dua subgrup, yaitu pasien

dengan warning sign serta pasien tanpa warning sign.

WHO pada tahun 2009 membagi gejala klinis demam dengue menjadi 3 fase : 1. Fase

Demam, 2.Fase Kritis, 3.Fase Recovery.

A. Fase I – Fase Demam

Demam akut yang berlangsung 2 - 7 hari dan sering disertai muka kemerahan, eritema

kulit, nyeri seluruh badan, mialgia, atralgia, dan sakit kepala. Beberapa pasien dapat memiliki

gejala sakit tenggorokan, faring hiperemis dan injeksi konjungtiva. Anorexia, mual, dan

muntah sering terjadi dan dapat sulit dibedakan dengan demam non-dengue pada fase awal.

Uji torniquet positif pada fase ini meningkatkan kepastian dari dengue. Manifestasi

Gambar Klasifikasi dengue dan derajat keparahan

Sumber: WHO (2009)

Page 28: LAPSUS DHF

perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran mukosa (mis. hidung dan gusi)

dapat terlihat. Gejala tidak khas seperti perdarahan vagina dan perdarahan gastrointestinal

dapat terjadi. Hati dapat membesar dan terasa sakit pada beberapa hari sewaktu demam.

Penurunan sel darah putih dapat memberikan tanda sebagai infeksi dengue (WHO, 2009).

Tanda dan gejala ini kurang dapat membedakan antara severe dan non severe dengue

sehingga perlu monitoring lebih untuk berhati - hati dalam menilai fase perkembangan ke

fase kritis (WHO, 2009).

B. Fase II – Fase Kritis

Pada tahap ini, demam masih berlangsung pada hari ke 3 – 7 namun temperatur sedikit

menurun yaitu 37.5 – 38oC atau lebih rendah dan juga menyebabkan peningkatan

permeabilitas kapiler dengan level hematokrit yang 2009). Leukopenia parah diikuti dengan

penurunan hitung trombosit mengindikasikan terjadinya kebocoran plasma. Pada pasien

dengan tidak diikuti peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik namun pasien yang

memiliki keadaan tersebut akan bertambah parah dengan kehilangan volume plasma. Efusi

pleura dan ascites dapat terdeteksi tergantung dari tingkat keparahan kebocoran plasma

tersebut. Maka foto thorax dan USG abdomen dapat digunakan sebagai alat bantu diagnosa.

Kadar hematokrit yang melebihi batas normal dapat digunakan sebagai acuan melihat derajat

keparahan kebocoran plasma (WHO, 2009). Syok dapat terjadi jika volume plasma berkurang

Page 29: LAPSUS DHF

hingga titik kritis dan sering didahului oleh warning signs. Syok yang berlangsung lama,

menyebabkan hipoperfusi organ sehingga dapat mengakibatkan gangguan organ, metabolik

asidosis, dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) (WHO, 2009). Hal ini

menyebabkan perdarahan hebatsehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan

syok hebat.1,2,5

Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat dikatakan

menderita dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang menjadi fase kritis

kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada pasien perlu dilakukan

pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya kebocoran plasma.5

C. Fase III – Fase Penyembuhan/Recovery

Pasien yang melewati fase kritis akan memasuki fase recovery dimana terjadi

reabsorpsi cairan extravaskular dalam 48-72 jam, dimana keadaan umum akan membaik,

nafsu makan bertambah, gejala gastrointestinal berkurang, status hemodinamik stabil, dan

diuresis terjadi. Ruam, pruritis, bradikardia dapat terjadi pada fase ini (WHO, 2009).

Hematokrit dapat kembali stabil atau menurun akibat efek pengenceran dari absorpsi cairan.

Sel darah putih perlahan mengalami peningkatan setelah suhu tubuh menurun diikuti dengan

peningkatan trombosit. Respiratory distress akibat efusi pleura masif dan ascites dapat terjadi

akibat dari terapi cairan IV yang berlebih sewaktu fase kritis ataupun fase recovery yang

dapat dikaitkan dengan edema paru atau gagal jantung kongestif (WHO, 2009).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Laboratorium1

Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue

adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan

darah tepi untuk melihat adanyan limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi

antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (reverse transcriptase polymerase chain

reaction), namun karena adanya teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang

mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM, maupun

IgG.

Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:

Page 30: LAPSUS DHF

- Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui limfositosis relatif

(>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah

total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.

- Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

- Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan

hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.

- Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada

keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

- Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

- SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.

- Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

- Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

- Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah

atau komponen darah.

- Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM: terdeteksi

mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG:

pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG

mulai terdeteksi hari ke-2. Pada infeksi sekunder, kadar IgG meningkat lebih banyak

dibandingkan IgM dan muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM. IgG merupakan

antibodi predominan pada infeksi sekunder.11

- Salah satu metode pemeriksaan terbaru adalah pemeriksaan antigen spesifik virus

dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Dengan metode ELISA, antigen

NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam

pada infeksi primer dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder dengue.

Pemeriksaan ini juga dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7%

dan 100%). Oleh karena itu, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1

sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer.

PENATALAKSANAAN

Tidak ada terapi yang spesifik untuk DD dan DBD, prinsip utama adalah terapi

suportif. Penanganan yang tepat oleh dokter dan perawat dapat menyelamatkan pasien DBD.

Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari

1%. Pemeliharaan volume sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam

penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika

Page 31: LAPSUS DHF

asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan

melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi.

Penatalaksanaan infeksi virus Dengue menurut WHO 1997

Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma

dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan

peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit < 50.000/41.

Secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D,

C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B danA.

Protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa, terbagi 5 kategori :

a. Protokol 1 : Penanganan tersangka (probable) DBD dewasa tanpa syok.

Seseorang yang tersangka menderita DBD, di ruang gawat darurat dilakukan

pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht) dan trombosit. Bila didapatkan :

Gambar Protokol 1 penanganan tersangka (probable)

DBD dewasa tanpa syok

- Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat

dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik, dalam waktu 24

jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, leukosit dan trombosit tiap 24 jam).

Bila keadaan pasien memburuk, segera kembali ke instalasi gawat darurat.

- Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan dirawat.

- Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun, juga dianjurkan untuk dirawat.1,3,5,6

b. Protokol 2 : Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.

Page 32: LAPSUS DHF

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif serta tanpa syok, di

ruang rawat diberi cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut .

Gambar Protokol 2 Pemberian cairan pada tersangka DBD di ruang rawat

Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 12 jam :

- Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit <100.000 jumlah

- pemberian cairan tetap seperti rumus tersebut diatas, tetapi pemantauan Hb, Ht dan

trombosit tiap 12 jam.

- Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan sesuai

dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%.1,3,5,6

c. Protokol 3 : Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%.

Meningkatnya Ht>20% menunjukkan tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%.

Pada keadaan ini, terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan

kristaloid 6-7 ml/kgBB/jam. Bila keadaan pasien terus membaik, bahkan setelah jumlah

cairan dapat dihentikan 3 ml/kgBB/jam, pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam

kemudian. Namun, bila dalam perkembangannya kondisi pasien memburuk dan didapatkan

tanda-tanda syok, pasien ditangani sesuai protokol tatalaksana sindrom renjatan dengue pada

dewasa. Bila syok telah teratasi, pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian

cairan awal.1,3,5,6

Page 33: LAPSUS DHF

Gambar Protokol 3 Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%

d. Protokol 4 : Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD

Gambar Protokol 4 Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD adalah : perdarahan hidung /

epistaksis yang tidak terkendali walau telah diberikan tampon hidung, pendarahan saluran

cerna (hematemesis, melena dan hematoskesia), pendarahan saluran kencing (hematuria),

pendarahan otak atau pendarahan tersembunyi, dengan jumlah pendarahan sebanyak 4-5

cc/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini, jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti

keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan,  dan jumlah

Page 34: LAPSUS DHF

urin dilakukan sesering mungkin, dengan kewaspadaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya

diulang setiap 4-6 jam.

Heparin diberikan, bila secara klinis dan laboratories didapatkan tanda-tanda KID.

Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP, diberikan bila didapatkan

defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang). PRC diberikan bila nilai

Hb < 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan

spontan dan masif, dengan jumlah trombosit < 100.000 disertai atau tanpa KID.1,3,5,6

e. Protokol 5 : Tatalaksana Sindroma Syok Dengue (SSD)

Gambar 8. Protokol 5 Tatalaksana Sindroma Syok Dengue (SSD) pada dewasa

Page 35: LAPSUS DHF

Saat menghadapi SSD, hal pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus

segera diatasi. Karena itu, penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera

dilakukan. Angka kematian SSD lebih besar 10x lipat, dibandingkan dengan penderita DBD

tanpa renjatan.

Pada kasus SSD, cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi

cairan, penderita juga diberikan 2-4 liter/menit. Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus

dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap, hemostasis, analisis gas darah, kadar

natrium, kalium dan klorisa, serta ureum dan kreatinin.

Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang, harus dilakukan terutama

dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan. Ini karena selain proses patogenesis

penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap

dalam pembuluh darah setelah 1 jam pemberian.

Untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik, perlu pemantauan tanda

vital yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi jantung dan nafas, pembesaran hati,

nyeri tekan daerah hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis. Diuresis

diusahakan 2 ml/kg/BB/jam. Pemantauan kadar Hb, Ht dan trombosit, dapat digunakan untuk

pemantauan perjalanan penyakit.

Penatalaksanaan infeksi virus Dengue menurut WHO 2009

Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi lainnya, pasien dapat

dibagi tiga kategori: rawat jalan (kelompok A), membutuhkan penanganan di rumah

sakit/rawat inap (kelompok B), dan membutuhkan penanganan emergensi atau urgensi

(kelompok C).5

Kelompok-A 5

Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi untuk minum

secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam jam, dan tidak mempunyai

warning signs, khususnya saat demam mereda.

Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi hingga

melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah dirawat dan

diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila warning signs muncul.

Apabila warning signs muncul maka tindakan selanjutnya adalah:

Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan lain yang

mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang hilang akibat demam.

Page 36: LAPSUS DHF

Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam. Interval

pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.

Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan keluaran

cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda perembesan plasma

atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan trombosit (kelompok-B).

Kelompok-B 5

Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase kritis. Kriteria

rawat pasien DBD adalah:5

1. Adanya warning signs

2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum, hipotensi postural,

berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.

3. Perdarahan

4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak syok),

neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).

5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites

6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia hemolitik, overweight/

obese, bayi, dan usia tua

7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa transpor memadai.

Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan adalah:

Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti normosalin

0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu kurangi menjadi 3-5

ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai

respon klinis.

Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit, lanjutkan

dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda vital memburuk dan

Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 5–10 ml/kg/jam selama 1-2 jam.

Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan periksa kecepatan cairan infus berkala.

Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin output 0,5

ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus berkala saat kebocoran

plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal ini bisa diketahui dari urin output

dan/atau asupan minum cukup dan Ht menurun.

Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat. Parameter

yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap 1-4 jam hingga lewat

Page 37: LAPSUS DHF

fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum dan setelah pemberian cairan,

selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ sesuai indikasi.

Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:

Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9% atau RL

dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk pasien obese atau

overweight digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan volume minimum untuk

memelihara perfusi dan urine output selama 24-48 jam.

Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin output (volume

dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan trombosit. Pemeriksaan

laboratorium lain dapat dilakukan sesuai indikasi.

Kelompok-C 5

Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila mengalami DBD

berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah. Resusitasi cairan dengan

kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk menjaga volume ekstravaskular saat

periode kebocoran plasma atau larutan koloid pada keadaan syok hipotensi. Pantau nilai Ht

sebelum dan sesudah resusitasi. Tujuan akhir resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi

sentral dan perifer (takikardia berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas

tidak pucat dan hangat, dan CRT <2 detik) dan meningkatkan perfusi organ (level kesadaran

membaik, urin output >0,5 ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).

Page 38: LAPSUS DHF

Terapi pada Pasien Syok Terkompensasi

Gambar-3. Algoritma Pasien Syok Terkompensasi

Page 39: LAPSUS DHF

Terapi pada Syok Hipotensi

Gambar-4. Algoritma Pasien Syok Hipotensi

Page 40: LAPSUS DHF

Indikasi Pulang Pasien DBD

Pasien dapat pulang apabila memenuhi semua kriteria berikut:5

Klinis:

o Bebas demam selama minimal 48 jam

o Terdapat perbaikan ststus klinis (keadaan umum baik, nafsu makan makan

membaik, status hemodinamik stabil, urine output normal, tidak ada gangguan

pernapasan)

Laboratoris:

o Peningkatan jumlah trombosit

o Hematokrit stabil tanpa cairan intravena

Page 41: LAPSUS DHF

PEMBAHASAN

Sejak 3 hari SMRS pasien mengalami demam. Demam turun bila diberikan obat penurun

panas. Namun, demam kembali tinggi pada malam harinya. Pasien mengeluh mengigil, sakit

kepala, sakit pada seluruh badan terutama pada lututnya, tidak ada sakit pada perut dan

daerah belakang mata serta nyeri saat menelan, batuk dan pilek tidak ada.

Pasien juga mengeluhkan badan terasa lemas saat baru bangun tidur dan pasien tidak

sanggup jalan sendiri ke kamar mandi. Pasien mengeluhkan muntah sebanyak 2 kali berisi

makanan yang dimakan. Muntah sebanyak setengah gelas belimbing sekali muntah, sehingga

ibu pasien memutuskan membawa pasien ke RS M.Yunus Bengkulu. BAB dan BAK

dirasakan lancar dan tidak ada keluhan. BAB berwarna hitam tidak ada. Keluhan berupa gusi

berdarah dan mimisan disangkal. Hasil pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah: 110/70

mmHg, frekuensi nadi: 90 x/menit (regular, isi dan tegangan cukup), frekuensi napas: 20

x/menit, suhu : 37,20C (axilla), serta uji Rumple Leed positif. Pemeriksaan laboratorium

menunjukkan trombositopenia (24.000), leukosit (3.900).

Uji torniquet merupakan tanda peningkatan fragilitas kapiler. Uji torniquet pada pasien

ini bermanfaat dan perlu dilakukan karena pada pasien ini terdapat gejala dan tanda klinis

yang mengarah DBD dan uji torniquet memberikan hasil positif pada 70,2% di awal

perjalanan penyakit. Uji torniquet dinyatakan positif bila terdapat lebih dari 10 petekie dalam

diameter 2,8 cm (1 inci persegi) di lengan bawah bagian depan (volar) termasuk pada lipatan

siku (fossa cubiti) saat diberikan tekanan diantara sistolik dan diastolik pada lengan atas

pasien selama 5 menit.

Pasien ini didiagnosis dengan DBD grade I. Menurut WHO 1997 terdapat 4 kriteria

diagnosis DBD, antara lain:

1. Demam yang berlangsung 2-7 hari dan sifatnya bifasik (tinggi pada hari-hari pertama

dan membaik pada hari-hari selanjutnya). Pasien ini mengalami demam saat 3 hari

SMRS. Selanjutnya demam mulai turun pada hari ketiga. Walaupun demam

membaik, namun pasien terlihat semakin lemas (tidak ada perbaikan klinis).

2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan. Pada pasien didapatkan uji Rumple Leed

positif.

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000). Pada pasien ini terdapat

trombositopenia (24.000). Keadaan trombositopenia pada pasien ini disebabkan oleh

penghancuran trombosit oleh sistem retikuloendotelial karena terjadi agregasi

trombosit.

Page 42: LAPSUS DHF

4. Terdapat tanda-tanda kebocoran plasma. Pada pasien ini tidak terdapat tanda klinis

kebocoran plasma seperti asites dan efusi pleura. Secara laboratorium hasil

pemeriksaan hematokrit 45 % dengan Hb 15,5, menunjukkkan peningkatan nilai

hematokrit dengan perhitungan ∆HT (HT tertinggi-HT terendah) x 100% didapatkan

hasil 30% yang menunjukkan adanya hemokonsentrasi .

Jika dilihat dari kriteria diagnosis menurut WHO 1997, maka dapat dikatakan pasien

mengalami DBD grade I, karena hemokonsentrasi menunjukkkan peningkatan nilai

hematokrit dengan perhitungan ∆HT (HT tertinggi-HT terendah) x 100% didapatkan hasil

30% . Sebagai tambahan, penulis akan membandingkan jika diagnosis dan tatalaksana pasien

ini menggunakan klasifikasi WHO tahun 2009. Saat ini banyak tenaga kesehatan serta ahli

yang berpendapat bahwa kriteria WHO tahun 1997 tersebut tidak praktis untuk digunakan,

sulitnya mengonfirmasi kasus DBD pada praktik sehari-hari, seringnya ditemukan kasus yang

tidak memenuhi criteria DBD (hanya memenuhi kriteria demam dengue) namun dikemudian

hari berkembang menjadi DBD berat, serta penekanan tingkat keparahan DBD berdasarkan

pendarahan yang terjadi, dan bukannya kebocoran plasma, pada kasus infeksi dengue yang

sangat berat.

Menghadapi tantangan tersebut, pada tahun 2009 WHO merevisi klasifikasi penyakit

akibat virus dengue. Pada panduan WHO, pasien langsung dikelompokkan berdasarkan

tingkat keparahan penyakit, dimana terdapat dua kategori besar yaitu Dengue tidak berat (non

severe dengue), serta dengue berat (severe dengue) berdasarkan temuan klinis serta

laboratoris. Pasien non severe dengue dibagi kembali menjadi dua subgrup, yaitu pasien

dengan warning sign

serta pasien tanpa warning sign ( WHO, 2009).

Klasifikasi dengue menurut WHO tahun 2009 pada Dengue tidak Berat (Non Severe

dengue) yaitu pada orang yang tinggal atau habis bepergian dari daerah endemik dengue,

dengan demam yang disertai 2 gejala mual, muntah, bintik-bintik merah, nyeri sendi,

leukopenia, torniket tes positif. Gejala ini dapat dikonfirmasi dengan temuan laboratorium

lainnya (WHO, 2009). Perlu diperhatikan adanya warning sign, antara lain: nyeri abdomen,

muntah terus menerus, perdarahan mukosal, letargi, pembesaran hepar lebih dari 2 cm,

maupun peningkatan hematokrit disertai penurunan trombosit dengan cepat.

Jika terdapat warning sign maka disebut sebagai non severe dengue with warning

sign. Jika tidak ada tanda tersebut maka disebut sebagai non severe dengue without warning

sign Jika menggunakan klasifikasi 2009, maka pasien ini merupakan pasien non severe

dengue with warning sign. Pasien dengan infeksi dengue yang masuk dalam kategori ini,

Page 43: LAPSUS DHF

perlu dimonitor oleh tenaga kesehatan hingga melewati fase kritis. Hal yang perlu dimonitor

antara lain: tanda-tanda vital dan perfusi perifer (setiap 1-4 jam hingga pasien melewati fase

kritis), urine output (setiap 4-6 jam), hematokrit (setelah pemberian penggantian cairan,

kemudian setiap 6-12 jam). Pemberian cairan yang direkomendasikan untuk kategori ini ialah

pemberian cairan isotonis seperti NaCl 0.9%, ringer laktat, ataupun larutan Hartmann.

Pemberian cairan dimulai dari 5-7 cc/kgBB/jam selama 1-2 jam, kemudian dikurangi 3-5

cc/kgBB/jam selama 2-4 jam berikutnya, dan jika respon baik, dilanjutkan dengan pemberian

2-3 cc/kgBB/jam pada jam berikutnya. Pemberian cairan ini diberikan hanya selama 24 jam

(WHO, 2009)

Penatalaksanaan pada pasien ini, yaitu terapi supportif berupa terapi cairan yang

menurut konsensus (untuk berat badan 20 kg) ialah 4cc/kgBB/jam dengan kebutuhan perhari

1663 cc/hari setara dengan 3 kolf perhari dengan jumlah tetesan per menit cairannya ialah 22

tetes per menit. Cairan yang digunakan adalah cairan kristaloid seperti ringer laktat.dengan

pemantauan diuresis untuk kontrol kebutuhan cairan pada pasien perhari sudah tepat atau

belum.

Selain pemberian cairan, pada pasien juga diberikan terapi simtomatik yakni

parasetamol 3 X 1½ cth (170 mg) bila demam.

Selain DBD grade I, Pasien ini juga didiagnosis demam tifoid. Hal ini kurang sesuai

karena demam baru berlangsung selama 2 hari. Gejala klinis seperi lidah kotor tidak

dijumpai, gangguan pencernaan diare dan konstipasi tidak ada. Hasil laboratorium serologi

widal, dilakukan pada hari kedua demam dan belum bisa dipastikan apakah terjadi kenaikan

titer O 4 kali titer fase akut ke fase konvalesens. Selain itu pasien memiliki riwayat sakit

demam thypoid sebelumnya sehingga bisa saja hasil serologi yang menunjukkan nilai Titer

Thypi O + 1/320 disebabkan karena infeksi masa lampau. Sehingga pemberian terapi

antibiotik berupa ampicillin pada pasien ini juga kurang tepat karena ampicillin bukan

merupakan drug of choice dari pengobatan demam tifoid. Pengobatan untuk demam tifoid

antara lain :

1. Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgBB/hari, oral atau IV dibagi dalam 4 dosis

selama 10-14 hari

2. Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, oral atau IV selama 10 hari

3. Kotrimoksazol 6 mg/KgBB/hari,oral selama 10 hari

4. Seftriakson 80 mg/kgBB/hari IV/IM, dosis tunggal selama 5 hari

5. Sefiksim 10 mg/KgBB/hari, oral dibagi dalam 2 dosis selama 10 hari

Page 44: LAPSUS DHF

Pasien juga diberikan gentamisin pada saat masuk ke RS. Pemberian gentamisin pada

pasien diberhentikan. Karena gentamisin bergolingan antibiotik aminoglikosda yang

bertujuan untuk menghancurkan dinding sel bakteri kurang bermanfaat untuk melawan

Salmonella typhi, karena bakteri ini lebih baik dilawan dengan antibiotik yang melemahkan

polipeptida atau merusak sintesa protein dari bakrteri tersebut.

Page 45: LAPSUS DHF

DAFTAR PUSTAKA

1. Djunaedi, D. 2006. Demam Berdarah Dengue (DBD). Malang : Penerbit Universitas

Muhammadiyah Malang.

2. Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2011. Data Kasus Demam Berdarah Dengue Kota

Semarang Tahun 2006 sampai dengan 2010. Semarang. Dinas Kesehatan Kota

Semarang.

3. Departemen Kesehatan RI. 2010. Data Kasus DBD Per Bulan Di Indonesia Tahun 2010,

2009 Dan Tahun 2008. Diunduh dari http://www.penyakitmenular.infouserfilesdata-

20kasus-20DBD209-20februari202011.pdf

4. Subandrio, A. 1984. Perkembangan Pemeriksaan Serologi untuk Konfirmasi Infeksi

Dengue di Bagian Mikrobiologi FK UI, dalam B. Haryanto et, al, (ed) : Berbagai

Aspek Demam Berdarah Dengue dan Penanggulangannya, Pusat Penelitian Kesehatan

Lembaga Penelitian UI.

5. Gibbons RV, Vaughn DW. Dengue: an escalating problem. BMJ, (online),

2002;324;1563-1566, (http://www.bmj.com, diakses 21 februari 2008).

6. Phuong CXT, Nhan NT, Wills B et al. Evaluation of the World Health Organization

standard tourniquet test and a modified tourniquet test in the diagnosis of dengue infection

in Viet Nam. Tropical Medicine and International Health. february 2002 volume 7 no 2

pp 125–132

7. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. 2004. Nelson textbook of pediatrics 17th ed.

Saunders. Philadelphia.

Page 46: LAPSUS DHF