Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

33

Transcript of Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Page 1: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)
Page 2: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

ISSN 2528-2085 SSN 0000 - 0000 JLBCI – Vol. 01 No. 1, Juni 2016 Akreditasi No : 000/

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI) Indonesia Customs and Excise Laboratory Journal

Media ilmiah Balai Pengujian dan Identifikasi Barang

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan

Edisi perdana : Juli 2016 ALAMAT REDAKSI BPIB TIPE A JAKARTA Jl. Letnan Jenderal Suprapto No. 66 Jakarta 10520 Telp: 021-4246033 Fax: 021-42886147

Page 3: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016 SSN 0000 - 0000 SUSUNAN DEWAN REDAKSI DEWAN KEHORMATAN : Direktur Teknis Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Republik Indonesia PENANGGUNG JAWAB : Kepala Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Jakarta DEWAN EDITOR : Ketua : Delfiendra, S.Si., Apt. (Kepala Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Jakarta) Wakil Ketua : Indra Siswa, S.T., M.H. (Kepala Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Medan) Kusuma Santi Wahyuningsih, M.Ec. (Kepala Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Surabaya) Anggota : Safianty Anwar, S.T., M.E. (Kepala Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal BPIB Jakarta) Sofian Manahara, S.Si. (Kepala Seksi Pelayanan Teknis BPIB Jakarta) Panyahatan Hagabean Harahap, S.E., M.A.P. (Kepala Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal BPIB Medan) Luki Kurniawan, S.Si. (Kepala Seksi Pelayanan Teknis BPIB Medan) Fithriya Wulandari, S.E., M.Ak. (Kepala Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal BPIB Surabaya) R. Virdi Mayana Rivai, S.T. (Kepala Seksi Pelayanan Teknis BPIB Surabaya) REVIEWER : Safuadi, M.Sc, Ph.D (Kementerian Keuangan) Dr. Julinawati, M.Si (Universitas Syiah Kuala) Dr. Muliadi Ramli, M.Si (Universitas Syiah Kuala) REDAKSI PELAKSANA Ketua : E. Sapta Nugraha, S.T. Anggota : Rossy Amal Sholih, S.T. Munawaroh, A.Md. Yessy Andhasari, S. Farm. Retno Dwi Palupi, S.Si. Christinauly Hasibuan, S.Farm. Apt. M. Reyza Agrista, A.Md. Eksannudin Susilo, A.Md.

INDONESIA CUSTOMS AND EXCISE

LABORATORY JOURNAL

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI) Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Jakarta - DJBC Jalan Letnan Jenderal Suprapto No. 66 Jakarta – 10520 Telepon: (021)4246033 Fax: (021)42886147 Email: [email protected]

Page 4: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016 0000 - 0000– Vol. 01 No. 1, Juni 2016 Akre

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................................ i KATA PENGANTAR............................................................................................................................ ii KARAKTERISASI JENIS NARKOBA MENGGUNAKAN METODE FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FTIR) DAN X-RAY DIFFRACTION (XRD) Julinawati, Binawati Ginting, Delfiendra, Rossy Amal Sholih........................................... ............... 1

IDENTIFIKASI FASE DAN UKURAN KRISTAL NARKOTIKA DENGAN MENGGUNAKAN X-RAY DIFFRACTION (XRD) Julinawati, Rahmi, Delfiendra, Rossy Amal Sholih........................................... ................................ 11

IDENTIFIKASI SYNTHETIC CANNABINOID THJ-018 DAN THJ-2201 MENGGUNAKAN FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FTIR) DAN GAS CHROMATOGRAPHY-MASS SPECTRUM (GC-MS) E. Sapta Nugraha, Christinauly Hasibuan, Eka Sri Wahyuni, Akmal Hakim...................................... 20

INDONESIA CUSTOMS AND EXCISE

LABORATORY JOURNAL

Page 5: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016 0000 - 0000– Vol. 01 No. 1, Juni 2016

ii

KATA PENGANTAR

Pembaca Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat-Nya yang tak terhingga

sehingga tim redaksi JLBCI dapat menyusun dan menerbitkan JLBCI Volume 1 No. 1 Juli 2016 yang

sekaligus merupakan edisi perdana. Setelah melalui proses yang panjang, JLBCI terbit dan hadir ke

tangan pembaca untuk memberikan informasi dan pengetahuan mengenai penelitian-penelitian

terbaru yang dilakukan oleh Laboratorium Bea dan Cukai. Pada edisi perdana ini, JLBCI akan

membahas berbagai penelitian yang utamanya berkaitan dengan kegiatan pengujian di

Laboratorium Bea dan Cukai. Adapun judul yang akan dibahas yaitu: 1. Karakterisasi Jenis Narkoba

Menggunakan Metoda Fourier Transform Infra Red (FTIR) dan X- Ray Diffraction (XRD); 2. Identifikasi

Fasa dan Ukuran Kristal Narkotika Menggunakan X - Ray Diffraction (XRD); 3. Identifikasi Synthetic

Cannabinoid THJ-018 dan THJ-2201 Menggunakan Fourier Transform Infra Red (FTIR) dan Gas

Chromatography-Mass Spectrum (GC-MS). Dari bahasan tersebut diharapkan dapat bermanfaat

untuk perkembangan dunia ilmu pengetahuan pada umumnya, dan memberikan informasi seputar

penelitian di Laboratorium Bea dan Cukai pada khususnya.

Tim redaksi pada kesempatan ini, menyampaikan terimakasih kepada para penulis yang telah

mempercayakan artikelnya untuk diterbitkan pada JLBCI. Dan tak lupa, ucapan terimakasih juga

kami sampaikan kepada seluruh reviewer atas bantuan dan kerjasamanya dalam perbaikan

penulisan jurnal ini.

Sumbangan saran dan kritik selalu kami harapkan untuk peningkatan kualitas JLBCI. Kami juga

mengundang para peneliti untuk mempublikasikan hasil penelitiannya dalam bidang kimia melalui

JLBCI, terutama yang berkaitan dengan kegiatan pengujian di Laboratorium Bea dan Cukai. Selamat

membaca, semoga memberikan wawasan bagi pembaca dan manfaat untuk kemajuan pengujian

Laboratorium Bea Cukai Indonesia.

Salam, Dewan Editor JLBCI

INDONESIAN CUSTOMS AND EXCISE

LABORATORY JOURNAL

Page 6: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

1

Karakterisasi Jenis Narkoba Menggunakan

Metode Fourier Transform Infra Red (FTIR) dan X- Ray Diffraction

(XRD)

Julinawati1*, Binawati Ginting1, Delfiendra2, Rossy Amal Sholih2

1Jurusan Kimia FMIPA Unsyiah, Darussalam Banda Aceh 23111; 2Balai Pengujian dan Identifikasi Barang (BPIB), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,

Cempaka Putih, Jakarta 10520

*Email : [email protected]

Abstrak

Telah dilakukan penelitian tentang karakterisasi jenis narkoba menggunakan metode FTIR

dan XRD. Berdasarkan spektrum FTIR dan difraktogram XRD menunjukkan bahwa narkoba

jenis I adalah methamphetamine dan narkoba jenis kedua adalah pseudoephedrine. Metode

FTIR dan XRD ini merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk

mengkarakterisasi narkoba dan jenisnya dengan hasil yang lebih cepat, efisien, dan

memberikan hasil yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan.

Kata kunci : karakterisasi, narkoba, XRD, FTIR

Abstract

The research about the characterization of drugs using FTIR and XRD methods had been

done. Based on the FTIR spectrum and XRD diffractograms showed that the drugs type I is

methamphetamine and the second type is pseudoephedrine. FTIR and XRD method is one

method that is fast, efficient, and provide accurate results and accountability for

characterization of drugs.

Keywords: characterization, drug, XRD, FTIR

Page 7: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

2

PENDAHULUAN

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat atau bahan berbahaya. Selain

narkoba, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat

adiktif. Semua istilah ini, baik narkoba ataupun napza, mengacu pada kelompok senyawa

yang umumnya memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan,

narkoba sebenarnya adalah senyawa-senyawa psikotropika yang biasa dipakai untuk

membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini

persepsi itu disalahartikan akibat pemakaian di luar peruntukan dan dosis yang semestinya.

Penyebaran penyalahgunaan narkoba sampai saat ini sangat sulit untuk dicegah dan

sekarang ini Indonesia telah menjadi salah satu jalur utama dalam perdagangan narkotika dan

obat bius. Banyak narkotika dan obat bius diperdagangkan dan diselundupkan ke Indonesia

oleh sindikat internasional yang terorganisasi, terutama karena ada permintaan yang cukup

tinggi (http://www.dw.de/unodc-indonesia-is-a-major-drug-trafficking-hub). Untuk itu sangat

diperlukan adanya pengawasan yang baik dan pembuktian yang sangat cepat.

Indonesia sendiri sudah banyak membuat kemajuan dalam beberapa tahun terakhir

dalam hal menyita narkotika dan obat bius ilegal dalam jumlah besar yang masuk dari luar

negeri, terutama bahan-bahan methamphetamine yang di Indonesia dikenal dengan sebutan

sabu-sabu. Untuk membuktikan hasil tangkapan atau penyitaan tersebut, perlu dicari metode–

metode yang cukup teruji untuk dapat menganalisa narkotika dan obat bius dengan hasil yang

cepat, akurat, efisien dan dapat memberikan informasi tambahan seperti sifat fisika dan sifat

kimia suatu sampel. Selama ini identifikasi narkoba di lapangan menggunakan narcotic test

dan untuk penelitian-penelitian tentang identifikasi narkoba baru menggunakan HPLC dan

MS (McHale, K.,J., et al, 2008; Taufik, dkk, 2013. ). Menurut Tanaka (2006), uji narkoba

yang yang berdasarkan perubahan warna kurang bisa dipertanggungjawabkan apalagi hasil

atau kesimpulannya berdampak kepada proses hukum. Uji narkoba tersebut dianggap bersifat

subjektif karena didasarkan pada pengamatan individu, disamping itu perubahan warna dapat

juga disebabkan oleh pengotor selama proses analisis. Banyak senyawa kimia lain yang tidak

berbahaya juga akan memberikan hasil atau membentuk warna yang sama dengan beberapa

jenis narkoba. Untuk itu perlu adanya karakterisasi lanjutan untuk memastikan jenis senyawa

narkoba tersebut.

Metode difraksi sinar X (XRD) telah lama digunakan untuk mengidentifikasi berbagai

material dan aplikasinya. Metode XRD digunakan untuk mendapatkan informasi struktur

kristal material logam maupun paduan, mineral, senyawa anorganik, polimer, material

Page 8: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

3

organik, superkonduktor (Suharyana, 2012), orientasi kristal, jenis kristal, ukuran butir,

konstanta kisi dan lain-lain. Data difraktogram yang diperoleh memberikan ciri khas dari

masing-masing material.

Spektroskopi FTIR (fourier transform infrared) merupakan salah satu teknik analitik

yang sangat baik dalam proses identifikasi struktur molekul suatu senyawa. Informasi

struktur molekul dapat diperoleh secara tepat dan akurat (memiliki resolusi yang tinggi).

Keuntungan yang lain dari metode ini adalah dapat digunakan untuk mengidentifikasi sampel

dalam berbagai fase (Harmita, 2006).

Selama ini identifikasi obat sudah mulai dilakukan dengan menggunakan XRD tetapi

untuk jenis narkoba identifikasi masih dilakukan dengan mengunakan metode narcotic test,

HPLC dan spektroskopi massa. Untuk itu dalam penelitian ini dilakukan identifikasi jenis dua

jenis narkoba menggunakan XRD dan FTIR dan diharapkan kedua metode ini bisa dijadikan

sebagai salah satu metode alternatif untuk pengujian narkoba yang jenisnya terus

berkembang.

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan Balai Pengujian dan Identifikasi Barang (BPIB) Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai Jakarta dari bulan Januari s.d. April 2015.

BAHAN DAN ALAT

Bahan

Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua jenis sampel

narkoba yang merupakan hasil tangkapan dari salah satu kantor Bea dan Cukai di Indonesia

dan KBr pellet.

Alat.

XRD yang digunakan dalam penelitian adalah XRD merk Empyrean dari

PANalytical, Peralatan ini dilengkapi dengan Sofware High Score Plus dan PDF2.

Kemampuan software ini dapat menguji secara cepat dan akurat komposisi senyawa di dalam

bahan yang diuji. Sedangkan FTIR yang digunakan merupakan merk Perkin Elmer (Perkin

Elmer Life dan Analitical Science, MA, USA)

Page 9: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

4

CARA KERJA

Uji Jenis Narkoba Menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra Red)

Spektrum FTIR untuk berbagai jenis narkoba dapat diperoleh menggunakan

spetrofotometer FTIR pada panjamg gelombang 500 - 4000 cm-1 dan menggunakan pellet

KBR. Serbuk narkoba yang akan dianalisa, sebelumnya digerus dengan mortal sampai halus

kemudian ditambahkan dengan bubuk KBr sampai tercampur rata. Campuran ini kemudian

ditempatkan dalam cetakan dan ditekan sampai 7 – 8 ton dengan menggunakan alat tekanan

mekanik. Tekanan ini dipertahankan beberapa menit, kemudian sampel (pellet Kbr yang

terbentuk) diambil dan kemudian ditempatkan pada sampel pan dan siap untuk dianalisis.

Uji jenis narkoba menggunakan XRD (X- Ray Diffraction)

Sampel narkoba yang akan dianalisa dihancurkan terlebih dahulu dalam mortar

meggunakan alu atau menggunakan mill grinding. Setelah halus serbuk tersebut dimasukkan

dalam tempat sampel XRD. Difraksi diperoleh dari alat XRD yang dioperasikan pada pada 40

KV dan 40 mA menggunakan Cu sebagai sumber radiasi. Sudut scanning dari 0 sampai 90o.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi narkoba jenis I dan jenis II dengan metode FTIR dan XRD ini

merupakan penelitian pendahuluan untuk mendapatkan metode alternatif dalam menganalisa

jenis narkoba yang akan memberikan hasil yang lebih cepat, akurat dan dapat memberikan

informasi tambahan seperti sifat fisika dan sifat kimia suatu sampel. Kedua metode ini juga

sangat sederhana dan tidak banyak memerlukan perlakuan pendahuluan terhadap sampel.

Sebelum dilakukan uji dengan menggunakan FTIR dan XRD, narcotic test (Simon reagent)

sebagai analisa pendahuluan dilakukan dan hasilnya menunjukkan bahwa narkoba jenis

pertama diduga adalah methamphetamine yang dengan Simon Reagent terbentuk warna biru

tua) dan narkoba jenis II diuji menggunakan Chen's Reagent akan terbentuk warna ungu yang

menunjukkan bahwa yang diduga senyawa tersebut adalah Pseudoephedrine (Tanaka, 2006).

Pada spektroskopi FTIR, salah satu teknik penanganan sampel yang umum dilakukan

adalah dengan teknik attenuated total reflection (ATR). Teknik ini merupakan salah satu

metode solutif dalam spektroskopi IR dalam hal pengolahan sampel. ATR biasanya

digunakan untuk analisis sampel-sampel yang sulit dianalisis dengan metode

spektrofotometri FTIR transmitan karena terbentur preparasi sampel yang sulit (Stuart, 2004).

ATR cocok diterapkan untuk sampel-sampel padat yang tebal atau material-material cair

yang pekat termasuk film, serbuk, polimer, sampel cair, semi-padat dan film tipis. Pada ATR

Page 10: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

5

hanya dibutuhkan sedikit preparasi sampel atau bahkan tidak ada preparasi sama sekali

(Stuart, 2004). ATR dilakukan dengan menggunakan aksesoris dalam kompartemen sampel

spektrofotometer FTIR. Bagian inti aksesoris ATR adalah kristal dengan indeks bias yang

tinggi. Jenis bahan yang digunakan adalah seng selenida (ZnSe), KRS-5 (talium iodide atau

talium bromida), dan germanium. Analisis menggunakan FTIR didasarkan pada karakteristik

gugus fungsi dari suatu sampel.

Metode XRD sangat potensial untuk mengidentifikasi material diberbagai bidang hal

ini karena pola XRD yang dihasilkan tergantung pada jarak antar-atom dan antar molekul

dari material yang diperiksa, dan ini akan menghasilkan pola difraksi yang khas untuk

masing-masing material. Secara khusus, telah menunjukkan bahwa energi dispersif dari XRD

memungkinkan untuk identifikasi narkoba (Pani, et al. 2009). XRD juga telah menunjukkan

bahwa sampel yang dianalisis tidak rusak, memiliki selektivitas dan efisiensi yang tinggi (Li

Wei, et al, 2011). Dalam ilmu forensik, XRD juga sudah mulai digunakan, ini disebabkan

XRD dapat digunakan untuk menganalisis semua bahan kristal, dari senyawa organik seperti

obat, mineral dan logam berat. Disamping itu, karena kontak jejak spesimen yang ditemui di

ilmu forensik sangat kecil, instrumentasi XRD ini juga mampu menganalisis spesimen yang

kecil tersebut (Rendle, 2003).

1. Hasil analisa narkoba jenis I

Analisa FTIR terhadap sampel narkoba I memberikan hasil spektrum seperti Gambar

1 berikut ini :

Gambar 1. Spektrum FTIR narkoba jenis I (methamphetamine)

Page 11: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

6

Tabel 1. Gugus fungsi narkoba jenis I

No Bilangan gelombang (cm-1) Gugus fungsi

1 3022,62 – 3436,61 N-H amina

2 2460.88 – 2961,80 C-H Alkana

3 1592,73 – 1604,03 C=C Aromatik

4 1355,93 – 1487,94 C-H Alkana

5 700,52 – 749,04 C-H Aromatik

Berdasarkan Gambar I dan Tabel 1, narkoba jenis I mengandung gugus fungsi N-H

amina, C-H alkana, C=C aromatik, C-H alkana dan C-H aromatik, kesemua gugus fungsi

tersebut menunjukkan bahwa narkoba jenis I adalah jenis methamphetamine. Struktur kimia

dari methamphetamine dapat dilihat dalam Gambar 2 berikut ini

Gambar 2. Struktur kimia dari methamphetamine (Tanaka, 2006)

Gambar 3. Difraktogram XRD dari narkoba jenis I (methamphetamine)

Spektrum XRD dari narkoba jenis I dapat dilihat dalam Gambar 3 yang menunjukkan

adanya puncak khas dari methamphetamine yaitu adanya sudut 2θ pada 15,76o, 16,44o,

Page 12: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

7

17,36o, 24,99o, 25,07o, dan 25,33o. Ini semua sesuai dengan spektrum standar

methamphetamine seperti yang terlihat dalam Gambar 4.

Gambar 4. Difraktogram XRD dari standar methamphetamine

1. Hasil analisa narkoba jenis II

Analisa FTIR terhadap sampel narkoba II memberikan hasil spektrum seperti Gambar

5 dan penjelasan gugus fungsinya seperti dalam Tabel 2.

Gambar 5. Spektrum FTIR narkoba jenis II (pseudoephedrine)

Page 13: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

8

Tabel 2. Gugus fungsi narkoba jenis II

No Bilangan gelombang (cm-1) Gugus fungsi

1 3325,09 N-H amina

2 2737,77 – 3013,49 O-H Alkohol

3 1587,53 C=C Aromatik

4 1373,08 – 1455,39 C-H Alkana

5 1001,42 – 1119,96 C-O Alkohol

6 701,76 – 762,34 C-H Aromatik

Gambar 6. Struktur kimia dari pseudoephedrine (Tanaka, 2006)

Narkoba jenis II mengandung gugus fungsi N-H amina, O-H alkohol, C=C aromatik,

C-H alkana, C-O alkohol, dan C-H aromatik, seperti yang terlihat dalam Gambar 5 dan Tabel

2. Semua gugus fungsi ini menunjukkan bahwa narkoba jenis II adalah jenis

pseudoephedrine. Struktur kimia dari pseudoephedrine dapat dilihat dalam Gambar 6.

Puncak khas senyawa narkoba jenis II yang terlihat dalam spektrum XRD pada

Gambar 7 menunjukkan adanya sudut 2θ pada 6,96o, 15,43o, 17,29o, 18,10o, 19,19o, 20,12o

dan 20,97o. Ini juga sesuai dengan spektrum standar dari narkoba jenis pseudoephedrine

seperti yang terlihat dalam Gambar 8.

Page 14: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

9

Gambar 7. Difraktogram XRD dari narkoba jenis II (pseudoephedrine)

Gambar 8. Difraktogram XRD dari standar pseudoephedrine

KESIMPULAN

Berdasarkan spektrum FTIR dan difraktogram XRD, narkoba jenis pertama adalah

methamphetamine dan narkoba jenis kedua adalah pseudoephedrine. Metode FTIR dan XRD

ini merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengkarakterisasi narkoba dan

jenisnya dengan hasil yang lebih cepat, efisien, dan memberikan hasil yang akurat serta dapat

dipertanggungjawabkan.

Page 15: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

10

DAFTAR PUSTAKA

Crespy C., 2013, Energy Dispersive X-Ray difraction to Identify Explosive Substances :

Spectra Analysis Procedure Optimization, HAL Id: https://hal.archives-

ouvertes.fr/hal-00878519

Cook EJ, Pani S, George L, Hardwick S, Horrocks JA, Speller RD., 2009, Multivariate Data

Analysis for Drug Iidentification Using Energy-Dispersive X-Ray Diffraction,

Journal IEEE Transactions on Nuclear Science - IEEE Trans Nucl Scii : vol. 56, no.

3, pp. 1459-1464,.

(http://www.dw.de/unodc-indonesia-is-a-major-drug-trafficking-hub).

Li, W., Zhanga F., Yua D., Suna B., Lia M., and Liua J., 2011, Impact of fat and muscle in

energy dispersive X-ray diffraction-based identification of heroin using multivariate

data analysis, Journal of Chemometrics, wileyonlinelibrary.com. DOI:

10.1002/cem.1409

McHale K.,J., and Sanders M., 2008; Quantitative LC-MS Screening for Illicit Drugs Using

Ultrahigh Resolution Mass Analysis and Accurate Mass Confirmation, Thermo

Fisher Scientific, Somerset, NJ Application Note: 499

Pani, S., Cook E., Horrocks J., George L., Hardwick S. and Speller R., (2009), Modeling an

Energy-Dispersive X-ray Diffraction System for Drug Detection,

http://epubs.surrey.ac.uk/715789/1/IEEEModelling2009.pdf

Rendle D. F., 2003, X-Ray Diffraction in Forensic Science, The rigaku journal vol. 19, no. 2

& vol. 20 no. 1

Suharyana. (2012). Dasar-Dasar Dan Pemanfaatan Metode Difraksi Sinar-X. Surakarta:

Universitas Sebelas Maret.Harmita, 2006, Analisis Fisika Kimia, Departemen Farmasi

FMIPA-UI, Jakarta

Stuart, B., 2004. Infrared Spectroscopy : Fundamentals and applications Analytical

Techniques in the Sciences, Chichester: John Wiley & Sons

Taufik, M., Wirjosentono B., Erma Z., 2013. Deteksi Narkotika Jenis Cannabinol dan

Morfin dari Sampel urine Pengguna Narkotika, Prosiding SNYuBe.

Tanaka (2006), Manual for Use by National Drug Testing Laboratories, united nations

publication, New York.

Page 16: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

11

Identifikasi Fase dan Ukuran Kristal Narkotika dengan Menggunakan

X - Ray Diffraction ( XRD )

1*Julinawati, 2Rahmi, 3Delfiendra, dan 4Rossy Amal Sholih 1,2Jurusan Kimia FMIPA Unsyiah, Darussalam Banda Aceh 23111;

3,4Balai Pengujian dan Identifikasi Barang (BPIB), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,

Cempaka Putih, Jakarta 10520

*Email : [email protected]

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi fase dan ukuran kristal

narkotika menggunakan X-Ray Diffraction (XRD). Metode ini dilakukan dalam

terhadap obat-obatan narkotika dalam bentuk bubuk dan diuji pada 40 kV dan 40 mA

menggunakan Cu sebagai sumber radiasi dengan sudut pemindaian 0 o untuk 90o.

Berdasarkan difraktogram XRD, sampel pertama mengandung dari 72,494% ketamine

dan ukuran rata-rata kristal adalah 11,029 nm. Sampel kedua mengandung dari

78,537% pseudoephedrine dan ukuran rata-rata kristal 12,122 nm dan sampel ketiga

mengandung 83,506% methamphetamine dengan ukuran rata-rata kristal 12,296 nm.

Metode XRD dapat digunakan untuk mengidentifikasi fase dan kristal ukuran obat-

obatan narkotika dan metode ini merupakan salah satu metode analisis yang lebih

mudah, lebih cepat, sensitif dan tidak merusak sampel.

Kata kunci: identifikasi, obat-obatan narkotika, fase, ukuran kristal, X-Ray

Diffraction (XRD)

Abstract

The purpose of this study is the identification of phase and crystallite size of narcotic

drugs using X-Ray Diffraction (XRD). The method is performed in preparation of

narcotic drugs in powder form and tested at 40 kV and 40 mA using Cu as a radiation

source with a scanning angle of 0⁰ to 90⁰. Based on the XRD diffractogram, the first

sample containing of 72.494 % of ketamine and average crystallite size of 11.029 nm.

The second sample containing of 78.537 % of pseudoephedrine and its average

crystallite size of 12.122 nm and the third sample containing of 83.506 %

methamphetamine with average crystallite size of 12.296 nm. XRD method can be

used to identify the phase and crystallite size of narcotic drugs and this method is one

of method of analysis easier, faster, sensitive and does not damage the sample.

Key words: identification, narcotic drugs, phase, crystallite size, X-Ray Diffraction

(XRD)

Page 17: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

12

LATAR BELAKANG

Kata obat-obatan narkotika telah digunakan untuk berbagai zat dari opium hingga

kokain. Istilah narkotika juga merujuk pada istilah sistem saraf pusat (SSP) depresan, yang

menyebabkan pingsan, dan dapat juga merujuk pada obat adiktif. Narkotika berasal dari

produk nabati seperti opium dan turunannya morfin seperti kodein dan heroin, tetapi juga

narkotika sintetis seperti metadon dan petidin, ketamine serta ganja, koka dan kokain.

Menurut para ahli kesehatan, obat narkotika sebenarnya senyawa psikotropika yang biasa

digunakan untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit

tertentu (Gono, 2011).

Perdagangan obat-obatan narkotika telah menjadi ancaman besar bagi masyarakat

internasional selama beberapa dekade. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa masalah

narkotika tidak hanya melemahkan tatanan moral masyarakat, tapi sering terjadi bersamaan

dengan kejahatan lain (misalnya, penyuapan, korupsi atau bahkan pembunuhan). Indonesia

telah menjadi salah satu jalur utama dalam perdagangan obat-obatan narkotika dan mencegah

perdagangan obat-obatan narkotika sangat sulit. Banyak obat-obatan narkotika yang

diperdagangkan dan diselundupkan ke Indonesia oleh sindikat internasional yang terorganisir,

itu karena permintaan yang sangat tinggi. Masalah ini perlu pemantauan yang lebih baik dan

identifikasi obat-obatan narkotika lebih cepat (Hendro, 2013).

Indonesia memiliki kemajuan dalam hal penyitaan obat-obatan narkotika dalam

jumlah besar dari luar negeri dalam beberapa tahun terakhir, khususnya methamphetamine (di

Indonesia dikenal sebagai sabu-sabu). Penyitaan harus dibuktikan dengan cepat dan ini

membutuhkan metode yang cukup teruji untuk dapat menganalisis dengan lebih cepat, lebih

akurat, efisien dan dapat memberikan informasi tambahan seperti sifat-sifat fisik dan kimia.

Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian dan identifikasi obat-obatan narkotika di lapangan

hanya menggunakan HPLC dan MS (McHale et al, 2008; Taufik et al, 2013).

Menurut Tanaka (2006), pengujian obat-obatan narkotika menggunakan uji warna

dianggap subjektif karena didasarkan pada pengamatan dan perubahan warna individu selama

tes juga bisa disebabkan oleh kotoran selama proses analisis. Banyak bahan kimia lainnya

yang tidak berbahaya juga akan memberikan hasil warna yang sama dengan beberapa jenis

obat-obatan narkotika. Masalah-masalah ini menyebabkan kebutuhan untuk karakterisasi

lebih lanjut untuk memastikan fase atau senyawa dalam obat.

Metode difraksi sinar-X (XRD) telah lama digunakan untuk mengidentifikasi

berbagai bahan kimia dan aplikasi lain. Metode XRD digunakan untuk mendapatkan

informasi tentang struktur kristal bahan logam dan paduan, mineral, senyawa anorganik,

Page 18: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

13

polimer, bahan organik, superkonduktor orientasi kristal, jenis kristal, ukuran butir, konstanta

kisi dan lain-lain. Data yang diperoleh memberikan karakteristik dari masing-masing bahan

kimia (Crespy, 2013; Suharyana, 2012; Cook et al, 2009).

Penggunaan metode XRD dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi fase dan

ukuran kristal obat-obatan narkotika. Hasil identifikasi diharapkan dapat memberikan data

yang lebih rinci tentang fase atau kristal ukuran. Selain itu, metode XRD adalah salah satu

metode yang cepat untuk mengidentifikasi tanpa merusak sampel

BAHAN DAN METODE

Tahap identifikasi dan Kristalit Ukuran Narkotika

Sampel obat-obatan narkotika diambil dari Balai Pengujian dan Identifikasi Barang (BPIB),

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Cempaka Putih Jakarta. Sampel dianalisis dengan XRD

PANanalytical, Empyrean. Instrumen XRD dioperasikan pada 40 KV dan 40 mA

menggunakan Cu sebagai sumber radiasi. Sudut pemindaian 0 sampai 90°. Ukuran kristal

dihitung berdasarkan metode Scherrer dan menggunakan formulasi,

Sedangkan D, B, k, dan λ masing-masing diameter kristal (nm), lebar setengah puncak

(FWHM) dalam radian, konstanta Scherrer (0,9), panjang gelombang sinar-X (1,5406°A).

Untuk menentukan komposisi fraksi volume sampel, pola XRD dianalisis dan dihitung

dengan rumus berikut:

HASIL DAN DISKUSI

Karakterisasi obat-obatan narkotika dengan metode XRD adalah studi pendahuluan.

Metode XRD akan memberikan hasil analisis yang lebih cepat dan dapat memberikan

informasi tambahan seperti persentase fase dan kristal ukuran. Metode ini juga sangat

sederhana dan tidak memerlukan banyak tahap preparasi sampel.

Page 19: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

14

Metode XRD adalah metode potensial untuk mengidentifikasi bahan kimia dalam

berbagai bidang ilmu pengetahuan karena pola XRD yang dihasilkan tergantung pada jarak

antar atom dan antar molekul bahan yang diperiksa. Metode ini akan menghasilkan pola

difraksi yang khas untuk setiap materi. Secara khusus, telah menunjukkan bahwa energi XRD

dispersif memungkinkan untuk identifikasi obat (Pani, et al., 2009). XRD juga menunjukkan

bahwa sampel yang dianalisis tidak rusak, selektivitas dan efisiensi tinggi (Li, W., et al,

2011). Dalam ilmu forensik, metode ini juga telah digunakan karena dapat menganalisis

semua bahan kristal, seperti kedokteran, mineral dan logam berat. Selain itu, XRD juga

mampu menganalisis spesimen kecil (Rendle, DF, 2003).

Selama ini, pengujian obat narkotika hanya dilakukan dengan menggunakan uji

warna. Warna hasil tes hanya memberikan informasi pada jenis senyawa dan masih

diragukan karena ada bahan kimia lainnya yang legal juga dapat memberikan warna yang

sama dengan warna reagen pada tes warna (Tanaka, 2006).

1. Analisis Sampel I

Difraktogram sampel I dapat dilihat pada Gambar 1 yang memiliki puncak khas

ketamine yang merupakan sudut 2θ di 11.9 o, 18.3 o, 21.6 o dan 23.87 o. Ini semua sesuai

dengan spektrum standar ketamine seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Berdasarkan

difraktogram XRD, sampel mengandung 72,494% ketamine dan rata-rata ukuran kristal

11,029 nm. Struktur kimia ketamine ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 1. Difraktogram sampel I

Page 20: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

15

Gambar 2. Difraktogram standar ketamine

Gambar 3. Struktur kimia ketamine (Santos, 2004)

2. Analisis Sampel II

Puncak khas narkotika jenis II terlihat di spektrum XRD pada Gambar 4 yang

menunjukkan sudut 2θ di 6.96 o, 15.43 o, 17,29 o, 18,10 o, 19.19 o, 20.12 o dan 20,97 o. Hal ini

juga sesuai dengan spektrum standar pseudoephedrine seperti pada Gambar 5. Sampel

mengandung 78,537% pseudoephedrine dan ukuran kristal rata-rata 12,122 nm dan struktur

kimia pseudoephedrine ditunjukkan pada Gambar 6.

Page 21: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

16

Gambar 4. Difraktogram sampel II

Gambar 5. Difraktogram standar pseudoephedrine

Gambar 6. Struktur kimia pseudoephedrine (Tanaka, 2006)

Page 22: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

17

3. Analisis Sampel III

Difraktogram sampel III dapat dilihat pada Gambar 7. Spektrum yang ditunjukkan

merupakan spektrum methamphetamine yang memiliki sudut 2θ di 15.76 o, 16.44 o, 17.36 o,

24.99 o, 25.07o, dan 25.33 o. Hal ini sesuai dengan spektrum standar methamphetamine seperti

pada Gambar 8. Sampel ketiga mengandung 83,506% methamphetamine dengan rata-rata

ukuran kristal 12,296 nm. Struktur kimia pseudoephedrine ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 7. Difraktogram sampel III

Gambar 8. Difraktogram standar methamphetamine

Page 23: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

18

Gambar 9. Struktur kimia methamphetamine (Tanaka, 2006)

KESIMPULAN

X-Ray Diffraction (XRD) dapat digunakan untuk mengidentifikasi fase dan kristal ukuran

narkotika dengan metode analisis yang lebih mudah, lebih cepat, sensitif dan tidak merusak

sampel.

DAFTAR PUSTAKA

Crespy, C. (2013). Energy Dispersive X-Ray difraction to Identify Explosive Substances :

Spectra Analysis Procedure Optimization, HAL Id: https://hal.archives-ouvertes.fr/hal-

00878519

Cook, E. J., Pani, S., George, L., Hardwick, S., Horrocks, J. A., Speller. R. D. (2009).

Multivariate Data Analysis for Drug Iidentification Using Energy-Dispersive X-Ray

Diffraction , Journal IEEE Transactions on Nuclear Science - IEEE Trans Nucl Scii :

vol. 56, no. 3, pp. 1459-1464, (http://www.dw.de/unodc-indonesia-is-a-major-drug-

trafficking-hub).

Gono, J. N. S. (2011), Narkoba, Bahaya penyalahgunaan dan Pencegahannya, 81 -84,

ejournal.undip.ac.id/index.php/forum/article/2838

Hendro, N. P. (2013), Kualifikasi Penyalahgunaan, Pecandu, Korban Penyalahguna dan

Pengedar dalam Kejahatan Narkotika, pn-sengkang.go.id/artikel-nugroho-p-h

Li, W., Zhanga, F., Yua, D., Suna, B., Lia, M., Liua, J. (2011). Impact of fat and muscle in

energy dispersive X-ray diffraction-based identification of heroin using multivariate data

analysis, Journal of Chemometrics, Wiley on linelibrary.com. DOI: 10.1002/cem.1409

McHale, K. J., Sanders, M. (2008). Quantitative LC-MS Screening for Illicit Drugs Using

Ultrahigh Resolution Mass Analysis and Accurate Mass Confirmation, Thermo Fisher

Scientific, Somerset, NJ Application Note: 499

Pani, S., Cook E., Horrocks, J., George, L., Hardwick, S., Speller, R. (2009). Modeling an

Energy-Dispersive X-Ray Diffraction System for Drug Detection,

http://epubs.surrey.ac.uk/715789/1/IEEEModelling2009.pdf

Page 24: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

19

Rendle, D. F. (2003). X-Ray Diffraction in Forensic Science, The rigaku journal vol. 19, no.

2 & vol. 20 no.1

Suharyana (2012). Dasar-Dasar Dan Pemanfaatan Metode Difraksi Sinar-X, Universitas

Sebelas Maret, Surakarta.

Taufik, M., Wirjosentono B., Erma, Z. (2013). Deteksi Narkotika Jenis Cannabinol dan

Morfin dari Sampel urine Pengguna Narkotika, Prosiding SNYuBe.

Tanaka (2006). Manual for Use by National Drug Testing Laboratories, united nations

publication, New York.

Page 25: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

20

Identifikasi Synthetic Cannabinoid THJ-018 dan THJ-2201 Menggunakan

Fourier Transform Infra Red (FTIR) dan Gas Chromatography-Mass

Spectrum (GC-MS)

E. Sapta Nugraha1, Christinauly Hasibuan2, Eka Sri Wahyuni3, Akmal Hakim4 1,2,3,4Balai Pengujian dan Identifikasi Barang (BPIB), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,

Cempaka Putih, Jakarta 10520

Email : [email protected]

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk identifikasi synthetic cannabinoid THJ-018 dan THJ-2201

menggunakan FTIR dan GC-MS. Hasil analisis dengan FTIR menunjukkan bahwa THJ-018

dan THJ-2201 memiliki kemiripan spektrum IR namun terdapat perbedaan pola spektrum

pada area 1000-1450 cm-1. Hasil analisis ekstrak etanol THJ-018 dan THJ-2201

menggunakan GC-MS juga menunjukkan kemiripan spektrum massa pada kedua synthetic

cannabinoid tersebut dengan perbedaan fragmentasi pada m/z berat molekulnya. Metode

FTIR dan GC-MS dapat digunakan untuk identifikasi synthetic cannabinoid (THJ-018 dan

THJ-2201) secara akurat, cepat, dan mudah.

Kata kunci : THJ-018, THJ-2201, FTIR, GC-MS

Abstract

The purpose of this study is to identify synthetic cannabinoids THJ-018 and THJ 2201 using

FTIR and GC-MS. The FTIR analysis result show that THJ-018 and THJ-2201 have

similarity at IR spectrum, however there is difference spectrum in fingerprint area 1000-

1450-1. The analysis result of THJ-018 and THJ-2201 ethanol extracts using GC-MS also

show the similarity of mass spectrum between those synthetic cannabinoids with different

fragmentation at m/z of their formula weights. FTIR and GC-MS method can be used for

identification of synthetic cannabinoid (THJ-018 dan THJ-2201) in accurate, fast, and easy

way.

Keywords: THJ-018, THJ-2201, FTIR, GC-MS

Page 26: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

21

PENDAHULUAN

Synthetic cannabinoid merupakan senyawa psikoaktif baru yang dapat berikatan dengan

reseptor kanabinoid di dalam tubuh manusia sehingga menimbulkan efek fisiologis

menyerupai cannabis. Seiring dengan perkembangan waktu, semakin banyak jenis synthetic

cannabinoid yang ditemukan dan diperdagangkan secara internasional. Salah satu jenis

synthetic cannabinoid yang banyak diperdagangkan adalah THJ-018 (1-naphthalenyl(1-

pentyl-1H-indazol-3-yl)-methanone) dan THJ-2201 ([1-(5-fluoropentyl)-1H-indazol-3-yl](1-

naphthyl)methanone) yang memiliki struktur hampir serupa. THJ-018 dan THJ-2201

merupakan senyawa analog indazol dari JWH-018 (1-pentyl-3-(1-naphthoyl)indole) dan AM-

2201 (1-(5-fluoropentyl)-3-(1-naphthoyl)indole) yang juga merupakan synthetic cannabinoid

dengan efek farmakologis yang kuat. Baik THJ-018 dan THJ-2201 banyak dijual secara online

(UNODC, 2013; Cayman, 2016; Diao et al, 2016)

Beberapa tahun ini, perdagangan synthetic cannabinoid semakin marak di internet.

Banyak situs yang menawarkan berbagai jenis synthetic cannabinoid dan akses untuk

mendapatkan barang tersebut menjadi semakin mudah. Hal ini menyebabkan synthetic

cannabinoid, yang merupakan senyawa narkotika jenis baru semakin menjadi perhatian

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Badan Narkotika Nasional selama setahun belakangan

ini. Penjualan synthetic cannabinoid banyak ditemukan di Amerika, Eropa, dan Jepang.

Beberapa temuan synthetic cannabinoid yang ditangkap oleh petugas Direktorat Jenderal Bea

dan Cukai merupakan barang kiriman pos yang dikirim dari Inggris kepada penerima di

Indonesia (Diao et al, 2016)

Semakin luasnya perdagangan synthetic cannabinoid merupakan ancaman baru bagi

masyarakat sehingga perlu pengawasan yang ketat terhadap peredarannya. Metode identifikasi

yang tepat untuk mendukung pengawasan tersebut semakin diperlukan mengingat semakin

pesatnya perkembangan senyawa-senyawa synthetic cannabinoid jenis baru. Berbagai metode

telah dikembangkan untuk identifikasi synthetic cannabinoid antara lain kolorimetri,

immunochemical, dan kromatografi. Pemilihan metode untuk identifikasi ini harus disesuaikan

dengan kondisi dilapangan seperti dapat memperoleh data yang lebih cepat. Sebenarnya

metode kolorimetri dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan metode

lainnya tetapi pada penggunaan metode kolorimetri, seperti tes warna Duquenois–Levine

menunjukkan hasil yang negatif untuk synthetic cannabinoid. Selain itu, diperlukan pula

metode yang dapat membedakan dengan baik jenis-jenis synthetic cannabinoid mengingat

banyak senyawa synthetic cannabinoid yang memiliki kemiripan struktur dan belum semua

Page 27: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

22

jenis synthetic cannabinoid diatur dalam perundang-undangan di Indonesia sehingga

diperlukan metode yang dapat memberikan hasil spesifik, namun mudah, cepat, dan akurat.

Penggunaan metode LC-MS juga memberikan hasil yang baik namun tidak banyak

laboratorium yang memiliki instrumen tersebut. Metode analisis menggunakan FTIR dan GC-

MS merupakan metode yang mudah, relatif murah, cepat, dan akurat untuk analisis suatu

senyawa yang tidak diketahui. Sebagai metode yang cepat, akurat, dan memberikan hasil yang

spesifik, kombinasi FTIR dan GC-MS menjadi pilihan yang direkomendasikan untuk

pengujian dan identifikasi synthetic cannabinoid (Namera, et al, 2015).

Dalam penelitian ini, metode FTIR dan GC-MS digunakan untuk mengidentifikasi

synthetic cannabinoid jenis THJ-018 dan THJ-2201. Hasil identifikasi tersebut diharapkan

dapat memberikan gambaran perbedaan spektrum IR dan spektrum massa dari THJ-018 dan

THJ-2201 sehingga dapat menjadi referensi dalam mempertajam identifikasi synthetic

cannabinoid.

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan

Sampel synthetic cannabinoid jenis THJ-018 dan THJ-2201 dalam bentuk serbuk

(sampel diperoleh dari hasil temuan narkotika berupa barang kiriman dari Inggris yang diuji

di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Jakarta), etanol absolut (>99%), dan KBr.

Alat.

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain Fourier Transform Infra Red

Model Spectrum 100 merk Perkin Elmer dan Gas Chomatography – Mass 7890A/5975C merk

Agilent. Selain itu digunakan pula peralatan untuk preparasi sampel meliputi gelas beaker,

magnetic stirrer, Branson 5510 Ultrasonic Cleaner, kertas saring Whatman No.42, hydraulic

press, dan neraca analitik.

Identifikasi Sampel Menggunakan FTIR

Sejumlah cuplikan sampel digerus bersama KBr dan dibuat menjadi pelet tipis

menggunakan hydraulic press. Kemudian pelet tersebut diukur serapannya dengan FTIR.

Identifikasi Sampel Menggunakan GC-MS

Sebelum dilakukan pengujian dengan GC-MS, terlebih dahulu dilakukan preparasi

sampel. Sampel sejumlah ± 0,1 g dilarutkan dalam etanol absolut (>99%). Kemudian larutan

tersebut diaduk menggunakan magnetic stirrer lalu disonikasi selama 15 menit dengan

Branson 5510 Ultrasonic Cleaner. Setelah proses ekstraksi selesai, saring larutan dengan

Page 28: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

23

menggunakan kertas saring Whatman No.42. Selanjutnya larutan siap diinjeksikan ke GC-MS

(Cayman, 2016; UNODC, 2013).

Kondisi analisis:

Jenis kolom : HP-5MS (5% methyl phenyl silicone)

Ukuran kolom : 30 m x 250 µm x 0,25 µm

Gas Pembawa : He (10,521 ml/menit)

Oven : 50°C selama 1 menit kemudian 10°C/menit sampai 280°C selama 16

menit, temperatur maksimal 325°C

Injektor : Split, 240°C

Split ratio 10:1

Detektor : MSD, 300°C transfer line

m/z 50-550

Volume Sampel : 1 µl

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi cannabinoid menggunakan FTIR merupakan pemeriksaan awal untuk

mengetahui gugus-gugus fungsi pada senyawa synthetic cannabinoid THJ-018 dan THJ-2201,

antara lain gugus aromatik, alkana, karbonil, maupun amin tersier. Sedangkan dari pengujian

GC-MS akan diperoleh spektrum massa dari THJ-018 dan THJ-2201 sehingga dapat diketahui

jenis synthetic cannabinoid berdasarkan fragmentasi yang menggambarkan struktur

molekulnya (Namera et al, 2015; Harmita, 2006)

(a) (b)

Gambar 1. Struktur kimia dari synthetic cannabinoid (a) THJ-018, (b) THJ-2201

Page 29: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

24

THJ-018 dan THJ-2201 memiliki struktur hampir serupa di mana keduanya memiliki

gugus inti berupa cincin indazole. Hanya saja terdapat perbedaan di mana THJ-2201 memiliki

gugus fluoro, sedangkan THJ-018 tidak memiliki gugus tersebut. THJ-018 dan THJ-2201

merupakan senyawa analog indazol dari JWH-018 dan AM-2201 yang juga merupakan

synthetic cannabinoid, di mana cincin indol pada JWH-018 dan AM-2201 digantikan dengan

cincin indazole pada THJ-018 dan THJ-2201 (Cayman, 2016)

1. Hasil Analisis Menggunakan FTIR

Spektrum IR sampel THJ-018 dan THJ-2201 tampak pada gambar berikut ini:

Gambar 2. Spektrum FTIR THJ-018

Gambar 3. Spektrum FTIR THJ-2201

Page 30: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

25

Tabel 1. Gugus fungsi THJ-018 dan THJ-2201 (Harmita, 2006)

No Gugus fungsi Bilangan gelombang (cm-1)

THJ-018 THJ-2201

1 Aromatis (C-H) 3051 3050

2 Alkana (C-H) 2856-2956 2869-2978

3 Karbonil (C=O) 1637 1644

4 Amin tersier (C=N-) 1576-1637 1576-1644

5 Alkana (C-H) 1469 1466

6 Aromatis tersubstitusi 751 dan 779 751 dan 777

Gambar 2 dan Gambar 3 serta Tabel 1 menunjukkan bahwa secara keseluruhan

terdapat kemiripan spektrum FTIR antara THJ-018 dan THJ-2201, hal tersebut terkait

dengan kemiripan struktur kimia kedua senyawa tersebut di mana hanya terdapat

perbedaan pada gugus fluoro yang dimiliki oleh THJ-2201 dan tidak dimiliki oleh THJ-

018. Namun jika diamati pada area sidik jari 1000-1450 cm-1, terdapat perbedaan pola

spektrum antara THJ-018 dengan THJ-2201 sehingga hasil analisa FTIR dapat

memberikan hasil yang spesifik untuk identifikasi synthetic cannabinoid.

2. Hasil Analisis Menggunakan GC-MS

Untuk analisa synthetic cannabinoid menggunakan GC-MS, terlebih dahulu

sampel diekstraksi dengan pelarut yang sesuai. Pelarut yang optimal untuk analisa

synthetic cannabinoid adalah etanol. Kemudian dilakukan proses sonikasi untuk

membantu proses pelarutan sampel. Hasil analisa dengan GC-MS menunjukkan bahwa

peak senyawa THJ-018 muncul pada waktu retensi di sekitar menit ke-28. Sedangkan

peak senyawa THJ-2201 muncul di sekitar menit ke-29.

Spektrum massa sampel THJ-018 dan THJ-2201 tampak pada gambar berikut ini:

Gambar 4. Spektrum massa THJ-018 yang diperoleh dari GC-MS

Page 31: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

26

Gambar 5. Spektrum massa THJ-2201 yang diperoleh dari GC-MS

Gambar 3 dan 4 menunjukkan bahwa terdapat kemiripan pola fragmentasi pada

spektrum massa THJ-018 dan THJ-2201, terutama pada fragmen m/z 127, 155, dan 271.

Kemiripan tersebut disebabkan karena kemiripan struktur molekul dari kedua synthetic

cannabinoid tersebut. Fragmen 127 dan 155 menggambarkan fragmentasi dari cincin

naftalen yang dimiliki oleh THJ-018 dan THJ-2201. Sedangkan fragmen m/z 271

menggambarkan fragmentasi gugus naftalen dan indazol dari THJ-018 dan THJ-2201

(Cayman, 2016; Diao et al, 2016; Namera et al, 2015)

Perbedaan signifikan pada pola fragmentasi kedua senyawa tersebut terkait dengan

berat molekulnya, di mana THJ-018 memiliki berat molekul 342,4 sehingga muncul

fragmen m/z 342,2 pada hasil analisa GC-MS senyawa tersebut. Sedangkan THJ-2201

memiliki berat molekul 360,4 sehingga muncul fragmen m/z 360,2 pada hasil analisa

GC-MS senyawa tersebut. Spektra tersebut kemudian dibandingkan dengan database

yang diterbitkan oleh Cayman Chemical (Cayman, 2016; Diao et al, 2016)

Pengujian dan identifikasi synthetic cannabinoid menggunakan FTIR dan GC-MS

memberikan hasil yang spesifik untuk masing-masing senyawa. Meskipun THJ-018 dan

THJ-2201 memiliki struktur kimia yang sangat mirip, namun dapat dibedakan secara

jelas dari hasil analisa FTIR dan GC-MS. Selain memberikan hasil yang spesifik dan

akurat, pengujian dengan FTIR dan GC-MS juga mudah dan cepat sehingga dapat

menjadi metode andalan dalam identifikasi synthetic cannabinoid.

KESIMPULAN

Metode FTIR dan GC-MS dapat digunakan untuk identifikasi synthetic cannabinoid

(THJ-018 dan THJ-2201) secara akurat, cepat, dan mudah.

Page 32: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 1 No. 1, Juli 2016

27

DAFTAR PUSTAKA

Cayman Chemical. (2016). https://www.caymanchem.com/product/14789, 26 Februari 2016.

Cayman Chemical. (2016). https://www.caymanchem.com/product/11962, 26 Februari 2016.

Diao, Xingxing et al. (2016). High-Resolution Mass Spectrometry for Characterizing the

Metabolism of Synthetic Cannabinoid THJ-018 and Its 5-Fluoro Analog THJ-2201

after Incubation in Human Hepatocytes, Clinical Chemistry 62:1 157–169.

Harmita. (2006). Analisis Fisikokimia. Depok: Departemen Farmasi FMIPA-UI.

Namera, Akira et al. (2015). Comprehensive review of the detection methods for synthetic

cannabinoids and cathinones, Forensic Toxicology 33:175–194, DOI 10.1007/s11419-

015-0270-0.

United Nations Office on Drugs and Crime. (2013). Recommended methods for the

Identification and Analysis of Synthetic Cannabinoid Receptor Agonists in Seized

Materials. New York: UNODC.

Page 33: Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia (JLBCI)