Ginjal Dan Saluran Kemih (8)
-
Upload
arilestaari -
Category
Documents
-
view
36 -
download
0
description
Transcript of Ginjal Dan Saluran Kemih (8)
Ari Lestari I1021131025
Winny Andarilla I1021131030
Nia Purnama Ningsih I1021131031
Tabita Coniasari I1021131045
Nurul Mar’atus Sholihah I1021131074
TUGAS MAKALAH PATOLOGI
GINJAL DAN SALURAN KEMIH
Dosen Pengampu :
dr. Muhammad In’am Ilmiawan, M. Biomed
Disusun oleh :
Kelompok 8
Anggota :
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014
DAFTAR ISI
PEMBAHASAN
A. Pendahuluan.............................................................................................. 2
B. Renal Stone
Definisi........................................................................................................ 2
Etiologi........................................................................................................ 2
Komposisi batu ginjal.................................................................................. 3
Proses terbentuknya batu ginjal................................................................. 3
Patofisiologis.............................................................................................. 3
Pemeriksaan.............................................................................................. 4
C. Sindrom Nefrotik
Definisi........................................................................................................ 7
Pencegahan khusus................................................................................... 7
Epidemiologi............................................................................................... 8
Etiologi dan Klasifikasi................................................................................ 8
Patogenesis................................................................................................ 10
Patofisiologi................................................................................................ 12
D. Sindrom Nefritik
Definisi....................................................................................................... 14
Etiologi....................................................................................................... 15
Epidemiologi.............................................................................................. 15
Patofisiologi dan Patogenesis................................................................... 16
Gejala Klinis.............................................................................................. 18
Penatalaksanaan...................................................................................... 19
E. Gagal Ginjal
Definisi....................................................................................................... 21
Tahap perkembangan gagal ginjal kronik.................................................. 21
Pemeriksaan.............................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 25
1 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
PEMBAHASAN
A. Pendahuluan
Ginjal adalah suatu organ yang secara struktural kompleks dan telah
berkembang untuk melaksanakan sejumlah fungsi penting : ekskresi produk sisa
metabolisme,pengendalian air dan garam , pemeliharaan keseimbangan asam yang
sesuai dan sekresi berbagai hormon dan autokoid. Penyakit pada ginjal sama
kompleksnya dengan strukturnya,tetapi penelitian tentang penyakit tersebut
dipermudah dengan membagi penyakit menjadi kelompok yang mengenai empat
komponen morfologik dasar : glomerulus,tubulus,interstisium,dan pembuluh darah.
Pendekatan tradisional ini bermanfaat karena manifestasi awal penyakit yang
mengenai setiap komponen cenderung khas. Selain itu, sebagian komponen
tampaknya lebih rentan terhadap bentuk tertentu cidera ginjal; sebagai
contoh,penyakit glomerulus sering bersifat imunologis,sedangkan penyakit tubulus
dan interstisium lebih besar kemungkinannya disebabkan oleh zat toksik atau agen
infeksi. Namun, sebagian penyakit mengenai lebih dari satu struktur. Selain itu,
saling ketergantungan anatomik struktur diginjal mengisyaratkan bahwa kerusakan
salah satu komponen hampir selalu kemudian mengenai komponen lain. Oleh
karena itu kerusakan glomerulus yang parah mengganggu aliran melalui sistem
vaskular peritubulus sebaliknya,kerusakan tubulus,dengan meningkatkan tekanan
intraglomerulus,dapat menyebabkan atrofi glomerulus. Apapun sebabnya, terdapat
kecendrungan bahwa semua bentuk penyakit ginjal kronis akhirnya merusak
keempat komponen ginjal tersebut sehingga terjadi gagal ginjal kronis yang disebut
sebagai Endstrage Contracted Kidney.
B. Renal Stone
Definisi
Batu ginjal merupakan benda padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai
zat terlarut dalam urin pada saluran kemih ( Pierce, 2006).
Etiologi
Pembentukan batu ginjal sebagai akibat dari urin dengan konsentrasi tinggi
bahan kimia tertentu (seperti kalsium, garam oksalat, fosfat, garam urat cystin) dan
2 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
suatu zat berkonsentrasi rendah yang menghentikan pembentukan batu (inhibitor
kemih seperti sitrat dan magnesium). Infeksi saluran kemih, gangguan ginjal seperti
penyakit ginjal cystic, dan gangguan metabolisme tertentu juga berhubungan
dengan pembentukan batu ginjal (Oswari, 1995).
Komposisi batu ginjal
1. Batu kalsium ( calcareous)
Berdasarkan pemeriksaan dengan sinar X,batu mengandung kalsium ini
memberikan gambaran putih (radiopak)
2. Batu non kalsium ( non-calcareous)
Batu non kalsium ( asam urat, struvite, sistin) tidak tervisualisasi dengan sinar X
atau bersifat radiolusen
Proses terbentuknya batu ginjal
1. Teori Nukleasi
Batu terbentuk di dalam urin karena adanya inti sabuk batu (nukleus), partikel-
partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam inti
tersebut yang membentuk batu.
2. Keseimbangan asam-basa
Air kemih yang bersifat asam akan membentuk batu kalsium dan asam urat,
sedangkan air kemih yang bersifat basa akan membentuk batu struvite/batu infeksi
3. Penghambat kristalisasi
Zat-zat penghambat kristalisasi, seperti sitrat,magnesium,protein Tamm-Horsfall,
dan bikunin.
Penurunan jumlah zat-zat tersebut meningkatkan risiko terbentuknya batu
(Cahyono,2009).
Patofisiologis :
1. Faktor genetik
3 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
Hiperkalsiuria idiopatik (penyebab tidak diketahui) bersifat familial atau genetik.
Seseorang yang mempunyai keluarga penderita batu ginjal mempunyai risiko lebih
tinggi mengalami batu ginjal sebesar 25 kali dibandingkan dengan seseorang yang
tidak memiliki garis keturunan batu ginjal. Bisa juga karena riwayat batu ginjal
sebelumnya.
2. Faktor risiko umum
Jumlah minum sedikit
Kurang minum menyebabkan voume cairan tubh berkurang,akibatnya,
jumlah air kemih yang terbentuk juga lebih sedikit.keadaan ini
menciptakan supersaturasi atau kejenuhan di ginjal.
Meningkatnya konsentrasi mineral pembentuk batu dalam air kemih
Karena akan menciptakan kejenuhan air kemih berpotensi menyebabkan
batu ginjal.
Jenis pekerjaan dan hobi yang memicu dehidrasi
Mereka yang mempunyai hobi berolah raga tanpa diimbangi dengan
jumlah minum yang tidak memadai termasuk golongan yang berpotensi
menderita batu ginjal.
Konsumsi obat-obatan
Beberapa jenis obat-obatan seperti efedrin , obat pelancar kencing, obat
kejang, dan obat anti-virus berpotensi memudahkan terbentuk batu ginjal.
Penyakit dan gangguan metabolik
Kelainan anatomi ginjal dan salurannya
Insidensi batu ginjal lebih sering terjadi pada orang yang memiliki
kelainan anatomi ginjal, hal ini berhubungan dengan terhambatnya aliran
air kemih. Misalnya terjadi penyempitan ureter, penyempitan di kaliks
pada ginjal tapal kuda (horseshoe kidney).
Batu kalsium
Batu asam urat
(Cahyono,2009).
Pemeriksaan Batu Ginjal
Dilakukan pemeriksaan berdasarkan keluhan nyeri di perut. Apabila penyebab
nyeri adalah karena batu ginjal maka dilakukan serangkaian langkah untuk
4 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
mengetahui faktor resiko pembentukan batu, penyebab batu ginjal, yang menjadi
landasan terapi tindakan pengobatan dan pencegahan. Pemeriksaan tersebut
meliputi ((Cahyono,2009) :
Riwayat penyakit dan kebiasaan seperti penyakit yang sedang diderita pasien
batu ginjal terkait faktor pembentukan batu, kebiasaan berkaitan pola hidup
yang tidak sehat.
Keluhan dan pemeriksaan fisik seperti keluhan yang berhubungan dengan
masalah batu ginjal seperti demam, air kencing berwarna merah
Pemeriksaan laboratorium
Untuk mengetahui faktor resiko, mengetahui apabila terdapat komplikasi, dan
mengetahui jenis serta penyebab timbulnya batu ginjal.
Pemeriksaan air kemih rutin
Pada orang dewasa normal pH air kemih sekitar 4,5-8,0 tetapi rata-rata adalah
6,0. Diet yang mengandung banyak protein hewani cenderung membentuk air kemih
bersifat asam. Air kemih yang bersifat asam akan memudahkan terbentuknya batu
kalsium dan asam urat. Sedangkan diet tinggi serat cenderung memberikan pH urin
menjadi basa, hal tersebut menyebabkan timbulnya batu struvite /batu infeksi
(Price,2002).
Dampak hasil pengeluaran batu ginjal setelahnya adalah kekambuhan.
Pengeluaran batu ginjal seringkali menimbulkan cedera yang bercirikan air kemih
berwarna merah. Untuk mengetahui terjadi cedera tersebut dengan melakukan
pemeriksaan adanya eritrosit dalam air kemih yang disebut eritrosituria. Pada
umumnya adanya batu ginjal berkaitan erat dengan adanya infeksi saluran kemih.
Yang ditandai dengan ditemukannya leukosit disebut leukosituria (Cahyono,2009).
Pemeriksaan air kemih 24jam, yaitu pemeriksaan urin tampung selama 24jam,
tujuannya untuk mengukur kadar mineral, oksalat, asam urat, dan sitrat. Setelah
mengetahui hal tersebut, maka dapat diketahui adanya faktor resiko dan
penyebab batu ginjal
a.) Bagi seseorang yang belum pernah mengalami batu ginjal; apabila terjadi
peningkatan kadar mineral tersebut, perlu dilakukan tindakan
pencegahan.
5 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
Misal seseorang hiperkalsiuria (peningkatan pengeluaran kalsium) maka
sebaiknya menghindari atau mengurangi diet yang banyak mengandung
protein hewani.
b.) Bagi seseorang yang sedang mengalami batu ginjal; ciri tersebut
menandakan kemungkinan penyebab terbentuknya batu ginjal misal
apakah dari batu kalsium atau asam urat.
(Cahyono,2009).
Analisis batu
Batu yang telah keluar secara sengaja ataupun spontan keluar dapat dicek
secara pasti jenis komposisi batunya guna mencegah terjadinya kekambuhan
dikemudian hari.
Pemeriksaan darah
Peningkatan kadar kalsium (hiperkalsemia) dapat mencerminkan adanya
penyakit metabolik, misal adanya peningkatan hormon paratiroid.
Ultrasonografi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk memvisualisasi batu yang berlokasi pada ginjal
dan di buli-buli. Pemeriksaan ini relatif murah dan tanpa persiapan khusus.
Namun tidak dapat mendeteksi batu pada ureter. Pemeriksaan ini hanya untuk
mencari tahu penyebab awal nyeri perut juga gangguan selain batu ginjal.
Contoh gangguan rahim, kandung empedu, hati dan pankreas. Apabila diketahui
adanya pelebaran ureter yang terdeteksi / hidronefrosis maka harus ditindak
lanjuti dengan tes pielografi intravena.
Plain film radiography
Pemeriksaan dengan menggunakan sinar X untuk mengetahui ukuran, lokasi,
dan densitas batu ginjal. Batu yang mengandung kalsium divisualisasi dengan
memberikan warna putih /radiopak. Sementara batu yang tidak terdeteksi
disebut radiolusen.kelemaha tes ini adalah seringnya ditutupi oleh bayang tinja
atau gas usus. Kemudian dilanjutkan dengan tes pielografi intravena
Pielografi intravena
Pemeriksaan diagnostik batu ginjal dengan menggunakan sinar x dan
pemeberian zat kontras, yodium. Untuk membantu visualisasi ginjal dan
salurannya. Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi alergi atau gagal
ginjal akut. Sehingga perlu dilakukan uji pada kulit dan pemeriksaan kadar
6 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
kreatinin darah, sehingga yang boleh adalah yangtidak terjadi alrgi terhadap zat
kontras dan kadar kreatinin darah normal
CT scan
Untuk melihat secara persis lapis demi lapis apabila ada kelainan termasuk
kelainan lain seperti adanya tumor atau nanah di balik lapisan ginjal.
(Cahyono,2009)
C. Sindrom Nefrotik
Definisi Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering dijumpai pada
anak. Sindrom nefrotik merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri
dari proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstik ≥2+), hipoalbuminemia
<2,5 g/dl, edema, dan dapat disertai hiperlipidemia > 200 mg/dL terkait kelainan
glomerulus akibat penyakit tertentu atau tidak diketahui (Trihono et al., 2008).
Pencegahan khusus
Dilakukan untuk mencegah batu ginjal kambuh lagi. Selain pencegahan
khusus, pencegahan umum juga harus dilakukan bagi orang yang pernah
mengalami batu ginjal berdasar penyebabnya.
a.) Hiperkalsiuria
Diet rendah garam, diet rendah protein hewani, konsumsi obat
diuretik (merangsang kencing) dan konsumsi potasium sitrat.
b.) Hiperuricosuria
Pengeluaran asam urat bersama air kemih terjadi karena terjadi
hiperuricemia. Dilakukan kestabilan pH urine bersifat alkalis 6-
7 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
6,5 dengan memberikan potasium sitrat supaya asam urat tidak
mudah mengkristal. Serta diet rendah protein hewani. Sehingga
mengurangi kristalisasi kalsium oksalat.
c.) Batu struvite
Dengan cara operasi.
(Cahyono, 2009).
EpidemiologiInsidens sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat
dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi
berkisar 12 – 16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang insidensnya lebih
tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang
dari 14 tahun (Trihono et al., 2008). Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada laki-
laki dibandingkan perempuan (2:1) dan kebanyakan terjadi antara umur 2 dan 6
tahun. Telah dilaporkan terjadi paling muda pada anak umur 6 bulan dan paling tua
pada masa dewasa.
Data Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta melaporkan
bahwa sindrom nefrotik merupakan penyebab kunjungan sebagian besar pasien di
Poliklinik Nefrologi, dan merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak yang
dirawat antara tahun 1995-2000 (Wila, 2002).
Etiologi dan Klasifikasi Etiologi pasti dari sindrom nefrotik belum diketahui. Akhir-akhir ini sindrom
nefrotik dianggap sebagai suatu penyakit auto imunyang merupakan suatu reaksi
antigen-antibodi. Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
a. Sindrom Nefrotik Primeratau Idiopatik
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer
terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Sekitar
90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik idiopatik. Termasuk
dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu
jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1
tahun. Penyakit ini diturunkan secara resesif autosom atau karena reaksi
fetomaternal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada
masa neonatus. Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak
8 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya (Kliegman et al., 2007).
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer
dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney
Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui
pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan
pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi (Bagga dan Mantan, 2005).
Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik pada
anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC.
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa
sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe
kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak (Kliegman et al.,
2007).
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda
dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan
minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan
Noer di Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan
sindrom nefrotik primer yang dibiopsi (Wila, 2002).
b.Sindrom Nefrotik Sekunder
Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari
berbagai sebab lain yang nyata. Penyebab yang sering dijumpai antara lain : (Eddy
dan Symons, 2003)
- Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,
miksedema
- Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS
- Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga,
bisa ular
- Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura
Henoch-Schönlein, sarkoidosis
- Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.
Patogenesis
9 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
Dinding kapiler glomerulus terdiri dari tiga struktur yang merupakan barier
‘yang selektif, yaitu : sel endotel dengan fenestrae, membran dasar glomerulus
yang terdiri atas jaringan matriks protein, dan sel-sel epitel khusus podosit yang
terhubung satu sama lain melalui jaringan interdigitating pada celah diafragma.
Berikut ini gambar skematis dinding kapiler glomerulus :
Gambar 1. Gambar Skematis Dinding Kapiler Glomerulus (Jalanko, 2009)
Pada kondisi normal, protein seperti albumin (69 kd) atau protein yang lebih
besar tidak akan terfiltrasi, restrisksi ini tergantung pada integritas celah diafragma
(Eddy dan Symons, 2003). Berikut ini gambar skematis proses filtrasi glomerulus :
10 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
Gambar 2. Gambar Skematis Proses Filtrasi Glomerulus (Jalanko, 2009)
Pada sindrom nefrotik, terjadi perubahan morfologi podosit, dimana kaki-kaki
podosit saling berdekatan, menyatu, serta lebih pipih sehingga fungsi filtrasi
glomerulus menjadi tidak optimal. Tiga hal memberikan petunjuk penting untuk
patofisiologi utama sindrom nefrotik idiopatik antara lain :
a. Mutasi Protein Podosit
Mutasi pada beberapa protein podosit telah diidentifikasi pada pasien sindrom
nefrotik yang diturunkan (Eddy dan Symons, 2003). Beberapa protein tersebut
antara lain dapat dilihat pada gambar 3.
b. Adanya Faktor Plasma
Faktor plasma dapat mengubah permeabilitas glomerulus, khususnya pada
pasien dengan sindrom nefrotik resisten steroid (Eddy dan Symons, 2003).
c. Abnormalitas Respon Sel Limfosit T
11 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
Sel T diduga mensintesis faktor permeabilitas yang dapat mengubah selektivitas
glomerulus terhadap protein, sehingga terjadilah proteinuria massif. Hipotesis lain
menjelaskan bahwa sel limfosit T menghambat atau menyebabkan down regulasi
faktor penghambat permeabilitas yang pada kondisi normal berfungsi mencegah
proteinuria (Eddy dan Symons, 2003).
PatofisiologiPatofisiologi beberapa gejala dari sindrom nefrotik (Atalas et al., 2002) :
1. Proteinuria
Proteinuria atau albuminuria masif merupakan penyebab utama terjadinya
sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar.
Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang
biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal.
Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif
tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Terdapat peningkatan
permeabilitas membrane basalis kapiler-kapiler glomeruli, disertai peningkatan
filtrasi protein plasma dan akhirnya terjadi proteinuria. Beberapa faktor yang turut
menentukan derajat proteinuria sangat komplek, yaitu :
- Konsentrasi plasma protein
- Berat molekul protein
- Electrical charge protein
- Integritas barier membrane basalis
- Electrical charge pada filtrasi barrier
- Reabsorpsi, sekresi dan katabolisme sel tubulus
- Degradasi intratubular dan urin
2. Hipoalbuminemia
Plasma mengandung macam-macam protein, sebagian besar menempati
ruangan ekstra vaskular. Plasma terutama terdiri dari albumin yang berat molekul 69
kd. Hepar memiliki peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan
sejumlah protein, baik renal maupun non renal. Mekanisme kompensasi dari hepar
untuk meningkatkan sintesis albumin, terutama untuk mempertahankan komposisi
protein dalam ruangan ekstra vaskular dan intra vaskular.
12 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
Walaupun sintesis albumin meningkat dalam hepar, selalu terdapat
hipoalbuminemia pada setiap sindrom nefrotik. Keadaan hipoalbuminemia ini
mungkin disebabkan beberapa faktor, diantaranya :
- Kehilangan sejumlah protein dari tubuh melalui urin (prooteinuria) dan usus
(protein losing enteropathy)
- Katabolisme albumin, pemasukan protein berkurang karena nafsu makan
menurun dan mual-mual
- Utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal ginjal
Bila kompensasi sintesis albumin dalam hepar tidak adekuat, plasma albumin
menurun, keadaan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia ini akan diikuti oleh
hipovolemia yang mungkin menyebabkan uremia pre-renal dan tidak jarang terjadi
oligouric acute renal failure. Penurunan faal ginjal ini akan mengurangi filtrasi
natrium Na+ dari glomerulus (glomerular sodium filtration) tetapi keadaan
hipoalbuminemia ini akan bertindak untuk mencegah resorpsi natrium Na+ kedalam
kapiler-kapiler peritubular. Resorpsi natrium na+ secara peasif sepanjang Loop of
Henle bersamaan dengan resorpsi ion Cl- secara aktif sebagai akibat rangsangan
dari keadaan hipovolemia. Retensi natrium dan air H2O yang berhubungan dengan
system rennin-angiotensin-aldosteron (RAA) dapat terjadi bila sindrom nefrotik ini
telah memperlihatkan tanda-tanda aldosteronisme sekunder. Retensi natrium dan air
pada keadaan ini (aldosteronisme) dapat dikeluarkan dari tubuh dengan pemberian
takaran tinggi diuretik yang mengandung antagonis aldosteron.
3. Sembab
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik dari kapiler-
kapiler glomeruli, diikuti langsung oleh difusi cairan kejaringan interstisial, klinis
dinamakan sembab. Penurunan tekanan onkotik mungkin disertai penurunan volume
plasma dan hipovolemia. Hipovolemia menyebabkan retensi Na dan air.
Proteinuria masih menyebabkan hipoalbuminemia dan penurunan tekanan
onkotik dari kapiler-kapiler glomeruli dan akhirnya terjadi sembab.
Mekanisme sembab dari sindrom nefrotik dapat melalui jalur berikut :
a. Jalur langsung/direk
Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat langsung menyebabkan
difusi cairan ke dalam jaringan interstisial dan dinamakan sembab.
b. Jalur tidak langsung/indirek
13 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
Penurunan tekanan onkotik dari kepiler glomerulus dapat menyebabkan penurunan
volume darah yang menimbulkan konsekuensi berikut:
- Aktivasi system rennin angiotensin aldosteron
- Kenaikan plasma rennin dan angiotensin akan menyebabkan rangsangan kelenjar
adrenal untuk sekresi hormone aldosteron. Kenaikan konsentrasi hormone
aldosteron akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion
natrium sehingga ekskresi ion natrium menurun.
- Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan circulating cathecolamines.
- Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin, menyebabkan
tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat. Kenaikan tahanan
vaskuler renal ini dapat diperberat oleh kenaikan plasma rennin dan angiotensin.
4. Hiperkolesterolemia
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein
(LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat
meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di
hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein,
VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan
sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan
tekanan onkotik.
D. Sindrom nefritikDefinisiSindrom nefritik adalah suatu kompleks klinik, baiasanya beronset akut yang
ditandai dengan (1) Hematuria dengan sel darag merah dismorfik dan silinder sel
darah merah dalam urin, (2) beberapa derajat liburia dan azotemia, dan (3)
hipertensi . Meskipun terdapat juga proteinuria dan bahkan edema, keduanya
biasanya tidak terlalu mencolok seperti pada sindrom nefrotik. Lesi yang
menyebabkan sindrom nefritis memperlihatkan proliferasi sel didalam glomerulus
disertai sebukan leukositik. Reaksi peradangan ini mencederai dinding kapiler
sehingga sel darah merah dapat lolos kedalam urin, dan menyebabkan perubahan
hemodinamik sehingga terjadi penurunan GFR. Penurun GFR ini bermanifestasi
secara klinis oleh oliguria, retensi cairan, dan azotemia. Hipertensi mungkin terjadi
akibat retensi cairan dan peningkatan pengeluaran renin dari ginjal yang iskemik.
14 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
Etiologi1. Faktor Infeksia. Nefritis yang timbul setelah infeksi Streptococcus Beta Hemolyticus
(Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus). Sindroma nefritik akut bisa timbul
setelah suatu infeksi oleh streptokokus, misalnya strep throat (radang tenggorokan).
Kasus seperti ini disebut glomerulonefritis pasca streptokokus. Glomeruli mengalami
kerusakan akibat penimbunan antigen dari gumpalan bakteri streptokokus yang mati
dan antibodi yang menetralisirnya. Gumpalan ini membungkus selaput glomeruli dan
mempengaruhi fungsinya. Nefritis timbul dalam waktu 1-6 minggu (rata-rata 2
minggu) setelah infeksi dan bakteri streptokokus telah mati, sehingga pemberian
antibiotik akan efektif.
b. Nefritis yang berhubungan dengan infeksi sistemik lain : endokarditis bakterialis
subakut dan Shunt Nephritis. Penyebab post infeksi lainnya adalah virus dan parasit,
penyakit ginjal dan sistemik, endokarditis, pneumonia. Bakteri : diplokokus,
streptokokus, staphylokokus. Virus: Cytomegalovirus, coxsackievirus, Epstein-Barr
virus, hepatitis B, rubella. Jamur dan parasit : Toxoplasma gondii, filariasis, dll.
2. Penyakit multisistemik, antara lain :
a. Lupus Eritematosus Sistemik
b. Purpura Henoch Schonlein (PHS)
3. Penyakit Ginjal Primer, antara lain :
a. Nefropati IgA
EPIDEMIOLOGIGlomerulonefritis akut pasca streptokok yang klasik terutama menyerang
anak dan orang dewasa muda, dengan meningkatnya usia frekuensinya makin
berkurang. Paling sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih
sering mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara
anak laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia
3 tahun.
Lebih sering pada musim dingin dan puncaknya pada musim semi. Paling
sering pada anak-anak usia sekolah.
15 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESISGlomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus
golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan
infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907
dengan alasan timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina,
diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan meningkatnya
titer anti-streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa
laten selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25
lebih bersifat nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya.
Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi
mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman
streptococcus.
Patogenesis yang mendasari terjadinya GNAPS masih belum diketahui
dengan pasti. Berdasarkan pemeriksaan imunofluorosensi ginjal, jelas kiranya
bahwa GNAPS adalah suatu glomerulonefritis yang bermediakan imunologis.
Pembentukan kompleks-imun in situ diduga sebagai mekanisme patogenesis
glomerulonefritis pascastreptokokus.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi
terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun
dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada
terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen
menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen
sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen. Pada pemeriksaan
imunofluoresen dapat ditemukan endapan dari C3 pada glomerulus, sedang protein
M yang terdapat pada permukaan molekul, dapat menahan terjadinya proses
fagosistosis dan meningkatkan virulensi kuman. Protein M terikat pada antigen yang
terdapat pada basal membran dan IgG antibodi yang terdapat dalam sirkulasi.
Pada GNAPS, sistem imunitas humoral diduga berperan dengan ditemukannya
endapan C3 dan IgG pada subepitelial basal membran. Rendahnya komplemen C3
dan C5, serta normalnya komplemen pada jalur klasik merupakan indikator bahwa
16 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
aktifasi komplemen melalui jalur alternatif. Komplemen C3 yang aktif akan menarik
dan mengaktifkan monosit dan neutrofil, dan menghasilkan infiltrat akibat adanya
proses inflamasi dan selanjutnya terbentuk eksudat. Pada proses inflamasi ini juga
dihasilkan sitokin oleh sel glomerulus yang mengalami injuri dan proliferasi dari sel
mesangial.
Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab
glomerulonefritis akut. Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane
basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan auto-imun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrane basalis ginjal.
Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM) antibodi yang
mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi komplemen jalur klasik atau
alternatif dari sistem koagulasi dan mengakibatkan peradangan glomeruli,
menyebabkan terjadinya :
1. Hematuria, Proteinuria, dan Silinderuria (terutama silinder eritrosit)
2. Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal
(LFG) juga menurun. Hal ini berakibat terjadinya oligouria dan terjadi retensi
air dan garam akibat kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
edema, hipervolemia, kongesti vaskular (hipertensi, edema paru dengan
gejala sesak nafas, rhonkhi, kardiomegali), azotemia, hiperkreatinemia,
asidemia, hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperfosfatemia semakin nyata,
bila LFG sangat menurun.
3. Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin. Angiotensin
2 yang bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat jumlahnya dan
menyebabkan perfusi ginjal semakin menurun. Selain itu, LFG juga makin
menurun disamping timbulnya hipertensi.
17 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
Angiotensin 2 yang meningkat ini akan merangsang kortek adrenal untuk
melepaskan aldosteron yang menyebabkan retensi air dan garam ginjal dan
akhirnya terjadi hipervolemia dan hipertensi.
GEJALA KLINISSNA sering terjadi pada anak laki-laki usia 2-14 tahun, gejala yang pertama kali
muncul adalah penimbunan cairan disertai pembengkakan jaringan (edema) di
sekitar wajah dan kelopak mata (infeksi post streptokokal). Pada awalnya edema
timbul sebagai pembengkakan di wajah dan kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih
dominan di tungkai dan bisa menjadi hebat. Berkurangnya volume air kemih dan air
kemih berwarna gelap karena mengandung darah, tekanan darah bisa meningkat.
Gejala tidak spesifik seperti letargi, demam, nyeri abdomen, dan malaise. Gejalanya
Onset akut (kurang dari 7 hari)
Hematuria baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Gross hematuria
30% ditemukan pada anak-anak.
Oliguria
Edema (perifer atau periorbital), 85% ditemukan pada anak-anak; edema bisa
ditemukan sedang sampai berat.
Sakit kepala, jika disertai dengan hipertensi.
Dyspnea, jika terjadi gagal jantung atau edema pulmo; biasanya jarang.
Kadang disertai dengan gejala spesifik; mual dan muntah, purpura pada
Henoch- Schoenlein, artralgia yang berbuhungan dengan Systemic Lupus
Erythematosus (SLE).
Gejala lain yang mungkin muncul :
Pengelihatan kabur
Batuk berdahak
Penurunan kesadaran
Malaise
Sesak napas
Pemeriksaan Urine terdapat sedimen eritrosit (+) sampai (++++), juga torak
eritrosit (+) pada 60-85% kasus. Pada pemeriksaan darah, didapatkan titer ASO
18 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
meningkat dan kadar C3 menurun. Pada pemeriksaan ‘throat swab’ atau ‘skin swab’
dapat ditemukan streptokokkus. Pemeriksaan foto thorax PA tegak dan lateral
dekubitus kanan dapat ditemukan kelainan berupa kardiomegali, edema paru,
kongesti paru, dan efusi pleura (nephritic lung).
PENATALAKSANAANPrinsip penatalaksaaannya adalah untuk mengurangi inflamasi pada ginjal
dan mengontrol tekanan darah. Pengobatannya termasuk penggunaan antibiotik
ataupun terapi lainnya.
1. Tirah baringTerutama pada minggu pertama penyakit untuk mencegah komplikasi.
Sesudah fase akut istirahat tidak dibatasi lagi tetapi tidak boleh kegiatan berlebihan.
Penderita dipulangkan bila keadaan umumnya baik, biasanya setelah 10-14 hari
perawatan.
2. Dieta. Protein: 1-2 gram/kg BB/ hari untuk kadar Ureum normal, dan 0,5-1 gram/kg
BB/hari untuk Ureum lebih dari atau sama dengan 40 mg%
b. Garam: 1-2 gram perhari untuk edema ringan, dan tanpa garam bila anasarka.
c. Kalori: 100 kalori/kgBB/hari.
d. Intake cairan diperhitungkan bila oligouri atau anuri, yaitu: Intake cairan = jumlah
urin + insensible loss (20-25cc/kgBB/hari + jumlah kebutuhan cairan setiap kenaikan
suhu dari normal [10cc/kgBB/hari])
3. Medikamentosa 1. Antibiotik
Penisilin Prokain (PP) 50.000-100.000 SI/KgBB/hari atau ampisilin/amoxicillin dosis
100mg/kgBB/hari atau eritromisin oral 30-50 mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10
hari untuk eradikasi kuman. Pemberian antibiotik bila ada tonsilitis, piodermi atau
tanda-tanda infeksi lainnya.
2. Anti Hipertensi
a. Hipertensi Ringan: Istirahat dan pembatasan cairan. Tekanan darah akan normal
dalam 1 minggu setelah diuresis.
19 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
b. Hipertensi sedang dan berat diberikan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari dan
furosemide 1-2mg/kgBB/hari per oral.
4. Tindakan Khusus Edema Paru Akut: Bila disertai batuk, sesak napas, sianosis, dan
pemeriksaan fisis paru menunjukkan ronkhi basah. Tindakan yang dilakukan adalah:
1. Stop Intake peroral.
2. IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam
3. Pemberian oksigen 2-5 L/menit
4. Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal
10 mg/kgBB/hari.
5. Bolus NB 2-4 mEq/kgBB/hari bila ada tanda asidosis metabolik
Hipertensi Ensefalopati: Hipertensi dengan tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg atau
diastolik ≥ 120 mmHg, atau selain itu tetapi disertai gejala serebral berupa sakit
kepala, muntah, gangguan pengelihatan, kesadaran menurun, dan kejang. Tindakan
yang dilakukan adalah:(8)
1. Stop Intake peroral.
2. IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam
3. Nifedipin sublingual 0,25mg/kgBB diulangi 30-60 menit bila perlu. Atau
klonidin 0,002mg/kgBB/kali (IV), dinaikkan dengan interval 2 sampai 3 jam,
maksimal 0,05mg/kgBB/hari.
4. Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal
10 mg/kgBB/hari.
5. Bila tekanan darah telah turun, yaitu diastol kurang dari 100mmHg,
dilanjutkan dengan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari + furosemide
1-2mg/kgBB/hari.
6. Kejang diatasi dengan antikonvulsan.
20 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
E. Gagal GinjalDefinisi
Gagal ginjal adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan dari laju
filtrasi glomerulus yang sifatnya tidak reversible dan kemudian dibagi dalam 4
stadium dengan jumlah nefron yang masih berfungsi. Penyebab gagal ginjal
kronikdisebabkan karena glomerulonefritik, nefropati analgesic, nefropati refluks,
ginjal polikistik, nefropati, diabetes, serta karena penyakit lainnya. Dan faktor
penyebab gagal ginjal kronik yang lainnya adalah karena infeksi yang terjadi
pielonefritis kronik, penyakit karen radang misalnya glomerulonefritis, penyakit
karena vaskuler hipertensif misalnya adalah nefrosklerosis dan juga stenosis arteri
renalis, serta gangguan dari congenital dan herediter yang misalnya seperti penyakit
polikistik ginjal atau juga asidosis tubulus. Faktor penyebab gagal ginjal kronik harus
diobati untuk menghambat laju proses gagal ginjal agar tidak menjadi gagal ginjal
terminal, atau gagal ginjaltidak dapat berfungsi lagi. Tekanan darah dan gula darah
harus dikendalikan, dan antibiotik secara teratur diberikan bila terjadi infeksi. Jangan
sampai terjadi infeksi pada salah satu ginjal yang dapat dengan mudah menular
pada ginjal yang lain.
Tahap perkembangan gagal ginjal kronik
1. penurunan cadangan ginjal
a. sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi
b. laju filtrasi glomerulus 40-50% normal
c. BUN dan kreatinin serum masih normal
d. pasien asimtomatik
2. Gagal ginjal
a. 75-80% nefron tidak berfungsi
b. laju filtrasi glomerulus 20-40% normal
c. BUN dan kreatinin serum mulai meningkat
d. anemia ringan dan azotemia ringan
e. nokturia dan kolluria
3. Gagal Ginjal
a. laju filtrasi glomerulus 10-20% normal
b. BUN dan kreatinin serum meningkat
21 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
c. anemia, azotemia dan asidosis metabolik
d. berat jenis urin
e. poluria dan nokturia
f. gejala gagal ginjal
4. End-Stage Renal Disease (ESRD)
a. lebih dari 85% nefron tidak berfungsi
b. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal
c. BUN dan kreatinin tinggi
d. anemia, azotemia dan asidosis metabolik
e. berat jenis urin tetap 1,010
f. oliguria
g. gejala gagal ginjal
Selama gagal ginjal kronik, beberapa nefron termasuk glomeruli dan tubula
masih berfungsi, sedangkan nefron yang lain sudah rusak dan tidak berfungsi lagi.
Nefron yang masih utuh dan berfungsi mengalami hipertrofi dan menghasilkan filtrat
dalam jumlah banyak. Reabsorpsi tubula juga meningkat walaupun laju filtrasi
glomerulos berkurang. Kompensasi nefron yang masih utuh dapat membuat ginjal
mempertahankan fungsinya sampai tiga perempat nefron yang rusak.
Pemeriksaan Gagal Ginjal
Pemeriksaan UrinAda beberapa pemeriksaan yang bisa dilakukan, untuk mengetahui kondisi
ginjal. Petunjuk awal adanya kerusakan ginjal, bisa diketahui terutama melalui
pemeriksaan urin. Pemeriksaan urin rutin (urinalisis) terdiri dari analisa kimia untuk
mendeteksi protein, kreatinin, gula dan keton; dan analisa mikroskopik untuk
mendeteksi sel darah merah dan sel darah putih. Adanya sel darah dan albumin
(sejenis protein) dalam urin, bisa merupakan petunjuk terjadinya kerusakan ginjal.
1. Proteinuria, protein di dalam urin
Ginjal sehat mengambil limbah dari darah, tapi meninggalkan protein.
Gangguan ginjal menyebabkan kegagalan untuk memisahkan protein darah yang
disebut albumin dari limbah. Awalnya hanya sejumlah kecil albumin bocor ke dalam
22 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
urin; kondisi ini dikenal sebagai mikroalbuminuria, tanda gagal fungsi ginjal. Seiring
memburuknya fungsi ginjal, jumlah albumin dan protein lain dalam urin meningkat,
disebut proteinuria. Bila protein dalam urin positif dan terjadi selama lebih dari 3
bulan, yang bersangkutan bisa dikatakan telah mengalami penyakit ginjal kronis.
Proteinuria bisa terjadi terus menerus atau hilang timbul, tergantung
penyebabnya. Selain merupakan pertanda penyakit ginjal, proteinuria terjadi secara
normal setelah berolahraga berat. Proteinuria juga bisa terjadi pada proteinuria
ortostatik, dimana protein baru muncul di urin setelah penderita berdiri cukup lama,
dan tidak ditemukan di urin setelah penderita berbaring.
2. Hematuria, darah di urin
Hematuria bisa diketahui melalui pemeriksaan mikroskopik atau dengan mata
telanjang, yakni jika darah sangat banyak maka urin akan berwarna kemerahan.
Hematuria dapat disebabkan oleh perdarahan di saluran kemih dan atau terjadi
kerusakan pembuluh darah di ginjal, sehingga ginjal tidak dapat menjalankan fungsi
filtrasinya.
3. Osmolaritas, kepekatan urin
Osmolaritas penting dalam mendiagnosis kelainan fungsi ginjal. Untuk
mendeteksi, pada salah satu tes seseorang tidak boleh minum air putih atau cairan
lain selama 12-14 jam. Pada tes lain, pasien diberi suntikan hormon vasopresin.
Kemudian kepekatan urin diukur. Dalam keadaan normal, kedua tes seharusnya
menunjukkan urin yang sangat pekat, tapi pada penyakit ginjal tertentu urin menjadi
sangat encer.
4. Ureum
Pemeriksaan kadar ureum darah merupakan pemeriksaan yang popular
sebab mudah dikerjakan dengan teliti dan tepat. Namun kadar ureum dipengaruhi
banyak faktor di luar ginjal, sehingga mempengaruhi penafsiran hasilnya. Kadar
ureum darah akan meningkat pada peningkatan asupan protein, kurangnya aliran
darah ginjal, perdarahan saluran cerna bagian atas, infeksi ginjal, pasca operasi dan
trauma obat.
23 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
5. Kreatinin
Kreatinin adalah limbah yang dibentuk oleh kerusakan sel-sel otot normal.
Ginjal sehat mengambil kreatinin darah dan memasukkannya ke urin. Ketika ginjal
tidak bekerja dengan baik, kreatinin menumpuk dalam darah. Bila pada tes urin
ditemukan kadar kreatinin positif, maka orang tersebut sudah mengalami penyakit
ginjal kronis tingkat lanjut.
Pemeriksaan DarahSelain pemeriksaan urin, bisa melakukan pemeriksaan darah untuk mengukur
kadar kreatinin dan urea dalam darah. Jika ginjal tidak bekerja, kadar kedua zat itu
akan meningkat dalam darah. Laju penyaringan ginjal bisa diperkirakan dengan cara
mengukur kadar kreatinin serum. Kadar urea nitrogen darah, juga bisa menunjukkan
fungsi ginjal.
Creatinine clearance adalah tes yang lebih akurat, yang menggunakan suatu
rumus yang menghubungkan kadar serum kreatinin dengan usia, berat badan dan
jenis kelamin.
Pemeriksaan LanjutanPemeriksaan lanjutan untuk mengenali kelainan ginjal, berupa pemeriksaan
imaging – radiologis dan biopsy ginjal. Biasanya, pemeriksaan ini atas indikasi
tertentu dan sesuai saran dokte. Prosedur imaging – radiologis dapat
memperlihatkangambaran mengenai ukuran ginjal, letak ginjal dan adanya
penyumbatan atau kerusaka ginal. Jenis pemeriksaan ini diantaranya foto polos
abdomen, rontgen, USG, CT Scan dan sebagainya.
24 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih
DAFTAR PUSTAKA
Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. Sindrom Nefrotik. Buku
Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.
Bagga, A. dan Mantan, M. 2005. Nephrotic syndrome in children. Indian Journal of
Medical Research, vol. 122, hal. 13-28
Cahyono, Suharjo, 2009, Batu Ginjal, Kanisus, Yogyakarta, hal.45-88.
Eddy, AA dan Symons, JM. 2003. Nephrotic syndrome in childhood. THE LANCET ,
vol 362, hal. 629-639
Grace, A. Pierce, Borley R. Neil, 2006, At a Glance Ilmu Bedah, Edisi Ketiga,
Penerbit Erlangga, Jakarta, hal. 167, 171.
Jalanko, H. 2009. Congenital nephrotic syndrome. Pediatric Nephrology, vol. 24, hal.
2121–2128
Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nephrotic Syndrome. Nelson Textbook
of Pediatric 18th ed. Saunders. Philadelphia. Chapter 527.
Oswari, E., 1995, Penyakit dan Penanggulangnya, PT. Graha Pustaka Utama,
Jakarta, hal. 38.
Price, S.,Wilson, L., 2002, Patofisiologi, Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Yogyakarta, hal.897-898
Trihono, PP., Atalas, H., Tambunan, T., Pardede, SO 2008. Konsensus Tatalaksana
Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak. Unit Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Edisi Kedua Cetakan Kedua 2012. Jakarta : Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia, hal. 1-20.
25 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih