Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

40
Ari Lestari I1021131025 Winny Andarilla I1021131030 Nia Purnama Ningsih I1021131031 TUGAS MAKALAH PATOLOGI GINJAL DAN SALURAN KEMIH Dosen Pengampu : dr. Muhammad In’am Ilmiawan, M. Biomed Disusun oleh : Kelompok 8 Anggota : PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA

description

makalah patologi

Transcript of Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

Page 1: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

Ari Lestari I1021131025

Winny Andarilla I1021131030

Nia Purnama Ningsih I1021131031

Tabita Coniasari I1021131045

Nurul Mar’atus Sholihah I1021131074

TUGAS MAKALAH PATOLOGI

GINJAL DAN SALURAN KEMIH

Dosen Pengampu :

dr. Muhammad In’am Ilmiawan, M. Biomed

Disusun oleh :

Kelompok 8

Anggota :

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2014

Page 2: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

DAFTAR ISI

PEMBAHASAN

A. Pendahuluan.............................................................................................. 2

B. Renal Stone

Definisi........................................................................................................ 2

Etiologi........................................................................................................ 2

Komposisi batu ginjal.................................................................................. 3

Proses terbentuknya batu ginjal................................................................. 3

Patofisiologis.............................................................................................. 3

Pemeriksaan.............................................................................................. 4

C. Sindrom Nefrotik

Definisi........................................................................................................ 7

Pencegahan khusus................................................................................... 7

Epidemiologi............................................................................................... 8

Etiologi dan Klasifikasi................................................................................ 8

Patogenesis................................................................................................ 10

Patofisiologi................................................................................................ 12

D. Sindrom Nefritik

Definisi....................................................................................................... 14

Etiologi....................................................................................................... 15

Epidemiologi.............................................................................................. 15

Patofisiologi dan Patogenesis................................................................... 16

Gejala Klinis.............................................................................................. 18

Penatalaksanaan...................................................................................... 19

E. Gagal Ginjal

Definisi....................................................................................................... 21

Tahap perkembangan gagal ginjal kronik.................................................. 21

Pemeriksaan.............................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 25

1 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 3: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

PEMBAHASAN

A. Pendahuluan

Ginjal adalah suatu organ yang secara struktural kompleks dan telah

berkembang untuk melaksanakan sejumlah fungsi penting : ekskresi produk sisa

metabolisme,pengendalian air dan garam , pemeliharaan keseimbangan asam yang

sesuai dan sekresi berbagai hormon dan autokoid. Penyakit pada ginjal sama

kompleksnya dengan strukturnya,tetapi penelitian tentang penyakit tersebut

dipermudah dengan membagi penyakit menjadi kelompok yang mengenai empat

komponen morfologik dasar : glomerulus,tubulus,interstisium,dan pembuluh darah.

Pendekatan tradisional ini bermanfaat karena manifestasi awal penyakit yang

mengenai setiap komponen cenderung khas. Selain itu, sebagian komponen

tampaknya lebih rentan terhadap bentuk tertentu cidera ginjal; sebagai

contoh,penyakit glomerulus sering bersifat imunologis,sedangkan penyakit tubulus

dan interstisium lebih besar kemungkinannya disebabkan oleh zat toksik atau agen

infeksi. Namun, sebagian penyakit mengenai lebih dari satu struktur. Selain itu,

saling ketergantungan anatomik struktur diginjal mengisyaratkan bahwa kerusakan

salah satu komponen hampir selalu kemudian mengenai komponen lain. Oleh

karena itu kerusakan glomerulus yang parah mengganggu aliran melalui sistem

vaskular peritubulus sebaliknya,kerusakan tubulus,dengan meningkatkan tekanan

intraglomerulus,dapat menyebabkan atrofi glomerulus. Apapun sebabnya, terdapat

kecendrungan bahwa semua bentuk penyakit ginjal kronis akhirnya merusak

keempat komponen ginjal tersebut sehingga terjadi gagal ginjal kronis yang disebut

sebagai Endstrage Contracted Kidney.

B. Renal Stone

Definisi

Batu ginjal merupakan benda padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai

zat terlarut dalam urin pada saluran kemih ( Pierce, 2006).

Etiologi

Pembentukan batu ginjal sebagai akibat dari urin dengan konsentrasi tinggi

bahan kimia tertentu (seperti kalsium, garam oksalat, fosfat, garam urat cystin) dan

2 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 4: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

suatu zat berkonsentrasi rendah yang menghentikan pembentukan batu (inhibitor

kemih seperti sitrat dan magnesium). Infeksi saluran kemih, gangguan ginjal seperti

penyakit ginjal cystic, dan gangguan metabolisme tertentu juga berhubungan

dengan pembentukan batu ginjal (Oswari, 1995).

Komposisi batu ginjal

1. Batu kalsium ( calcareous)

Berdasarkan pemeriksaan dengan sinar X,batu mengandung kalsium ini

memberikan gambaran putih (radiopak)

2. Batu non kalsium ( non-calcareous)

Batu non kalsium ( asam urat, struvite, sistin) tidak tervisualisasi dengan sinar X

atau bersifat radiolusen

Proses terbentuknya batu ginjal

1. Teori Nukleasi

Batu terbentuk di dalam urin karena adanya inti sabuk batu (nukleus), partikel-

partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam inti

tersebut yang membentuk batu.

2. Keseimbangan asam-basa

Air kemih yang bersifat asam akan membentuk batu kalsium dan asam urat,

sedangkan air kemih yang bersifat basa akan membentuk batu struvite/batu infeksi

3. Penghambat kristalisasi

Zat-zat penghambat kristalisasi, seperti sitrat,magnesium,protein Tamm-Horsfall,

dan bikunin.

Penurunan jumlah zat-zat tersebut meningkatkan risiko terbentuknya batu

(Cahyono,2009).

Patofisiologis :

1. Faktor genetik

3 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 5: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

Hiperkalsiuria idiopatik (penyebab tidak diketahui) bersifat familial atau genetik.

Seseorang yang mempunyai keluarga penderita batu ginjal mempunyai risiko lebih

tinggi mengalami batu ginjal sebesar 25 kali dibandingkan dengan seseorang yang

tidak memiliki garis keturunan batu ginjal. Bisa juga karena riwayat batu ginjal

sebelumnya.

2. Faktor risiko umum

Jumlah minum sedikit

Kurang minum menyebabkan voume cairan tubh berkurang,akibatnya,

jumlah air kemih yang terbentuk juga lebih sedikit.keadaan ini

menciptakan supersaturasi atau kejenuhan di ginjal.

Meningkatnya konsentrasi mineral pembentuk batu dalam air kemih

Karena akan menciptakan kejenuhan air kemih berpotensi menyebabkan

batu ginjal.

Jenis pekerjaan dan hobi yang memicu dehidrasi

Mereka yang mempunyai hobi berolah raga tanpa diimbangi dengan

jumlah minum yang tidak memadai termasuk golongan yang berpotensi

menderita batu ginjal.

Konsumsi obat-obatan

Beberapa jenis obat-obatan seperti efedrin , obat pelancar kencing, obat

kejang, dan obat anti-virus berpotensi memudahkan terbentuk batu ginjal.

Penyakit dan gangguan metabolik

Kelainan anatomi ginjal dan salurannya

Insidensi batu ginjal lebih sering terjadi pada orang yang memiliki

kelainan anatomi ginjal, hal ini berhubungan dengan terhambatnya aliran

air kemih. Misalnya terjadi penyempitan ureter, penyempitan di kaliks

pada ginjal tapal kuda (horseshoe kidney).

Batu kalsium

Batu asam urat

(Cahyono,2009).

Pemeriksaan Batu Ginjal

Dilakukan pemeriksaan berdasarkan keluhan nyeri di perut. Apabila penyebab

nyeri adalah karena batu ginjal maka dilakukan serangkaian langkah untuk

4 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 6: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

mengetahui faktor resiko pembentukan batu, penyebab batu ginjal, yang menjadi

landasan terapi tindakan pengobatan dan pencegahan. Pemeriksaan tersebut

meliputi ((Cahyono,2009) :

Riwayat penyakit dan kebiasaan seperti penyakit yang sedang diderita pasien

batu ginjal terkait faktor pembentukan batu, kebiasaan berkaitan pola hidup

yang tidak sehat.

Keluhan dan pemeriksaan fisik seperti keluhan yang berhubungan dengan

masalah batu ginjal seperti demam, air kencing berwarna merah

Pemeriksaan laboratorium

Untuk mengetahui faktor resiko, mengetahui apabila terdapat komplikasi, dan

mengetahui jenis serta penyebab timbulnya batu ginjal.

Pemeriksaan air kemih rutin

Pada orang dewasa normal pH air kemih sekitar 4,5-8,0 tetapi rata-rata adalah

6,0. Diet yang mengandung banyak protein hewani cenderung membentuk air kemih

bersifat asam. Air kemih yang bersifat asam akan memudahkan terbentuknya batu

kalsium dan asam urat. Sedangkan diet tinggi serat cenderung memberikan pH urin

menjadi basa, hal tersebut menyebabkan timbulnya batu struvite /batu infeksi

(Price,2002).

Dampak hasil pengeluaran batu ginjal setelahnya adalah kekambuhan.

Pengeluaran batu ginjal seringkali menimbulkan cedera yang bercirikan air kemih

berwarna merah. Untuk mengetahui terjadi cedera tersebut dengan melakukan

pemeriksaan adanya eritrosit dalam air kemih yang disebut eritrosituria. Pada

umumnya adanya batu ginjal berkaitan erat dengan adanya infeksi saluran kemih.

Yang ditandai dengan ditemukannya leukosit disebut leukosituria (Cahyono,2009).

Pemeriksaan air kemih 24jam, yaitu pemeriksaan urin tampung selama 24jam,

tujuannya untuk mengukur kadar mineral, oksalat, asam urat, dan sitrat. Setelah

mengetahui hal tersebut, maka dapat diketahui adanya faktor resiko dan

penyebab batu ginjal

a.) Bagi seseorang yang belum pernah mengalami batu ginjal; apabila terjadi

peningkatan kadar mineral tersebut, perlu dilakukan tindakan

pencegahan.

5 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 7: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

Misal seseorang hiperkalsiuria (peningkatan pengeluaran kalsium) maka

sebaiknya menghindari atau mengurangi diet yang banyak mengandung

protein hewani.

b.) Bagi seseorang yang sedang mengalami batu ginjal; ciri tersebut

menandakan kemungkinan penyebab terbentuknya batu ginjal misal

apakah dari batu kalsium atau asam urat.

(Cahyono,2009).

Analisis batu

Batu yang telah keluar secara sengaja ataupun spontan keluar dapat dicek

secara pasti jenis komposisi batunya guna mencegah terjadinya kekambuhan

dikemudian hari.

Pemeriksaan darah

Peningkatan kadar kalsium (hiperkalsemia) dapat mencerminkan adanya

penyakit metabolik, misal adanya peningkatan hormon paratiroid.

Ultrasonografi

Pemeriksaan ini dilakukan untuk memvisualisasi batu yang berlokasi pada ginjal

dan di buli-buli. Pemeriksaan ini relatif murah dan tanpa persiapan khusus.

Namun tidak dapat mendeteksi batu pada ureter. Pemeriksaan ini hanya untuk

mencari tahu penyebab awal nyeri perut juga gangguan selain batu ginjal.

Contoh gangguan rahim, kandung empedu, hati dan pankreas. Apabila diketahui

adanya pelebaran ureter yang terdeteksi / hidronefrosis maka harus ditindak

lanjuti dengan tes pielografi intravena.

Plain film radiography

Pemeriksaan dengan menggunakan sinar X untuk mengetahui ukuran, lokasi,

dan densitas batu ginjal. Batu yang mengandung kalsium divisualisasi dengan

memberikan warna putih /radiopak. Sementara batu yang tidak terdeteksi

disebut radiolusen.kelemaha tes ini adalah seringnya ditutupi oleh bayang tinja

atau gas usus. Kemudian dilanjutkan dengan tes pielografi intravena

Pielografi intravena

Pemeriksaan diagnostik batu ginjal dengan menggunakan sinar x dan

pemeberian zat kontras, yodium. Untuk membantu visualisasi ginjal dan

salurannya. Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi alergi atau gagal

ginjal akut. Sehingga perlu dilakukan uji pada kulit dan pemeriksaan kadar

6 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 8: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

kreatinin darah, sehingga yang boleh adalah yangtidak terjadi alrgi terhadap zat

kontras dan kadar kreatinin darah normal

CT scan

Untuk melihat secara persis lapis demi lapis apabila ada kelainan termasuk

kelainan lain seperti adanya tumor atau nanah di balik lapisan ginjal.

(Cahyono,2009)

C. Sindrom Nefrotik

Definisi Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering dijumpai pada

anak. Sindrom nefrotik merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri

dari proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio

protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstik ≥2+), hipoalbuminemia

<2,5 g/dl, edema, dan dapat disertai hiperlipidemia > 200 mg/dL terkait kelainan

glomerulus akibat penyakit tertentu atau tidak diketahui (Trihono et al., 2008).

Pencegahan khusus

Dilakukan untuk mencegah batu ginjal kambuh lagi. Selain pencegahan

khusus, pencegahan umum juga harus dilakukan bagi orang yang pernah

mengalami batu ginjal berdasar penyebabnya.

a.) Hiperkalsiuria

Diet rendah garam, diet rendah protein hewani, konsumsi obat

diuretik (merangsang kencing) dan konsumsi potasium sitrat.

b.) Hiperuricosuria

Pengeluaran asam urat bersama air kemih terjadi karena terjadi

hiperuricemia. Dilakukan kestabilan pH urine bersifat alkalis 6-

7 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 9: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

6,5 dengan memberikan potasium sitrat supaya asam urat tidak

mudah mengkristal. Serta diet rendah protein hewani. Sehingga

mengurangi kristalisasi kalsium oksalat.

c.) Batu struvite

Dengan cara operasi.

(Cahyono, 2009).

EpidemiologiInsidens sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat

dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi

berkisar 12 – 16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang insidensnya lebih

tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang

dari 14 tahun (Trihono et al., 2008). Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada laki-

laki dibandingkan perempuan (2:1) dan kebanyakan terjadi antara umur 2 dan 6

tahun. Telah dilaporkan terjadi paling muda pada anak umur 6 bulan dan paling tua

pada masa dewasa.

Data Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta melaporkan

bahwa sindrom nefrotik merupakan penyebab kunjungan sebagian besar pasien di

Poliklinik Nefrologi, dan merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak yang

dirawat antara tahun 1995-2000 (Wila, 2002).

Etiologi dan Klasifikasi Etiologi pasti dari sindrom nefrotik belum diketahui. Akhir-akhir ini sindrom

nefrotik dianggap sebagai suatu penyakit auto imunyang merupakan suatu reaksi

antigen-antibodi. Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

a. Sindrom Nefrotik Primeratau Idiopatik

Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer

terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Sekitar

90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik idiopatik. Termasuk

dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu

jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1

tahun. Penyakit ini diturunkan secara resesif autosom atau karena reaksi

fetomaternal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada

masa neonatus. Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak

8 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 10: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan

pertama kehidupannya (Kliegman et al., 2007).

Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer

dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney

Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui

pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan

pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi (Bagga dan Mantan, 2005).

Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik pada

anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC.

Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa

sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe

kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak (Kliegman et al.,

2007).

Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda

dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan

minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan

Noer di Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan

sindrom nefrotik primer yang dibiopsi (Wila, 2002).

b.Sindrom Nefrotik Sekunder

Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari

berbagai sebab lain yang nyata. Penyebab yang sering dijumpai antara lain : (Eddy

dan Symons, 2003)

- Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,

miksedema

- Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS

- Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga,

bisa ular

- Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura

Henoch-Schönlein, sarkoidosis

- Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

Patogenesis

9 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 11: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

Dinding kapiler glomerulus terdiri dari tiga struktur yang merupakan barier

‘yang selektif, yaitu : sel endotel dengan fenestrae, membran dasar glomerulus

yang terdiri atas jaringan matriks protein, dan sel-sel epitel khusus podosit yang

terhubung satu sama lain melalui jaringan interdigitating pada celah diafragma.

Berikut ini gambar skematis dinding kapiler glomerulus :

Gambar 1. Gambar Skematis Dinding Kapiler Glomerulus (Jalanko, 2009)

Pada kondisi normal, protein seperti albumin (69 kd) atau protein yang lebih

besar tidak akan terfiltrasi, restrisksi ini tergantung pada integritas celah diafragma

(Eddy dan Symons, 2003). Berikut ini gambar skematis proses filtrasi glomerulus :

10 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 12: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

Gambar 2. Gambar Skematis Proses Filtrasi Glomerulus (Jalanko, 2009)

Pada sindrom nefrotik, terjadi perubahan morfologi podosit, dimana kaki-kaki

podosit saling berdekatan, menyatu, serta lebih pipih sehingga fungsi filtrasi

glomerulus menjadi tidak optimal. Tiga hal memberikan petunjuk penting untuk

patofisiologi utama sindrom nefrotik idiopatik antara lain :

a. Mutasi Protein Podosit

Mutasi pada beberapa protein podosit telah diidentifikasi pada pasien sindrom

nefrotik yang diturunkan (Eddy dan Symons, 2003). Beberapa protein tersebut

antara lain dapat dilihat pada gambar 3.

b. Adanya Faktor Plasma

Faktor plasma dapat mengubah permeabilitas glomerulus, khususnya pada

pasien dengan sindrom nefrotik resisten steroid (Eddy dan Symons, 2003).

c. Abnormalitas Respon Sel Limfosit T

11 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 13: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

Sel T diduga mensintesis faktor permeabilitas yang dapat mengubah selektivitas

glomerulus terhadap protein, sehingga terjadilah proteinuria massif. Hipotesis lain

menjelaskan bahwa sel limfosit T menghambat atau menyebabkan down regulasi

faktor penghambat permeabilitas yang pada kondisi normal berfungsi mencegah

proteinuria (Eddy dan Symons, 2003).

PatofisiologiPatofisiologi beberapa gejala dari sindrom nefrotik (Atalas et al., 2002) :

1. Proteinuria

Proteinuria atau albuminuria masif merupakan penyebab utama terjadinya

sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar.

Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang

biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal.

Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif

tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Terdapat peningkatan

permeabilitas membrane basalis kapiler-kapiler glomeruli, disertai peningkatan

filtrasi protein plasma dan akhirnya terjadi proteinuria. Beberapa faktor yang turut

menentukan derajat proteinuria sangat komplek, yaitu :

- Konsentrasi plasma protein

- Berat molekul protein

- Electrical charge protein

- Integritas barier membrane basalis

- Electrical charge pada filtrasi barrier

- Reabsorpsi, sekresi dan katabolisme sel tubulus

- Degradasi intratubular dan urin

2. Hipoalbuminemia

Plasma mengandung macam-macam protein, sebagian besar menempati

ruangan ekstra vaskular. Plasma terutama terdiri dari albumin yang berat molekul 69

kd. Hepar memiliki peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan

sejumlah protein, baik renal maupun non renal. Mekanisme kompensasi dari hepar

untuk meningkatkan sintesis albumin, terutama untuk mempertahankan komposisi

protein dalam ruangan ekstra vaskular dan intra vaskular.

12 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 14: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

Walaupun sintesis albumin meningkat dalam hepar, selalu terdapat

hipoalbuminemia pada setiap sindrom nefrotik. Keadaan hipoalbuminemia ini

mungkin disebabkan beberapa faktor, diantaranya :

- Kehilangan sejumlah protein dari tubuh melalui urin (prooteinuria) dan usus

(protein losing enteropathy)

- Katabolisme albumin, pemasukan protein berkurang karena nafsu makan

menurun dan mual-mual

- Utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal ginjal

Bila kompensasi sintesis albumin dalam hepar tidak adekuat, plasma albumin

menurun, keadaan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia ini akan diikuti oleh

hipovolemia yang mungkin menyebabkan uremia pre-renal dan tidak jarang terjadi

oligouric acute renal failure. Penurunan faal ginjal ini akan mengurangi filtrasi

natrium Na+ dari glomerulus (glomerular sodium filtration) tetapi keadaan

hipoalbuminemia ini akan bertindak untuk mencegah resorpsi natrium Na+ kedalam

kapiler-kapiler peritubular. Resorpsi natrium na+ secara peasif sepanjang Loop of

Henle bersamaan dengan resorpsi ion Cl- secara aktif sebagai akibat rangsangan

dari keadaan hipovolemia. Retensi natrium dan air H2O yang berhubungan dengan

system rennin-angiotensin-aldosteron (RAA) dapat terjadi bila sindrom nefrotik ini

telah memperlihatkan tanda-tanda aldosteronisme sekunder. Retensi natrium dan air

pada keadaan ini (aldosteronisme) dapat dikeluarkan dari tubuh dengan pemberian

takaran tinggi diuretik yang mengandung antagonis aldosteron.

3. Sembab

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik dari kapiler-

kapiler glomeruli, diikuti langsung oleh difusi cairan kejaringan interstisial, klinis

dinamakan sembab. Penurunan tekanan onkotik mungkin disertai penurunan volume

plasma dan hipovolemia. Hipovolemia menyebabkan retensi Na dan air.

Proteinuria masih menyebabkan hipoalbuminemia dan penurunan tekanan

onkotik dari kapiler-kapiler glomeruli dan akhirnya terjadi sembab.

Mekanisme sembab dari sindrom nefrotik dapat melalui jalur berikut :

a. Jalur langsung/direk

Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat langsung menyebabkan

difusi cairan ke dalam jaringan interstisial dan dinamakan sembab.

b. Jalur tidak langsung/indirek

13 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 15: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

Penurunan tekanan onkotik dari kepiler glomerulus dapat menyebabkan penurunan

volume darah yang menimbulkan konsekuensi berikut:

- Aktivasi system rennin angiotensin aldosteron

- Kenaikan plasma rennin dan angiotensin akan menyebabkan rangsangan kelenjar

adrenal untuk sekresi hormone aldosteron. Kenaikan konsentrasi hormone

aldosteron akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion

natrium sehingga ekskresi ion natrium menurun.

- Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan circulating cathecolamines.

- Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin, menyebabkan

tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat. Kenaikan tahanan

vaskuler renal ini dapat diperberat oleh kenaikan plasma rennin dan angiotensin.

4. Hiperkolesterolemia

Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein

(LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat

meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di

hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein,

VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan

sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan

tekanan onkotik.

D. Sindrom nefritikDefinisiSindrom nefritik adalah suatu kompleks klinik, baiasanya beronset akut yang

ditandai dengan (1) Hematuria dengan sel darag merah dismorfik dan silinder sel

darah merah dalam urin, (2) beberapa derajat liburia dan azotemia, dan (3)

hipertensi . Meskipun terdapat juga proteinuria dan bahkan edema, keduanya

biasanya tidak terlalu mencolok seperti pada sindrom nefrotik. Lesi yang

menyebabkan sindrom nefritis memperlihatkan proliferasi sel didalam glomerulus

disertai sebukan leukositik. Reaksi peradangan ini mencederai dinding kapiler

sehingga sel darah merah dapat lolos kedalam urin, dan menyebabkan perubahan

hemodinamik sehingga terjadi penurunan GFR. Penurun GFR ini bermanifestasi

secara klinis oleh oliguria, retensi cairan, dan azotemia. Hipertensi mungkin terjadi

akibat retensi cairan dan peningkatan pengeluaran renin dari ginjal yang iskemik.

14 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 16: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

Etiologi1. Faktor Infeksia.  Nefritis yang timbul setelah infeksi Streptococcus Beta Hemolyticus

(Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus). Sindroma nefritik akut bisa timbul

setelah suatu infeksi oleh streptokokus, misalnya strep throat (radang tenggorokan).

Kasus seperti ini disebut glomerulonefritis pasca streptokokus. Glomeruli mengalami

kerusakan akibat penimbunan antigen dari gumpalan bakteri streptokokus yang mati

dan antibodi yang menetralisirnya. Gumpalan ini membungkus selaput glomeruli dan

mempengaruhi fungsinya. Nefritis timbul dalam waktu 1-6 minggu (rata-rata 2

minggu) setelah infeksi dan bakteri streptokokus telah mati, sehingga pemberian

antibiotik akan efektif.

b.  Nefritis yang berhubungan dengan infeksi sistemik lain : endokarditis bakterialis

subakut dan Shunt Nephritis. Penyebab post infeksi lainnya adalah virus dan parasit,

penyakit ginjal dan sistemik, endokarditis, pneumonia. Bakteri : diplokokus,

streptokokus, staphylokokus. Virus: Cytomegalovirus, coxsackievirus, Epstein-Barr

virus, hepatitis B, rubella. Jamur dan parasit : Toxoplasma gondii, filariasis, dll.

2. Penyakit multisistemik, antara lain :

a. Lupus Eritematosus Sistemik

b. Purpura Henoch Schonlein (PHS)

3. Penyakit Ginjal Primer, antara lain :

a. Nefropati IgA

EPIDEMIOLOGIGlomerulonefritis akut pasca streptokok yang klasik terutama menyerang

anak dan orang dewasa muda, dengan meningkatnya usia frekuensinya makin

berkurang. Paling sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih

sering mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara

anak laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia

3 tahun.

Lebih sering pada musim dingin dan puncaknya pada musim semi. Paling

sering pada anak-anak usia sekolah.

15 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 17: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESISGlomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus

respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus

golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan

infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907

dengan alasan timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina,

diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan meningkatnya

titer anti-streptolisin pada serum penderita.

Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa

laten selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25

lebih bersifat nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya.

Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi

mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman

streptococcus.

Patogenesis yang mendasari terjadinya GNAPS masih belum diketahui

dengan pasti. Berdasarkan pemeriksaan imunofluorosensi ginjal, jelas kiranya

bahwa GNAPS adalah suatu glomerulonefritis yang bermediakan imunologis.

Pembentukan kompleks-imun in situ diduga sebagai mekanisme patogenesis

glomerulonefritis pascastreptokokus.

Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh

streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi

terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun

dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada

terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen

menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen

sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen. Pada pemeriksaan

imunofluoresen dapat ditemukan endapan dari C3 pada glomerulus, sedang protein

M yang terdapat pada permukaan molekul, dapat menahan terjadinya proses

fagosistosis dan meningkatkan virulensi kuman. Protein M terikat pada antigen yang

terdapat pada basal membran dan IgG antibodi yang terdapat dalam sirkulasi.

Pada GNAPS, sistem imunitas humoral diduga berperan dengan ditemukannya

endapan C3 dan IgG pada subepitelial basal membran. Rendahnya komplemen C3

dan C5, serta normalnya komplemen pada jalur klasik merupakan indikator bahwa

16 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 18: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

aktifasi komplemen melalui jalur alternatif. Komplemen C3 yang aktif akan menarik

dan mengaktifkan monosit dan neutrofil, dan menghasilkan infiltrat akibat adanya

proses inflamasi dan selanjutnya terbentuk eksudat. Pada proses inflamasi ini juga

dihasilkan sitokin oleh sel glomerulus yang mengalami injuri dan proliferasi dari sel

mesangial.

Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang

menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab

glomerulonefritis akut. Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane

basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.

2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh

menimbulkan badan auto-imun yang merusak glomerulus.

3. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai

komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung

merusak membrane basalis ginjal.

Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM) antibodi yang

mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi komplemen jalur klasik atau

alternatif dari sistem koagulasi dan mengakibatkan peradangan glomeruli,

menyebabkan terjadinya :

1. Hematuria, Proteinuria, dan Silinderuria (terutama silinder eritrosit)

2. Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal

(LFG) juga menurun. Hal ini berakibat terjadinya oligouria dan terjadi retensi

air dan garam akibat kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya

edema, hipervolemia, kongesti vaskular (hipertensi, edema paru dengan

gejala sesak nafas, rhonkhi, kardiomegali), azotemia, hiperkreatinemia,

asidemia, hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperfosfatemia semakin nyata,

bila LFG sangat menurun.

3. Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin. Angiotensin

2 yang bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat jumlahnya dan

menyebabkan perfusi ginjal semakin menurun. Selain itu, LFG juga makin

menurun disamping timbulnya hipertensi.

17 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 19: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

Angiotensin 2 yang meningkat ini akan merangsang kortek adrenal untuk

melepaskan aldosteron yang menyebabkan retensi air dan garam ginjal dan

akhirnya terjadi hipervolemia dan hipertensi.

GEJALA KLINISSNA sering terjadi pada anak laki-laki usia 2-14 tahun, gejala yang pertama kali

muncul adalah penimbunan cairan disertai pembengkakan jaringan (edema) di

sekitar wajah dan kelopak mata (infeksi post streptokokal). Pada awalnya edema

timbul sebagai pembengkakan di wajah dan kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih

dominan di tungkai dan bisa menjadi hebat. Berkurangnya volume air kemih dan air

kemih berwarna gelap karena mengandung darah, tekanan darah bisa meningkat.

Gejala tidak spesifik seperti letargi, demam, nyeri abdomen, dan malaise. Gejalanya

Onset akut (kurang dari 7 hari)

Hematuria baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Gross hematuria

30% ditemukan pada anak-anak.

Oliguria

Edema (perifer atau periorbital), 85% ditemukan pada anak-anak; edema bisa

ditemukan sedang sampai berat.

Sakit kepala, jika disertai dengan hipertensi.

Dyspnea, jika terjadi gagal jantung atau edema pulmo; biasanya jarang.

Kadang disertai dengan gejala spesifik; mual dan muntah, purpura pada

Henoch- Schoenlein, artralgia yang berbuhungan dengan Systemic Lupus

Erythematosus (SLE).

Gejala lain yang mungkin muncul :

   Pengelihatan kabur

   Batuk berdahak

   Penurunan kesadaran

   Malaise

   Sesak napas

Pemeriksaan Urine terdapat sedimen eritrosit (+) sampai (++++), juga torak

eritrosit (+) pada 60-85% kasus. Pada pemeriksaan darah, didapatkan titer ASO

18 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 20: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

meningkat dan kadar C3 menurun. Pada pemeriksaan ‘throat swab’ atau ‘skin swab’

dapat ditemukan streptokokkus. Pemeriksaan foto thorax PA tegak dan lateral

dekubitus kanan dapat ditemukan kelainan berupa kardiomegali, edema paru,

kongesti paru, dan efusi pleura (nephritic lung).

PENATALAKSANAANPrinsip penatalaksaaannya adalah untuk mengurangi inflamasi pada ginjal

dan mengontrol tekanan darah. Pengobatannya termasuk penggunaan antibiotik

ataupun terapi lainnya.

1. Tirah baringTerutama pada minggu pertama penyakit untuk mencegah komplikasi.

Sesudah fase akut istirahat tidak dibatasi lagi tetapi tidak boleh kegiatan berlebihan.

Penderita dipulangkan bila keadaan umumnya baik, biasanya setelah 10-14 hari

perawatan.

2. Dieta. Protein: 1-2 gram/kg BB/ hari untuk kadar Ureum normal, dan 0,5-1 gram/kg

BB/hari untuk Ureum lebih dari atau sama dengan 40 mg%

b. Garam: 1-2 gram perhari untuk edema ringan, dan tanpa garam bila anasarka.

c. Kalori: 100 kalori/kgBB/hari.

d. Intake cairan diperhitungkan bila oligouri atau anuri, yaitu: Intake cairan = jumlah

urin + insensible loss (20-25cc/kgBB/hari + jumlah kebutuhan cairan setiap kenaikan

suhu dari normal [10cc/kgBB/hari])

3. Medikamentosa          1. Antibiotik

Penisilin Prokain (PP) 50.000-100.000 SI/KgBB/hari atau ampisilin/amoxicillin dosis

100mg/kgBB/hari atau eritromisin oral 30-50 mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10

hari untuk eradikasi kuman. Pemberian antibiotik bila ada tonsilitis, piodermi atau

tanda-tanda infeksi lainnya.

         2. Anti Hipertensi

a.  Hipertensi Ringan: Istirahat dan pembatasan cairan. Tekanan darah akan normal

dalam 1 minggu setelah diuresis.

19 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 21: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

b.  Hipertensi sedang dan berat diberikan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari dan

furosemide 1-2mg/kgBB/hari per oral.

 4. Tindakan Khusus          Edema Paru Akut: Bila disertai batuk, sesak napas, sianosis, dan

pemeriksaan fisis paru menunjukkan ronkhi basah. Tindakan yang dilakukan adalah:

1. Stop Intake peroral.

2. IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam

3. Pemberian oksigen 2-5 L/menit

4. Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal

10 mg/kgBB/hari.

5. Bolus NB 2-4 mEq/kgBB/hari bila ada tanda asidosis metabolik

Hipertensi Ensefalopati: Hipertensi dengan tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg atau

diastolik ≥ 120 mmHg, atau selain itu tetapi disertai gejala serebral berupa sakit

kepala, muntah, gangguan pengelihatan, kesadaran menurun, dan kejang. Tindakan

yang dilakukan adalah:(8)

1. Stop Intake peroral.

2. IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam

3. Nifedipin sublingual 0,25mg/kgBB diulangi 30-60 menit bila perlu. Atau

klonidin 0,002mg/kgBB/kali (IV), dinaikkan dengan interval 2 sampai 3 jam,

maksimal 0,05mg/kgBB/hari.

4. Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal

10 mg/kgBB/hari.

5. Bila tekanan darah telah turun, yaitu diastol kurang dari 100mmHg,

dilanjutkan dengan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari + furosemide

1-2mg/kgBB/hari.

6. Kejang diatasi dengan antikonvulsan.

20 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 22: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

E. Gagal GinjalDefinisi

Gagal ginjal adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan  dari laju

filtrasi glomerulus yang sifatnya tidak reversible dan kemudian dibagi dalam 4

stadium dengan jumlah nefron yang masih berfungsi. Penyebab gagal ginjal

kronikdisebabkan karena glomerulonefritik, nefropati analgesic, nefropati refluks,

ginjal polikistik, nefropati, diabetes, serta karena penyakit lainnya. Dan faktor

penyebab gagal ginjal kronik yang lainnya adalah karena infeksi yang terjadi

pielonefritis kronik, penyakit karen radang misalnya glomerulonefritis, penyakit

karena vaskuler hipertensif misalnya adalah nefrosklerosis dan juga stenosis arteri

renalis, serta gangguan dari congenital dan herediter yang misalnya seperti penyakit

polikistik ginjal atau juga asidosis tubulus. Faktor penyebab gagal ginjal kronik harus

diobati untuk menghambat laju proses gagal ginjal agar tidak menjadi gagal ginjal

terminal, atau gagal ginjaltidak dapat berfungsi lagi. Tekanan darah dan gula darah

harus dikendalikan, dan antibiotik secara teratur diberikan bila terjadi infeksi. Jangan

sampai terjadi infeksi pada salah satu ginjal yang dapat dengan mudah menular

pada ginjal yang lain.

Tahap perkembangan gagal ginjal kronik

1. penurunan cadangan ginjal

a. sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi

b. laju filtrasi glomerulus 40-50% normal

c. BUN dan kreatinin serum masih normal

d. pasien asimtomatik

2. Gagal ginjal

a. 75-80% nefron tidak berfungsi

b. laju filtrasi glomerulus 20-40% normal

c. BUN dan kreatinin serum mulai meningkat

d. anemia ringan dan azotemia ringan

e. nokturia dan kolluria

3. Gagal Ginjal

a. laju filtrasi glomerulus 10-20% normal

b. BUN dan kreatinin serum meningkat

21 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 23: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

c. anemia, azotemia dan asidosis metabolik

d. berat jenis urin

e. poluria dan nokturia

f. gejala gagal ginjal

4. End-Stage Renal Disease (ESRD)

a. lebih dari 85% nefron tidak berfungsi

b. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal

c. BUN dan kreatinin tinggi

d. anemia, azotemia dan asidosis metabolik

e. berat jenis urin tetap 1,010

f. oliguria

g. gejala gagal ginjal

Selama gagal ginjal kronik, beberapa nefron termasuk glomeruli dan tubula

masih berfungsi, sedangkan nefron yang lain sudah rusak dan tidak berfungsi lagi.

Nefron yang masih utuh dan berfungsi mengalami hipertrofi dan menghasilkan filtrat

dalam jumlah banyak. Reabsorpsi tubula juga meningkat walaupun laju filtrasi

glomerulos berkurang. Kompensasi nefron yang masih utuh dapat membuat ginjal

mempertahankan fungsinya sampai tiga perempat nefron yang rusak.

Pemeriksaan Gagal Ginjal

Pemeriksaan UrinAda beberapa pemeriksaan yang bisa dilakukan, untuk mengetahui kondisi

ginjal. Petunjuk awal adanya kerusakan ginjal, bisa diketahui terutama melalui

pemeriksaan urin. Pemeriksaan urin rutin (urinalisis) terdiri dari analisa kimia untuk

mendeteksi protein, kreatinin, gula dan keton; dan analisa mikroskopik untuk

mendeteksi sel darah merah dan sel darah putih. Adanya sel darah dan albumin

(sejenis protein) dalam urin, bisa merupakan petunjuk terjadinya kerusakan ginjal.

1. Proteinuria, protein di dalam urin

Ginjal sehat mengambil limbah dari darah, tapi meninggalkan protein.

Gangguan ginjal menyebabkan kegagalan untuk memisahkan protein darah yang

disebut albumin dari limbah. Awalnya hanya sejumlah kecil albumin bocor ke dalam

22 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 24: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

urin; kondisi ini dikenal sebagai mikroalbuminuria, tanda gagal fungsi ginjal. Seiring

memburuknya fungsi ginjal, jumlah albumin dan protein lain dalam urin meningkat,

disebut proteinuria. Bila protein dalam urin positif dan terjadi selama lebih dari 3

bulan, yang bersangkutan bisa dikatakan telah mengalami penyakit ginjal kronis.

Proteinuria bisa terjadi terus menerus atau hilang timbul, tergantung

penyebabnya. Selain merupakan pertanda penyakit ginjal, proteinuria terjadi secara

normal setelah berolahraga berat. Proteinuria juga bisa terjadi pada proteinuria

ortostatik, dimana protein baru muncul di urin setelah penderita berdiri cukup lama,

dan tidak ditemukan di urin setelah penderita berbaring.

2. Hematuria, darah di urin

Hematuria bisa diketahui melalui pemeriksaan mikroskopik atau dengan mata

telanjang, yakni jika darah sangat banyak maka urin akan berwarna kemerahan.

Hematuria dapat disebabkan oleh perdarahan di saluran kemih dan atau terjadi

kerusakan pembuluh darah di ginjal, sehingga ginjal tidak dapat menjalankan fungsi

filtrasinya.

3. Osmolaritas, kepekatan urin

Osmolaritas penting dalam mendiagnosis kelainan fungsi ginjal. Untuk

mendeteksi, pada salah satu tes seseorang tidak boleh minum air putih atau cairan

lain selama 12-14 jam. Pada tes lain, pasien diberi suntikan hormon vasopresin.

Kemudian kepekatan urin diukur. Dalam keadaan normal, kedua tes seharusnya

menunjukkan urin yang sangat pekat, tapi pada penyakit ginjal tertentu urin menjadi

sangat encer.

4. Ureum

Pemeriksaan kadar ureum darah merupakan pemeriksaan yang popular

sebab mudah dikerjakan dengan teliti dan tepat. Namun kadar ureum dipengaruhi

banyak faktor di luar ginjal, sehingga mempengaruhi penafsiran hasilnya. Kadar

ureum darah akan meningkat pada peningkatan asupan protein, kurangnya aliran

darah ginjal, perdarahan saluran cerna bagian atas, infeksi ginjal, pasca operasi dan

trauma obat.

23 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 25: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

5. Kreatinin

Kreatinin adalah limbah yang dibentuk oleh kerusakan sel-sel otot normal.

Ginjal sehat mengambil kreatinin darah dan memasukkannya ke urin. Ketika ginjal

tidak bekerja dengan baik, kreatinin menumpuk dalam darah. Bila pada tes urin

ditemukan kadar kreatinin positif, maka orang tersebut sudah mengalami penyakit

ginjal kronis tingkat lanjut.

Pemeriksaan DarahSelain pemeriksaan urin, bisa melakukan pemeriksaan darah untuk mengukur

kadar kreatinin dan urea dalam darah. Jika ginjal tidak bekerja, kadar kedua zat itu

akan meningkat dalam darah. Laju penyaringan ginjal bisa diperkirakan dengan cara

mengukur kadar kreatinin serum. Kadar urea nitrogen darah, juga bisa menunjukkan

fungsi ginjal.

Creatinine clearance adalah tes yang lebih akurat, yang menggunakan suatu

rumus yang menghubungkan kadar serum kreatinin dengan usia, berat badan dan

jenis kelamin.

Pemeriksaan LanjutanPemeriksaan lanjutan untuk mengenali kelainan ginjal, berupa pemeriksaan

imaging – radiologis dan biopsy ginjal. Biasanya, pemeriksaan ini atas indikasi

tertentu dan sesuai saran dokte. Prosedur imaging – radiologis dapat

memperlihatkangambaran mengenai ukuran ginjal, letak ginjal dan adanya

penyumbatan atau kerusaka ginal. Jenis pemeriksaan ini diantaranya foto polos

abdomen, rontgen, USG, CT Scan dan sebagainya.

24 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih

Page 26: Ginjal Dan Saluran Kemih (8)

DAFTAR PUSTAKA

Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. Sindrom Nefrotik. Buku

Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.

Bagga, A. dan Mantan, M. 2005. Nephrotic syndrome in children. Indian Journal of

Medical Research, vol. 122, hal. 13-28

Cahyono, Suharjo, 2009, Batu Ginjal, Kanisus, Yogyakarta, hal.45-88.

Eddy, AA dan Symons, JM. 2003. Nephrotic syndrome in childhood. THE LANCET ,

vol 362, hal. 629-639

Grace, A. Pierce, Borley R. Neil, 2006, At a Glance Ilmu Bedah, Edisi Ketiga,

Penerbit Erlangga, Jakarta, hal. 167, 171.

Jalanko, H. 2009. Congenital nephrotic syndrome. Pediatric Nephrology, vol. 24, hal.

2121–2128

Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nephrotic Syndrome. Nelson Textbook

of Pediatric 18th ed. Saunders. Philadelphia. Chapter 527.

Oswari, E., 1995, Penyakit dan Penanggulangnya, PT. Graha Pustaka Utama,

Jakarta, hal. 38.

Price, S.,Wilson, L., 2002, Patofisiologi, Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Yogyakarta, hal.897-898

Trihono, PP., Atalas, H., Tambunan, T., Pardede, SO 2008. Konsensus Tatalaksana

Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak. Unit Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter

Anak Indonesia. Edisi Kedua Cetakan Kedua 2012. Jakarta : Badan Penerbit

Ikatan Dokter Anak Indonesia, hal. 1-20.

25 |Patologi – Ginjal dan Saluran Kemih