Uton & Erna-Islamisasi Filsafat Ilmu Perencanaan

of 20 /20
Seminar Nasional “Menciptakan Nilai Tambah Dalam Pembangunan Berkelanjutan” Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung, 22 Mei 2014 1 ISLAMISASI FILSAFAT ILMU PERENCANAAN DALAM TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA Uton Rustan Harun 1 , Ernawati Hendrakusumah 2 1 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung 2 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung E-mail 1 : [email protected] E-mail 2 : [email protected] ABSTRAK Paradigma ilmu Perencanaan Kota pada dasarnya berada pada proses involusi ilmu, yang pada awal kelahirannya berada dilingkungan disiplin ilmu rekayasa (asas ilmu pengetahuan alam natural sciences) ke arah social science. Perubahan ini terjadi sejak label teknik planologi diubah menjadi perencanaan kota dan wilayah, yang kemudian hidup dan berkembang dalam habitat ilmu-ilmu sosial (asas-asas ilmu pengetahuan sosial social sciences). Sejalan dengan itu pula pandangan bahwa filsafat ilmu pengetahuan adalah “mother of sciences” telah dideformasikan menjadi pluralistik ilmu-ilmu pengetahuan. Persoalannya adalah karena ilmu perencanaan hidup dan berkembang dalam habitat ilmu-ilmu sosial, maka perlu mendeformasikan diri dalam kons- telasi hazanah ilmu pengetahuan secara keseluruhan, di mana dan mau ke mana ilmu penge- tahuan perencanaan ini akan dibawa (unfinite finite nebulas sciences, cogito ergo sum) atau dikembalikan pada lingkungan disiplin ilmu rekayasa (engineering science). Kata kunci: ilmu rekayasa, ilmu sosial, ilmu perencanaan 1. PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada paruh ahir abad 20 sangat cepat dibandingkan dengan awal abad renaissance yang penuh dengan romantica-humanismenya, yang sering juga sejalan dengan abad ke-emasan Islam. Kecepatan perkembangan ipteknya paralel dengan kecepatan pertumbuhan penduduk yang eksponensial. Paradigma ilmu sebagai suatu prose pemantapan ilmu pengetahuan, menggali jawaban terhadap pertanyaan mengapa ilmu pengetahuan itu ada. Apa hakikat ilmu pengetahuan itu?. Dan jawabannya hanya dapat ditemukan dari sumber ilmu pengetahuan itu sendiri yang dinamakan filsafat. Pengetahuan “filsafat” ahirnya dapat dianggap sebagai “mother of sciences”, dan apabila ilmu pengetr ahuan

Embed Size (px)

Transcript of Uton & Erna-Islamisasi Filsafat Ilmu Perencanaan

  • Seminar Nasional Menciptakan Nilai Tambah Dalam Pembangunan Berkelanjutan

    Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung, 22 Mei 2014

    1

    ISLAMISASI FILSAFAT ILMU PERENCANAAN

    DALAM TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

    Uton Rustan Harun1 , Ernawati Hendrakusumah2 1Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik

    Universitas Islam Bandung 2Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik

    Universitas Islam Bandung

    E-mail1: [email protected]

    E-mail2: [email protected]

    ABSTRAK

    Paradigma ilmu Perencanaan Kota pada dasarnya berada pada proses involusi ilmu, yang pada

    awal kelahirannya berada dilingkungan disiplin ilmu rekayasa (asas ilmu pengetahuan alam

    natural sciences) ke arah social science. Perubahan ini terjadi sejak label teknik planologi diubah

    menjadi perencanaan kota dan wilayah, yang kemudian hidup dan berkembang dalam habitat

    ilmu-ilmu sosial (asas-asas ilmu pengetahuan sosial social sciences). Sejalan dengan itu pula

    pandangan bahwa filsafat ilmu pengetahuan adalah mother of sciences telah dideformasikan

    menjadi pluralistik ilmu-ilmu pengetahuan. Persoalannya adalah karena ilmu perencanaan hidup

    dan berkembang dalam habitat ilmu-ilmu sosial, maka perlu mendeformasikan diri dalam kons-

    telasi hazanah ilmu pengetahuan secara keseluruhan, di mana dan mau ke mana ilmu penge-

    tahuan perencanaan ini akan dibawa (unfinite finite nebulas sciences, cogito ergo sum) atau

    dikembalikan pada lingkungan disiplin ilmu rekayasa (engineering science).

    Kata kunci: ilmu rekayasa, ilmu sosial, ilmu perencanaan

    1. PENDAHULUAN

    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada paruh ahir abad 20 sangat cepat

    dibandingkan dengan awal abad renaissance yang penuh dengan romantica-humanismenya,

    yang sering juga sejalan dengan abad ke-emasan Islam. Kecepatan perkembangan ipteknya

    paralel dengan kecepatan pertumbuhan penduduk yang eksponensial. Paradigma ilmu sebagai

    suatu prose pemantapan ilmu pengetahuan, menggali jawaban terhadap pertanyaan mengapa

    ilmu pengetahuan itu ada. Apa hakikat ilmu pengetahuan itu?. Dan jawabannya hanya dapat

    ditemukan dari sumber ilmu pengetahuan itu sendiri yang dinamakan filsafat. Pengetahuan

    filsafat ahirnya dapat dianggap sebagai mother of sciences, dan apabila ilmu pengetrahuan

  • Seminar Nasional Menciptakan Nilai Tambah Dalam Pembangunan Berkelanjutan

    Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung, 22 Mei 2014

    2

    itu tidak menemukan filsafat ilmunya, maka ilmu pengetahuan itu akan menjadi tumpukan fosil

    dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan.

    Lima puluh lima tahun pendidikan ilmu pengetahuan merencana di Indonesia, cukup tua untuk

    dapat dikatakan sebagai suatu ilmu pengetahuan yang dibutuhkan. Paradigma-nya cukup

    lengkap berkembang merambah pada semua bidang ilmu pengetahuan terapan. Tapi sayangnya

    rumusan filsafat ilmu-nya sendiri sangat lambat, malahan hampir tidak ada ada orang yang peduli

    terhadap pentingnya filsafat ilmu perencanaan. Hal ini merupakan gejala umum cabang ilmu

    pengetahuan rekayasa (engineering) atau teknologi tidak pernah mempedulikan ada atau tidak

    adanya filsafat ilmu engineering. Karena engineering produk ilmu pengetahuan yang

    berpandangan positivisme, pragmatisme menyelesaikan masalah, tidak mempersoalkan

    mengapa masalah itu harus diselesaikan. Karena itu pula maka rongsokan teknologi lebih banyak

    dijumpai daripada rongsokan ilmu pengetahuannya sendiri.

    Judul Islamisasi Filsafat ilmu Perencanaan dalam Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota dipilih

    menjadi tema dalam rangka Milad Unisba ke 58 atau Program Studi Teknik Perencanaan Wilayah

    dan Kota ke 43 ini, khusus untuk mengingatkan kembali para alumni dan civitas akademia dalam

    rangka mempertahankan eksistensi ilmu pengetahuannya. Filsafat Ilmu Perencanaan yang

    harus ditemukan agar memiliki jati dirinya baik untuk masa dewasa kini maupun masa depan

    dalam membangun bangsa dan negara. Judul Islamisasi Filsafat Ilmu Perencanaan dipilih

    dengan latar belakang, antara lain:

    1. Kurang difahaminya bahwa salah satu misi pendidikan adalah delivery ilmu pengetahuan.

    Disiplin ilmu merencana atau merancang (planning sciences), adalah suatu disiplin ilmu

    pengetahuan yang keberadaannya berawal dari ilmu pengetahuan rekayasa/teknologi hunian

    (human settlement) bergeser ke ilmu-ilmu sosial.

    2. Keberadaannya dalam ilmu-ilmu sosial selalu dipetanyakan apa landasan filsafat ilmunya ?.

    Sedangkan dalam ilmu rekayasa, hal ini jarang diperdebatkan karena bukan das ichnya

    tetapi das solennya, atau menitik beratkan hasilnya daripada artinya. Pengetahuan teknik

    merencana menjadi ilmu rekayasa, memerlukan landasan filsafat yang jelas yang menjadi

    landasan paradigma ilmunya.

    3. Globalisasi dewasa ini, membawa Perguruan Tingi menghadapi tantangan berat dalam

    mengejar ketertinggalannya dibidang ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi Barat

    yang melekat didalamnya membawa nilai-nilai tertentu. Hampir tidak ada local indegenous

    wisdom yang mampu bertahan terhadap gelombang nilai globalisasi ini. Karena itu landasan

  • Seminar Nasional Menciptakan Nilai Tambah Dalam Pembangunan Berkelanjutan

    Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung, 22 Mei 2014

    3

    Islamisasi Ilmu Pengetahuan menjadi sangat penting dalam menemukan kembali jati diri

    bangsa dan negara, termasuk harga diri umat Islam.

    2. SEKILAS TENTANG PLANNING SCIENCES DI INDONESIA

    Ilmu pengetahuan merancang atau merencana adalah ilmu pengetahuan teknik, yang sedang

    mencari bentuk eksistensi dan landasan filsafat-nya. Apabila dilihat dari terminologi sistematika-

    nya ilmu pengetahuan harus memiliki ontologi, epistomologi dan axiologi yang jelas (Yuyun,

    1996), dan ilmu-ilmu aqliyah seperti ilmu pengetahuan merancang atau ilmu-ilmu pengetahuan

    teknik lainnya sering mengalami kesulitan untuk mendudukkan eksistensinya dalam filsafat ilmu

    pengetahuan manusia itu sendiri. Planning sciences modern 1 diyakini, berkembang sejalan

    dengan munculnya konsep pembangunan kota baru yang digagas Howard (1898) pada masa

    tumbuhnya Revolusi Industri di Inggris. Konsep pembangunan kota baru Howard yang kemudian

    dikenal sebagai The Garden City Concept, yang merupakan perwujudan filosof Aristotles dimana

    kota harus dirancang untuk dapat mewadahi berbagai fungsi sosial dalam memenuhi kebutuhan

    hidup manusia, sehingga manusia tidak kehilangan nilai kemanusiaannya dan ikatannya dengan

    lingkungan alam. Menurut Prof. Djoko Suyarto (1995), planning sciences (mungkin yang lebih

    tepat planning arts, atau planning practices) di Indonesia berkaitan erat dengan perencanaan

    kota, yang dapat dibagi kedalam tiga generasi yaitu generasi sebelum Perang Dunia II, generasi

    awal kemerdekaan (1950an) dan generasi Pembangunan Jangka Panjang Tahapan I PJPT I

    Orde Baru. Pada generasi pertama yaitu tahun 30an, perencanaan kota dimaksudkan untuk

    merancang kota-kota sebagai ibu kota administrasi pemerintahan dengan status kotapraja

    (gementee). Pada generasi kedua, perencanaan kota lebih ditujukan pada peremajaan kawasan-

    kawasan perkotaan yang rusak akibat Perang Dunia II. Sedangkan pada generasi ketiga, peren-

    canaan kota bertujuan untuk merencana kota secara komprehensif dalam bentuk Master Plan

    Kota.

    Meskipun praktek-praktek membangun kota telah dilaksanakan beberapa abad sebelumnya

    seperti membangun Kota Batavia, atau Kota Bengkulu oleh Inggris, namun kota-kota lainnya oleh

    raja-raja di seluruh pelosok Nusantara dalam membangun kompleks istana dan kawasan ibu

    negeri, sebelum penjajahan Belanda, pembangunannya tidak dianggap sebagai urban planning

    sciences modern (Waworoentoe, 1986; Soegijanto, 1990). Ilmu pengetahuan merencana kota

    abad modern berorientasi pada penyediaan permukiman masal untuk para buruh pekerja industri

    1 Praktek merencana atau merancang sebetulnya telah lama dilakukan manusia, sejalan dengan perkembangan

    peradaban permukiman manusia itu sendiri (Childe, 1954 : The Culture of Cities).

  • Seminar Nasional Menciptakan Nilai Tambah Dalam Pembangunan Berkelanjutan

    Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung, 22 Mei 2014

    4

    yang menekankan pada keterkaitan antara penduduk, tempat tinggal dan tempat kerja (Folk

    Place Work). Metode perencanaannya mengacu pada pandangan Patric Geddes, bahwa

    perencanaan adalah suatu proses dari analisis, dan analisis yang baik harus didasarkan pada

    data yang akurat. Metode Geddes ini kemudian dikenal dengan Data-Analisa-Rencana, yang

    dilaksanakan dalam menyusun Rencana-Rencana Induk (Master Plan) kota-kota di Eropah

    setelah Perang Dunia I. Metode ini dikembangkan sebagai kritik terhadap para seniman

    perencana kota (arsitek) yang lebih menitik beratkan perencanaannya pada idealisme estetika

    penataan ruang kota saja (utopian planning).

    Perencanaan kota yang lebih berfihak kepada kepentingan masyarakat banyak, menjadikan

    praktek-praktek perencanaan harus dilaksanakan oleh Pemerintah (planning in public-domain).

    Meskipun wujud akhir dari suatu perencanaan kota adalah rekayasa lingkungan fisik kota, tetapi

    pendekatannya harus mempertimbangkan berbagai aspek kehidupan kota seperti sosial-budaya,

    ekonomi, hukum, administrasi, politik, teknik, sumberdaya alam dan lingkungan, secara kompre-

    hensif. Dari suatu disiplin ilmu perencanaan fisik (physical planning) yang bersifat komprehensif

    sebagai pedoman untuk merekayasa suatu tempat permukiman perkotaan, kemudian metodologi

    perencanaan ini merambah ke praktek-praktek perencanaan dalam disiplin ilmu yang lain seperti

    pembangunan ekonomi (economic development planning), sosial, pendidikan, administrasi dan

    lain-lainnya. Dengan makin kompleknya persoalan perencanaan dan makin kuatnya peranan

    Pemerintah dalam pembangunan, maka proses perencanaan kemudian dilembagakan menjadi

    bagian dalam struktur birokrasi Pemerintah dengan bentuk Dewan Perancangan Nasional

    (Depernas; 1954), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas, 1962) di tingkat

    Pusat sampai dengan Bappeda dan Bapemko (1971) di Pemerintahan tingkat II. Perencanaan

    dianggap sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan dengan memanfaatkan potensi

    sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan kapital yang ada yang memberikan kepastian

    dalam setiap tahapan kegiatannya, kemudian diterima sebagai suatu ilmu pengetahuan oleh

    disiplin ilmu pengetahuan lainnya.

    Salah satu prinsip perencanaan (planning principle) dalam utopian planning - memadukan

    keinginan ideal dimasa yang datang dengan kemampuan proses tahapan pencapaiannya yang

    dipengaruhi ruang dan waktu. Planning bukan hanya menarik skenario linier masa yang akan

    datang berdasarkan apa yang telah terjadi masa lampau dan masa kini, tetapi menggabungkan

    kemampuan merekayasa kondisi untuk mencapai keinginan ideal dimasa yang akan datang.

    Dalam pekerjaan yang disebut planning di sini jelas berbagai ilmu pengetahuan yang ada

  • Seminar Nasional Menciptakan Nilai Tambah Dalam Pembangunan Berkelanjutan

    Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung, 22 Mei 2014

    5

    memberikan kontribusi yang besar terhadap baik tidaknya atau berhasil tidaknya suatu karya

    yang disebut planning (Faludi, 1997 menyebutnya Theory In Planning).

    Tetapi juga sebaliknya ilmu pengetahuan sosial, ekonomi, administrasi, pemerintahan, usaha

    kecil sampai dengan multi corporasi, memerlukan jasa ilmu pengetahuan perencanaan dalam

    mencapai tujuannya. Pertumbuhan ekonomi negara perlu direncanakan, peningkatan sosial

    kebudayaan perlu direncanakan, mencapai administrasi yang efisien dan efektif, perlu diren-

    canakan, membuat usaha agar hidup dan berkembang perlu direncanaka dlsb. Ilmu Perencanaan

    dibutuhkan sebagai upaya yang strategis harus dilakukan oleh bidang-bidang disiplin ilmu

    pengatahuan yang lain.

    3. PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI YANG DIHADAPI

    PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA

    Indonesia menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberi penafsiran

    bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat muslim dewasa ini,

    bukanlah ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah diciptakan sendiri oleh umat Islam, tetapi

    merupakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimasukan dan ditransfer ke dalam kehidupan

    umat. Peran dan eksistensi perguruan tinggi Islam dipertaruhkan dalam mengejar dan mewas-

    padai transfer ilmu pengetahuan dan teknologi ini. Apakah benar penafsiran ini ? Bukankah pada

    awal perkembangan Islam, para cendekiawan muslim banyak memberi kontribusi yang besar

    terhadap kemajuan ilmu pengetahuan (karena kecerdasannya memahami hukum-hukum

    sunatullah) dan peradaban manusia ?

    Mungkin peradaban manusia baru beberapa ribu tahun yang lalu saja mencatat dengan cermat

    apa yang disebut dengan tanda-tanda keteraturan jagad raya dalam bentuk keteraturan bilangan

    yang ditulis dengan simbol-simbol tertentu yang kemudian kita kenal dengan lambang-lambanga

    aljabar. Kemudian keteraturan tersebut dicatat sebagai hukum alam dan diukur dalam kesepa-

    katan-kesepakatan manusia yang kemudian menjadi matematika. Keteraturan yang menjadi

    hukum dan keterukuran yang menjadi kepastian tersebut, kemudian melahirkan penomena

    pemahaman yang disebut logika. Sedangkan manusia itu sendiri pasti tidak akan pernah mampu

    untuk merubah keteraturan-keteraturan jagad raya yang sengaja diciptakan oleh Sang Maha

    Penciptanya (QS 3:190). Mungkin akal manusia mampu mengukur jaraknya satu planet yang

    namanya bumi dengan planet-planet lain, atau mengukur jaraknya satu gugus bima sakti dengan

    gugus bintang-bintang tata surya yang lain (nebula) atau menghitung kapan melintasnya komet

  • Seminar Nasional Menciptakan Nilai Tambah Dalam Pembangunan Berkelanjutan

    Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung, 22 Mei 2014

    6

    ke dalam gugus tata surya bumi, karena kemajuan teknologi yang dikembangkan berdasarkan

    ilmu pengetahuan manusia.

    Allahu Akbar, Allah Maha Besar yang telah memberikan hidayah membukakan akal manusia

    untuk membuktikan adanya kebesaran Allah Yang Maha Agung (ayat-ayat kauniyah), sehingga

    membawa kepada kesadaran yang mendalam bahwa ilmu pengetahuan yang telah dibukakan-

    Nya, baik melalui wahyu transdenstal maupun inspirasi akal, hanyalah setetes air dalam lautan

    ilmu pengetahuan Allah yang maha luas (QS 31:27), Sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Allah

    Maha Besar.

    Nabi Muhamad yang telah diperintahkan Allah untuk antara lain selalu iqra, mampu membaca

    yang tidak hanya oleh mata, atas tanda-tanda keteraturan jagad raya yang telah diciptakan-Nya

    sebagai salah satu tanda kekuasaan-Nya atas bumi, mahluk manusia dan seisi alam jagad raya

    ini (QS 2: 29). Implementasi iqra para pengikut nabi Muhamad inilah yang pada tujuh dekade

    pertama yang membawa pertumbuhan kemajuan Islam dan peradabannya2. Quran dan hadits

    telah dibumikan melalui kiprah mujadid dan mujtahid para pengikutnya, yaitu ketelitiannya dalam

    membaca dan meneliti hukum-hukum alam dan karenanya menjadi para mujahid atau para pem-

    baharu dalam memperbaiki kehidupan sehari-hari umat yang membawa kemajuan peradaban

    Islam.

    Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik untuk menjelaskan penomena kehidupan sehari-

    hari maupun prospek ilmu tersebut dalam meneropong kehidupan manusia masa yang akan

    datang, tetapi tentu saja tidak pernah sempurna, adanya human error yang dapat diterima,

    difahami dan karena itu pula kita menyadari secara mendalam adanya faktor kekuasaan Allah

    yang menentukannya yang Maha Sempurna (QS 27:60-64). Kemajuan kepastian ilmu

    pengetahuan dalam ketidak pastian, dan ada keyakinan adanya ketidak pastian dalam kepastian

    Allah SWT.

    Barangkali kesadaran yang paling mendasar inilah yang kemudian memberikan dorongan kita

    sekalian untuk memahami lebih lanjut tentang hubungan antara pandangan hidup seseorang

    dengan realitas hidup yang dihadapinya kita bersama-sama memahami bahwa ilmu pengetahuan

    2 Herman Suwardi (1997) membagi pertumbuhan kemajuan Islam dan peradabannya kedalam tiga gelombang

    yaitu gelombang I, 7 abad yang pertama, sebagai kemajuan Islam, kemudian gelombang II, yaitu 7 abad kedua,

    sebagai kemunduran Islam dan gelombang III, yaitu 7 abad ketiga, sebagai renaissance Islam atau menuju

    kebersinarannya kembali Islam.

  • Seminar Nasional Menciptakan Nilai Tambah Dalam Pembangunan Berkelanjutan

    Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung, 22 Mei 2014

    7

    dan teknologi yang dikembangkan akal manusia selalu berada dalam frame atau format

    kekuasaan Ilmu Pengetahuan Yang Maha luas yang dimiliki Allah SWT. Sikap yang mutlak

    kepadaNya-lah yang mengembalikan perkembangan ilmu pengetahuan yang kita tekuni ini,

    hanyalah sebatas teori-teori yang relatif dalam konteks ke absolutan keberadaan Allah SWT

    semata. Mudah-mudahan pemahaman ini memberikan tempat untuk refleksi diri dalam

    kesadaran kita yang paling mendalam atas kekuasaan Allah SWT dengan demikian terpancarlah

    apa yang disebut Islam rahlatan lil alamin.

    Iqra3, membaca dan mengkaji kembali atau me-reinterpretasikan kembali teknologi masal masa

    lampau, menggunakan tenaga kerja ribuan orang (masal), dilakukan dalam dimensi waktu yang

    panjang dengan koordinasi yang dilandasi kharisma kekuasaan sang penguasa seperti raja, king,

    pharaoh, firaun dan lain sebagainya ke masa kini. Dalam perspektif perkembangan waktu yang

    sangat teratur, perkembangan kemajuan teknologi tidaklah linier, tidak berkesinambungan,

    terputus-putus dan penelusurannnya sering menemukan missing link (rantai yang putus) yang

    diungkapkan dengan adanya phenomena perubahan antar peradaban. Alfin Tofler, 1998

    menyebutnya sebagai gelombang yang membagi pertumbuhan peradaban manusia dalam tiga

    gelombang, yaitu Gelombang I peradaban abad pertanian, pada waktu dimulainya peradaban

    berdasarkan kemampuan manusia untuk bercocok tanam, Gelombang II peradaban abad

    industrialisasi, yaitu terjadinya revolusi industri dan Gelombang III peradaban abad Tekno

    InfoCom (teknologi informasi dan komunikasi) atau sekarang disebut dengan abad cyberspace.

    Masyakat dan bangsa yang tidak memiliki daya cipta dan karsa-karya yang baik, akan selalu

    menghadapi cultural shock gelombang perubahan peradaban ini, dan para penemu-inventor

    iptek selalu berdiri di depan dalam memimpin perubahan peradaban dunia.

    Dunia Islam membelengu diri pada pemikiran-pemikiran masa silam yang mendasarkan etika-

    moral-nya pada peradaban pertanian. Uzlah modernisasi pemikiran Islam di Indonesia dalam

    menghadapi tantangan zaman terbelengu oleh cap sekularisasi, sempalan atau bidah yang

    kontroversial, sehingga tidak menghasilkan karsa-karya produktif yang maju. Eksistensi etika

    kemanusiaan dalam memandu waktu dan ruang, menjadi apologi ketertinggalannya dalam

    mengejar laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mungkin sekali peluang ajaran

    Islam dapat berperan dalam menjaga nilai-nilai kemanusiaan yang universal yang menjadi

    3 Perintah untuk selalu membaca - iqra - dan membaca tanda, hukum alam bukan saja dianjurkan oleh nabi

    Muhammad kepada para pengikutnya, para filusuf ilmu pengetahuan-pun sejak Cupernicus, Newton sampai ke

    Einstein sekalipun selalu menganjurkan para pengikut pengaggumnya untuk selalu membaca dan meneliti kembali

    hukum-hukum alam yang telah dikemukakan para penemunya.

  • Seminar Nasional Menciptakan Nilai Tambah Dalam Pembangunan Berkelanjutan

    Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung, 22 Mei 2014

    8

    rambu-rambu laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, seperti apa yang di

    perankan fatwa para kyai4 dalam menanggapi berbagai persoalan kemajuan peradaban dan

    teknologi. Tetapi hal tersebut tidaklah harus dijadikan kendala dalam mendorong kreativitas karsa

    dan karya melewati batas-batas yang telah ditentukan.

    4. GLOBALISASI ADALAH TRANSFER TEKNOLOGI DALAM MASYARAKAT

    ISLAM

    Dewasa ini teknologi memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari manusia.

    Kemajuan masyarakat modern hampir tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan kemajuan

    teknologinya. Teknologi telah melahirkan gaya hidup modernitas, merubah cara pandang dan

    sistem nilai masyarakat. Apabila pada awalnya inovasi teknologi bersifat netral dan bebas kontek,

    sehingga kemajuan teknologi dapat bekerja melintasi batas-batas sosial, kultural dan geo-politik,

    maka justru dewasa ini teknologi mampu merekayasa pola kehidupan sehari-hari masyarakat

    sesuai dengan bagaimana teknologi itu diterapkan. Selama puluhan tahun, kemajuan teknologi

    Barat, telah diterima umat Islam di negara-negara berkembang. Gagasan transfer teknologi telah

    diterima tanpa sikap kritis sebagai suatu keharusan proses modernisasi masyarakat.

    Teknologi tidak netral dan tidak lagi bebas nilai. Langdon Winner, seorang pengamat teknologi

    yang merintis lahirnya politik teknologi, menjelaskan bahwa muatan politik dapat dikemas dalam

    melahirkan teknologi. Contoh klasik yang ditunjukkan oleh Winner, adalah bagaimana Jembatan

    Long Island di New York dirancang oleh Robert Moses sedemikian rendah sehingga bis kota

    yang menjadi moda angkutan umum kelas bawah kulit hitam dan hispanik, tidak dapat memasuki

    daerah tersebut. Suatu bentuk rasialisme yang terselubung yang diterjemahkan ke dalam

    teknologi pembangunan suatu jembatan. Sebagai karya manusia yang memiliki sistem nilai,

    sosial budaya, politik dan kepentingan tertentu, iptek dapat menjadi alat yang efektif bagi

    hegemoni ideologi dan kepentingan tersebut.

    Transfer teknologi kedalam masyarakat, perlu dikaji secara serius terutama dampak penggunaan

    teknologi terhadap socio-cultural. Transfer teknologi tidak dapat dianggap netral ketika masya-

    rakat berinteraksi dengan teknologi tersebut, dimana transfer teknologi berubah menjadi

    determinisme kultural teknologi. Peringatan perlunya kewaspadaan terhadap determinisme

    4 H.orikoshi (1987) membedakan istilah kiayi dan ulama karena fungsi formalnya dimana kyai lebih cenderung berperan pada tataran kultural nilai-nilai normatif agama sedangkan ulama lebih memerankan fungsi administratif

    ulil albab.

  • Seminar Nasional Menciptakan Nilai Tambah Dalam Pembangunan Berkelanjutan

    Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung, 22 Mei 2014

    9

    teknologi telah dilontarkan oleh beberapa pemikir seperti Merrit Roe Smith, Leo Marx, David

    Nobel dan Andrew Feenberg karena konsep transfer teknologi ini cenderung memaksakan

    bekerjanya sistem teknologi pada masyarakat yang menghasilkan dampak sosial, ekonomi dan

    budaya yang serius. Pemahaman keterkaitan antara sistem sosial dan sistem teknologi tersebut,

    Hughes menyebutkan bahwa bekerjanya suatu teknologi dengan baik adalah hasil dari interaksi

    yang baik antara sistem sosial dan sistem teknologi. Sedangkan Trevor Pinch dan John Law

    menyebutnya sebagai konstruksi sosial teknologi (social construction of technology) yaitu harus

    difahami bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai produk sosial karena ia dihasilkan

    melalui negosiasi dan interaksi yang terjadi dalam suatu sistem sosial. Konstruksi sosial teknologi

    bukanlah linier seperti yang dianut dalam determinisme teknologi sendiri, melainkan jauh lebih

    kompleks dan sangat beragam mengikuti keberagaman sistem sosial yang ada.

    Dalam konteks tersebut, peranan perguruan tinggi di negara-negara berkembang tidaklah seperti

    yang terjadi di negara maju yaitu sebagai inovation factory, knowledge provider, research based

    university, atau penyumbang pemenang Nobel, tetapi lebih bersifat sebagai terminal transfer of

    technology atau malah hanya menjadi retailer kemajuan IPTEK.

    5. KOMPETENSI PERGURUAN TINGGI BERBASIS KOMUNITAS - UNIVERSITY

    BASED COMMUNITY

    Peran perguruan tinggi sebagai terminal transfer teknologi, mengharuskan perguruan tinggi

    mampu memahami perkembangan kemajuan teknologi secara seksama dan dilain fihak

    memahami secara mendalam latar belakang sosio-kultural masyarakat dimana transfer teknologi

    itu terjadi. Memahami latarbelakang sosio-kultural tidak lain memahami perkembangan sistem

    nilai masyarakat yang dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang yang menghasilkan kategorikal

    masyarakat seperti tradisonal, transisional dan modern, atau masyarakat desa masyarakat

    pinggiran dan masyarakat kota (Sayogo, 1983) atau kelompok santri/kiayi, kelompok abangan

    dan priyayi (Geertz, 1954), masyarakat Islam fundamentalist, masyarakat Islam dualistis dan

    masyarakat Islam sekuler (Rumadi, 2003). Merancang perguruan tinggi berbasis komunitas,

    perlu menjelaskan dahulu apa dasar sistem nilai yang dimilikinya, dengan demikian pengelola

    perguruan tinggi memiliki posisi yang jelas dalam mendorong mengembangkan anak didiknya,

    dan tidak memaksakan secara dogmatis sistem pendidikannya tanpa mempertimbangkan calon

    didiknya.

  • Seminar Nasional Menciptakan Nilai Tambah Dalam Pembangunan Berkelanjutan

    Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung, 22 Mei 2014

    10

    Memahami kehidupan sosial-budaya umat Islam di Jawa Barat, umumnya di Indonesia, tidak

    terlepas dari dua pandangan cara berfikir umat Islam, yaitu jabariayah dan qadariyah dimana

    Agama Islam masuk ke dalam kehidupan masyarakat suku bangsa di Indonesia lewat pusat

    perdagangan di Samudre Pasai (Aceh).

    Jabariyah adalah faham yang menyatakan adanya jabr Tuhan, yaitu kekuasaan pengendalian

    Tuhan atas segala gerak perbuatan manusia dan seluruh alam ciptaan-Nya dan menafikan

    adanya kehendak pada diri manusia. Energi kekuatan manusia tidak lain dari manifestasi tenaga

    Tuhan dan ia sama sekali majbur, atau berada dalam jabar (pengendalian) Tuhan. Keberadaan

    manusia dan garis hidup setiap manusia, secara terperinci telah digariskan atau ditentukan Tuhan

    sejak alam kadim (masa silam yang tak bermula). Hanya Allah SWT satu-satunya yang secara

    hakiki memiliki kehendak, kekuasaan dan perbuatan, sedangkan selain-Nya tidak memilikinya5.

    Lawan dari faham jabariyah disebut faham qadariyah, bahwa kehendak Tuhan itu hanya dalam

    arti menciptakan, menggerakan dan memeliharanya dalam hukum-hukum yang tertib dan tetap

    yang disebut hukum alam (sunatullah). Manusia memiliki kebebasan kemauan (free will) dan

    garis hidupnya ditentukan oleh kemampuannya menentukan pilihan-pilahan yang telah diberikan

    Allah SWT yaitu pilihan yang baik atau pilihan yang buruk, sejauh yang dimungkinkan oleh

    hukum-hukum yang diciptakan-Nya. Ihtiar adalah fardlu kipayah dimana manusia wajib

    menentukan sendiri nasib dirinya. Secara ektreem biner, dapat dikatakan bahwa faham jabariyah

    yang cenderung pasif-fatalistik dan qadariyah dimana manusia bebas menentukan nasibnya.

    Masyarakat bangsa Indonesia, khususnya suku-suku bangsa, dewasa ini bukanlah termasuk

    masyarakat yang berfikir Aristotalian, yang hanya mengenal cara berfikir principle of excluded

    middle (Rumadi, 2003), yaitu suatu suatu prinsip berfikir dimana tidak mungkin sesuatu terjadinya

    di tengah-tengah. Prinsip ini memandang segala seuatu hanya dalam dua sisi yang ekstreem,

    misalnya benar atau salah, Barat atau Timur, modern atau tradisional, halal atau haram, masuk

    neraka atau surga. Logika ini berpengaruh kuat pada munculnya faham jabariah dan qadariah,

    bahwa nasib manusia telah ditetapkan Allah SWT (jabariyah), atau nasib manusia itu ditentukan

    oleh perbuatan manusia itu sendiri (qadariyah). Lutfi Zadeh, seorang fisikawan Iran, menolak

    logika Aristotalian ini yang membagi dunia dalam dua posisi biner atau bipolar. Di dunia ini tidak

    ada pembagian yang benar-benar dualistik. Dalam realitasnya, suatu pernyataan itu bisa benar

    dan salah sekaligus. Karena itu tidak ada ruang seorang muslim Indonesia, yang teguh pendirian

    5 Sifat kanaah masyarakat Sunda dinyatakan dalam sair (sinom): eling-eling mangka eling, rumingkang dibumi alam, raga tanpa pangawasa, darma wawayangan bae.

  • Seminar Nasional Menciptakan Nilai Tambah Dalam Pembangunan Berkelanjutan

    Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung, 22 Mei 2014

    11

    pada hanya jabariyah atau hanya qadariyah. Batas-batas antara jabariyah dan qadaryah,

    semakin memudar dan pandangannya tidak selalu either or, tetapi saat tertentu you are both

    qadariyah and jabariyah. Rumadi (2003) memahami mengapa ada adagium bahwa Indonesia

    bukan negara sekuler dan bukan juga negara religious. Karena pandangan Zadeh itulah maka

    Tuhan tidak akan merubah nasib suatu masyarakat apabila masyarakat itu tidak merubahnya

    menjadi kokoh dalam pandangan umat islam yang dualistik.

    Kekeliruan menerapkan fungsi pendidikan nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa

    agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa dan berahlak mulia, khususnya melalui link and

    match pendidikan tinggi, telah mengorbankan substansi pendidikan itu sendiri. Pendidikan

    adalah proses mencerdaskan bangsa. Mutu pendidikan telah terperangkap dalam ukuran-ukuran

    seberapa besar lulusan dapat diserap lapangan kerja atau lama tunggu kerja. Sedangkan dewasa

    ini lapangan kerja, telah banyak mengandalkan investasi kapital asing, yang menjadikan harga

    tenaga manusia hanya sebagai sekrup dalam mekanisme industri kapital. Pendidikan tinggi

    hanya sebagai tempat penyiapan dan penyalur tenaga kerja terampil bagi kegunaan investasi

    transfer teknologi pada berbagai industri substitusi impor. Dan mekanisme sistem pendidikannya

    hanyalah menyaring calon-calon mahasiswa yang sudah unggul, lewat Sipenmaru. Setiap tahun

    perguruan tingi negeri tidak lebih dari dari 8 % mampu menyerap lulusan SMU6, dan lainnya

    diserap oleh perguruan tinggi swasta yang mekanisme sistem pendidikannya tidak jauh berbeda

    dengan pola link and match. Misi lembaga pendidikan tinggi telah tergadaikan ke dalam bisnis

    tenaga kerja.

    Perguruan tinggi tidak mampu lagi untuk berperan mencerdaskan kehidupan bangsa dan

    membangun karakter bangsa (national character building). Pilihan kebijakan pendidikan tinggi

    yang menekankan pada link and match oleh Pemerintah beberapa waktu yang lalu, banyak

    disebabkan oleh minimnya dana pendidikan yang mampu disediakan Pemerintah untuk mencer-

    daskan bangsa. Para lulusannya tidak mandiri dalam menciptakan lapangan kerjanya untuk

    meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam mencapai kondisi lepas landas menuju

    negara industri. Penyiapan sarana dan prasarana pendidikan yang sangat terbatas terutama

    untuk penelitian-penelitian basic sciences, tidak membuka minat penjelajahan (science explorer

    and discovery) dan keinginan tahu anak didik dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan

    6 Lulusan Tahun Pelajaran 2003 yang lalu SMU/SMK se Jawa Barat, berjumlah 202.878 siswa, tidal lulus UAN

    12.341, melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi sekitar 60.864 sedangkan yang diterima di pertguruan

    tinggi negri (ITB, UNPAD, IPB, UPI) hanya 17.707 orang dan sisanya di PTS.

  • Seminar Nasional Menciptakan Nilai Tambah Dalam Pembangunan Berkelanjutan

    Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung, 22 Mei 2014

    12

    teknologi. Hal ini mengakibatkan masyarakat salah memaknai lembaga pendidikan yang

    dianggap hanya sebagai alat untuk memperoleh ijazah atau sertifikat sebagai paspor untuk dapat

    kerja. Makin celaka lagi anak didik hanya mengejar untuk mendapat ijazah yang berakibat pada

    proses pendidikan disiasati untuk memperoleh ijazah dengan cepat, apapun caranya7. Menyiasati

    terbatasnya Pemerintah menyediakan sarana dan prasarana penelitian dasar dan orientasi

    produk lulusannya, sebetulnya penomena tersebut dapat merupakan peluang yang sangat baik

    untuk perguruan tinggi Islam melakukan berbagai penelitian dasar yang ditinggalkan

    masyarakat propan dan hedonism.

    6. PEMBAHARUAN PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM

    Mutazilah, berpandangan positip kritis, janganlah selalu dianggap sebagai suatu pembang-

    kangan terhadap kemapanan teologi Islam atau sekularisme, tetapi harus dipandang sebagai

    upaya pembaharuan atau perbaikan karena adanya sesuatu kemandekan dalam Islam. Misalnya

    beberapa kemandekan cara berfikir aqliyah umat, dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan

    teknologi yang diakibatkan oleh problematik sosial-kultural dan kemandekan ijtihad umat Islam

    dalam mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan, perlu adanya mutazilah teknologi. Keterting-

    galan umat Islam Indonesia yang melahirkan cap masyarakat yang gagap teknologi, mengemas

    propaganda konsumerisme hedonistik, karena memang teknologi yang melekat dalam barang-

    barang impor yang dikonsumsinya sebagai imported built-in consumption, bukan hasil inovasi

    umat sendiri.

    Selama ini, pendidikan Islam sering diartikan secara sempit hanya sebagai proses pembelajaran

    terhadap doktrinal Islam agar ajaran-ajaran tersebut menjadi pedoman hidup (Said Aqil, 2003).

    Demikian pula pendidikan tinggi Islam, masih terfokus pada pemunculan aspek simboliknya

    termasuk kedalamnya penjabarkan retroika simbol-simbol filsafat abstrak, tafsir, syariah, etika

    sampai fiqh (proses kontemplasi ilmiah yang bersifat deduktif), daripada penekanan pada

    signifikansi substansinya. Dan yang sangat mengecewakan adalah banyak lembaga-lembaga

    pendidikan yang menjual label Islam, tanpa memberikan ruang yang cukup untuk pendidikan

    Islam yang mengakibatkan perilaku dan perbuatan anak-anak didiknya tidak Islami. Sedangkan

    perguruan tinggi lain yang berbasis teknologi berawal pada kemampuan logika akal (aqliyah)

    7 Karena itu banyak muncul lembaga-lembaga pendidikan tinggi, yang menyiasati besarnya perminataan akan

    pasar ijazah ini yang didirikan tidak dengan visi dan misi yang jelas.

  • Seminar Nasional Menciptakan Nilai Tambah Dalam Pembangunan Berkelanjutan

    Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung, 22 Mei 2014

    13

    dalam menyelesaikan masalah-masalah kehidupan yang profan keduniawian, kemudian men-

    cari pembenaran teori ilmiah yang bersifat induktif (theory of reality). Meskipun dalam pendidikan

    Islam muncul golongan mutazilah yang menggunakan logika dan filsafat dalam menjelaskan isi

    kandungan al Quran dan sunnah nabi Muhammad saw, tetapi metodologinya tetap bersifat

    deduktif. Proses metodologi induktif yang berawal dari coba-coba dan uji coba empririk, memang

    sering tidak diawali dengan epistomologi filsafat dan etika yang mendalam.

    Dari dua metodologi berfikir yang berlainan arah ini maka sering memunculkan dikhotomi

    pendidikan di Indonesia yaitu pendidikan Islam atau sekolah Islam dan pendidikan umum atau

    sekolah umum, yang perkembangan selanjutnya melahirkan kesenjangan bentuk pendidikan

    yang tidak menguntungkan bagi sistem pendidikan nasional kita. Demo penggalangan masa pro-

    kontra dalam menyikapi keluarnya Undang-Undang Pendidikan Nasional beberapa waktu yang

    lalu bukan hanya dipicu antara perbedaan meletakan pendidikan agama sebagai tanggung jawab

    sistem pendidikan nasional atau hak asasi manusia (religion free), tetapi juga oleh perbedaan

    dasar pemikiran pendidikan Islam dan pendidikan umum.

    Kesenjangan bentuk pendidikan umum dan pendidikan Islam tersebut, secara garis besar di

    sebabkan oleh :

    Pertama, dilihat dari segi substansi dan arah pendidikannya yang berbeda sangat dimungkinkan

    untuk terjadinya ketertinggalan berfikir deduktif dengan nalar yang kuat yang perlu selalu

    dibantu oleh karsa dan karya yang kuat8. Sedangkan berfikir induktif, cara-cara menyele-

    saikan kehidupan yang profan yang telah memiliki karsa dan karya yang kuat untuk

    melahirkan pembenaran dan hakekat pembenaran itu sendiri bagi kehidupan manusia. Dua

    arah perjalanan cara berfikir ilmiah yang berlawanan, dimana perguruan tinggi Islam berawal

    dari sumber konsep dan filsafat kemudian menurunkannya kedalam bidang disiplin ilmu

    wujudiah atau realitas, sedangkan kemajauan teknologi adalah akumulasi kecermatan

    manusia dalam menyelesaikan permasalahan realitas kehidupan profan yang kemudian

    mencari pembenarannya melalui filsafat ilmu. Hambatan proses induktif, mencari bukti

    empirik perguruan tinggi Islam mungkin lebih berat dibandingkan dengan proses induktif

    rasional yang dilakukan perguruan tinggi berbasis teknologi. Hambatan yang paling jelas

    terlihat adalah dimensi etika dan moral yang dipakai sebagai awal acuan pertama harus tetap

    8 Seperti satire yang menyebutkan bahwa bangsa Indonesia dalam menyelesaikan masalah lebih banyak mem

    perdebatkan dahulu pembentukan kelembagaannya dalam mengatasi masalah, daripada menyelesaikan subjek

    permasalahannya sendiri.

  • Seminar Nasional Menciptakan Nilai Tambah Dalam Pembangunan Berkelanjutan

    Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung, 22 Mei 2014

    14

    kafah dipertahankan9 yang dianut Perguruan Tinggi Islam katimbang Perguruan Tinggi atau

    Institut berbasis teknologi yang malah mengesampingkan nilai-nilai moral malah menafikan

    eksistensi keabsolutan Tuhan10

    Kedua, dilihat dari sejarah perkembangan pendidikan Islam dan Umum sejak zaman pemerin-

    tahan kolonial Belanda, pendidikan yang berlabelkan Islam selalu termarginalkan (Azyumardi

    Azra, 2003). Sejarah pendidikan Islam di Indonesia adalah sejarah keterpinggiran dan

    marjinalisasi pendidikan. Pendidikan Islam yang terpusat pada pesantren, dayah dan lainnya

    merupakan bentuk uzlah dari kekuasaan kolonial bahkan merupakan bentuk perlawanan

    silent opposition. Sebagai kontras, pada saat yang sama pendidikan missionaris berkembang

    pesat, yang selain didukung gereja, juga secara langsung maupun tidak langsung juga

    mendapat berbagai bantuan fasilitas dari pemerintah kolonial Belanda. Perkembangannya

    adalah lembaga-lembaga Pendidikan Umum dan Kristen memiliki mutu pendidikan dan

    manajemen yang lebih baik. Pertumbuhan dan perkembangan ini sering melahirkan mitos-

    mitos negatif tentang pendidikan Islam seperti tidak bermutu, tidak dikelola secara

    profesional, tidak menarik, tidak modern, malah dicap melahirkan ortodoxism dan talibanism.

    Ketiga, kecenderungan baru pendidikan Islam di Indonesia ini dalam menghadapi tantangan

    zaman dengan bentuk-bentuk pendidikan plus, terpadu atau unggulan di sebut sebagai very

    late starter oleh Prof. Azyumardi Azra. Artinya ada prospek baru untuk mengintegrasikan

    pendidikan Islam yang bersifat deduktif dengan pendidikan umum yang bersifat teori of

    reality kedalam suatu sistem pendidikan dan pengajaran. Meskipun dikuatirkan akan

    hilangnya ciri pendidikan Islam yang bercirikan melahirkan insan yang berahlaq mulia,

    memerlukan keteladanan, kontak tatap muka dan waktu yang intens. Ciri pendidikan dan

    pengajaran pasantren yang bersifat intens ini diterjemahkan dalam bentuk boarding school

    yang dewasa ini terkendala oleh ruang, tempat dan waktu. Jumlah penduduk yang makin

    tinggi menyebabkan tingkat kepadatan ruang dan tempat per-kapita makin sempit.

    Meningkatnya perburuan waktu mengejar kehidupan duniawi makin pendeknya waktu untuk

    upaya-upaya pencerahan diri atau atau makin hilangnya waktu untuk relaxation (leisure

    time). Terjebak pada mitos time is money dunia kapitalistik.

    9 meskipun harus terjadi pergeseran-pergeseran nilai karena penyesuaian dengan kontektual 10 value free dalam pengembangan ilmu bio-teknologi; rekayasa genetik; clonning; sebagai akibat filsafat aku ada karena aku berfikir

  • Seminar Nasional Menciptakan Nilai Tambah Dalam Pembangunan Berkelanjutan

    Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung, 22 Mei 2014

    15

    Karsa adalah energi jiwa yang mendorong manusia untuk berkehendak, sedangkan karya adalah

    hasil perbuatan pekerjaan manusia. Dalam kontek pendangan Prof. Herman Soewardi, karsa

    yang keberadaannya erat dengan rasa merupakan tolok ukur perbedaan kemajuan manusia.

    Karsa orang-orang Barat didorong oleh kemampuan nalar akal yang kuat yang cenderung

    bertabiat buruk, sedangkan karsa orang muslim dekat dengan rasa kalbu (qalb) yang cenderung

    bersifat pasif fatalism, yang tidak mendorong berkembangnya kemampuan rekayasa manusia

    (teknologi).

    7. ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN

    Milad Fakultas Teknik Unisba yang ke 40 ini, dapat dipakai sebagai momentum untuk mengkaji

    kembali visi, misi dan peran Fakultas Teknik Unisba dimasa yang akan datang serta mengeva-

    luasi manajemen sistem pendidikan dan pengajarannya agar menjadi perguruan tinggi Islam

    yang terkemuka. Revitalisasi pendidikan tinggi Islam menurut Dr. Hamid Hasan Bilgrami (1989)

    bukan sekedar menyelenggarakan pendidikan tinggi untuk melatih otak, membicarakan kebe-

    naran tingkat tinggi atau memberikan gelar-gelar tingkat tinggi, tetapi harus melahirkan orang-

    orang yang berpengetahuan tinggi, yang disinari oleh nilai-nilai luhur Islami. Perguruan Tinggi

    Islam harus mampu menumbuhkan sikap tamil (menyerahkan diri kepada Islam dengan sepenuh

    hati), sikap tazim (menghormati kebesaran Islam) dan adab (menghargai dan merujuk kepada

    nilai-nilai Islam) sebagai manifestasi pembentukan manusia seutuhnya yang memiliki jasmani

    dan ruhani.

    Disadari atau tidak pendidikan Islam di beberapa fakultas di Unisba baru merupakan awal dari

    proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan yang lebih bersifat attachement Islam ke dalam disiplin

    ilmu. Artinya pendidikan dan pengajaran Islam di Unisba bukan diturunkan dari al Quran (ayat-

    ayat Quraniyah) menjadi ilmu-ilmu pengetahuan, tetapi lebih bersifat usaha mengokulasikan

    Islam ke dalam ilmu pengetahuan yang ada dan telah berkembang. Misalnya fakultas teknik yang

    pada awal pendiriannya bersubjek pada teknik pembangunan masyarakat menurut Islam,

    kemudian menjadi planologi desa (ilmu merencana desa), kemudian perencana wilayah dan kota

    yang berorientasi kepada kurikulum pendidikan planologi ITB, sebagai pembina, dengan upaya

    menempelkan ajaran-ajaran Islam ke dalamnya. Kedalaman pembahasan Islam dalam ilmu

    pengetahuannya dapat dilihat dari penomena dangkalnya pembahasan ilmu-ilmu al Quran dalam

  • Seminar Nasional Menciptakan Nilai Tambah Dalam Pembangunan Berkelanjutan

    Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung, 22 Mei 2014

    16

    tugas penelitiannya11. Skripsi tugas ahirnya hanya cukup ditempeli ayat-ayat al Quran sebagai

    penghias sampul skripsi. Padahal visi dan misi pendiriannya adalah bagaimana membangun

    masyarakat yang Islami secara teknis, yang diturunkan dari ilmu-ilmu al Quran. Memang ilmu

    pengetahuan (Pranggono, 2003) diturunkan kepada manusia melalui dua cara yaitu diberikan

    langsung ke dalam kalbu manusia (al-ulumul naqliyah) yang harus dicari melalui belajar dari alam

    (ayat-ayat kauniyah) dan yang harus dicarikan dari al Quran (ayat-ayat Quraniyah) untuk dija-

    barkan kedalam alam empirik. Dalam metodologi ilmu pengetahuan yang menggunakan cara

    berfikir principle of excluded middle, metode deducio-verificatio dan intuition deduction

    (Descrates) sangat sulit untuk digabungkan. Sama sulitnya menggabungkan pendekatan makro

    dan mikro.

    Kendala penggabungan ilmu hukum dengan syariah bukan saja hanya kesulitan teknis admi-

    nistrasi dalam menggabungkan ilmu pengetahuan Barat dengan al Quran, tetapi juga belum

    terjadinya asimilasi hukum-hukum formal (hukum Hindia Belanda) dengan syariah Islam yang

    diturunkan dari al Quran dan Hadits. Demikian juga dengan kendala yang dihadapi oleh fakultas-

    fakultas lain seperti Ilmu Syariah Muamalah dengan ilmu ekonomi, atau Psikologi pendidikan

    dengan Usuluddin dan penerapan ilmu-ilmu Al Quran dalam disiplin ilmu-ilmu yang lainnya.

    Mudah-mudahan hal ini hanyalah kesulitan awal Islamisasi ilmu pengetahuan dalam menuju

    kepada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Islam, dan bukan sebatas Islam sebagai

    tumbuhan okulasi pada batang ilmu pengetahuan dan teknologi yang lain.

    8. AL QURAN SUMBER ILMU-ILMU PENGETAHUAN

    Berfikir deduktif atau menurunkan/menjabarkan jenis ilmu pengetahuan secara sederhana seperti

    yang diajarkan nabi Muhammad saw melalui iqra 12 dimulai dari pengkayaan wacana dan

    penghayatan bagaimana Quran ayat demi ayat diturunkan kepada nabi Muhamnad saw,

    kemudian memahami kontektualnya kapan, di mana dan dalam kondisisi bagaimana ayat itu

    diturunkan, adalah merupakan bagian-bagian penting dalam membuat tafsir dan membumikan

    11 Saya sangat menghargai upaya ir Bambang Pranggono MBA untuk meletakan proses Islamisasi pendidikan

    planologi melalui penerapan mata kuliah Islam Disiplin Ilmu dan pembimbingan Tugas Ahir, sehingga ayat-

    ayat al Quraniyah lebih terhayati secara lebih baik dalam menyusun tugas penelitiannya. 12 iqra yang ditafsirkan tidak hanya membaca sebagai lawan kata menulis tetapi memahami, mengkaji, menelusuri

    dan mengerti

  • Seminar Nasional Menciptakan Nilai Tambah Dalam Pembangunan Berkelanjutan

    Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung, 22 Mei 2014

    17

    Quran13. Dalam kontek hirarki filsafat ilmu pengetahuan, Al Quran14 telah mengisyaratkan pola

    metodologi deduktif yaitu dengan diawali dengan filsafat sebagai realitas transenden, untuk

    menemukenali esensi hidup dan peran manusia secara hakiki. Kemudian esensi dan hakikat

    kehidupan ini menurunkan etika sosial kemasyarakatan yang menjadi rambu-rambu nilai

    kemanusiaan universal. Dengan rambu-rambu value-system ini kemudian diturunkan ilmu-ilmu

    hukum (syariah), psikologi yang berkaitan dengan komponen-komponen kejiwaan, ilmu kese-

    hatan dan kedokteran jasmaniah, ilmu hayat (bios biologi). Perkembangan berikutnya adalah

    ilmu fisiko-kemis yaitu ilmu pengetahuan pertanian dan ilmu lingkungan.

    Menurut Zubair (2002) tata jenjang15 hirarki dalam struktur realitas manusia mencari kebenaran,

    meliputi empat taraf: fisiko-kemis, bios atau hidup jasmaniah, psikis atau hidup kejiwaan,

    humanity atau kemanusiaan, dan realitas transenden16. Demikian pula dengan ilmu pengetahuan

    rekayasa, sejalan dengan hierarhi struktur realitasnya, mulai dari adanya pengetahuan tentang

    lingkungan atau fisiko-kemis, kemudian rekayasa lingkungan untuk kehidupan manusia (human

    settlement), rekayasa kesehatan jasmaniah dan rohaniah, etika dan rekayasa humanity menuju

    realitastransenden kebenaran yang diterjemahkan kedalam filsafat ilmu pengetahuan. Prof.

    Herman Suwardi (1996) mengemukakan bahwa filsafat modern baru lahir pada abad 17 setelah

    proses asimilasi filsafat17 selesai dan Descartes di Prancis serta Bacon di Inggris, mengkonstruk-

    sikan metafisika dalam tataran filsafat logika. Cara berfikir intuition-deduction yang terkandunng

    dalam pernyataan cogito, ergo sum (kalau saya berfikir, maka saya ada) memberikan dasar-

    dasar berfikir filsafat ilmu yang sistematis melalui kesangsian. Subjek yang berfikir menjadi titik

    pangkal untuk filsafatnya. Descartes telah memanusiakan manusia yaitu dengan cara menja-

    dikan manusia sebagai titik tolak, subjek pemikiran. Fikiran tentang kebenaran manusia bukan

    selalu didasarkan atas kekuasaan di luar manusia. Manusia berfikir merupakan pusat dunianya.

    13 Seperti apa yang dikemukakan oleh Qurais Sihab,1992 dengan pemahaman membumikan al Quran yaitu

    menangkap pesan-pesan al Quran dan memasyarakatkannya, bagaimana memahami dan melaksanakan petunjuk-petunjuknya..

    14 Al Suyuti (1993) menurunkan Ulumul Quran kedalam bidang-bidang ilmu pengetahuan yang diperluas, meskipun tidak sependapat dengan al Zarqoni, seperti ilmu kedokteran, ilmu ukur, matematikan, astronomi dan

    lain sebagainya tanpa memberikan hierarhinya (lihat Zainuddin, 1997; Menelusuri ilmu-ilmu Al Quran, Fakultas Syariah Unisba ).

    15 Sistematika proses mencari landasan filosofis ilmu-ilmu empirik seperti teknologi, bersifat pendekatan induktif 16 Zubair, Achmad Charris, 2002 Dimensi Etika dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia, LESFI, Yogyakarta. 17 Kritik-kritik filsafat ilmu pengetahuan Barat terjadi pada periode abad 14, faham-faham determinisme absolut,

    probabilisme, empirisme ralisionalitik, Averonisme dan idelisme dibahas, dikritik, dipertahankan diperbaiki dan

    di asimilasikan sampai filsafat telah mendapat kehidupan yang mandiri, 8 abad setelah islam yang dibawa nabi

    Muhamad adalah agama Islam yang membawa misi untuk membimbing manusia di alam modern( Herman

    Soewardi, 1996, 60-328).

  • Seminar Nasional Menciptakan Nilai Tambah Dalam Pembangunan Berkelanjutan

    Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung, 22 Mei 2014

    18

    Descartes telah memberi suatu epistomologi baru yang membuat filsafat suatu ilmu yang berdiri

    sendiri. Pengaruhnya sangat besar dalam kebebasan perkembangan ilmu pengetahuan

    matematika, ilmu alam, fisika dan kedokteran. Sedangkan ilmu pengetahuan merekayasa itu

    sendiri, hanya sebagai suatu alat, eksistensinya dibatasi dalam selang kepastian dan keterba-

    tasannya (finite deterministik).

    Perkembangan kemajuan teknologi pada ahir abad 20 ini, dalam paradoxi dengan norma etika

    dan kearifan lingkungan. Polemik iman taqwa dan akal budi, menjadi pembahasan ulang filsafat

    ilmu pengetahuan modern awal (abad 17) dan ahir abad revolusi industri (ahir abad 20). Norma

    etika kemanusian telah dianggap nilai yang relatif tunduk pada waktu dan ruang (time and space).

    Karena itu kemajuan teknologi menafikan eksistensi etika kemanusiaan yang absolut, seperti

    yang makin berkembangnya teknologi peperangan yang mampu melahirkan senjata pembunuh

    masal. Demikian pula munculnya pandangan kearifan lingkungan yang disebabkan oleh bukti-

    bukti nyata kerusakan bumi dan lingkungannya karena perbuatan manusia dengan penerapan

    kemajuan teknologinya (QS 30:41) disepakati sebagai pengendalian sendiri (self regulation).

    Kesepakatan global ekolabeling production ini sering dipakai negara-negara maju, masyarakat

    yang sudah kaya dan memiliki mesin kapital yang tidak terbatas, dipakai sebagai alat untuk

    mempertahankan kemapanannya dalam menikmati sumberdaya alam yang dilimpahkan Allah

    SWT dimuka bumi ini. Sebenarnya umat Islam menyepakati ekolabeling adalah sebagai amal

    ibadah melaksanakan perintah Allah untuk tidak membuat kerusakan dibumi ini (QS 30 : 41).

    Dalam konteks yang lain dimana ilmu-ilmu aqliyah dan naqliyah secara simulan dikembangkan

    dalam suatu pendidikan tinggi Islam. Ilmu-ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk kehidupan

    kemanusiaan didunia, dimasukan kedalam ilmu-ilmu fardu kifayah dan ilmu-ilmu yang akan

    menjadi sumber pengembangan ilmu pengetahuan yang diperlukan manusia dimasukan kedalam

    ilmu-ilmu fardu ayn (Pranggono, 2003). Penyelengara pendidikan tinggi harus mampu mengelola

    pengintegrasian pengembangan ilmu fardu kifayah dan pendalaman ilmu fardu ayn secara baik.

    Kegagalan mengintegrasikan adalah awal dari proses sekularisasi agama.

    9. PENUTUP

    Pembukaan suatu Program Studi di suatu Perguruan Tinggi dewasa ini lebih berorientasi pada

    permintaan pasar daripada bertujuan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi itu

    sendiri. Limapuluh lima tahun yang lalu Pendidikan Teknik Planologi atau Teknik Perencanaan

  • Seminar Nasional Menciptakan Nilai Tambah Dalam Pembangunan Berkelanjutan

    Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung, 22 Mei 2014

    19

    Wilayah dan Kota didirikan atas dasar kebutuhan Kementrian Pekerjaan Umum dalam rangka

    menata kembali pertumbuhan wilayah dan kota-kota di Indonesia yang rusak akibat revolusi

    kemerdekaan Indonesia. Sampai awal tahun 70an program pendidikan Teknik Planologi menitik

    beratkan pada keterampilan teknik merencana pembangunan kota, tetapi kemudian pada

    pertengahan tahun 70an, orientasi pendidikannya lebih menitik beratkan pada perluasan

    wawasan yang lebih luas dan komprehensif daripada pelatihan keterampilan tekniknya. Di sinilah

    mulai tumbuhnya paradigma ilmu yang mulai menggerus jati diri seorang Perencana Kota yang

    teknokrat. Pengetahuan Teknik Merencananya belum menjadi suatu Ilmu Pengetahuan yang

    universal teruji, telah dihadapkan pada polemik pengambilan keputusan merencana yang ber-

    sumber dari ilmu-ilmu pengetahuan sosial.

    Dalam upaya mencari Filsafat Ilmu Perencanaan yang menjadi landasan pengembangan ilmu

    bagi Program Pendidikan PWK ada beberapa hal yang perlu di perhatikan, antara lain yaitu:

    1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang dihadapi Perguruan Tinggi Islam,

    2. Globalisasi adalah transfer teknologi dalam masyarakat Islam yang harus dilandasi dengan

    pandangan Islam yang kafah,

    3. Kompetensi Perguruan Tinggi atas dasar kondisi sosio-kultural - University Based Community.

    4. Pembaharuan Pemikiran Pendidikan Islam di lingkungan Universitas Islam Bandung

    5. Islamisasi Ilmu Pengetahuan Perencanaan harus merupakan derivasi Ilmu-ilmu Pengetahuan

    Al-Quran.

    DAFTAR PUSTAKA

    Baiquni, Achmad, 1994 Al Quran, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta

    Bisri, Cik Hasan, 2003 Model Penelitian Fiqh, Paradigma Penelitian Fiqh dan Fiqh Penelitian Lembaga Penelitian IAIN Sunan Gunung Jati dan Forum Bandung Circle, Bandung

    Geertz, Clifford, 1983 Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa Pustaka Jaya, Jakarta

    Gulsyani, Mahdi, 1988 Filsafat Sains Menurut Al Quran Mizan, Bandung

    Madjid, Nurcholish, 1987 Islam Kemodernan dan KeIndonesiaan Mizan, Bandung

    Pranggono, Bambang, 2003 Upaya Islamisai Disiplin Ilmu di Fakultas Teknik Unisba makalah Diskusi Panel dan Saresehan 30 Tahun Fakultas Teknik Unisba, Bandung

  • Seminar Nasional Menciptakan Nilai Tambah Dalam Pembangunan Berkelanjutan

    Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung, 22 Mei 2014

    20

    Qardhawi, Yusuf, 1998 Al Quran berbicara tentang Akal dan Ilmu Penegetahuan Gema Insani Press, Jakarta.

    Sevilla, Consuelo G, et.al, 1993 Pengantar Metode Penelitian, UI-Press, Jakarta.

    Shihab, M. Quraish, 1994 Membumikan Al Quran Mizan, Bandung

    Soewardi, Herman, 1996 Nalar, Kontemplasi dan Realita, Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung

    Sulfikar, Amir, 2003 Masalah Teknologi di Dunia Ketiga, Koran Pikiran Rakyat, 24 Juli 2003.

    Suriasumantri, Jujun S., 1986 Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial dan Politik PT Gramedia, Jakarta.

    --------------, 1996 Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar harapan, Jakarta.

    Suyarto, Djoko, 1995 Kota Baru : Suatu Tantangan dan Prospek dalam Penbangunan Perkotaan di Indonesia Orasi Ilmiah dalam rangka 35 tahun Pendidikan Planologi di Indonesia, ITB, Bandung

    Wallace, Walter L., 1994 Metode Logika Ilmu Sosial, Bumi Aksara, Jakarta.

    Zainuddin, H.Moh, 1997 Menelusuri Ilmu-ilmu Al Quran Fakultas Syariah, Universitas Islam Bandung.

    Zubair, A Charris, 2002 Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia LESFI, Yogyakarta.