Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

41
Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang haq hingga akhir masa. Islam agama yang komprehensif karena islam adalah tutunan dalam menjalani kehidupan ini, segala laku kita sudah tercantum tutunannya dalam al-Qurán dan al-Hadits jadi jika kita hidup dengan memegang tutunan itu maka layaknya seorang pengelana maka dia tidak akan tersesat karena dia mempunyai peta guna membuatnya sampai ketempat tujuan walaupun dalam menjalaninya ditempuh dengan susah payah. Dalam Islam sebagaimana wahyu pertama yang diterima Rosulullah saw: 1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah, 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S. al-‘Alaq, 1-5) Adalah wahyu yang mengetengahkan ilmu yang harus dimiliki guna menjalankan agama Allah swt ini, yaitu dengan ilmu Allah, maka tidak heran mengapa Rosulullah menjawab: “saya tidak bisa membaca” bukan berarti

Transcript of Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Page 1: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang haq hingga akhir masa. Islam agama yang

komprehensif karena islam adalah tutunan dalam menjalani kehidupan ini, segala

laku kita sudah tercantum tutunannya dalam al-Qurán dan al-Hadits jadi jika kita

hidup dengan memegang tutunan itu maka layaknya seorang pengelana maka dia

tidak akan tersesat karena dia mempunyai peta guna membuatnya sampai

ketempat tujuan walaupun dalam menjalaninya ditempuh dengan susah payah.

Dalam Islam sebagaimana wahyu pertama yang diterima Rosulullah saw:

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia

Telah menciptakan manusia dari segumpal darah, 3. Bacalah, dan Tuhanmulah

yang Maha pemurah, 4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, 5.

Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S. al-‘Alaq, 1-5)

Adalah wahyu yang mengetengahkan ilmu yang harus dimiliki guna

menjalankan agama Allah swt ini, yaitu dengan ilmu Allah, maka tidak heran

mengapa Rosulullah menjawab: “saya tidak bisa membaca” bukan berarti beliau

tidak bisa baca tulis atau bukan beliau bodoh yang tidak bisa menggunakan

pikirannya. Justru jawaban tersebut menggambarkan pandangan yang jauh dan

murni, seperti halnya para malaikat tatkala diperintahkan untuk menjelaskan al-

Asma mereka menjawab:      االماعلمتنا لنا علم ال سبحنك

Wahyu adalah diatas segalanya akalpun tak sanggup menjangkaunya,

hanya qolbu yang bersih akan tersentuh oleh wahyu. Karena wahyu adalah bahasa

Allah yang berbicara tentang hakekat kebenaran (Haq).

Page 2: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

Sesungguhnya ilmu itu dari Allah yang diajarkan didalam kitabnya dan

tidak pernah ada suatu ilmupun yang tidak diterangkan dalam al-kitab atau

terlepas dari al-Qurán.

Jadi dalam kehidupan ini kita membutuhkan ilmu pengetahuan, baik

dalam memahami Islam juga dalam memahami alam beserta isinya yang telah

Allah swt ciptakan, kita membutuhkan uraian ilmu yang terkandung dalam al-

Quránul karim sebagai mana perkataan DR. Zakir Naik dalam Dialognya

mengenai Ilmu pengetahuan dari sisi al-Qurán dan Injil beliau, mengatakan:

“al-Qurán bukanlah ilmu pengetahuan ia adalah buku tentang tanda, ia

buku tentang ayat-ayat dan disana ada 6000 ayat dalam al-qurán yang agung yang

di dalamnya ada lebih dari 1000 uraian tentang ilmu pengetahuan”. Yang

didalamnya terdapat ribuan tanda bagi orang yang mau membuka mata pikiran

dan hatinya, karena orang-orang yang mendengar tetapi tuli, melihat tetapi buta

dan berbicara tetapi bisu. Sebagaimana Allah swt berfirman:

ج�ع�ون� �ر� ي � ال ف�ه�م� ع�م�ى�� ��م �ك ب ص�م

Mereka tuli, bisu dan buta, Maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan

yang benar). (Q.S. al-Baqarah, 18)

Ada dua pendekatan yang digunakan dalam mencari kebenaran antara

kitab suci dan ilmu pengetahuan yaitu pendekatan kesesuaian dan pendekatan

konflik. Yaitu pendekatan kesesuain antara kitab suci dan ilmu pengetahuan, atau

pendekatan konflik dimana mencari ketidak samaan antara kitab suci dan ilmu

pengetahuan, namun dengan pendekatan apapun al-Qurán sepanjang anda berpikir

logis dan setelah penjelasan logis diberikan pada anda tak seorang dapat

membuktikan satu ayat pun dalam kitab suci al-Qurán untuk dipertentangkan

dengan ilmu pengetahuan modern.1

1 Lihat Debat al-Qurán dan Injil dari sudut pandang ilmu pengetehuan antara Dr. William Cambell (Pennysylvania, USA) dan Dr. Zakir Naik (Mumbai, India). 2000

Page 3: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan?

2. Bagaimana sejarah ide Islamisasi Ilmu Pengetahuan?

3. Bagaimana perkembangan ide Islamisasi Ilmu Pengetahuan?

Page 4: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Ketika mendengar istilah Islamisasi Ilmu pengetahuan, ada sebuah kesan

bahwa ada sebagian ilmu yang tidak Islam sehingga perlu untuk diislamkan. Dan

untuk mengislamkannya maka diberikanlah kepada ilmu-ilmu tersebut dengan

label "Islam" sehingga kemudian muncullah istilah-istilah ekonomi Islam, kimia

Islam, fisika Islam dan sebagainya. Bahkan ada sebagian orang yang ceroboh

menganggap Islamisasi sebagai suatu proses yang berkaitan dengan objek-objek

eksternal, kemudiannya mengaitkannya dengan komputer, kereta api, mobil

bahkan bom Islam. Pada tingkat yang lebih tinggi lagi, ada yang terbelengu oleh

pandangan dualistis, memberikan perhatian yang sedikit sekali pada

pengembangan yang telah dilakukan oleh para cendikiawan dan pemikir muslim,

mereka lebih tertarik melakukan pengembangan institusi-institusi, seolah-olah

institusi-institusi tersebut dapat didirikan dengan baik tanpa para cendikiawan dan

pemikir yang mumpuni di dalamnya.

Di UIN Malang sendiri, berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh

Ummi, menemukan beberapa versi pemahaman tentang Islamisasi ilmu

pengetahuan. Versi pertama beranggapan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan

merupakan sekedar memberikan ayat-ayat yang sesuai dengan ilmu pengetahuan

umum yang ada (ayatisasi). Kedua, mengatakan bahwa Islamisasi dilakukan

dengan cara mengislamkan orangnya. Ketiga, Islamisasi yang berdasarkan filsafat

Islam yang juga diterapkan di UIN Malang dengan mempelajari dasar

metodologinya. Dan keempat, memahami Islamisasi sebagai sebuah ilmu

pengetahuan yang beretika atau beradab.2 Dengan berbagai pandangan dan

pemaknaan yang muncul secara beragam ini perlu kiranya untuk diungkap dan

agar lebih dipahami apa yang dimaksud “Islamisasi Ilmu Pengetahuan”.

2 Lihat Ummi, Islamisasi Sains Perspektif UIN Malang, (Edisi 22: dalam Inovasi; Majalah Mahasiswa UIN Malang, 2005), h. 25.

Page 5: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

Pengertian Islamisasi ilmu pengetahuan ini secara jelas diterangkan oleh

al-Attas, yaitu: Pembebasan manusia dari tradisi magis, mitologis, animistis,

kultur-nasional (yang bertentangan dengan Islam) dan dari belengu paham

sekuler terhadap pemikiran dan bahasa Juga pembebasan dari kontrol dorongan

fisiknya yang cenderung sekuler dan tidak adil terhadap hakikat diri atau

jiwanya, sebab manusia dalam wujud fisiknya cenderung lupa terhadap hakikat

dirinya yang sebenarnya, dan berbuat tidak adil terhadapnya. Islamisasi adalah

suatu proses menuju bentuk asalnya yang tidak sekuat proses evolusi dan

devolusi.3

 Ini artinya dengan Islamisasi ilmu pengetahuan, umat Islam akan

terbebaskan dari belengu hal-hal yang bertentangan dengan Islam, sehingga

timbul keharmonian dan kedamaian dalam dirinya, sesuai dengan fitrahnya.

Untuk melakukan Islamisasi ilmu pengetahuan tersebut, menurut al-

Attas, perlu melibatkan dua proses yang saling berhubungan. Pertama ialah

melakukan proses pemisahan elemen-elemen dan konsep-konsep kunci yang

membentuk kebudayaan dan peradaban Barat, dan kedua, memasukan elemen-

elemen Islam dan konsep-konsep kunci ke dalam setiap cabang ilmu pengetahuan

masa kini yang relevan.4 Jelasnya, "ilmu hendaknya diserapkan dengan unsur-

unsur dan konsep utama Islam setelah unsur-unsur dan konsep pokok dikeluarkan

dari setiap ranting.

Al-Attas menolak pandangan bahwa Islamisasi ilmu bisa tercapai dengan

melabelisasi sains dan prinsip Islam atas ilmu sekuler. Usaha yang demikian

hanya akan memperburuk keadaan dan tidak ada manfaatnya selama "virus"nya

masih berada dalam tubuh ilmu itu sendiri sehingga ilmu yang dihasilkan pun jadi

mengambang, Islam bukan dan sekulerpun juga bukan. Padahal tujuan dari

Islamisasi itu sendiri adalah untuk melindungi umat Islam dari ilmu yang sudah

3 Wan Mohd Nor Wan Daud, The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib al-Attas, diterjemahkan oleh Hamid Fahmy dkk, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib al-Attas (Bandung: Mizan, 1998), h. 336.

4 Ibid., h. 337.

Page 6: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

tercemar yang menyesatkan dan menimbulkan kekeliruan. Islamisasi ilmu

dimaksudkan untuk mengembangkan kepribadian muslim yang sebenarnya

sehingga menambah keimanannya kepada Allah, dan dengan Islamisasi tersebut

akan terlahirlah keamanan, kebaikan, keadilan dan kekuatan iman.5

Menurut al-Faruqi, Islamisasi adalah usaha "untuk mendefinisikan

kembali, menyusun ulang data, memikirkan kembali argumen dan rasionalisasi

yang berkaitan dengan data itu, menilai kembali kesimpulan dan tafsiran,

memproyeksikan kembali tujuan-tujuan dan melakukan semua itu sedemikian

rupa sehingga disiplin-disiplin ini memperkaya wawasan Islam dan bermanfaat

bagi cause (cita-cita)."6 Dan untuk menuangkan kembali keseluruhan khazanah

pengetahuan umat manusia menurut wawasan Islam, bukanlah tugas yang ringan

yang harus dihadapi oleh intelektual-intelektual dan pemimipin-pemimpin Islam

saat ini. Karena itulah, untuk melandingkan gagasannya tentang Islamisasi ilmu,

al-Faruqi meletakan "prinsip tauhid" sebagai kerangka pemikiran, metodologi dan

cara hidup Islam. Prinsip tauhid ini dikembangkan oleh al-Faruqi menjadi lima

macam kesatuan, yaitu: (1) Kesatuan Tuhan, (2) Kesatuan ciptaan, (3) Kesatuan

kebenaran dan Pengetahuan, (4) Kesatuan kehidupan, dan (5) Kesatuan

kemanusiaan.7

Secara umum, Islamisasi ilmu tersebut dimaksudkan untuk memberikan

respon positif terhadap realitas ilmu pengetahuan modern yang sekularistik dan

Islam yang "terlalu" religius, dalam model pengetahuan baru yang utuh dan

integral tanpa pemisahan di antaranya. Sebagai panduan untuk usaha tersebut, al-

Faruqi menggariskan satu kerangka kerja dengan lima tujuan dalam rangka

Islamisasi ilmu, tujuan yang dimaksud adalah:

1) Penguasaan disiplin ilmu modern.

5Rosnani Hashim, Gagasan Islamisasi Kontemporer: Sejarah, Perkembangan dan Arah Tujuan, dalam Islamia: Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam (INSIST: Jakarta, Thn II No.6/ Juli-September 2005), h. 35.

6Ahmad Khudori Soleh, Mencermati Gagasan Islamisasi Ilmu Faruqi, (Edisi 57: dalam el-Harakah, Tahun XXII, Desember 2001-Pebruari 2002), h. 36.

7 Ibid., h. 55-96.

Page 7: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

2) Penguasaan khazanah arisan Islam.

3) Membangun relevansi Islam dengan masing-masing disiplin ilmu modern

4) Memadukan nilai-nilai dan khazanah warisan Islam secara kreatif dengan

ilmu-ilmu modern.

5) Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan

pola rencana Allah.8

Untuk merealisasikan  tujuan-tujuan tersebut, al-Faruqi menyusun 12

langkah yang harus ditempuh terlebih dahulu. Langkah-langkah tersebut adalah:

1) Penguasaan disiplin ilmu modern: prinsip, metodologi, masalah, tema dan

perkembangannya

2) Survei disiplin ilmu

3) Penguasaan khazanah Islam: ontologi

4) Penguasaan khazanah ilmiah Islam: analisis

5) Penentuan relevansi Islam yang khas terhadap disiplin-disiplin ilmu.

6) Penilaian secara kritis terhadap disiplin keilmuan modern dan tingkat

perkembangannya di masa kini

7) Penilaian secara kritis terhadap khazanah Islam dan tingkat perkembangannya

dewasa ini

8) Survei permasalahan yang dihadapi umat Islam

9) Survei permasalahan yang dihadapi manusia

10) Analisis dan sintesis kreatif

11) Penuangan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam

12) Penyebarluasan ilmu yang sudah diislamkan.9

Dalam beberapa hal, antara al-Attas dengan al-Faruqi mempunyai

kesamaan pandangan, seperti pada tataran epistemologi mereka sepakat bahwa

ilmu tidak bebas nilai (value free) tetapi terikat (value bound) dengan nilai-nilai

8 Ibid., h. 98.9 Ibid., h. 99-118.

Page 8: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

yang diyakini kebenarannya.10 Mereka juga sependapat bahwa ilmu mempunyai

tujuan yang sama yang konsepsinya disandarkan pada prinsip metafisika,

ontologi, epistemologi dan aksiologi dengan tauhid sebagai kuncinya. Mereka

juga meyakini bahwa Allah adalah sumber dari segala ilmu dan mereka

sependapat bahwa akar permasalahan yang dihadapi umat Islam saat ini terletak

pada sistem pendidikan yang ada, khususnya masalah yang terdapat dalam ilmu

kontemporer. Dalam pandangan mereka, ilmu kontemporer atau sains modern

telah keluar dari jalur yang seharusnya. Sains modern telah menjadi "virus" yang

menyebarkan penyakit yang berbahaya bagi keimanan umat Islam sehingga unsur-

unsur buruk yang ada di dalamnya harus dihapus, dianalisa, dan ditafsirkan ulang

sesuai dengan nilai-nilai dan ajaran Islam.

Walaupun cukup banyak persamaan yang terdapat di antara keduanya,

dalam beberapa hal, secara prinsip, mereka berbeda. Untuk mensukseskan proyek

Islamisasi, al-Attas lebih menekankan kepada subjek daripada ilmu, yaitu

manusia, dengan melakukan pembersihan jiwa dan menghiasinya dengan sifat-

sifat terpuji, sehingga dalam proses Islamisasi ilmu tersebut dengan sendirinya

akan terjadi transformasi pribadi serta memiliki akal dan rohani yang telah

menjadi Islam secara kaffah. Sedangkan al-Faruqi lebih menekankan pada objek

Islamisasi yaitu disiplin ilmu itu sendiri. Hal ini mungkin saja menimbulkan

masalah, khususnya ketika berusaha untuk merelevansikan Islam terhadap sains

10 Sampai saat ini masih menjadi perdebatan hangat di kalangan para ilmuwan tentang netralitas sains, satu pihak berpandangan bahwa sains itu netral dengan pengertian ia tidak memihak pada kebaikan dan juga tidak pada kejahatan karena itulah sering juga disebut bebas nilai (value free), pandangan yang demikian berkembang luas di Barat dan sebagian dunia Islam. Di pihak lain berpandangan bahwa ilmu itu tidak bebas nilai (value bound), ia terikat dengan nilai-nilai, baik itu dari budaya maupun agama. Perbedaan pandangan ini akan membawa implikasi yang luas terhadap kehidupan umat manusia, jika sains itu netral, maka tidak akan ada hambatan bagi peneliti dalam memilih dan menetapkan objek penelitian, cara meneliti maupun tatkala menggunakan produk penelitian. Jika tidak netral, maka peneliti akan dibatasi oleh nilai dalam hal-hal tersebut. Jika berpegang bahwa sains itu netral, bias saja terjadi penyimpangan dan penyakahgunaan hasil penelitian yang bias merugikan umat manusia, karena itu merupakan hal yang bijaksana jika kita memihak pada paham bahwa sains itu tidak netral, danitu lebih sesuai dengan ajaran semua agama dan sesuai pula dengan niatan para ilmuwan tatkala menciptakan teori sains. Hal seperti inilah yang diinginkan oleh para penggagas Islamisasi ilmu pengetahuan agar umat Islam tidak terjerumus dalam kesalahan dan membuat kerusakan di muka bumi ini (Lihat Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu: Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2004), h. 46-49.

Page 9: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

modern, karena bisa saja yang terjadi hanyalah proses labelisasi atau ayatisasi

semata.11

Terdapat juga perbedaan yang cukup mencolok mengenai ruang lingkup

yang perlu diislamkan. Dalam hal ini, al-Attas membatasi hanya pada ilmu-ilmu

pengetahuan kontemporer atau masa kini sedangkan al-Faruqi meyakini bahwa

khazanah keilmuan Islam masa lalu juga perlu untuk diislamkan kembali

sebagaimana yang telah dia canangkan di dalam kerangka kerjanya. Dan satu hal

lagi, dalam metodologi bagi proses Islamisasi ilmu, al-Attas berpandangan bahwa

definisi Islamisasi itu sendiri telah memberi panduan kepada metode

pelaksanaannya di mana proses ini melibatkan dua langkah sebagaimana telah

dijelaskan sebelumnya. Sedangkan bagi al-Faruqi, hal itu belumlah cukup

sehingga ia merumuskan suatu kaedah untuk Islamisasi ilmu pengetahuan

berdasarkan prinsip-prinsip pertamanya yang melibatkan 12 langkah.

Selain kedua tokoh di atas, ada beberapa pengembangan definisi dari

Islamisasi ilmu pengetahuan tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh

Osman Bakar, Islamisasi ilmu pengetahuan adalah sebuah program yang berupaya

memecahkan masalah-masalah yang timbul karena perjumpaan antara Islam

dengan sains modern sebelumnya.12 Progam ini menekankan pada keselarasan

antara Islam dan sains modern tentang sejauhmana sains dapat bermanfaat bagi

umat Islam. Dan M. Zainuddin menyimpulkan bahwa Islamisasi pengetahuan

pada dasarnya adalah upaya pembebasan pengetahuan dari asumsi-asumsi Barat

terhadap realitas dan kemudian menggantikannya dengan worldviewnya sendiri

(Islam).13

B. Kontroversi Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Diskursus seputar Islamisasi ilmu pengetahuan ini telah begitu lama

menebarkan perdebatan penuh kontroversi di kalangan umat Islam. Semenjak 11 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 12412 Osman Bakar, Tauhid dan Sains (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), h. 233.13 M. Zainuddin, Filsafat Ilmu: Persfektif Pemikian Islam (Malang: Bayu Media, 2003),

h. 160.

Page 10: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

dicanangkannya sekitar 30 tahun yang lalu, berbagai sikap baik yang pro maupun

yang kontra terus bermunculan. Satu pihak dengan penuh antusias dan optimisme

menyambut momentum ini sebagai awal revivalisme (kebangkitan) Islam. Namun

di pihak lain menganggap bahwa gerakan "Islamisasi" hanya sebuah euphoria

sesaat untuk mengobati "sakit hati" dan inferiority complex14 karena

ketertinggalan mereka yang sangat jauh dari peradaban Barat, sehingga gerakan

ini hanya membuang-buang waktu dan tenaga dan akan semakin melemah seiring

perjalanan waktu dengan sendirinya.

Rosnani Hashim15 membagi kelompok ini menjadi empat golongan.

Pertama, golongan yang sependapat dengan gagasan ini secara teori dan

konsepnya dan berusaha untuk merealisasikan dan menghasilkan karya yang

sejalan dengan maksud Islamisasi dalam disiplin ilmu mereka. Kedua, golongan

yang sependapat dengan gagasan ini secara teori dan konsep tetapi tidak

mengusahakannya secara praktis. Ketiga, golongan yang tidak sependapat dan

sebaliknya mencemooh, mengejek dan mempermainkan gagasan ini. Dan

keempat, kalangan yang tidak mempunyai pendirian terhadap isu ini. Mereka

lebih suka mengikuti perkembangan yang dirintis oleh sarjana lainnya atau pun

mereka tidak memperdulikannya. Untuk golongan kedua dan keempat tidak akan

dibahas di sini karena tidak terlalu memberikan pengaruh terhadap perkembangan

Islamisasi ilmu pengetahuan, pembahasan akan lebih difokuskan pada golongan

pertama dan ketiga.

Aktivitas golongan pertama mempunyai peranan yang sangat penting

dalam rangka mengokohkan dan memurnikan kembali konsep Islamisasi ilmu ini

walaupun mereka saling mengkritik ide satu sama lain, tetapi itu dimaksudkan

untuk merekonstruksinya bukan mendekontruksi. Sebut saja S.A. Ashraf yang

melakukan kritik terhadap al-Faruqi yang “ingin penyelidikan dilakukan

dilakukan terhadap konsep Barat dan Timur, membandingkannya melalui subjek

yang terlibat dan tiba kepada satu kompromi kalau memungkinkan.” Pada

14 Rasa rendah diri yang berlebihan (pen.)15 Rosnani Hashim, Op. cit., h. 40.

Page 11: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

fikirannya, kompromi merupakan sesuatu yang mustahil terhadap dua pandangan

yang sama sekali berbeda. Tidak seharusnya bagi sarjana muslim memulai dengan

konsep Barat tetapi dengan konsep Islam yang dirumuskan berdasarkan prinsip

yang dinukil dari al-Quran dan al-Sunnah.16

Namun dalam pandangan Syed Hossein Nasr, integrasi yang diinginkan

al-Faruqi bukan saja sesuatu yang mungkin tetapi juga perlu untuk dilakukan.

Menurutnya, para pemikir muslim seharusnya memadukan berbagai bentuk ilmu

dalam kerangka pemikiran mereka. Bukan hanya menerima, tetapi juga

melakukan kritik dan menolak struktur dan premis ilmu sains yang tidak sesuai

dengan pandangan Islam dan kemudian menuliskannya kedalam sebuah buku

sebagaimana yang pernah dilakukan Ibnu Sina atau Ibnu Khaldun di masa lalu.17

Kritik lainnya dilakukan oleh Ziauddin Sardar, pemikir muslim dari

Inggris, yang beranggapan bahwa program Islamisasi ilmu pengetahuan

merupakan sesuatu yang naif dan dangkal. Beliau mengkhawatirkan gagasan

gerakan Islamisasi ini nantinya malah menghasilkan deislamisasi (westernisasi)

Islam. Sardar pesimis akan kemampuan para ilmuwan muslim untuk memadukan

ilmu Islam dengan ilmu Barat karena di antara keduanya terdapat perbedan

paradigma yang mencolok.18 Hal ini merupakan reaksi ketidaksetujuan Sardar

terhadap al-Faruqi yang meletakkan penguasaan ilmu pengetahuan modern

sebagai langkah pertama mendahului penguasaan ilmu warisan Islam dan

menjelaskan relevansi Islam kepada disiplin ilmu Barat. Tindakan ini dianggap

Sardar tak ubahnya seperti “berselonjor sebelum duduk” atau seperti

“menempatkan kereta di depan kuda”. Menurutnya, ilmu pengetahuan modernlah

yang perlu dijadikan relevan kepada Islam sebab Islam adalah “a priori relevan 

untuk setiap masa”.19 Merupakan suatu yang sangat fatal jika mementingkan

adanya relevansi Islam yang khas terhadap disiplin-disiplin ilmu pengetahuan

modern, itu hannya akan membuat kita terjebak ke dalam “Westernisasi Islam”

16 Ibid.,17 Ibid., h. 41.18 M. Zainuddin, Op. cit., h. 160.19 Rosnani Hashim, Loc.Cit.

Page 12: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

dengan menjustifikasi kepada pembenaran ilmu Barat sebagai standar dan

mendominasi perkembangan ilmu pengetahuan secara makro.

Sardar berargumen bahwa semua ilmu dilahirkan dari pandangan tertentu

dan dari segi hirarki tunduk kepada pandangan tersebut. Oleh karena itu, usaha

untuk menemui epistemologi tidak boleh diawali dengan memberi tumpuan

kepada ilmu modern, karena Islamisasi ilmu modern hanya bisa terjadi dengan

membina paradigma yang mengkaji aplikasi luar peradaban Islam yang

berhubungan dengan keperluan realitas kontemporer.20 Jika tetap bertahan pada

corak berpikir seperti itu berarti hanya sebatas mengeksploitasi ilmu pengetahuan

Islami namun tetap menggunakan corak berpikir Barat. Karena itu, Sardar 

mengajak bahwa Islamisasi ilmu bagaimanapun juga harus bertitik tolak dari

membangun epistemologi Islam sehingga benar-benar menghasilkan sistem ilmu

pengetahuan yang dibangun di atas pilar-pilar ajaran Islam.21

Al-Attas juga meng”amini” pendapat tersebut. Langkah dalam kerangka

kerja al-Faruqi tersebut seolah-olah menggambarkan ada yang salah dalam ilmu

pengetahuan Islam sehingga perlu dibenarkan. Pada pendapat beliau yang tidak

dibenarkan dan perlu dibenarkan adalah ilmu pengetahuan sekuler dari Barat.

Inilah yang menjadi alasan al-Attas bahwa yang perlu diislamisasi hanyalah ilmu

pengetahuan kontemporer atau masa kini, sedangkan ilmu pengetahuan Islam

tradisional hanya diteliti sekedar untuk melihat sejauhmana penyimpangannya

dari tradisi Islam tapi bukan untuk direlevansikan terhadap ilmu pengetahuan

Barat.22

Gerakan Islamisasi ini juga mendapat dukungan dari Jaafar Syeikh Idris,

seorang ulama Sudan yang pernah mengajar di Universitas King Abdul Azis,

Arab Saudi. Idris menyarankan agar para cendikiawan muslim membawa

pandangan Islam ke dalam bidang dan karya akademis mereka dalam rangka

20 Ibid.,21 Muhammad Djakfar, Islamisasi Ilmu Pengetahuan: Peluang dan Tantangan UIN

Malang, dalam M.Zainuddin dkk. (ed), Memadu sains dan Agama: menuju Universitas Islam Masa Depan (Malang: Bayumedia, 2004), h. 83-84.

22 Ibid.,

Page 13: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

evolusi sosial Islam.23 Dan ketika slogan Islamisasi ilmu pengetahuan menjadi

sangat popular, pada 1987, Syeikh Idris menulis sebuah artikel yang

mengingatkan agar beberapa masalah filsafat dan metodologi yang serius

ditetapkan terlebih dahulu sebelum program Islamisasi yang berarti dapat

dilaksanakan. Ia mengajukan beberapa pertanyaan sebagai panduan untuk menuju

ke arah Islamisasi ilmu tersebut, Syeikh Idris mempersoalkan tentang; 1) Apakah

makna mengislamkan Ilmu?; 2) Apakah ilmu pengetahuan itu bersifat possible?;

3) Apakah semua ilmu pengetahuan itu dipelajari atau sebagiannya bawaan sejak

lahir?; 4) Apakah sumber-sumber ilmu pengetahuan itu?; 5) Apakah metode

ilmiah itu?. Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan ini, maka jawaban-jawaban

terhadapnya bisa lebih sistematis dibandingkan penulis-penulis lainnya, termasuk

Ismail Raji al-Faruqi. Dan dalam pandangannya juga, ilmu pengetahuan masa kini

adalah “ilmu pengetahuan yang berada dalam kerangka filsafat ateis materialis

yang berlaku di Barat”, yang memungkinkan bagi umat Islam untuk

mengislamkannya. Untuk itu Syeikh Idris mengusulkan agar mengislamkan ilmu

pengetahuan dengan (i) meletakkannya diatas fondasi Islam yang kuat, dan (ii)

mempertahankan nilai-nilai Islam dalam pencarian ilmu pengetahuan.24

Di Indonesia sendiri ada beberapa tokoh yang mendukung Islamisasi

ilmu pengetahuan, seperti AM. Saifuddin. Menurutnya, Islamisasi adalah suatu

keharusan bagi kebangkitan Islam, karena sentral kemunduran umat dewasa ini

adalah keringnya ilmu pengetahuan dan tersingkirnya pada posisi yang rendah.

Hal senada diungkapkan Hanna Djumhana Bastaman, dosen psikologi UI Jakarta.

Hanya saja beliau memperingatkan bahwa gagasan ini merupakan proyek besar

sehingga perlu kerjasama yang baik dan terbuka di antara para pakar dari berbagai

disiplin ilmu agar terwujud sebuah sains yang berwajah Islami.25

Maraknya perkembangan pemikiran seiring dengan lahirnya gagasan

Islamisasi ilmu pengetahuan ini, bukan berarti semua umat Islam sepakat terhadap

23 Wan Mohd Nor Wan Daud, Op .cit., h. 414.24 Ibid., h. 415-416.25 A. Khudori Soleh, Ide-Ide tentang Islamisasi Ilmu: Pengertian, Perkembangan dan

Respon, (Edisi 22: dalam Inovasi, Majalah Mahasiswa UIN Malang, 2005), h. 28.

Page 14: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

ide tersebut. Mereka percaya bahwa semua ilmu itu sudah Islami, sebab yang

menjadi sumber utamanya adalah Allah SWT sendiri. Sehingga mereka sangsi

dengan pelabelan Islam atau bukan Islam pada segala ilmu. Sebut saja dalam hal

ini Fazlur Rahman, Muhsin Mahdi, Abdul Karim Soroush, Bassan Tibi,

Hoodbhoy dan Abdul Salam.

Menurut Fazlur Rahman, ilmu pengetahuan tidak bisa diislamkan karena

tidak ada yang salah di dalam ilmu pengetahuan. Masalahnya hanya dalam

menyalahgunakannya.26 Dan bahkan ia berkesimpulan bahwa "kita tidak perlu

bersusah payah membuat rencana dan bagan bagaimana menciptakan ilmu

pengetahuan Islami. Lebih baik kita manfaatkan waktu, energi dan uang untuk

berkreasi."27 Bagi Fazlur Rahman, ilmu pengetahuan itu memiliki dua kualitas,

“seperti senjata dua sisi yang harus dipegang dengan hati-hati dan penuh tanggung

jawab, ia sangat penting digunakan dan didapatkan secara benar.” Baik dan

buruknya ilmu pengetahuan bergantung pada kualitas moral pemakainya.28

Abdul Salam, pemenang anugerah Nobel fisika berpandangan bahwa

“hanya ada satu ilmu universal yang problem-problem dan modalitasnya adalah

internasional dan tidak ada sesuatu yang dinamakan ilmu Islam, seperti juga tidak

ada ilmu Hindu, ilmu Yahudi, atau ilmu Kristen.29 Abdul Salam menceraikan

pandangan hidup Islam menjadi dasar metafisis kepada sains. Ia menafikan bahwa

pandangan hidup seseorang akan selalu terkait dengan pemikiran dan aktivitas

seorang ilmuwan, sebagaimana diungkapkan Alparsalan Acikgenc bahwa

“seorang saintis akan bekerja sesuai dengan persfektifnya yang terkait dengan

framework dan pandangan hidup yang dimilikinya.”30

Senada dengan Abdul Salam, Pervez Hoodbhoy, yang juga pernah

meraih penghargaan Nobel, menyangsikan keberadaan sains Barat, sains Islam, 26 Adnin Armas, Westernisasi dan Islamisasi Ilmu, dalam Islamia: Majalah Pemikiran

dan Peradaban Islam (INSIST: Jakarta, Thn II No.6/ Juli-September 2005), h. 15.27 Mohammad Shopan, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, (dalam Logos: Jurnal Ilmu-Ilmu

Sosial dan Humaniora, Vol.4 No.1 Januari 2005), h. 11.28 Wan Mohd Nor Wan Daud, Op. cit., h. 409.29 Ibid., h. 419. 30 Adnin Armas, Op. cit., h. 16.

Page 15: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

sains Yunani atau peradaban lain dan berpandangan bahwa sains itu bersifat

universal dan lintas bangsa, agama atau peradaban.31 Menurutnya "tidak ada sains

Islam tentang dunia fisik, dan usaha untukmenciptakan sains Islam (Islamisasi

ilmu pengetahuan, pen.) merupakan pekerjaan sia-sia."32 Begitu juga Bassam

Tibi , seorang sarjana Islam di Jerman berargumen dengan halus untk

memperjuangkan keserasian Islam dan sekularisme.33 Bassam Tibi menganggap

bahwa Islamisasi merupakan suatu bentuk indegenisasi atau pribumisasi

(indegenization) yang berhubungan secara integral dengan strategi kultural

fundamentalisme Islam. Islamisasi dianggap sebagai penegasan kembali ilmu

pengetahuan lokal untuk menghadapi ilmu pengetahuan global dan invansi

kebudayaan yang berkaitan dengan itu, yakni “dewesternisasi”.34 Namun dalam

pandangan Adnin Armas, pemahaman Bassam tibi ini tidaklah tepat. Menurutnya,

Islamisasi bukanlah memisahkan antara lokal menentang universal ilmu

pengetahuan Barat. Pandangan Bassam Tibi ini lebih bermuatan politis dan

sosiologis dikarenakan umat Islam hanya berada di dalam dunia berkembang,

maka gagasannya pun bersifat gagasan lokal yang menentang gagasan global.

Padahal, munculnya ide Islamisasi lebih disebabkan perbedaan worldview antara

Islam dan agama atau budaya lain yang berbeda. Islamisasi bukan sekedar

melakukan kritik terhadap budaya dan peradaban global Barat, tetapi juga

mentransformasi bentuk-bentuk lokal supaya sesuai dengan worldview Islam.35

Kritik terhadap Islamisasi ini juga diajukan oleh Abdul Karim Soroush,

ia menyimpulkan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan tidak logis atau tidak

mungkin. Alasannya, realitas bukan Islami atau bukan pula tidak Islami. Oleh

sebab itu, sains sebagai proposisi yang benar, bukan Islami atau bukan pula tidak

Islami. Untuk itu secara ringkas Soroush mengargumentasikan bahwa; 1) Metode

metafisis, empiris atau logis adalah independen dari Islam atau agama apa pun.

Metode tidak bisa diislamkan; 2) Jawaban-jawaban yang benar tidak bisa

31 Rosnani Hashim., Op. cit., h. 42.32 Perves Hoodbhoy, Ikhtiar Menegak Rasionalitas (Bandung: Mizan, 1996), h. 138.33 Ibid.34 Wan Mohd Nor Wan Daud, Op. cit., h. 422.35 Adnin Armas, Op. cit., h. 17.

Page 16: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

diislamkan. Kebenaran adalah kebenaran dan kebenaran tidak bisa diislamkan; 3)

Pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah yang diajukan adalah mencari

kebenaran, sekalipun diajukan oleh non-muslim; 4) Metode yang merupakan

presupposisi dalam sains tidak bisa diislamkan. Dari keempat argumentasi ini

terlihat Soroush memandang realitas sebagai sebuah perubahan dan ilmu

pengetahuan dibatasi hanya terhadap fenomena yang berubah.36

Seperti juga Abdul Salam dan Soroush, Muhsin Mahdi menolak ide ilmu

Islam sebagai istilah yang telah dipakai sekarang. Mahdi beranggapan bahwa ide

ilmu Islam adalah produk dari filsafat agama. Dan dia juga beranggapan bahwa

ide kontemporer mengenai ilmu Islam adalah suatu usaha untuk mengaplikasikan

formulasi filsafat khas Kristen neo-Thomist ke dalam Islam, yang tidak dapat

dibenarkan karena, tidak seperti Kristen Katholik, Islam tidak memiliki apa yang

disebut sebagai “induk dari segala ilmu” yang merupakan pokok dari seluruh

diskursus dan aktivitas filsafat keilmuan.37

Gagasan Islamisasi ini juga mendapat tantangan dari Usep Fahrudin,

karena menurutnya Islamisasi ilmu bukan termasuk kerja kreatif. Islamisasi ilmu

tidak berbeda dengan pembajakan atau pengakuan terhadap karya orang lain.

Sampai pada tingkat tertentu, Islamisasi tidak ubahnya kerja seorang tukang, jika

ada seorang saintis berhasil menciptakan atau mengembangkan suatu ilmu, maka

seorang Islam menangkap dan mengislamkannya.38

Terlepas dari pro-kontra di atas, yang menjadi tantangan besar bagi

kelanjutan proses Islamisasi dan merupakan the real challenge adalah komitmen

sarjana dan institusi pendidikan tinggi Islam sendiri. Tantangan globalisasi yang

terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi dan

informasi semakin membingungkan. Ilmu dianggap sebagai komoditi yang bisa

diperjualbelikan untuk meraih keuntungan. Akibatnya, orientasinya pun ikut

36 Wan Mohd Nor Wan Daud, Op. cit., h. 420-421.37 Ibid., h. 418-419.38 Dikutip dari Topik R, Kontroversi Islamisasi Sains, (Edisi 22: dalam Inovasi; Majalah

Mahasiswa UIN Malang, 2005), h. 14.

Page 17: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

berubah, tidak lagi untuk meraih “keridhaan Allah” tetapi untuk kepentingan diri

sendiri. Universitaspun hanya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan pragmatis,

menjadi pabrik industri tenaga kerja dan bukan lagi merupakan pusat

pengembangan ide-ide ilmu pengetahuan. Sehingga merupakan hal yang wajar

jika al-Attas mengungkapkan bahwa tantangan terbesar terhadap perkembangan

gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan muncul dari kalangan umat Islam itu sendiri.

Dan tantangan yang tak kalah besarnya adalah akibat kedangkalan pengetahuan

umat Islam terhadap agamanya sendiri. Hal ini, menurutnya, bisa dilihat dari

karya tulis yang mereka hasilkan yang mencerminkan bahwa mereka belum

memahami Islam dengan baik.39

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Sejarah Ide Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Menurut Wan Mohd Nor Wan Daud, proses Islamisasi ilmu pengetahuan

pada dasarnya telah berlangsung sejak permulaan Islam hingga zaman kita

sekarang ini. Ayat-ayat terawal40 yang diwahyukan kepada nabi secara jelas

menegaskan semangat Islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer, yaitu ketika

39 Rosnani Hashim., Op. cit., h. 43.40 QS al-Alaq: 1-5.

Page 18: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

Allah menekankan bahwa Dia adalah sumber dan asal ilmu manusia.41 Ide yang

disampaikan al-Qur'an tersebut membawa suatu perubahan radikal dari

pemahaman umum bangsa Arab pra-Islam, yang menganggap suku dan tradisi

kesukuan serta pengalaman empiris, sebagai sumber ilmu pengetahuan dan

kebijaksanaan.

Pada sekitar abad ke-8 masehi, pada masa pemerintahan Daulah Bani

Abbasiyah, proses Islamisasi ilmu ini berlanjut secara besar-besaran, yaitu dengan

dilakukannya penterjemahan terhadap karya-karya dari Persia dan Yunani yang

kemudian diberikan pemaknaan ulang disesuaikan dengan konsep Agama Islam.

Salah satu karya besar tentang usaha Islamisasi ilmu adalah hadirnya karya Imam

al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah, yang menonjolkan 20 ide yang asing dalam

pandangan Islam yang diambil oleh pemikir Islam dari falsafah Yunani, beberapa

di antara ide tersebut bertentangan dengan ajaran Islam yang kemudian dibahas

oleh al-Ghazali disesuaikan dengan konsep aqidah Islam. Hal yang sedemikian

tersebut, walaupun tidak menggunakan pelabelan Islamisasi, tapi aktivitas yang

sudah mereka lakukan semisal dengan makna Islamisasi.42

Selain itu, pada tahun 30-an, Muhammad Iqbal menegaskan akan

perlunya melakukan proses Islamisasi terhadap ilmu pengetahuan. Beliau

menyadari bahwa ilmu yang dikembangkankan oleh Barat telah bersifat ateistik,

sehingga bisa menggoyahkan aqidah umat, sehingga beliau menyarankan umat

Islam agar "mengonversikan ilmu pengetahuan modern". Akan tetapi, Iqbal tidak

melakukan tindak lanjut atas ide yang dilontarkannya tersebut. Tidak ada

identifikasi secara jelas problem epistimologis mendasar dari ilmu pengetahuan

modern Barat yang sekuler itu, dan juga tidak mengemukakan saran-saran atau

program konseptual atau metodologis untuk megonversikan ilmu pengetahuan

tersebut menjadi ilmu pengetahuan yang sejalan dengan Islam.43 Sehingga, sampai

41 Wan Mohd Nor Wan Daud, Op. cit., h. 341.42 Rosnani Hashim, Op. cit., h. 32.43 Wan Mohd Nor Wan Daud, Op. cit., h. 391.

Page 19: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

saat itu, belum ada penjelasan yang sistematik secara konseptual mengenai

Islamisasi ilmu pengetahuan.

Ide Islamisasi ilmu pengetahuan ini dimunculkan kembali oleh Syed

Hossein Nasr, pemikir muslim Amerika kelahiran Iran, tahun 60-an. Beliau

menyadari akan adanya bahaya sekularisme dan modernisme yang mengancam

dunia Islam, karena itulah beliau meletakkan asas untuk konsep sains Islam dalam

aspek teori dan praktikal melalui karyanya Science and Civilization in Islam dan

Islamic Science.44 Nasr bahkan mengklaim bahwa ide-ide Islamisasi yang muncul

kemudian merupakan kelanjutan dari ide yang pernah dilontarkannya.45

Gagasan tersebut kemudian dikembangkan oleh Syed M. Naquib al-Attas

sebagai proyek "Islamisasi" yang mulai diperkenalkannya pada Konferensi dunia

mengenai Pendidikan Islam yang Pertama di Makkah pada tahun 1977. Al-Attas

dianggap sebagai orang yang pertama kali mengupas dan menegaskan tentang

perlunya Islamisasi pendidikan, Islamisasi sains, dan Islamisasi ilmu. Dalam

pertemuan itu beliau menyampaikan makalah yang berjudul "Preliminary

Thoughts on the Nature of Knowledge and the Definition and Aims of Education".

Ide ini kemudian disempurnakan dalam bukunya, Islam and Secularism (1978)

dan The concepts of Education in Islam A Framework for an Islamic Philosophy

of Education (1980). Persidangan inilah yang kemudian dianggap sebagai

pembangkit proses Islamisasi selanjutnya.

44 Rosnani Hashim, Loc.Cit.45 Gagasan awal Islamisasi ilmu pengetahuan ini disandarkan kepada Syed Hossein Nasr

berdasarkan klaim beliau dalam sebuah makalah yang disampaikannya pada tahun 1987, menurut Nasr, program sentral mengenai perlunya mengislamisasikan ilmu pengetahuan yang dihadapi umat Islam sekarang ini telah beliau tulis sejak sekitar tahun 60an. Hal itu didiskusikan dengan Naquib al-Attas dan kemudian menjadi perhatian sentral Ismail Raji al-Faruqi dan sejumlah cendikiawan muslim lainnya. Akan tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wan Mohd Nor Wan Daud terhadap karya-karyanya sejak tahun 1958-1996, klaim Nasr tersebut tidak terbukti, karena dari karya-karyanya tersebut, tidak ditemukan sesuatu yang secara langsung mendukung klaim-klaimnya, beliau hanya secara implisit menunjukkan metode untuk mengislamkan sains modern dengan menyarankan agar sains modern diinterpretasikan dan diaplikasikan ke dalam "konsepsi Islam", dan mengenai islamisasi, Nasr belum banyak memikirkannya sebagai program kependidikan dan filosofis yang terencana. (Lihat Wan Mohd Nor Wan Daud, Op. cit., h. 402)

Page 20: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

Selain itu, secara konsisten dari setiap yang dibicarakannya, al-Attas

menekankan akan tantangan besar yang dihadapi zaman pada saat ini, yaitu ilmu

pengetahuan yang telah kehilangan tujuannya. Menurut al-Attas, "Ilmu

Pengetahuan" yang ada saat ini adalah produk dari kebingungan skeptisme yang

meletakkan keraguan dan spekulasi sederajat dengan metodologi "ilmiah" dan

menjadikannya sebagai alat epistemologi yang valid dalam mencari kebenaran.46

Selain itu, ilmu pengetahuan masa kini dan modern, secara keseluruhan dibangun,

ditafsirkan, dan diproyeksikan melalui pandangan dunia, visi intelektual, dan

persepsi psikologis dari kebudayaan dan peradaban Barat.47 Jika pemahaman ini

merasuk ke dalam pikiran elite terdidik umat Islam, maka akan sangat berperan

timbulnya sebuah fenomena berbahaya yang diidentifikasikan oleh al-Attas

sebagai "deislamisasi pikiran pikiran umat Islam".48 Oleh karena itulah, sebagai

bentuk keprihatinannya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan ia mengajukan

gagasan tentang “Islamisasi Ilmu Pengetahuan Masa Kini”49 serta memberikan

formulasi awal yang sistematis yang merupakan prestasi inovatif dalam pemikiran

Islam modern.

Gagasan awal dan saran-saran konkrit yang diajukan al-Attas ini, tak

pelak lagi, mengundang pelbagai reaksi dan salah satunya adalah Ismail Raji al-

Faruqi50 dengan agenda Islamisasi Ilmu Pengetahuannya. Dan hingga saat ini

46 Wan Mohd Nor Wan Daud, Op. cit., h. 330.47 Ibid., h. 333.48 Ibid., h. 334.49 Label “masa kini” sengaja diberikan sebab ilmu pengetahuan yang diperoleh umat

Islam yang berasal dari kebudayaan dan peradaban masa lalu, seperti Yunani dan India, telah diislamkan (lihat Ibid., h. 334.)

50 Mengenai ide Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Al_Faruqi meng”klaim” bahwa ide tersebut murni berasal dari dirinya sebagaimana disampaikannya pada seminar di Islamabad pada Tahun 1982, bahwa “tidak ada seorangpun dari umat Islam yang memikirkan perlunya mengislamkan ilmu, memahami syarat-syaratnya, atau membicarakan langkah-langkahnya.” Al-Faruqi tidak mengakui bahwa ia terpengaruh ide-ide yang pernah digagas oleh Naquib al-Attas, walaupun dalam beberapa konsep tulisannya, al-Faruqi menggunakan beberapa istilah yang pernah digunakan al-Attas secara konsisten. Hal ini membuat al-Attas cukup “berang” karena merasa idenya telah dicuri oleh al-Faruqi sehingga dia berujar “terlepas dari kewajiban moral, tujuan mengakui sumber asal suatu ide yang penting adalah menunjukkan kepada mereka yang mengetahui subjek itu agar mengetahui arah yang benar demi kepentingan masyarakat:…Namun, jika para penulis muslim… terbiasa mengklaim ide-ide penting orang lain sebagai ide mereka sendiri atau sebagai ide orang lain lagi yang bukan pemilik asal ide itu, sesungguhnya mereka sama dengan menghancurkan sumber yang asli dan menghilangkan pengetahuan masyarakat dari arah yang benar. (Lihat Ibid., 392-401). Meskipun demikian,. al-Faruqi merupakan orang yang

Page 21: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

gagasan Islamisasi ilmu menjadi misi dan tujuan terpenting (raison d’etre) bagi

beberapa institusi Islam seperti International Institute of Islamic Thought (IIIT)51,

Washington DC., International Islamic University Malaysia (IIUM), Kuala

Lumpur, Akademi Islam di Cambridge dan International Institute of Islamic

Thought and Civilization (ISTAC) di Kuala Lumpur.52

B. Perkembangan Ide Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Sejak digagasnya ide Islamisasi ilmu pengetahuan oleh para cendikiawan

muslim dan telah berjalan lebih dari 30 tahun, jika dihitung dari Seminar

Internasional pertama tentang Pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977,

berbagai respon terhadapnya pun mulai bermunculan, baik yang mendukung

ataupun menolak, usaha untuk merealisasikan pun secara perlahan semakin marak

dan beberapa karya yang berkaitan dengan ide Islamisasi mulai bermunculan di

dunia Islam. Al-Attas sendiri sebagai penggagas ide ini telah menunjukkan suatu

model usaha Islamisasi ilmu melalui karyanya, The Concept of Education in

Islam. Dalam teks ini beliau berusaha menunjukkan hubungan antara bahasa dan

pemikiran. Beliau menganalisis istilah-istilah yang sering dimaksudkan untuk

mendidik  seperti ta'lim, tarbiyah dan ta'dib. Dan akhirnya mengambil

kesimpulan bahwa istilah ta'dib merupakan konsep yang paling sesuai dan

komprehensif untuk pendidikan. Usaha beliau ini pun kemudian dilanjutkan oleh

cendikiawan muslim lainnya, sebut saja seperti Malik Badri (Dilema of a Muslim

Psychologist, 1990); Wan Mohd Nor Wan Daud (The Concept of Knowledge in

Islam,1989); dan Rosnani Hashim (Educational Dualism in Malaysia:

Implications for Theory and Practice, 1996). Usaha dalam bidang psikologi

seperti yang dilakukan Hanna Djumhana B. dan Hasan Langgulung, di bidang

ekonomi Islam seperti Syafi'i Antonio, Adiwarman, Mohammad Anwar dan lain-

sangat berjasa dalam memperkenalkan gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan ini secara lebih jauh, hal ini dibuktikan dengan banyaknya seminar-seminar yang diorganisirnya serta  banyaknya artikel-artikel, jurnal-jurnal serta buku-buku yang diterbitkannya untuk mendukung gagasannya tersebut. selain  itu ia juga memberikan langkah-langkah konkrit dalam prosesi “pengislaman’ ilmu pengetahuan tersebut.

51 IIIT merupakan perguruan tinggi yang didirikan oleh Ismail Raji al-Faruqi untuk mendukung Islamisasi ilmu pengetahuan yang digagasnya.

52 Rosnani Hashim, Op. cit., h. 32-33.

Page 22: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

lain. Bahkan hingga sekarang tercatat sudah lebih ratusan karya yang dihasilkan

yang berbicara tentang Islamisasi ilmu pengetahuan, baik dalam bentuk buku,

jurnal, majalah, artikel dan sebagainya.53

Al-Faruqi sendiri, setelah menggagas konferensi internasional I, tahun

1977, yang membahas tentang ide Islamisasi ilmu pengetahuan di Swiss, ia

mendirikan International Institute of Islamic Thought (IIIT) pada tahun 1981 di

Washington DC untuk merealisasikan gagasannya tentang Islamisasi tersebut,

selain menulis buku Islamization of Knowledge. Konferensi lanjutan pun diadakan

kembali pada tahun 1983 di Islamabad Pakistan yang bertujuan untuk (i)

mengekspos hasil konferensi I dan hasil rumusan yang dihasilkan IIIT tentang

cara mengatasi krisis umat, juga (ii) mengupayakan suatu penelitian dalam rangka

mengevaluasi krisis tersebut, dan juga mencari penyebab dan gejalanya. Setahun

kemudian diadakan lagi konferensi di Kuala Lumpur, Malaysia, dengan tujuan

untuk mengembangkan rencana reformasi landasan berfikir umat Islam dengan

mengacu secara lebih spesifik kepada metodologi dan prioritas masa depan, dan

mengembangkan skema Islamisasi masing-masing disiplin ilmu. Pada tahun 1987,

diadakan konferensi IV di Khortum, Sudan, yang membahas persoalan

metodologi yang merupakan tantangan dan hambatan utama bagi terlaksananya

program Islamisasi ilmu pengetahuan.54

Selain IIIT, beberapa institusi Islam menyambut hangat gagasan

Islamisasi ilmu pengetahuan dan bahkan menjadikannya sebagai raison d'etre

institusi tersebut, seperti International Islamic University Malaysia (IIUM) di

Kuala Lumpur, Akademi Islam di Cambridge dan International Institute of

Islamic Thought and Civilization (ISTAC) di Kuala Lumpur. Mereka secara aktif

menerbitkan jurnal-jurnal untuk mendukung dan mempropagandakan gagasan ini

seperti American Journal of Islamic Social Sciences (IIIT), The Muslim Education

Quarterly (Akademi Islam) dan al-Shajarah (ISTAC).55

53 Rosnani Hashim, Op. cit., h. 44.54 A. Khudori Soleh, Ide-Ide tentang Islamisasi Ilmu,  Op. cit.,  h. 27-28.55 Adnin Armas, Op. cit., h. 33.

Page 23: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

      Walaupun demikian, setelah mengalami perjalanan yang cukup

panjang, Islamisasi ilmu pengetahuan ini dinilai oleh beberapa kalangan belum

memberikan hasil yang konkrit dan kontribusi yang berarti bagi umat Islam.

Bahkan secara lugas editor American Journal of Islamic Social Sciences (AJISS)

mengakui bahwa meskipun telah diadakan enam kali konferensi mengenai

pendidikan Islam, yaitu di Makkah (1977), Islamabad (1980), Dakka (1981),

Jakarta (1982), Kairo (1985), dan Amman (1990), dan berdirinya beberapa

universitas yang memfokuskan pada Islamisasi pendidikan, namun hingga saat

ini, tugas untuk menghasilkan silabus sekolah, buku-buku teks, dan petunjuk yang

membantu guru di sekolah belum dilakukan.56 Dan berdasarkan identifikasi Hanna

Djumhana Bastaman, setelah cukup lama berkembang, Islamisasi melahirkan

beberapa bentuk pola pemikiran, mulai dari bentuk yang paling superfisial sampai

dengan bentuk yang agak mendasar. Bastaman57 mengistilahkannya sebagai; 1)

Similarisasi, yaitu menyamakan begitu saja konsep-konsep yang berasal dari

agama, padahal belum tentu sama; 2) Paralelisasi, yaitu menganggap paralel

konsep yang berasal dari sains karena kemiripan konotasinya, tanpa

mengidentikkan keduanya; 3) Komplementasi, yaitu antara sains dan agama saling

mengisi dan saling memperkuat satu sama lain dengan tetap mempertahankan

eksistensinya masing-masing; 4) Komparasi, yaitu membandingkan konsep/teori

sains dengan konsep/wawasan agama mengenai gejala-gejala yang sama; 5)

Induktifikasi, yaitu asumsi-asumsi dasar dari teori-teori ilmiah yang didukung oleh

temuan-temuan empirik dilanjutkan pemikirannya secara teoritis-abstrak ke arah

pemikiran metafisik, kemudian dihubungkan dengan prinsip-prinsip agama dan

al-Quran mengenai hal tersebut; dan 6) Verifikasi, yaitu mengungkapkan hasil-

hasil penelitian ilmiah yang menunjang dan membuktikan kebenaran ayat-ayat al-

Quran.

Jika dicermati, keenam pola pemikiran yang diidentifikasi Bastaman di

atas, masih menampakkan jurang pemisah antara keduanya, agama yang pada

56 Wan Mohd Nor Wan Daud, Op. cit., h. 399-400.57 Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju Psikologi

Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), h. 32-33.

Page 24: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

dasarnya bersumber dari keimanan yang bersifat metafisik tidak begitu saja dapat

dihubungkan dengan ilmu pengetahuan yang lebih bercorak empirik dan

merupakan produk akal dan intelektual manusia. Walau demikian, pola-pola

pemikiran tersebut harus tetap dihargai sebagai upaya untuk Islamisasi ilmu

pengetahuan.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengertian Islamisasi ilmu pengetahuan ini secara jelas diterangkan

oleh al-Attas, yaitu: Pembebasan manusia dari tradisi magis, mitologis, animistis,

kultur-nasional (yang bertentangan dengan Islam) dan dari belengu paham

sekuler terhadap pemikiran dan bahasa Juga pembebasan dari kontrol dorongan

fisiknya yang cenderung sekuler dan tidak adil terhadap hakikat diri atau

jiwanya, sebab manusia dalam wujud fisiknya cenderung lupa terhadap hakikat

dirinya yang sebenarnya, dan berbuat tidak adil terhadapnya. Islamisasi adalah

suatu proses menuju bentuk asalnya yang tidak sekuat proses evolusi dan

devolusi.

Page 25: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

Untuk melakukan Islamisasi ilmu pengetahuan tersebut, menurut al-

Attas, perlu melibatkan dua proses yang saling berhubungan. Pertama ialah

melakukan proses pemisahan elemen-elemen dan konsep-konsep kunci yang

membentuk kebudayaan dan peradaban Barat, dan kedua, memasukan elemen-

elemen Islam dan konsep-konsep kunci ke dalam setiap cabang ilmu pengetahuan

masa kini yang relevan.

B. Saran-saran

Dalam penyusunan Makalah ini, penulis mengakui bahwa makalah ini

masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu, dalam hal ini penulis sangat

membutuhkan saran dan kritikan dari dosen, agar supaya membantu dalam

pengembangan wawasan penulis serta nantinya bisa memberikan hasil yang lebih

baik.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Faruqi, Ismail Raji, Islamisasi Pengetahuan (Bandung: Pustaka, 1984)

Armas, Adnin, Westernisasi dan Islamisasi Ilmu, dalam Islamia: Majalah

Pemikiran dan Peradaban Islam (INSIST: Jakarta, Thn II No.6/ Juli-

September 2005)

Bakar, Osman, Tauhid dan Sains (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994)

Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju

Psikologi Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997)

Page 26: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

Daud, Wan Mohd Nor Wan, The Educational Philosophy and Practice of Syed

Muhammad Naquib al-Attas, diterjemahkan oleh Hamid Fahmy dkk,

Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib al-Attas

(Bandung: Mizan, 1998)

Hashim, Rosnani, Gagasan Islamisasi Kontemporer: Sejarah, Perkembangan

dan Arah Tujuan, dalam Islamia: Majalah Pemikiran dan Peradaban

Islam (INSIST: Jakarta, Thn II No.6/ Juli-September 2005)

Hoodbhoy, Perves, Ikhtiar Menegak Rasionalitas (Bandung: Mizan, 1996)

Madjid, Nurcholish, Kaki Langit Peradaban Islam (Jakarta: Paramadina, 1997)

Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan

(Jakarta: Bulan Bintang, 1975)

Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002)

Shopan, Mohammad, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, dalam Logos: Jurnal Ilmu-

Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol.4 No.1 Januari 2005

Soleh, Ahmad Khudori, Ide-Ide tentang Islamisasi Ilmu: Pengertian,

Perkembangan dan Respon, dalam Inovasi, Majalah Mahasiswa UIN

Malang, Edisi 22 Th.2005

-------, Mencermati Gagasan Islamisasi Ilmu Faruqi, dalam el-Harakah, edisi

57, Tahun XXII, Desember 2001-Pebruari 2002

Tim Perumus Fakultas Tehnik Universitas Muhammadiyah Jakarta, Al-Islam dan

Iptek (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998)

Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu: Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi

Pengetahuan (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2004)

Page 27: Makalah Isu-Isu Islamisasi Pi

Isu-isu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

Topik R, Kontroversi Islamisasi Sains, dalam Inovasi: Majalah Mahasiswa UIN

Malang, Edisi 22 Th. 2005

Ummi, Islamisasi Sains Perspektif UIN Malang, dalam Inovasi: Majalah

Mahasiswa UIN Malang, Edisi 22. Th. 2005

Zainuddin, M, Filsafat Ilmu: Persfektif Pemikian Islam (Malang: Bayu Media,

2003)

Zainuddin, M, dkk. (ed), Memadu sains dan Agama: menuju Universitas Islam

Masa Depan (Malang: Bayumedia, 2004)