Ujian Bedah Plastik Aga Suganda g99141078
-
Upload
aga-suganda -
Category
Documents
-
view
281 -
download
3
description
Transcript of Ujian Bedah Plastik Aga Suganda g99141078
PRESENTASI KASUS UJIAN BEDAH PLASTIK
SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 9 BULAN DENGAN
LABIOSCHIZIS
Periode : 13-18 April 2015
Oleh:
Aga Suganda G99141078
Pembimbing:
dr. Amru Sungkar, SpB, SpBP-RE
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
0
BAB I
STATUS PASIEN
A. ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
Nama : An . LB
Umur : 9 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Karanggede, Boyolali, Jawa Tengah
Tanggal Masuk : 15 April 2015
Tanggal Periksa : 15 April 2015
Status Pembayaran : Jamkesmas
2. Keluhan Utama
Tampak celah pada bibir
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dibawa oleh ibunya dengan keluhan adanya celah pada bibir. Celah
tersebut muncul sejak lahir. Awalnya pasien diberi minum ASI kemudian diganti menjadi
susu formula karena kemampuan menghisap pasien tidak terlalu baik. Selama diberikan
ASI atau susu formula terkadang pasien mengalami muntah ataupun tersedak. Ketika
menangis suara pasien tidak terdengar sengau. BAKdan BAB pasien normal tidak ada
keluhan. Demam (-). Pasien juga kadang terlihat sesak dan pucat, karena memang pasien
menderita TOF.
Pasien sempat dibawa ke RSDM saat umur 6 bulan dan hendak dioperasi,
namun melihat kondisi pasien yang masih lemah, rencana operasi ditunda. Akhirnya
setelah pasien berumur 9 bulan dibawa lagi ke RSDM untuk rencana operasi
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat penyakit jantung : (+) TOF (tetralogy of fallot) Pink TOF
Riwayat asma : disangkal
1
Riwayat mondok sebelumnya : (+) saat usia 6 bulan di RSDM dengan keluhan yang
sama
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Sakit serupa pada keluarga : disangkal
6. Riwayat kehamilan
Pasien lahir dengan persalinan normal dengan ditolong oleh bidan pada usia kehamilan
9 bulan. Berat badan lahir 3250 gram, tinggi badan lahir 45 cm. Saat hamil ibu pasien
jarang memeriksakan kehamilannya dan selama hamil ibu pasien mengaku pernah sakit
diare pada saat usia kehamilan 4 bulan dan minum obat anti diare, Saat hamil ibu
pasien tidak mengkonsumsi rokok, alcohol, ataupun jamu-jamuan, pasien hanya
mengonsumsi vitamin dari dokter.
7. Riwayat social ekonomi
Pasien adalah anak kedua dari 2 bersaudara, orang tua pasien bekerja sebagai swasta.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Primary Survey
a. Airway : bebas
b. Breathing : spontan, thoracoabdominal, pernafasan 20 x/menit
c. Circulation : nadi 100 x/menit
d. Disability : GCS E4V5M6, reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3 mm/3 mm)
e. Exposure : suhu 36,8ºC
2. Secondary Survey
a. Keadaan umum : tampak sakit ringan, compos mentis, gizi kesan cukup
b. Kulit : warna sawo matang, turgor baik.
c. Kepala : mesocephal
d. Mata : conjungtiva anemis (-/-) Pupil isokhor, RC (+/+),SI (-/-)
e. Hidung : Bentuk asimetris, septum deviasi (+) kekanan, discharge (-/-)
f. Mulut : Cleft lip (+/-)
g. Telinga : Bentuk normal, otorhea (-/-)
2
h. Leher : Trachea tengah, pembesaran thyroid (-), pembesaran KGB (-)
i. Thorax : Normochest, simetris, retraksi (-), jejas (-)
j. Cor : Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, regular, bising (+)
k. Pulmo : Inspeksi : Retraksi (-/-), pengembangan dada kanan=kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Suara tambahan (-/-)
l. Abdomen : Inspeksi : Dinding perut sejajajr dinding dada
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Tympani
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-)
n. Ekstremitas : akral dingin oedema
- -
- -
3. Status Lokalis
Regio Supra Labial
Inspeksi : Terdapat celah pada labium superior dextra ± 2 cm kearah nares nasi
dextra
C. DIAGNOSIS
Labioschisis
D. PLANNING
1. Cek darah lengkap
2. Diet TKTP
3. Pro Labioplasty
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium darah (25 Maret 2015)
3
- -
- -
Hb : 11,8 g/dl
Hct :35%
AL : 7.1 ribu/ul
AT : 279 ribu/ul
AE : 4.59 juta/ul
PT : 14.1 detik
APTT : 36.8 detik
INR : 1.110
SGOT : 37
SGPT : 15
Cr : 0.3
Ur : 24
HbsAg : non reactif
F. PROGNOSIS
a. Ad vitam : bonam
b. Ad sanam : bonam
c. Ad fungsionam : bonam
4
BAB II
JAWABAN UJIAN
1. ANAMNESIS
a. Identitas. Identitas meiliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis
kelamin, nama orang tua atau penanggung jawab, alamat, pendidikan dan pekerjaan
orangtua, suku bangsa dan agama.
b. Keluhan Utama. Menanyakan keluhan yang dirasakan pasien sehingga pasien dibawa
ke dokter dan mencari pertolongan. Selain itu keluhan utama harus disertai dengan
indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut.
c. Riwayat Penyakit Sekarang. Riwayat penyakit sekarang juga harus di tanyakan, yaitu
cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak
sebelum keluhan utama sampai pasien dibawa berobat. Hal yang harus ditanyakan
adalah:
Lamanya keluhan berlangsung
Keluhan lain yang menyertai, antara lain :
- Terbentuknya celah di bibir
- Kesulitan anak dalam menghisap, reflek menghisapnya tidak seperti orang
normal
- Gangguan pertumbuhan gigi
- Infeksi telinga berulang
- Gangguan berbicara
Upaya dan tindakan yang telah dilakukan dan hasilnya
d. Riwayat Kehamilan Ibu. Dalam hal ini yang perlu ditanyakan adalah :
Riwayat kehamilan terdahulu
Penyakit yang pernah diderita selama hamil dan upaya yang dilakukan untuk
mengatasinya
Berapa kali ibu melakukan kunjungan antenatal dan kepada siapa kunjungan
antenatal tersebut (dokter umum atau spesialis, bidan, dukun)
Obat-obat yang diminum selama hamil
Kebiasaan ibu seperti merokok atau minum minuman keras
5
e. Riwayat Penyakit dalam Keluarga. Menanyakan pada orang tua dari anak mengenai:
Keberadaan anggota keluarga dengan keluhan yang sama
Keadaan sosial-ekonomi-budaya keluarga orangtua bayi (untuk mengantisipasi
adanya perkawinan dengan keluarga dekat/konsanguinasi)
2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan Keadaan Umum
Pada pemeriksaan fisik diawali dengan pemeriksaan keadaan umum. Yang dinilai
dalam pemeriksaan keadaan umum diantaranya adalah kesadaran pasien, status mental,
dan tingkah laku pasien termasuk karakteristik tangisan pasien. Perhatikan pula fasies
pasien yaitu ekspresi wajah pasien, kadang-kadang dapat memberikan informasi
tentang keadaan klinisnya.
b. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
Adanya perubahan tanda vital maka mempunyai arti sebagai indikasi adanya kegiatan
organ-organ di dalam tubuh. Misalnya suhu tubuh meningkat berarti ada metabolisme
yang terjadi dalam tubuh atau sebagai respon imun tehadap bakteri dan virus. Atau jika
denyut nadi meningkat maka pasti ada perubahan pada sisitem kardiovaskuler dan
seterusnya.
c. Pemeriksaan Sistematik
Cara pemeriksaan fisis pada bayi dan anak pada umumnya sama dengan cara
pemeriksaan pada orang dewasa, yaitu dimulai dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. Pada kasus ini pemeriksaan inspeksi yang paling penting untuk diperhatikan
adalah pemeriksaan pada kepala dan anggota gerak yang dimulai dari :
- Wajah. Beberapa penyakit atau sindrom tertentu memperlihatkan wajah yang tidak
normal (dismorfik) misalnya sindrom Down, sindrom William, dan sindrom Pierre-
Robin.
- Telinga. Telinga sebaiknya diperiksa mulai dari daun telinga apakah bentuk, besar
dan posisinya normal. Daun telinga yang lebar mungkin merupakan variasi normal
atau terdapat pada sindrom Marfan. Daun telinga yang kecil terdapat pada sindrom
Down. Pada kelainan yang disebut ‘low set ear’ posisi daun telinga lebih rendah
daripada normal; keadaan ini terdapat pada bayi dengan hidrosefalus, dan juga pada
banyak sindrom seperti sindrom trisomi 13, 18, 21, sindrom Pierre-Robin, Turner.
6
- Hidung. Pada palatoschisis sering berakibat pada ratanya batang hidung (pesek).
- Mulut. Periksa mulut bayi dengan inspeksi serta palpasi. Dalam kasus ini yang
perlu diperhatikan adalah bibir. Labioschisis dapat terjadi pada bayi dengan
insidens lebih sering pada sebelah kiri. Celah palatum mungkin tidak terlihat pada
inspeksi, tetapi dapat dideteksi melalui palpasi; uvula yang terbelah harus
menimbulkan kecurgiaan terhadap suatu defek palatum.
Terdapat celah di bibir, dapat berupa :
a) Komplit : Celah terbentuk sempurna hingga menembus dasar hidung
ataupun bagian dari palatum lunak dan keras tidak menyatu.
b) Inkomplit : Celah terbentuk tidak sempurna hanya sebagian kecil
saja
Dan berdasarkan lokasi/ jumlah kelainan :
a) Unilateral : Bila terdapat celah pada satu sisi
b) Bilateral : Bila terdapat dua celah langsung pada kedua sisi
- Anggota gerak. Pada pemeriksaan anggota gerak sekaligus dinilai keadaan tulang,
otot, serta sendi-sendi. Berbagai kelainan kongenital dapat terjadi pada ekstremitas
superior maupun ekstremitas inferior, antara lain amelia (tidak terdapatnya semua
anggota gerak), ektromelia (tidak ada salah satu anggota gerak), fokomelia (anggota
gerak bagian proksimal yang pendek), sindaktili (bergabungnya jari-jari), atau
polidaktili (jumlah jari lebih dari normal). Anggota gerak yang pendek dan lebar
terdapat pada sindrom Down, gargoilisme dan kondrodistrofi.
3. DIAGNOSIS
Dalam penegakan diagnosis dari Labioschizis dapat ditegakan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis yang didapat adalah bahwa
kelainan ini sudah didapat sejak lahir, yang disertai dengan beberapa keluhan seperti
adanya celah di bibir, kesulitan anak dalam menghisap, reflek menghisapnya tidak seperti
orang normal, gangguan pertumbuhan gigi, infeksi telinga berulang dan gangguan
berbicara. Sedangkan pada pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir ditemukan celah pada
bibir, langit-langit, bibir dan langit-langit. Untuk mendiagnosis penyakit ini sebenarnya
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lain yang dilakukan untuk membantu dalam
penegasan diagnosis berdasarkan gejala-gejala klinis yang telah didapatkan sebelumnya
melalui pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis
7
bahwa kelainan labioschisis yang diderita bayi tersebut bersifat sindromik atau
nonsindromik adalah dengan melakukan karyotyping.
Pemeriksaan kromosom (karyotiping) penderita trisomi akan ditemukan jumlah total
seluruh krosom adalah 47. Sedangkan pada bayi normal jumlah total kromosom tubuh
adalah 46. Hasil pemeriksaan ini dapat secara signifikan memastikan klasifikasi kelainan
yang diderita oleh pasien. Hasil pemeriksaan ini penting untuk menentukan tindakan
penanganan lebih lanjut.
4. RENCANA PENATALAKSANAAN
Penanganan kelainan celah bibir memerlukan penanganan yang multidisiplin karena
merupakan masalah yang kompleks, variatif dan memerlukan waktu yang lama serta
membutuhkan beberapa ilmu dan tenaga ahli diantaranya dokter anak, dokter bedah plastik,
dokter bedah mulut, pediatric dentist, otrhodontist, proosthodontist, ahli THT
(otolaryngologist), speech phatologist, geneticist dan psikiater atau psikolog untuk
menangani masalah psikologi dari pasien dan orang tua dari pasien.
Dalam penanganan penderita Cleft lip dipedukan kerjasama para spesialis dalam suatu
tim yang akan diatur dalam sebuah protokol Cleft lip, yaitu:
1. Pasien umur 3 bulan (the over tens)
- Operasi bibir dan hidung
- Pencetakan model gigi
- Evaluasi telinga
- Pemasangan grommets bila perlu
2. Pasien umur 10 - 12bulan
- Operasi palatum
- Evaluasi pendengaran dan telinga
3. Pasien umur 1 - 4 tahun
- Evaluasi bicara, dimulai3 bulan pasca operasi, follow up dilakukan oleh speech
pathologist.
- Evaluasi pendengaran dan telinga
4. Pasien umur 4 tahun
Kalau bicara tetap jelek dipertimbangkan repalatografy atau pharyngoplasty.
5. Pasien umur 6 tahun
- Evaluasi gigi dan rahang, pembuatan model.
8
- Melakukan nasoendoskopi bagi yang memerlukan.
- Evaluasi pendengaran
6. Pasien umur 9-10 tahun
Alveolar bone graft
7. Pasien umur 12 -13 tahun
- Final touch untuk operasi-operasi yang dulu pemah dilakukan, bila masih ada
kekurangannya.
8. Pasien umur 17 tahun
- Evaluasi tulang-tulang muka
- Operasi advancement osteotomy Le Fort I
5. EDUKASI, PENYULUHAN, DAN PENCEGAHAN SEKUNDER
Edukasi, penyuluhan, dan pencegahan sekunder yang dapat dilakukan adalah dengan
menyarankan ibu hamil untuk menghindari factor-faktor resiko seperti merokok, konsumsi
alcohol, konsumsi obat-obatan diluar ketentuan dokter, konsumsi jamu-jamuan, serta untuk
rutin memeriksakan kandungannya selama hamil. Asupan gizi ibu saat hamil juga harus
diperhatikan, dicukupi kebutuhan vitamin dan mineralnya.
BAB III
9
TINJUAN PUSTAKA
1 DEFINISI
Labioschisis atau cleft lip atau bibir sumbing merupakan suatu kondisi terdapatnya celah pada bibir atas
diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa takik kecil pada bagian bibir yang berwarna sampai pada
pemisahan komplit satu atau duasisi bibir memanjang dari bibir ke hidung. Celah pada satu sisi disebut
labioschisisunilateral, dan jika celah terdapat pada kedua sisi disebut labioschisis bilateral.
Gambar 1. Labioschisis
PERKEMBANGAN EMBRIOLOGI BIBIR
Selama minggu ketiga kehamilan neural crest akan berproliferasi dan bermigrasi kedalam frontonasal
dan bagian viscera untuk membentuk lima bentuk primitif. Pada awal minggu ke empat lima bagian primiti
terdiri dari tonjolan frontonasal, dua maxilla, dandua mandibula. Bakal frontonasal terletak di bagian kepala atas
dan di hidung. Tonjolan maxilla terbentuk bilateral dan terletak di sebelah lateral dari stomodeum ( bakal dari
mulut). Tonjolan mandibula juga terletak bilateral dan bertanggung jawab terhadap pertumbuhan ke arah kaudal
dari stomodeum.
Sel- sel neural crest ini berdiferensiasi ke dalam otot dan jaringan pengikat wajah,tulang, kartilago,
jaringan fibrosa, dan keselurhan jaringan gigi kecuali email. Selama minggu ke empat, bagian medial dari bakal
mandibula akan bergabung dalam bentuk mandibula, bibir bawah, dan area pipi bagian bawah. Kemudian pada
akhir minggukeempat, Akan muncul bentukan hidung dari bagian frontonasal. Rongga hidung dan bolamata
mulai terbentuk dan meluas hingga ke bakal mulut. Dan kemudian menjadi nostrilPertumbuhan yang cepat
10
akan dilanjutkan hingga minggu ke enam dan tujuh, proliferasicepat dari tonjolan maxilla akan menghasilkan
bagian medial dari nasal dan bergabungsatu sama lain dengan tonjolan lateral dari nasal hingga membentuk area
pipi dan hidung.Bibir bagian atas terbentuk selama periode ini oleh pergerakan lateral dari tonjolan maxilla dan
bagian medial dibentuk oleh fusi antara tonjolan nasal medial
Gambar 2 pemkembangan pada hari ke 45
2 PATOFISIOLOGI
Celah pada bibir merupakan hasil dari kegagalan pembentukan prosesus padabagian medial dan lateral
nasal, serta kegagalan penggabungan dari tonjolan frontonasal dan tonjolan maxillaries. Celah unilateral terjadi
ketika tonjolan maxillaries gagal bergabung dengan bagian medial dari tonjolan nasal di salah satu sisi. Hal ini
akanmenyebabkan jaringan epitel (kulit) tertarik dan rusak sehingga menghasilkan bibir sumbing.
Celah bilateral terbentuk dari proses dan hasil yang sama dalam dua alur.Ketika jaringan tersebut rusak
pada segmen intermaxillar ( bagian tengah dari bibirbagian atas), menggantung dan seringkali mengarah ke
bagian atas menuju hidung.Penutupan dari bibir secara normal terjadi pada hari ke 35 dari perkembangan
embrio.Beberapa faktor dapat mengganggu perkembangan embrionik wajah yang normal danmenyebabkan
terjadinya bibir sumbing.
3 ETIOLOGI
Untuk mengetahui penyebab terjadinya bibir sumbing diperlukan pendekatan yangsangatlah komplek,
meliputi berbagai teknik yang telah diterapkan untuk mengindentifikasi kurang lebih 30 gen yang dapat
mengganggu perkembangan danmenyebabkan berbagai tipe celah yang berbeda. Dengan teknologi genetik dan
analisisstatistik terbaru, penelusuran penyebab bimbir sumbing karena faktor genetik dan lingkungan dapat
menunjukkan hasil.
11
Faktor Genetik Penelusuran dimulai ketika Fogh-Anderson dan Warkany menggunakan
analisisstatistik untuk menyelidiki pola keturunan daru bibir sumbing berdasarkan riwayatkeluarga.Lima puluh
tahun kemudian penelitian tersebut dilanjutkan untuk mengkonfirmasi apakah ada multipel faktor dari gen dan
lingkungan yangmempengaruhi terjadinya bibir sumbing. Para peneliti telah mengidentifikasi lebihlanjut
diantara faktor genetik yang berperan sebagai predisposisi mayor yang dapatmempengaruhi terjadinya bibir
sumbing.Identifikasi dari beberapa gen yang berpotensi menyebabkan terjadinya bibirsumbing diselesaikan
dengan menggunakan linkage. Linkage merupakan suatuteknik yang memungkinkan para peneliti untuk
mencari segmen kromosom yangditunjukkan oleh individu yang terkena. Pada kasus bibir sumbing,
segmenkromosom dari anggota keluarga yang terkena dibandingkan dengan segmenkromosom dari anggota
keluarga yang tidak terkena untuk mencari perbedaandiantara keduanya. Sayangnya, analisis linkage terbatas
karena jumlah anggotakeluarga yang terbatas dan angka populasi kejadiannya cukup rendah
Penggabungan adalah teknik lain yang dugunakan untuk mengidentifikasi genuntuk bibir sumbing.
Terdapat beberapa keuntungan dibandingkan denganmenggunakan linkage. Pertama, jumlah kasus yang besar
dapat digunakan dan tidak berdampak pada anggota keluarga lain, oleh karena itu kecilnya angka kejadian
tidak mempengaruhi penggabungan. Keuntungan lain adalah bahwa pemahaman dariperkembangan biologi
dapat diterapkan untuk mengidentifikasi gen yangdiekspresikan padawaktu yang berbeda dalam perkembangan
wajah, dengandemikian memungkinkan menunjukkan gen yang dimaksud. Transforming growth factor alpha
(TGFA),trans-forming growth factor beta 3 (TGFB3), dan MSX1 adalah gen yang telah diidentifikasi
mempunyai perananpenting dala pembentukan bibir sumbing melalui metode linkage dan asosiasi. AP2adalah
gen lain yang diidentifikasi melalui linkage.Proses yang terjadi oleh beberapa gen spesifik tersebut
mempengaruhi varias iperkembangan wajah. Namun demikian, keseluruhannya akan bergabung
danmenghasilkan berbagai sinyal molekul, faktor transkripsi, atau hormone pertumbuhan.
Faktor LingkunganMeskipun kontribusi genetik pada bibir sumbing mempunyai peranan yang
lebihbesar daripada faktor lingkungan, akan tetapi faktor lingkungan juga mempengaruhimeski dapat
dimanipulasi. Faktor lingkungan dapat meningkatkan resiko bibirsumbing dan dibagi ke dalam empat kategori
besar : lingkungan kandungan,lingkungan luar, nutrisi, dan obat-obatan.
Terdapat beberapa teratogen yang dapat menyebabkan defek pada kelahirandiantaranya adalah
antiepilepsi (fenitoin, as valproat), thaidomid, dioksin (pestisida),asam retinoat, konsumsi alkohol dan rokok oleh
ibu. Penelitian selanjutnya terfokuspada identifikasi bagaimana jika teratogen ini berinteraksi dengan gen
spesifik.Sebagai contohnya, dioxin dan asam retinoat yang ditunjukkan untuk memacumunculnya ekspresi
TGFβ
.Studi populasi digunakan untuk menunukkan bahwa konsumsi alkohol oleh ibuberhubungan dengan
tingginya kejadian bibir sumbing. Identifikasi dari gen spesifik dan paparan alkohol juga dipelajari lebih lanjut
12
pada penelitian selanjutnya. Penelitian mencatat bahwa konsumsi alkholo lebih dari empat gelas per bulannya
dikombinasikan dengan MSX1 akan meningkatkan resiko terjadinya bibir sumbing,sedangkan kurang dari 20
batang rokok perharinya dapat menyebabkan peningkataninsiden bibir sumbing.Nutrisi khususnya vitamin B
dan asam folat juga dpat berperan dalammeningkatkan terjadinya insiden bibir sumbing. Terdapat data yang
menunjukkanbahwa vitamin dapat menurunkan prevalensi terjadinya bibir sumbing pada manusiayang
pertama kali dilaporkan oleh Tolarova pada tahun 1982. Saat ini, sedangdilakukan penelitian mengenai TGFA
tipe A2, yang merupakan gen kandidat yangdikombinasikan dengan defisiensi asam folat dan vitamin B.
4 KLASIFIKASI
Klasifikasi celah berdasarkan kepada perkembangan embriologik yang dipengaruhi dan seberapa jauh
keterlibatan fisik
a. Non syndromic cleft lipTidak terdapat cacat fisik atau gangguan perkembangan kecuali bibir sumbing
dantidak diketahu paparan teratogenik yang menyebabkan bibir sumbing terjadi.
b. Syndromic cleft lipLabioschisis juga diklasifikasikan berdasarkan lengkap/ tidaknya celah yang
terbentuk
a. Komplit
b. Inkomplit
Celah yang terbentuk melibatkan bibir dan bagian anterior dari maxilla.Selain itu dapat juga diklasifikasikan
berdasarkan lokasi/ jumlah kelainan :
a.Unilateral
b.Bilateral
gambar 3. bentuk kelainan bibir sumbing
13
5 MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari kelainan labioschisis antara lain
a. Masalah asupan makanan Asupan makanan merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi
penderita labioschisis. Adanya labioschisis memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukanhisapan
pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat
meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan
reflek menelan pada bayi dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih
banyak udara pada saat menyusu. Memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapatmembantu
proses menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala juga dapat membantu. Bayi yang
hanya menderita labioschisis atau dengan celah keci lpada palatum biasanya dapat menyusui, namun
pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus
(cairan dalam dot inidapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-
palatoschisis dan bayi dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan tertentu
b. Masalah Dental: Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah tertentu
yangberhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi padaarean dari celah
bibir yang terbentuk
14
c. Infeksi telinga: Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga
karenaterdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaandan
penutupan tuba eustachius
d. Gangguan berbicara: Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas pada
perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat menutup ruang/
rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi
(hypernasal quality of speech). Meskipun telah dilakukanreparasi palatum, kemampuan otot-otot
tersebut diatas untuk menutup ruang/ rongganasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali
sepenuhnya normal. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h,
k, g, s, sh,and ch", dan terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu.
6 KONSELING GENETIK DAN DIAGNOSIS PRENATAL
Perkembangan dari peralatan ultrasonografi memungkinkan diagnosis bibir sumbing prenatal.
Kemungkinan adanya bibir sumbing dapat dideteksi denganultrasonografi pada usia kehamilan 13 minggu.
Namun demikian, hampir keseluruhannyaditunjukkan dengan USG beresolusi tinggi, level II, dan oleh tenaga
kesehatan yangprofesional. Deteksi dapat dilengkapi dengan posisi janin dan resoulsi rendah melaluidinding
abdomen. Namun demikian, dengan menggunkan ultarsonografi vagina, deteksidini dapat dilakukan dengan
sukses.
Deteksi dini juga dapat dilakukan dengan menggunakan MRI. Bibir sumbingunilateral dan inkomplet
tidak dapat terdeteksi hingga trimester ketiga. Namun demikian,celah pada bibir minor biasanya tidak
dihubungkan dengan malformasi lain danmempunyai prognosis yang baik. Pada MRI, potongan koronal akan
menunjukkan bibirdan hidung janin. Potongan aksial dari alveolus akan membantu menyingkirkan keterlibatan
gusi yang mana bervariasi dalam mengisolasi celah bibir. Pada satu waktu,perbedaan antara celah komplit dan
inkomplit sangatlah sulit karena terdapat garis tipisdari jaringan yang terdapat pada celah komplit.
Meskipun sensitivitas dan spesifisitas dari MRI untuk mendeteksi bibir sumbingbelum terbukti, akan
tetapi hal ini mungkin jika dikombinasikan dengan visualisasi daribeberapa tulang dan struktur jaringan lunak
wajah. Sehingga akuasi dan kemampuanmendeteksi bibir sumbing lebih meningkat
7 PENATALAKSANAAN
Idealnya, anak dengan labioschisis ditatalaksana oleh “team labiopalatoschisis” Yang
terdiri dari spesialistik bedah, maksilofasial, terapis bicara dan bahasa, dokter gigi,ortodonsi, psikolog, dan
perawat spesialis. Perawatan dan dukungan pada bayi dankeluarganya diberikan sejak bayi tersebut lahir sampai
15
berhenti tumbuh pada usia kira-kira 18 tahun. Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada saat usia anak 3
bulan. Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschisis yaitu :
1. Tahap sebelum operasi
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayimenerima tindakan
operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan beratbadan yang dicapai dan usia yang
memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah ruleof ten meliputi:
a. berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg ,
b. Hb lebih dari 10gr % dan
c. usia lebih dari 10 minggu ,
d. Jumlah leukosit < 10.000/ul
jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang
tua agar kelainan dan komplikasiyang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus
dengan dotkhusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlahyang
optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak atau terlalukecil sehingga membuat
asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besarlubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup
diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk
menghindarimasuknya susu melewati langit-langit yang terbelah. Selain itu celah pada bibir harus
direkatkan dengan menggunakan plester khusus non alergenik untuk menjaga agarcelah pada bibir
menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi
kearah depan ( protrusio pre maxilla ) akibatdorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini
terjadi tindakan koreksi pada saatoperasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang
didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasitiba
2. Tahap sewaktu operasi
Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalahsoal
kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bias diputuskan oleh seorang ahli
bedah. Usia optimal untuk operasi bibir sumbing(labioplasty) adalah usia 3 bulan. Usia ini dipilih
mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih
dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan
operasipengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna.
Gambar 4. Reparasi labioschisis (labioplasti). (A and B) pemotongan sudut celahpada bibir dan hidung.
(C) bagian bawah nostril disatukan dengan sutura. (D)
16
Operasi untuk langit-langit ( palatoplasty) optimal pada usia 18 – 20 bulanmengingat anak
aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Operasiyang dilakukan sesudah usia 2 tahun
harus diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat
bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme
kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusi juga terbelah
(gnatoschizis)kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada
saatusia 8 – 9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.
3.Tahap setelah operasi.
Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya tergantung dari tiap-tiap
jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akanmemberikan instruksi pada
orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbingluka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap
menggunakan sendok atau dot khususuntuk memberikan minum bayi. Banyaknya penderita bibir
sumbing yang datang ketikausia sudah melebihi batas usia optimal untuk operasi membuat operasi
hanya untuk keperluan kosmetika saja sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara
tetapterganggu seperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakanspeech
teraphy pun tidak banyak bermanfaat
Gambar 5. Sebelum dan sesudah tindakan operasi.
17
8 PROGNOSIS
Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat dimodifikasi/ disembuhkan. Kebanyakan anak
yang lahir dengan kondisi ini melakukan operasi saatusia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki
penampilan wajah secara signifikan.Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak
denganlabioschisis yang telah ditatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan bicara yangbaik. Terapi
bicara yang berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah-masalah berbicara
pada anak labioschisis.
.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Johar A, RAvichandran K, Subanhi SH. Cleft lip/ palate anomalies.King facial specialist
hospital and research center. Saudi Arabia: 2006; 20: 201-2
2. Manyama M, Rolian C, Gilyoma JMagon C,KImwaga E. An assessment of orofacial cleft
in Tanzania. BMC oral health. 2011; 11(5)
3. Tolarova M. Cleft Lip and palate. Emedicine. Newyork: 2009
4. Demeke J, Tatum S. Analysis and evolution of rotation principles in unilateral cleft lip
repair. An international purnal of surgical reconstruction. 2011;64: 313-318
5. Krumova V. Clinical and genetic peculiarities of isolated cleft palates. Journal of IMAB.
2008; 2
6. Laija J. Cleft lip and palete surgery. Scandinavian journal of surgery. 2003; 92: 269-273
7. Hviid A, Nielsen DM. Corticosteroid use during pregnancy and risk of orofacial clefts.
CMAJ. 2011
8. Abramowicz A, Cooper M, Bardi K,Weynet R, Marazita M. Demographic and prenatal
factor of patients with cleft and lip anfd cleft palete. American dental association. 2003:
134
9. Stainer P. Moore G. Genetics of cleft and palete: syndromic genes contribute to the
incident of non- syndromic cleft. Human molecular genetic. 2004:13 (1)
10. Platt L, Devore G, Pretorius D. Improving cleft palete/ cleft lip antenatal diagnosis by 3
dimensional sonography.J ultrasound med. 2006; 25; 1423-1430
11. Little J, Cardy A, Munger. Tobacco smoking and oral cleft: a meta analysis. Bulletin of the
world healt organization. 2004; 82 (3)
12. Hanoin M, RAssmusen, Lammer E. Maternal smoking and environmental tobacco smoke
exposure and the risk of orofacial cleft. Helat med. 2007: 18 (2)
13. Zucchero TM, Cooper ME, Maher BS, et al. Interferon regulatory factor 6 (IRF6) gene
variants and the risk of isolated cleft lip or palate. N Engl J Med. Aug 19 2004;351(8):769-
80
14. Ravichandra KS, Vijayaprasad KE, Suzan S. A new technique of impression making for an
abturator in cleft lip and palete patient. April 18 2011
15. Surgeon general report. For evaluation and treatment of the pations with cleft lip/palete or
other craniofacial anomalies. American cleft palete- cranofaciaol assocatin. Edisi 2009
19
16. Mossey PA, Little J. Epidemiology of oral clefts: an international perspective. In:
Wyszynski DF, ed. Cleft lip and palate: fromorigin to treatment. Oxford, England:
OxfordUniversity Press, 2004:127-58.
17. Artono MA, Prihartiningsih. Labioplasti metode barsky dengan pemetongan tulang vomer
pada penderita bibir sumbing dua sisi komplit di bawah anastesi umum. Bagian bedah
mulut fakultas kedokteran negeri universitas gajah mada. 2008;15(2): 149-152
18. Nkenkel E, Stelzle1 F, Vairaktaris E, et al. Do cleft lip and palate patients opt for
secondary corrective surgery of upper lip and nose, frequently?. Head and Face Medicine
2103 9: 38
19. Yoshikazu N, Nagato N, Kato T, et al. Epidemiological Analysis of Cleft Lip and/or Palate
by Cleft Pattern. J. Maxillofac. Oral Surg. (Sept-Dec 2010) 9(4):389–395
20. Shkoukani M, Chen M and Vong A, Cleft lip – a comprehensive review. Frontier in
Pediatric. 2013.
21. Kathie H, Carrie L, Melissa D, et al. Evaluation and integration of disparate
classificationsystems for clefts of the lip. Frontier in Pediatric. 2014. Vol 5: 163.
22. John G, Brian T, Emily B, et al. Unilateral Cleft Lip and Nasal Repair: Techniques and
Principles. Iran J Pediatr Jun 2011; Vol 21 (No 2), Pp: 129-138.
23. Michael J, Dixon, Mary L, et al. Cleft lip and palate: synthesizing genetic and
environmental influences. Nat Rev Genet. 2011; 12(3): 167–178.
24. Raymond T. Unilateral Cleft Lip: Principles and Practice of Surgical Management. Semin
Plast Surg. 2012;26:145–155.
25. Cassio E, Andre P, Rafael D, et al. Lip Height Improvement during the First Year of
Unilateral Complete Cleft Lip Repair Using Cutting Extended Mohler Technique. Hindawi
Publishing Corporation Plastic Surgery International. Volume 2012.
20