Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

46
Presentasi Kasus Bedah Plastik Periode: 23 November – 29 November 2015 SEORANG PEREMPUAN 18 TAHUN DENGAN PAN FACIAL FRACTURE Oleh: Aisya Fikritama Aditya G99141150 Noviana Rahmawati G99141177 Chrystina Yurita P. G99142035 Pembimbing : dr. Amru Sungkar, Sp. B. Sp.BP

description

,

Transcript of Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

Page 1: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

Presentasi Kasus Bedah Plastik

Periode: 23 November – 29 November 2015

SEORANG PEREMPUAN 18 TAHUN

DENGAN PAN FACIAL FRACTURE

Oleh:

Aisya Fikritama Aditya G99141150

Noviana Rahmawati G99141177

Chrystina Yurita P. G99142035

Pembimbing :

dr. Amru Sungkar, Sp. B. Sp.BP

Page 2: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI

SURAKARTA

2015

BAB I

STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS

1. Identitas Pasien

Nama : Nn. L

Umur : 18 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Ngawi, Jawa Timur

No RM : 01320744

MRS :18 November 2015

Tanggal Periksa : 23 November 2015

2. Keluhan Utama

Luka dan nyeri pada wajah setelah KLL

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Dua hari SMRS pasien dibonceng mengendarai sepeda motor dan

menggunakan helm, kemudian terjadi kecelakaan sehingga motornya

bersenggolan dengan sepeda motor lain dari arah yang sama dan terjatuh.

Sebelum terjatuh, helm yang dipakai pasien terlepas dan wajah pasien

membentur aspal. Setelah kejadian tersebut, pasien mengeluh adanya luka di

wajah dan nyeri pada wajah. Pasien tidak pingsan, tidak muntah ataupun

mual. Oleh penolong, pasien dibawa ke Puskesmas Ngawi. Kemudian

pasien ke RS Yarsis dan diinfus, mendapat injeksi obat-obatan, dilakukan

rontgen Toraks, CT scan kepala dengan 3D dan dirawat selama 2 hari.

Page 3: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

Karena pasien ingin menggunakan fasilitas BPJS pasien, pasien kemudian

APS dan dibawa ke RS Dr. Moewardi Surakarta.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat diabetes : disangkal

Riwayat trauma sebelumnya : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat diabetes : (+), ibu pasien.

6. Riwayat kebiasaan

Nutrisi : pasien makan 3 kali sehari dengan gizi

seimbang.

Olahraga : pasien kurang melakukan aktivitas olahraga

Merokok : pasien tidak merokok

7. Riwayat sosial ekonomi

Pasien adalah anak kedua dari 2 bersaudara, pasien adalah seorang pelajar.

GENERAL SURVEY

1. Primary Survey

a. Airway : bebas

b. Breathing : spontan, frekuensi pernafasan 20 x/menit

Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri

Palpasi : fremitus raba kanan = kiri, krepitasi (-)

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

c. Circulation : tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 88x/menit, CRT<2 detik

Page 4: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

d. Disability : GCS E4V5M6, reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/

3mm), lateralisasi (-/-)

e. Exposure : suhu 36,5ºC, Jejas (+) lihat status lokalis

2.Secondary Survey

a. Keadaan umum : compos mentis, tampak sakit sedang

b. Kepala : vulnus terhecting regio frontal s/d nasolabial 15 simpul

c. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor

(3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), hematom

supraorbital (-/-), diplopia (-/-), oedem palpebra (+/+),

vulnus terhecting regio supraorbita dextra 7 simpul,

krepitasi orbita superior (+/+)

d. Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri

tragus (-/-).

e. Hidung : krepitasi (+), epistaksis (+)

f. Mulut : laserasi mukosa ginggiva (+), maloklusi (+), gusi

berdarah (-), lidah kotor (-), jejas (-), gigi tanggal 1

gigi tanggal 12

vulnus apertum labia oris superior dextra, maxilla

goyang (+)

g. Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-), nyeri

tekan (-), JVP tidak meningkat.

h. Thorak : bentuk normochest, ketertinggalan gerak (-).

i. Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.

Palpasi : ictus cordis teraba, tidak kuat angkat.

Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising

(-).

j. Pulmo

Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri.

Palpasi : fremitus raba kanan = kiri, nyeri tekan

(-/-).

Perkusi : sonor/sonor.

Page 5: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan

(-/-).

k. Abdomen

Inspeksi : distended (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defens muscular (-)

l. Genitourinaria : BAK normal, BAK darah (-), BAK nanah (-),

nyeri BAK (-).

m. Muskuloskletal : jejas (-), nyeri (-)

n. Ekstremitas

Akral dingin Motorik Oedema

- - 5 5 - -

- - 5 5 - -

B. ASSESSMENT I

Pan facial fracture

C. PLANNING I

1. O2 2 lpm

2. Pasang infus NaCl 0,9% 20 tpm

3. Injeksi Metamizole 1 gram/8 jam

4. Injeksi Ranitidine 50 mg/12 jam

5. Cek laboratorium darah

Page 6: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Hasil pemeriksaan laboratorium (18 November 2015)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai NormalDarah Rutin

Hemoglobin 10.3 g/dl 14.0 – 17.5Hematokrit 29 % 33 – 45

Leukosit 6.5 ribu/ul 4.5 – 14.5Trombosit 95 ribu/ul 150 – 450Eritrosit 3.38 ribu/ul 4.50 – 5.90

Golongan darah BHBsAg Non reactive Non reactive

HemostasisPT 2’50’’ menit 1 - 3

APTT 5’15’’ Menit 3 - 7INR 1.000

KIMIA KLINIKGula darah sewaktu 116 mg/dl 60 - 140

Creatinin 1.0 mg/dl 0.9 – 1.3Ureum 49 mg/dl < 50

ELEKTROLITNatrium darah 141 mmol/L 136 - 145Kalium darah 3.5 mmol/L 3.3 – 5.1Chlorida darah 105 mmol/L 98 – 106

Page 7: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

b. Hasil CT scan kepala 3DFraktur frontalFraktur nasolabialFraktur 2 MC dextraFraktur maxila dextraFraktur arcus nasoorbita lateral dextra sinistra

Page 8: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

c. Foto Thoraks di RSDM

Cor : besar dan bentuk kesan normal

Pulmo : tak tampak infiltrate di kedua lapang paru, corakan bronkovaskular normal

Sinus costophrenisus kanan kiri tajam

Hemidiaphragma kanan kiri normal

Trakhea di tengah

Sistema tulang baik

Kesimpulan

Cor dan pulmo tak tampak kelainan

Tak tampak fraktur.

Page 9: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

FOTO KLINIS PASIEN

E. ASSESSMENT II

Vulnus apertum multiple regio facial

Vulnus apertum regio palatum

Pan facial fracture

F. PLANNING II

Pro debridement dan repair vulnus

Page 10: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

FRAKTUR PANFACIAL

A. Definisi

Fraktur panfacial adalah patah tulang yang melibatkan wajah bagian

atas, tengah, dan bagian bawah. Cedera tersebut umumnya terkait dengan

cedera multisistem atau politrauma, sehingga pengobatan sering

membutuhkan pendekatan tim. Setelah pasien stabil, dokter bedah

maksilofasial berperan memulihkan bentuk dan fungsi dari wajah pasien

(Erdem et al., 2010).

B. Etiologi

Fraktur panfacial dapat disebabkan oleh berbagai cedera traumatis pada

wajah. Penyebab paling umum dari fraktur panfacial adalah penyerangan

(36%), kecelakaan lalu lintas (32%), jatuh (18%), olahraga (11%), pekerjaan

(3%), dan luka tembak (2%). Tabrakan kendaraan bermotor dan luka tembak

ditemukan menjadi prediktor signifikan dari patah tulang panfacial (Mall, et

al., 2014).

Page 11: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

C. Anatomi

Struktur muskuloskeletal wajah sangat rumit. Wajah dibentuk oleh

sistema tulang yang kompleks dan jaringan ikat yang memberi bentuk wajah.

Sistem saraf pusat terletak sangat dekat dengan wajah. Pada kenyataannya,

bagian posterior/permukaan internal wajah membentuk bagian anterior dari

kubah kranial, dimana otak berada. Hal ini sangat penting diperhatikan ketika

menilai cedera wajah (Kris et al., 2009).

Wajah memiliki suplai darah yang relatif besar dengan sistem arteri dan

vena yang luas. Sebagian besar pasokan arteri ke wajah berasal dari arteri

fasialis dan termporalis eksternal. Kecuali arteri ophthalmic, yang berasal dari

arteri karotis internal intrakranial dan kemudian masuk melalui kanal optik

untuk memvaskularisasi bagian-bagian wajah. Hal ini membuat pembuluh

darah wajah yang sangat kompleks - pada kenyataannya, cukup unik untuk

wajah, banyak pembuluh wajah menyeberangi garis tengah untuk membentuk

anastomosis dengan pembuluh darah yang berasal di sisi kontralateral.

Karena fenomena ini, cedera yang membahayakan keutuhan pembuluh darah

wajah (terutama arteri) dapat menyebabkan perdarahan dalam.

Mengendalikan perdarahan ini dapat sedikit bermasalah karena tidak ada

tekanan tunggal. Misalnya, menerapkan tekanan langsung pada laserasi besar

dapat menghentikan pendarahan pada satu sisi laserasi, tetapi karena adanya

anastomosis, hal ini hanya dapat meningkatkan perdarahan pada sisi lain dari

luka (Kris et al., 2009).

Persarafan wajah juga kompleks. Pada dasarnya, semua persarafan dari

wajah melalui saraf kranial. Saraf wajah (saraf kranial VII) berfungsi pada

sebagian besar fungsi motorik wajah. Saraf ini berasal dari batang otak dan

keluar melalui tulang temporal tengkorak sebelum bercabang ke wajah,

sehingga cedera saraf ini dapat menyebabkan kelumpuhan wajah (Kris et al.,

2009).

Sensorik wajah dipersarafi hampir seluruhnya melalui tiga cabang saraf

trigeminal (saraf kranial V). Saraf ini juga berasal dari batang otak, tapi

langsung bercabang menjadi tiga segmen sebelum berjalan melalui tengkorak.

Page 12: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

Letak cedera terjadi dan cabang saraf trigeminal yang dipengaruhi akan

menentukan di mana parestesia yang terjadi (Kris et al., 2009).

D. Patofisiologi

Sangat penting untuk membedakan cedera yang membutuhkan tindakan

operasi segera dari cedera-cedera yang dapat ditunda operasinya. Operasi

darurat diindikasikan lebih untuk menstabilkan kondisi pasien daripada untuk

pengobatan definitif. Kadang-kadang, operasi langsung bisa menjadi prosedur

definitif. Pengobatan awal segera pada pasien dengan cedera maksilofasial

ditujukan pada pasien-pasien yang menunjukkan gejala:

- Airway compromize: [5, 6, 7, 8, 9] Airway compromize umum terjadi pada

orang dengan cedera maksilofasial berat dan mungkin memerlukan operasi

segera untuk mengurangi tulang wajah yang patah menghalangi jalan

napas. Sebuah saluran napas artifisial mungkin diperlukan untuk

memfasilitasi prosedur bedah kemudian

- Perdarahan berat: perdarahan berat dari segmen patah tulang juga mungkin

memerlukan pembedahan segera untuk meligasi pembuluh darah besar

atau untuk mengurangi segmen dan dengan demikian mengendalikan

perdarahan

- Luka terbuka lebar: debridement dan menutup luka terbuka yang luas

secara berlapis. Luka yang akan digunakan kemudian sebagai akses untuk

memperbaiki patah tulang bisa ditutup dengan penutup sementara.

- Prosedur bedah kebetulan sedang dilakukan: Kadang-kadang, pasien

dengan cedera multipel menjalani operasi segera dengan tujuan lain untuk

mengobati cedera yang terjadi bersamaan. Melakukan pemeriksaan

lengkap, debridement, dan menstabilkan cedera maksilofasial, serta

mengambil foto gigi saat pasien dibius dapat memberikan keuntungan.

Foto diambil untuk model studi dan dapat digunakan untuk membuat splint

bedah untuk digunakan dalam operasi definitif (Beogo et al., 2013).

Page 13: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

E. Klasifikasi

1. Tipe fraktur

a. Fraktur simpel

Merupakan fraktur sederhana, linear yang tertutup misalnya pada

kondilus, koronoideus, korpus, dan mandibula yang tidak bergigi

Fraktur tidak mencapai bagian luar tulang atau rongga mulut.

Termasuk greenstick fracture yaitu keadaan retak tulang, terutama

pada anak dan jarang terjadi

b. Fraktur kompoun

Fraktur lebih luas dan terbuka atau berhubungan dengan jaringan

lunak

Biasanya pada fraktur korpus mandibula yang mendukung gigi dan

hampir selalu tipe fraktur kompoun meluas dari membrana

periodontal ke rongga mulut, bahkan beberapa luka yang parah dapat

meluas dengan sobekan pada kulit

c. Fraktur komunisi

Benturan langsung terhadap mandibula dengan objek yang tajam

seperti peluru yang mengakibatkan tulang menjadi bagian-bagian

yang kecil dan remuk

Bisa terbatas ata meluas, jadi sifatnya juga seperti fraktur kompoun

dengan kerusakan tulang dan jaringan lunak

d. Fraktur patologis

Keadaan tulang yang lemah oleh adanya penyakit tulang seperti

osteomyelitis, tumor ganas, kista yang besar dan penyakit tulang

sistemik sehingga dapat menyebabkan fraktur spontan

2. Perluasan tulang yang terlibat

a. Komplit

b. Tidak komplit

3. Perluasan tulang yang terlibat

a. Transversal, horizontal atau vertikal

b. Oblique

Page 14: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

c. Spiral

d. Komunisi

4. Hubungan antarfragmen

a. Displacement

b. Undisplacement

Angulasi

Distraksi

Kontraksi

Rotasi

Impaksi

F. Lokasi

Fraktur panfacial dapat terjadi pada berbagai tempat (Yadav et al.,

2012), yaitu antara lain:

1. Fraktur tulang hidung

Pada trauma muka paling sering terjadi fraktur hidung. Diagnosis

fraktur hidung dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi dan pemeriksaan

hidung bagian dalam dilakukan dengan rinoskopi anterior, biasanya

ditandai oleh adanya pembengkakan mukosa hidung, terdapatnya bekuan

dan kemungkinan adanya robekan pada mukosa septum, hematoma

septum, dislokasi atau deviasi pada septum.

Arah gaya cedera pada hidung menentukan pola fraktur. Bila

arahnya dari depan akan menyebabkan fraktur sederhana pada tulang

hidung yang kemudian dapat menyebabkan tulang hidung menjadi datar

secara keseluruhan. Bila arahnya dari lateral dapat menekan hanya salah

satu tulang hidung namun dengan kekuatan yang cukup, kedua tulang

dapat berpindah tempat. Gaya lateral dapat menyebabkan perpindahan

septum yang parah. Sedangkan gaya dari bawah yang diarahkan ke atas

dapat menyebabkan fraktur septum parah dan dislokasi tulang rawan

berbentuk segi empat.

Page 15: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

Gambaran klinis yang biasa ditemukan pada pasien dengan riwayat

trauma pada hidung atau wajah, antara lain:

- Epiktasis

- Perubahan bentuk hidung

- Obstruksi jalan nafas

- Ekimosis infraorbital

Pemeriksaan penunjang berupa foto os nasal, foto sinusparanasal

posisi Water dan juga bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan CT scan

untuk melihat fraktur hidung atau kemungkinan fraktur penyerta lainnya.

Fraktur nasal dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Fraktur hidung sederhana, merupakan fraktur pada tulang hidung saja

sehingga dapat dilakukan reposisi fraktur tersebut dalam analgesi lokal.

Akan tetapi pada anak-anak atau orang dewasa yang tidak kooperatif

tindakan penanggulangan memerlukan anestesi umum.

b. Fraktur tulang hidung terbuka, menyebabkan perubahan tempat dari

tulang hidung tersebut yang juga disertai laserasi pada kulit atau

mukoperiosteum rongga hidung. Kerusakan atau kelainan pada kulit

dari hidung diusahakan untuk diperbaiki atau direkonstruksi pada saat

tindakan.

c. Fraktur tulang nasoorbitoetmoid kompleks, jika nasal piramid rusak

karena tekanan atau pukulan dengan beban berat akan menimbulkan

fraktur yang hebat pada tulang hidung, lakrimal, etmoid, maksila dan

frontal. Tulang hidung bersambungan dengan prosesus frontalis os

maksila dan prosesua nasalis os frontal. Bagian dari nasal piramid yang

terletak antara dua bola mata akan terdorong ke belakang. Terjadilah

fraktur nasoetmoid, fraktur nasomaksila dan fraktur nasoorbita.

Untuk memperbaiki patah pada tulang hidung tersebut, tindakan

yang dapat dilakukan ialah:

a. Reduksi tertutup, yang dilakukan dengan analgesia lokal atau analgesia

lokal dengan sedasi ringan.

Indikasi :

Page 16: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

- Fraktur sederhana tulang hidung

- Fraktur sederhana septum hidung

Reduksi tertutup paling baik dilakukan 1-2 jam sesudah trauma karena

pada waktu tersebut edem yang terjadi mungkin sangat sedikit.

b. Reduksi terbuka, dilakukan dengan sedasi yang kuat atau analgesi

umum.

Indikasi :

- Fraktur dislokasi ekstensif tulang dan septum hidung

- Fraktur septum terbuka

- Fraktur dislokasi septum kaudal

- Persisten deformitas setelah reduksi tertutup

2. Fraktur zigoma

Fraktur tulang zigoma atau tulang malar selalu disebabkan oleh

kekerasan langsung. Tulang ini biasanya ke belakang atau ke medial

menuju antrum maksila sehingga berdampak disana. Fraktur sering berupa

communited fracture dan mungkin memiliki ekstensi sepanjang dasar dari

rongga orbita atau rima orbita.

Tulang zigoma ini dibentuk oleh bagian-bagian yang berasal dari

tulang temporal, tulang frontal, tulang sfenoid dan tulang maksia. Bagian-

bagian dari tulang yang membentuk zigoma ini memberikan sebuah

penonjolam pada pipi di bawah mata sedikit ke arah lateral. Fraktur tulang

zigoma ini agak berbeda dengan fraktur tripod atau trimalar.

Gejala dari fraktur zigoma antara lain adalah:

Pipi menjadi lebih rata (jika dibandingkan dengan sisi kontralateral atau

sebelum trauma)

Diplopia dan terbatasnya gerakan bola mata

Edem periorbita dan ekimosis

Perdarahan subkonjungtiva

Enoftalmus

Ptosis

Page 17: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

Karena kerusakan saraf infra-orbita

Terbatasnya gerakan mandibula

Emfisema subkutis

Epistaksis karena perdarahan yang terjadi pada antrum

Penanggulangan fraktur tulang zigoma:

Reduksi tidak langsung dari fraktur zigoma:

Pada cara ini reduksi fraktur dilakukan melalui sulkus gingivobukalis.

Dibuat sayatan kecil pada mukosa bukal di belakang tuberositas

maksila. Elevator melengkung dimasukkan di belakang tuberositas

tersebut dan dengan sedikit tekanan tulang zygoma yang fraktur

dikembalikan pada tempatnya. Cara reduksi fraktur ini mudah

dikerjakan dan memberi hasil yang baik.

Reduksi terbuka dari tulang zigoma:

Tulang zigoma yang patah harus ditanggulangi dengan reduksi terbuka

dengan menggunakan kawat atau mini plate. Laserasi yang timbul di

atas zigoma dapat dipakai sebagai marka untuk melakukan insisi

permulaan pada reduksi terbuka tersebut. Adanya fraktur pada rima

orbita inferior, dasar orbita, dapat direkonstruksi dengan melakukan

insisi di bawah palpebra inferior untuk mencapai fraktur di sekitar

tulang orbita tersebut. Tindakan ini harus dilakukan hati-hati karena

dapat merusak bola mata.

3. Fraktur arkus zigoma

Arkus zigoma merupakan bagian dari subunit wajah yang dikenal

sebagai zygomaticomaxillary complex (ZMC), yang memiliki 4 fusi tulang

dengan tengkorak. Fraktur arkus zigoma tidak sulit untuk dikenal sebab

pada tempat ini timbul rasa nyeri waktu bicaraatau mengunyah. Kadang-

kadang timbul trismus. Gejala ini timbul karena terdapatnya perubahan

letak dari arkus zigoma terhadap prosesus koroid dan otot temporal.

Fraktur arkus zigoma yang tertekan atau terdepresi dapat dengan mudah

dikenal dengan palpasi.

Page 18: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

Terdapatnya fraktur arkus zigoma yang ditandai dengan perubahan

tempat dari arkus dapat ditanggulangi dengan melakukan elevasi arkus

zigoma tersebut. Pada tindakan reduksi ini kadang-kadang diperlukan

reduksi terbuka, selanjutnya dipasang kawat baja atau mini plate pada

arkus zigoma yang patah tersebut. Insisi pada reduksi terbuka dilakukan di

atas arkus zigoma, diteruskan ke bawah sampai ke bagian zigoma

preaurikuler.

4. Fraktur tulang maksila (mid-facial)

Maksila (rahang atas) menggambarkan jembatan antara superior

dasar tengkorak dengan bidang oklusal gigi inferior. Hubungan intim

dengan rongga mulut, rongga hidung dan orbita serta banyak struktur yang

terkandung di dalam dan bersebelahan dengannya membuat maksila

merupakan struktur yang penting secara fungsional dan kosmetik. Fraktur

dari tulang maksila ini berpotensi mengancam nyawa karena dapat

menimbulkan gangguan jalan nafas serta perdarahan hebat yang berasal

dari arteri maksilaris interna atau arteri ethmoidalis sering terjadi pada

fraktur maksila. Menstabilkan pasien dengan menangani penyulit yang

serius seperti pada jalan nafas, sistem neurologis, tulang belakang leher

dan perut harus dilakukan segera sebelum pengobatan definitif pada

maksila. Jika kondisi pasien cukup baik sesudah trauma tersebut, reduksi

fraktur maksila biasanya tidak sulit dikerjakan kecuali kerusakan tulang

yang sangat hebat dan disertai infeksi.

Klasifikasi fraktur maksila dibagi menjadi 3 kategori:

a. Fraktur Maksila Le Fort I

Fraktur Le Fort I (fraktur Guerin) meliputi fraktur horizontal

bagian bawah antara maksila dan palatum atau arkus alveolar kompleks.

Garis fraktur berjalan ke belakang melalui lamina pterigoid. Fraktur ini

bisa unilateral atau bilateral. Kerusakan pada fraktur Le Fort akibat arah

trauma dari anteroposterior bawah dapat mengenai nasomaksila dan

zigomatikomaksila vertikal buttress, bagian bawah lamina pterigoid,

Page 19: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

anterolateral maksila, palatum durum, dasar hidung, septum dan

apertura piriformis.

b. Fraktur Maksilla Le Fort II

Garis fraktur Le Fort II (fraktur piramid) berjalan melalui tulang

hidung dan diteruskan ke tulang lakrimalis, dasar orbita, pinggir

infraorbita dan menyebarang ke bagian atas dari sinus maksila juga ke

arah lamina pterigoid sampai ke fossa pterigopalatina. Fraktur pada

lamina kribiformis dan atap sel ethmoid dapat merusak sistem

lakrimalis.

c. Fraktur Maksilla Le Fort III

Fraktur Le Fort III (craniofacial dysjunction) adalah suatu fraktur

yang memisahkan secara lengkap antara tulang dan tulang kranial.

Garis fraktur berjalan melalui sutura nasofrontal diteruskan sepanjang

taut ethmoid melalui fisura orbitalis superior melintang ke arah dinding

lateral ke orbita, sutura zigomatiko frontal dan sutura temporo-

zigomatik. Fraktur Le Fort III ini biasanya bersifat kominutif yang

Page 20: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

disebut kelainan dishface. Fraktur maksila Le Fort III ini sering

menimbulkan komplikasi intrakranial seperti timbulnya pengeluaran

cairan otak melalui atap sel ethmoid dan lamina kribiformis.

Fiksasi dari segmen fraktur yang tidak stabil menjadi strutur yang

stabil adalah tujuan pengobatan bedah definitif pada fraktur maksila.

Prinsip ini tampak sederhana namun menjadi lebih kompleks pada pasien

dengan fraktur luas. Fiksasi yang dipakai pada fraktur maksila ini dapat

berupa:

a. Fiksasi inter maksilar menggunakan kawat baja untuk mengikat gigi.

b. Fiksasi inter maksilar menggunakan kombinasi dari reduksi terbuka dan

pemasangan kawat baja atau mini plate.

c. Fiksasi dengan pin.

Penanggulangan fraktur maksila sangat ditekankan agar rahang atas

dan rahang bawah dapat menutup. Dilakukan fiksasi inter maksilar

sehingga oklusi gigi menjadi sempurna.

5. Fraktur tulang orbita

Fraktur maksila sangat erat hubungannya dengan timbulnya fraktur

orbita terutama pada penderita yang menaiki kendaraan bermotor. Orbita

dibentuk oleh 7 tulang wajah, yaitu tulang frontal, tulang zigoma,tulang

maksila, tulang lakrimal, tulang ethmoid, tualang sphenoid dan tulang

palatina.

Page 21: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

Di dalam orbita, selain bola mata, juga terdapat otot-otot

ekstraokuler, saraf, pembuluh darah, jaringan ikat, dan jaringan lemak,

yang kesemuanya ini berguna untuk menyokong fungsi mata. Orbita

merupakan pelindung bola mata terhadap pengaruh dari dalam dan

belakang, sedangkan dari depan bola mata dilindungi oleh palpebra. Dasar

orbita yang tipis mudah rusak oleh trauma langsung terhadap bola mata,

berakibat timbulnya fraktur blow out dengan herniasi isi orbita ke dalam

antrum maksilaris. Infeksi dalam sinus sphenoidalis dan ethmoidalis dapat

mengikis dinding medialnya yang setipis kertas (lamina papyracea) dan

mengenai isi orbita.

Fraktur orbita ini menimbulkan gejala-gejala berupa:

a. Enoftalmus

b. Eksoftalmus

c. Diplopia

d. Asimetris pada muka

Kelainan ini tidak lazim terdapat pada blow out fracture dari dasar

orbita. Kelainan ini sangat spesifik terdapat pada fraktur yang meliputi

pinggir orbita inferior atau fraktur yang menyebabkan dislokasi zigoma.

e. Gangguan saraf sensoris

Hipestesia dan anestesia dari saraf sensoris nervus infra orbitalis

berhubungan erat dengan fraktur yang terdapat pada dasar orbita. Bila

pada fraktur timbul kelainan ini, sangat mungkin sudah mengenai

Page 22: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

kanalis infra orbitalis. Selanjutnya gangguan fungsi nervus infra orbita

sangat mungkin disebabkan oleh timbulnya kerusakan pada rima orbita.

6. Fraktur tulang mandibula

Fraktur ini disebabkan oleh kondisi mandibula yang terpisah dari

kranium. Penanganan fraktur mandibula ini sangat penting terutama untuk

mendapatkan efek kosmetik yang memuaskan, oklusi gigi yang sempurna,

proses mengunyah dan menelan yang sempurna.

Diagnosis fraktur mandibula tidak sulit, ditegakkan berdasarkan

adanya riwayat kerusakan rahang bawah dengan memperhatikan gejala

sebagai berikut:

a. Pembengkakan, ekimosis ataupun laserasi pada kulit yang meliputi

mandibula

b. Rasa nyeri yang disebabkan kerusakan pada nervus alveolaris inferior

c. Anestesia dapat terjadi pada satu bibir bawah, pada gusi atau pada gigi

dimana nervus alveolaris inferior menjadi rusak

d. Maloklusi, adanya fraktur mandibula sangat sering menimbulkan

maloklusi

e. Gangguan morbilitas atau adanya krepitasi

f. Rasa nyeri saat mengunyah

g. Gangguan jalan nafas, kerusakan hebat pada mandibula menyebabkan

perubahan posisi, trismus, hematoma, serta edema pada jaringan lunak

Perbaikan fraktur mandibula menerapkan prinsip-prinsip umum

pembidaian mandibula dengan geligi utuh terhadap maksila. Lengkung

geligi atas biasanya diikatkan pada lengkung gigi bawah memakai batang-

batang lengkung ligasi dengan kawat. Batang-batang lengkung ini

memiliki kait kecil yang dapat menerima simpai kawat atau elastis guna

mengikatkan lengkung gigi atas ke lengkung kiki bawah. Fraktur

mandibula yang lebih kompleks mungkin memerlukan reduksi terbuka dan

pemasangan kawat ataupun pelat secara langsung pada fragmen-fragmen

Page 23: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

guna mencapai stabilitas, disamping melakukan fiksasi intermaksilaris

dengan batang-batang lengkung.

Skoring fraktur mandibula

7. Diagnosis dan Tata Laksana

Perawatan awal bergantung pada kepatahan cedera. Cedera rahang

wajah dan sedera laring dapat bervariasi mulai dari fraktur tulang hidung

tanpa epistaksis bermakna dan hanya dengan deeformitas hidung minor

hingga cedera remuk wajah yang paling luas dimana melibatkan secara luas

seluruh kepala dan leher. Perawatan awal berupa evaluasi umum secara cepat

dari tanda-tanda vital pasien dan bila perlu pelaksanaan tindakan-tindakan

dasar penyokong hidup (Tekelioglu et al., 2013).

Page 24: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

Pemeliharaan jalan nafas merupakan prioritas pertama dan dapat

memerlukan penghisapan rongga mulut dan hidung untuk mengeluarkan

darah atau debris lainnya. Bila pasien dalam keadaan koma atau bila fraktur

mandibula mengakibatkan dasar mulut menjadi tidak stabil disertai prolaps

lidah ke dalam faring, maka suatu jalan nafas oral mungkin diperlukan. Jika

untuk alasan apapun suatu jalan nafas oral ternyata tidak memuasakan dan

ventilasi trakea merupakan keharusan maka intubasi endotrakea merupakan

metode terpilih. Trakeostomi darurat perlu dihindarkan bila mungkin, oleh

karena prosedur ini penuh bahaya jika operator tidak btul-betul mengenal

anatomi dan telah berpengalaman dalam teknik bedah ini. Trakeostomi

darurat perlu harus dibatasi pada keadaan dimana segala tindakan lain telah

gagal atau jika dicurigai terjadi cedera laring (Tekelioglu et al., 2013).

Prioritas kedua dalam penatalaksanaan awal pasien trauma adalah

pemeliharaan curah jantung yang memadai. Penyebab tersering dari curah

jantung yang tidak adekuat pada pasien trauma adalah syok hipovolemik.

Keadaan ini biasany berespon dengan penggantian volume dan tindakan

hemostatik yang tepat. Setelah stabilitas tercapai maka menyusul tindakan

resusitatif awal, dilakukan pemeriksaan kepala dan leher secara sistematis

(Jayita et al., 2013).

o Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Seperti cedera pada sistem organ lain, maka evaluasi awal pada

trauma kepala dan leher memerlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik

yang lengkap dan akurat. Riwayat peristiwa trauma harus termasuk saat

cedera serta deskripsi rinci mengenai keadaan sekeliling pada saat insiden

terjadi. Detil seperti apakah pasien mengenakan sabuk pengaman,

kecepatan kendaraan, dapat memberi petunjuk cedera yang harus dicari

(Ranganath et al., 2011).

Pemeriksaan fisik harus dilakukan sesegera mungkin oleh karena

pembengkakan akan menyamarkan deformitas tulang maupun tulang

rawan. Hal pertama yang harus diamati adalah status kesadaran pasien,

oleh karena adanya cedera otak merupakan prioritas pertama dalam

Page 25: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

penatalaksanaan pasien setelah fungsi pernapasan dan kardiovaskular

stabil. Jaringan lunak yang menutup kepala dan leher perlu di inspeksi

secara cermat dan menyeluruh guna mencari laserasi termasuk bagian

dalam telinga, hidung dan mulut. Mobilitas wajah perlu perhatian khusus

karena ada tidaknya paralisis saraf ketujuh sangat penting artinya dalam

penatalaksanaan pasien berikutnya. Semua luka perlu dieksplorasi cukup

dalam untuk menentukan apakah ada cedera tulang atau tulang menjadi

terpapar atau apakah terdapat benda asing dalam luka (de Melo et al.,

2013).

Pemeriksaan mempalpasi seluruh kepala dan leher mulai dari puncak

kepala dan bergerak kebawah, untuk mencari fraktur yang tergeser atau

struktur gerak yang abnormal. Integritas sutura frontozigomatikus perlu

diperhatikan, dimana biasanya mengalami fraktur. Perhatian khusus

diarahkan pada daerah frontal dimana fraktur sinus dapat menimbulkan

komplikasi intrakranial yang cukup bermakna, seperti fistula cairan

cerebrospinal, yang mana memerlukan penanganan segera. Fraktur sinus

frontalis biasanya ditandai dengan suatu lekukan pada daerah tengah dahi.

Terkadang fragmen-fragmen fraktur dapat dipalpasi pada lapisan

epidermis, atau sedalam luka jaringan lunak. Pada palpasi hidung, perlu

diperhatikan adanya deformitas tulang atau gerakan abnormal, khususnya

septum. Mobilitas septum paling baik ditentukan dengan memegang

septum anterior dengan ibu jari dan jari tengah dan ditekan dari samping.

Pipi perlu dipalpasi apakah ada nyeri tekan yang biasanya menunjukan

fraktur zigoma. Seluruh mandibula seharusnya dipalpasi untuk

menentukan ada nyeri tekan yang mengesankan fraktur. Gerakan

mandibula yang abnormal ataupun fraktur tergeser dapat juag diketahui

dari palpasi. Gigi perlu diperiksa apakah ada gerakan abnormal ataupun

peka nyeri oleh karena fraktur dan luksasi gigi memerlukan penanganan

segera. Leher perlu dipalpasi untuk menentukan apakah ada udara bebas

yang memberi kesan ruptur percabangan trakeobronkhial, serta untuk

Page 26: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

mencari krepitasi atau nyeri tekan di atas laring yang mengesankan fraktur

laring (de Melo et al., 2013).

Cedera vertebra cervikalis, seperti cedera ataupun dislokasi dapat

disyaratkan oleh spasme otot tengkuk, namun hal itu tidak selalu terjadi.

Dianjurkan imobilisasi pada cedera berat adalah seolah-olah telah terjadi

suatu cedera vertebra servikalis, sampai secara radiografi dan klinis dapat

dibuktikan bahwa vertebra servikalis dalam keadaan normal (Rusman et

al., 2014).

o Pemeriksaan radiografi

Pemeriksaan radiografi dan pemeriksaan lainnya dapat membantu

mencapai diagnosis yang akurat setelah dilakukan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Fraktur hidung biasanya paling baik terlihat dengan

radiogram lateral, sementara fraktur sepertiga tengah wajah dan sinus

paranasal paling jelas diperlihatkan dengan proyeksi waters. Penilaian

laminagrafik dapat sangat membantu dalam usaha menentukan apakah ada

fraktur dasar orbit ataupun fossa kranii anterior. Fraktur mandibula paling

jelas terlihat dalam pandangan oblik atau lebih disukai dengan radiogram

panoramik. CT scan mungkin akan sangat membantu dalam mendiagnosis

cedera tulang wajah ataupun laring. Laserasi pipi yang hebat dapat

dievaluasi menggunakan teknik sialografi guna menentukan apakah duktus

parotis masih utuh (Navaneetham et al., 2009).

o Prioritas tindakan

Dalam perawatan pasien trauma telah dikembangkan suatu skala

prioritas yang sangat jelas menyusul tindakan resusitasi yang bertujuan

menstabilkan jalan napas dan mempertahankan curah jantung. Urutannya

adalah: a. Evaluasi dan penanganan tiap cedera SSP, b. Evaluasi dan

penanganan tiap cedera abdomen ataupun toraks, c. Penanganan trauma

pada jaringan lunak, wajah dan ekstremitas dan d. Reduksi dan fiksasi dari

fraktur wajah dan ekstremitas. Bilamana diterapkan pada kasus trauma

wajah maka panduan ini mengharuskan luka jaringan lunak ditutup dalam

empat hingga enam jam pertama setelah cedera (Mall et al., 2014).

Page 27: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

Pasien dengan fraktur panfacial biasanya stabil setelah masuk rumah

sakit tetapi sebanyak 35% dari mereka memerlukan alat bantu saluran

napas selama jam berikutnya. Cedera midface/Le Fort III dan patah tulang

mandibula dapat menyebabkan obstruksi jalan napas bagian atas. Airway

harus diamankan pada cedera midface dan terutama pada trauma panfacial,

terutama rahang di garis fraktur, memerlukan perhatian khusus. Teknik

intubasi yang berbeda serta modalitas bedah untuk saluran napas telah

dijelaskan dalam berbagai literatur. Penelitian besar telah menunjukkan

bahwa pada kebanyakan kasus trauma maksilofasial, jalan nafas

diamankan dengan (oro/naso) intubasi trakea (80%), sedangkan cara lain

adalah dengan cricothyrotomy darurat (8%) atau tracheostomy (6%) yang

lebih sedikit tersedia. Di sisi lain, rute oral untuk intubasi trakea bisa lebih

aman dalam beberapa cedera maksilofasial terutama pada bidang bedah

dan oklusi dengan gigi yang kadang-kadang diperlukan untuk stabilisasi

fraktur maksila dan mandibula (Deka et al., 2015).

8. Ringkasan

Page 28: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur
Page 29: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur
Page 30: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur
Page 31: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

DAFTAR PUSTAKA

1. Sourav S, Vandana D, Surgical Approaches and Management of Panfacial

Trauma : A Case Report. Journal of Clinical and Diagnostic Research.

2015;9(8):ZD13-ZD14

2. Ranganath K, Kumar HRH, The Correction of Post-Traumatic Pan Facial

Residual Deformity. J. Maxillofac. Oral Surg. 2011;10(1):20-24

3. Yadav SK, et al. Rogue-Elephant-Inflicted Panfacial Injuries : A Rare

Case Report. Case Report in Dentistry. 2012. doi:10.1155/2012/127957

4. Asnani U, et al. Panfacial Trauma - A Case Report. International Journal

of Dental Clinics. 2010;2(2):35-38

5. Erdem G, et al. Minimally invasive approaches in severe panfacial

fractures. Turkish Journal of Trauma & Emergency Surgery.

2010;16(6):541-545

6. Jayita P, et al. Bilateral Sphenopalatine Artery Embolisation in Panfacial

fractures-a case report. International Journal of Collaborative Research

on Internal Medicine Public Health .2013;5(1):30-36

7. Mall BB, et al. Panfacial Trauma-A Flexible Surgical Approach. Journal

of Universal College of Medical Sciences. 2014;2(3):41-44

8. Amaral MB, et al. Superolateral dislocation of the intact mandibular

condyle associated with panfacial fracture: a case report and literature

view. Dental Traumatology. 2011;27: 235-240 doi: 10.1111/j.1600-

9657.2011.00980.x

9. de Melo WM, et al. Using the “Bottom-Up and Outside-In” Sequence for

Panfacial Fracture Management: Does It Provide a Clinical Sgnificance ?.

The Journal of Craniofacial Surgery . 2013;24(5):e479-e481

10. Anwer HMF, et al. Submandibular approach for tracheal intubation in

patients with panfacial fractures. British Journal of Anaesthesia.

2007;98(6):835-40

11. Navaneetham, et al. Submental intubation the answer to panfacial trauma.

Department Of Oral & Maxillofacial Surgery. 2009

Page 32: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

12. Deka D, et al. Submental intubation: A solution for anesthetic dilemma in

mid- and panfacial fractures. Journal of Medical Society. 2015:29(1):23-

25

13. Premalatha MS, et al. Submental intubation in patients with panfacial

fractures: A prospective study. Indian Journal of Anaesthesia.

2011;55(3):299-304

14. Babu I, et al. Submental tracheal intubation in a case of panfacial trauma.

Kathmandu University Medical Journal. 2008;6(1):102-104

15. Rusman B, et al. Wire internal fixation: an absolete, yet valuable method

for surgical management of facial fractures. Pan African Medical Journal.

2014; 17:219 doi:10.11604/pamj.2014.17.219.3398

16. Chauhan A, et al. Submandibular intubation in pan-facial trauma patients:

an alternative approach for intraoperative airway management.

International Journal of Research and Development in Pharmacy and Life

Sciences. 2015;4(3):1549-1558

17. Deepak K, et al. (2013). Update on Craniomaxillofacial Trauma. North

Memorial Trauma Updat, July Vol 21.

18. Kris SM, et al. (2009). Facial Trauma, Maxillary and Le Fort Fractures.

Division of Facial Plastic and Reconstructive Surgery, Department of

Otolaryngology-Head and Neck Surgery, University of Washington

School of Medicine; Clinical Associate Professor of Surgery, Division of

Head and Neck Surgery, University of California, San Diego

19. Hassani A, Motamedi MHK. Salient Points to Observe in Panfacial

Fracture Management. Trauma Monthly. 2012;17(3):361-2. DOI:

10.5812/traumamon.8090

20. Abhishek S, et al. (2012). Transmylohoid/Submental Endotracheal

Intubation in Pan-facial Trauma: A Paradigm Shift in Airway

Management with Prospective Study of 35 Cases. Indian Journal

Otolaryngol Head Neck Surg (July–Sept 2013) 65(3):255–259.

Page 33: Preskas Bedah Plastik Panfacial Fraktur

21. Béogo R, et al. Associated injuries in patients with facial fractures: a

review of 604 patients. Pan African Medical Journal. 2013;16:119

doi:10.11604/pamj.2013.16.119.3379

22. Arslan ED, et al. Assesment of maxillofacial trauma in emergency

department. World Journal of Emergency Surgery. 2014; 9(13)

23. Udeabor SE, et al. Maxillofacial Fractures: Etiology, Pattern of

Presentation, and Treatment in University of Port Harcourt Teaching

Hospital, Port Harcourt, Nigeria. Journal of Dental Surgery. 2014;

24. Deliverska EG, Rubiev M. Facial Fractures and Related Injuries in

Department of Maxillo-facial Surgery, University Hospital ‘St. Anna’,

Sofia. Journal of IMAB- Annual Proceeding (Scientific Papers).

2013;19(2):289-291

25. Tekelioglu UY, et al. Submental Orotracheal Intubation in Maxillofacial

Fracture Surgery: Report of Two Cases. Turk J Reanim. 2013; 41:232-4