PROSES PENUAAN
-
Upload
kumihos-my-name -
Category
Documents
-
view
83 -
download
16
Transcript of PROSES PENUAAN
PROSES PENUAAN
Teori-teori tentang Penuaan
Telah banyak dikemukakan tentang teori penuaan, namun tidak semua dari
teori yang dikemukakan itu diterima.Teori penuaan dibagi menjadi teori biologis
dan teori psikologis.
Teori Biologis
1. Teori Jam Genetik
Menurut Hayflick (1965), setiap makhluk hidup memiliki berjuta- juta sel
dalam tubuhnya.Sel tidak hanya dapat melakukan pembelahan secara terus
menerus, tetapi sel juga dapat mengalami kerusakan bahkan kematian dan
akan digantikan dengan sel baru.Secara genetik sudah terprogram bahwa
material di dalam inti sel diakatakan bagaikan memiliki jam genetis terkait
dengan frekuensi mitosis.Teori ini didasarkan pada kenyataaan bahwa
spesies- spesies tertentu memiliki harapan hidup ( life span ) yang tertentu
pula.Manusia yang memiliki rentang kehidupan maksimal sekitar 110
tahun, sel-selnya diperkirakan hanya mampu membelah sekitar 50 kali dan
sesudah itu akan mengalami deteriorasi.Dari teori ini dapat dikatakan
bahwa sel memiliki batas dalam proses membelah diri.Saat sel- sel itu
sudah tidak dapat memperbaharui dirinya, sel akan mengalami kerusakan
dan kematian yang menandakan proses penuaan pada seluruh jaringan
tubuh.
2. Teori Interaksi Seluler
Teori ini menjelaskan bahwa sel-sel satu dengan yang lainnya saling
berhubungan, berinteraksi dan mempengaruhi.Keadaan tubuh akan baik-
baik saja selama sel- sel masih berfungsi dalam suatu harmoni.Akan tetapi,
jika keharmonian itu tidak terjadi lagi, maka akan terjadi kegagalan
mekanisme feed back di mana lambat laun sel - sel akan mengalami
degenarasi ( Berger, 1994 ).
3. Teori Mutagenesis Somatik
1
Teori ini menjelaskan bahwa begitu terjadi pembelahan sel secara mitosis,
akan terjadi mutasi spontan yang terus menerus berlangsung dan akhirnya
mengarah pada kematian sel.
4. Teori Eror Katastrop
Teori ini menjelaskan bahwa eror akn terjadi pada struktur DNA, RNA,
dan sintesis protein.Masing- masing eror akan saling menambah pada eror
yang lainnya dan berkulminasi dalam eror yang bersifat katastrop ( Kane,
1994 ).
5. Teori Pemakaian dan Keausan
Teori biologis yang paling tua adalah teori pemakaian dan keausan
( tear and wear ) di mana tahun demi tahun hal ini berlangsung dan lama
kelamaan akan timbul deteriorasi.
Teori Wear and Tear disebut juga teori Pakai dan Lepas. Teori ini
memberi kesan bahwa hilangnya sel secara normal akibat dari perubahan
dalam kehidupan sehari-hari dan penumpukan rangsang subletal dalam sel
yang berakhir dengan kegagalan sistem yang cukup besar sehingga
keseluruhan organisme akan mati.Teori ini memberikan penjelasan yang
baik mengapa kegagalan jantung dan system saraf sentral merupakan
penyebab yang sering pada kematian sel-sel yang mempunyai fungsi
penting pada jaringan ini tidak mempunyai kemampuaan regenerasi.Teori
ini sama sekali tergantung pada pandangan statistik penuaan. Pada teori ini
kita mempunyai harapan hidup yang sama bagi setiap individu, namun
perubahan panjang umur setiap individu diakibatkan oleh perubahan pola
hidup dari individu itu sendiri.
6. Teori Radikal Bebas
Berdasarkan penelitian Gomberg dan ilmuwan lainnya, istilah
radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil,
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan diorbit
luarnya. Molekul tersebut bersifat reaktif dalam mencari pasangan
elektronnya. Jika sudah terbentuk dalam tubuh maka akan terjadi reaksi
2
berantai dan menghasilkan radikal bebas baru yang akhirnya jumlahnya
terus bertambah.
Oksigen yang kita hirup akan diubah oleh sel tubuh secara konstan
menjadi senyawa yang sangat reaktif , dikenal sebagai senyawa reaktif
oksigen yang diterjemahkan dari reactive oxygen species (ROS), satu
bentuk radikal bebas. Peristiwa ini berlangsung saat proses sintesa energi
oleh mitokondria atau proses detoksifikasi yang melibatkan enzim
sitokrom P-450 di hati. Produksi ROS secara fisiologis ini merupakan
konsekuensi logis dalam kehidupan aerobik.
Sebagian ROS berasal dari proses fisiologis tersebut (ROS
endogen) dan lainnya adalah ROS eksogen, seperti berbagai polutan
lingkungan (emisi kendaraan bermotor dan industri, asbes, asap rokok dan
lain-lain), radiasi ionisasi, infeksi bakteri, jamur dan virus, serta paparan
zat kimia ( termasuk obat) yang bersifat mengoksidasi. Ada berbagai jenis
ROS, contohnya adalah superoksida anion, hidroksil, peroksil, hydrogen
peroksida, singlet oksigen, dan lain sebagainya.
Didalam tubuh manusia sendiri juga dilengkapi oleh system
defensive terhadap radikal bebas tersebut berupa perangkat antioksidan
enzimatis (gluthatione, ubiquinol, catalase, superoxide dismutase,
hydroperoksidase dan lain sebagainya). Antioksidan enzimatis endogen ini
pertama kali dikemukakan oleh J.M. Mc Cord dan I.Fridovich yang
menemukan enzim antioksidan alami dalam tubuh manusia dengan nama
superoksida dismutase (SOD). Hanya dalam waktu singkat setelah teori
tersebut disampaikan, selanjutkan ditemukan enzim-enzim antioksidan
endogen lainnya seperti glutation peroksidase dan katalase yang mengubah
hydrogen peroksidase menjadi air dan oksigen.
Sebenarnya radikal bebas, termasuk ROS, penting artinya bagi
kesehatan dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi peradangan,
membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah
dan organ-organ dalam tubuh kita. Namun bila dihasilkan melebihi batas
kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dia akan menyerang sel itu
3
sendiri. Struktur sel yang berubah turut merubah fungsinya, yang akan
mengarah pada proses munculnya penyakit.
7. Teori Sintesis Protein
Proses penuaan juga mempengaruhi sintesis protein dalam
tubuh.Di mana akibat dari penuaan, protein dalam tubuh terutama kolagen
dan elastin menjadi kurang fleksibel dan elastin. . Hal tersebut juga
mengenai jaringan tertentu misalnya saja kulit, kartilago yang kehilangan
elastisitasnya pada lansia sehingga kehilangan flexibilitasnya dan menjadi
lebih tebal.
8. Teori Sistem Imun
Sistem imunitas ialah kemampuan tubuh dalam merespon segala
sesuatu yang masuk kedalam tubuh serta kemampuan untuk
mempertahankan keadaan agar tubuh tetap dalam keadaan normalnya.
Sistem yang terbagi menjadi sistem imun spesifik dan non-spesifik ini,
akan mengalami hal yang sama seperti sistem yang lainnya akibat dari
proses penuaan yaitu kemunduran. Hal itu yang menyebabkan pada
umumnya lansia sangat rentan terhadap berbagai macam penyakit. Jika
terjadi kemunduran pada sistem limfatik khususnya sel darah putih maka
merupakan kemunduran yang besar pada proses penuaan.
Hal ini dimanifestasikan dengan meningkatnya infeksi, penyakit
autoimun dan kanker.Namun ada juga orang yang sudah usia lansia tetapi
masih memiliki kesehatan yang hampir sama dengan orang yang berusia
muda.Hal ini disebabkan mungkin perbedaan asupan nutrisi dan pola
hidup orang yang berbeda – beda. Perlu diketahui juga bahwa, sistem
imunitas seseorang secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi proses
menua. Misalnya saja infeksi yang menyerang organ tertentu, sehingga
mengakibatkan terjadinya penyakit yang kemudian memacu terjadinya
proses menua. Jadi dapat disimpulkan, bahwa terdapat hubungan timbal
balik antara sisterm imun dengan proses menua.
4
Teori Psikososial
1. Disengagement theory
Kelompok teori ini dimulai dari University of Chicago, yaitu
Disengagement Theory yang menyatakan bahwa individu dan masyarakat
mengalami disengagement dalam suatu mutual withdrawl atau menarik
diri.Memasuki usia tua, individu akan mulai menarik dirinya dari
masyarakat , sehingga memungkinkan individu untuk emnyimpan lebih
banyak aktivitas- aktivitas yan berfokus pada dirinya dalam memenuhi
kestabilan pada stadium ini.
2. Teori aktivitas
Konsep diri seseorang bergantung pada aktivitasnya dalam berbagai
peran.Apabila ini hilang, maka akan berakibat negatif terhadap kepuasan
hidupnya.
Proses Penuaan pada Tingkat Sel
Seperti layaknya manusia yang tumbuh semakin lama akan semakin tua,
begitu pula dengan sel yang juga akan mengalami pertumbuhan semakin lama
akan semakin tua dan pada akhirnya sel- sel itu mengalami kematian sel.Kematian
sel itu bergantung pada masing- masing jenis sel yang membentuk dan menyusun
jaringan tubuh.
Sel yang menua memiliki ciri- ciri yaitu bentuknya mengecil, sintesis
protein yang biasanya berlangsung di dalam sel prosesnya melambat, badan golgi
kemudian akan pecah, mitokondria mengalami fragmentasi, sehingga pada
akhirnya sel yang bersangkutan akan mati bahkan lambat laun sel menghilang
akibat dari proses penyerapan dalam jaringan tubuh.Saat sel- sel menajdi tua juga
terjadi sel- sel parenkim menyusut, ketidakteraturan dalam jumlah dan ukuran sel
pun nampak.Khusus sel saraf atau ganglion terjadi pengurangan butir Nisl,
penggumpalan kromatin, penambahan pigmen lipofusin, vakuolisasi protoplasma,
dan organel yang berkurang.jaringan ikat ekstraseluler juga semakin mengeras
5
yang selanjutnya menghambat sirkulasi dan nutrisi jaringa.Secara mikroskopis
elektron dapat diamati adanya pengurangan kadar RNA yang berfungsi sebagai
pusat dari metabolisme sel.
Setiap jenis sel tubuh memiliki usia berbeda- beda.Misalnya mukosa
saluran pencernaan yang memiliki usia sangat pendek, yaitu hanya sekitar 1,5
hari, sel eritrosit yang hanya bisa mnecapai 4 bulan, dan ada sel yang berusia
sangat lama yaitu sel saraf yang bisa mencapai usia 100 tahun.
Untuk sel- sel imun dalam tubuh semakin bertambahnya usia maka
jumlahnya akan semakin banyak, namun fungsinya akan berkurang sejalan
dengan usia.Hal ini antara lain berakibat bahwa semakin tua umur seseorang,
maka akan semakin mudah terserang penyakit infeksi dibanding mereka yang
lebih muda.
Secara umum dapat dikatakan bahwa sel- sel setelah melalui masa dewasa,
maka sel- sel jaringan tubuh ini akan mulai menua.Pada masa dewasa, sel
mengalami maturasi atau pematangan.Sebagai contoh, sel saraf tidak bereproduksi
lagi, sehingga pada masa ini apabila seseorang mengalami cidera atau penyakit
tertentu, maka akan berakibat pada kematian sel saraf itu.Sel saraf yang
mengalami kematian atau pun kerusakan tidak akan tergantikan lagi dan
fungsinya akan diambil alih oleh sel- sel yang tertinggal.Dalam hal ini dapat
dikatakan adanya kerja ekstra dari sel- sel yang tertinggal tersebut sehingga sel –
sel yang bersangkutan akan mengalaimi proses penuaan yang lebih cepat
lagi.Kemudian sejalan dengan usia, organ tubuh akan kehilangan sebagian untuk
berfungsi secara optimal, sehingga secara keseluruhan fungsi tubuh juga akan
semakin berkurang.
Sel saraf berbeda dengan sel - sel hati dan pankreas yang akan terus
mengalami reproduksi walaupun seseorang telah mencapai usia matur dan hal ini
sangat jauh berbeda dengan sel – sel otak dan saraf yang telah dijelaskan di
atas.Dalam kaitan usia biologis, terdapat pada ahli yang mnegemukakan teori
seperti yang telah dibahas di atas bahwa setiap orang yang terlahir memiliki jam
6
genetik tertentu yang berfungsi untuk mempengaruhi panjang pendeknya peluang
usia seseorang.
Pembuluh darah adalah salah satu organ yang juga mengalami proses
menua. Perubahan yang terjadi dalam proses ini meliputi perubahan struktur dan
mekanik dan atau fungsi dari dinding pembuluh darah. Akibat yang ditimbulkan
dari proses ini antara lain penebalan dinding dengan peningkatan kekakuan, lumen
yang melebar dan kemudian diikuti dengan penurunan vascular.
Perubahan pada pembuluh darah yang menua ini mengakibatkan
peningkatan tekanan darah (hipertensi) dan penumpukan plak aterosklerosis yang
berujung pada penyakit kardio vaskuler lainnya seperti penyakit jantung koroner,
infark jantung, stroke dan penyakit pembuluh darah lainnya.
Seperti pada teori penuaan organ, pada proses penuaan pembuluh darah
ini, ada faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan ada faktor yang dapat
dimodifikasi. Faktor risiko penuaan arteri yang dapat dimodifikasi dianggap sama
dengan faktor risiko konvensional untuk penyakit pembuluh darah antara lain
merokok, aktifitas fisik yang rendah, pecandu alkohol, faktor diet, dislipidemia
(hiper, rasio HDL : LDL yang rendah) kegemukan dan sebagainya. Sehingga
beberapa peneliti memberikan saran yang sama untuk mengurangi risiko penuaan
arteri yaitu dengan memperbaiki gaya hidup.
Beberapa faktor gizi yang dianggap berpengaruh terhadap penuaan
pembuluh darah adalah makanan yang memberikan risiko terhadap kejadian
penyakit pembuluh darah. Makanan yang dapat meningkatkan risiko penyakit
adalah makanan yang bersifat aterogenik seperti, karbohidrat khususnya yang
bernilai indek glisemik tinggi, dan atau memberikan jumlah asupan energi yang
tinggi, walaupun hal ini hanya terbatas pada timbulnya penyakit stroke
hemorrhagic. Berikutnya yang termasuk juga makanan yang bersifat aterogenik
adalah campuran lemak seperti misalnya kombinasi antara 0.3% kolesterol, 9%
minyak kelapa dan 1% minyak jagung atau makanan yang mengandung kolesterol
7
yang tinggi (Henderson et al., 2004). Tetapi di pihak lain, ada nutrient yang
dikatakan bersifat ateroprotektif antara lain omega 3, folat, minyak kelapa murni
(virgin coconut oil), flavonoid dan atau antioksidan lainnya dan jumlah asupan
energi yang dibatasi dapat mencegah proses penuaan pembuluh darah.
Proses Penuaan Rongga Mulut
Penuaan sel-sel ditandai dengan adanya penuaan pada organ dan jaringan
tubuh secara keseluruhan, termasuk penuaan pada rongga mulut yang terbagi
menjadi jaringan keras dan jaringan lunak.Jaringan lunak terdiri dari mukosa,
gingiva, kelenjar saliva, lidah, dan ligamen periodontal sedangkan jaringan keras
terdiri dari tulang alveolar dan gigi yang tersusun dari enamel(email), dentin, dan
pulpa.
Penuaan Jaringan Lunak Rongga Mulut
a) Mukosa
Mukosa mulut manusia dilapisi oleh sel epitel yang berfungsi
terutama sebagai barier terhadap pengaruh-pengaruh dari lingkungan
dalam dan luar mulut (Pederson dan Loe, 1986).
Pertambahan usia menyebabkan epitel pada mukosa mulut
mengalami penipisan, berkurangnya keratinisasi, berkurangnya kapiler dan
suplai darah, penebalan serabut kolagen pada lamina propria.
Akibatnya secara klinis mukosa mulut memperlihatkan kondisi
yang menjadi lebih pucat, tipis kering, dengan proses penyembuhan yang
melambat. Hal ini menyebabkan mukosa mulut lebih mudah mengalami
iritasi terhadap tekanan ataupun gesekan, yang diperparah dengan
berkurangnya aliran saliva (Silverman, 1965)
b) Lidah
c) Kelenjar saliva
8
Keluhan mulut kering sering ditemukan pada usia lanjut.Keadaan
ini disebabkan oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva yang
sesuai dengan pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva
dan mnegubah komposisinya menjadi lebih sedikit.
Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses aging yaitu
ditandai dengan perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, di
mana kelenjar parenkimnya hilang dan digantikan oleh jaringan lemak dan
penyambung, lining sel duktus intermediate mengalami atropi dan keadaan
inilah yang mengakibatkan pengurangan aliran saliva.
d) Ligamen periodontal
Komponen jaringan ikat pada ligamen periodontal juga mengalami
perubahan akibat usia. Perubahan pada ligamen periodontal yang berkaitan
dengan lanjut usia yaitu berkurangnya fibroblas dan strukturnya lebih
irregular, berkurangnya produksi matriks organik dan sisa sel epitel serta
meningkatnya jumlah serat elastis. Perubahan lain pada struktur ini
termasuk penurunan kepadatan sel dan aktivitas mitosis, dan hilangnya
asam mukopolisakarida. Semakin dikit gigi yang masih ada akan semakin
besar proporsi beban oklusalnya, hal ini mengakibatkan melebarnya
ligament periodontal dan meningkatnya mobilitas gigi.
Namun penemuan lebih lanjut tentang efek dari usia pada lebar
ligamen periodontal ternyata bertentangan. Beberapa penelitian
melaporkan peningkatan sejalan dengan usia sementara yang lain
melaporkan penurunan. Bagaimanapun, sekarang telah dipastikan bahwa
lebar dari ligamen periodontal berhubungan dengan fungsi yang
dibutuhkan oleh gigi. Faktor perbedaan beban oklusal mungkin merupakan
penyebab hasil penelitian yang saling bertentangan ini. Oleh sebab itu,
semakin sedikit gigi yang masih ada akan semakin besar proporsi beban
oklusalnya. Hal ini akan mengakibatkan melebarnya ligamen periodontal
dan meningkatnya mobilitas gigi. Pada keadaan seperti ini, gigi yang
goyang tidak mesti mempunyai prognosis yang buruk. Juga telah
9
dilaporkan bahwa tekanan pengunyahan menurun sejalan dengan usia,
yang ikut berpengaruh pada penurunan lebar ligamen periodontal.
Jaringan periodontal pasien lansia yang masih bergigi mempunyai
kapasitas untuk bertahan, mengatasi, dan memperbaiki kerusakan akibat
penyakit periodontal, tetapi perubahan akibat proses penuaan
menunjukkan adanya peningkatan keretanan. Penelitian menunjukkan
bahwa prevalensi dan keparahan dari penyakit periodontal meningkat
sejalan dengan usia.
Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa insidensi penyakit
periodontal meningkat seiring bertambahnya usia. Walaupun
berkurangnya perlekatan liigamen periodontal meningkat pada orang-
orang lanjut usia, tetapi kerusakan yang berat hanya ditemukan pada
sedikit tempat dan hanya mengenai sebagian subjek kecil penelitian.
Belum jelas apakah perubahan pada ligamen periodontal ini disebabkan
oleh efek kumulatif dari penyakit periodontal selama bertahun-tahun atau
karena menurunnya pertahanan hospes akibat proses penuaan.
Bertambahnya insidensi penyakit sistemik dan obat-obatan yang
digunakan untuk mengobati penyakit sistemik ini, juga dapat
menimbulkan efek merugikan terhadap pertahanan hospes pada orang-
orang lanjut usia. Beberapa ahli menganggap bertambahnya usia sebagai
faktor resiko terjadinya penyakit peridontal karena penyakit periodontal
berkaitan dengan perubahan jaringan periodontal, yang secara teoritis
dapat mengubah respon hospes. Sebagai contoh, lebar ligamen periodontal
bertambah dan terjadi penurunan kemampuan penyembuhan karena proses
metabolik melambat secara fisiologis. Peran beberapa organisme yang
yang diduga patogen terhadap jaringan periodontal mungkin berubah
dengan bertambahnya usia, walaupun belum jelas apakah hal ini
disebabkan oleh proses penuaan itu sendiri atau bukan. Meskipun
demikian, ada banyak bukti bahwa kesehatan jaringan periodontal dapat
dipelihara seumur hidup bila tidak ada faktor etiologi lokal yang
menyertai.
10
e) Gingiva
Epithelium Gingiva.
Penipisan dan penurunan keratinisasi pada epithelium gingiva dilaporkan
dengan usia. Penemuan-penemuan yang significan tersebut dapat berisi
sebuah peningkatan dalam permeabilitas epithelium pada antigens
bacterial, penurunan resistensi pada trauma fungsional atau keduanya.
Perubahan dengan aging termasuk flattening (pendataran) atau
pengumpulan retepeg dan merubah densitas sel.
Efek aging pada daerah junctional epithelium telah menjadi subjek pada
banyak spekulasi. Migrasi junctional epithelium dari posisinya, sebagai
contoh pada enamel, ke posisi apical lainnya pada permukaan akar dengan
disertai resesi gingiva. Luas dari attached gingiva akan diharapkan
berkurang dengan usia, namun sebaliknya muncul sebagai suatu
kebenaran. Migrasi pada junctional epithelium dipermukaan akar dapat
disebabkan oleh erupsi gigi melalui gingiva pada suatu pertahanan kontak
oklusal dengan gigi lawannya (erupsi pasif) sebagai suatu hasil pada
permukaan gigi yang hilang dari atrisi. Resesi gingiva bukan merupakan
proses fisiologi dari aging namun dijelaskan oleh efek kumulatif inflamasi
atau trauma pada periodonsium.
Jaringan Ikat Gingiva.
Meningkatnya usia menyebabkan kekasaran serta penebalan pada jaringan
ikat gingival. Perubahan kualitatif dan kuantitatif pada kolagen termasuk
peningkatan rata-rata soluble menjadi insoluble collagen. Meningkatnya
mekanis, kekuatan dan denaturasi suhu. Akibat rtersebut berindikasi pada
meningkatnya stabilisasi kolagen yang disebabkan oleh karena perubahan
dalam konformasi molekuler.
11
Penuaan Jaringan Keras Rongga Mulut
a) Gigi
Enamel
Enamel merupakan strukur jaringan keras gigi yang
dibentuk oleh sel ameloblast dari lapisan ektoderm.Semua jaringan
pada rongga mulut dibentuk dari mesoderm kecuali enamel dari
lapisan ektoderm. Ameleoblast memiliki perluasan yang kecil ke
arah dentino enamel junction (DEJ). Enamel membungkus mahkota
anatomis gigi dengan ketebalan yang berbeda pada setiap area.
Enamel tertebal terdapat di area insisal dan oklusal dan semakin
tipis hingga mencapai daerah cemento enamel junction (CEJ).
Enamel biasanya sangat tebal pada cusp namun menipis bahkan nol
pada daerah pertautan fisur.
Bertambahnya usia mengakibatkan perubahan pada enamel,
baik dari segi warna, daya larut terhadap asam yang semakin
menurun, volume pori enamel yang semakin menurun, kandungan
air, dan permeabilitas enamel yang semakin berkurang. Gigi yang
telah terbentuk sempurna memiliki enamel yang matang.
Kandungan enamel 90 % merupakan bahan anorganik yaitu
hydroxiapatit, sedikit kandungan organik, dan 4-12% air.
Pemakaian gigi selama kita hidup akan mengakibatkan berbagai
jenis cairan, ion, substansi dengan berat molekul rendah, berbagai
gangguan lainnya, fisiologi, dan obat-obatan yang dapat
mempengaruhi permeabilitas enamel. Akibatnya permeabilitas
enamel menurun.
Secara fisiologi pemakaian gigi dalam proses mastikasi
akan mengakibatkan gigi menjadi atrisi. Normalnya gigi akan
mengalami pengurangan sekitar 29µm/tahun. Hal ini dapat memicu
erupsi pasif agar proporsi gigi dan dimensi vertikal gigi dapat
dipertahannkan. Erupsi pasif akan mengakibatkan terjadi resesi
gingiva dan lebih rentan untuk terjadi karies akar. Atrisi tidak
12
hanya terjadi sebagai suatu keadaan fisiologis, namun beberapa
keadaan patologis juga dapat menyebabkan atrisi pada gigi,
misalnya bruxism, maloklusi, bentuk gigi dll. Pada umumnya
enamel translusen. Warnanya dipengaruhi oleh ketebalan dan
warna lapisan dentin di bawahnya. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan enamel menjadi tipis, misalnya penyikatan gigi yang
terlalu kuat dan menimbulkan abrasi pada gigi, penggunaan obat-
obatan yang menghasilkan asam, dan berbagai zat lainnya yang
berpanetrasi ke dalam enamel. Pada lansia umumnya enamel
berwarna kuning, diduga kemungkinan adalah pengaruh warna dari
sklerotik dentin.
Dentin
Dentin merupakan struktur jaringan keras gigi yang
memiliki proporsi terbesar. Secara external dentin dibungkus oleh
mahkota anatomis, dan secara internal dentin dibungkus oleh
sementum dan merupakan dinding dari cavitas pulpa (pulp
chamber). Tidak seperti enamel, dentin mulai dibentuk setelah gigi
erupsi dan terus terbentuk. Dentin yang terbentuk pada awal erupsi
dikenal dengan dentin primer dan biasanya terbentuk sempurna
pada gigi permanen setelah 3 tahun. Secara fisiologi dentin terus
terbentuk, meningkat seiring bertambahnya usia dan dikenal
dengan istilah dentin sekunder. Dentin sekunder tebentuk pada
seluruh area kavitas pulpa, tapi pada daerah pulp chamber yang ada
di dalam multiroot gigi lebih tebal dibandingkan pada atap dan
dasar dari dinding pulpa.
Reparatif dentin (dentin tersier) adalah suatu bentuk dentin
yang digantikan oleh odontoblast sebagai suatu respon terhadap
berbagai iritan, seperti atrisi, abrasi, erosi, trauma, moderat karies,
dan prosedur operatif. Reparatif dentin biasanya terbentuk pada
daerah gigi yang mengalami tekanan mekanikal.
13
Selain itu, seiring bertambahnya usia sklerotik dentin juga
terbentuk. Sklerotik dentin merupakan suatu bentuk akibat penuaan
dan adanya iritasi ringan serta beberapa perubahan pada komposisi
dentin primer. Peritubular dentin menjadi lebih lebar, lebih besar,
dan tubulus berisi material yang telah terkalsifikasi sebagai suatu
akibat dari perkembangan pulpa ke daerah DEJ ( Dentino Enamel
Junction ). Dentin sklerotik merupakan suatu keadaan yang
fisiologis. Namun apabila terbentuk karena adanya iritasi ringan,
maka hal tersebut merupakan suatu keadaan yang patologis,
membentuk reaktif dentin sklerotik. Dentin kurang termineralisasi
(lebih lunak) dibandingkan enamel, namun lebih termineralisasi
dibandingkan sementum.
Pulpa
Perubahan morfologik paling nyata dalam proses penuaan
secara kronologik atau alami adalah berkurangnya volume
komponen seluler secara cepat dalam ruang pulpa yang disebabkan
karena terjadinya deposisi dentin yaitu dentinogenesis sekunder
dan tersier secara berkelanjutan dan adanya pembentukan batu
pulpa.
Pembentukan dentin sekunder terjadi secara
asimetris.Misalnya saja pada ruang pulpa molar terjadi deposisi
lebih banyak di dasar atau atap pulpa dibanding dengan daerah
proksimal, fasial, lingual atau pun palatal.
Saluran akar gigi juga akan mengalami pengecilan dalam
hal ukuran hingga menjadi seperti benang.Terbentuknya batu pulpa
juga akan semakin memperkecil lagi ruangan di pulpa sehingga
membatasi akses ke foramen apikal.
Proses penuaan juga mengakibatkan berkurangnya jumlah
sel pulpa karena mengalami fibrosis.Antara umur 20 dan 70 tahun,
kepadatan sel menurun sekitar 50%.Pengurungan sel ini mengenai
14
semua sel dari odontoblast yang sangat terdiferensiasi hingga ke
sel cadangan yang tidak terdiferensiasi.
Jumlah saraf dan pembuluh darah pun menurun.Selain itu,
pembuluh darah sering menunjukkan perubahan arteriosklerotik
dan peningkatan insidens kalsifikasi dalam bundel kolagen yang
mengelilingi pembuluh dan saraf yang lebih besar.Turunnya
persarafan sensoris mungkin merupakan sebagian penyebab
menurunnya keresponsifan pulpa terhadap pengetesan pada pasien
lansia.
Sementum
Sementum merupakan jaringan keras gigi yang
membungkus dentin pada akar anatomis, dibentuk oleh sel
sementoblast yang merupakan perkembangan dari sel mesenkim
yang tidak terdeferensiasi. Daerah tertebal terdapat pada ujung akar
sebagai akibat dari erupsi pasif. Pertautan antara dentin dan
sementum sangat halus dan pertautan antara sementum dengan
enamel memiliki perlekatan yang kuat.
Seiring bertambahnya usia, sementum bertambah tebal
karena adanya deposisi atau kalsifikasi dari sementum seluler.
Kalsifikasi tersebut merupakan suatu keadaan yang fisiologis jika
merupakan suatu bentuk kompensasi dari perubahan proporsi dan
atrisi dari gigi seiring penggunaanya selama kehidupan (mastikasi).
Bentuk sementum yang terkalsifikasi tersebut tidak beraturan atau
irreguler. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor predisposisi
mudahnya pembentukan plak.
b) Tulang alveolar
Tulang akan mengalami reasorbsi dimana atropi selalu berlebihan.
Resorbsi yang berlebihan dari tulang alveolar mandibula menyebabkan
foramen mentale mendekati pucak linggir alveolar. Puncak tulang alveolar
yang mengalami resorbsi berbentuk konkaf atau datar dengan akhir seperti
15
ujung pisau. Resorbsi berlebihan pada puncak tulang alveolar
mengakibatkan bentuk linggir yang datar akibat hilangnya lapisan
kortikalis tulang. Resorbsi linggir yang berlebihan dan berkelanjutan
merupakan masalah karena menyebabkan fungsi gigi tiruan lengkap
kurang baik dan terjadinya ketidakseimbangan eklusi. Faktor resiko utama
terjadinya resorbsi ini adalah tingkat kehilangan tulang sebelumnya, gaya
oklusal berlebihan selama pengunyahan dan bruxism (Jorgensen, 1999)
Resorbsi residual alveolar ridge sudah banyak dikemukakakn
dalam teori-teori dan hasil penelitian. Resorbsi pada rahang bawah
besarnya 4 kali rahang atas. Menurut Atwood, kecepatan resorbsi tulang
alveolar bervariasi antar indivudu. Resorbsi paling besar terjadi pada enam
bulan pertama sesudah pencabutan gigi anterior atas dan bawah. Pada
rahang atas, sesudah 3 tahun, resorbsi sangat kecil dibandingkan rahang
bawah.
16
DAFTAR PUSTAKA
Pederson PS and Loe FA. 1986.Geriatric Dentistry. A Textbook of Oral
Gerontology.Copenhagen: Munksgaard.
Ricard E.Walton, Mahmoud Torabinejad.2008.Prinsip dan Praktik Ilnu
endodonsia edisi 3.Jakarta: EGC.
Spackman SS, Janet GB., 2006. Periodontal Treatment for Older Adults,in
(Carranza’s Clinical Periodontology). 10th ed, St.louis: WB SaundersCompany.
Wilson Thomas G, Kenneth S Kornman, 2003. Fundamentals of Periodontics. 2nd
ed, Carol Stream: Quintessence Publishing Co.
Roberson M. T. Clinical significant of dental anatomi, histology, physiology, and
occlusion. In: Sturdevant’s art and science of operative dentistry 4th. Roberson M.
T., Heyman O. H., Swift J. E., ed. St. Louis: Mosby; 2002:p.16-31
Nicholson W.J. Biologic considerations. In: Summitt B.J., Robbins W.J.,
Schwartz S.R., Santos dos J., ed. Fundamentals of operative dentistry a
contemporary approach 2th. Singapur: Quintessence Books; 2001:p.1-15
. Sandam F. Geriodontology. In: Clinical text book dental hygine and therapy,
Ireland R, ed. Philadephia: Blackwell Munksgaard; 2006:p.362, 365
17