PENUAAN ENDOKRIN
-
Upload
tiya-fajriyati -
Category
Documents
-
view
83 -
download
6
description
Transcript of PENUAAN ENDOKRIN
DAFTAR ISI
Halaman Judul...........................................................................................................................i
Kata Pengantar..........................................................................................................................ii
Daftar Isi..................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................4
1.3 Tujuan penulisan.............................................................................................................4
1.4 Manfaat penulisan……………………………………………………………………….5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi …………………...............................................................................................6
2.2 Perubahan anatomi fisiologi sistem endokrin..................................................................6
2.3 Penuaan normal sistem endokrin...................................................................................11
2.4 Masalah-masalah dalam perubahan sistem endokrin....................................................12
2.5 Penyakit pada gangguan sistem endokrin......................................................................17
2.6 Insiden penyakit diabetes meliput pada usia lanjut.........................................................30
2.7 WOC…………………...................................................................................................31
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................32
3.2 Saran..............................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................33
1
BAB IPENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Seiring dengan proses pertumbuhan dan perkembangan pada makhluk hidup, proses
menua adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Hingga saat ini belum ada cara
untuk mencegah proses penuaan. Penyebab penuaan adalah mulai berkurangnya proses
pertumbuhan, pembelahan sel, dan berkurangnya proses metabolisme sel. Akibatnya,
terjadi gangguan pada kulit, tulang, selaput lendir, tulang, sistem pembuluh darah, aliran
darah, metabolisme vitamin, dan fungsi otak yang sebagian besar dipengaruhi oleh
masalah penuaan pada sistem endokrin.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik(BPS) jumlah penyandang diabetes pada
tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang dan berdasarkan pola pertambahan penduduk
diperkirakan pada tahun 2030 akan ada 20,1 juta penyandang diabetes dengan tingkat
prevalensi 14,7% untuk daerah urban dan 7,2% di rural.
Masalah kesehatan yang berhubungan dengan gangguan sistem endokrin terjadi
sepanjang siklus kehidupan. Sistem endokrin penting untuk mempertahankan dan
mengatur fungsi vital tubuh, misalnya stres, tumbuh kembang, homeostasis, reproduksi
dan metabolisme energi. Salah satu penyakit yang terdapat pada sistem endokrin yaitu
Diabetes Melitus yang selalu dikaitkan dengan dengan meningkatnya resiko kesakitan
dan kematian. Lansia yang mengalami penyakit Diabetes Melitus seringkali juga
mengalami penyakit lainnya, ketidakmampuan fisik, gangguan psikososial, dan fungsi
kognisi. Pada akhirnya, komplikasi yang terjadi akan mempengaruhi kualitas hidup
lansia.
Seperti yang telah diketahui bahwa Diabetes Melitus merupakan masalah yang sering
terjadi pada proses penuaan sistem endokrin. Makalah ini bertujuan untuk mengetahui
beberapa perubahan yang terjadi pada sistem endokrin lansia dan kita sebagai perawat
dapat melakukan tindakan dalam mengatasi penyakit yang sering muncul pada gangguan
sistem endokrin pada lansia.
2
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Penuaan pada sistem endokrin
2. Penyakit yang sering terjadi pada sistem penuaan endokrin
3. Asuhan keperawatan penuaan pada sistem endokrin
1.3 TUJUAN PENULISAN1. Mengetahui penuaan pada sistem endokrin
2. Mengetahui penyakit yang sering terjadi pada sistem penuaan endokrin
3. Mengetahui asuhan keperawatan penuaan pada sistem endokrin
1.4 MANFAAT PENULISAN
Bagi penulis, makalah ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendalami
pemahaman tentang proses penuaan pada sistem endokrin..
Bagi pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti tentang proses
penuaan pada sistem endokrin, penyakit yang sering terjadi, serta asuhan
keperawatannya.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENUAAN PADA SISTEM ENDOKRIN
2.1.1 DEFINISI
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang
menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk
mempengaruhi organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai “pembawa pesan” dan
dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan
menerjemahkan “pesan” tersebut menjadi suatu tindakan. Sistem endokrin tidak
memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar keringat, dan kelenjar-
kelenjar lain dalam saluran gastrointestin. System endokrin merupakan bagian dari
system pengatur tubuh, pengaturan berbagai fungsi metabolisme tubuh.
Sistem endokrin adalah sekumpulan kelenjar dan organ yang memproduksi dan
mengatur hormon dalam aliran darah untuk mengontrol banyak fungsi tubuh. Sistem ini
tumpang tindih dengan sistem saraf dan eksokrin dan tanggung jawabnya meliputi
metabolisme, pertumbuhan, dan perkembangan seksual.
Kelenjar utama dari sistem endokrin adalah pituitari, hipotalamus, dan pineal yang
terletak di otak, tiroid dan paratiroid di leher, timus, adrenal dan pankreas di perut, dan
gonad, indung telur atau testis di perut bagian bawah. Hormon yang dihasilkan oleh
kelenjar-kelenjar tersebut terlalu banyak dan rumit untuk didaftar. Kelenjar pituitari
sering disebut sebagai “kelenjar utama” karena mengontrol fungsi anggota lain dari
sistem endokrin. Kelenjar pineal membuat melatonin, yang memutuskan kita harus tidur
ketika gelap dan terbangun ketika cahaya muncul. Pankreas menghasilkan insulin yang
memutuskan berapa banyak gula yang harus beredar dalam darah
4
2.1.2 PERUBAHAN ANATOMI FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN
Kelenjar endokrin adalah organ yang membuat, menyimpan dan mengeluarkan
hormone ke dalam aliran darah. Terdapat banyak kelenjar endokrin didalam tubuh,
mencakup: kelenjar hipofisis (pituitary), Tiroid, Paratiroid, Adrenal, Pulau-pulau
langerhans pancreas, Ovarium dan testes
Kelenjar eksokrin ] (kelenjar keringat)
Kelenjar Endokrin antara lain :
1. Hipotalamus
Adalah sebuah organ neuroendokrn kecil yang terletak dibagian otak depan yang
disebut diensefalon. Hipotalamus adalah organ yang berkaitan dengan homeostatis,
mempertahankan lingkungan internal tubuh tetap konstan. Kelenjar ini menerima
informasi dari susunan saraf pusat dan perifer mengenai suhu tubuh, nyeri, rasa nikmat,
makanan, rasa lapar, dan status metabolik.
2. Hipofisis anterior
Disebut juga adenohipofisis, terdiri dari jaringan non saraf. Kelenjar ini secara otomatis
terpisah dari hipotalamus, tetapi secara fungsional berhubungan dengannya melalui
suplai darahnya.
3. Hipofisis posterior
Disebut juga neurohipofisis, adalah jaringan saraf sejati yang secara embriologis
berasal dari hipotalamus. Terdapat tiga bagian: eminensia mediana, akar infundibulus,
prosesus infundibulus.
HORMON
Adalah suatu perantara kimiawi yang dilepaskan oleh suatu kelenjar endokrin kedalam
sirkulasi. Setelah dilepaskan hormone mengalir dalam darah dan hanya mempengaruhi
sel-sel tubuh yang memiliki reseptor ( tempat pengikatan) spesifik untuknya. Sel-sel
yang berespon terhadap hormone tertentu disebut sel sasaran untuk hormon tersebut.
Fungsi hormon
Reproduksi
Pertumbuhan dan perkembangan
Homeostasis
Pengaturan pengadaan energi
Klasifikasi hormon
Steroid
5
estrogen, progesteron, testosteron, cortisol, aldosteron
Turunan asam amino tyrosin
tiroksin, triiodotyronin, epinefrin dan norepinefrin
Protein/peptida
hormon hipofise ant dan post, insulin, glukagon, PTH dsb
FEEDBACK NEGATIF
Kelenjar endokrin secara alami mempunyai tendensi untuk over sekresi hormonnya
Akibatnya, hormon akan banyak diproduksi untuk merangsang organ target
Organ target akan berfungsi
Ketika fungsi sudah terlalu banyak terbentuk untuk menekan produksi kelenjar
endokrin
RESEPTOR
Hormon bergantung pada adanya reseptor
Fungsi reseptor :
Membedakan hormon dan lainnya
Mengatur sinyal hormonal menjadi respon seluler yang tepat
Lokasi reseptor pada sel :
Membran sel (hormon protein)
Sitoplasma (hormon steroid)
Inti sel (hormon tiroid)
Perubahan Fisiologis pada proses penuaan
Dalam Maryam (2008), perubahan fisik yang terjadi dalam proses penuaan antara lain
sebagai berikut:
1. Sel : jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan intraseluler
menurun.
2. Kardiovaskuler : katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah
menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah
menurun, serta meningkatnya retensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan
darah meningkat.
3. Respirasi : otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru
menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih berat, alveoli
6
melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun, serta terjadi
penyempitan pada bronkus.
4. Persarafan : saraf pancaindra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat
dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stres.
Berkurang atau hilangnya lapisan mielin akson, sehingga menyebabkan
berkurangnya respon motorik dan reflex.
5. Musculoskeletal : cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis),
bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram,
tremor, tendon mengerut, dan mengalami sklerosis.
6. Gastrointestinal : esophagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun,
serta peristaltic menurun sehingga daya absorpsi juga menurun. Ukuran lambung
mengecil serta fungsi organ aksesoris menurun sehingga menyebabkan
berkurangnya produksi hormon dan enzim pencernaan.
7. Genitourinaria : ginjal: mengecil, aliran darah ke ginjal menurun, penyaringan di
glomerulus menurun, dan fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan
mengonsentrasi urine ikut menurun.
8. Vesika urinaria : otot-otot melemah, kapasitasnya menurun, dan retensi urine.
Prostat: hipertrofi pada 75% lansia.
9. Vagina : selaput lendir mengering dan sekresi menurun.
10. Pendengaran : membrane timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran.
Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.
11. Pengelihatan : respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,
akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan katarak.
12. Endokrin : produksi hormon menurun.
13. Kulit : keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dan
telinga menebal. Elastisitas menurun, vaskularisasi menurun, rambut memutih
(uban), kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh
berlebihan seperti tanduk.
14. Belajar dan memori : kemampuan belajar masih ada tetapi menurun. Memori
(daya ingat) menurun karena proses encoding menurun.
15. Intelegensi : secara umum tidak banyak berubah.
16. Personality dan Adjustment (pengaturan) : tidak banyak perubahan, hamper seperti
saat muda.
17. Pencapaian (achievement) : sains, filosofi, seni, dan musik sangat mempengaruhi
7
2.1.3 PENUAAN NORMAL SISTEM ENDOKRIN
Walaupun lansia dapat mengalami diabetes lebih seing daripada kelompok
usia yang lebih muda, kondisi maupun konsekuensi normal dari proses penuaan ini
bukanlah hal yang tidak dapat dihindarkan. Beberapa perubahan terkait usia
meningkatkan risiko diabetes, namun, pada kenyataannya dapat memperbesar
kesempatan seseorang untuk mengalami penyakit ini pada setiap dekade
kehidupannya. Perubahan diatas juga mencakup perubahan status gizi dan fungsi
endokrin.
Selama dekade terakhir kehidupan, banyak lansia cenderung untuk mengalami
penambahan berat badan, bukan karena mereka mengonsumsi kalori lebih banyak
tetapi karena perubahan rasio lemak-otot dan penurunan laju metabolisme basal.
Hasilnya, seseorang yang memiliki berat badan normal selama kehidupannya,
mungkin menemukan bahwa, dengan penuaan, berat badan mereka meningkat secara
bertahap. Ketidakseimbangan nutrisi ini dapat memengaruhi berbagai sistem tubuh.
Dalam hubungannya dengan sistem endokrin, penambahan beban kalori yang tidak
diperlukan dapat menjadi predisposisi bagi ssesesorang untuk mengalami diabetes.
Kadar glukosa darah berubah ketika seseorang menjadi tua. Penyesuaian batas normal
untuk kadar glukosa darah 2 jam setelah makan yang telah diajukan adalah 140-200
mg/dL. Kadar glukosa darah puasa yang dapat diterima untuk lansia adalah
<140mg/dL. Fungsi ginjal dan kandung kemih juga berubah, membuat tes urine untuk
glukosa menjadi kurang dapat diandalkan pada lansia yang berusia >65 tahun.
Perubahan-perubahan ini mendukung penggunaan parameter yang telah disesuaikan
dengan usia dalam interpretasi nilai-nilai laboratorium untuk lansia dengan diabetes.
Perubahan fungsi fisik yang dapat terjadi pada tahun-tahun terakhir dapat menutupi
tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis.
Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang
sering merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan
anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari
proses penuaan itu sendiri.
8
2.1.4 MASALAH-MASALAH DALAM PERUBAHAN SISTEM ENDOKRIN
PADA LANSIA
Dalam Nugroho (1995), penyakit metabolik pada lanjut usia terutama
disebabkan oleh karena menurunnya produksi hormon dari kelenjar-kelenjar hormon.
Pria dan wanita pada akhir masa dewasa memasuki apa yang dinamakan
kimakterium; perubahan-perubahan dalam keseimbangan hormonal yang
menyebabkan berkurangnya kekurangan hormon seks. Menurunnya produksi hormon
ini antara lain terlihat pada wanita mendekati usia 50 tahun, yang ditandai mulainya
menstruasi yang tidak teratur sampai berhenti sama sekali (menopouse), prosesnya
merupakan proses ilmiah. Pada pria proses tersebut biasanya terjadi secara lambat
laun dan tidak disertai gejala-gejala psikologis yang luar biasakecuali sedikit
kemurungan dan rasa lesu serta berkurangnya kemampuan seksualitasnya. Terdapat
pula penurunan kadar hormon testosteronnya.
Penyakit metabolik yang banyak dijumpai adalah diabetes melitus atau
kencing manis dan osteoporosis (berkurangnya zat kapur dan bahan-bahan mineral
sehingga tulang lebih mudah rapuh dan menipis). Diabetes melitus sering dijumpai
pada lanjut usia yang berumur 70 tahun keatas, akibatnya terjadi degenerasi pembuluh
darah dengan kompliksai pembuluh darah koroner, perubahan pembuluh darah otak
ini dapat menyebabkan stroke yang bisa mengakibatkan kelumpuhan separuh badan.
Berikut perubahan dan penyakit pada sistem endokrin yang disebabkan oleh proses
penuaan, yaitu:
1. Menopouse
a. Konsep
Dalam Boedhi-Darmojo dan Hadi Martono (1999), menopouse adalah berhentinya
haid. Menopouse menurut pengertian awam adalah perubahan masa muda ke masa
tua. Berhentinya haid sebagai akibat tidak berfungsinya ovarium merupakan peristiwa
dan bukan satu periode waktu. Di Indonesia monepouse terjadi antara 49-50 tahun
(Samil dan Ichramsyah, 1991).
9
Periode mendahului menopouse ditandai oleh perubahan somatif dan psikologik. Hal
tersebut mencerminkan perubahan normal yang terjadi di ovarium. Meskipun ada
gejala atau keluhan, periode ini sering dilupakan oleh pasien maupun dokter. Gejala
yang paling sering terjadi pada masa transisi pra-menopouse ini adalah haid yang
tidak teratur.
Meskipun menopouse atau tidak lagi datang haid, terjadi setelah terhentinya fungsi
ovarium merupakan keadaan yang paling dapat diidentifikasi, namun periode sebelum
dan 10 tahun setelah menopouse mempunyai arti klinis yang lebih penting. Menurut
Hurd, periode transisi ini biasanya berlangsung sampai periode pasca menopouse.
Periode pasca menopouse biasanya disertai dengan insidensi kondisi kelainan yang
erat hubungannya dengan usia lanjut. Karena hal tersebut, pelayanan kesehatan
ginekologik pada wanita pasca menopouse perlu mengetahui tentang seluk beluk
pengobatan pengganti hormon.
b. Gejala-Gejala yang sering timbul
Ada beberapa gejala yang timbul dengan menopouse pada lansia (Nugroho, 1995), di
antaranya :
1) Gangguan pada haid: haid menjadi tidak teratur, kadang-kadang terjadi perdarahan
yang terlalu banyak atau terlalu sedikit.
2) Gelombang rasa panas (Hot Flush). Kadang-kadang timbul rasa panas pada muka,
leher dan dada bagian atas, disusul dengan keluarnya keringat yang banyak. Peasaan
panas ini bisa berlangsung beberapa detik saja, namun bisa berlangsung sampai 1 jam.
3) Rasa lelah hebat (Fatigue).
4) Rasa gatal-gatal pada genitalia disebabkan kulit yang menjadi kering dam keriput.
5) Sakit-sakit bisa dirasakan seluruh badan atau pada bagian tubuh tersebut.
6) Pusing atau sakit kepala. Keluhan ini bisa disebabkan oleh banyak hal, misalnya
karena meningginya tekanan darah, adanya gangguan penglihatan atau bisa juga oleh
adanya stres mental.
7) Insomnia atau keluhan susah tidur, hal ini bisa disebabkan oleh penyebab fisik
maupun psikis.
10
8) Palpitasi dan perubahan gerak seksual. Hal ini disebabkan oleh pengaruh hormonal
maupun pengaruh psikis. Gejala-gejala jiwa yang timbul sangat bervariasi dari ringan
sampai yang berat. Keluhan yang sering timbul adalah adanya rasa takut, tegang
gelisah, lekas marah, mudah gugup, sukar berkonsentrasi, lekas lupa, dan susah tidur.
Adanya wanita yang mengalami monepouse manfsirkannya sebagai kehilangan
fungsinya sebagai wanita, karena ia tidak bisa hamil dan mendapatkan anak lagi. Di
lain pihak ada yang menafsirkan sebagai akan terhentinya kehidupan seksualnya, hal
ini adalah keliru sekali. Selain dari pada itu ada yang berpendapat bahwa kegiatan
seksual itu kurang pantas dilakukan bagi mereka yang sudah tua, maskipun dorongan
ke arah itu tetap ada. Dengan demikian dapat terlihat bahwa kerisauan menghadapi
masa tua seringkali juga menyangkut kahidupan seksual.
2. Andropouse
a. Konsep
Dalam Baziad (2003), pada laki-laki tua, testis masih berfungsi memproduksi sperma
dan hormon testosteron meskipun jumlahnya tidak sebanyak usia muda. Pada wanita
produksi estrogen berhenti mendadak, sedangkan pada laki-laki dengan meningkatnya
usia produksi testosteron turun perlahan-lahan, sehingga membuat definisi
andropouse pada laki-laki sedikit sulit. Kadar hormon testosteron sampai dengan usia
55-60 tahun relatif stabil dan baru setelah usia 60 tahun terjadi penurunan yang
berarti.
Meskipun kadar testosteron darah turun, keluhan tidak segera muncul. Keluhan dapat
muncul setelah beberapa tahun kemudian. Oleh karena itu, para ahli berpendapat
bahwa tidak ada hubungan langsung antara keluhan dengan kadar hormon. Meskipun
sudah lanjut usia, orang laki-laki masih saja aktif baik secara fisik maupun seksual,
bahakan tidak jarang masih dapat mendapatkan keturunan.
b. Gejala
Dalam Baziad (2003), testosteron adalah hormon laki-laki yang menjadikan laki-laki
berfungsi menjadi seorang laki-laki. Gejala klinis andropouse antara lain:
11
1) Gejala vasomotorik, berupa gejolak panas, berkeringat, susah tidur, gelisah, dan
takut.
2) Gejala yang berkaitan dengan aspek virilitas, berupa kurang tenaga, berkurangnya
massa otot, bulu-bulu rambut seksual berkurang, penumpukan lemak di perut, dan
osteoporosis.
3) Gejala yang berhubungan dengan fungsi kognitif dan suasana hati, berupa mudah
lelah, menurunnya aktivitas tubuh, rendahnya motivasi, berkurangnya ketajaman
mental/intuisi, depresi hilangnya rasa percaya diri dan menghargai dirinya sendiri.
4) Gejala yang berhubungan dengan masalah seksual, berupa turunnya libido,
menurunnya aktivitas seksual, kualitas orgasme menurun, berkurangnya kemampuan
ereksi, dan berkurangnya volume ejakulasi.
3. Diabetes Melitus
a. Konsep
Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam
sel. Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi
intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa.
Seiring pertambahan usia, sel-sel tubuh menjadi lebih resistant terhadap insulin, yang
mengurangi kemampuan lansia untuk memetabolisme glukosa. Selain itu, pelepasan
insulin dari sel beta pankreas berkurang dan melambat. Hasil dari kombinasi proses
ini adalah hiperglikemia. Pada lansia, konsentrasi glukosa yang mendadak dapat
meningkatkan dan lebih memperpanjang hiperglikemia. Diabetes tipe 2 pada lansia
disebabkan oleh sekresi insulin yang tidak normal, resistansi terhadap kerja insulin
pada jaringan target, dan kegagalan glukoneogenesis hepatic. Penyebab utama
hiperglikemia pada lansia adalah peningkatan resistansi insulin pada jaringan perifer.
Meskipun jumlah reseptor insulin sebenarnya sedikit menurun seiring pertambahan
12
usia, resistansi dipercaya terjadi setelah insulin berikatan dengan reseptor tersebut.
Selain itu, sel-sel beta pulau Langerhans kurang sensitif terhadap kadar glukosa yang
tinggi, yang memperlambat produksi glukosa di hati (http://aqies.wordpress.com,
2009).
b. Tanda dan Gejala
Beberapa tanda dan gejala yang timbul dengan adanya andropouse
(http://aqies.wordpress.com, 2009), yaitu :
1. Penurunan berat badan dan kelelahan.
2. Kehilangan selera makan.
3. Inkontinensia.
4. Penurunan penglihatan.
5. Konfusi atau derajat delirium.
6. Konstipasi atau kembung abdomen.
7. Retinopati atau pembentukan katarak.
8. Perubahan kulit; penurunan nadi perifer, kulit dingin, penurunan refleks, dan
kemungkinan nyeri perifer atau kebas.
9. Hipotensi ortostatik.
2.2 PENYAKIT YANG SERING TERJADI PADA GANGGUAN SISTEM
ENDOKRIN
HIPERPITUITARISME merupakan suatu sekresi yang berlebihan hormon hipifisis
anterior yang terjadi akibat adanya tumor.
HIPOPITUITARIME adalah hilangnya fungsi lobus anterior kelenjar hiposfisa
terutama pada bagian anterior.
13
HIPERTIROIDISME (TIROTOKSIKOSIS) adalah suatu kelebihan sekresi hormonal
yang tidak seimbang pada metabolisme.
HIPOTIROIDISME suatu efek hormon tiroid berkurang.
TIROIDITIS adalah sutu peradangan pada kelenjar tiroid yang disebabkan infeksi
viral seperti HFV dan virus beguk pada tiroiditis subakut.
TUMOR TIROID adalah neoplasma unik pada kelenjar tiroid yang sangat kerap
disertai dengan metastasis pada organ yang jauh dari lokasi primer.
TIROIDEKTOMI adalah sebuah operasi yang melibatkan operasi pemindahan semua
atau sebagian dari kelenjar tiroid.
HIPERPARATIROID adalah suatu keadaan kelenjar - kelenjar memproduksi lebih
sekresi hormon paratiroid, hormon asam amino polipeptida.
HIPOPARATIROID adalah penurunan produksi hormon oleh kelenjar paratiroid
menyebabkan kadar kalsium dalam darah rendah.
KELAINAN PADA KELENJAR ADRENAL
ADDISON adalah kerusakan kelenjar adrenal yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan hormon korteks adrenal.
SINDROM CHUSING adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh berbagai penyakit
seperti obesitas, impaired glucose tolerance, hipertensi, diabetes mellitus dan
disfungsi gonadal yang berakibat pada berlebihnya rasio serum hormon kortisol.
ALDOSTERONISME PRIMER adalah merupakan keadaan klinis yang sebabkan
oleh produksi aldosteron “suatu hormon steroid mineralokortikoid korteks adrenal “
secara berlebih.
TUMOR HIPOFISIS adalah sesorang yang menderita tumor pada selaput kecil pada
otak.
HIPOFISEKTOMI merupakan suatu tindakan pengangkatan adenoma hipofise
melalui pembedahan
DIABETES INSIPIDUS adalah suatu keadaan yang di tandai rasa haus di akibatkan
karena kurangnya hormon antiduretik.
SINDROM SEKRESI HORMONE ANTIDIURETIK
14
PANGKREATITIS adalah peradangan pada pangkreas yang dapat mengeluarkan
enzim pencernaan dalam saluran pencernaan sekaligus mensintesis dan mensekresi
insulin dan glukagon.
DIABETES MELITUS
DEFINISI
Diabetes melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner and Suddarth, 2002).
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu gangguan metabolic yang melibatkan
berbagai system fisiologis, yang paling kritis adalah melibatkan metabolisme glukosa
(Stanley & Beare, 2006).
Diabetes melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (Mansjoer, dkk. 1999).
Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan kronis yang ditandai dengan
metabolisme karbohidrat dan lemak yang diakibatkan oleh kekurangan insulin atau
secara relatif kekurangan insulin (Greenspan and Baxter, 1998).
Klasifikasi diabetes mellitus yang utama adalah tipe I : Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM) dan tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
ETIOLOGI
Diabetes Tipe I atau IDDM (Insulin-Dependent Diabetes Mellitus)
Diabetes Tipe I disebut dengan DM tergantung insulin, dimana terjadi bila
seseorang tidak mampu untuk memproduksi insulin endogen yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Tipe DM ini terutama dialami oleh orang yang lebih
muda.
Diabetes Tipe II atau NIDDM (Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus)
15
Diabetes Tipe II disebut dengan DM tidak tergantung insulin, dimana bentuk penyakit
ini paling sering pada lansia karena lebih dekat dihubungkan dengan obesitas daripada
dengan ketidakmampuan untuk memproduksi insulin.
NIDDM merupakan bentuk penyakit yang paling sering diantara lansia, adalah
ancaman serius terhadap kesehatan karena beberapa alasan, yaitu :
a. Komplikasi kronis yang dialami dalam hubungannya dengan fungsi penglihatan,
sirkulasi, neurologis, dan perkemihan dapat lebih menambah beban pada sistem tubuh
yang telah mengalami penurunan akibat penuaan.
b. Sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketotik, suatu komplikasi diabetes yang
dapat mengancam jiwa, meliputi hiperglikemia, peningkatan osmolalitas serum, dan
dehidrasi yang terjadi lebih sering diantara lansia
PATOFISIOLOGI
Diabetes melitus adalah “suatu gangguan metabolik yang melibatkan berbagai sistem
fisiologis, yang paling kritis adalah melibatkan metabolisme glukosa.” Fungsi
vaskular, renal, neurologis, dan penglihatan pada orang yang mengalami diabetes dapat
terganggu dengan proses penyakit ini, walaupun perubahan-perubahan ini terjadi pada
jaringan yang tidak memerlukan insulin untuk berfungsi.
Beberapa kondisi dapat menjadi predisposisi bagi seseorang untuk mengalami
diabetes, walaupun terdapat dua tipe yang dominan. Diabetes melitus tergantung
insulin (insulin-dependent diabetes melitus [IDDM]), atau diabetes tipe I, terjadi bila
seseorang tidak mampu untuk memproduksi insulin endogen yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Tipe diabetes ini terutama dialami oleh orang yang lebih
muda. Diabetes melitus tidak tergantung insulin (non-insulin-dependent diabetes
melitus [NIDDM]), atau diabetes tipe II, adalah bentuk yang paling sering pada
penyakit ini. antara 85-90% orang dengan diabetes memiliki tipe NIDDM, yang lebih
dekat dihubungkan dengan obesitas daripada dengan ketidakmampuan untuk
memproduksi insulin.
NIDDM, bentuk penyakit yang paling sering diantara lansia, adalah ancaman serius
terhadap kesehatan karena beberapa alasan. Pertama, komplikasi kronis yang dialami
16
dalam hubungannya dengan fungsi penglihatan, sirkulasi, neurologis, dan perkemihan
dapat lebih menambah beban pada sistem tubuh yang mengalami penurunan akibat
penuaan. Kedua, sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketotik, suatu komplikasi
diabetes yang dapat mengancam jiwa meliputi hiperglikemia, peningkatan osmolalitas
serum, dan dehidrasi, yang terjadi lebih sering diantara lansia.
MANIFESTASI KLINIS
Banyak tanda dan gejala awal NIDDM yang mungkin samar-samar dan tidak spesifik,
sehingga lansia mungkin menganggapnya sebagai hal yang tidak penting dan
mengabaikan utnuk mencari perawatan. Oleh karena itu, pada lansia, diagnosis aktual
diabetes sering dibuat ketika penyakit telah mencapai tahap lanjut atau telah dipicu
oleh masalah kesehatan lain. Retinopati (perubahan patologis pada bagian dalam mata)
dapat dideteksi selama pemeriksaan mata rutin, sebagai awal untuk pemeriksaan
diagnostik lebih lanjut. Peninggian nilai-nilai laboratorium yang ditemukan selama
hospitalisasi dapat juga menjadi awal untuk evaluasi lebih detail dalam
mengungkapkan adanya NIDDM.
Adanya perubahan status kesehatan yang persistem harus diselidiki. Peningkatan
berkemih (poliuria), rasa haus yang berlebihan (polidipsia), rasa lapar yang
jelas(polifagia), dan kerentanan terhadap infeksi (khususnya jamur) adalah indikator-
indikator yang sering muncul dari penyakit ini pada semua usia dan mungkin terdapat
dalam derajat yang bervariasi pada lansia. Penglihatan kabur, yang diakibatkan dari
efek hiperglikemia pada lensa okuler, mungkin tidak dapat dikenali sebagai gejala
diabetes pada lansia.
PENATALAKSANAAN
1.PENCEGAHAN PRIMER
Diperkirakan 65-80% dari kasus NIDDM dapat dicegah melalui program nutrisi yang
sehat. Mempertahankan berat badan ideal adalah pertimbangan yang penting untuk
semua lansia, tidak hanya untuk menghilangkan stress pada sendi dan meningkatkan
mobilitas tetapi juga untuk mengurangi risiko terjadinya diabetes. Berat badan yang
17
tidak diinginkan dapat diturunkan selama tahun-tahun terakhir melalui kombinasi dari
nutrisi dan latihan yang optimal.
Masalah keuangan dapat membatasi kemampuan lansia untuk membeli makanan
bergizi. Beberapa petunjuk konsumen yang sangat baik untuk membeli dan
menyiapkan sejumlah kecil makanan yang tidak mahal telah tersedia dan terbukti
sangat membantu. Bentuan mungkin diperlukan dengan transportasi atau alat khusus
untuk memungkinkan klien dengan ketidakmampuan fisik dalam mempertahankan
kemandiriannya.
Pendidikan tentang kebutuhan diet mungkin diperlukan. Suatu perencanaan makanan
yang terdiri dari 10% lemak, 15% protein, dan 75% karbohidrat kompleks (presentase
berdasarkan kalori)direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan rendah
lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah aterosklerosis, tetapi juga meningkatkan
aktivitas reseptor insulin.
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan sebelum
latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara fisik mampu
mengIkuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas klien yang
terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan jenis latihan yang
mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah,
merupakan permulaan yang sangat baik untuk para pemula.
2. PENCEGAHAN SEKUNDER
PENAPISAN
Deteksi dan intervensi dini membantu membatasi efek serius dari NIDDM pada lansia.
Pengambilan riwayat secara hati-hati dapat memberikan informasi tentang kondisi
kesehatan klien yang biasa dan mengindikasikan apakah ia mengalami perubahan-
perubahan yang menjurus ke arah NIDDM. Secara khusus, orang yang mengalami
obesitas dengan riwayat keluarga mengalami penyakit tersebut sebaiknya ditanya
tentang tanda dan gejala yang sebelumnya dibahas secara seksama.
Selama pemeriksaan fisik rutin, beberapa temuan menyatakan bahwa diperlukan
pemeriksaan yang lebih rinci. Hal ini termasuk perubahan pada penglihatan,
18
kehilangan integritas kulit atau infeksi yang sering, perubahan berat badan, perubahan
pola sirkulasi, bukti adanya penyakit kardiovaskuler, dan gejala hiperglikemia seperti
meningkatnya rasa haus, nafsu makan, dan berkemih.
Kadar gula darah puasa harus diperiksa secara rutin sebagai komponen dari penapisan,
tetapi hasil yang negatif dalam gejala ringan yang lain tidak dapat dianggap sebagai
suatu kesimpulan. Tes toleransi glukosa oral pada umumnya dianggap lebih sensitif
dan merupakan indikator yang dapat diandalkan daripada kadar glukosa darah puasa
dan harus dilakukan untuk menentukan diagnosis dan perawatan awal NIDDM.
Ketika klien telah didiagnosis menderita NIDDM, perawatan akan memfokuskan pada
suatu program yang melibatkan aktivitas sehari-hari yang dirancang untuk
mengendalikan penyakit. Semakin banyak klien terlibat dalam melakukan perawatan
ini, semakin mudah konsekuensi penyakit yang tidak diinginkan dapat dibatasi. Orang
dengan diabetes masih dapat menikmati kesehatan yang optimal dengan
mengendalikan asupan nutrisi, berolahraga secara teratur, menggunakan obat sesuai
resep, memantau kadar gula darah, dan mencegah komplikasi yang telah diketahui
dengan baik.
NUTRISI
Terapi nutrisi melibatkan pengkajian pola saat ini. Jika klien mengalami kelebihan
berat badan, yang memang cenderung terjadi, perencanaan harus memasukkan strategi
untuk penurunan berat badan secara bertahap dan aman. Diet yang sangat ketat,
penggunaan suplemen atau obat-obatan, dan puasa yang tidak hanya merupakan
pendekatan yang tidak praktis untuk lansia, tetapi juga dapat mengancam kehidupan
bagi mereka dengan NIDDM. Dalam menyusun rencana makanan klien, keterbatasan
keuangan juga harus dipertimbangkan. Kehilangan gigi dan perubahan persepsi rasa
dapat mengubah pilihan makanan klien. Masukan dari klien harus menjadi petunjuk
bagi semua modifikasi diet, dan perubahan-perubahan yang direkomendasikan harus
realistis. Pada saat ini, perencanaan makanan bagi orang dengan diabetes dapat
menyeimbangkan diet dengan menggunakan pilihan yang bijaksana dari setiap
kelonpok makanan.
Sistem pertukaran, yang menggambarkan jumlah porsi tertentu dari setiap kelompok
makanan, disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan kalori. Klien diabetes mungkin akan
19
menempatkan perencanaan makanan yang terdiri atas 1800-2200 kal/hari. Jika klien
juga menerima insulin atau agens antidiabetik, ia harus memastikan untuk membagi
kalori-kalori ini selama satu hari untuk mencegah hipoglikemia. Walaupun ahli gizi
mungkin bertanggung jawab dalam mengenalkan sistem tersebut kepada klien, tetapi
perawat sering membantu klien dalam menerapkan informasi ini dalam kehidupan
sehari-hari. Membantu lansia dalam mengembangkan beberapa standar perencanaan
makanan dengan menggunakan jenis makanan yang sama untuk setiap kali makan
mungkin merupakan pendekatan awal terbaik. Bila rencana makanan telah dikuasai,
makanan pengganti dapat dibuat dengan lebih meyakinkan. Banyak lansia cenderung
untuk tetap melakukan rencana makanan secara kaku untuk alasan kenyamanan juga
alasan ekonomi.
Perawat yang membantu lansia dalam merencanakan makan dapat mengambil
kesempatan ini untuk memberikan pendidikan kepada klien tentang prinsip umum
nutrisi yang baik. Perawat dapat mengajarkan kepada klien tentang membaca label
untuk menghindari asupan natrium dan lemak yang berlebihan, memasukkan sumber-
sumber makanan yang direkomendasikan dalam asupan sehari-hari, memilih sumber-
sumber makanan rendah kolesterol, dan memasukkan serat yang adekuat dalam diet
mereka.
Pendekatan perawat untuk mengajar klien diabetes tentang bagaimana cara untuk
merencanakan asupan nutrisinya sangat penting. Bila perawat menekankan pada ide
bahwa makanan yang lebih sehat dapat meningkatkan rasa sejahtera, klien dapat
melihat perubahan yang diperlukan dalam cara yang lebih positif. Juga, mengajarkan
kepada klien yang kelebihan berat badan bahwa hilangnya sejumlah kecil berat badan
(5-7.5 kg) dapat menghasilkan pengurangan kadar glukosa darah yang sangat besar
yang merupakan hal penting bagi perawat.
OLAHRAGA
Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi
fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan
kesejahteraan emosional, dan meningkatkan sikulasi. Selain itu, olahraga tentu dapat
membantu menurunkan berat badan. Namun, program olahraga dengan terencana dan
tidak impulsif merupakan hal yang penting. Klien yang mengalami diabetes yang
tidak terkendali (glukosa darah puasa sebelum latihan >250 mg/dL) pada kenyataannya
20
dapat membahayakan bila melakukan peningkatan aktivitas fisik secara mendadak.
Ketika kadar glukosa darah stabil dan kondisi medis lain sudah dapat dikendalikan,
perawat dan klien dapat mengembangkan suatu rencana untuk meningkatkan latihan
fisik secara bertahap. Setelah keterbatasan kemampuan klien untuk melakukan latihan
diidentifikasi, tujuan jangka pendek dan jangka panjang harus ditetapkan untuk
melaksanakan program latihan/olahraga.
Walaupun berenang dan berjalan cepat telah dinyatakan sebagai pilihan yang sangat
baik untuk lansia dengan NIDDM, tipe aktivitas lainnya juga sama-sama bermanfaat.
Khususnya, aerobik yang menawarkan manfaat paling banyak. Seseorang dengan
NIDDM harus melakukan latihan minimal satu kali setiap 3 hari.
3. PENCEGAHAN TERSIER
Untuk meningkatkan rehabilitasi yang tepat dan kembali lagi pada gaya hidup normal,
seseorang yang didiagnosis diabetes harus menerima perawatan berkelanjutan untuk
memfasilitasi tujuan ini. Stimulasi sensoris selama perawatan akut terus meningkatkan
defisit normal dan defisit terkait penyakit yang dapat terjadi. Untuk klien lansia,
stimulasi sensoris dalam bentuk rangsangan verbal, auditori, dan taktil yang sesuai
tidak hanya membantu interaksi dengan orang lain, tetapi juga meningkatkan
penampilan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Beri dorongan kepada lansia untuk mempertahankan atau memiliki tanggung jawab
terhadap aspek perawatan sebanyak mungkin yang memberikan tanda bagi klien
bahwa eksistensi yang berarti mungkin dicapai, bahkan ketika menghadapi penyakit
kronis. Perawat yang melibatkan klien dalam pengambilan keputusan juga tugas-tugas
fisik menyampaikan pesan bahwa klien tersebut masih berguna sebagai manusia yang
mampu untuk turut berperan dalam perawatan dirinya sendiri. Perawatan mata, kaki,
dan kulit, yang merupakan komponen penting dalam rencana perawatan yang
berkelanjutan, mungkin didelegasikan kepada klien segera setelah sesuai bagi klien.
Perawat harus mendorong klien untuk mengambil inisiatif dalam tindakan promosi
kesehatan yang lain seperti mendapatkan vaksinasi influenza dan pneumonia sesuai
kebutuhan, bekerja untuk kebugaran kardiovaskular, dan memodifikasi lingkungan
rumah untuk meningkatkan keamanan.
21
Pengendalian glikemia, yang melibatkan pemeliharaan kadar gula darah dalam batas
aman biasanya dilakukan oleh pemberi perawatan primer, khususnya sangat penting
bagi klien lansia. Suatu studi menemukan bahwa menjaga kadar gula darah tetap dalam
batas normal dapat mencegah defisit neurologis pada beberapa kasus dan regresi dari
defisit yang telah ada pada sebagian orang yang lain. Hasil penelitian dari National
Institute of Health, yang dilakukan di 21 pusat dan disebut Diabetes Control and
Complications Trial, mrnguatkan kepercayaan yang telah dipegang secara luas bahwa
mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal akan mencegah atau
memperlambat perkembangan komplikasi jangka panjang dari oenyakit diabetes.
Upaya rehabilitasi khusus mungkin diperlukan jika klien mengalami defisit sirkulasi
yang sangat besar yang sebenarnya memerlukan pembedahan. Pada saat ini, sebagian
besar amputasi terapeutik dilakukan pada klien diabetes dengan penyakit vaskular
perifer. Tipe amputasi yang biasanya dilakukan pada lansia adalah amputasi diatas
lutut. Ketika periode pascaoperasi akut telah dilalui, perawat harus membantu klien
menyesuaikan diri tidak hanya pada kebutuhan fisik dan amputasi, tetapi juga pada
konsekuensi emosional akibat kehilangan salah satu anggota geraknya.
Pendekatan empat fase dapat digunakan untuk menangani kebutuhan rehabilitasi klien
lansia dengan diabetes yang menjalani amputasi ekstermitas bawah. Pertama, klien
harus menerima nutrisi yang adekuat dan beristirahat dengan aman, lingkungan yang
tenang untuk sembuh kembali dari trauma pembedahan dengan baik. Klien juga dapat
terbebas dari rasa nyeri dan tidak nyaman, khususnya nyeri “phantom” pada tungkai
yang hilang, yang hal ini terutama dapat menimbulkan distres. Kedua, ekstremitas
yang tersisa harus dipantau untuk mengetahui tanda-tanda infeksi atau komplikasi lain
selama proses penyembuhan. Ketiga, program latihan yang terstruktur untuk
menyiapkan klien berjalan dengan prostesis harus dilakukan, tingkatkan sesuai
peningkatan mobilitas yang dialami klien. Akhirnya, klien harus mendapatkan
dukungan dan bantuan ketika ia sedang berduka tidak hanya untuk tungkainya yang
hilang, tetapi juga untuk diri klien sebelum ia diamputasi. Pertemuan dengan orang-
orang yang telah berhasil menghadapi pengalaman seperti ini akan dapat membantu
dan memeberikan dorongan kepada klien. Anggota keluarga harus diajarkan untuk
mendukung klien dan memahami perasaan marah dan kehilangan harapan. Klien dan
orang lain yang penting baginya harus ditawarkan harapan bahwa gaya hidup yang
berkualitas tinggi mungkin dicapai walaupun dengan disabilitas fisik klien.
22
PENGOBATAN
Agens Oral
Lansia dengan NIDDM tetap memiliki kemampuan untuk memproduksi insulin,
sehingga penatalaksanaan diet dapat mengendalikan diabetes dengan sukses. Namun,
jika klien belum atau tidak dapat mengikuti rencana makanan atau jika penyakit tidak
terdeteksi dari awal, agens oral dapat diberikan untuk menstimulasi sekresi insulin oleh
pankreas. Sulfonilurea adalah kelompok obat yang palin sering diresepkan dan paling
efektif hanya untuk penanganan NIDDM. Beberapa agens yang berbeda juga tersedia
dalam kelas obat ini. Namun, klorpropamid merupakan kontraindikasi bagi lansia
karena meningkatkan risiko hipoglikemia yang berhubungan dengan obat ini. pada
umumnya, sulfonilurea yang diekskresikan oleh hati (misalnya Glucotrol) disarankan
untuk digunakan pada lansia, yang pada orang yang lebih muda dapat menerima suatu
agens yang dikeluarkan oleh ginjal. Masalah gastrointestinal dan reaksi yang tidak
diinginkan terhadap alkohol adalah efek samping utama dari sulfonilurea.
Generasi kedua sulfonilurea sekarang telah tersedia. Glyburide (Micronase dan
DiaBeta) dan glipizin (Glucotrol) 100-200 kali lebih poten daripada generasi pertama
sehingga kelompok obat ini dapat dikonsumsi dalam dosis yang lebih kecil dan hanya
satu hari sekali daripada beberapa kali dalam sehari. Orang-orang yang menerima
agens oral untuk mengendalikan NIDDM harus diperingatkan bahwa mereka masih
dapat mengalami efek samping hipoglikemia, terutama bila asupan nutrisi mereka
tidak dipantau dan dikendalikan secara seksama. Konfusi, berkeringat, gugup, pucat,
dan napas dangkal adalah indikasi dari reaksi hipoglikemia pada orang-orang ini.
Glocophage (metformin hidroklorid) adalah obat antihiperglikemia yang baru-baru ini
dikeluarkan oleh Food and Drug Administration/ FDA. Obat ini tidak menurunkan
kadar glukosa darah, tetapi meningkatkan penggunaan glukosa oleh jaringan perifer
dan usus. Glucophage harus dimakan bersama makanan dan dikontraindikasikan untuk
pasien dengan gangguan ginjal.
Insulin
Bila intervensi sebelumnya tidak berhasil dalam memodifikasi kadar gula darah dan
gejala-gejala, terapi insulin akan diperlukan untuk menambah suplai dari tubuh.
Tujuan terapi insulin adalah untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam
23
parameter yang telah ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit yang
membahayakan. Penyesuaian yang lebih banyak sering diperlukan untuk mencapai
keseimbangan antara kadar glukosa darah yang optimal dan hipoglikemia. Banyak
klinisi yang memilih bentuk pengendalian longgar terhadap kadar glukosa darah yang
kadang-kadang diperbolehkan untuk meningkat sedikit diatas normal untuk
menunjukkan bahwa klien tidak berisiko mengalami hipoglikemia. Waktu dan
frekuensi pemberian insulin disesuaikan untuk menstabilkan kadar glukosa darah.
Insulin kadang-kadang diberikan bersama-sama dengan obat oral, walaupun nilai dari
praktik ini belum dapat dibuktikan secara klinis. Walaupun tersedia beberapa bentuk
insulin yang berbeda, rute pemberian insulin yang paling umum adalah melalui
suntikan subkutan.
Pengajaran tentang insulin harus melibatkan penyimpanan insulin dan spuit dirumah,
jenis insulin yang akan digunakan (manusia versus hewan), konsentrasi (U-100),
model aksi yang diharapkan (aksi cepat, menengah, lama, atau campuran), dosis yang
diresepkan dan kondisi penyesuaian yang diperlukan untuk dosis ini (latihan,
penyakit), dan kemungkinan efek samping dan penanganannya. Lansia khususnya
perlu mengetahui tentang tanda dan gejala hipoglikemia karena hilangnya sinyal-sinyal
adrenergik, perubahan normal yang berhubungan dengan penuaan, yang membuat
mereka kurang sensitif terhadap kondisi tersebut. Pengajaran tentang tehnik
penyuntikan memfokuskan pada gambaran dosis pengobatan yang tepat, memilih dan
memutar lokasi suntikan, meyiapkan lokasi yang akan disuntik, memberikan obat itu
sendiri, dan menggunakan kembali atau membuang spuit yang telah digunakan. Untuk
klien yang memerlukan kombinasi dari insulin dengan masa kerja pendek (regular
insulin) dan masa kerja menengah (neutral protamine Hagedorn), insulin campuran
atau insulin 70-30% sekarang telah tersedia.
Pompa insulin, penginfus, dan alat lain yang dimaksudkan untuk meningkatkan
keakuratan pemberian dosis insulin yang sesuai mungkin diresepkan untuk klien
lansia. Lengan baju yang diperbesar dan peralatan adaptif lain untuk klien artritis juga
dapat memudahkan pemberian insulin. Dalam setiap kasus, perawat harus memastikan
bahwa klien mampu untuk melihat dan membaca bagian tertulis dari peralatan-
peralatan ini dan dapat mengerti langkah-langkah penggunaannya.
Pencegahan Komplikasi : Hipoglikemia
24
Hipoglikemia pada lansia dengan NIDDM mungkin disebabkan oleh makanan yang
tidak cukup, terlalu banyak latihan, atau terlalu banyak pengobatan. Lansia dan
anggota keluarga harus diajarkan tentang pentingnya mencegah hipoglikemia, atau
menyuruh klien untuk menggunakan tanda identitas yang menyatakan bahwa ia
menderita diabetes, dan setiap waktu menyimpan gula dengan masa kerja cepat. Gejala
klasik hipoglikemia (seperti takikardia,berkeringat,danansietas) mungkin sama sekali
tidak ada pada lansia. Alih-alih, gejala pada lansia biasanya terdiri dari gangguan
perilaku, kejang, konfusi, disorientasi, pola tidur yang buruk, sakit kepala pada malam
hari, bicara kacau, atau tidak sadarkan diri.
Perawatan diri reaksi hipoglikemia harus dilakukan sedini mungkin. Jika klien sadar,
perawatan harus termasuk pemberian gula dengan reaksi cepat seperti 120 mL jus
jeruk atau soda ukuran sedang (nondiet), diikuti dengan kudapan karbohidrat serta
protein seperti keju dan biskuit atau roti dengan mentega kacang. Gula dengan reaksi
cepat pada awalnya meningkatkan kadar glukosa darah, dan karbohidrat serta protein
mencegah terjadinya kembali hiperglikemia secara mendadak.
Jika klien ditemukan tidak sadar, ia harus diberikan glukagon 0,5-1,0 mg secara IM
atau SC. Anggota keluarga harus diajarkan tentang teknik suntikan ini sebagai bagian
dari pengajaran dasar diabetes mereka. Jika glukagon tidak tersedia , glukosa gel atau
icing kue (lapisan putih terbuat dari gula dan mentega yang biasa untuk melapisi kue)
dapat dimasasekan ke bagian dalam pipi orang tersebut. Setelah orang yang tidak sadar
menjadi sepenuhnya terbangun, ia harus makan kudapan dari karbohidrat dan protein.
Pemberian glukosa pada orang yang tidak sadarkan diri dapat mencegah takikardia,
disritmia, infark miokardium, atau stroke dan tidak akanmenyebabkan bahaya jika
orang tersebut tidak sadar karena hiperglikemia.
Lansia yang menderita diabetes harus mencegah berbagai komplikasi yang lain juga.
Langkah pertama dari proses ini adalah memantau kadar gula darah secara mandiri.
Pendekatan yang dapat diterima saat ini untuk pemantauan sendiri adalah dengan
penggunaan glukosameter darah, yang secara langsung mengukur kadar glukosa dalam
darah. Metode ini menawarkan banyak keuntungan dari tes urine tetapi memerlukan
klien yang memiliki penglihatan normal dan kekuatan fisik dan koordinasi untuk
melakukan prosedurnya. Usia klien tidak boleh menjadi faktor penghambat ketika
mempertimbangkan siapa yang dapat melaksanakan tanggung jawab untuk memantau
25
kadar glukosa darah sehari-hari karena lansia berdasarkan suatu studi yang mengambil
tanggung jawab dalam pemantauan sendiri dilaporkan tidak mengalami perubahan
dalam kualitas kehidupan mereka. Waktu untuk memantau kadar glukosa darah dapat
dilakukan secara rotasi di antara puasa, sebelum makan, dan 1-2 jam setelah makan
untuk memberikan petunjuk tentang rentang kadar glukosa darah pada klien dan
anggota tim perawatan kesehatan untuk rencana perawatan. Klien lansia memerlukan
lebih banyak latihan untuk menggunakan glukosameter darah karena banyak dari alat-
alat ini tampak asing bagi mereka. Hemoglobin A1C adalah suatu tes laboratorium
yang mengukur kadar glukosa rata-rata selama 3 bulan. Klien harus dianjurkan untuk
melakukan tes ini secara teratur.
Langkah lain yang penting untuk mencegah komplikasi NIDDM yang tidak
diinginkan termasuk pemeriksaan mata setiap tahun oleh seorang ahli oftalmologi
(yang dapat mendilatasi pupil klien untuk melihat bagian belakang mata, tempat
retinopati terjadi), program perawata kaki yang mengkombinasi perawatan kulit dan
pemeliharaan kuku kaki, dan kunjungan secara teratur pada pemberi layanan kesehatan
primer untuk melakukan penapisan dan pemantauan, termasuk urinalisis 24 jam untuk
melihat adanya protein untuk mendeteksi perubahan ginjal setiap tahun.
2.3 ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN PENUAAN SISTEM
ENDOKRIN (DIABETES MELITUS)
Kasus :
Ny. R. 75 tahun. Pendidikan SR. Agama Islam. Status Kawin. Tinggal di Panti Tresna
Werda selama 1 tahun. Suami Ny. R. masih hidup bernama Tn J. Umur 85 tahun. Tinggal
di Gowa. Ny. R. mempunyai 7 orang anak, tiga diantaranya sudah meninggal dunia
karena sakit. Saudara Ny R. 7 orang sudah meninggal semua, 3 diantaranya meninggal
karena penyakit DM. Lima tahun yang lalu, Ny R. pernah sakit dan tidak bisa bangun dari
tempat tidur. Selama ini, Ny.R aktif dalam hal pemenuhan ADL. Fungsi intelektualnya
masih bagus.
Saat pengkajian, Ny R. mengatakan sering merasa tiba-tiba lemas dan sakit kepala. Hal
ini sudah dirasakan sejak dua bulan lalu. Ny R. juga mengatakan sering buang air kecil
26
dari biasanya 5 kali sehari menjadi 10 kali sehari. Selalu merasa haus, minum air 11 gelas
perhari. Berat badan bulan lalu 45 kg dan sekarang sisa 40 kg, dengan tinggi badan 146
cm. Ny R mengatakan alergi terhadap makanan tertentu seperti telur, ikan kering dan
Mie. TTV : TD: 110/70 mmHg, Nadi: 80 x/m, Pernapasan: 20 x/m, Suhu: 36 °c. Akral
dingin dan Ny R. mengeluh susah tidur dan gatal-gatal.
A. PENGKAJIAN Pemeriksaan Per Sistem
a. Sistem Pernapasan
Hidung
Inspeksi : tidak ada pernafasan cuping hidung
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir tidak sianosis
Sinus paranasalis
Inspeksi : tidak ada tanda-tanda adanya infeksi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Leher
Inspeksi : tidak terpasang trakheostomi, simetris kanan kiri
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Faring
Inspeksi : tidak ada oedem
Area dada
Inspeksi : pola nafas efektif
Palpasi : tidak ada nyeri dada
Auskultasi : tidak ada suara ronchi
b. Kardiovaskuler dan limfe
Wajah
Inspeksi : pucat, konjungtiva anemis, sembab
Leher
Inspeksi : tidak ada vena jugularis
Dada
Inspeksi : dada terlihat simetris
Palpasi : kardiomegali
27
Perkusi : tidak ada tanda-tanda bunyi redup.
Auskultasi : bunyi jantung normal ( BJ 1 dan BJ 2)
c. Persyarafan
Pemeriksaan nervus
Nervus I olfaktorius(pembau)
Klien bisa membedakan aroma saat di beri kopi dan minyak kayu
putih.
Nervus II opticus(penglihatan)
Bisa melihat benda yang jaraknya 35 cm dengan jelas
Nervus III oculomotorius
Tidak oedem pada kelopak mata
Nervus IV toklearis
Ukuran pupil norma, tidak ada perdarahan pupil
Nervus V trigeminus
Dapat mengenali sensasi pada kulit wajah
Nervus VI abdusen
Bola mata simetris
Nervus VII facialis
Klien dapat membedakan rasa asin dan manis dengan mata
tertutup, bentuk wajah simetris
Nervus VIII auditorius/akustikus
Fungsi pendengaran baik
Nervus IX glosoparingeal
Reflek menelan klien baik dan dapat membedakan rasa pahit
Nervus X vagus
Uvula klien simetris terlihat ketika klien membuka mulut dan
berkata“ah”.
Nervus XI aksesorius
Klien kesulitan untuk mengangkat bahu dengan melawan tahanan
karena badannya lemah
Nervus XII hypoglosal/hipoglosum
Bentuk lidah simetris, klien mampu menjulurkan lidah dan
menggerakkannya ke segala arah
28
d. Perkemihan dan eliminasi uri
Perempuan
Anamnesa : mengeluh kencingnya banyak (poliuri)
Genetalia eksterna
Inspeksi : tidak ada oedem, tidak ada tanda-tanda infeksi maupun varises
Palpasi : tidak ada nyeri tekan maupun benjolan
Kandung kemih
Inspeksi : tidak ada benjolan, dan pembesaran
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Ginjal :
Inspeksi : tidak ada pembesaran daerah pinggang
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : tidak ada nyeri ketok.
e. Sistem pencernaan – eliminasi alvi
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir sianosis, gigi tidak ada plak dan karies. Tidak ada
pembersaran kalenjar karotis. Tidak ada lesi.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut,
Lidah
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada tremor dan lesi.
Palpasi ; tidak ada nyeri tekan dan oedem.
Abdomen
Inspeksi : tidak ada luka pada abdomen, tidak ada pembesaran abdomen
Perkusi : tidak acites
f. Sistem muskuloskeletel dan integumen.
Anamnesa : klien sangat lemah
Warna kulit : kulit kering, suhu akral hangat
5 5
Kekuatan otot
29
5 5
g. Sistem endokrin dan eksokrin
Kepala
Inspaeksi : tidak terlihat moon face, tidak alophesia (botak)
Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran kalenjar tiroid
Palpasi : tidak ada pembesaran kalenjar tiroid, dan tidak ada nyeri tekan.
Ekstremitas bawah
Palpasi : terdapat odem pada kedua tungkai
h. Sistem reproduksi
Perempuan
Payudara
Inspeksi : tidak ada luka dan bentuk simetris
Palpasi : tidak ada benjolan abnomal, dan tidak ada nyeri tekan
Axila
Inspeksi : tidak ada benjolan abnormal
Palpasi : tidak ada benjolan abnormal
Genetalia
Inspeksi : tidak ada oedem, benjolan, maupun varises, dan tidak ada
tanda-
tanda infeksi
Palpasi : tidak ada benjolan atau masa dan tidak ada nyeri tekan
i. Persepsi sensori
Mata
Inspeksi : bentuk simetris, kornea normal, warana iris hitam, lensa normal
jernih, sklera putih
Palpasi : tidak ada nyeri dan tidak ada pembengkakan kelopak mata
Penciuman-(hidung)
Palpasi : tidak ada pembengkakan dan tidak ada nyeri saat palpasi fosa kanina
30
Perkusi : tidak ada reaksi hebat pada regio frontalis, sinus frontalis dan fosa
kanina
NS. DIAGNOSIS :
(NANDA-I) Resiko kekurangan volume cairan (00028)
DEFINITION: Beresiko mengalmi dehidrasi vaskular, selular atau intraselular
RELATED FACTORS: Kehilangan Volume cairan aktif
Kurangnya pengetahuan
Penyimpangan yang mempengaruhi absorbsi cairan
Penyimpangan yang memepengaruhi akses cairan
Penyimpangan yang mempingaruhi asupan cairan
Usia lanjut
Berat badan yang ekstrim
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan, misal : status hipermetabolik
Kegagalan fungsi regulator
Kehilangan cairan melalui rute abnormal, misal : slang menetap
31
Agens farmaseutika, misal : diuretik
AS
SE
SS
ME
NT
Subjective data entry
Klien mengatakan sering buang air kecil
- Biasanya BAK 5 kali sehari menjadi 10 kali
sehari
- Selalu merasa haus, minum air 11 gelas
perhari.
Objective data entry
Tanda-tanda vital :
- Akral dingin
- BB : 40 kg
- TB : 146 cm
- TD : 110/70 mmHg
- N : 80 x/m
- R : 20 x/m
- S : 36 °c.
DIA
GN
OS
IS
Client
Diagnostic
Statement:
Ns. Diagnosis (Specify):
Resiko kekurangan volme cairan
Related to:
intravaskuler
32
NIC NOC
INTERVENSI AKTIVITAS OUTCOME INDICATOR
Fluid managemen
Definisi : peningkatan keseimbangan cairan dan pencegahan komplikasi
- Timbang popok/pembalut jika diperlukan.
- Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
- Monitor status hidrasi
(kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik) jika diperlukan.
- Monitor vital sign.
- Monitor masukkan makanan/cairan dan hitung intake kalori harian.
- Kolaborasikan pemberian cairan IV
- Monitor status nutrisi
- Berikan cairan IV pada suhu ruangan
- Dorong masukan oral
- Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
- Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
- Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
- Atur kemungkinan tranfusi
Nutritional Status : Food and fluid intake
Pemasukan makanan oral
(4 )
Pemasukkan saluran
makanan ( 4)
Pemasukan cairan oral
(4 )
Pemasukan cairan ( 3)
Total pemasukan nutrisi
(3 )
33
- Persiapan untuk tranfusi
WOC
34
BAB III
35
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Proses menua adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Manusia seperti halnya
semua makhluk hidup didunia ini mempunyai batas keberadaannya dan akan berakhir dengan
kematian. Perubahan-perubahan pada usia lanjut dan kemunduran kesehatannya kadang-
kadang sukar dibedakan dari kelainan patologi yang terjadi akibat penyakit. Dalam bidang
endokrinologi hampir semua produksi dan pengeluaran hormon dipengaruhi oleh enzim-
enzim yang sangat dipengaruhi oleh proses menjadi tua.
Diabetes mellitus yang terdapat pada usia lanjut gambaran klinisnya bervariasi luas
dari tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata yang kadang-kadang menyerupai penyakit
atau perubahan yang biasa ditemui pada usia lanjut.
4.2. Saran
Dalam pembuatan makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kesalahan. Maka dari itu, kami mohon kesediaan pembaca untuk memberikan kritik dan saran
untuk membuat makalah yang lebih baik lagi.
36
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol.2. Jakarta:
EGC.
Stanley & Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC.
Mansjoer Arief, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius.
Francis S Greenspan and John D Baxter. 1998. Endokrinologi dasar & klinik edisi 4. Jakarta :
EGC.
Kushariyadi. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia Jilid 1. Jakarta: Salemba
Medika.
http://artikelprofesikesehatan.blogspot.com/2012/11/macam-macam-penyakit-pada-
gangguan.html
37