Konsep Penuaan

21
Konsep Penuaan Menua adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya. Proses ini berlangsung terus-menerus sepanjang hidup seseorang. Tidak seperti kondisi patologis, setiap manusia pasti akan mengalami proses menua. Penuaan merupakan sebuah proses alami dalam kehidupan manusia yang bersifat kompleks dan multidimensional. Proses ini akan dialami oleh manusia, namun penuaan pada setiap individu tentunya akan berbeda, tergantung dengan faktor herediter, lingkungan, dan faktor-faktor lainya sehingga mempengaruhi aspek biologi, psikologi, sosial dan juga spiritual seseorang. Penuaan disebut sebagai proses yang kompleks dan multidimensional, karena tidak ada satu teori yang dapat menjelaskan peristiwa fisik, psikologi maupun peristiwa sosial yang terjadi dari waktu ke waktu. Peningkatan usia menyebabkan terjadinya perubahan baik anatomis maupun fisiologis pada semua sistem dalam tubuh. Adapun beberapa sistem tubuh yang mengalami perubahan akibat proses penuaan meliputi sistem sensoris, integumen, muskuloskeletal, neurologis, kardiovaskular, pulmonal, renal dan urinaria, dan sistem pencernaan. 1. Penuaan pada sistem sensoris Proses penuaan menyebabkan perubahan pada sistem sensoris. Lansia mengalami penurunan akomodasi mata dan pupil senilis mengalami konstriksi. Selain itu juga terjadi peningkatan kekeruhan lensa dengan perubahan warna menjadi

Transcript of Konsep Penuaan

Page 1: Konsep Penuaan

Konsep Penuaan

Menua adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki

atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya. Proses ini

berlangsung terus-menerus sepanjang hidup seseorang. Tidak seperti kondisi patologis, setiap

manusia pasti akan mengalami proses menua. Penuaan merupakan sebuah proses alami dalam

kehidupan manusia yang bersifat kompleks dan multidimensional. Proses ini akan dialami

oleh manusia, namun penuaan pada setiap individu tentunya akan berbeda, tergantung dengan

faktor herediter, lingkungan, dan faktor-faktor lainya sehingga mempengaruhi aspek biologi,

psikologi, sosial dan juga spiritual seseorang. Penuaan disebut sebagai proses yang kompleks

dan multidimensional, karena tidak ada satu teori yang dapat menjelaskan peristiwa fisik,

psikologi maupun peristiwa sosial yang terjadi dari waktu ke waktu. Peningkatan usia

menyebabkan terjadinya perubahan baik anatomis maupun fisiologis pada semua sistem

dalam tubuh. Adapun beberapa sistem tubuh yang mengalami perubahan akibat proses

penuaan meliputi sistem sensoris, integumen, muskuloskeletal, neurologis, kardiovaskular,

pulmonal, renal dan urinaria, dan sistem pencernaan.

1. Penuaan pada sistem sensoris

Proses penuaan menyebabkan perubahan pada sistem sensoris. Lansia mengalami

penurunan akomodasi mata dan pupil senilis mengalami konstriksi. Selain itu juga terjadi

peningkatan kekeruhan lensa dengan perubahan warna menjadi kuning. Perubahan

tersebut menyebabkan lansia mengalami kesukaran dalam membaca huruf-huruf kecil.

Lansia juga mengalami penyempitan lapang pandang, penglihatan menjadi kabur, lebih

sensitif terhadap cahaya, penurunan penglihatan pada malam hari, serta kesukaran dalam

persepsi kedalaman. Adapun perubahan pada sistem pendengaran yaitu lansia mengalami

penurunan fungsi sensorineural yang menyebabkan kehilangan pendengaran secara

bertahap (Stanley & Beare, 2007).

2. Penuaan pada sistem integumen

Kulit merupakan organ tubuh terluar dan merupakan organ tubuh paling luas yaitu

mewakili sekitar 16% dari berat badan orang dewasa (Stanley & Beare, 2007). Kulit

mempunyai peran dalam proses fisiologi, yaitu berperan dalam proses termoregulasi,

ekskresi sisa metabolisme, melindungi struktur dibawahnya, sintesis vitamin D, menjaga

keseimbangan cairan dan elektrilit, serta sensasi nyeri, sentuhan, tekanan, suhu, dan

getaran. Selain itu, kulit juga mempunyai fungsi sosial yaitu sebagai indikator suatu ras,

gender, status pekerjaan, dan karakter personal (Miller, 2004). Kulit merupakan organ

Page 2: Konsep Penuaan

kompleks yang terdiri dari epidermis, dermis, dan subkutan serta bagian tambahan, yaitu

rambut, kuku, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Bagian-bagian kulit akan

mengalami perubahan seiring dengan pertambahan usia seseorang.

Epidermis mengalami perlambatan dalam proses perbaikan sel, penurunan jumlah sel

basal, penurunan jumlah dan kedalaman rete ridge, serta perubahan sedikit ketebalan

akibat penuaan (Stanley & Beare, 2007). Pengiriman makanan antara dermis dan

epidermis menjadi lambat, proses penggantian sel melambat, proses penyembuhan kulit

yang rusak menjadi lambat, dan merupakan faktor predisposisi infeksi bagi lansia. Di

epidermis, juga terjadi penurunan jumlah melanosit dan sel Langerhans seiring penuaan.

Melanosit terdapat di lapisan basal epidermis yang berfungsi memberikan warna kulit

dan menyediakan perlindungan terhadap radiasi ultraviolet (Miller, 2004). Akibat dari

berkurangnya melanosit pada kulit lansia, lansia mungkin akan mengalami pigmentasi

yang tidak merata dan perlindungan dari sinar UV akan menurun (Stanley & Beare,

2007). Penurunan sel Langerhans mengakibatkan penurunan kompetensi imun. Akibat

penurunan respon imun, respon lansia terhadap pemeriksaan kulit dengan alergen

kemungkinan akan dikurangi. Lansia akan lambat dalam bereaksi dalam pemeriksaan

alergen tersebut.

Lansia juga mengalami perubahan pada dermis akibat proses penuaan. Dermis

merupakan jaringan di bawah epidermis yang berfungsi sebagai jaringan pendukung

jaringan yang ada di bawahnya dan sebagai pemberi nutrisi bagi epidermis. Dermis juga

berperan dalam pewarnaan kulit, persepsi sensori, dan pengaturan suhu. Seiring

bertambahnya usia, elastin dan kolagen secara bertahap akan berkurang. Hal ini

menyebabkan terjadinya pengeriputan serta penurunan kemampuan peregangan ketika

mengalami penekanan (Miller, 2004; Stanley & Beare, 2007). Di dermis, juga terjadi

penurunan vaskularisasi seiring bertambahnya usia. Hal ini mengakibatkan atrofi dan

fibrosis pada folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Selain itu, dermis

akan berisi lebih sedikit fibroblast, makrofag, dan sel batang. Akibat dari perubahan-

perubahan yang ada di atas, kulit lansia akan tampak pucat dan kurang mampu

melakukan termoregulasi. Hal tersebut menyebabkan lansia beresiko tinggi mengalami

hipertermia atau hipotermia.

Subkutan pada lansia juga mengalami perubahan akibat penuaan. Subkutan

merupakan lapisan dalam dari jaringan lemak yang melindungi jaringan dibawahnya dari

trauma. Secara umum, lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan seiring dengan

peningkatan usia (Stanley & Beare, 2007). Penurunan lapisan lemak dapat dilihat dengan

Page 3: Konsep Penuaan

jelas di daerah wajah, tangan, kaki, dan betis. Pembuluh darah akan menjadi lebih

terlihat dan lebih jelas. Selain itu, dengan menurunnya lapisan subkutan, jaringan akan

lebih mudah mengalami trauma. Pertambahan usia juga mempengaruhi bagian tambahan

pada kulit seperti kelenjar keringat. Kelenjar keringat ekrin dan apokrin pada awalnya

berada pada lapisan dermal. Kelenjar ekrin secara langsung terbuka kemudian naik ke

permukaan kulit dan kebanyakan berada di daerah telapak tangan, telapak kaki, dan dahi.

Kelenjar apokrin membuka menjadi folikel rambut, terutama di bagian aksila dan area

genitalia. Ekrin penting untuk termoregulasi, sedangkan apokrin berperan dalam

produksi sekresi yang dibusukkan oleh bakteri kulit sehingga membuat bau badan.

Jumlah dan fungsi kelenjar ekrin dan apokrin akan menurun dengan meningkatnya usia

sehingga lansia lebih mudah mengalami masalah termoregulasi dan penurunan bau

badan.

Kelenjar sebasea yang berada di lapisan dermal kulit seluruh tubuh kecuali di daerah

telapak tangan dan telapak kaki pada lansia juga mengalami perubahan. Kelenjar ini

secara terus menerus memproduksi sebum, substansi yang dikombinasikan dengan

keringat untuk membentuk emulsi. Sebum berfungsi mencegah hilangnya air dan

mengurangi pertumbuhan bakteri dan jamur. Sejalan dengan bertambahnya usia, sekresi

sebum menurun sekitar 40-50 % dengan lansia wanita menurun lebih banyak

dibandingkan lansia pria (Stanley and Beare, 2007; Miller, 2004). Akibatnya kulit

menjadi kering. Kuku juga mengalami perubahan akibat penuaan. Perubahan akibat

proses penuaan juga terjadi pada perkembangan striasi longitudinal, penurunan ukuran

lunula, dan ketebalan lapisan kuku. Akibat perubahan ini, kuku menjadi lunak, rapuh dan

mudah robek. Pada penampilannya, kuku pada lansia terlihat buram, tidak berkilau, dan

berwarna abu-abu atau kuning (Miller, 2004).

Perubahan pada rambut akibat proses penuaan terlihat dari warna dan distribusinya.

Perubahan yang paling terlihat adalah kebotakan dan warna rambut menjadi abu-abu.

Warna rambut abu-abu disebabkan karena terjadi penurunan pada produksi melanin dan

penggantian secara bertahap rambut yang berpigmen dengan yang tidak berpigmen

(Miller, 2004). Perubahan distribusi rambut terlihat dari meningkatnya rambut di bagian

bibir atas dan dagu pada lansia wanita dan peningkatan rambut telinga, hidung dan alis

pada lansia pria. Kebanyakan lansia mengalami perubahan distribusi rambut tubuh yang

diawali dari bagian batang tubuh, kemudian bagian pubis dan aksila. Terlebih lagi, bagi

lansia pria berpotensi untuk mengalami kebotakan yang disebabkan berkurangnya folikel

rambut sehingga terjadi penipisan rambut pada bagian kepala (Stanley & Beare, 2007).

Page 4: Konsep Penuaan

3. Penuaan pada sistem muskuloskeletal

Lansia mengalami perubahan fisiologis otot akibat proses penuaan. Secara alamiah

aliran darah ke otot berkurang sebanding dengan bertambahnya umur seseorang. Hal ini

menyebabkan jumlah oksigen, nutrisi, dan energi yang tersedia untuk otot ikut menurun,

sehingga menurunkan kekuatan otot manusia. Penurunan pencapaian suplai tersebut juga

dipengaruhi oleh serat otot rangka yang berdegenerasi, sehingga terjadinya fibrosis

ketika kolagen menggantikan otot. Perubahan struktur otot pada penuaan sangat

bervariasi, yaitu: terjadinya atrofi dan menurunnya jumlah beberapa serabut otot dan

fibril, meningkatnya jaringan lemak, degenerasi miofibril, dan sklerosis pada otot.

Perubahan-perubahan tersebut juga dapat menjadi dampak negatif, yaitu: menurunnya

kekuatan otot, menurunnya fleksibilitas, meningkatkan waktu reaksi dan menurunkan

kemampuan fungsional otot yang dapat mengakibatkan perlambatan respon selama tes

refleks tendon.

Tulang juga mengalami perubahan fisiologis akibat proses penuaan. Tulang

menyediakan kerangka kerja untuk seluruh sistem muskuloskeletal dan bekerja dalam

hubungannya dengan sistem otot untuk memfasilitasi suatu gerakan. Fungsi lain tulang

dalam tubuh manusia mencakup sebagai tempat penyimpanan kalsium, memproduksi sel

darah, juga sebagai pendukung dan pelindung organ tubuh dan lingkungan (Miller,

2004). Tulang tersusun oleh lapisan luar yang keras yang disebut kortikal dan lapisan

dalam berbentuk sponge yang disebut trabekular. Daerahyang memiliki dampak besar

akibat tekanan terjadi pada bagian trabekular (Stanley & Beare, 2007). Pertumbuhan

tulang mencapai kematangan pada masa dewasa awal. Tetapi remodeling tulang

berlanjut sepanjang rentang kehidupan. Remodeling berkaitan dengan penyimpananan

kembali kalsium yang telah diserap dari tulang untuk membentuk tulang baru.

Perubahan berkaitan dengan usia yang mempengaruhi proses remodeling meliputi

peningkatan resorpsi tulang, penurunan absorpsi kalsium, peningkatan serum hormon

paratiroid, gangguan regulasi aktivitas osteoblas, gangguan pembentukan tulang

sekunder untuk mengurangi produksi osteoblas tulang matriks, dan penurunan sejumlah

sel sumsum fungsional sebagai hasil dari penggantian sumsum dengan sel lemak (Miller,

2004). Sejalan dengan pertambahan usia, kecepatan formasi tulang baru mengalami

perlambatan sedangkan kecepatan absorbsi kalsium tidak mengalami perubahan.

Keadaan tersebut menyebabkan hilangnya massa total tulang pada lansia.

Adanya perubahan fisiologis pada tulang lansia menyebabkan kondisi seperti postur

tubuh menjadi bungkuk dengan penampilan barrel-chest sehingga terlihat lansia

Page 5: Konsep Penuaan

mengalami penurunan tinggi badan secara progresif, keadaan ini disebabkan karena

terjadi penyempitan diskus invertebra (Stanley & Beare, 2007). Selain terjadiperubahan

postur tubuh menjadi bungkung atau kifosis, juga terdapat sebagian lansia yang

mengalami postur lordosis yang umumnya berkaitan dengan kebiasaan duduk sewaktu

muda. Kondisi lain yang terlihat pada tulang berhubungan dengan penuaan adalah

terlihat tonjolan tulang yang jelas di sekitar vertebra, krista iliaka, tulang rusuk, skapula.

Keadaan tersebut berhubungan dengan jumlah massa otot yang mengalami penurunan

dan hilangnya lemak subkutan perifer di area tersebut.

4. Penuaan pada sistem neurologis

Sistem neurologis pada lansia juga mengalami penurunan akibat proses penuaan.

Konduksi saraf perifer pada lansia melambat dan menyebabkan refleks tendon dalam

yang lebih lambat dan meningkatkan waktu reaksi. Selain itu, terjadi peningkatan

lipofusin sepanjang neuron-neuron yang menyebabkan vasokonstriksi dan vasodilatasi

tidak sempurna (Stanley & Beare, 2007). Pada lansia, termoregulasi oleh

hipotalamusmenjadi kurang efektif. Impuls saraf dihantarkan lebih lambat sehingga

lansia memerlukan waktu yang lebih lama untuk merespon dan bereaksi, termasuk

respon terhadap suhu lingkungan (Smeltzer & Bare, 2002). Hal ini mengakibatkan

termoregulasi pada hipotalamus menjadi kurang efektif. Implikasi klinis dari

ketidakefektifan termoregulasi pada lansia yaitu lansia lebih rentan mengalami

kehilangan panas tubuh.

5. Penuaan pada sistem kardiovaskular

Perubahan pada sistem kardiovaskular lansia berlangsung lambat dan terjadi peurunan

yang berangsur-angsur ditandai dengan penurunan aktivitas dan penurunan kebutuhan

darah yang teroksigenasi. Perubahan yang terjadi meliputi perubahan struktural dan

perubahan fisiologis seperti yang akan dijelaskan di bawah ini:

a. Perubahan Struktural

Perubahan struktural sistem kardiovaskular adalah perubahan yang terjadi

dalam struktur anatomis sistem kardivaskular. Ukuran jantung setiap orang tetap

proporsional dengan berat badan dan ukuran ruang jantung tidak berubah dengan

terjadinya penuaan. Jantung kiri mengalami pengecilan sebagai respon terhadap

rendahnya beban kerja yang dibutuhkan pada lansia yang kurang aktif (Smeltzer &

Bare, 2002). Ketebalan dinding ventrikel kiri meningkat karena adanya peningkatan

densitas kolagen dan hilangnya fungsi serat-serat elastis. Hal ini menyebabkan

Page 6: Konsep Penuaan

kemampuan jantung untuk distensi berkurang dengan kekuatan kontraktil yang

kurang efektif (Stanley& Beare, 2007).

Area permukaan di dalam jantung yang telah dilewati aliran darah dengan

tekanan tinggi (katup aorta dan katup mitral) mengalami penebalan dan terbentuk

penonjolan sepanjang garis katup. Bagian dasar pangkal aorta yang kaku

menghalangi pembukaan katup secara lengkap sehingga menyebabkan obstruksi

parsial aliran darah selama denyut sistole. Pengosongan ventrikel yang tidak

sempurna dapat terjadi selama waktu peningkatan denyut jantung dan gangguan

pada arteri koroner dan sirkulasi sistemik (Stanley& Beare, 2007).

Jumlah jaringan fibrosa dan jaringan ikat meningkat yang mempengaruhi

konduksi sistem jantung. Jumlah total sel-sel pacemaker mengalami penurunan dan

hanya sekitar 10% dari jumlah saat usia dewasa muda. Peningkatan jaringan ikat

pada nodus SA, AV, dan cabang-cabang berkas (Smeltzer & Bare, 2002). Berkas His

kehilangan serat konduksi yang membawa impuls ke ventrikel. Penebalan pada jaring

elastis dan retikuler dengan infiltrasi lemak terjadi pada daerah nodus sinoatrial (SA)

(Stanley& Beare, 2007, Roach, 2006).

Sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku dan tidak lurus akibat

peningkatan serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri.

Lapisan intima arteri menebal dengan peningkatan deposit kalsium. Aorta dan arteri

besar lain mengalami dilatasi secara progresif untuk menerima lebih banyak volume

darah. Vena menjadi meregang dan katup-katup vena mengalami penurunan atau

tidak mampu menutup sempurna (Stanley& Beare, 2007).

b. Perubahan Fisiologis

Perubahan fisiologis sistem kardiovaskular pada lansia sangat berkaitan

perubahan struktural sistem kardiovaskular itu sendiri. Curah jantung dan denyut

jantung pada saat beristirahat tetap stabil atau sedikit menurun seiring bertambahnya

usia. Penurunan kontraktil miokardium menyebabkan penurunan curah jantung.

Peningkatan waktu dan tekanan diastolik diperlukan untuk mempertahankan preload

yang adekuat karena miokardium mengalami penebalan sehingga sulit diregangkan,

kontraktilitas menurun, dan katup-katup lebih kaku. Jantung lebih bergantung pada

kontraksi atrium atau volume darah pada ventrikel (Stanley& Beare, 2007).

Kadar katekolamin yang berpengaruh terhadap denyut jantung pada lansia

tidak mengalami penurunan, namun respon terhadap mediator kimia ini menumpul.

Prinsip mekanisme yang digunakan jantung untuk meningkatkan curah jantung pada

Page 7: Konsep Penuaan

lansia yaitu dengan meningkatkan volume akhir diastolik yang meningkatkan volume

sekuncup (Hukum Starling). Mekanisme ini dapat gagal jika waktu pengisian

diastolik atau ventrikel menjadi terlalu distensi (Stanley& Beare, 2007). Jantung

masih mampu ,mengeluarkan curah jantung pada suasana biasa, namun kemampuan

dalam merespon situasi yang menimbulkan stres fisik dan mental menjadi terbatas

(Smeltzer & Bare, 2002).

Irama jantung yang tidak sesuai dan koordinasi aktivitas listrik yang

mengendalikan siklus kardial menjadi disritmik dan tidak terkoordinasi. Kehilangan

pacemaker dan infiltrasi lemak ke dalam jaringan konduktif menghasilkan disritmia

atrial dan ventrikular. Tekanan sistolik pada lansia meningkat dan tekanan diastolik

tidak berubah atau menurun. AHA merekomendasikan bahwa nilai sistolik 160

mmHg merupakan batas normal tertinggi untuk lansia. Baroreseptor yang terlatak di

sinus aorta dan sinus karotis menjadi tumpul dan kurang sensitif yang dapat

menyebabkan masalah yang berhubungan dengan hipotensi ortostatik (Stanley&

Beare, 2007). Aliran darah pada lansia lambat, yang berpengaruh terhadap lama

penyembuhan luka dan berdampak pada metabolisme dan distribusi obat. Terjadi

peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, yang berarti bahwa darah pada bagian

perifer dari tubuh (jari tangan dan kaki) sulit kembali ke jantung dan paru-paru untuk

reoksigenasi dan resirkulasi. Katup vena dari ekstremitas bawah juga menjadi tidak

kompeten, sehingga terjadi akumulasi non-patologis cairan di ekstremitas bawah

(edema dependen).

6. Penuaan pada sistem pulmonal

Perubahan anatomi yang terjadi seiring penuaan turut berperan dalam perubahan

fungsi pulmonal. Perubahan seperti hilangnya silia dan menurunnya reflex batuk dan

muntah mengubah keterbatasan fisiologis dan kemampuan perlindungan sistem

pulmonal. Perubahan lain seperti penurunan komplians paru dan dinding dada turut

berperan dalam peningkatan kerja pernapasan sekitar 20% pada usia 60 tahun. Atrofi

otot-otot pernapasan dan penurunan kekuatan otot pernapasan dapat meningkatkan

keletihan otot pernapasan pada lansia. Perubahan-perubahan tersebut turut berperan

dalam penurunan konsumsi oksigen maksimum. Perubahan pada interstisium parenkim

dan penurunan pada daerah permukaan alveolar dapat menghasilkan penurunan difusi

oksigen. Lansia juga mengalami perubahan 50% pengurangan respons hipoksia dan

hiperkapnia pada usia 65 tahun sehingga dapat mengakibatkan penurunan efisiensi tidur

dan toleransi aktivitas.

Page 8: Konsep Penuaan

Implikasi klinis dari perubahan sistem respirasi sangat banyak. Perubahan sktruktural,

perubahan fungsi pulmonal dan perubahan sistem imun mengakibatkan suatu kerentanan

untuk mengalami kegagalan respirasi akibat infeksi, kanker paru, emboli pulmonal, dan

penyakit kronis sepertu asma dan penyakit paru obstruktif kronis. Penyebab mayor dari

penyakit tersebut adalah perubahan struktur dan fungsi dari saluran napas akibat

penuaan. Selain itu, penuaan juga menyebabkan terjadinya penurunan daya tahan tubuh,

antara lain karena melemahnya fungsi limfosit B dan T, sehingga penderita rentan

terhadap kuman-kuman patogen, virus, protozoa, bakteri atau jamur. Gangguan paru juga

bisa disebabkan karena penyakit lain. Seperti perubahan metabolism yang normal pada

lansia menyebabkan penyakit-penyakit metabolik yang bersifat sistemik: diabetes

mellitus, uremia, artritis rematoid dan sebagainya. Akibatnya, jika lama menderita

gangguan ini juga akan menyebabkan penyakit paru. Penyebab lain adalah pada orang

usia lanjut, bisa terjadi bahwa penggunaan obat-obat tertentu akan memberikan respons

atau perubahan pada paru dan saluran nafas, yang mungkin perubahan-perubahan tadi

tidak terjadi pada usia muda. Contoh, yaitu penyakit paru akibat idiosinkrasi terhadap

obat yang sedang digunakan dalam pengobatan penyakit yang sedang dideritanya, yang

mana proses tadi jarang terjadi pada usia muda

7. Penuaan pada sistem renal

Perubahan pada nefron dan jaringan kerja vaskular terkait usia mempengaruhi funsi

ginjal. Nefron yang merupakan unit fungsional dari ginjal yang jumlahnya kurang lebih 2

juta nefron pada dewasa normal, berkurang setengahnya pada lansia. Selain itu, jumlah

nefron yang tidak normal lebih banyak daripada nefron yang normal. Nefron yang

merupakan tempat mekanisme penyaringan darah, perubahan pada aliran vaskuler yang

menyertai penuaan mempengaruhi kerja nefron. Penurunan jumlah nefron terutama di

korteks ginjal dimana terdapat glomerulus di dalamnya menyebabkan massa ginjal

menurun hingga 25% pada usia 80 tahun. Perubahan vaskular diebabkan oleh penurunan

curah jantung, penyempitan dan sklerosis pembuluh darah secara umum akibat penuaan

dan penurunan ukuran dasar renovaskular yang menyebabkan sampai 50% penurunan

dalam aliran renal (Stanley& Beare, 2007, Roach, 2006, & Wallace, 2008).

Perubahan terkait usia pada nefron mempengaruhi fungsi pengaturan, eksresi, dan

metabolik sistem renal. Dalam nefron, perubahan terjadi perubahan dalam glomerulus

dan sistem tubular. Dalam glomerulus, membran basalis mengalami penebalan,

ditemukan sklerosis pada area fokal, dan total permukaan glomerulus menurun,

mengakibatkan filtrasi darah kurang efisien dan GFR menurun. Panjang dan volume

Page 9: Konsep Penuaan

tubulus proksimal menurun. Divertikula terlihat dalam tubulus kontortus distal yang

menyebabkan akumulasi debris. Perubahan tubular menurunkan daerah permukaan

membran yang tersedia untuk proses pertukaran zat/ substansi. Kemampuan ginjal untuk

bereaksi secara efektif terhadap perubahan fisiologiis yang drastis dan mendadak akan

menurun pada lansia (Smeltzer & Bare, 2002).

Dilusi dan konsentrasi urin dan pengeluaran cairan dari tubuh diatur oleh tubulus

ginjal dan memiliki irama diurnal. Proses fisiologis yang bertanggung jawab terhadap

konsentrasi urin dan ekskresi cairan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jumlah

cairan dalam tubuh, penyerapan dan transfer substansi melalui membran tubular,

osmoreseptor di hipotalamus yang mengatur tingkat sirkulasi ADH sesuai konsentrasi

cairan plasma, substansi dan aktivitas yang mempengaruhi sekresi ADH, konsentrasi

sodium dalam filtrasi glomerulus. Nokturia merupakan hal yang normal terjadi pada

lansia (Miller, 2004).

Keseimbangan cairan menjadi lebih sulit pada lansia karena lansia mengalami

pengurangan massa otot dan suatu peningkatan yang berhubungan dengan lemak tubuh

dan karena otot lebih banyak mengandung air daripada lemak, terdapat pengurangan

berat bersih total cairan tubuh yang terkait usia. Selain itu, pengurangan cairan

intraselular terjadi seiring penuaan normal. Hal ini mengakibatkan mekanisme

kompensasi terhadap kehilangan cairan pada lansia menjadi tidak efisien atau efektif.

Kemampuan nefron untuk memekatkan urin pada lansia mengalami gangguan, respons

terhadap sekresi ADH tidak efisien, dan sensasi haus mungkin berkurang atau tidak ada

(Stanley& Beare, 2007 & Roach, 2006).

Penuaan juga mempengaruhi kemampuan ginjal untuk menahan natrium.

Kemampuan menyimpan natrium secara sihnifikan menurun karena lansia kehilangan

nefron atau gangguan sekresi aldosteron. Hiponatremia dapat menyebabkan

hiperkalemia. Hipernatremia dapat terjadi pada kelebihan diet natrium tanpa asupan air

yang cukup. Asupan natrium maupun air yang berlebihan dapat menyebabkan

hipervolemia. Eksresi asam dan sistem buffer pada lansia kurang efektif. Sekresi hormon

1,25-dihidroksivitamin D oleh ginjal menurun pada lansia. Hormon ini berperan dalam

absorpsi kalsium dalam saluran gastrointestinal dan dalam mencegah mobilisasi kalsium

tulang untuk mempertahankan kalsium serum. Kekurangan hormon ini mungkin salah

satu mekanisme dalam perkembangan osteoporosis tipe II pada lansia (Stanley& Beare,

2007).

8. Penuaan pada sistem urinaria

Page 10: Konsep Penuaan

Sistem urinara lansia mengalami perubahan fisiologis terkait penuaan. Eliminasi

cairan yang mengandung zat sisa dipengaruhi oleh proses fisiologis yang kompleks yang

bergantung pada beberapa mekanisme, yaitu kemampuan kandung kemih untuk

meregang (menampung urin secara adekuat) dan untuk berkontraksi (mengeluarkan urin

seluruhnya); mekanisme pertahanan tekanan intrauretra yang lebih tinggi dari tekanan

intravesikal; regulasi saluran urinaria bawah oleh saraf otonom dan saraf somatik;

kontrol volunter urinasi oleh pusat otak. Pada lansia, perubahan terjadi pada mekanisme

tersebut yang berpengaruh terhadap perkemihan.

Penyimpanan dan pengeluaran urin dalam interval yang sesuai terkoordinasi secara

volunter dan involunter yang harus utuh secara fisik dan neurologis dan harus terdapat

kesadaran kognitif dari keinginan untuk berkemih dan tempat serta situasi yang tepat

untuk berkemih. Ketika berkemih terjadi, otot destrusor kontraksi dan sfingter internal

dan eksternal relaksasi, yang kemudian membuka uretra (Stanley& Beare, 2007).

Hipertrofi otot kandung kemih dan penipisan dinding kandung kemih secara normal

terjadi pada lansia yang akan mengganggu kemampuan kandung kemih untuk meregang

sehingga jumlah urin yang tertampung menurun, yaitu sekitar 250 sampai 200 mL. Pada

lansia, tidak semua urin dikeluarkan, tetapi residu urin 50 mL atau kurang dianggap

adekuat. Kapasitas kandung kemih menjadi lebih kecil, volume residu meningkat, dan

kontraksi kandung kemih tidak disadari pada lansia. Seiring bertambahnya usia, otot

halus di kandung kemih dan uretra berubah menjadi jaringan ikat yang dapat

mempengaruhi keseimbangan tekanan intravesikal dan intrauretra dan berkontribusi

terhadap inkontinensia.

Tekanan intravesikal dan intrauretra juga mempengaruhi pengeluaran urin. Kedua

tekanan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tekanan intra-abdomen, gaya

pada pelvis, destrusor, uretra, dan otot leher kandung kemih, serta mukosa uretra yang

dipengaruhi oleh level estrogen pada wanita. Pada wanita lansia, penurunan produksi

estrogen menyebabkan atrofi jaringan uretra dan efek akibat melahirkan mengakibatkan

otot-otot dasar panggul melemah. Pada pria lansia, hipertrofi prostat menyebabkan

tekanan pada kandung kemih dan uretra. Atrofi otot-otot akibat penuaan secara umum

mempengaruhi otot-otot kandung kemih sehingga kontraksi tidak kuat. Pada lansia yang

sehat, penyakit degeneratif dapat mengganggu baik penyampaian sensasi berkemih

maupun pengosongan kandung kemih. Interval antara persepsi berkemih dan

pengosongan kandung kemih memendek sehingga dapat menyebabkan inkontinensia

Page 11: Konsep Penuaan

pada lansia. Selain itu, perubahan pada lansia juga dapat menyebabkan kandung kemih

berkontraksi selama pengisisan (Stanley& Beare, 2007).

Sfingter internal dan eksternal mengatur pengisian dan pengosongan kandung kemih.

Perubahan pada lansia, seperti hilangnya otot halus di uretra dan penurunan relaksasi otot

dasar panggul, menurunkan resistensi uretal dan mengganggu fungsi sfngter. Pusat otak

berperan penting dalam mendeteksi sensasi kandung kemih yang penuh untuk memicu

pengosongan kandung kemih dan menstimulasi kontraksi kandung kemih untuk

pengosongan urin. Jalur untuk relaksasi dan kontraksi adalah dalam medula spinalis pada

pusat miksi saklral (S2-S4) dan dalam T11 sampai L2. Pengendalian yang terlokalisasi

digantikan oleh pusat kendali kandung kemih dalam korteks serebral dan oleh batang

otak. Gangguan pada titik apapun dalam sistem ini menyebabkan inkontinensia.

(Stanley& Beare, 2007).

9. Penuaan pada sistem pencernaan

Sistem pencernaan di mulai ketika makanan masuk ke dalam mulut dan di olah oleh

gigi, saliva, dan stuktur neuromuskular yang bertanggung jawab pada proses mengunyah.

Perubahan usia berdampak pada email gigi, yang menjadi lebih keras dan rapuh, dan

dentin menjadi lebih berserabut dan kurang melindungi dari nyeri seiring dengan

peningkatan usia. Pada lansia, kehilangan gigi menjadi penyebab utama adanya

periodontal desease (Miller, 2004). Kehilangan gigi pada usia lanjut merupakan masalah

yang terjadi sebagai dampak akumulatif sekian tahun lamanya (Miller, 2004). Selain itu,

mukosa mulut pada lansia mengalami beberapa perubahan seperti hilangnya elastisitas,

atrofi sel epitel, dan berkurangnya suplai darah ke jaringan. Mulut kering dan kurangnya

vitamin yang sering terjadi juga membuat mukosa mulut lebih rapuh dan lebih mudah

terkena infeksi dan ulserasi. Selain itu, sekresi air ludah berkurang sehingga

mengakibatkan rongga mulut menjadi kering dan bisa menurunkan cita rasa.

Esofagus lansia mengalami pelebaran. Penuaan esofagus berupa pengerasan sfringter

bagian bawah sehingga menjadi mengendur (relaksasi) dan mengakibatkan esofagus

melebar (presbyusofagus). Gangguan menelan biasanya berpangkal pada daerah

presofagus tepatnya di daerah osofaring penyebabnya tersembunyi dalam sistem saraf

sentral atau akibat gangguan neuromuskuler seperti jumlah ganglion yang menyusut

sementara lapisan otot menebal dengan manometer akan tampak tanda perlambatan

pengosongan esofagus. Pada lansia, sensitivitas terhadap rasa lapar menurun. Lapisan

lambung menipis diatas 60 tahun, sekresi HCL dan pepsin berkurang, asam lambung

menurun, waktu pengosongan lambung menurun, dampaknya terjadi malabsorbsi

Page 12: Konsep Penuaan

vitamin B12, kalsium, folat, dan zat besi. Fiber otot dan permukaan mukosa usus

mengalami atrofi, jumlah folikel limpatik menurun, berkurangnya berat usus halus secara

berangsur-angsur, dan vili menjadi lebih pendek dan luas.

Hati juga mengalami penurunan fungsi seiring bertambahnya usia. Meskipun terdapat

perubahan karena usia maupun patologik, hati memiliki regenerasi yang sangat besar dan

kapasitas cadangan serta kompensasi terhadap perubahan yang terjadi tanpa

mempengaruhi sistem pencernaan. Begitu pula dengan pankreas. Pankreas juga

mengalami perubahan secara degeneratif. Bagaimanapun juga, dengan adanya

pengecualian kemungkinan terhadap penurunan aktifitas enzim pada pencernaan lemak,

perubahan ini memiliki sedikit bahkan tidak ada konsekuensi fungsional terhadap sistem

pencernaan. Selain itu, terjasi penurunan sekresi mukosa usus besar dan menurunnya

elastisitas dinding rektal. Walaupun umumnya konstipasi merupakan masalah yang

sering terjadi pada lansia, perubahan usia memiliki sedikit atau tidak ada dampak pada

motilitas feses yang melewati bowel.

Referensi:

Miller, C. A. (2004). Nursing for wellness in older adults: Theory and practice. 4th Ed.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

Roach, S. (2006). Introductory gerontological nursing. Philadelphia: Lippincott William &

Wilkins

Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Vol2. Alih bhs:

Kuncara, et.al. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Stanley, M. & Beare, P. G. (2007). Buku ajar keperawatan gerontik. Edisi 2. Alih bahasa:

Juniati, N. & Kurnianingsih, S. Jakarta: EGC

Wallace, M. (2008). Essensials of gerontological nursing. New York: Springer Publishing

Company