Presus Dhf Ranggit

42
BAB I KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. Y Umur : 15 tahun Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Pelajar Agama : Islam Alamat : Jambu Rt. 5 Giricahyo Purwosari Tanggal masuk : 7 Januari 2013 Tanggal pemeriksaan : 11 Januari 2013 II. ANAMNESIS A. Keluhan Utama : Demam B. Keluhan Tambahan : Pusing, mual, muntah, nyeri di sendi dan belakang bola mata C. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluhkan demam tinggi sejak 4 hari yang lalu. Demam selama 4 hari tersebut sering tinggi dan pernah turun setelah minum obat penurun panas tetapi tidak sampai normal. Pasien juga mengeluh rasa pusing seperti akan jatuh, mual, dan badan terasa malas serta lemah untuk beraktivitas. Nyeri di belakang mata dan nyeri di seluruh sendi tubuh dan otot terutama kaki dirasakan sejak 2 hari yang lalu. 1

Transcript of Presus Dhf Ranggit

Page 1: Presus Dhf Ranggit

BAB I

KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. Y

Umur : 15 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

Alamat : Jambu Rt. 5 Giricahyo Purwosari

Tanggal masuk : 7 Januari 2013

Tanggal pemeriksaan : 11 Januari 2013

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama : Demam

B. Keluhan Tambahan : Pusing, mual, muntah, nyeri di sendi dan belakang bola

mata

C. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluhkan demam tinggi sejak 4 hari yang lalu. Demam selama

4 hari tersebut sering tinggi dan pernah turun setelah minum obat penurun panas

tetapi tidak sampai normal.

Pasien juga mengeluh rasa pusing seperti akan jatuh, mual, dan badan

terasa malas serta lemah untuk beraktivitas. Nyeri di belakang mata dan nyeri di

seluruh sendi tubuh dan otot terutama kaki dirasakan sejak 2 hari yang lalu.

Tidak ada riwayat mimisan, perdarahan gusi, atau muncul bintik-bintik

merah pada kulit. Buang air kecil (+) warna kuning, tidak sakit dan tidak panas.

Buang air besar (+) tidak diare dan frekuensi seperti sebelum sakit. Nafsu makan

turun dan minum (+) sedikit. Os mengaku ada beberapa tetangga yang

mengalami gejala sama dan dirawat di rumah sakit.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit yang serupa : Pasien belum pernah

menderita sakit yang serupa.

1

Page 2: Presus Dhf Ranggit

Riwayat penyakit hipertensi : Disangkal

Riwayat penyakit DM : Disangkal

Riwayat penggunaan obat-obatan :Pasien tidak pernah

mengkonsumsi obat-obatan

dalam jangka waktu lama.

Riwayat alergi : Disangkal

Riwayat penyakit jantung : Disangkal

Riwayat penyakit hati : Disangkal

Riwayat trauma : Disangkal

Riwayat mondok di RS : Disangkal

Riwayat operasi : Disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit yang serupa : Disangkal

Riwayat penyakit hipertensi : Disangkal

Riwayat penyakit DM : Disangkal

Riwayat penyakit jantung : Disangkal

Riwayat penyakit hati : Disangkal

Riwayat penyakit gastrointestinal : Disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan umum : lemah

B. Kesadaran : kompos mentis

C. Vital sign : Tekanan darah : 100/70 mmHg

Nadi : 100 x/menit, reguler

Suhu : 38,3 oC

Frekuensi pernafasan : 20 x/menit

D. Status Umum

1. Pemeriksaan Kepala

- Kepala : mesochepal, simetris, tumor (-), tanda radang (-), bekas luka (-)

2

Page 3: Presus Dhf Ranggit

- Rambut : distribusi merata, tidak mudah dicabut

- Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), kelopak edema

(-/-), mata cowong (-/-)

- Hidung : discharge (-), perdarahan (-), deviasi septum (-), nafas cuping

(-)

- Mulut : mukosa pucat (-), sianosis (-), lidah kotor bagian tengah (-),

darah

mengalir di posterior faring (-)

- Telinga : discharge (-), deformitas (-)

2. Pemeriksaan leher

Kaku kuduk (-), deviasi trakhea (-), pembesaran limfonodi (-), pembesaran

kelenjar thyroid (-), massa (-), JVP tidak meningkat.

3. Pemeriksaan thoraks

Pulmo

- inspeksi : bentuk dada normal, kedua hemithoraks simetris, tidak ada

bekas luka, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)

- palpasi : vokal fremitus kanan kiri sama, nyeri tekan (-)

- perkusi : sonor kedua lapangan paru

- auskultasi : suara dasar : vesikuler

suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Cor

- inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

- perkusi Kanan atas : SIC II LPS Sinistra

Kiri atas : SIC II LPS Dextra

Kanan bawah : SIC IV LPS Dextra

Kiri bawah : SIC V 1 jari medial LMC Sinistra

- palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat

- auskultasi : S1 - S2 murni reguler, bising (-)

4. Pemeriksaan Abdomen

3

Page 4: Presus Dhf Ranggit

- inspeksi : dinding perut lebih rendah daripada dinding dada, flat, tidak

ada luka,

- auskultasi: bising usus (+) normal

- palpasi : supel, permukaan perut setinggi dada, nyeri tekan epigastrum

(+), hepar dan lien tidak teraba dan nyeri tekan (-)

- perkusi : timpani

5. Pemeriksaan Ekstremitas

- udem (-/-) , ekstremitas hangat (+), nadi kuat

- uji torniquet positif (+)

- gerakan B B

B B

- kekuatan 5 5

5 5

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan 7/1/2013Nilai

RujukanSatuan

Hb 16,9 12,0-16.0 gr/dl

Hct 50,6 36-46 %

AE 6,21 4.,0-5,0 106/uL

AL 5,5 4-10 103/uL

AT 32 150-450 103/uL

Eosinofil 0 2-4 %

Basofil 1 0-1 %

Batang 10 2-5 %

Segmen 29 51-67 %

4

Page 5: Presus Dhf Ranggit

Limfosit 53 20-35 %

Monosit 7 4-8 %

GDS 106 <200 mg/dl

Ureum Darah 26 17-43 mg/dl

Kreatin Darah 0,60 0,6 – 1,1 mg/dl

Sgot 85 <31 U/l

Sgpt 33 <31 U/l

Asam urat 3,03 2,3 – 6,1 mg/dl

Pemantauan AT/HMT

7/1/2013 8/1/2013 9/1/2013 10/1/2013 11/1/2013

AT 32/24 20/14/13 13/18 37/40 63

HMT 50,6/47 44/40/39 39/39,8 36,8/35 36

IgM Antidengue +

IgG Antidengue +

V. DIAGNOSIS BANDING

Observasi febris hari ke 4 dengan trombositopenia

1. Dengue Fever

2. Dengue Hemorrhagic Fever

VI. DIAGNOSIS KERJA

Dengue Hemorrhagic Fever Grade 2

5

Page 6: Presus Dhf Ranggit

VII. PENATALAKSANAAN / TERAPI

- Infus RL 15 tpm

- Psidii 3 x 1

- Inj Ranitidin 1A/12 jam

- Inj Ondansetron 1A/8jam

- Mucogard syr 3 x 1 cth

- Paracetamol 3 x1

- Dextromethorphan 3 x 1

- Ambroxol 3 x 1

Follow up pasien

Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi

7/1/2013 S = os mengeluh pusing, lemes, mual,

nyeri ulu hati, nafsu makan turun, nyeri

retro orbita (+), nyeri otot dan sendi (+)

terutama daerah kaki, mimisan (-), gusi

berdarah (-), bab (+) tidak ada keluhan,

bak (+) tidak ada keluhan.

O = ku : lemas, cm

TD = 100/70

N = 100x

RR = 20x

T= 38,3

Kepala = CA -/-, SI -/-

Thorax = simetris, kg -, sonor, vesikuler

+/+

Abd = distensi -, bu + n, nt +, timpani,

- Infus RL 15 tpm

- Psidii 3 x 1

- Inj Ranitidin 1A/12 jam

- Inj Ondansetron

1A/8jam

- Mucogard syr 3 x 1 cth

- Paracetamol 3 x1

pl

- cek AT/HMT/8jam

- cek ureum, kreatinin, as.

Urat, GDS, SGOT, SGPT

6

Page 7: Presus Dhf Ranggit

Ext = akral hangat, edema –

A = observasi febris hari ke 4 susp

DF/DHF

8/1/2013 S = os mengeluh pusing cenut-cenut,

nyeri perut (+) os sedang mentruasi,

lemes, mual, nyeri ulu hati, nafsu makan

turun, nyeri retro orbita (+) berkurang,

nyeri otot dan sendi (+) terutama daerah

kaki, mimisan (-), gusi berdarah (+)

sejak kemarin sore.

O = ku : lemas cm

TD = 100/70

N = 80x

RR = 20x

T= 36,1

Kepala = CA -/-, SI -/-

Thorax = simetris, kg -, sonor, vesikuler

+/+

Abd = distensi -, bu + n, nt +, timpani,

Ext = akral hangat, edema –

A = observasi febris hari ke 5 susp

DF/DHF

- Infus RL 15 tpm

- Psidii 3 x 1

- Inj Ranitidin 1A/12 jam

- Inj Ondansetron

1A/8jam

- Mucogard syr 3 x 1 cth

- Paracetamol 3 x1

9/1/2013 S = os mengeluh batuk berdahak (+)

dahak bercampur darah (+), lemes (+),

demam (-), bila batuk dada terasa sesak,

gusi berdarah (-), mual (-), muntah (-),

pusing (-), bab (+) n, bak (+) n

- Infus RL 15 tpm

- Psidii 3 x 1

- Inj Ranitidin 1A/12 jam

- Inj Ondansetron

1A/8jam

7

Page 8: Presus Dhf Ranggit

O = ku : sedang, cm

TD = 110/70

N = 92x

RR = 20x

T= 36,0

Kepala = CA -/-, SI -/-

Thorax = simetris, kg -, sonor, vesikuler

+/+

Abd = distensi -, bu + n, nt -, timpani,

Ext = akral hangat, edema –

A = observasi febris hari ke 6 susp

DF/DHF

- Mucogard syr 3 x 1 cth

- Paracetamol 3 x1

+ Dextromethorphan 3 x

1

+ Ambroxol 3 x 1

pl. AT/HMT/8jam

10/1/2013 S = os merasa kondisi membaik, demam

(-), lemas (-), pusing (-), mual (-),

muntah (-), gusi berdarsh (-), batuk

berdahak (+) darah pada dahak (-)

O = ku : sedang, cm

TD = 110/70

N = 80x

RR = 24x

T= 36

Kepala = CA -/-, SI -/-

Thorax = simetris, kg -, sonor, vesikuler

+/+

Abd = distensi -, bu + n, nt -, timpani,

- Infus RL 15 tpm

- Psidii 3 x 1

- Inj Ranitidin 1A/12 jam

- Inj Ondansetron

1A/8jam

- Mucogard syr 3 x 1 cth

- Paracetamol 3 x1

- Dextromethorphan 3 x 1

- Ambroxol 3 x 1

pl. AT/HMT/12jam

8

Page 9: Presus Dhf Ranggit

Ext = akral hangat, edema –

A = observasi febris hari ke 7 susp

DF/DHF

11/1/2013 S = os merasa kondisi membaik, demam

(-), lemas (-), pusing (-), mual (-),

muntah (-), gusi berdarsh (-), batuk

berdahak (-) tidak ada keluhan lain.

O = ku : sedang, cm

TD = 120/70

N = 100x

RR = 20x

T= 36,9

Kepala = CA -/-, SI -/-

Thorax = simetris, kg -, sonor, vesikuler

+/+

Abd = distensi -, bu + n, nt +, timpani,

Ext = akral hangat, edema –

A = observasi febris hari ke 8 susp

DF/DHF

- Infus RL 15 tpm

- Psidii 3 x 1

- Inj Ranitidin 1A/12 jam

BLPL

-ranitidin tablet 2 x 1

- domperidon 3 x 1

9

Page 10: Presus Dhf Ranggit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER

A. DEFINISI

Demam berdarah dengue atau Dengue Hemorrhagik Fever (DHF) merupakan

suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue (famili Flaviviridae,

genus flavivirus). Virus ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-

1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan Dengue Fever

(DF) atau Dengue Hemorrhagik Fever (DHF). Keempat serotipenya ditemukan di

Indonesia dengan DEN-3 terbanyak. Seperti halnya DF, DHF ditularkan melalui

gigitan nyamuk genus Aedes terutama Aedes Aegypti betina dan Aedes

Albopictus.1,2,3,4,5,6

Dengue merupakan penyakit infeksi virus yang ditularkan lewat nyamuk

paling banyak berkembang di dunia. Selama 50 tahun terakhir, insidensi kasus

dengue meningkat 30 kali lipat dibandingkan migrasi penduduk kenegara baru.

Pola penyebaran juga berubah yaitu peningkatan penyebaran di daerah rural yang

10

Page 11: Presus Dhf Ranggit

awalnya rendah. Setiap tahunnya sekitar 50 milyar kasus infeksi dengue

dilaporkan dan 2,5 juta orang tinggal di negara endemik dengan 70% kasus berada

di asia tenggara.3

Indonesia merupakan wilayah endemis DHF dan sejak tahun 2004 Indonesia

merupakan negara yang melaporkan jumlah kasus infeksi virus dengue terbanyak

di antara seluruh negara-negara Asia Tenggara. Pada tahun 2005 WHO

menyatakan dengue merupakan penyakit yang dapat menimbulkan

kegawatdaruratan terhadap kesehatan masyarakat sehingga perhatian

internasional akan lebih diberikan sebagai implikasi untuk keamanan kesehatan

akibat gangguan dan menyebar epidemi yang cepat di luar perbatasan nasional.2,3

Sumber : World Organization map2

Gambar 1. Negara/daerah yang beresiko tertular infeksi virus dengue

(2008)

B. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi terjadi infeksi virus ini belum jelas. Perkembangan hipotesis

dari infeksi ini bermula pada tahun 1973 dimana Halstead mengajukan hipotesis

11

Negara beresiko tertular virus dengue

Page 12: Presus Dhf Ranggit

“Secondary Heterologous Infection” yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila

seseorang terinfeksi ulang oleh virus dengue yang berbeda serotipe. Reinfeksi ini

dikatakan menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan

konsentrasi kompleks imun yang tinggi. Respons antibodi anamnestik yang akan

terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi

limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping

itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi

dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan

mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody

complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.

Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 peningkatan permeabilitas

dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke

ruang ekstravaskular.3

Sumber : Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam3

Gambar 2. Hipotesis secondary heterologous Infection Dengue

Hemorrhagic Fever

Selain itu, terdapat hipotesis lain yang dinyatakan oleh Kurane dan Ennis

pada tahun 1994. Mereka menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan

aktifasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non-netralisasi

sehingga virus bereplikasi di makrofag.

12

Page 13: Presus Dhf Ranggit

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme

imunopatologis berperan dalam terjadinya DHF dan Dengue Shock Syndrome

(DSS). Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DHF adalah:

Antibody Dependent Enhancement (ADE) respon humoral berupa

pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis

yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi.

Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus

pada monosit atau makrofag.

Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam

respon imun seluler terhadap virus dengue.

Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi

antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi

virus dan sekresi sitokin oleh makrofag. Selain itu aktifasi komplemen ini

menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a yang menyababkan peningkatan

permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang

intravaskular ke ruang ekstravaskular.

Sedangkan trombositopenia pada infeksi dengue sseperti pada pasien ini dapat

terjadi melalui mekanisme: supresi sumsum tulang dan destruksi dan pemendekan

masa hidup trombosit. Destruksi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan

pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan

petanda degranulasi trombosit.

C. MANIFESTASI KLINIS

Dengue memiliki spektrum yang luas dari presentasi klinis, sering kali dengan

evolusi klinis dan hasil yang tak terduga. Manifestasi klinis infeksi virus Dengue

termasuk didalamnya DHF sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik, demam

ringan yang tidak spesifik, hingga yang paling berat yaitu Dengue Shock

Syndrome (DSS). Dalam praktek sehati-hari, pada saat pertama kali penderita

masuk rumah sakit tidaklah mudah untuk memprediksikan apakah penderita DF

tersebut akan bermanifestasi menjadi ringan atau berat. Infeksi sekunder dengan

13

Page 14: Presus Dhf Ranggit

serotipe virus dengue yang berbeda dari sebelumnya merupakan faktor resiko

terjadinya manifestasi DHF yang berat atau Dengue Shock Syndrome (DSS).1,2,3

Sumber : Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam3

Gambar 3. Manifestasi klinis infeksi virus dengue

Setelah masa inkubasi, penyakit ini diikuti oleh tiga fase, yaitu febris, kritis, dan

recovery (penyembuhan) (gambar-1).5

Gambar-1. Perjalanan Penyakit DBD.5

Fase Febris

14

Page 15: Presus Dhf Ranggit

Pasien akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang suhu tubuh

sangat tinggi hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat penurun panas. Fase ini

biasanya akan bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka kemerahan,

eritema, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan nyeri kepala. Beberapa pasien

mungkin juga mengeluhkan nyeri tenggorokan atau mata merah (injeksi

konjungtiva). Sulit untuk membedakan dengue dengan penyakit lainnya secara

klinis pada fase awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini

meningkatkan kemungkinan adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat

dijadikan parameter untuk membedakan antara kasus dengue yang gawat dan

tidak gawat. Oleh karena itu, memperhatikan tanda-tanda peringatan (warning

signs) dan parameter lain sangat penting untuk mengenali progresi ke arah fase

kritis.7,8,9 Warning signs meliputi:8

Klinis: nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan, perdarahan

mukosa, pembesaran hati >2 cm

Laboratorium: peningkatan Ht dengan penurunan trombosit.

Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran

mukosa (hidung dan gusi) dapat terjadi. Petekie dapat muncul pada hari-hari

pertama demam, namun dapat juga dijumpai pada hari ke-3 hingga hari ke-5

demam. Perdarahan vagina masif pada wanita usia subur dan perdarahan

gastrointestinal (hematemesis, melena) juga dapat terjadi walau lebih jarang.7,8,9

Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji torniquet positif, menandakan adanya

peningkatan fragilitas kapiler. Pada awal perjalanan penyakit 70,2% kasus DBD

mempunyai hasil positif.11

Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam.

Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,

bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah arcus costae.

Pada sebagian kecil dapat ditemukan ikterus. Penemuan laboratorium yang paling

awal ditemui adalah penurunan progresif leukosit, yang dapat meningkatkan

kecurigaan ke arah dengue.8,11

Fase Kritis

15

Page 16: Presus Dhf Ranggit

Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam mulai

cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini harus

diwaspadai sebagai awal kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga dibawah

37,5-38oC yang biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan permeabilitas

kapiler akan terjadi dan keadaan ini berbanding lurus dengan peningkatan

hematokrit. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis biasanya

terjadi selama 24-48 jam.8,11

Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat

merupakan tanda kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi.

Temuan efusi pleura dan asites secara klinis bergantung pada derajat kebocoran

plasma dan volume terapi cairan. Derajat peningkatan hematokrit sebanding

dengan tingkat keparahan kebocoran plasma. 8,11

Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis

akibat kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat

tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari

dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah,

kecil sampai tak teraba.Saat terjadi syok berkepanjangan, organ yang mengalami

hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi (impairment), asidosis metabolik,

dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini menyebabkan perdarahan

hebat sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan syok hebat. 8,11,12

Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat

dikatakan menderita dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang

menjadi fase kritis kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada

pasien perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya

kebocoran plasma.8

Fase Penyembuhan ( Recovery )

Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi gradual

cairan ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum pasien

membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status

hemodinamik meningkat, dan diuresis normal. Beberapa pasien akan mengalami

16

Page 17: Presus Dhf Ranggit

ruam kulit putih yang dikelilingi area kemerahan disekitarnya dan pruritus

generalisata. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi juga sering ditemukan

pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena efek dilusi yang

disebabkan reabsorpsi cairan. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat segera

setelah demam turun, namun trombosit akan meningkat kemudian. Pemberian

cairan pada fase ini perlu diperhatikan karena bila berlebihan akan menimbulkan

edema paru atau gagal jantung kongestif.8

D. DIAGNOSIS

Diagnosis untuk kasus pasien kali ini adalah dengue haemorrhagic fever

derajat 1. Dalam menentukan diagnosis ini digunakan kriteria diagnosis dari

WHO yaitu sebagai berikut:

2. Dengue Fever (DF)

Demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai

berikut:

a. Nyeri kepala

b. Nyeri retro-orbital

c. myalgia/atralgia

d. Ruam kulit

e. Manifestasi perdarahan (uji torniquet positif)

f. Leukopenia dan periksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DF/DHF

yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama

3. Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)

Kriteria diagnosis WHO untuk DHF harus memenuhi :

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, terkadang bifasik

(saddle back fever).

Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini :

a. Uji torniquet positif (>20 petekie dalam 2,54 cm2 )

b. Petekie, ekimosis, atau purpura

c. Perdarahan mukosa, konjungtifa, saluran cerna, bekas suntikan, atau

tempat lain

d. Hematemesis atau melena

17

Page 18: Presus Dhf Ranggit

Pembesaran hati

Trombositopenia (< 100.000 sel/mm3)

Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage :

a. Hematokrit meningkat >- 20% dibanding hematokrit rata-rata pada

usia, jenis kelamin, dan populasi yang sama

b. Hematokrit turun hingga >- 20% dari hematokrit awal, setelah

pemberian cairan

c. Terdapat efusi pleura, efusi perikard, asites, dan hipoproteinemi

Pemeriksaan laboratorium:

Leukopenia, pada kasus dengue, tes ini akan menunjukkan gambaran

leukopenia. Oleh karena itu jika ditemukan adanya leukositosis dan

neutrofilia maka kemungkinan infeksi dengue dapat disingkirkan.

Thrombocytopenia (< 100.000 /mm3)

Hematocrit (micro-hematocrit). Ditemukannya hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit >20%).

Hipoproteinemia, akibat dari kebocoran plasma.

Kriteria WHO Sindroma Syok Dengue:

Nadi yang cepat dan lemah,

Perbedaan antara sistole dan diastole rendah (<20 mm Hg) atau,

Hipotensi,

Kulit yang dingin,

Perubahan status mental.

Derajat dengue haemorrhagic fever:

1. DHF derajat I: Demam mendadak 2-7 hari disertai dengan gejala klinik lain

dengan manifestasi perdarahan ringan yaitu tes torniquet yang positif.

2. DHF derajat II: Golongan ini lebih berat daripada derajat I oleh karena

ditemukan perdarahan kulit dan manifestasi perdarahan lain yaitu epistaksis,

perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena.

18

Page 19: Presus Dhf Ranggit

3. DHF derajat III: Disebut juga fase pre syok, dengan tanda DHF grade II

namun penderita mulai mengalami tanda syok; kesadaran menurun, akral

dingin, nadi teraba cepat dan lemah, tekanan nadi masih terukur.

4. DHF derajat IV: Atau fase syok (disebut juga dengue syok syndrome/DSS),

penderita syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan

dan kaki dingin dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan

nadi tidak dapat terukur.

Pada Guideline for Treatment of Dengue Fever/ Dengue Haemorrhagic Fever in

Small Hospital yang diterbitkan oleh WHO pada tahun 2009, penggunaan

klasifikasi seperti disebutkan di atas didapatkan banyak kesulitan dalam

prakteknya Karen aperubahan cirri epidemiologi dan banyak kasus berat tetapi

tidak memenuhi semua kriteria DHF. UNtuk itu direkomendasikan untuk

mengklasifikasikan dengue berdasarkan tingkat keparahan yaitu:

1. Dengue ringan, dibagi menjadi:

- dengue ringan tanpa tanda bahaya

- dengue ringan dengan tanda bahaya

Dimungkinkan dengue apabila: tinggal / mengunjungi daerah endemik dengue

dan mengalami demam diikuti 2 kriteria dari:

a. mual dan muntah

b. rash

c. Nyeri otot/sendi

d. Uji tourniquet positif

e. Leukopenia

f. Ditemukan tanda bahaya

antara lain :

- Nyeri abdomen atau nyeri tekan abdomen

- Munah persisten

- Akumulasi cairan (efusi, asites)

- Perdarahan mukosa

- Letargis, restlessness

19

Page 20: Presus Dhf Ranggit

- Hepatomegali >2 cm

- Pemeriksaan laboratorium : peningkatan HCT dengan penurunan jumlah

trombosit

2. Dengue berat

Dibagi menjadi:

a. Kebocoran plasma berat, yang mengarah pada:

- Syok

- Akumulasi cairan dengan distress pernapasan

b. Perdarahan hebat

c. Gangguan organ berat

- Liver : AST/ALT > 1000

- CNS : penurunan kesadaran

- Jantung dan organ lainnya

E. PENATALAKSANAAN

Protokol 1 Pasien Tersangka DBD

Protokol 1 ini dapat digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan

pertolongan pertama pada pasien DBD atau yang diduga DBD di Puskesmas atau

Istalasi Gawat Darurat untuk dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan

indikasi rujuk atau rawat.

Seseorang yang tersangka menderita DBD diruang gawat darurat

dilakukan pemerisaan hemoglobin, hematokrit dan trombosit. Bila:

a. Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien

dapat dipulangkan dengan anjuran control dan berobat jalan ke poliklinik

damam waktu 24jam berikutnya, dan bila keadaan memburuk segera kembali

ke instalasi gawat darurat.

b. Hb, Ht normal tetapi trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat.

c. Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk

dirawat.

20

Page 21: Presus Dhf Ranggit

Sumber : Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam3

Gambar 5. Penatalaksanaan pasien gejala Dengue Hemorrhagic

Fever/DBD

Protokol 2 DBD Tanpa perdarahan spontan, masif dan syok

Pada pasien DBD dewasa tanpa perdarahan spontan dan masif serta tanpa

syok di ruang rawat, pemberian cairan Ringer laktat merupakan pilihan pertama.

Cairan lain yang dapat dipergunakan antara lain cairan dekstrosa 5% dalam ringer

laktat atau ringer asetat, dekstrosa 5% dalam NaCl 0,45%, dekstrosa 5% dalam

larutan garam atau NaCl 0,9%.

Rumus menghitung volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan:

1500+(20x(BB-20))

Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb. Ht tiap 24 jam:

1. Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit <100.000, pemberian cairan

tetap seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht, trombosit dilakukan tiap

12 jam.

2. Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan

sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.

21

Hb, Ht meningkat,Trombosit

Normal/turun

Hb, Ht normal,Trombosit <100ribu

RawatObservasi

Rawat jalanPeriksa Hb, Ht,

trombosit/24 jam

ObservasiRawat jalan

Periksa Hb, Ht,trombosit/24 jam

Hb, Ht, trombosit normal

Hb, Ht normal,Trombosit

100-150ribu

Rawat

Dengan Gejala DBD

Page 22: Presus Dhf Ranggit

Pasien dapat dipulang apabila:

1. Keadaan umum atau kesadaran dan hemodinamik baik, serta tidak demam.

2. Pada umumnya Hb, Ht dan jumlah trombosit dalam batas normal serta stabil

dalam 24 jam, tetapi dalam beberapa keadaan, walaupun jumlah trombosit

belum mencapai normal (> 50.000) pasien sudah dapat dipulangkan. Apabila

pasien dipulangkan sebelum hari ketujuh sejak masa sakitnya atau trombosit

belum dalam batas normal, maka diminta kontrol ke poiliklinik dalam waktu

1x24 jam atau bila kemudian keadaan umum kembali memburuk agar segera

dibawa ke UGD kembali.

Sumber : Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam3

Gambar 6 . Penatalaksanaan pasien DBD tanpa perdarahan spontan, masiv dan

syok

Protokol 3 DBD dengan Peningkatan Ht >20%

Meningkatnya Ht >20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit

cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah

dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kgBB/jam. Pasien

kemudian dipantau selama 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang

ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah

22

Page 23: Presus Dhf Ranggit

stabil, produksi urin meningkat, maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5

mk/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukakan pemantauan kembali dan bila

keadaan tetap menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan infus dikurangi

menjadi 3ml/kbBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka

pemberian cairan dapat dihentikan 24-48jam kemudian.

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi

keadaan tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat,

tekanan nadi menurun <20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus

meningkatkan jumlah cairan infus menjadi 10ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian

dilakukan pemantauan lagi dan bila menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan

dikurangi menjadi 5ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan

perbaikan maka cairan dinaikkan menjadi 15ml/kgBB/jam dan bila dalam

perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok

maka pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindrom syok dengue

pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti

pemberian cairan awal.

23

Page 24: Presus Dhf Ranggit

Sumber : Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam3

Gambar 7 . Penatalaksanaan pasien DBD dengan Peningkatan Ht >20%

Protokol 4 DBD dengan Perdarahan Spontan

Perdarahan spontan dan massif pada penderita DBD dewasa, jumlah dan

kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok. Pemeriksaan

tekanan darah, nadi, pernafasaan, dan urin dilakukan sering dengan kewaspadaan

Hb, Ht, dan trombosit serta pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit diulang setiap 4-

6jam.

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris

didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Tranfusi

komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan

defisiensi faktor pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan bila

nilai Hb <10mg/dl. Tranfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan

perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit <100.000/mm3 disertai

atau tanpa KID.

Protokol 5 DBD Dewasa dengan Sindroma Syok Dengue.

Renjatan harus segera diatasi dengan penggantian cairan intravaskuler

yang hilang, karena angka kematian DBD dengan syok 10 x dibandingkan DBD

tanpa syok. Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utam. Selain itu

diberikan oksigen 2-4liter/menit. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan

darah lengkap, homeostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium, klorida,

ureum dan kreatinin.

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20ml/kgBB/jam dan

dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan

tekanandarah sistolik 100mmHg dan tekanan nadi >20mmHg, frekuensi nadi

<100x/menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak

pucat, serta diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam), jumlah cairan dikurangi menjadi 7

24

Page 25: Presus Dhf Ranggit

ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 1-2jam keadaan stabil maka pemberian menjadi

5 ml/kgBB/jam. Bila dalam 1-2 jam lagi keadaan membaik, pemberian cairan

menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-48jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital

dan hematokrit stabil serta diuresis cukup, maka pemberian cairan perinfus harus

dihentikan karena dapat menyebabkan hipervolemia, edema paru, dan gagal

jantung.

Pengawasan terhadap kemungkinan terjadi renjatan ulang dilakukan

terutama selama 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena cairan kristaloid

hanya 20% saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam sejak

pemberian), oleh karena pemantau vital sign tetap dilakukan. Diuresis diusahakan

2ml/kgBB/jam. Bila pada fase awal renjatan belum teratasi maka tingkatkan

pemberian cairan kristaloid menjadi 20-30 ml/kgBB/jam, kemudian dievaluasi 20-

30 menit. Bila syok belum teratasi juga, perhatikan nilai hematokrit, jika

meningkat maka kebocoran plasma masih berlangsung, dan cairan di ganti koloid

10-20 ml/kgBB/jam dan dievaluasi setelah 20-30 menit. Jika hematokrit

meningkat maka terjadi perdarahan internal, dan dilakukan tranfusi PRC

10ml/kgBB/jam serta dapat diulang sesuai kebutuhan.

Bila keadaan syok belum teratasi maka dilakukan pemasangan kateter

vena sentral, dan pemberian koloid dapat ditingkatkan sampai maksimum yaitu 30

ml/kgBB/jam dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cm H2O. Bila masih

belum teratasi juga maka koreksi gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia,

anemia, KID, infesi sekunder. Bila vena sentral sudah sesuai target tetapi renjatan

belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik /vasopresor.

25

Page 26: Presus Dhf Ranggit

Indikasi Pulang Pasien DBD

Pasien dapat pulang apabila memenuhi semua kriteria berikut:12

Klinis:

o Bebas demam selama minimal 48 jam

o Terdapat perbaikan ststus klinis (keadaan umum baik, nafsu makan

makan membaik, status hemodinamik stabil, urine output normal, tidak

ada gangguan pernapasan)

Laboratoris:

o Peningkatan jumlah trombosit

o Hematokrit stabil tanpa cairan intravena

26

Page 27: Presus Dhf Ranggit

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien ini datang dengan keluhan utama demam yang tinggi mendadak

dan berlangsung terus menerus selama 4 hari. Pada pasien juga terdapat gejala

klinis tidak khas seperti lemas, penurunan nafsu makan, mual, muntah, diare, dan

nyeri kepala. Tetangga pasien ada yang menderita DBD dan dirawat di rumah

sakit bersamaan dengan os. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah

100/70 mmHg, frekuensi nadi 100x/menit, nyeri tekan epigastrium, serta uji

Rumple Leed positif. Hasil serologi anti Ig-M dan Ig-G menunjukkan hasil

positif.

Menurut WHO 2009, kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka

DBD adalah pasien tinggal atau baru bepergian dari daerah endemis dengue,

adanya riwayat demam lebih dari tiga hari, jumlah leukosit rendah atau menurun,

dan/atau trombositopenia ± uji torniquet positif. Berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan laboratorium, pasien ini memenuhi semua kriteria tersebut

sehingga dapat dipikirkan pasien ini tersangka DBD.

Uji torniquet merupakan tanda peningkatan fragilitas kapiler. Uji torniquet

pada pasien ini bermanfaat dan perlu dilakukan karena pada pasien ini terdapat

gejala dan tanda klinis yang mengarah DBD dan uji torniquet memberikan hasil

positif pada 70,2% di awal perjalanan penyakit. Uji torniquet dinyatakan positif

bila terdapat lebih dari 10 petekie dalam diameter 2,8 cm (1 inci persegi) di lengan

bawah bagian depan (volar) termasuk pada lipatan siku (fossa cubiti) saat

diberikan tekanan diantara sistolik dan diastolik pada lengan atas pasien selama 5

menit.

Pasien ini juga memenuhi 4 kriteria diagnosis DBD yang ditetapkan WHO

1997, antara lain:

1. Demam yang berlangsung 2-7 hari dan sifatnya bifasik (tinggi pada hari-

hari pertama dan membaik pada hari-hari selanjutnya). Pasien ini

27

Page 28: Presus Dhf Ranggit

mengalami demam yang terus menerus dan tidak mereda dengan obat

penurun panas biasa selama 4 hari.

2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan. Pada pasien didapatkan uji

Rumple Leed positif, dan terdapat tanda perdarahan spontan lainnya yaitu

gusi berdarah.

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000). Pada pasien ini terdapat

trombositopenia dari saat di IGD hingga hari terakhir di ruang rawat inap

dengan trombosit paling rendah terjadi pada hari kedua rawat (13.000) dan

mengalami kenaikan pada hari-hari sesudahnya. Keadaan trombositopenia

pada pasien ini disebabkan oleh penghancuran trombosit oleh sistem

retikuloendotelial karena terjadi agregasi trombosit.

4. Terdapat tanda-tanda kebocoran plasma. Pada pasien ini tidak terdapat

tanda klinis kebocoran plasma seperti asites dan efusi pleura. Namun,

tanda kebocoran plasma dapat diketahui dari hasil pemeriksaan

laboratorium, yakni terdapat penurunan hematokrit >20% setelah

mendapat terapi cairan dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Selanjutnya, menurut WHO 1997, derajat spektrum klinis pasien ini adalah

DBD derajat II oleh karena ditemukan perdarahan kulit dan manifestasi

perdarahan lain yaitu perdarahan gusi.

Untuk membuktikan etiologi DBD, pada pasien ini telah dilakukan

serologi anti Ig-M dan Ig-G dan hasilnya keduanya positif. Pada infeksi primer,

antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari kelima setelah onset penyakit, yakni

setelah jumlah virus dalam darah berkurang. Kadar IgM meningkat dengan cepat

dan mencapai puncaknya dalam 2 minggu dan menurun hingga tak terdeteksi lagi

setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG muncul beberapa hari setelah IgM dan pada

infeksi primer, produksi IgG lebih rendah dibandingkan IgM, namun dapat

bertahan beberapa tahun dalam sirkulasi, bahkan seumur hidup. Sedangkan pada

infeksi sekunder, kadar IgG meningkat lebih banyak dibandingkan IgM dan

muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM. IgG merupakan antibodi

predominan pada infeksi sekunder.

28

Page 29: Presus Dhf Ranggit

Pilihan pemeriksaan dengan serologi anti Ig-M dan Ig-G pada pasien ini

sudah tepat karena pasien sedang dalam hari ke-7 febris dan jumlah Ig-M dan Ig-

G sudah banyak terdapat dalam sirkulasi. Selain itu, dibandingkan pemeriksaan

sejenis, pemeriksaan ini relatif lebih murah, hasilnya cepat, walaupun memiliki

sensitivitas dan spesifisitas rendah.

Dengan menggunakan kriteria WHO 1997 dan 2009 serta didukung hasil

serologi positif maka diagnosis DBD pada pasien ini dapat ditegakkan.

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif ,yaitu mengatasi

kehilangan cairan plasma. WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan

standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih

mudah didapat dan lebih murah. RL memiliki kadar natrium rendah (131 mmol/L)

dan klorida rendah (115 mmol/L) serta osmolaritas 273 mOsm/L sehingga tidak

bisa digunakan pada pasien dengan hiponatremia berat. RL juga sebaiknya tidak

diberikan pada pasien dengan penyakit hati dan sedang dalam terapi metformin

karena mengganggu metabolisme laktat.

Selain pemberian cairan, pada pasien juga diberikan terapi simtomatik

yakni parasetamol 3 x 500 mg bila demam, inj ranitidin 1A/12jam, mucogard syr

3x1 cth, inj ondansetron 1A/8jam dan psidii 3x1. Ranitidin merupakan

penghambat pompa proton yang dapat menghambat sekresi asam lambung

sehingga dapat mengurangi gejala mual. Sedangkan ondansetron bersifat

antiemetik yang disebabkan kombinasi efek periferal (gastrokinetik) dan

antagonis terhadap reseptor dopamin di chemoreceptor trigger zone. Terapi ini

sudah sesuai karena pasien mengalami mual dan muntah yang mengakibatkan

turunnya nafsu makan.

Pasien ini sudah bisa dipulangkan pada hari keempat karena sudah bebas

demam selama 4 hari, terdapat perbaikan status klinis (keadaan umum baik, nafsu

makan membaik, status hemodinamik stabil, urin output normal, tidak ada

gangguan pernapasan), jumlah trombosit sejak hari kedua perawatan terus

meningkat dan hematokrit pada hari keempat stabil walaupun tanpa cairan

intravena.

29

Page 30: Presus Dhf Ranggit

30