Presus BTKV
-
Upload
angela-cox -
Category
Documents
-
view
93 -
download
0
description
Transcript of Presus BTKV
PRESENTASI KASUS
Hemoroid Pada Kehamilan
Pembimbing :
dr. Arief Setiawan, Sp.BD
Disusun Oleh:
Nely Nurmelani
1010221038
FK UPN ”Veteran” Jakarta
KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO JAKARTA
2012
BAB I
ILUSTRASI KASUS
I.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Y
Usia : 32 thn
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Tentara
Pangkat : Kopda
Alamat : Asrama korem 063 Cirebon
Tanggal masuk RS : 18 Oktober 2012
No CM : 40 08 01
I.2 ANAMNESA
Autoanamnesa
Keluhan utama : Nyeri kedua dada bila bergerak
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien datang ke IGD RSPAD Gatot Soebroto atas surat rujukan RS. Cermai
Cirebon suami pasien mengatakan ketika pasien sedang dibonceng naik sepeda motor,
tiba-tiba motor pasien ditabrak motor dari arah berlawanan sehingga tulang rusuk kanan
dan kiri patah,( mekanisme jatuh pasien tidak dapat menjelaskan secara detail ). Sesaat
setelah kecelakaan pasien tidak pingsan, tidak ada perdarahan dari teliga hidung dan
tenggorok, Pasien menggunakan helm, setelah kejadian pasien merasa sesak napas, nyeri
pada kedua dada, dan nyeri pada pinggang bawah. Sebelum ke RSPAD, pasien sempat
dibawa ke RS Cermai cirebon ,pasien dirawat selama 4 hari dan telah dilakukan tindakan
pemasangan WSD,terapi lain tidak diketahui dengan pasti. Pada saat ini pasien telah
dilakukan tindakan operasi.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi, DM, penyakit paru disangkal
Primary Survey :
A : Clear, terpasang trakheostomi
B : Breathing and ventilation
RR 22 x / menit
Inspeksi pada saat statis bentuk dada kanan dan kiri tidak simetris, pada
saat dinamis pergerakan dada kiri tertinggal. jejas (-), luka terbuka(-),retraksi
sela iga (-), udem (-), hematom (-)
Palpasi krepitasi (-), vokal fremitus dada sama kanan dan kiri, nyeri tekan
(+) pada dada kanan
Perkusi Sonor pada dada kanan dan kiri
Auskultasi SN vesikuler normal +/+,Rh -/-, Wh -/-
C : Circulation
Stabil, akral hangat, Nadi : 96 x / menit, TD : 120 / 80 mmHg, kualitas nadi
reguler cukup
D : GCS E4 M5 V6 = 15
Pupil isokor, reflek cahaya +/+, parese (-)
Secondary survey :
Status Generalis
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : T 120/80 mmHg, N 100 x/m, RR 22 x/m, S 36,5 C
Kepala
Bentuk normal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak tampak benjolan
Mata
Bentuk normal, kedudukan ke 2 bola mata simetris, palpebra superior et inferior tidak edema,
konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, kornea jernih, pupil bulat, isokor, diameter 3
mm, RC +/+, tidak ada hematom
Hidung
Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, sekret -/-
Telinga
Bentuk normal, liang lapang, sekret -/-, serumen -/-
Mulut
Bentuk normal, perioral sianosis (-), bibir tidak kering, lidah tidak kotor, faring tidak
hiperemis, tonsil T1-T1 tenang
Leher
Bentuk normal, KGB tidak teraba membesar,terpasang trakeostomi.
Pulmo, Cor, Abdomen, Genitalia Eksterna
Lihat status lokalis
Anus
Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Akral hangat, ( lihat status lokalis )
Kulit
Sawo matang, turgor baik
Status lokalis :
Et regio toraks
Look pada saat statis bentuk dada kanan dan kiri simetris, pada saat dinamis tidak
ada pergerakan yang tertinggal. jejas (-), luka terbuka (-), tulang iga terpapar
(-), retraksi sela iga (-), udem (-), hematom (-)
Feel krepitasi (-), vokal fremitus normal kanan dan kiri, nyeri tekan (+) pada dada
kanan
Perkusi sonor di dada kanan dan kiri
Auskultasi SN vesikuler kanan dan kiri normal. Rh -/-,
Wh -/-, BJ I-II regular, Gallop (-), Murmur (-)
Foto rontgen toraks :
- Suspect efusi pleura kanan kiri
- Multiple fraktur segmental costae 3,4,5 posterior kanan
- Multiple frakture komplit costae 2,6,7,8 posterior kanan
- Fraktur lama costae 9 posterior kiri dan costae 3 anterior kiri
- Cor : dbn
I.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Gadar, tanggal 29/10/2012, pukul 16:59 WIB
Jenis
pemeriksaan
Saat ini Nilai rujukan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
10,7 *
33 *
3,8 *
11500
13-18 g/dL
40-52 %
4,3-6,0 juta/uL
Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
407000
86
28
33
4800-10800/uL
150000-400000/uL
80-96 fl
27-32 pg
32-36 g/dL
Kimia
Natrium
Kalium
Klorida
Glukosa sewaktu
138
3,7
97*
90 *
135-145 mEq/L
3,5-5,3 mEq/L
97-107 mEq/L
<140 mg/dL
I.4 RESUME
Pasien Ny. Y,Perempuan usia 32 tahun, datang ke GADAR RSPAD atas rujukan
RS Cermai Cirebon,dengan keluhan utama nyeri pada kedua dada saat bergerak, akibat
kecelakaan sepeda motor . Sepeda motor pasien ditabrak motor dari arah berlawanan,
Setelah kecelakaan pasien merasa sesak napas, nyeri pada dada sebelah kanan dan kiri,
dan nyeri pada pinggang pasien tidak dapat bangun. Sebelum ke RSPAD, pasien sempat
dibawa ke RS Cermai Cirebon dan sudah menjalani perawatan selama 4 hari. Saat di RS
Cermai pasien mendapatkan tindakan pemasangan WSD. Terapi lain tidak dapat
diketahui pasti.
Pemeriksaan Fisik
Status generalis : Leher terpasang trakeostomi
Status lokalis :
Et Regio Thorax
Look Dalam batas normal
Feel Nyeri tekan (+) pada dada kanan
Perkusi Sonor di kedua dada
Auskultasi Dalam batas normal
Foto rontgen toraks :
- Suspect efusi pleura kanan kiri
- Multiple fraktur segmental costae 3,4,5 posterior kanan
- Multiple frakture komplit costae 2,6,7,8 posterior kanan
- Fraktur lama costae 9 posterior kiri dan costae 3 anterior kiri
- Cor : dbn
I.5 DIAGNOSA KERJA
Post op clipping costae + post stabilisasi posterior + stabilisasi costae hari ke 14
Post trakeostomi
I.6 PENATALAKSANAAN
Bedah Toraks :
Pemasangan WSD ( observasi drain )
Antibiotik
Analgetik
Nebulizer dengan ventolin + Nacl 2x/hari
IVFD maintenance NaCl 30 tpm
Fisioterapi nafas
Mobilisasi miring kanan-miring kiri
I.7 ANJURAN PEMERIKSAAN
Bedah toraks :
Foto toraks ulang setelah post stabilisasi posterior + post op clipping costae
I.8 PROGNOSA
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad santionam : bonam
BAB II
PENDAHULUAN
TRAUMA TORAKS
II.1 Latar Belakang
Trauma toraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga toraks yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding toraks ataupun isi dari kavum toraks yang disebabkan
oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat toraks akut.1
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh kota
besar didunia dan diperkirakan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun yang
disebabkan oleh trauma toraks di Amerika. Sedangkan insiden penderita trauma toraks di
Amerika Serikat diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan kematian yang
disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25% . Dan hanya 10-15% penderita trauma tumpul
toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya memerlukan tindakan
sederhana untuk menolong korban dari ancaman kematian. Canadian Study dalam laporan
penelitiannya selama 5 tahun pada "Urban Trauma Unit" menyatakan bahwa insiden trauma
tumpul toraks sebanyak 96.3% dari seluruh trauma toraks, sedangkan sisanya sebanyak 3,7%
adalah trauma tajam. Penyebab terbanyak dari trauma tumpul toraks masih didominasi oleh
korban kecelakaan lalu lintas (70%). Sedangkan mortalitas pada setiap trauma yang disertai
dengan trauma toraks lebih tinggi (15.7%) dari pada yang tidak disertai trauma toraks
(12.8%). Pengelolaan trauma toraks, apapun jenis dan penyebabnya tetap harus menganut
kaidah klasik dari pengelolaan trauma pada umumnya yakni pengelolaan jalan nafas,
pemberian ventilasi dan kontrol hemodinamik .2
II.2 Anatomi
a. Rongga toraks
Dinding dada merupakan bungkus untuk organ di dalamnya, yang terbesar adalah jantung
dan paru-paru. Tulang-tulang iga (costa 1-12) bersama dengan otot intercostal, serta
diafragma pada bagian caudal membentuk rongga toraks. Kerangka rongga toraks, meruncing
pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang
iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang.
Kartilago dari 6 iga memisahkan articulasio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh
berfungsi membentuk tepi costa sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan
rongga pleura di atas klavicula dan di atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi
pada luka tusuk. Muskulus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding
anterior toraks. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan muskulus gelang bahu
lainnya membentuk lapisan muskulus posterior dinding posterior toraks. Tepi bawah
muskulus pectoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior. Dada berisi organ
vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi
terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu muskulus intercostalis dan diafragma, yang
menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan
bronkus. 1, 3
www.netterimages.com
b. Pleura
Pleura parietals melapisi satu sisi dari toraks (kiri dan kanan). Sedangkan pleura viseralis
melapisi seluruh paru (kanan dan kiri). Antara pleura parietals dengan viseralis ada tekanan
negatif (“menghisap”), sehingga pleura parietals dan viseralis sering bersinggungan. Ruangan
antara kedua pleura disebut rongga pleura. Bila ada hubungan antara udara luar (tekanan 1
atm). Dengan rongga pleura, misalnya karena luka tusuk, maka tekanan positif akan
memasuki rongga pleura, sehingga terjadi “open pneumotoraks”. Tentu saja paru (bersama
pleura viseralis) akan kuncup (collaps). Bila karena suatu sebab, permukaan pleura viseralis
robek, dan ada hubungan antara bronkus dengan rongga pleura, sedangkan pleura viseralis
tetap utuh, maka udara akan masuk rongga pleura sehingga juga dapat terjadi pnuemotorax.
Apabila ada sesuatu mekanisme “ventiel” sehingga udara dari bronkus masuk rongga pleura,
tetapi tidak dapat masuk kembali, maka akan terjadi peunomotoraks yang semakin berat yang
pada akhirnya akan mendorong paru sebelahnya. Keadaan ini dikenal sebagai “tension
pneumotoraks”. Apabila terdapat perdarahan dalam rongga pleura, maka keadaan ini dikenal
sebagai hemotoraks. 1,3
c. Paru-Paru
Paru kanan memiliki 3 lobus ( superior, medius dan inferior ), sementara paru kiri memiliki 2
lobus ( superior dan inferior ). Didalam paru, percabangan jalan nafas, percabangan
a.pulmonalis, dan percabangan v.pulmonalis tersusun bersama, berbeda dengan organ lain.
Selain sistem a.pulmonalis dan v.pulmonalis, di paru ada sistem a.brokialis dan v.brokialis
yang berfungsi memberikan nutrien dan zat asam pada jaringan paru dan berasal dari janutng
bagian kiri melalui aorta.3
www.netterimages.com
d. Mediastinum
Mediastinum adalah rongga di tengah toraks yang lateralnya dikelilingi ronga pleura, inferior
oleh diafragma, dan superior oleh pintu masuk toraksis. Mediastinum terbagi atas 3
kompartemen : (1) mediastinum anterior, yang terletak diatas jantung dan berisi timus dengan
jaringan limfoid dan adiposa; (2) mediastinum posterior yang berada di belakang jantung dan
berisi esophagus, duktus toraksikus, aorta desendens, dan trunkus nurvus otonom; dan (3)
mediastinum medius, yang berisi jatung, pericardium, aorta, trakea, cabang bronkus utama,
dan limfonodus yang berhubungan. 3
www.netterimages.com
II.3 Patofisiologi trauma tumpul toraks
Ada 3 mekanisme pada trauma tumpul toraks : 2, 3
Trauma ledakan : Ada semacam gelombang udara dengan suatu tekanan kuat yang
akan merusak/merobek jaringan, seperti trakhea dan bronkhus dan diafragma
Trauma deselerasi : Tubuh yang sedang bergerak menabrak sesuatu obyek yang diam,
tapi struktur yang berada didalam toraks terus bergerak. Terjadi ruptur aorta.
Trauma kompresi :Tubuh tertekan pada suatu obyek yang keras. Terjadi fraktur costa,
sternum dan kerusakan organ intra torakal.
Trauma deselerasi sering terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor atau korban yang
terjatuh dari ketinggian. Trauma kompresi akibat benturan benda tumpul pada toraks akan
menyebabkan kerusakan yang sifatnya terlokalisir, seperti fraktur costa, sternum atau skapula
yang seringkali disertai cedera pada organ intra torakal . Bila gaya kompresi tersebut berasal
dari sisi anterior-posterior, bisa menyebabkan fraktur costa dibagian lateral, sedangkan gaya
yang berasal dari lateral bisa mengakibatkan terjadinya dislokasi sterno klavikula atau fraktur
klavikula. Selain itu faktor usia juga memegang peranan yang cukup penting, pada penderita
dewasa akan lebih mudah terjadi fraktur akibat adanya kalsifikasi dan osteoporosis.
Sedangkan pada anak masih banyak tulang rawan yang dapat menyerap benturan, sehingga
jarang ditemukan fraktur costa pada trauma tumpul toraks. Rongga toraks dibentuk oleh 2
struktur penting, yakni bagian yang keras/kaku yang membentuk ruangan di rongga toraks,
dibentuk oleh tulang tulang seperti costa, klavikula dan sternum, sedangkan bagian lain
adalah otot pernafasan yang berada disekeliling rongga toraks.2
Trauma toraks dapat menyebabkan 2 kelainan yang serius : 2
1) Kegagalan nafas sebagai akibat dari terjadinya pneumotoraks, tension pneumotorak,
open pneumotoraks, flail chest dan kontusio pulmonum,
2) Syok perdarahan sebagai akibat dari terjadinya hematotoraks dan hemomediastinum
Trauma toraks sering mengakibatkan keadaan hipoksia, hiperkarbia dan asidosis. Hipoksia
disebabkan oleh adanya perubahan tekanan intra pleura yang sering menyertai trauma toraks.
Sedangkan keadaan hiperkarbia sering disebabkan oleh gangguan ventilasi serta adanya
gangguan kesadaran yang seringkali menyertai penderita dengan trauma tumpul toraks.
Sedangkan keadaan metabolik asidosis pada penderita dengan trauma tumpul toraks terjadi
akibat adanya hipoperfusi jaringan. 2
II.4 Diagnosis 2
1. Anamnesa dan pemeriksaan fisik : Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui
mekanisme dan pola dari trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas,
kerusakan dari kendaraan yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain lain.
2. Pemeriksaan foto toraks : Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik
pada pasien dengan trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan
dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius trauma toraks
dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
3. CT Scan : Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul toraks,
seperti fraktur costa, sternum dan sternoclavikular dislokasi. Adanya retro sternal
hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat diketahui dari pemeriksaan ini.
Adanya pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas dengan
pemeriksaan ini sebelum dilakukan Aortografi
4. Ekhokardiografi : Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa adanya kelainan pada jantung dan esophagus.
Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan aspirasi, adanya cedera pada dinding
jantung ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini bila
dilakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan spesifitasnya
hampir 96%.
5. Elektrokardiografi : Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang
terjadi akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma . Adanya
abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan konduksi, takiaritmia
semuanya dapat menunjukkan kemungkinan adanya kontusi jantung. Hati hati,
keadaan tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG
menyerupai keadaan seperti kontusi jantung.
6. Angiografi : Adalah ‘Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan
dugaan adanya cedera aorta pada trauma tumpul toraks.
II.5 Prinsip pemeriksaan dan pengelolaan trauma toraks 1,2,3
Pemeriksaan Fisik Paru 1,2,3
a. Inspeksi : Pemeriksaan paru dilakukan dengan melihat peranjakan ke-2 sisi anda simetris
atau tidak.
b. Palpasi : Palpasi dilakukan dengan ke-2 tangan memegang ke-2 sisi dada. Dinilai
peranjakan kedua sisi ada (simetris atau tidak) dan bila ada suara penderita, apakah teraba
simetris atau tidak oleh ke-2 tangan pemeriksa.
c. Perkusi : Dengan mengetukan jari tengah terhadap jari tengah yang lain yang diletakan
mendatar di atas dada. Pada daerah paru berbunyi sonor, pada daerah jantung berbunyi redup
(dull), sedangkan di atas lambung (dan usus) berbunyi timpani. Pada keadaan pneumotoraks
akan berbunyi hipersonor, berbeda dengan bagian paru yang lain. Pada keadaan hemotoraks,
akan berbunyi redup (dull).
d. Auskultasi : Auskultasi dilakukan pada 4 tempat yakni bawah ke-2 klavikula, pada garis
mid-klavikularis, dan pada kedua aksila. Bunyi nafas harus sama kiri-kanan.
Airway
Pengelolaan airway merupakan hal utama yang harus diperhatikan lebih dahulu 4,5,6
1. Ada 2 keadaan yang harus dikenal pada survey primer :
a. Open pneumothorax 4,5
Dapat timbul karena trauma tajam, sedemikian rupa, sehingga ada hubungan udara
luar dengan rongga pleura, sehingga paru menjadi kuncup. Seringkali hal ini terlihat
sebagai luka pada dinding dada yang mengisap pada setiap inspirasi (sucking chest
wound).
Apabila lubang ini lebih besar daripada 1/3 diameter trakea, maka pada inspirasi,
udara lebih mudah melewati lubang pada dinding dada dibandingkan melewati mulut,
sehingga terjadi sesak yang hebat. Dengan demikian maka pada open pneumothorax,
usaha pertama adalah menutup lubang pada dinding dada ini, sehingga open
pneumothorax menjadi close pneumothorax (tertutup). Harus segera ditambahkan
bahwa Apabila selain lubang pada dinding dada, juga ada lubang pada paru, maka
usaha menutup lubang ini dapat mengakibatkan terjadinya tension pneumothorax. 4,5
Dengan demikian maka yang harus dilakukan adalah: 4
- Menutup dengan kasa 3 sisi. Kasa ditutup dengan plester pada 3 sisinya, sedangkan
pada sisi yang atas dibiarkan terbuka (kasa harus dilapisi zalf/sofratulle pada sisi
dalamnya supaya kedap udara)
- Menutup dengan kasa kedap udara. Apabila dilakukan cara ini maka harus sering
dilakukan evaluasi paru. Apabila ternyata timbul tanda tension pneumothorax, maka
kasa harus dibuka pada luka yang sangat besar, maka dapat dipakai plastik infus
yang digunting sesuai ukuran.
www.netterimages.com
b. Tension Pneumothorax 5,9
Apabila ada mekanisme ventil karena lubang pada paru, maka udara akan semakin
banyak pada satu sisi rongga pleura, akibatnya adalah :
- Paru sebelahnya akan tertekan, dengan akibat sesak yang berat
- Mediastinum akan terdorong, dengan akibat timbul syok
Apabila keadaan berat, maka paramedik harus mengambil tindakan dengan
melakukan tindakan dengan melakukan “needle thoracosynthesis”, yakni
menusukan dengan jarum besar pada ruang intercostal 2, pada garis mid-
klavikuler. 9
www.netterimages.com
c. Hematothorax
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Tidak banyak yang
dapat dilakukan pra-RS pada keadaan ini. Satu-satunya cara adalah membawa
penderita secepat mungkin ke RS dengan harapan masih dapat terselamatkan dengan
tindakan cepat di UGD. 5,6
www.netterimages.com
d. Flail Chest
Tulang iga patah pada 2 tempat, pada lebih dari 2 iga, sehingga ada satu segmen
dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi, segmen akan menonjol
keluar, pada inspirasi justru akan masuk ke dalam, ini dikenal sebagai pernafasan
paradoksal. Kelainan ini akan mengganggu ventilasi, namun yang lebih diwaspadai
adalah adanya kontusio paru yang terjadi. Sesak berat yang mungkin terjadi harus
dibantu dengan oksigenasi dan mungkin diperlukan ventilasi tambahan. Di RS
penderita akan dipasang pada respirator, Apabila analisis gas darah menunjukan pO2
yang rendah atau pCO2 yang tinggi. 5,6
www.netterimages.com
e. Tamponade Jantung
Terjadi paling sering karena luka tajam jantung, walaupun trauma tumpul juga dapat
menyebabkannya. Karena darah terkumpul dalam rongga perikardium, maka
kontraksi jantung terganggu sehingga timbul syok yang berat (syok kardiogenik).
Biasanya ada pelebaran pembuluh darah vena leher, disertai bunyi jantung yang jauh
dan nadi yang kecil. Pada infuus guyur tidak ada atau hanya sedikit respon.
Seharusnya pada penderita ini dilakukan perikardio-sintesis (penusukan rongga
perikardium) dengan jarum besar untuk mengeluarkan darah tersebut. 5,6
2. Beberapa keadaan yang dapat dikenali pada survei sekunder 5,6
a. Fraktur Iga
b. Kontusi paru
c. Keadaan lain seperti reptur aorta, rupture diafragma, perforasi esophagus dan
sebagainya tidak mungkin dapat dikenal pada fase pra-RS
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
FLAIL CHEST
III. 1 Defenisi
Flail chest Adalah area toraks yang “melayang” (flail) oleh sebab adanya fraktur iga
multipel berturutan = 3 iga , dan memiliki garis fraktur = 2 (segmented) pada tiap iganya. Atau Flail chest
adalah diagnosis anatomi klinis dicatat pada pasien trauma tumpul dengan gerakan paradoksal atau kebalikan
dari segmen dinding dada saat bernapas spontan.
Akibatnya adalah: terbentuk area “flail” yang akan bergerak paradoksal (kebalikan)
dari gerakan mekanik pernapasan dinding dada. Area tersebut akan bergerak masuk saat inspirasi dan
bergerak keluar pada ekspirasi.
Flail Chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan
dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua
atau lebih garis fraktur. Adanya semen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada
pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada
tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest yaitu
trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun ketidak-stabilan dinding dada
menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasidan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak
akan menyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita ini terutama disebabkan nyeri
yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang tertahan dan trauma jaringan parunya.
Flail Chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting (terbelat) dengan dinding dada.
Gerakan pernafasan menjadi buruk dan toraks bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi
gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan membantu diagnosis. Dengan
foto toraks akan lebih jelas karena akan terlihat fraktur iga yang multipel, akan tetapi terpisahnya sendi costo
chondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya hipoksia akibat kegagalan
pernafasan, juga membantu dalam diagnosis Flail Chest. Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian
ventilasi adekuat, oksigen yang dilembabkan dan resusitasi cairan.
Bila tidak ditemukan syok maka pemberian cairan kristoloid intravena harus lebih berhati-hati untuk
mencegah kelebihan pemberian cairan. Bila ada kerusakan parenkimparu pada Flail Chest, maka akan sangat
sensitif terhadap kekurangan ataupun kelebihan resusitasi cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus
dilakukan agar pemberian cairan benar-benar optimal. Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan paru-
paru dan berupa oksigenasi yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi.
Tidak semua penderita membutuhkan penggunaan ventilator. Pencegahan hipoksia merupakan hal penting
pada penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi perlu diberikan untuk waktu singkat sampai diagnosis dan
pola trauma yang terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara lengkap. Penilaian hati-hati dari frekuensi
pernafasan, tekanan oksigen arterial dan penilaian kinerja pernafasan akan memberikan suatu indikasi timing /
waktu untuk melakukan intubasi dan ventilasi.
III. 2. ANATOMI FISIOLOGI
Tulang Rib atau iga atau Os kosta jumlahnya 12 pasang (24 buah), kiri dan kanan, bagian depan
berhubungan dengan tulang dada dengan perantaraan tulang rawan. Bagian belakang berhubungan dengan
ruas-ruas vertebra torakalis dengan perantaraan persendian. Perhubungan ini memungkinkan tulang-tulang
iga dapat bergerak kembang kempis menurut irama pernapasan.
Tulang iga dibagi tiga macam:
a. Iga sejati (os kosta vera), banyaknya tujuh pasang, berhubungan langsung dengan tulang dada dengan
perantaraan persendian.
b. Tulang iga tak sejati (os kosta spuria), banyaknya tiga pasang, berhubungan dengan tulang dada dengan
perantara tulang rawan dari tulang iga sejati ke- 7.
c. Tulang iga melayang (os kosta fluitantes), banyaknya dua pasang, tidak mempunyai hubungan dengan
tulang dada.
Berfungsi dalam sistem pernapasan, untuk melindungi organ paru-paru serta membantu menggerakkan otot
diafragma didalam proses inhalasi saat bernapas.
III.3 ETIOLOGI
Trauma tembus :
Luka tembak
Luka tikam/ tusuk
Trauma tumpul :
Kecelakaan kendaraan bermotor
Jatuh
Pukulan pada dada
III. 4. PATOFISIOLOGI
Dada merupakan organ besar yang membuka bagian dari tubuh yang sangat mudah terkena
tumbukan luka. Karena dada merupakan tempat jantung, paru dan pembuluh darah besar. Trauma dada
sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada rongga thorak dan isinya dapat membatasi
kemampuan jantung untuk memompa darahatau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen
darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa perdarahan dalam dan tusukan
terhadap organ.
Luka dada dapat meluas dari benjolan yang relatif kecil dan goresan yang dapat mengancurkan atau
terjadi trauma penetrasi. Luka dada dapat berupa penetrasi atau non penetrasi ( tumpuln ). Luka dada penetrasi
mungkin disebabkan oleh luka dada yang terbuka, memberi keempatan bagi udara atmosfir masuk ke dalam
permukaan pleura dan mengganggu mekanisme ventilasi normal. Luka dada penetrasi dapat menjadi
kerusakan serius bagi paru, kantung dan struktur thorak lain.
III.5. TANDA DAN GEJALA
Tanda-tanda dan gejala pada trauma thorak :
Ada jejas pada thorak
Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi
Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi
Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan
Penurunan tekanan darah
Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leher
Bunyi muffle pada jantung
Perfusi jaringan tidak adekuat
Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi dengan pernapasan ) dapat terjadi
dini pada tamponade jantung.
III. 6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiologi : X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
Gasdarah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
Hemoglobin : mungkin menurun.
Pa Co2 kadang-kadang menurun.
Pa O2 normal / menurun
Saturasi O2 menurun (biasanya).
Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.
Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik,observasi
Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum
pleuradengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan
thorakotomi
Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc
segera thorakotomi
III. 7. PENATALAKSANAAN
Sebaiknya pasien dirawat intensif bila ada indikasi atau tanda-tanda kegagalan pernapasan atau
karena ancaman gagal napas yang biasanya dibuktikan melalui pemeriksaan AGD berkala dan takipneu pain
control. Stabilisasi area flail chest (memasukkan ke ventilator, fiksasi internal melalui operasi) bronchial toilet
fisioterapi agresif tindakan bronkoskopi untuk bronchial toilet. Tindakan stabilisasi yang bersifat sementara
terhadap dinding dada akan sangat menolong penderita, yaitu dengan menggunakan towl-clip traction atau
dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan pembedahan. Takipnea, hipoksia,dan
hiperkarbia merupakan indikasi untuk intubasi endotrakeal dan ventilasi dgn tekanan positif.
III. 8. KOMPLIKASI
a.Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.
b.Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema pembedahan.
c.Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep jantung.
d.Pembuluh darah besar : hematothoraks.
e.Esofagus : mediastinitis.
f.Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal (Mowschenson,1990).
BAB IV
DISKUSI
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Syamsuhidayat R, Wim De Jong 2002. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Seymour I Schwartz, MD 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi ke 6. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 261-84
Wikipedia. 2008. Pneumothorax. diakses dari http://en.wikipedia.org