Penyakit Cardiovaskular Pada Kehamilan
-
Upload
arditya-dwi-yudistira -
Category
Documents
-
view
73 -
download
6
description
Transcript of Penyakit Cardiovaskular Pada Kehamilan
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Sejumlah perubahan fisiologis pada kehamilan dapat ditolelir pada semua
ibu hamil tetapi dapat menjadi ancaman yang berbahaya pada ibu hamil
dengan kelainan kardiovaskular. Perubahan yang terjadi dapat mencakup
sistem gastrointestinal, respirasi, kardiovaskuler, urogenital, muskuloskeletal
dan saraf. Perubahan yang terjadi pada satu sistem dapat saling memberi
pengaruh pada system lainnya, dalam menanggulangi kelainan yang terjadi
harus mempertimbangkan perubahan yang terjadi pada masing-masing sistem,
Perubahan ini terjadi akibat kebutuhan metabolik yang disebabkan kebutuhan
janin, plasenta dan rahim.
1
BAB II
PEMBAHASAN
II. Epidemiologi
Kelainan kardiovaskular menjadi penyebab kematian terbanyak pada
wanita di Amerika Serikat dan merupakan penyebab kematian ketiga
terbanyak pada wanita usia 25 – 44 tahun. Penyakit kardiovaskular
berpengaruh sekitar 1% pada kehamilan dengan angka kematian maternal 0,3
dari 100.000 di Massachusetts (Bender et al., 2011). Menurut Tillery, angka
kematian maternal mencapai 10 – 25% walaupun adanya perkembangan
diagnosis dan penanganan penyakit kardiovaskular maternal saat ini (Tillery,
and Clarck, 2007).
Diantara beberapa penyakit kardiovaskular, hipertensi merupakan yang
tersering muncul pada kehamilan 6 – 8% dari seluruh dunia. Di negara Eropa,
penyakit jantung bawaan merupakan penyakit kardiovaskular terbanyak 75 –
82% yang ditemukan selama kehamilan, diluar Eropa dan Amerika bagian
utara berkisar 9 – 19%. Terbanyak kedua adalah penyakit jantung reumatik
berkisar 56 – 89% (Bax, et al., 2011). Kardiomiopati jarang ditemukan,
insiden 1:3000-4000 kehamilan di Amerika Serikat tetapi merupakan
penyebab berat dari komplikasi kelainan kardiovaskular pada kehamilan
(Simahendra, 2013).
III. Hemodinamika Hemostatik dan Metabolisme selama Kehamilan
Kehamilan menyebabkan perubahan fisiologis pada sistem kardiovaskular
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolisme ibu dan janin, termasuk
peningkatan jumlah total darah dalam tubuh, curah jantung, dan penurunan
tekanan resistensi perifer, serta tekanan darah. Perubahan ini mengakibatkan
peningkatan beban hemodinamik pada jantung ibu sehingga muncul gejala dan
tanda mirip penyakit jantung. Adaptasi kardiovaskular ini sangat penting
terutama pada wanita dengan riwayat penyakit jantung sebelumnya akan
menunjukkan pemburukan klinis selama kehamilan (Zagrosek et al., 2011).
Curah jantung merupakan hasil perkalian stroke volume dan denyut
jantung. Denyut jantung dan stroke volume meningkat seiring dengan
2
bertambahnya usia kehamilan. Volume plasma mencapai puncak 40% dari
volume plasma awal masa gestasi 24 minggu. Peningkatan curah jantung 30 –
50% normal pada masa kehamilan. Peningkatan volume plasma tidak
proporsional dengan penambahan massa sel darah merah dimana volume
plasma meningkat 30 – 50% relatif lebih besar disbanding peningkatan sel
darah merah yang terjadi 20 – 30%. Hal ini menyebabkan terjadinya
hemodilusi dan menurunnya konsentrasi hemoglobin sehingga mengakibatkan
anemia fisiologis selama kehamilan dan menambah beban jantung (Zagrosek
et al., 2011).
Pada awal kehamilan, peningkatan curah jantung diakibatkan karena
peningkatan volume sekuncup tetapi setelah masa gestasi 32 minggu, stroke
volume menurun akibat pembesaran uterus yang menekan vena kava inferior.
Penekanan vena kava inferior mengakibatkan penurunan aliran darah balik
vena ke jantung sehingga mengurangi preload dan berdampak terjadinya
hipotensi arterial yang dikenal dengan sindroma hipotensi supine maka dari itu
ibu hamil tidak dianjurkan posisi terlenang sampai akhir kehamilan (Zagrosek
et al., 2011).
Akhir kehamilan curah jantung sangat bergantung pada denyut jantung
karena pengurangan volume sekuncup. Denyut jantung mulai meningkat saat
usia kehamilan 20 minggu dan terus meningkat hingga usia kehamilan 32
minggu dan terus bertahan hingga 2 – 5 hari setelah persalinan. Takikardia
akan mengurangi pengisian ventrikel kiri, mengurangi perfusi pembuluh darah
koroner pada saat diastol dan secara stimultan meningkatkan kebutuhan
oksigen pada miokardium. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen akan memicu terjadinya iskemia miokard. Pada wanita dengan
penyakit jantung koroner gejala akan bertambah berat selama kehamilan
(Zagrosek et al., 2011).
Resistensi vaskuler akan menurun pada trimester pertama dan awal
trimester kedua akibat dari esterogen, progesterone, prostasiklin, atrial
natriuretik peptide, dan endothelial nitrit oxide sehingga tekanan darah
sistemik biasanya menurun pada awal kehamilan dan tekanan darah diastolik
biasanya 10 mmHg dibawah garis normal pada trimester kedua tetapi kembali
naik ke batas normal secara perlahan pada trimester ketiga. Jadi tiga perubahan
hemodinamik yang terjadi masa kehamilan: peningkatan curah jantung,
3
peningkatan denyut jantung, dan penurunan resistensi perifer (Zagrosek et al.,
2011).
Selama persalinan terjadi peningkatan curah jantung (15% selama kala I
dan 50% selama kala II) yang diakibatkan rasa takut, cemas, nyeri selama
persalinan dan kontraksi uterus. Kontraksi uterus akan mengembalikan darah
300 – 500 ml dari uterus ke sirkulasi sistemik. Respon simpatis dari rasa takut,
cemas, dan nyeri akan menaikkan denyut jantung dan tekanan darah yang akan
meningkatkan curah jantung. Curah jantung lebih banyak meningkat selama
kontraksi (Zagrosek et al., 2011).
Setelah persalinan, darah dari uterus akan kembali ke sirkulasi sistemik
akibat hilangnya kompresi vena kava inferior dan kontraksi uterus yang
mengembalikan darah ke sirkulasi sitemik. Pada kehamilan normal,
mekanisme kompensasi ini akan melindungi ibu dari efek hemodinamik yang
terjadi akibat perdarahan post partum, jika ada kelainan jantung maka
sentralisasi darah yang akut akan meningkatkan tekanan pulmoner dan terjadi
kongesti paru. Dua minggu post partum terjadi mobilisasi cairan ekstra
vaskuler dan diuresis. Pada wanita dengan stenosis katup mitral dan
kardiomiopati sering tejadi dekompensasi jantung pada masa mobilisasi cairan
post partum. Curah jantung biasanya akan kembali normal setelah 2 minggu
post partum (Zagrosek et al., 2011).
IV. Diagnosis
Kebanyakan wanita dengan kelainan jantung terdiagnosis sebelum
kehamilan, misal pasien telah menjalanu operasi kelainan jantung kongenital
akan mudah mendapatkan informasi yang rinci. Penyakit jantung pertama kali
didiagnosis saat kehamilan jika ada gejala yang dipicu oleh peningkatan
kebutuhan jantung (Cunningham et al., 2007).
Anamnesis
Banyak pasien merasa mudah kelelahan dan aktivitas sangat
berkurang, kondisi ini berhubungan erat dengan peningkatan berat badan
selama kehamilan dan anemia fisiologis pada kehamilan. Episode pingsan
atau sakit kepla ringan terjadi akibat kompresi mekanik dari rahim yang
hamil pada vena kava inferior sehingga menyebabkan aliran balik vena ke
jantung tidak adekuat terutama trimester tiga. Gejala lain yang sering
4
dikeluhkan hiperventilasi dan ortopnea akibat tekanan mekanik dari rahim
yang membesar pada diafragma. Palpitasi sering dijumpai dan diduga
berhubungan dengan sirkulasi hiperdinamik selama kehamilan (Shela et
al., 2011).
Pada pasien riwayat jantung sangat penting menanyakan kapasitas
fungsional, prevalensi gejala terkait sebelumnya, terapi yang
diperolehkan, tes diagnostik sebelumnya, dan riwayat operasi paliatif.
Pasien tanpa penyakit jantung penting menanyakan riwayat penyakit
jantung rematik, episode sianosis pada saat lahir atau usia dini, adanya
ganggguan reumatologik (contoh SLE), episode aritmia, sinkop, nyeri
dada, dan edema tungkai yang sering terjadi. Riwayat keluarga dengan
penyakit jantung bawaan, penyakit arteri koroner prematurm atau
kematian mendadak pada keluarga (Shela et al., 2011)..
Klasifikasi penyakit jantung berdasarkan New York Heart Association
tahun 1979:
Klas I : Aktivitas biasa tidak terganggu
Klas II : Aktivitas fisik terbatas namun tidak ada gejala saat istirahat.
Klas III : Aktivitas ringan sehari-hari terbatas, timbul sesak atau nyeri,
palpitasi saat aktivitas ringan
Klas IV : Gejala timbul pada saat istirahat dan ada gejala gagal jantung
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus fokus pada wajah, kelainan jari, skeletal yang
menunjukkan adanya anomali congenital. Adanya clubbing, sianosis,
pucat harus diamati. Pemeriksaan dada dapat dikesampingkan deformtas
pectus excavatum, tonjolan prekordial, pulsasi ventrikel kanan atau kiri.
Hiperventilasi dapat ditemukan pada kehamilan normal sehingga penting
membedakan hiperventilasi dari dyspnea yang sering ditemukan pada
gagal jantung kongestif. Bunyi jantung pertama biasanya terpisah (sering
disalahartikan sebagai bunyi jantung keempat), bunyi jantung pertama
yang keras dapat menunjukkan mitral stenosis, sedangkan bunyi jantung
pertama intensitas rendah menunjukkan blok jantung tingkat pertama.
Bunyi jantung kedua terpisah dapat diartikan sebagai defek septum atrium
sedangkan suara pardoksikal yang terpisah dapat ditemukan pada
5
hipertrofi ventrikel kiri yang berat. Bunyi jantung ketiga adalah normal
pada kehamilan. Bunyi jantung keempat, ejection click, opening snap,
atau mid sistolik hingga late sistolik mengindikasikan penyakit
jantung. Murmur sistolik dapat terdengar pada wanita hamil dan
merupakan hasil dari sirkulasi hiperkinetik selam masa kehamilan.
Murmur yang terdengar pada linea sternum kiri dan diatas area
pulmonal perlu pemeriksaan lanjut ECG dan USG Doppler (Sedyawan,
2011).
Gejala Tanda klinik
Dyspnea yang progresif atau
ortopnea
Batuk pada malam hari
Hemoptisis
Sinkop
Nyeri dada
Sianosis
Clubbing pada jari
Distensi vena di daerah leher yang menetap
Bising sistolik derajat 3/6 atau lebih
Bising diastolik
Kardiomegali
Aritmia persisten
Terpisahnya bunyi jantung kedua yang persisten
Adanya kriteria hipertensi pulmonal
Pemeriksaan Elektrocardiografi
Pemeriksaan ini sangat aman. Kehamilan dapat menyebabkan
interpretasi dari variasi gelombang ST-T lebih sulit dari biasnaya. Depresi
segmen ST inferior sering ditemukan pada wanita hamil normal.
Pergeseran aksis QRS ke kiri sering dijumpai tetapi deviasi aksis ke kiri
yang nyata (-30 derajat) menyatakan ada kelainan jantung (Sedyawan,
2011).
Pemeriksaan Ekokardiografi
Pemeriksaan ini sangat aman dan tanpa resiko terhadap ibu dan janin.
Pemeriksaan transesofageal ekokardiografi pada wanita hamil tidak
dianjurkan karena resiko anastesi selama pemeriksaan. Semua
pemeriksaan radiografi harus dihindari terutama pada awal kehamilan
6
karena beresiko terhadap organogenesis abnormal janin, keganasan masa
kanak-kanan seperti leukemia. Jika pemeriksaan radiologi sangat
diperlukan, dilakukan pada kehamilan lanjut dengan dosis radiasi
seminimal mungkin dan perlindungan terhadap janin seoptimal mungkin
(Sedyawan, 2011).
V. Penatalaksanaan
Antepartum
Wanita dengan penyakit jantung sebelum memutuskan untuk hamil
sebaiknya konsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Mortalitas maternal
bervariasi sesuai dengan status fungsional jantung selama kehamilan,
namun dapat bertambah tinggi seiring dengan bertambahnya umur
kehamilan. Penanganan penyakit jantung pada kehamilan ditentuka pada
kapasitas fungsional jantung, pada wanita hamil dengan penyakit jantung
harus dicegah penambahan berat badan berlebihan dan retensi cairan yang
abnormal. Kunjungan rutin untuk pemeriksaan denyut jantung,
penambahan berat badan, dan saturasi oksigen (Bax et al., 2011).
Evaluasi resiko kehamilan dengan penyakit jantung
direkomendasikan menggunakan modifikasi dari WHO. Klasifikasi ini
mencakup semua faktor resiko kardiovaskular maternal termasuk penyakit
jantung sebelumnya dan komorbiditas lainnya. Resiko WHO klas I:
mortalitas maternal sangat rendah; WHO klas II: mortalitas maternal
rendah sampai sedang, direkomendasikan follow up kehamilan tiap
trimester; WHO klas III: resiko tinggi komplikasi maternal dan sangat
direkomendasikan advis dokter spesialis jantung dan kandungan; WHO
klas IV: kehamilan dikontraindikasikan jika wanita tersebut hamil dan
tidak mau diterminasi makan kontrol secara ketat (Bax et al., 2011).
American College of Obstetricians and Gynecologist (1992)
menekankan empat konsep yang mempengaruhi wanita dengan penyakit
jantung, yaitu:
1. Peningkatan curah jantung dan volume plasma 50% pada awal
trimester ketiga.
2. Fluktuasi volume plasma dan curah jantung terjadi pada masa
perpartum
7
3. Penurunan tahanan vaskuler sistemik mencapai titik terendah
pada trimester kedua dan meningkat sampai 20% dibawah
normal pada akhir kehamilan.
4. Hiperoagubilitas, sehingga dibutuhkan antikoagulan derivat
koumarin sebelum kehamilan.
Prinsip umum manajemen kehamilan pada wanita dengan
penyakit kardiovaskular:
STAGE PRINSIP PENANGANAN
Sebelum Konsepsi Identifikasi kondisi kardiovaskular dan kelas fungsional,
evaluasi dengan kardiologist
Disarankan melakukan koreksi bedah bila diperlukan
Konseling tentang prognosis keberhasilan persalinan termasuk
keselamatan ibu dan kelainan janin
Mengevaluasi kehamilan kedepannya
Mengevaluasi medikasi dan mendiskusikan resiko dan
keuntungan tiap medikasi dengan kardiologist dan pasien
Memberi konseling kontrol kehamilan agar mencegah
kehamilan yang tidak diinginkan
Trimester I Mengevaluasi multidisiplin dengan kardiologis dan
perinatologis
Konseling resiko mortalitas dan morbiditas ibu dan prognosis
keberhasilan kehamilan
Mengevaluasi ulang medikasi dengan kardiologis untuk
meminimalkan resiko kelainan fetus tanpa mengganggu status
kardiovaskular ibu
Menghindari terapi intervensi yang dapat ditunda hingga
trimester II (fluoroskopi)
Mengevaluasi opsi terminasi kehamilan jika terdapat resiko
mortalitas dan morbiditas tinggi terhadap ibu
Mendiskusikan rujukan ketempat dengan fasilitas lebih baik
8
Trimester II Melanjutkan evaluasi multidisiplin
Mengevaluasi akan adanya penyakit jantung bawaan pada
fetus dengan fetal ultrasound
Mengevaluasi perkembangan janin dengan serial fetal
ultrasound
Mengatur dosis medikasi untuk mempertahankan level
terapeutik
Membatasi aktivitas maternal untuk mempertahankan
stabilitas kardiovaskular
Trimester III Melanjutkan evaluasi multidisiplin pada pasien
Mengevaluasi perkembangan janin dengan serial fetal
ultrasound
Konsultasi dengan ahli anastesi mengenai persalinan
Melakukan pertemuan dengan ahli lain selama kehamilan dan
persalinan untuk merencanakan manajemen persalinan
Mengevaluasi resiko dan keuntungan induksi persalinan,
persalinan spontan, dan seksio sesarioa efektif
Jika diberi antikoagulan, ganti dengan unfractionated heparin
Selama Persalinan Monitoring ketat oleh tim multidisiplin ahli
Penanganan nyeri yang adekuat
Monitoring kondisi kardiovaskular maternal dan status cairan
Post Partum Monitoring hemodinamik
Intrapartum
Persalinan yang ideal adalah singkat dan bebas nyeri. Induksi
persalinan dan pantau hemodinamika yang invasif (misal pemasangan
kateter arteri pulmonalis). Selama persalinan pasien harus ditopang bantal
yang cukup untuk membantu pernapasan, oksigen tersedia secara
intermitten atau terus menerus jika terjadi sesak napas atau sianosis. Ahli
dapat mendampingi persalinan. Sedasi dan analgesia dapat diberikan
9
morfin. Cara anastesi dapat dipilih regional, spinal, kaudal, pudendal atau
umum (Bax et al., 2011).
Pada kala II, mengedan dengan menahan napas dilarang karena
menambah curah jantung, pemakaian forsep sedini mungkin dipelukan.
Suntik ergotamine dihindari karena menyebabkan kontraksi uterus yang
tonik dan meningkatkan aliran darah balik. Relaksasi uterus dan
perdarahan lebih aman diberikan oksitosin (Zagrosek et al., 2011).
Setelah kala III harus perhatikan tanda dekompensasi atau edema
paru. Tata laksana gagal jantung akut: posisi setengah duduk, anastesi
kaudal terus menerus, oksigenasi, digitalis (indikasi dari ahli), observasi
ketat tanda vital, balans cairan, anemia, dan sebagainya.
Standar penanganan dalam masa persalinan:
1. Diagnosis akurat
2. Jenis persalinan sesuai indikasi obsetri
3. Penanganan medis mulai awal persalinan (hindari partus lama
dan induksi dilakukan jika serviks sudah matang)
4. Pertahankan stabilitas hemodinamik
5. Cegah nyeri dan respon hemodinamik dengan analgesia epidural
narkotik dan dosis rendah
6. Antibiotik profilaksis jika resiko endokarditis
7. Ibu tidak boleh mengedan, persalinan forcep rendah atau vakum
8. Hindari perdarahan dengan MAK III dan penggantian cairan
yang tepat dan sesuai
9. Manajemen cairan post partum dini: diuresis agresif yang hati-
hati (Zagrosek et al., 2011)
Puerperalis
Episode paling beresiko dan harus dipantau untuk mengetahui
tanda-tanda gagal jantung, hipotensi, dan aritmia. Perdarahan postpartum,
anemia, infeksi, dan tromboemboli adalah komplikasi serius kelainan
jantung. Pengawasan ketat terhadap keseimbangan cairan karena dalam 24
– 72 jam terjadi perpindahan cairan ke sirkulasi sentral dan dapat
menyebabkan kegagalan jantung. Perhatikan jika pasien tidak mengalami
10
diuresis spontan, jika terjadi penurunan saturasi oksigen menandakan
adanya edema pulmonum (Bax et al., 2011).
Farmakoterapi
1. Diuretik
Diuretik dapat digunakan untuk pengobatan gagal jantung
kongestif yang tidak dapat dikontrol denga restriksi natrium dan obat
lini pertama untuk terapi hipertensi. Tidak ada satu diuretik pun yang
kontraindikasi dan paling sering digunakan golongan diuretik tiazid
dan furosemide. Diuretik tidak boleh digunakan sebagai profilaksis
terhadap toksemia atau pengobatan terhadap edema pedis (Shela et al.,
2011).
Diuretik diberikan untuk mengurangi gejala dispnea nocturnal
paroksismal dan exertional serta edema perifer pada kehamilan.
Komplikasi terapi diuretik mirip dengan pasien yang tidak hamil
seperti alkalosis metabolik, penurunan toleransi karbohidrat,
hipokalemia, hiponatremia, hiperurisemia, dan pankreatitis (Shela et
al., 2011).
2. Inotropik
Digoksin bermanfaat untuk efek kontraktilitas ventrikel dan
kontrol atrial fibrilasi. Indikasi penggunaan digitalis boleh diberikan
pada kehamilan, digoksin dan digitoksin dapat melalui plasenta dan
kadar serum pada janin lebih kurang sama dengan ibu. Digoksin
dengan dosis yang sama bila diberikan pada ibu hamil akan
menghasilkan kadar serum yang lebih rendah bila dibandingkan
diberikan pada wanita yang tidak hamil. Jika efek yang diinginkan
tidak tercapai, perlu diukur kadarnya dalam serum. Digitalis dapat
memperpendek masa gestasi dan kelahiran karena efek pada
miometrium sama dengan efek inotropik pada miokardium. Digoksin
juga disekresi dalam asi. Bila inotropik intravena atau vasopresor
diperlukan, obat – obat seperti dopamine, dobutamin, atau norepinefrin
dapat digunakan tetapi efeknya membahayakan janin karena
menurunkan aliran darah ke uterus dan menstimulasi kontraksi uterus.
11
Efedrin adalah obat awal yang baik pada percobaan binatang dan tidak
mempengaruhi aliran darah ke uterus (Shela et al., 2011).
3. Vasodilator
Nitroprusde merupakan obat vasodilator pilihan krisis
hipertensi untuk mengurangi afterload dan preload emergensi, efek
obat segera hilang jika obat dihentikan. Namun nitropruside digunakan
hanya ketika semua intervensi telah gagal dilakukan. Dosis dan durasi
diminimalkan karena metabolisme untuk tiosianat dan sianida dapat
mengakibatkan keracunan sianida janin. Hidralazin, nitrogliserin, dan
labetolol intravena adalah pilihan lain obat parenteral. Reduksi
afterload kronik untuk pengobatan hipertensi, regurgitasi aortal atau
mitral, disfungsi ventrikel selama kehamilan diterapi dengan calcium
channel blocker, hidralazin, dan metildopa. Efek yang membahayakan
terhadap janin tidak ada laporan. ACE Inhibitor merupakan
kontraindikasi pada kehamilan karena menambah resiko terjadi
kelainan perkembangan ginjal janin (Shela et al., 2011).
4. Penghambat Reseptor Adrenergik
Beta bloker dapat menurunkan darah ke umbilikus, memulai
kelahiran prematur, mengakibatkan plasenta yang kecil serta infark
plasenta dan berpotensi menimbulkan bayi berat badan lahir rendah
sehingga penggunaannya perlu diperhatikan. Propanolol, labetolol,
atenolol, nadolol, dan metoprolol diekskresikan dalam asi, meskipun
efek samping belum dilaporkan maka penggunaan obat harus dipantau
(Shela et al., 2011).
5. Anti Aritmia
Obat penghambat nodus atrioventrikuler (AV node) kadang
diperlukan semasa kehamilan. Dapat digunakan digoksin, beta bloker,
dan kalsium bloker. Laporan awal, penggunaan adenosin digunakan
secara aman sebagai penghambat nodus. Lidokain merupakan obat lini
pertama yang diberikan. Depresi neonatus transien terbukti terjadi jika
12
kadar lidokain pada darah janin melebihi 2,5 mikrogram/liter (kadar
pada janin 60% dari kadar ibu (Shela et al., 2011).
6. Anti Koagulan
Dianjurkan menggunakan heparin untuk timester pertama dan
dilanjutkan pemberian warfarin pada lima bulan berikutnya, kembali
memakai heparin sebelum melahirkan. Penggunaan obat anti koagulan
sangat hati – hati karena dapat meningkatkan kemungkinan perdarahan
maternal melalui plasenta. Heparin memiliki efek samping menipisnya
antitrombin III, trombositopenia, dan osteoporosis dini pada ibu.
Warfarin memiliki efek teratogenik pada janin termasuk warfarin
embriopati, kelainan sistem saraf, dan perdarahan jika digunakan
selama trimester pertama (Shela et al., 2011).
VI. Kelainan Jantung Beresiko Rendah terhadap Ibu Hamil
a) Atrial Septal Defect (ASD)
ASD merupakan kelainan jantung kongenital yang paling sering
ditemukan dalam kehamilan dan asimptomatik. Pada pemeriksaan tampak
tanda khas berupa dorongan ventrikel kanan dan bising sistolik yang keras
pada tepi sternum kiri dan bunyi jantung kedua yang terpisah. Pemeriksaan
elektrokardiografi (EKG) tampak hipertrofi ventrikel kanan dan right
bundle brach block dengan aksis jantung normal. Pemeriksaan foto thorak
tampak peningkatan vaskularisasi paru dan pembesaran jantung kanan.
Biasanya perubahan pada kehamilan dapat ditolelir oleh pasien ASD
kecuali peningkatan volume darah yang terjadi pada trimester kedua.
Beberapa laporan mengenai kegagalan jantung kongestif dan aritmia,
kegagalan jantung kongestif adalah indikasi melakukan operasi untuk
mengoreksi defek. Sebagian kecil pasien ASD mengalami hipertensi
pulmonal dan sindroma Eisenmenger (aliran darah balik dari kanan ke kiri
karena tekanan arteri pulmonalis suprasistemik). Keadaan ini
membahayakan jiwa pasien sehingga perlu penanganan yang tepat, cepat,
dan serius (Cunningham et al., 2007; Bax, et al., 2011).
b) Ventrikel Septal Defect (VSD)
13
Pasien VSD dapat mencapai usia reproduksi, biasanya memiliki defek
kecil (tidak dikorensi pada masa kanak-kanak). Pemeriksaan fisik
ditemukan getaran dan bising pada tepi sternum kiri, bunyi jantung pertama
yang keras dan bunyi gemuruh diastol. Pada defek yang kecil, pemeriksaan
EKG tampak normal namum dapat ditemukan tanda hipertrofi ventrikel kiri
dan kanan. Foto thoraks tampak pembesaran ventrikel kanan dan atrium
kiri. Kehamilan dapat ditolelir oleh pasien VSD karena kehamilan
menyebabkan penurunan resistensi vaskular yang mengurangi terjadinya
shunt kiri kanan. Morbiditas dan mortalitas meningkat jika terjadi
hipertensi pulmonal dan sindroma Eisenmenger. Pada masa postpartum
pasien VSD dengan hipertensi pulmonal beresiko mengalami gagal jantung
ketika terjadi penurunan tekanan darah dan volume darah sesaat sehingga
menyebabkan shunt terbalik (Cunningham et al., 2007; Bax, et al., 2011).
c) Patent Ductus Arteriosus
Semakin maju teknik operasi jantung anak maka kasus ini sudah jarang
ditemukan pada orang dewasa. Kebanyakan penderita asimptomatik kecuali
bila terjadi komplikasi hipertensi pulmonal. Pada pemeriksaan
fisik terdengar bising pada interkosta II. Hipertrofi ventrikel kanan dan kiri
dapat terlihat pada pemeriksaan EKG, dan pada pemeriksaan foto toraks
tampak hipervaskularisasi paru serta pembesaran ventrikel kiri dan atrium
kiri. Seperti pada kelainan shunt yang lain maka pemeriksaan doppler dan
ekokardiografi kontras bermanfaat untuk menentukan dimensi ruang dan
mendeteksi shunt. Umumnya penderita dapat mentolerir perubahan pada
kehamilan. Morbiditas dan mortalitas akan meningkat bila terjadi
hipertensi pulmonal (Cunningham et al., 2007; Bax, et al., 2011).
d) Regurgutasi Mitral
Regurgitasi mitral disebabkan oleh banyak hal, namun pada wanita
muda penyebab tersering adalah rematik (selalu berhubungan dengan
stenosis mitral). Tanda yang khas pada pemeriksaan fisik adalah bising
holosistolik pada apeks jantung yang menjalar ke aksila dan pada
pemeriksaan EKG tampak tanda pembesaran atrium kiri. Fibrilasi atrium
jarang ditemukan kecuali bila atrium kiri sangat membesar. Umumnya
14
kehamilan dapat ditolerir dengan baik sebab pada kehamilan normal terjadi
penurunan resistensi vaskuler yang tidak membebani ventrikel. Bila terjadi
regurgitasi mitral yang berat akibat kongesti paru maka harus diberikan
diuresis dan digoxin profilaksis (Cunningham et al., 2007; Bax, et al.,
2011).
e) Insufisiensi Aorta
Seperti pada regurgitasi mitral, insufisiensi aorta jarang ditemukan
pada wanita usia reproduksi dan biasanya disebabkan oleh rematik, hampir
selalu berhubungan dengan penyakit katup mitral. Penyebab insufisiensi
yang jarang adalah sindroma Marfan dan pada pasien yang hamil perlu
dilakukan evaluasi untuk menentukan apakah insufisiensi aorta yang tejadi
disebabkan oleh sindroma Marfan. Tanda khas pada pemeriksaan fisik
adalah bising diastolik pada tepi atas sternum yang paling kuat terdengar
pada posisi duduk dan saat akhir ekspirasi. Pada insufisiensi yang lama
akan tampak gambaran pembesaran ventrikel kiri pada pemeriksaan EKG
dan foto toraks. Penanganannya sama dengan regurgitasi mitral
(Cunningham et al., 2007; Bax, et al., 2011).
f) Lesi Katub Trikuspidal dan Pulmonal
Regurgitasi trikuspidal merupakan hal yang sangat umum ditemukan
pada kehamilan normal dan jarang menimbulkan dampak klinis kecuali bila
regurgitasi trikuspidal yang berhubungan dengan anomali Ebstein yang
akan meningkatkan morbiditas dalam kehamilan. Stenosis trikuspidal dan
insufisiensi pulmonal jarang ditemukan dalam kehamilan dan hanya ada
beberapa laporan saja mengenai kasus ini. Stenosis pulmonal merupakan
gambaran kelainan jantung kongenital yang berdiri sendiri atau merupakan
bagian dari tetralogi Fallot. Pada pemeriksaan fisik gelombang “A” yang
menonjol pada tekanan vena jugularis. Bising kresendo dan dekresendo
biasa terdengar sepanjang daerah parasternal kiri atas. Gambaran EKG
terlihat normal kecuali bila stenosis yang berat sehingga terjadi hipertrofi
ventrikel kanan dan deviasi aksis kanan. Pada pemeriksaan foto toraks
tampak pembesaran ventrikel kanan dan tonjolan arteri pulmonalis.
Kehamilan umumnya dapat ditolerir bahkan pada stenosis pulmonal yang
15
tidak dikoreksi. Walaupun pemasangan balon valvuloplasty perkutaneus
merupakan pengobatan terpilih namun bila terjadi kegagalan jantung yang
refrakter selama kehamilan maka operasi merupakan tindakan yang lebih
baik sebab pemasangan balon memberikan efek radiasi pada janin
(Cunningham et al., 2007; Bax, et al., 2011).
VII. Kelainan Jantung Beresiko Sedang terhadap Ibu Hamil
a) Stenosis Mitral
Stenosis katup mitral hampir selalu berhubungan dengan penyakit
jantung reumatik. Disfungsi katup akan terjadi seumur hidup. Kerusakan
katup ini dipicu oleh episode demam rheumatik yang berulang. Demam
rheumatik sendiri merupakan respon imunologik terhadap infeksi
streptococcus hemolitik grup-A. Pasien dengan stenosis mitral
asimptomatik mempunyai umur harapan hidup 10 tahun sekitar 80%,
namun bila kemudian menjadi simtomatik akan berkurang menjadi 15%.
Bila ada hipertensi pulmonal maka rata-rata harapan hidup kurang dari 3
tahun. Kematian terjadi karena edema paru yang progresif, kegagalan
jantung kanan, emboli sistemik atau emboli paru. Stenosis katup mitral
menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada saat
diastol. Luas permukaan katup mitral yang normal sekitrar 4 – 5 cm.
Gejala pada saat aktifitas akan nampak bila luas permukaan ini < 2,5 cm.
Gejala pada saat istirahat dipastikan akan timbul bila luas permukaan <
1,5 cm.
Curah jantung terbatas karena aliran darah yang relatif pasif selama
diastole, peningkatan arus balik dari vena akan menyebabkan kongesti
paru. Takikardia dalam masa kehamilan mengurangi pengisian ventrikel
kiri dan selanjutnya mempengaruhi curah jantung dan meningkatkan
kongesti paru. Kelelahan dan sesak pada saat aktifitas merupakan gejala
khas untuk stenosis mitral namun juga sering ditemukan pada kehamilan
normal. Gejala lain berupa bising diastolik dan distensi vena jugularis
sering luput dari perhatian. Pemeriksaan ekokardiografi diperlukan untuk
menyingkirkan adanya stenosis mitral khususnya pada pasien dari
kelompok yang berisiko. Diagnosis ekokardiografi stenosis mitral
16
didasarkan pada gambaran khas stenosis berupa katup yang mengalami
kalsifikasi.
Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang memperburuk
stenosis mitral dapat didiagnosis dengan pemeriksaan ekokardiografi.
Penanganan antepartum pada penderita stenosis mitral bertujuan
untuk mencapai keseimbangan antara upaya untuk meningkatkan curah
jantung dan keterbatasan aliran darah yang melewati katup stenosis.
Kebanyakan ibu hamil memerlukan diuresis berupa pemberian furosemid.
Pemberian -bloker akan menurunkan denyut jantung, meningkatkan
aliran darah yang melewati katup dan menghilangkan kongesti paru.
Wanita dengan riwayat penyakit katup rheumatik yang berisiko untuk
kontak dengan populasi yang mempunyai prevalensi tinggi untuk infeksi
streptococcus harus mendapat profilaksis penicilllin G peros setiap hari
atau benzathine penicillin setiap bulan. Pasien yang mengalami fibrilasi
atrium dan riwayat emboli harus diterapi dengan antikoagulan.
Pada saat persalinan sering terjadi dekompensasi karena nyeri akan
menginduksi takikardia. Kontraksi uterus meningkatkan aliran balik vena
dan kemudian terjadi kongesti paru. Denyut jantung dipertahankan dengan
mengontrol nyeri dan pemberian -blocker. Kala II diperpendek dengan
persalinan forcep atau vakum rendah. Seksio sesaria dilakukan hanya atas
indikasi obstetri. Pemberian diuresis yang progresif akan menurunkan
kongesti paru dan desaturasi oksigen (Cunningham et al., 2007; Bax, et
al., 2011).
b) Stenosis Aorta
Stenosis aorta jarang ditemukan pada kehamilan karena kelainan ini
sering ditemukan pada populasi yang lebih tua, namun penderita stenosis
aorta yang mempuyai katup aorta bikuspidal dapat menjadi simptomatik
pada usia 20- an dan 30-an. Stenosis aorta menandakan adanya obstruksi
aliran darah yang keluar dari ventrikel kiri. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan bising sistolik kresendo dan dekresendo pada tepi atas sternum,
pada tipe yang berat bunyi jantung kedua tidak terdengar. Pada EKG
tampak tanda hipertrofi ventrikel kiri dan pada foto toraks gambaran
jantung membesar.
17
Pada kasus yang berat mortalitas ibu dilaporkan sekitar 17%, risiko
untuk mendapat bayi dengan kelainan jantung kongenital berkisar 17% -
26%, sehingga dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ekokardiografi
terhadap janin pada trimester kedua. Penanganan pada pasien terutama
adalah tirah baring dan mempertahankan volume darah yang adekuat.
Pada saat persalinan dilakukan pemantauan sentral dengan kateter Swan-
Ganz dan cegah terjadinya hipotensi. Anestesi spinal dan epidural harus
dilakukan dengan hati-hati pada pasien stenosis berat karena bahaya
hipotensi (Cunningham et al., 2007; Bax, et al., 2011).
c) Sindroma Marfan
Kelainan autosom dominan dengan defek sintesis kolagen yang
mengenai mata, skeletal, dan kardiovaskuler dengan derajat yang
bervariasi. Gen yang terkena berlokasi di kromosom 15. Manifestasi
kardiovaskuler berupa prolaps katup mitral dengan regurgitasi mitral,
dilatasi aneurisma aorta yang berhubungan dengan regurgitasi aorta.
Kehamilan akan meningkatkan risiko ruptur aorta pada penderita
sindroma Marfan. Morbiditas dan mortalitas tergantung pada apakah
kelainan berupa dilatasi pangkal aorta atau kelainan katup. Penderita harus
diberitahu mengenai bahaya ini dan mendapat pengawasan ketat terhadap
gejala dan tanda diseksi aorta. Pemeriksaan ekokardiogram serial
dilakukan selama kehamilan untuk menilai keadaan jantung khususnya
pangkal aorta dan ada tidaknya regurgitasi. Obat beta-bloker secara
selektif dapat menurunkan risiko dilatasi aorta yang progressif dengan
menurunkan tekanan pulsatil pada dinding aorta (Cunningham et al.,
2007; Bax, et al., 2011).
VIII. Kelainan Jantung Beresiko Tinggi terhadap Ibu Hamil
a) Sindroma Eisenmenger
Pada sindroma ini terjadi hipertensi pulmonal yang mendekati
tekanan sistemik menyebabkan aliran balik dari shunt kiri – kanan
menjadi shunt kanan – kiri menyebabkan hipoksemia dan kematian.
Pasien akan mengalami sianosis perifer, kegagalan jantung kongestif dan
hemoptisis. Kelainan kongenital yang berupa shunt kiri – kanan seperti
18
ASD, VSD atau PDA dengan hipertensi pulmonal progresif dapat
menyebabkan terjadinya sindroma Eisenmenger. Keadaan ini akan
menyebabkan mortalitas ibu yang sangat tinggi (23 – 50%) yang dapat
terjadi pada masa kehamilan atau periode postpartum.
Penderita harus diberitahu mengenai risiko ini dan ditawari untuk
memilih terminasi kehamilan atau melanjutkan kehamilannya. Bila
penderita memilih untuk melanjutkan kehamilan maka penanganannya
meliputi tirah baring secara ketat, pemberian oksigen kontinu, digoksin,
pemantauan hemodinamik infasif pada periode peripartum, percepat kala
II dengan persalinan forsep rendah. Penderita harus dirawat di rumah
sakit. PaO2 ibu dipertahankan di atas 70% untuk menjamin oksigenasi
janin yang adekuat. Berhubung karena tingginya kejadian pertumbuhan
janin terhambat dan kematian janin maka direkomendasikan untuk
melakukan pemantauan janin secara ketat dengan pemeriksaan USG serial
dan NST dan atau pemeriksaan profil biofisik. Periode peripartum
merupakan periode yang penting karena terjadi perubahan volume darah
yang cepat dan kemungkinan perdarahan. Penderita harus diawasi di
rumah sakit selama seminggu sesudah persalinan sebab risiko kematian
ibu meningkat pada periode ini (Cunningham et al., 2007; Bax, et al.,
2011).
b) Hipertensi Pulmonal Primer
Hipertensi pulmonal primer merupakan keadaan dimana terjadi
penebalan abnormal dan konstriksi tunika media arteri pulmonalis yang
menyebabkan fibrosis tunika intima dan pembentukan trombus.
Penyebabnya tidak diketahui, ditemukan pada wanita muda dan
menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonalis yang progresif.
Gejalanya berupa sesak, fatique, palpitasi dan kadangkala sinkop. Pada
pemeriksaan fisik tampak penonjolan gelombang “A” pada vena jugularis,
desakan ventrikel kanan dan biasanya bunyi jantung kedua yang dapat
dipalpasi. Pada tahap akhir akan tampak tanda-tanda kegagalan jantung
kanan berupa peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali dan
edem. Pada pemeriksaan EKG dan foto toraks tampak pembesaran
ventrikel kanan dan deviasiksis jantung ke kanan.
19
Angka kematian maternal pada keadaan ini dapat melebihi 40%,
bahkan kematian tetap tinggi pada pasien yang asimptomatik atau dengan
gejala yang ringan pada saat sebelum hamil. Angka kematian janin dan
neonatal pada kasus ini juga tinggi. Penderita sering datang pada trimester
kedua saat perubahan hemodinamik yang maksimal dan sering dengan
gejala kegagalan jantung kanan. Berhubung karena tingginya angka
kematian maternal maka penderita dianjurkan untuk tidak hamil, dan bila
hamil ditawarkan untuk menjalani terminasi kehamilan pada trimester
pertama. Namun bila penderita memilih untuk tetap melanjutkan
kehamilannya maka harus dilakukan tirah baring, rawat inap pada
trimester ketiga, pengobatan dini terhadap gejala kegagalan jantung
kongestif dengan digoksin dan diuretik dan lakukan pemantauan
hemodinamik invasif selama persalinan. Pemberian antikoagulan dapat
memperbaiki prognosis penyakit ini. Nifedipin dosis tinggi peros dan
pemberian adenosin intravena bermanfaat untuk menurunkan resistensi
pembuluh darah pulmoner (Cunningham et al., 2007; Bax, et al., 2011).
c) Kardiomiopati Peripartum
Kardiomiopati peripartum menyebabkan kegagalan jantung pada
akhir kehamilan atau pada 6 bulan pertama postpartum tanpa penyebab
yang jelas. Di Amerika Serikat insidennya bervariasi dari 1 per 4000
kelahiran sampai 1 per 1500 kelahiran. Puncaknya terjadi pada bulan
kedua postpartum, meningkat pada ibu yang berusia tua, multipara dan
kulit hitam. Angka kematian ibu bervariasi dari 25% – 50%. Walaupun
penyebabnya belum diketahui namun diduga karena hipertensi, infeksi
virus, reaksi imunologik dan defisiensi vitamin.
Gejala klinis yang timbul berupa orthopnea, dyspnea,
kelemahan, palpitasi, edem perifer dan kadang hemoptisis. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali, irama gallop, distensi vena-
vena di daerah leher. Pemeriksaan EKG tampak gambaran segmen ST
yang abnormal dan perubahan gelombang T. Kardiomegali dan kongesti
vena pulmonal merupakan tanda khas pada pemeriksaan foto toraks.
Pemeriksaan ekokardiografi bermanfaat untuk menyingkirkan adanya
kelainan katup.
20
Pengobatan berupa tirah baring, hindari aktifitas fisik, pengobatan
kegagalan jantung kongestif dengan digoksin dan diuretik. Berhubung
karena meningkatnya risiko tromboembolik pada pasien ini maka perlu
dipertimbangkan pemberian heparin. Prognosis tergantung pada
perjalanan penyakit saat postpartum. Bila kardiomegali menetap maka
prognosisnya jelek, sebaliknya bila ukuran jantung kembali normal dalam
6-12 bulan menandakan prognsosis yang lebih baik. Penderita yang
refrakter dianjurkan untuk menjalani transplantasi jantung dan sudah ada
laporan mengenai keberhasilan persalinan sesudah transplantasi
(Cunningham et al., 2007; Bax, et al., 2011).
BAB III
KESIMPULAN
Diperlukan pengetahuan yang cukup baik untuk dapat mendiagnosis
21
kondisi klinis ini mengingat progresivitas penyakit jika tidak ditatalaksana
secara adekuat, sehingga menyebabkan morbiditas, gangguan kualitas hidup,
gagal jantung kronik dan angka mortalitas yang bermakna. Prioritas utama
diagnosis adalah mampu membedakan tanda dan gejala akibat respons fisiologis
normal selama kehamilan atau gangguan fungsi akibat penyakit kardiovaskular.
Anamnesis terarah, pemeriksaan fisik dan penunjang yang sesuai diperlukan
untuk menyingkirkan faktor etiologi lain sebagai penyebab penyakit
kardiovaskular. Tujuan utama terapi penyakit kardiovaskular adalah
memperbaiki gejala klinis, memperpanjang angka harapan hidup, meningkatkan
status fungsional, mempertahankan kualitas hidup, mencegah progresivitas
penyakit, mencegah rekurensi, dan menurunkan angka rehospitalisasi dengan
menggunakan pendekatan non farmakologis serta farmakologis.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Simahendra, A., 2013. Gagal Jantung pada Masa Kehamilan sebagai
Konsekuensi Kardiomiopati Peripartum. Cermin Dunia Kedokteran 202
Volume 40; 182-191.
2. Shela et al., 2011. Maternal Cardiac Complications in Women with Cardiac
Disease in Pregnancy. International Pharmaceutical and Biomedical Research,
2(4); 261-265.
3. Bax, et al., 2011. The Task Force on the Management of Cardiovascular
Disease during Pregnancy of the European Society of Cardiology. European
Heart Journal 32; 3147-3197.
4. Zagrosek, et al., 2011. ESC Guidelines for the Management of Cardiovascular
Disease during Pregnancy version 2011. European Heart Journal. Available
from: URL: http://www.escardio.org/guidelines.
5. Bender, et al., 2011. Heart Disease in Pregnancy. Oxford American
Handbook of Cardiology. New York Oxford University Press. 182-183.
6. Cunningham, et al., 2007. Cardiovascular Disease. William Obstetrics 2nd ed.
New York: McGraw Hill. 1181-1203.
7. Sedyawan, JH., 2011. Penyakit Jantung Katub. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo 4th ed. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro G. eds.
Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 766-773.
23