Pengobatan TB

21
I. Isoniazid Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang sering disingkat dengan INH, mempunyai rumus bangun seperti gam bar di bawah. Hanya satu derivatnya yang diketahui menghambat pembelahan kuman tuberkulosis, yakni iproniazid, tetapi obat ini terlalu toksik untuk man usia. Efek Antibakteri: Isoniazid secara in vitro bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid dengan KHM (kadar hambat minimum) sekitar 0,025-0,05 ug/mL. pembelahan kuman masih berlangsung 2 sampai 3 kali sebelum dihambat sama sekali. Efek bakterisidnya hanya terlihat pada kuman yang sedang tumbuh aktif. Mikroorganisme yang sedang "istirahat" mulai lagi dengan pembelahan biasa bila kontaknya dengan obat dihentikan. Di antara mikobakteria atipik biasanya hanya M. kansasii yang peka terhadap isoniazid, tetapi sensitivitasnya harus selalu diuji secara in vitro karena kuman ini memerlukan kadar hambat yang lebih tinggi. Pada uji hewan, ternyata aktivitas isoniazid lebih kuat dibandingkan streptomisin. Isoniazid dapat menembus ke dalam sel dengan mudah. Mekanisme Kerja: Mekanisme kerja isoniazid belum diketahui, tetapi ada beberapa hipotesis yang diajukan, di antaranya efek pada lemak, biosistesis asam nukleat, dan glikolisis. Ada pendapat bahwa efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium. Isoniazid kadar rendah mencegah perpanjangan rantai asam lemak yang sangat panjang yang merupakan bentuk awal

description

Isoniazid dan Rifampisin

Transcript of Pengobatan TB

Page 1: Pengobatan TB

I. Isoniazid

Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang sering disingkat dengan INH, mempunyai

rumus bangun seperti gam bar di bawah. Hanya satu derivatnya yang diketahui

menghambat pembelahan kuman tuberkulosis, yakni iproniazid, tetapi obat ini terlalu

toksik untuk man usia.

Efek Antibakteri: Isoniazid secara in vitro bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid

dengan KHM (kadar hambat minimum) sekitar 0,025-0,05 ug/mL. pembelahan kuman

masih berlangsung 2 sampai 3 kali sebelum dihambat sama sekali. Efek bakterisidnya

hanya terlihat pada kuman yang sedang tumbuh aktif. Mikroorganisme yang sedang

"istirahat" mulai lagi dengan pembelahan biasa bila kontaknya dengan obat dihentikan.

Di antara mikobakteria atipik biasanya hanya M. kansasii yang peka terhadap isoniazid,

tetapi sensitivitasnya harus selalu diuji secara in vitro karena kuman ini memerlukan

kadar hambat yang lebih tinggi. Pada uji hewan, ternyata aktivitas isoniazid lebih kuat

dibandingkan streptomisin. Isoniazid dapat menembus ke dalam sel dengan mudah.

Mekanisme Kerja: Mekanisme kerja isoniazid belum diketahui, tetapi ada beberapa

hipotesis yang diajukan, di antaranya efek pada lemak, biosistesis asam nukleat, dan

glikolisis. Ada pendapat bahwa efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam

mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium.

Isoniazid kadar rendah mencegah perpanjangan rantai asam lemak yang sangat panjang

yang merupakan bentuk awal molekul asam mikolat. Isoniazid menghilangkan sifat

tahan asam dan menurunkankan jumlah lemak yang terekstraksi oleh methanol dari

mikobakterium. Hanya kuman peka yang menyerap obat ke dalam selnya, dan ambilan

ini merupakan proses aktif.

Resistensi: Petunjuk yang ada memberikan kesan bahwa mekanisme terjadinya

resistensi berhubungan dengan kegagalan obat mencapai kuman atau kuman tidak

menyerap obat. Penggunaan INH juga dapat menyebabkan timbulnya strain baru yang

resisten. Perubahan sifat dari sensitif menjadi resisten biasanya terjadi dalam beberapa

minggu setelah pengobatan dimulai. Waktu yang diperlukan untuk timbulnya resistensi

berbeda pada kasus yang berlainan.

Farmakokenetik: Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun

parenteral. Kadar puncak dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral. Di hati,

isoniazid terutama mengalami asetilasi dan pada manusia kecepatan metabolisme ini

Page 2: Pengobatan TB

dipengaruhi oleh faktor genetik yang secara bermakna mempengaruhi kadar obat dalam

plasma dan masa paruhnya. Asetilator cepat didapatkan pada orang-orang Eskimo dan

Jepang asetilator lambat terutama pada orang Skandavia, Yahudi, dan orang kaukasia

Afrika Utara. Asetilasi cepat merupakan fenotip yang dominan heterozigot atau

homozigot. Pada pasien yang tergolong asetilator cepat, kadar isoniazid dalam sirkulasi

berkisar antara 30-50% kadar pada pasien dengan asetilasi lambat. Masa paruhnya pada

keseluruhan populasi antara 1 sampai 4 jam. Masa paruh rata-rata pada asetilator cepat

hampir 70 menit, sedangkan nilai 2-5 jam adalah khas untuk asetilator lambat. Masa

paruh obat ini dapat memanjang bila terjadi insufisiensi hati. Perlu ditekankan bahwa

perbedaan kecepatan asetilasi ini tidak berpengaruh pada efektivitas a!au toksisitas

isoniazid bila obat ini diberikan setiap hari. Tetapi, bila pasien tergolong asetilator cepat

dan mendapat isoniazid seminggu sekali maka penyembuhannya mungkin kurang baik.

Isoniazid mudah berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Obat terdapat

dengan kadar yang cukup dalam cairan pleura dan cairan asites. Kadar dalam cairan

serebrospinal pada radang selaput otak kira-kira sama dengan kadar dalam cairan

plasma. Isoniazid mudah mencapai material kaseosa. Kadar obat ini pada mulanya lebih

tinggi dalam plasma dan otot daripada dalam jaringan yang terinfeksi, tetapi kemudian

obat tertinggal lama di jaringan yang terinfeksi dalam jumlah yang lebih dari cukup

sebagai bakteriostatik.

Antara 75-95% isoniazid diekskresi melalui urin dalam waktu 24 jam dan hampir

seluruhnya dalam bentuk metabolit. Ekskresi terutama dalam bentuk asetil isoniazid

yang merupakan metabolit proses asetilasi, dan asam isonikotinat yang merupakan

metabolit proses hidrolisis. Sejumlah kecil diekskresi dalam bentuk isonikotinil glisin

dan isonikotinil hidrazon, dan dalam jumlah yang kecil sekali N-metil isoniazid.

Efek Samping: Reaksi hipersensitivitas mengakibatkan demam, berbagai kelainan

kulit berbentuk morbiliform, makulopapular, dan urtikaria. Reaksi hematologik dapat

juga terjadi seperti agranulusitosis, eosinofilia, trombpsitopenia, dan anemia. vaskulitis

yang berhubungan dengan antibodi antinuklear dapat terjadi selama pengobatan, tetapi

menghilang bila pemberian obat dihentikan. Gejala arthritis juga dapat terjadi seperti

sakit pinggang; sakit sendi interfalang proksimal bilateral; atralgia pada lutut, siku dan

pergelangan tangan.

Page 3: Pengobatan TB

Neuritis perifer pa.ling banyak terjadi dengan dosis isoniazid 5 mg/kgBB/hari. Bila

pasien tidak diberi piridoksin frekuensinya mendekati 2%. Bila diberikan dosis lebih

tinggi, pada sekitar 10% sampai 20% pasien dapat terjadi neuritis perifer. Profilaksis

dengan pemberian piridoksin mencegah terjadinya neuritis perifer dan juga berbagai

gangguan sistem saraf yang mungkin terjadi termasuk akibat pengobatan yang

berjangka sampai 2 tahun.

Perubahan neuropatologik yang berhubungan dengan efek sam ping antara lain

menghilangnya vesikel sinaps, membengkaknya mitokondria dan pecahnya akson

terminal. Biasanya juga terjadi perubahan pada ganglia di daerah lumbal dan sakrum.

Pemberian piridoksin sangat bermanfaat untuk mencegah perubahan tersebut. Pada

pemberian isoniazid, ekskresi piridoksin meningkat dan konsentrasinya dalam plasma

menurun sehingga memberi gambaran seperti defisiensi piridoksin. Neuropati lebih

sering terjadi pada pasien asetilatorlambat, pasien dengan diabetes melitus, nutrisi buruk

atau anemia.

Isoniazid dapat mencetuskan terjadinya kejang pada pasien dengan riwayat

kejang. Neuritis optik dengan atropi dapat juga terjadi. Gambaran lain neurotoksisitas

ialah kedut otot, vertigo, ataksia, parestesia, stupor, dan ensefalopati toksik yang dapat

berakhir fatal. Kelainan mental dapat juga terjadi selama menggunakan obat ini di

antaranya euphoria, kurangnya daya ingat sementara, hilangnya pengendalian diri, dan

psikosis. Sedasi yang berlebihan atau inkoordinasi dapat muncul bila isoniazid

diberikan bersama fenitoin karena isoniazid menghambat parahidroksilasi antikonvulsan

tersebut. Efek samping ini terutama terjadi pada pasien asetilator lambat, sehingga perlu

dilakukan monitor kadar fenitoin dalam darah dan kemudian dilakukan penyesuaian

dosis bila diperlukan. Dosis INH tidak boleh diubah.

Isoniazid dapat menimbulkan ikterus dan kerusakan hati yang fatal akibat

terjadinya nekrosis multilohular. Penggunaan obat ini pada pasien yang menunjukkan

adanya kelainan fungsi hati akan menyebabkan bertambah parahnya kerusakan hati.

Mekanisme toksisitas isoniazid tidak diketahui, walaupun diketahui bahwa

asetilhidrazin suatu metabolit isoniazid, dapat menyebabkan kerusakan hati. Peranan

alkohol juga dipertanyakan. Umur merupakan faktor yang sangat penting untuk

memperhitungkan risiko efek toksik isonizaid pada hati. Kerusakan hati jarang terjadi

pada pasien yang berumur di bawah 35 tahun. Makin tinggi umur seseorang makin

Page 4: Pengobatan TB

sering ditemui kelainan ini, kelainan yang paling banyak ditemui ialah meningkatnya

aktivitas enzim transaminase. Pasien yang mendapat INH hendaknya selalu diamati dan

dinilai kemungkinan adanya gejala hepatitis, kalau perlu diperiksa aktivitas enzim

serum glutamicoxalacetic transaminase (SGOT). Peningkatan aktivitas enzim

transaminase di hati sampai 4 kali normal dapat terjadi pada 10% samapi 20% pasien,

tetapi umumnya asimptomatik. Oalam keadaan tersebut tidak diperlukan penghentian

obat. Pada penderita berisiko tinggi (peminum alkohol, riwayat penyakit hati dsb)

dianjurkan monitor aktivitas aspartat-aminotransferase serum setiap satu bulan, dan bila

aktivitasnya melebihi lima kali normal, maka pemberian INH diusulkan untuk

dihentikan. Hepatitis karena pemberian isoniazid terjadi antara 4-8 minggu setelah

pengobatan dimulai. Pemberian isoniazid pada pasien dengan riwayat penyakit hati

harus dilakukan dengan hati-hati. Efek samping lain yang terjadi ialah mulut terasa

kering, rasa tertekan pada ulu hati, methemoglobinemia, tinitus, dan retensi urin. Bila

pasien sebelumnya telah mempunyai predisposisi defisiensi piridoksin, pemberian INH

dapat menimbulkan anemia. Pengobatan dengan vitamin B6 dosis besar, akan

menyebabkan gambaran darah normal kembali.

Dosis isoniazid yang berlebih misalnya karena usaha bunuh diri menyebabkan

koma, kejang-kejang, asidosis metabolik, dan hiperglikemia. Piridoksin digunakan

sebagai antidotnya dengan dosis sesuai dengan besarnya dosis INH yang ditelan. Status

dalam Pengobatan: Isoniazid masih tetap merupakan obat yang sangat penting untuk

mengobati semua tipe tuberkulosis. Efek samping dapat dicegah dengan pemberian

piridoksin dan pengawasan yang cermat pada pasien. Untuk tujuan terapi, obat ini harus

digunakan bersama obat lain; untuk tujuan pencegahan dapat diberikan tunggal.

Sediaan dan Posologi:. Isoniazid terdapat dalam bentuk tablet 50, 100,300 dan 400

mg serta sirup 10 mg/mL. Dalam tablet kadang-kadang telah ditambahkan vitamin B6.

Isoniazid biasanya diberikan dalam dosis tunggal per orang tiap hari. Dosis biasa 5

mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari. Untuk tuberkulosis berat dapat diberikan 10

mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari, tetapi tidak ada bukti bahwa dosis demikian besar

ini lebih efektif. Anak di bawah 4 tahun dosisnya 10 mg/kgBB/hari. Isoniazid juga

dapat diberikan secara intermiten 2 kali seminggu dengan dosis 15 mglkgBB/hari.

Piridoksin diberikan dengan dosis 10 mg/hari.

Page 5: Pengobatan TB

II. Bronkiektasis

Definisi dan epidemiologi

Suatu penyakit yang ditandai oleh dilatasi dinding bronkus, sering disertai infeksi paru.

Insidensinya tidak diketahui. Prevalensinya 111000 dan semakin menurun (kejadian

batuk rejan di masa anak-anak dan tuberkulosis [TB] berkurang). Secara umum

penyakit ini telah menjadi lebih ringan sejak ditemukannya terapi antibiotik.

Etiologi

Tergantung pada distribusinya

Bronkiektasis lokal terjadi setelah pneumonia berat, atau terjadi distal dari

endobronkial (benda asing atau tumor) atau obstruksi ekstrabronkial (tuberkulosis

KGB hilus- sindrom Brock).

Bronkiektasis generalisata fibrosis kistik (lihat hal. 186), diskinesia silier (sindrom

Kartagener), sindrom Young (kelainan mukus) dan defek imun (defisiensi

imunoglobulin atau komplemen, penyakit granulomatosa kronis) menyebabkan infeksi

persisten dan kerusakan dinding bronkus, begitu pula kompleks imun (aspergilosis

bronkopulmonal alergika, artritis reumatoid, penyakit inflamasi usus). Adanya fibrosis

paru sebagai penyakit yang mendasari bisa menyebabkan tarikan dinding bronkus

sehingga terjadi bronkiektasis traksi. Penyakit langka yang berhubungan dengan

keadaan ini adalah sindrom kuku kuning, defisiensi alfa 1-antitripsin dan sindrom

Marfan.

Patofisiologi

Retensi sekret bronkus mengakibatkan infeksi paru, yang tidak sembuh sehingga terjadi

kolonisasi paru. Selain itu, bakteri tertentu menurunkan bersihan sputum lebih lanjut.

Terbentuk 'lingkaran berulang' dan respons peradangan kronis pada saluran pernapasan

menyebabkan kerusakan jaringan dan dilatasi dinding bronkus.

Gambaran klinis

Gambaran klinis pada bronkiektasis sangat beragam. Sebagian tanpa gejala atau tanda

sarna sekali. Gejala klasiknya berupa batuk kronis dengan produksi sputum

mukopurulen dalam jumlah banyak. Sering disertai bau napas tak sedap (fetor).

Hemoptisis terjadi pada 50% pasien pada tahap tertentu; 30-40% pasien mempunyai

sinusitis kronis. Bisa terjadi anemia akibat penyakit kronis, atau polisitemia, akibat

gagal napas pada penyakit tahap lanjut. Clubbing ditemukan pada kasus yang berat.

Page 6: Pengobatan TB

Sianosis dan tanda-tanda kor pulmonal timbul pada tahap lanjut penyakit yang sudah

menyeluruh. Ronki terdengar di area yang terkena, khususnya selama eksaserbasi dan

pada sejumlah pasien tertentu terjadi obstruksi saluran pemapasan dan mengi. Gejala

dan tanda lainnya berhubungan dengan penyakit yang mendasari (misalnya sinusitis,

infertilitas, dan dekstrokardia pada sindrom Kartagener; karsinoma bronkus, dan lain-

lain).

Komplikasi

Gagal napas

Abses otak akibat penyebaran infeksi secara hematogen

Amiloid, dengan gagal ginja pada penyakit yang berat dan berlangsung lama.

Pemeriksaan penunjang

Diagnosis

Foto toraks biasanya memperlihatkan bayangan cincin tebal atau ‘tram lines', yang

merupakan garnbaran penebalan dinding bronkus walaupun 10% tampak normal.

CT scan dada dengan resolusi tinggi (high resolution computed tomography

[HRCTD]) dapat membantu menegakan diagnosis pasti. Hasil temuan khas berupa

tanda 'signet ring’ yaitu bronkus berdinding tebal yang tampak lebih besar dari

pembuluh darah sekitarnya.

Pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab:

Perkiraan imunoglobulin, presipitin aspergilus dan IgE serta tes yang relevan untuk

fibrosis kistik, CT danlatau bronkoskopi bisa menunjukkan obstruksi bronkus lokal.

Tes sakarin: jika ada dugaan kelainan silier, hitung waktu yang dibutuhkan sakarin

yang diletakkan di hidung untuk mencapai kuncup pengecap. Bila memanjang,

diagnosis pasti bisa ditegakkan dengau melakukan pemeriksaan silia dengan mikroskop

elektron.

Tes fungsi paru: bisa menunjukkan obstruksi saluran pernapasan, yang biasanya

reversibel.

Analisis gas darah: pada kasus yaug berat bila ada dugaan gagal napas.

Mikroskopik dan kultur sputum: bakteri patogen tersering seperti Haemophilus spp.,

pneumokokus, dan Pseudomonas spp. Infeksi bisajuga disebabkan oleh organisme

atipik, di antaranya mikobakteria dan jamur, sehingga harus dicari secara spesifik.

Page 7: Pengobatan TB

Penatalaksanaan

Fisioterapi: pasien harus melakukan drainase postural sendiri sebanyak dua kali sehari

untuk mengeluarkan sekret. Fisioterapi dengan pengawasan bermanfaat selama

eksaserbasi.

Bronkodilator: beta-agonis, antikolinergik, dau inhalasi steroid digunakan jika pada

pemeriksaan formal tampak reversibilitas.

Terapi spesifik

Terapi sulih (replacement) imunoglobulin bisa mengurangi infeksi pada

hipogamaglobulinemia

Alfa 1-antitripsin inhalasi tidak terbukti bermanfaat dalam mengurangi infeksi.

Antibiotik: dalam dosis tinggi digunakau untuk eksaserbasi infektif, dipaudu oleh

hasil pemeriksaan sensitivitas ·dari kultur sputum. Pemberian antibiotik terus

menerus/rotasi bermaufaat untuk sebagian pasien yang sering mengalami

eksaserbasi. Infeksi pseudomonas membutuhkan penggunaan dua antibiotik secara

simultan dari dua kelompok generik dengan jangka pemberian yang cukup panjang

(> 14 hari).

Oksigen: mengurangi gejala pada pasien yang mengalarni hipoksia. Pasien dengau

hipoksia kronis dan kor pulrnonal harus diberi terapi oksigen jangka panjang.

Pembedahan: reseksi penyakit lokal efektif pada bronkiektasis satu lobus dan bisa

mengendalikan perdarahan pada hemoptisis masif, namun tidak bermanfaat pada

penyakit yang sudah menyebar. Transplautasi paru harus dipertimbaugkan pada

pasien berusia muda dengan fungsi paru yang sudah rusak berat (FEV1 diperkirakan

<30%).

Prognosis

Sebagian pasien hanya memiliki sedikit gejala dan dapat menjalani hidup normal

dengan angka harapan hidup yang normal. Pasien dengan fibrosis kistik atau diskinesia

silier yang menyebabkan penyakit generalisata cenderung berkembang menjadi gagal

napas.

Page 8: Pengobatan TB

III. Klasifikasi Tuberkulosis

Tujuan klasifikasi kasus TB

Klasifikasi untuk kasus TB diperlukan untuk:

Registrasi pasien dan kasus yang sesuai

Memilih rejimen pengobatan yang sesuai standar

Menstandarisasi pengumpulan data untuk pengontrolan TB

Evaluasi proporsi kasus berdasarkan lokasi, bakteriologi dan riwayat pengobatan

Analisis kohort dari hasil pengobatan

Monitoring akurat untuk evaluasi program TB

Klasifikasi Menurut WHO

Tuberculosis suspect. Any person who presents with symptoms or signs suggestive of

TB. The most common symptom of pulmonary TB is a productive cough for more than

2 weeks,1 which may be accompanied by other respiratory symptoms (shortness of

breath, chest pains, haemoptysis) and/or constitutional symptoms (loss of appetite,

weight loss, fever, night sweats, and fatigue).2

Case of tuberculosis. A definite case of TB (defined below) or one in which a health

worker (clinician or other medical practitioner) has diagnosed TB and has decided to

treat the patient with a full course of TB treatment.

Note. Any person given treatment for TB should be recorded as a case. Incomplete

“trial” TB treatment should not be given as a method for diagnosis.

Definite case of tuberculosis. A patient with Mycobacterium tuberculosis complex

identified from a clinical specimen, either by culture or by a newer method such as

molecular line probe assay. In countries that lack the laboratory capacity to routinely

identify M. tuberculosis, a pulmonary case with one or more initial sputum smear

examinations positive for acid-fast bacilli (AFB) is also considered to be a “definite”

case, provided that there is a functional external quality assurance (EQA) system with

blind rechecking.3

Cases of TB are also classified according to the:

— anatomical site of disease;

— bacteriological results (including drug resistance);

— history of previous treatment;

— HIV status of the patient.

Page 9: Pengobatan TB

IV. Pleuritis

Pleuritis / radang pleura (Pleurisy/Pleurisis/ Pleuritic chest pain) adalah suatu

peradangan pada pleura (selaput yang menyelubungi permukaan paru-paru). Radang

pleura dapat berlagsung secara subakut, akut atau kronois, dengan ditandai perubahan

proses pernafasan yang intensitasnya tergantung pada beratnya proses radang. Pada

yang berlangsung subakut proses radang biasanya dibarengi dengan empiema serta

mengakibatkan layuhnya sebagian paru-paru, hingga pernafasan akan mengalami

kesulitan (dispnoea). Biasanya pernafasan bersifat cepat dan dangkal. Pada yang

berlangsung akut penderita mengalami kesakitan waktu bernafas hingga pernafasan jadi

dangkal, cepat serta bersifat abdominal. Yang berlangsung kronis, pada waktu istirahat

tidak tampak adanya perubahan pada proses pernafasannya. Bila disertai dengan

penimbunan cairan di rongga pleura maka disebut efusi pleura tetapi bila tidak terjadi

penimbunan cairan di rongga pleura, maka disebut pleurisi kering. Setelah terjadi

peradangan, pleura bisa kembali normal atau terjadi perlengketan.

ETIOLOGI

Pada sapi pleuritis dapat bersifat primer maupun sekunder. Pleuritis pada sapi yang

bersifat primer terjadi karena tertembusnya dinding retikulum oleh benda asing, hingga

akan terjadi retikulitis, peritonitis, phrenitis, dan pleuritis. Radang yang bersifat

sekunder, terjadi pada sapi yang menderita radang paru-paru yang melanjut,

pleuropneumonia (yang disebabkan oleh Mycoplasma mycoides var. mycoides),

tuberkulosis, maupun radang paru-paru karena organisme pasteurela.

Pleuritis dapat disebabkan oleh apa saja dari kondisi-kondisi berikut:

Infeksi-Infeksi: bakteri-bakteri (termasuk yang menyebabkan tuberculosis), jamur-

jamnur, parasit-parasit, atau virus-virus

Kimia-Kimia Yang Terhisap Atau Senyawa-Senyawa Beracun: paparan pada

beberapa agen-agen perbersih seperti ammonia

Penyakit-Penyakit Vaskular Kolagen: lupus, rheumatoid arthritis

Kanker-Kanker: contohnya, penyebaran dari kanker paru atau kanker payudara ke

pleura

Tumor-Tumor Dari Pleura: mesothelioma atau sarcoma

Kemacetan: gagal jantung

Pulmonary embolism: bekuan darah didalam pembuluh-pembuluh darah ke paruparu.

Page 10: Pengobatan TB

Bekuan-bekuan ini adakalanya dengan parah mengurangi darah dan oksigen ke

bagian-bagian dari paru dan dapat berakibat pada kematian pada bagian itu dari

jaringan paru (diistilahkan lung infarction). Ini juga dapat menyebabkan pleurisy.

Rintangan dari Kanal-Kanal Limfa: sebagai akibat dari tumor-tumor paru yang

berlokasi secara central

Trauma: patah-patahan rusuk atau iritasi dari tabung-tabung dada yang digunakan

untuk mengalirkan udara atau cairan dari rongga pleural pada dada

Obat-Obat Tertentu: obat-obat yang dapat menyebabkan sindrom-sindrom seperti

lupus (seperti Hydralazine, Procan, Dilantin, dan lain-lainnya)

Proses-proses Perut: seperti pankreatitis, sirosis hati

Lung infarction: kematian jaringan paru yang disebabkan oleh kekurangan oksigen

dari suplai darah yang buruk

PATOGENESIS

Adanya radang pleura yang bersifat awal, sebelum terbentuknya cairan eksudasi

radang, kedua lapisan pleura, yaitu pleura parietalis dan visceralis, saling bergesekan

oleh karena keduanya mengalami penebalan. Gesekan antara keduanya akan

menimbulkan suara friksi dalam pemeriksaan auskultasi. Pada proses yang berlangsung

akut, rasa sakit terjadi sebagai akibat meningkatnya kepekaan syaraf sensoris pada

pleura yang

mengalami radang. Hal tersebut menyebabkan kurang leluasanya pengembangan

dinding dada, hingga pernafasan lebih banyak dilakukan oleh otot-otot perut

(pernafasan abdominal). Untuk mengurangi rasa sakit, pernafasan dilakukan dengan

cepat dan intensitas yang dangkal. Oleh adanya cairan yang kemudian terbentuk,

sebagai produk radang, volume rongga pleura berkurang dan tekanan negatif di

dalamnya akan berkurang. Hal terakhir mengakibatkan kemampuan berkembang dari

alveoli paru-paru juga menurun, dan hal tersebut mengakibatkan penderita cepat

menjadi lelah meskipun hanya melakukan kerja fisik yang ringan.

Bagian paru-paru yang tercelup di dalam cairan radang, yang sifatnya purulen,

mukopurulen, atau serosanguineus, akan cepat mengalami disfungsi dan mengalami

atelektasis. Lobus paru-paru yang paling sering menderita atelektasis adalah lobus

ventralis. Dalam keadaan demikian, bagian paru-paru tersebut tidak lagi berfungsi, dan

untuk menutupi kebutuhan oksigen akan diikuti dengan kerja lebih, sebagai kompensasi,

Page 11: Pengobatan TB

dari jaringa paru-paru yang lain. Jantung yang tercelup di dalam cairan radang juga akan

mengalami degenerasi, hingga gejala kelemahan jantung juga akan dapat diamati.

Kompresi cairan atas jantung, terutama pada atriumnya, menyebabkan bendungan pada

vena-vena yang besar, antara lain vena jugularis. Bendungan tersebut akan dilihat dari

luar dengan mudah.

Mungkin cairan radang dapat mengalami penyerapan, hingga pleura yang meradang

menjadi ”kering”. Dalam keadaan demikian biasanya terjadi adesi pada pleura hingga

menyebabkan pertautan paru-paru dengan dinding dada, yang selanjutnya hal tersebut

menyebabkan penurunan kemampuan paru-paru untuk berkembang sesuai dengan

kemampuan normalnya. Gejala-gejala perubahan pernafasan akan segera tampak bila

penderita dikerjakan agak berat.

Radang pleura yang disebabkan oleh kuman hampair selalu diikuti dengan gejala

toksemia, yang disebabkan oleh terbebasnya toksin kuman maupun karena hasil

pemecahan reruntuhan jaringan.

GEJALA KLINIS

Gejala radang pada awalnya dimulai dengan ketidaktenangan, kemudian diikuti

dengan pernafasn yang cepat dan dangkal. Dalam keadaan akut, karena rasa sakit waktu

bernafas dengan menggunakan otot-otot dada, pernafasan lebih bersifat abdominal.

Untuk mengurangi rasa sakit di daerah dada, bahu penderita nampak direnggangkan

keluar (posisi abduksi). Dalam keadaan seperti itu penderita jadi malas bergerak, hingga

lebih banyak tinggal di kandang atau menyendiri dari kelompoknya. Kebanyakan

penderita mengalami demam, sekitar 40oC.

Dalam pemeriksaan auskultasi terdengar suara friksi karena bergeseknya kedua

pleura. Adanya cairan radang dalam auskultasi akan terdengar suara perpindahan cairan

sesuai dengan irama pernafasan. Dalam pemeriksaan perkusi terdengar suara pekak,

terutama pada bagian bawah daerah perkusi paru-paru. Bila cairan yang terbentuk cukup

banyak, dalam perkusi dapat dikenali adanya daerah pekak horizontal, yang

kadangkadang tingginya mencapai hampir setengah daerah perkusi. Oleh banyaknya

cairan yang terbentukgejala dispnoea juga menjadi lebih jelas. Kekurangan oksigen

yang disebabkan oleh toksemia dan akibat radang paru-paru yang mengikutinya,

penderita dapat mengalami kematian setiap saat. Pada radanag pleura penderita nampak

lesu karena adanya penyerapan toksin (toksemia).

Page 12: Pengobatan TB

Proses kesembuhan dapat pula terjadi, meskipun biasanya diikuti dengan adesi

pleura. Penderita demikian tampak normal, tetapi bila dikerjakan sedikit saja segera

menjadi lelah karena turunya kapasitas vital pernafasannya. Radang pleura kronik, yang

mungkin ditemukan pada sapi yang menderita tuberkulosis, mungkin saja tidak

mengakibatkan gejala pernafasan yang berarti. Kebanyakan penderita radang kronik

hanya memperlihatkan kenaikan frekuensi pernafasannya.

DIAGNOSIS

Penentuan diagnosis radang didasarkan pada ditemukannya suara friksi dalam

pemeriksaan auskultasi, serta adanya cairan radang di daslam rongga pleura. Di dalam

praktek radang pleura hampir selalu ditemukan bersamaan dengan radang paru-paru

hingga terjadi pleuropnemia. Memisahkan kedua gangguan tersebut dipandang tidak ada

gunanya.

Dari emfisema pulmonum, radang pleura dapat dibedakan karena pada yang

terakhir tidak ditemukan suara timpanis dalam pemeriksaan perkusi. Dari hidrotorak,

khilothoraks, dan hemothoraks, radang pleura memiliki perbedaan karena padanya biasa

disertai kenaikan suhu seluruh tubuh maupun adanya rasa sakit waktu bernapas,

terutama pada proses yang berlangsung akut. Untuk membedakan penyakit-penyakit

tersebut, perlu dilakukan thoracosentesis. Cairan yang dapat dihisap, dapat digunakan

untuk menentukan perubahan patologis di dalam rongga dada penderita.

PROGNOSIS

Prognosis radang pleura tidak selalu menggembirakan. Hal tersebut disebabkan

oleh kesukaran dalam penanganan kasus, yang seharusnya penderita ditempatkan pada

tempat yang hangat, bersih, dan tidak berdebu, serta kesulitan dalam menghentikan

proses radang.

Page 13: Pengobatan TB

DAFTAR PUSTAKA

http://www.who.int/rpc/guidelines/9789241547505/en/index.html