PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

40
TEACHING HEALTH ETHICS PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN Pendahuluan Perkembangan pengobatan kedokteran saat ini semakin mengarah pada pengobatan modern. Berbagai jenis operasi dan penggunaan obat-obatan produksi pabrik semakin meluas. Tentunya perkembangan tersebut terjadi demi semakin membaiknya hasil yang diharapkan. Banyak pasien yang tertolong dengan adanya perkembangan pengobatan tersebut. Meskipun demikian, tentunya terdapat pula efek samping yang ditimbulkan. Hal tersebut membuat masyarakat selaku konsumen dari pengobatan tersebut berpikir ulang dalam memilih jenis pengobatan. Tidak jarang masyarakat memilih pengobatan tradisional yang dianggap memiliki efek samping yang lebih kecil, yang di samping itu juga terdapat keterkaitan dengan kepercayaan yang dimiliki oleh masayarakat. Adapun pengobatan tradisional tersebut merupakan pengobatan dengan cara maupun obat yang mengacu pada pengalaman, ketrampilan turun menurun atau pelatihan yang diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. 1

Transcript of PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

Page 1: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

TEACHING HEALTH ETHICS

PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN

UTAMA PENGOBATAN PASIEN

Pendahuluan

Perkembangan pengobatan kedokteran saat ini semakin mengarah pada pengobatan

modern. Berbagai jenis operasi dan penggunaan obat-obatan produksi pabrik semakin

meluas. Tentunya perkembangan tersebut terjadi demi semakin membaiknya hasil yang

diharapkan. Banyak pasien yang tertolong dengan adanya perkembangan pengobatan

tersebut. Meskipun demikian, tentunya terdapat pula efek samping yang ditimbulkan. Hal

tersebut membuat masyarakat selaku konsumen dari pengobatan tersebut berpikir ulang

dalam memilih jenis pengobatan. Tidak jarang masyarakat memilih pengobatan tradisional

yang dianggap memiliki efek samping yang lebih kecil, yang di samping itu juga terdapat

keterkaitan dengan kepercayaan yang dimiliki oleh masayarakat. Adapun pengobatan

tradisional tersebut merupakan pengobatan dengan cara maupun obat yang mengacu pada

pengalaman, ketrampilan turun menurun atau pelatihan yang diterapkan sesuai dengan

norma yang berlaku dalam masyarakat.

Meskipun sering kali dasar dari pengobatan tradisional tersebut belum jelas dan

belum terdapat penelitian yang akurat terhadap metode dan jenis obat yang digunakan,

tidak jarang pasien beralih kepada pengobatan tradisional. Pasien menolak diberikan

pengobatan secara modern dengan berbagai alasan dan beralih ke pengobatan tradisional

meskipun berdasarkan teori akan dapat menimbulkan masalah kesehatan yang lebih lanjut.

Di lain pihak, seorang pasienpun memiliki hak untuk memilih pengobatan yang akan

digunakannya. Keadaan seperti ini menimbulkan perdebatan atau masalah yang

kontroversial hingga saat ini. Kontroversi yang terjadi lebih menitik beratkan pada budaya,

adat istiadat yang berlaku, etika, bahkan agama. Pelayanan kesehatan modern, dalam hal ini

pengobatan modern telah memunculkan dilema-dilema etika yang sangat kompleks dari 1

Page 2: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

berbagai sudut pandang. Dokter sering kali tidak dipersiapkan untuk mengelola hal-hal

tersebut secara baik (kompeten). Pembahasan mengenai etik akan sangat bermanfaat dalam

menghadapi persoalan tersebut. Perlu dilakukan telaah etik dalam menyelesaikan

ketidaksepakatan yang terjadi. Bioetika berperanan dalam menyikapi keadaan ini

tergantung dari masing-masing individu. Semakin hari pemahaman etika kedokteran

merupakan tuntutan yang dipandang semakin perlu. Praktek kedokteran klinik yang baik

memerlukan beberapa pengetahuan tentang masalah etika seperti informed consent,

kejujuran, kerahasiaan, perawatan akhir hidup, menghilangkan sakit, dan hak pasien.

Etik sendiri secara harfiah berasal dari kata Yunani ethos yang berarti adat, budi

pekerti. Dari uraian tersebut, maka etika dapat dipahami sebagai ilmu mengenai kesusilaan.

Dalam filsafat, pengertian etika adalah telaah dan penilaian kelakuan manusia ditinjau dari

kesusilaannya. Kesusilaan yang baik merupakan ukuran kesusilaan yang disusun bagi diri

seseorang atau merupakan kumpulan keharusan, kumpulan kewajiban yang dibutuhkan

oleh masyarakat atau golongan masyarakat tertentu bagi anggota-anggotanya.

Beauchamp dan Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu

keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle) dan beberapa aturan

dibawahnya. Keempat kaidah tersebut adalah :

1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama

hak otonomi pasien (the right to self determination). Prinsip moral inilah yang

kemudian melahirkan doktrin informed consent.

2. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang

ditujukan untuk kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan

untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih

besar dari pada sisi buruknya.

3. Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang

memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere”

atau “above all do no harm”.

4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam

bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya.

2

Page 3: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

Sedangkan aturan dibawahnya adalah veracity (berbicara benar, jujur dan terbuka),

privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien)

dan fidelity (loyalitas dan promise keeping).

Etika kedokteran yang membahas tata susila dokter dalam menjalankan profesinya,

khususnya yang berkaitan dengan pasien, semakin menjadi tantangan yang harus digeluti.

Sebab tugas profesi kedokteran adalah tugas kemanusiaan yang luhur. Apalagi kesediaan

untuk terlibat dan melayani manusia sakit adalah pilihan hidupnya.

Ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu: etika jabatan (medical ethics) dan etika

asuhan kedokteran (ethics of medical care). Etika jabatan kedokteran menyangkut

masalah yang berkaitan dengan sikap para dokter terhadap teman sejawat, para

pembantunya serta terhadap masyarakat dan pemerintah. Etika asuhan kedokteran

merupakan etika kedokteran untuk kehidupan sehari-hari, yaitu mengenai sikap dan

tindakan seorang dokter terhadap penderita yang menjadi tanggungjawabnya.

Selain prinsip atau kaidah dasar moral diatas yang harus dijadikan pedoman dalam

mengambil keputusan klinis, profesional kedokteran juga mengenal etika profesi sebagai

panduan dalam bersikap dan berperilaku (code of ethical conduct). Nilai-nilai etika profesi

tersebut tercermin di dalam sumpah dokter dan kode etik kedokteran.

Kode Etik Kedokteran di Indonesia pertama kali disusun tahun 1969 dalam

musyawarah kerja Susila Kedokteran yang dilaksanakan di Jakarta. Bahan rujukan yang

digunakan adalah Kode Etik Kedokteran Internasional yang telah disempurnakan pada

tahun 1968 melalui Muktamar ke-22 Ikatan Dokter Sedunia. Kode Etik tersebut mengalami

beberapa kali perubahan, yang terakhir adalah pada musyawarah kerja nasioal IDI XIII,

1993.

Secara umum, pada dasarnya manusia memiliki 4 kebutuhan dasar, yaitu : (a)

kebutuhan fisiologis yang dipenuhi dengan makanan dan minuman, (b) kebutuhan

psikologis yang dipenuhi dengan rasa kepuasan, istirahat, santai, dll, (c) kebutuhan sosial

yang dipenuhi melalui keluarga, teman dan komunitas, serta (d) kebutuhan kreatif dan

spiritual yang dipenuhi dengan melalui pengetahuan, kebenaran, cinta dan lainnya.

Kebutuhan-kebutuhan tersebut harus dipenuhi secara berimbang. Apabila seseorang

memilih untuk memenuhi kebutuhan tersebut secara tidak berimbang, maka ia telah

3

Page 4: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

menentukan secara subyektif apa yang baik bagi dirinya, yang belum tentu baik secara

obyektif. Baik disebabkan oleh ketidaktahuan atau akibat kelemahan moral, seseorang

dapat saja tidak mempertimbangkan semua kebutuhan tersebut dalam membuat keputusan

etik, sehingga berakibat terjadinya konflik di bidang keputusan moral.

Skenario KasusTeaching Health Ethics (Resource Materials from the WHO South-East Asia Region)Learning Scenarios > The physician-patient relationship >Conflict and conflict-solvng

Seseorang yang lebih memilih pengobatan tradisional.

Dokter: Pasien ini tinggal di sebuah kota, namun mengalami kecelakaan di kota lain dalam

negara yang sama. Ia mengalami trauma pada lututnya. Seorang dokter

menemaninya saat dirujuk. Ia tidak memiliki masalah pada pembiayaan karena

ditanggung oleh asuransi. Dia dijelaskan bahwa tidak terdapat masalah dan pihak

rumah sakit akan menyediakan fasilitas untuk operasi. Namun ia menolak untuk

diobati. Saya menjelaskan kepada pasien dan keluarganya, jika tidak diberikan

pengobatan, konfigurasi lutut pasien akan berubah dan mengakibatkan gangguan

pergerakan. Juga akan timbul nyeri apabila pasien berjalan terlalu jauh. Akan

muncul artritis pasca trauma. Deformitas akan terjadi yang dapat menyebabkan

pasien tidak bisa berjalan dengan stabil. Ia tetap menolak meskipun sudah

dijelaskan semuanya. Ia meminta untuk dikirim ke tempat pengobatan traditional

yang terkenal. Keluarganya setuju dengan pendapatnya. Saya tidak mampu untuk

mengubah pemikiran mereka, jadi saya membiarkan mereka untuk

memutuskannya. Ternyata tempat pengobatan tersebut memiliki pasien yang

sangat banyak, melebihi pasien di rumah sakit.

Masalah Moral yang Terjadi

Bagaimana peran dokter dalam hubungan dokter-pasien dalam kasus tersebut?

4

Page 5: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

Bagaimana menyikapi hak otonomi pasien dalam memilih pengobatan?

Bagaimana sikap anda sebagai dokter bila menghadapi kasus tersebut?

Fakta – fakta yang Terjadi

2.1 Cedera Lutut

Persendian atau artikulasio adalah suatu hubungan antara dua buah tulang atau lebih yang

dihubungkan melalui pembungkus jaringan ikat pada bagian luar dan pada bagian dalam

terdapat rongga sendi dengan permukaan tulang yang dilapisi oleh tulang rawan. Fungsi

dari sendi secara umum adalah untuk melakukan gerakan pada tubuh. Sendi lutut

merupakan bagian dari extremitas inferior yang menghubungkan tungkai atas (paha)

dengan tungkai bawah. Fungsi dari sendi lutut ini adalah untuk mengatur pergerakan dari

kaki. Dan untuk menggerakkan kaki ini juga diperlukan antara lain :

a. Otot- otot yang membantu menggerakkan sendi.

b. Capsul sendi yang berfungsi untuk melindungi bagian tulang yang bersendi supaya

jangan lepas bila bergerak.

c. Adanya permukaan tulang yang dengan bentuk tertentu yang mengatur luasnya

gerakan.

d. Adanya cairan dalam rongga sendi yang berfungsi untuk mengurangi gesekan antara

tulang pada permukaan sendi.

e. Ligamentum-ligamentum yang ada di sekitar sendi lutut yang merupakan

penghubung kedua buah tulang yang bersendi sehingga tulang menjadi kuat untuk

melakukan gerakan-gerakan tubuh.

Sendi lutut ini termasuk dalam jenis sendi engsel, yaitu pergerakan dua condylus

femoris diatas condylus tibiae. Gerakan yang dapat dilakukan oleh sendi ini yaitu gerakan

fleksi , ekstensi dan sedikit rotatio. Jika terjadi gerakan yang melebihi kapasitas sendi maka

akan dapat menimbulkan cedera yang antara lain terjadi robekan pada kapsul dan

ligamentum di sekitar sendi.

5

Page 6: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

Tipe-tipe cedera pada lutut dapat dibedakan menjadi trauma lutut yang akut dan

kronis. Tipe akut biasanya disebabkan karena benturan secara langsung pada lutut.

Sedangkan untuk tipe kronis biasanya muncul karena penggunaan sendi yang berlebihan

dan meliputi ligamen dan tendon di sekitarnya. Keluhan pada cedera kronis pada umumnya

berupa rasa nyeri yang muncul bertahap atau bersifat hilang timbul. Adapun pencetusnya

adalah cedera yang tidak sembuh secara sempurna. Selain itu, aktivitas seperti olahraga

atau gerakan yang berulang juga merupakan faktor resiko untuk cedera.

Beberapa gejala yang ditemukan pada pemeriksaan cedera lutut, antara lain a) Nyeri

yang merupakan gejala yang paling sering ditemukan; b)Kekakuan. Sendi terasa kaku dan

dapat menyebabkan pincang; c) Deformitas. Deformitas atau kaki bengkok sering

ditemukan tetapi jarang mengganggu; d) Pembengkakan. Bersifat lokal atau tersebar, dan

dapat muncul dengan segera atau setelah beberapa jam; e)Penguncian. Lutut mendadak

tidak bisa diluruskan sepenuhnya, meskipun fleksi masih dapat dilakukan; dan f) Pemberian

jalan. Menunjukkan suatu kelainan mekanis, meskipun kelainan ini dapat terjadi akibat

kelemahan otot.

Secara umum, dikenal penatalaksanaan cedera lutut dengan menggunakan konsep

RICE (rest, ice, compression, elevation).

a. Rest (istirahat). Pada awalnya, istirahatkan sendi dengan menghindari aktivitas yang

menggunakan dan membebani sendi.

b. Ice (es). Dilakukan dengan menggunakan kantong yang berisi es dan dibungkus

dengan handuk, lalu diletakkan di atas lokasi cedera secepatnya. Diamkan selama

kurang lebih 20 menit dan ulangi setiap 2-3 jam untuk 48 jam hingga 72 jam

pertama. Penggunaan es ini dapat mengurangi bengkak dan nyeri.

c. Compression (kompresi). Membalut cedera dengan elastic bandage untuk

mengurangi bengkak. Balutan tersebut akan memberikan kompresi yang cukup,

namun tidak sampai menghambat gerakan dan aliran darah. Balutan ini dilepas pada

saat malam/tidur.

d. Elevation (elevasi). Bagian yang cedera dinaikkan lebih di atas daripada jantung.

Hal ini akan membantu dalam proses penyembuhan.

6

Page 7: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

Cedera lutut yang ringan biasanya dapat membaik dengan sendirinya atau hanya dengan

menggunakan obat-obatan luar dan analgetik untuk menghilangkan rasa sakitnya. Namun,

sebaiknya semua cedera diperiksa oleh dokter atau fisioterapi. Nyeri lutut yang menetap

memerlukan pengobatan. Dengan pengobatan yang tepat akan memungkinkan untuk

penyembuhan yang sempurna. Terapi-terapi yang diberikan dapat berupa:

a. Aspirasi. Bila sendi lutut membengkak, maka utnuk menghilangkan tekanan dapat

dilakukan dengan mengaspirasi cairan dengan menggunakan jarum.

b. Fisioterapi. Meliputi pengobatan stimulasi otot dengan gelombang ultrasound dan

elektrik, latihan untuk meningkatkan mobilitas dan kekuatan, dan teknik-teknik

lainnnya. Terapi secara fisik berperan penting dalam pengobatan dan rehabilitasi

lutut. Adapun penatalaksanaan dengan terapi fisik dapat dibagi menjadi latihan

dengan proteksi yang maksimal dan pengembalian ke fungsi semula. Latihan

dengan proteksi maksimal dimaksudkan adalah serangkaian latihan yang didesain

secara khusus untuk membantu pergerakan. Beberapa latihan dalam fase ini dapat

berupa berjalan di air, berenang dan pembebanan pada kaki. Sedangkan

pengembalian ke fungsi semula dilakukan dengan latihan kekuatan yang lebih

besar, dilakukan secara bertahap hingga dapat kembali ke fungsi sebelumnya.

c. Pembedahan arthroskopi. Disebut juga pembedahan keyhole. Pembedahan

arthroskopi dilakukan dengan insisi kecil dan memasukkan alat melalui insisi

tersebut untuk dapat mengetahui daerah yang rusak. Prosedur ini dilakukan dengan

singkat dan rasa sakit yang sesaat.

d. Operasi pembedahan. Pada beberapa kasus cedera lutut, juga diperlukan

pembedahan dalam penatalaksanaannya. Pembedahan dilakukan bila cedera yang

terjadi cukup parah dan mengenai keseluruhan sendi.

Penatalaksanaan cedera lutut pada umumnya tidak dapat dilakukan dalam waktu yang

singkat, memerlukan waktu yang cukup lama.

Cedera lutut yang tidakdengan segera ditangani, tentunya akan menimbulkan

komplikasi yang nantinya akan semakin memperparah keadaan dari lutut tersebut. Adapun

komplikasi tersebut tergantung pada letak cedera lutut secara spesifik. Namun, secara

umum, dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi lanjutan.

7

Page 8: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

a. Komplikasi dini dapat berupa:

- Kerusakan kulit yang sering ditemukan dan memerlukan pembersihan luka.

- Kerusakan arteri atau cedera vaskular merupakan kedaruratan tingkat pertama

yang memerlukan eksplorasi dan perbaikan. Selain itu, nantinya juga dapat

mengakibatkan bahaya ganggren.

- Sindroma komparment yang biasanya muncul apabila terdapat banyak

perdarahan dengan jenis fraktur tertutup sehingga darah mengumpul di dalam.

Hal ini selanjutnya akan menmbulkan iskemia jaringan otot.

- Cedera saraf yang dapat terjadi terutama pada saraf popliteus lateral.

- Infeksi, biasanya muncul pada fraktur terbuka. Meskipun perforasi yang kecil

sekalipun harus diperiksa secara seksama dan debridemen harus dilakukan

sebelum luka ditutup. Namun, apabila laserasi besar, membutuhkan eksisi yang

lebar dan luka harus dibiarkan terbuka sampai resiko infeksi telah lewat.

b. Komplikasi lanjutan dapat berupa:

- Kekakuan sendi yang hampir tidak dapat dihindari.

- Non union, biasanya muncul karena gerakan lutut yang dipaksaka terlalu awal.

- Deformitas biasanya karena reduksi fraktur tak sempurna atau fraktur

mengalami pergeseran ulang selama terpai.

- Osteoarthritis

- Perlekatan, terjaid bila lutut dengan robekan ligamen sebagian tidak digunakan

secara aktif, maka serta yang putus akan menempel pada serat ayng utuh dan

tulang.

- Ketidakstabilan sendi. Biasanya tersisa tetapi, asalkan otot kuadriseps cukup

kuat, ketidakmampuan biasanya tidak berat.

- Dislokasi yang berulang.

- Malunion.

Selain terdapat berbagai komplikasi bila tidka dilakukan operasi pada cedera lutut,

komplikasi juga dapat timbul setelah dilakukan operasi. Meskipun operasi pembedahan

minor, juga beresiko untuk terjadinya komplikasi, tergantung pada kompleksitas dari

prosedur yang dilakukan. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah bekuan darah pada

8

Page 9: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

pembuluh darah vena di kaki. Meskipun hal ini merupakan masalah kecil, namun apabila

bekuan darah ini sampai ke jantung atau paru-paru maka akan menjadi berbahaya.

Komplikasi yang paling berbahaya adalah infeksi. Ini dapat terjadi apabila higienitas saat

dilakukan dan setelah operasi kurang. Selain itu, juga dapat terjadi komplikasi yang

lainnya, seperti kerusakan saraf, komplikasi patella, trauma pada arteri, perdarahan,

komplikas anastesi, alergi terhadap metal yang diimplantasikan, kompliasi dari transfusi

dan mati rasa di sekitar luka.

2.2 Pengobatan Tradisional

Pengobatan tradisional merupakan salah satu upaya pengobatan dan/atau perawatan cara

lain di luar ilmu kedokteran dan/atau ilmu keperawatan, yang banyak dimanfaatkan oleh

masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan. Terdapat berbagai jenis pengobatan

tradisional, yang didasarkan pada penggunaan tanaman, hewan dan mineral, selain itu juga

terdapat terapi dengan cara spiritual dan manual. Dalam aplikasinya dapat berdiri sendiri

ataupun kombinasi. Adapun definisi dari pengobatan tradisional itu sendiri adalah

pengobatan dan/atau perawatan dengan cara, obat atau pengobatnya yang mengacu kepada

pengalaman, ketrampilan turun menurun, dan/atau pendidikan/pelatihan, dan diterapkan

sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Definisi tersebut tidak jauh berbeda

dengan definisi dari WHO, yang menyebutkan bahwa pengobatan tradisional adalah

praktek, pengetahuan, dan kepercayaan dalam pengobatan yang didasarkan pada

penggunaan tumbuh-tumbuhan, hewan dan/atau mineral, terapi spiritual, dan teknik manual

yang digunakan secara tersendiri atau kombinasi yang digunakan untuk mengobati,

mendiagnosa dan mencegah penyakit.

Di Indonesia, meskipun pelayanan kesehatan modern telah berkembang, jumlah

masyarakat yang memanfaatkan pengobatan tradisional tetap tinggi. Menurut survei Sosial

Ekonomi Nasional tahun 2001, 57,7% penduduk Indonesia melakukan pengobatan sendiri,

31,7% menggunakan obat tradisional, dan 9,8%% memilih cara pengobatan tradisional.

Obat-obatan yang sering digunakan merupakan ramuan yang berasal dari tumbuhan,

hewan, mineral, sediaan sarian atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun

9

Page 10: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Jenis-jenis pengobatan

tradisional, dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Pengobat tradisional ketrampilan terdiri dari pengobat tradisional pijat urut, patah

tulang, sunat, dukun bayi, refleksi, akupresur, akupuntur, chiropractor dan pengoabt

tradisional lainnya yang metodenya sejenis.

2. Pengobat tradisional ramuan terdiri dari pengobat tradisional ramuan Indonesia

(jamu), gurah, tabib, shinshe, homoeopathy, aromatherapist dan pengobat

tradisional lainnya yang metodenya sejenis.

3. Pengobat tradisional pendekatan agama terdiri dari pengobat tradisional dengan

pendekatan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, atau Budha.

4. Pengobat tradisional supranatural terdiri dari pengobat tradisional tenaga dalam

(prana), paranormal, reiky master, qigong, dukun kebatinan dan pengobat

tradisional lainnya yang metodenya sejenis.

Saat ini, pengobatan tradisional semakin berkembang dan digunakan secara luas. Di

beberapa negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin, sering kali pengobatan tradisional

digunakan sebagai pilihan pengobatan pertama. Bahkan, di Afrika sendiri, 80% populasi

penduduknya menggunakan pengobatan tradisional sebagai pengobatan pertama. Di

negara-negara industri, pengobatan tradisional diadaptasi sebagai pengobatan

komplementer atau pengobatan alternatif. Berikut adalah beberapa contoh penggunaan

pengobatan tradisional pada beberapa negara.

1. Di Cina, obat-obat herbal tradisional meliputi 30% hingga 50% dari total

penggunaan obat.

2. Di negara Ghana, Mali, Nigeria dan Zambia, 60% terapi pada anak dengan panas

tinggi karena malaria diobati pertama kali di rumah dengan obat herbal.

3. WHO memperkirakan di beberapa negara Afrika kelahiran pada umumnya dibantu

dengan cara tradisional.

4. Di Eropa, Amerika utara dan beberapa negara industri lainnya, lebih dari 50%

populasi pernah menggunakan pengobatan alternatif atau komplementer paling

sedikit satu kali.

10

Page 11: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

5. Di San Fransisco, London dan Afrika selatan, 75% pasien dengan HIV/AIDS

menggunakan pengobatan alternatif.

6. 70% dari populasi penduduk Kanada pernah menggunakan pengobatan

komplementer paling sedikit satu kali.

7. Di Jerman, 90% dari populasi pernah menggunakan pengobatan alami. Antara tahun

1995 dan 2000 jumlah dokter yang mengikuti pelatihan pengobatan alami menjadi

dua kali lipat, yaitu 10.800 orang.

8. Di Amerika Serikat, 158 juta populasi dewasa menggunakan pengobatan

komplementer dan berdasarkan USA Commission for Alternative and

Complementary medicines, sekitar 17 milyar dolar Amerika digunakan untuk terpai

dengan cara tradisional pada tahun 2000.

9. Di Inggris, pengeluaran tahunan untuk pengobatan alternatif adalah sekitar 230 juta

dolar.

Untuk cedera lutut, jenis pengobatan tradisional yang digunakan pada umumnya

adalah pengobat tradisional yang menggunakan ketrampilan, yaitu pengobat tradisional

dengan pijat urut. Terkadang juga disertai dengan pemberian ramuan yang dioleskan pada

lokasi cedera (seperti minyak urut) dan juga ramuan yang diminum.

2.3 Nilai-nilai Pasien dan Sosial

Dengan mengacu kepada hak-hak asasi manusia, hak-hak pasien adalah hak-hak yang

dimiliki pribadi manusia sebagai pasien. Adapun hak-hak pasien dalam hukum kedokteran

yang bertumpu dan berdasarkan atas dua hak asasi manusia, yaitu :

1. Hak atas pemeliharaan kesehatan (The Right to Health Care)

2. Hak untuk menentukan nasib sendiri (The Right to Self Determination)

Untuk mengatur hal tersebut maka dibuatlah Deklarasi Lisabon 1981 yang mengatur

tentang hak yang dimiliki oleh pasien, yaitu :

1. Pasien berhak memilih dokternya secara bebas.

Seseorang mempunyai hak untuk memilih dokter yang ia harapkan dapat memberikan

suatu pertolongan. Pada dasarnya hubungan dokter dengan pasien dilandasi oleh suatu

11

Page 12: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

kepercayaan. Meskipun demikian, seseorang memilih dokter mungkin didasarkan atas

beberapa pertimbangan lain, seperti:

a. keadaan sosial ekonomi pasien,

b. kepopuleran dokter,

c. kelengkapan peralatan kedokteran,

d. jarak tempat antara dokter dan pasien, atau

e. prestise pasien.

2. Pasien berhak menerima atau menolak tindakan pengobatan sesudah ia memperoleh

informasi yang jelas. Merupakan hak pasien untuk mendapatkan informasi dan setiap

pembedahan atau tindakan invasif lainnya harus memperoleh persetujuan pasien

terlebih dahulu. Dokter harus menjelaskan tindakan dengan bahasa yang dapat

dimengerti pasien. Informasi ini meliputi tindakan yang diambil, resikonya,

kemungkinan akibat yang timbul berikut jenis tindakan yang dilakukan untuk dapat

mengatasinya, kemungkinan yang akan terjadi bila tindakan tidak dilakukan, dan

prognosis. Informasi yang diberikan disampaikan dalam bahasa yang sederhana, tetapi

cukup lengkap. Pasien harus dibimbing agar dapat memutuskan secara mandiri dan

bertanggung jawab. Persetujuan pasien atas tindakan setelah diinformasikan terlebih

dahulu disebut informed consent. Dokter juga harus tahu kapan informasi itu tidak baik

diberikan, misalnya bila informasi tersebut akan menambah keadaan sakit pasien atau

jika pasien masih di bawah umur sehingga tidak dapat memahami informasi yang

diberikan, informasi itu bisa diberikan kepada keluarga pasien.

3. Pasien berhak mengakhiri atau memutuskan hubungan dengan dokternya dan bebas

untuk memilih atau menggantinya dengan dokter lain. Dengan perkataan lain, dokter

tidak berhak mencegah/melarang/menghalangi pasien yang ingin berobat ke dokter lain.

4. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinis dan

pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.

5. Pasien berhak atas privacy yang harus dilindungi, ia pun berhak atas sifat kerahasiaan

data-data mediknya.

6. Pasien berhak mati secara bermartabat dan terhormat.

7. Pasien berhak menerima/menolak bimbingan moril ataupun spiritual.

12

Page 13: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

8. Pasien berhak mengadukan dan berhak atas penyelidikan pengaduannya serta berhak

diberi tahu hasilnya.

Etika bersifat pluralistik. Setiap orang memiliki perbedaan terhadap penilaian benar

atau salah bahkan jika ada persamaan bisa saja hal tersebut berbeda dalam alasannya. Di

beberapa masyarakat, perbedaan tersebut dianggap sebagai sesuatu yang normal dan ada

kebebasan besar bagi seseorang untuk melakukan apa yang dia mau, sejauh tidak

melanggar hak orang lain. Namun di dalam masyarakat yang lebih tradisional, ada

persamaan dan persetujuan pada etika dan ada tekanan sosial yang lebih besar, kadang

bahkan didukung oleh hukum, dalam bertindak berdasarkan ketentuan tertentu. Dalam

masyarakat tersebut budaya dan agama sering memainkan peran yang dominan dalam

menentukan perilaku yang etis. Setiap kasus klinis, yang dilihat sebagai suatu masalah

etika, harus dianalisa berdasarkan atas empat faktor, yaitu:

1. Medical Indications (Indikasi Medis)

Meliputi diskusi klinis tentang diagnosa dan terapi pada kondisi patologi pasien. " Indikasi"

mengacu pada hubungan antara patofisiologi yang terjadi pada pasien dan dan diagnosa

serta terapi intervensi yang " diindikasi," sesuai untuk mengevaluasi dan mengatasi masalah

tersebut. Walaupun hal ini merupakan materi umum yang mencakup segala permasalahan

klinis pasien, diskusi etika tidak hanya meninjau ulang fakta medis, tetapi juga

memperhatikan maksud dan tujuan semua indikasi intervensi.

2. Patient Preferences (Pilihan Pasien)

Dalam semua perawatan medis, pilihan pasien berdasarkan nilai-nilai kepunyaan pasien

dan penilaian pribadi dari manfaat dan beban yang relevan secara etika. Pada kasus klinis,

perlu diadakan peninjauan mengenai tujuan dan keinginan pasien. Dimana hal tersebut akan

memunculkan berbagai pertanyaan lebih lanjut. Sudahkah pasien diberikan informasi yang

cukup? Apakah pasien mengerti? Apakah pasien memahami ketidakpastian dalam setiap

rekomendasi medis dan cakupan pilihan yang ada? Apakah pasien menyetujui dengan

sukarela? Apakah pasien dipaksa? Dalam beberapa kasus, tidak didapatkan jawaban dari

pertanyaan ini, karena pasien tidak mampu untuk merumuskan suatu pilihan atau

pernyataan. Jika pasien secara mental tidak mampu membuat suatu keputusan, kita harus

menanyakan siapa yang mempunyai otoritas untuk memutuskan atas nama pasien ini, apa

13

Page 14: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

batas sah dan yang etis menyangkut otoritas itu, dan apa yang akan dilaksanakan jika tak

seorangpun dikenali seperti wakil/pengganti. Masalah etis muncul dalam menentukan siapa

yang berhak mewakili pasien dalam mengambil keputusan dan dalam memilih kriteria

keputusan berdasarkan kepentingan pasien yang tidak kompeten tersebut.

Dokter dapat dianggap sebagai pengambil keputusan yang tepat bagi pasien yang

tidak kompeten jika sistem paternalisik berlaku. Dokter sebaiknya berkonsultasi dengan

anggota keluarga mengenai pilihan tindakan yang ada, walaupun keputusan final ada di

tangan dokter. Dengan perkembangan saat ini, secara bertahap dokter mulai kehilangan

kewenangan ini di banyak negara, karena pasien diberi hak untuk memilih sendiri siapa

yang dapat mewakilinya dalam mengambil keputusan jika memang tidak kompeten lagi.

Dan di beberapa negara bagian, secara khusus menentukan siapa yang berhak menjadi

wakil pasien dalam mengambil keputusan dalam urutan ke bawah yaitu: suami atau istri,

anak dewasa, kakak atau adik dan seterusnya. Dalam hal ini dokter membuat keputusan

untuk pasien jika pengganti yang sudah ditentukan tidak dapat ditemukan, yang sering

terjadi dalam keadaan darurat. Jika dokter berhasil mengkomunikasikan semua informasi

yang diperlukan oleh pasien dan jika pasien tersebut ingin mengetahui diagnosa, prognosis,

dan pilihan terapi yang dijalani, maka kemudian pasien akan berada dalam posisi dapat

membuat keputusan berdasarkan pemahamannya tentang bagaimana menindaklanjutinya.

Walaupun istilah ijin mengandung pengertian menerima perlakuan yang diberikan, namun

konsep ijin berdasarkan pengetahuan dan pemahaman juga bermakna sama dengan

penolakan terhadap terapi atau memilih. Pasien yang kompeten mempunyai hak untuk

menolak perawatan, walaupun penolakan tersebut dapat menyebabkan kecacatan atau

kematian.

3. Quality of Life (Mutu Hidup)

Luka atau penyakit yang dapat mengancam atau potensial mengurangi mutu hidup,

dinyatakan dengan tanda dan gejala dari penyakit mereka. Obyek semua intervensi medis

adalah untuk memperbaiki kembali, memelihara atau meningkatkan mutu hidup. Karena

itu, dalam semua situasi medis, topik mutu hidup harus diperhatikan. Banyak pertanyaan

sekitar topik ini: apa arti ungkapan "mutu hidup" secara umum? Bagaimana hal itu

dipahami secara khusus? Bagaimana orang lain memahami mutu hidup pasien tersebut dan

14

Page 15: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

keterkaitan etis dalam persepsi mereka? yang paling penting, apa keterkaitan mutu hidup

dengan pertimbangan etika? Topik ini, lebih sedikit literatur tentang etika medis dibanding

dua topik sebelumnya, membahayakan sebab membuka jalan untuk penyimpangan dan

prasangka. Meskipun demikian, harus diperhatikan dalam menganalisa permasalahan etika

klinik.

4. Contextual Features

Pasien datang ke dokter karena mereka mempunyai suatu masalah dan mereka berharap

dokter itu dapat membantu. Dokter merawat pasien dengan tujuan dan tugas agar semua

usaha layak untuk membantu mereka. Topik indikasi medis, pilihan pasien dan mutu hidup

memunculkan segi penting dari kasus ini. Namun setiap kasus medis berhubungan dengan

suatu konteks besar dari orang, institusi, pengaturan sosial dan keuangan.

Kepedulian pasien dipengaruhi, secara positif atau secara negatif, oleh berbagai

kemungkinan dan batasan konteks tersebut . Pada waktu yang sama, keputusan yang dibuat

oleh atau tentang pasien mempunyai dampak psikologis, emosional, keuangan, legal,

pendidikan, serta pengaruh rohani pada orang lain. Di dalam setiap kasus, keterkaitan

contextual features harus ditentukan dan ditaksir. contextual feature sangat penting dalam

memahami dan mengatasi kasus yang terjadi. Setiap kasus dapat dipandang dalam kaitan

dengan empat faktor ini. Walaupun fakta dari tiap kasus berbeda, empat faktor ini selalu

relevan. Faktor-faktor ini mengatur bermacam-macam fakta kasus tertentu dan, pada waktu

yang sama, faktor meperhatikan prinsip moral yang sesuai kepada kasus tersebut.

Tujuannya untuk menunjukkan bagaimana faktor-faktor tersebut menyediakan suatu cara

sistematis untuk mengidentifikasi, meneliti dan memecahkan permasalahan etika yang

timbul dalam kedokteran klinik.

Selain berbagai hal mengenai etika di atas, tidak lupa juga perlunya dibahas mengenai

hubungan dokter dengan pasien. Jenis hubungan dokter-pasien sangat dipengaruhi oleh

etika profesi kedokteran, sebagai konsekuensi dari kewajiban-kewajiban profesi yang

memberikan batasan atau rambu-rambu hubungan tersebut. Kewajiban-kewajiban tersebut

tertuang di dalam prinsip-prinsip moral profesi, yaitu otonomi, beneficence,

nonmaleficence, dan justice, yang disebut sebagai prinsip utama; dan veracity, fidelity,

privacy, dan confidentiality sebagai prinsip turunannya.

15

Page 16: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

Pada awalnya hubungan dokter-pasien adalah hubungan yang bersifat paternalistik,

dengan prinsip moral utama adalah beneficence. Sifat hubungan paternalistik ini kemudian

dinilai telah mengabaikan nilai otonomi pasien, dan dianggap tidak sesuai dengan

perkembangan moral (orang barat) saat ini, sehingga berkembanglah teori hubungan

kontraktual (sekitar tahun 1972 - 1975). Konsep ini muncul dengan merujuk kepada teori

social contract di bidang politik. Veatch (1972) mengatakan bahwa dokter dan pasien

adalah pihak-pihak yang bebas, yang meskipun memiliki perbedaan kapasitas dalam

membuat keputusan, tetapi saling menghargai. Dokter akan mengemban tanggungjawab

atas segala keputusan teknis, sedangkan pasien tetap memegang kendali keputusan penting,

terutama yang terkait dengan nilai moral dan gaya hidup pasien. Hubungan kontrak

mengharuskan terjadinya pertukaran informasi dan negosiasi seblum terjadinya

kesepakatan, namun juga memberikan peluang kepada pasien untuk menyerahkan

pengambilan keputusan kepada dokter (I'm confused by all these facts, doctor. What do you

think I ought to do?).

Walaupun hubungan dokter-pasien ini bersifat kontraktual, namun mengingat sifat

praktek kedokteran yang berdasarkan ilmu empiris, maka prestasi kontrak tersebut

bukanlah hasil yang akan dicapai (resultaat verbintennis) melainkan upayanya yang

sungguh-sungguh (inspanning verbintennis). Hubungan kontrak semacam ini harus dijaga

dengan peraturan perundang-undangan dan mengacu kepada suatu standar atau benchmark

tertentu. Oleh karena itu sejak sebelum Masehi telah ada Code of Hammurabi yang

mengancam dengan pidana bagi dokter yang karena salahnya telah mengakibatkan cedera

atau matinya pasiennya, dan Code of Hittites yang mewajibkan dokter untuk membayar

ganti rugi kepada pasiennya yang terbukti telah dirugikan karena

kesalahannya/kelalaiannya.

Dengan menganggap bahwa teori kontrak telah terlalu menyederhanakan nilai

hubungan dokter dengan pasien, maka Smith dan Newton (1984) lebih memilih hubungan

yang berdasar atas virtue sebagai hubungan yang paling cocok bagi hubungan dokter-

pasien. Hubungan kontrak mereduksi hubungan dokter-pasien menjadi "peraturan" dan

"kewajiban" saja, sehingga seseorang dokter dianggap "baik" bila ia telah melakukan

kewajiban dan peraturan (followed the rules). Hubungan kontrak tidak lagi mengindahkan

16

Page 17: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

empathy. compassion, perhatian, keramahan, kemanusiaan, sikap saling mempercayai,

itikad baik, dan lainnya yang merupakan bagian dari virtue-based ethics (etika berdasar

nilai kebajikan/keutamaan). Pada hubungan dokter-pasien yang virtue-based dirumuskan

bahwa hubungan itu bertumbuh dan berkembang sedemikian rupa sehingga tidak ada satu

pun ketentuan yang ditentukan pada permulaan dapat menentukan masa depan. Baik dokter

maupun pasien harus tetap berdialog untuk menjaga berjalannya komunikasi dalam rangka

mencapai tujuan bersama, yaitu kesejahteraan pasien. Tentu saja komunikasi yang baik

tersebut membutuhkan prinsip-prinsip moral di atas, termasuk informed consent yang

berasal dari prinsip otonomi.

Analisis Keadaan Pasien

Pasien mengalami trauma pada lututnya dan perlu dirawat dan dioperasi di rumah sakit.

Dalam hal biaya tidak terdapat masalah karena pasien ditanggung oleh asuransi. Namun ia

menolak untuk diobati. Pasien dan keluarga sudah diberikan penjelasan bahwa jika tidak

diberikan pengobatan, maka akan terjadi komplikasi. Konfigurasi lutut berubah dan

mengakibatkan gangguan pergerakan, timbul nyeri apabila pasien berjalan terlalu jauh,

muncul artritis pasca trauma, serta deformitas yang dapat menyebabkan pasien tidak bisa

berjalan dengan stabil. Pasien tetap menolak dan meminta untuk dikirim ke tempat

pengobatan traditional yang terkenal. Keluarganya setuju dengan pendapatnya. Ternyata

tempat pengobatan tersebut memiliki pasien yang sangat banyak, melebihi pasien di rumah

sakit.

Otonomi Dari Pasien

Otonomi adalah prinsip yang mengakui hak setiap pribadi untuk memutuskan sendiri

mengenai masalah kesehatannya, kehidupannya, serta kematiannya. Jadi otonomi

merupakan bentuk kebebasan bertindak dari seseorang dalam mengambil keputusan sesuai

dengan rencana yang ditentukannya sendiri. Dalam kasus ini, pasien memiliki hak otonomi

17

Page 18: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

dalam menentukan hal yang dianggap terbaik bagi kesehatannya. Jadi kebebasan pasien

untuk memilih jenis pengobatan yang dia perlukan.

Tanggung jawab seorang pelayanan kesehatan yang professional

Profesi kesehatan mempunyai perbedaan sudut pandang mengenai persamaan dan hak-hak

pasien. Satu sisi dokter paham bahwa tidak boleh membiarkan pertimbangan usia, penyakit

atau kecacatan, keimanan, etnik, jenis kelamin, nasionalitas, keanggotaan politik, ras,

orientasi seksual, atau posisi sosial mengintervensi tugas dokter. Dan, pada saat yang sama

dokter juga mengklaim bahwa pasien berhak menolak atau autonomy (menghormati hak

pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan hak membuat keputusan tentang apa

yang akan dilakukan terhadap dirinya), beneficence (melakukan tindakan untuk kebaikan

pasien), non maleficence (tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien) dan

justice (bersikap adil dan jujur).

Berdasarkan prinsip bioetika Beauchamp dan Childress, yang mempublikasikan

Principles of Biomedical Ethics (1979), yaitu empat prinsip dasar bioetika yang dipikirkan

dalam pengambilan keputusan.

Otonomi (autonomy): Dasar dari prinsip otonomi adalah  bahwa setiap individu mampu

bebas dari obyek personal dan bertindak seturut kebebasannya. Otonomi ini mempunyai 3

syarat dasar:

a. mempunyai maksud/intense

b. paham akan arti tindakannya

c. tidak berada dalam pengaruh luar.

Menguntungkan (beneficence): harus berbuat baik.

Prinsip berbuat baik ini dalam penelitian ilmiah berarti berupaya untuk memperoleh

manfaat maksimal dengan kerugian yang minimal. Dalam hal hubungan antara dokter dan

pasien prinsip ini dapat diartikan tidak melakukan sesuatu yang merugikan, berbuat baik

meskipun berakibat kesusahan bagi sang dokter dan meskipun sang dokter harus berkorban.

Terdapat dua jenis beneficence, yaitu :

1. general beneficence : berbuat baik terhadap siapapun termasuk ”yang tidak kita

kenal” impartially, merupakanetika normative

18

Page 19: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

2. spesific beneficence : bermoral bila tindakan baik ditujukan pada pihak khusus

”yang kita kenal” : pasien, anak-anak, teman-teman. Hal ini menimbulkan

kewajiban ”mutlak” profesi, khususnya secara psikologis.

Tidak merugikan (non maleficence): “primum non nocere” artinya pertama jangan

menyakiti, bahwa tidak diperbolehkan membuat rusak dan kejelekan. Diterjemahkan dalam

kata lain: tidak menyebabkan sakit. Prinsip ini merupakan komplementer dari prinsip

beneficence.

Kewajiban menganut ini berdasarkan hal-hal:

- pasien dalam keadaaan amat berbahaya atau beresiko

- hilangnya sesuatu yang penting

dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut

manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami resiko minimal)

tindakan kedokteran tidak terbukti efektif

Keadilan (justice): keadilan distributif: kasus yang sama seharusnya diperlakukan dengan

cara sama dan kasus yang berbeda diperlakukan dengan cara yang berbeda. Dalam bahasa

latin disebut: Justitia est constans et perpetua voluntas ius suum cuique tibuens.

Prinsip ini bertujuan untuk menyelenggarakan keadilan dalam transaksi dan

perlakuan antar sesama manusia. Prinsip ini mengacu pada kewajiban etika untuk

memperlakukan setiap manusia dengan moral yang benar dan pantas serta memberi setiap

orang yang merupakan haknya. Memberi perlakuan yang sama pada semua pasien untuk

kebahagian pasien dan umat manusia yakni : memberi sumbangan relatif sama dengan

kebutuhan mereka (kesamaan sumbangan sesuai dengan kebutuhan pasien), menuntut

pengorbanan mereka secara relatif sama dengan kemampuan mereka (kesamaan beban

sesuai dengan kemampuan pasien).

Setiap kasus terkait dengan etika tentunya memiliki penyelesaiannya tersendiri,

tergantung prinsip yang dipegang. Seorang dokter akan memberikan hal yang terbaik dan

bermanfaat lebih besar daripada sisi buruk bagi pasiennya sesuai dengan pengetahuan yang

dimiliknya yang dilandasi oleh etika. Dalam kasus ini, seorang dokter harus mampu

memberikan informasi-informasi yang jelas yang perlu dipikirkan oleh pasien mengenai

operasi yang dilakukan dan menerangkan apa keuntungan dan kerugian sehingga pasien

19

Page 20: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

bisa memutuskan apa yang terbaik bagi pasien. Dan hendaknya seorang dokter menjaga

hubungan yang baik dengan keluarga pasien dan menghindari hubungan yang paternalistik.

Pengambilan Keputusan Rekapitulasi masalah moral

Pada kasus diatas, diketahui bahwa pasien ini mengalami cedera lutut yang memerlukan

tindakan operasi segera, dan apabila tidak dilakukan akan menimbulkan komplikasi seperti

perubahan konfigurasi lutut, gangguan pergerakan nyeri, artritis pasca trauma dan

deformitas. Dokter pada awalnya harus menjelaskan secara lengkap informasi mengenai

kemungkinan diagnosa dari penyakit pasien dan keadaan pasien saat ini. Setelah penjelasan

tersebut, dokter juga harus memberikan penjelasan mengenai tindakan yang diperlukan

untuk mengatasi penyakit tersebut, komplikasi yang akan timbul baik bila tindakan tidak

dilakukan dan bila tindakan dilakukan. Dengan kata lain, perlu dijelaskan keuntungan dan

kerugian bila dilakukan dan tidak dilakukan tindakan. Apabila dilakukan tindakan operasi,

dokter harus menyampaikan informed consent terlebih dahulu mengenai bagaimana

pelaksanaanya, seberapa besar keuntungan bagi pasien dan bagaimana pembiayaan dari

pemeriksaan yang dilakukan. Dalam penyampaian informed consent, perlu diingat

kelayakan pasien dalam kapasitasnya untuk memutuskan, serta diperlukan juga pendapat

dari pihak keluarga. Namun, walaupun demikian perlu juga diperhitungkan hak otonomi

pasien untuk menentukan pilihan. Apabila pasien menolak tindakan operasi, seperti dalam

kasus ini, disinilah dilema etika akan muncul. Di satu pihak kondisi pasien sangat

mendesak untuk dilakukan operasi sesegera mungkin. Sedangkan di pihak lain pasien dan

keluarga sendiri menolak untuk dioperasi dan lebih memilih pengobatan tradional.

Disinilah dokter sebagai pemberi pelayanan kesehatan harus teliti dalam menentukan sikap

yang akan diambil sesuai dengan keempat prinsip etika.

Argumen

20

Page 21: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

Kita menyatakan bahwa setiap kasus klinis, yang dilihat sebagai suatu masalah

etika, harus dianalisa berdasarkan atas empat faktor. Empat faktor tersebut adalah:

1. Medical Indications (Indikasi Medis)

Pada faktor indikasi medis, meliputi bahan diskusi klinis tentang mengenai

diagnosa, terapi dan komplikasi pada kondisi patologi pasien. Dari indikasi medis, fakta

klinis diperlukan untuk mendiagnosa dan mengetahui tingkat keparahan cedera lutut yang

dialami pasien. Hal ini diperlukan untuk membuat prognosis, pilihan terapi, perbaikan

fungsi termasuk resiko, keuntungan dan hasil dari setiap pengobatan. Cedera lutut yang

parah akan dapat menimbulkan berbagai komplikasi nantinya, sehingga memerlukan

tindakan operasi segera. Dengan dilakukannya operasi segera, tentunya akan dapat

menghindari komplikasi yang dapat timbul.

2. Patient Preferences (Pilihan Pasien)

Dalam semua perawatan medis, pilihan pasien berdasarkan nilai-nilai kepunyaan pasien

dan penilaian pribadi dari manfaat dan beban yang relevan secara etika. Masalah etis

muncul dalam menentukan siapa yang berhak mewakili pasien dalam mengambil keputusan

dan dalam memilih kriteria keputusan berdasarkan kepentingan pasien yang tidak kompeten

tersebut.

Jika paternalisme medis berlaku, dokter dianggap sebagai pengambil keputusan

yang tepat bagi pasien yang tidak kompeten. Dokter sebaiknya berkonsultasi dengan

anggota keluarga mengenai pilihan tindakan yang ada, walaupun keputusan final ada di

tangan dokter. Jika dokter berhasil mengkomunikasikan semua informasi yang diperlukan

oleh pasien dan jika pasien tersebut ingin mengetahui diagnosa, prognosis, dan pilihan

terapi yang dijalani, maka kemudian pasien akan berada dalam posisi dapat membuat

keputusan berdasarkan pemahamannya tentang bagaimana menindaklanjutinya. Walaupun

istilah ijin mengandung pengertian menerima perlakuan yang diberikan, namun konsep ijin

berdasarkan pengetahuan dan pemahaman juga bermakna sama dengan penolakan terhadap

terapi atau memilih. Pasien yang kompeten mempunyai hak untuk menolak perawatan,

walaupun penolakan tersebut dapat menyebabkan kecacatan atau kematian.

Pada kasus ini usia pasien tidak disebutkan, jadi akan terdapat dua kemungkinan

yaitu pasien berada dalam usia yang tidak mampu menentukan pilihan terapi dan pasien

21

Page 22: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

berada dalam usia yang mampu menentukan pilihan terapi. Pasien disebutkan menolak

untuk dilakukan operasi dan meminta agar dibawa ke tempat pengobatan tradisional. Pada

kemungkinan pertama yaitu pasien berada dalam usia yang tidak mampu menentukan

pilihan terapi, maka keputusan ini dapat diwakilkan kepada keluarganya, dan disebutkan

bahwa keluarganya sendiri juga mendukung keinginan pasien untuk berobat dengna

pengobatan tradisional. Sedangkan pada kemungkinan kedua, maka pasien sendiri mampu

menentukan pilihan terapi dan pasien memilih untuk berobat dengna pengobatan

tradisional.

3. Quality of Life (Mutu Hidup)

Obyek semua intervensi medis adalah untuk memperbaiki kembali, memelihara atau

meningkatkan mutu hidup. Karena itu, dalam semua situasi medis, topik mutu hidup harus

diperhatikan.

Dalam kasus ini menurut dokter, pasien perlu segera dilakukan operasi. Apabila tidak

dilakukan tindakan operasi dengan segera, maka akan muncul berbagai komplikasi yang

lebih parah. Apalagi bila pasien melakukan perjalanan, maka keadaan pasien akan

memburuk.

4. Contextual Features

Dokter merawat pasien dengan tujuan dan tugas agar semua usaha layak untuk

membantu mereka. Topik indikasi medis, pilihan pasien dan mutu hidup memunculkan segi

penting dari kasus ini. Namun setiap kasus medis berhubungan dengan suatu konteks besar

dari orang, institusi, pengaturan sosial dan keuangan.

Dalam kasus ini pasien dan keluarga lebih memilih menggunakan pengobatan

tradisional daripada dilakukan operasi di rumah sakit. Meskipun pasien telah diberikan

penjelasan mengenai keadaannya saat ini, komplikasi yang terjadi bila tidak dilakukan

operasi dengan segera dan bahwa tindakan yang operasi tersebut telah ditanggung asuransi,

pasien dan keluarga tetap menolak untuk dilakukan operasi.

Keputusan yang Diambil

Menurut saya keputusan dokter pada kasus diatas adalah tidak melaksanakan

operasi. Jika ditinjau dari keempat faktor diatas maka alasan saya adalah:

22

Page 23: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

1. Berdasarkan indikasi medis pilihan terapi yang terbaik untuk cedera lutut yang terjadi

pada pasien ini adalah dengan melakukan operasi pembedahan. Diharapkan dengan

pelaksanaan pemebdahan ini, maka akan dapat memperbaiki keadaan pasien dan mencegah

munculnya komplikasi yang dapat memperparah keadaan pasien. Memang jika dilihat dari

kondisi pasien, maka dokter akan berpikir jika melakukan tindakan operasi pembedahan.

Meskipun demikian, kita juga tidak boleh lupa bahwa tindakan operasi pembedahan juga

akan dapat menimbulkan komplikasi.

2. Dari segi pilihan pasien, maka semua keputusan harus diserahkan kepada pasien yang

dalam kasus ini selain ia sudah menentukan sendiri pilihannya, keluarga pasien juga

mendukung pilihan pasien untuk menolak tindakan operasi pembedahan dan lebih memilih

menggunakan pengobatan tradisional. Namun kita sebagai dokter wajib memberikan

keterangan yang sejelas-jelasnya tentang penyakit yang diderita pasien, selain itu dokter

juga wajib menjelaskan segala komplikasi yang akan timbul bila tidak dilakukan

pembedahan.

3. Jika dilihat dari segi mutu hidup maka jika tidak dilakukan operasi, maka keadaan pasien

dapat menjadi lebih buruk, akan muncul berbagai komplikasi. Jika dilakukan operasi, maka

keadaan pasien akan dapat membaik dan komplikasi dapat dihindari, namun tidak tertutup

kemungkinan pula komplikasi akan dapat muncul setelah dilakukan operasi pembedahan.

4. Pertimbangan terakhir adalah dari konteks yang lain, yaitu kepercayaan pasien terhadap

pengobatan tradisional yang akan ditujunya. Diketahui bahwa ternyata temapt pengobatan

tradisional tersebut memiliki pasien yang lebih banyak daripada rumah sakit.

Jadi menurut saya berdasarkan pertimbangan diatas, kalau memang dari anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sudah mengarahkan bahwa cedera lutut yang

dialami pasien memerlukan tindakan pembedahan sesegera mungkin. Meskipun demikian,

segala tindakan yang akan dilakukan tentunya memerlukan persetujuan dari pasien itu

sendiri. Penolakan terhadap tindakan yang akan dilakukan adalah merupakan hak pasien.

Namun, disini perlu diingat bahwa dokter sebagai pemberi pelayanan kesehatan

sebelumnya telah menjelaskan mengenai keadaan penyakit pasien.

Evaluasi

23

Page 24: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

Dilema pada kasus ini adalah tindakan apa yang sebaiknya diambil oleh dokter.

Keputusan yang diambil harus berdasarkan etika yang berlaku dilandasi niat yang murni

untuk berbuat kebaikan. Pasien sebagai orang yang mempunyai penyakit harus

mendapatkan pelayanan kesehatan yang terbaik dan informasi mengenai penyakit dan

konsekuensi yang ditimbulkan yang harus dijelaskan dengan lengkap oleh dokter.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aone Mokaila, MacMurray College. (2001), “Traditional vs. Western Medicine -

African Context “. Available at: http://www.drury.edu/multinl/story.cfm?

ID=2524&NLID=166

2. Apley A. Graham, Louis Solomon. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley.

Jakarta: Widya Medika. 1995.

3. Bertens K. Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 1993.

4. Darsono RS. Etik, Hukum Kesehatan Kedokteran (Sudut Pandang Praktikus), Dalam:

Suharto, G dan Prasetyo, A, editor. Semarang: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan

Medikolegal FK Universitas Diponegoro. 2004.

5. Gunawan. Memahami Etika Kedokteran. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 1992.

6. Hill,McGraw,Inc.(1998), “Clinical Ethics: A Practical Approach to Ethical Decisions in

Medical Medicine” 4th edition. Available at: http://www.Bioethicaltool.htm

7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional. 2003.

8. Maertens G, Wachter M, Bone E, Harvey JC, Bertens K. Bioetika, Refleksi Atas

Masalah Etika Biomedis. Jakarta: PT Gramedia; 1990.

9. Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Indonesia. KODEKI dan Pedoman

Penatalaksanaan KODEKI Indonesia. Ikatan Dokter Indonesia. 2002

10. Samil, RS. Etika Kedokteran Indonesia. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. 2001.

11. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran, Pengantar bagi

Mahasiswa Kedokteran dan Hukum. Jakarta: Pustaka Dwipar. 2005.

24

Page 25: PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PILIHAN UTAMA PENGOBATAN PASIEN

12. Schiffert Health Center. (2004), “Knee Injury”. Available at:www.healthcenter.vt.edu

13. State of New York Department of Insurance. (2007), “Knee Injury Medical Treatment

Guidelines”.

14. World Health Organization. (2003), “Traditional medicine”. Available

at:http://www.who.int/__utm.js"

25