My Case Paru

25
BAB I TINJAUAN PUSTAKA Definisi COPD atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. 1 Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya. 3 Prevalensi Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakti serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai 1

description

laporan kasus paru

Transcript of My Case Paru

Page 1: My Case Paru

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

COPD atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat

dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat

mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual.1 Penyakit paru

kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak

sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru

yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran

gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama

PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.3

Prevalensi

Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai

angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal

selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat

setelah penyakit jantung, kanker dan penyakti serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan

untuk penyakit ini mencapai $24 milyar per tahunnya. WHO memperkirakan bahwa

menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat. Akibat sebagai penyebab

penyakit tersering peringkatnya akan meningkat dari ke duabelas menjadi ke lima dan

sebagai penyebab kematian akan meningkat dari ke enam menjadi ke tiga. Berdasarkan

survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial

menduduki peringkat ke enam. Merok merupakan farktor risiko terpenting penyebab

PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-

lainnya.2

1

Page 2: My Case Paru

Etiologi

Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari

partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa

penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat

mengiritasi saluran pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan

komposisinya dapat memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya

tergantung kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut.1

Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari

faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah

defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease

serin.3

Faktor resiko COPD bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel iritatif

yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya :4

Asap rokok

Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik,

abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak

merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung pada “dosis merokok”nya,

seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan

berapa lama orang tersebut merokok.

Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-

gejala respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut

terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru “terbakar”.

Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin,

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan perkembangan janin

dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun dari janin

tersebut.

Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)

Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan

Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu bakar

ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak,

2

Page 3: My Case Paru

pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga IAP memiliki

tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar ruangan seperti gas

buang kendaraan bermotor. IAP diperkirakan membunuh 2 juta wanita dan anak-anak

setiap tahunnya.

Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan.

Infeksi saluran nafas berulang

Jenis kelamin

Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu,

lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi pada

laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok

itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk

terkena COPD dibandingkan perokok pria.

Status sosio ekonomi dan status nutrisi

Asma

Usia

Onset usia dari COPD ini adalah pertengahan

Patogenesis

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari COPD ini

adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan

pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus

mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada

sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris

dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan

dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme

penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan

edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul

hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang

kental dan adanya peradangan.4

Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya peradangan

kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-

3

Page 4: My Case Paru

struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya

alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena

ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi.

Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di

dalam paru dan saluran udara kolaps.4

Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien COPD, yakni : peningkatan

jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding

saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). Yang

mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma.5

Klasifikasi

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)

2007, dibagi atas 4 derajat :4

1. Derajat I: COPD ringan

Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara

ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut

mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.

2. Derajat II: COPD sedang

Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 <

80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien

biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.

3. Derajat III: COPD berat

Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk

(VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang

semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang

berdampak pada kualitas hidup pasien.

4. Derajat IV: COPD sangat berat

Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30%

prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan

gagal jantung kanan.

4

Page 5: My Case Paru

Diagnosa

Penderita COPD akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-

batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan COPD ringan dapat

tanpa keluhan atau gejala. Dapat ditegakkan dengan cara :1

1. Anamnesis

Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit sebelumnya,

riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya,

komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll.

2. Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya :

Pernafasan pursed lips

Takipnea

Dada emfisematous atu barrel chest

Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater

Pelebaran sela iga

Hipertropi otot bantu nafas

Bunyi nafas vesikuler melemah

Ekspirasi memanjang

Ronki kering atau wheezing

Bunyi jantung jauh

3. Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan:

Hiperinflasi

Hiperlusen

Diafragma mendatar

Corakan bronkovaskuler meningkat

Bulla

Jantung pendulum

4. Uji Spirometri, yang merupakan diagnosis pasti, dijumpai :

VEP1 < KVP < 70%

Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : VEP1 paska bronkodilator < 80%

prediksi

5

Page 6: My Case Paru

5. Uji Coba kortikosteroid

6. Analisis gas darah

Semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi

Secara klinis diperkirakan gagal nafas atau payah jantung kanan

Diagnosa Banding

COPD didiagnosa banding dengan :1

1. Asma Bronkial

2. Gagal jantung kongestif

3. Bronkiektasis

4. Tuberkulosis

Penatalaksanaan

Adapun tujuan dari penatalaksanaan COPD ini adalah :1

Mencegah progesifitas penyakit

Mengurangi gejala

Meningkatkan toleransi latihan

Mencegah dan mengobati komplikasi

Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang

Mencegah atau meminimalkan efek samping obat

Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

Meningkatkan kualitas hidup penderita

Menurunkan angka kematian

Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu tujuan selama

tatalaksana COPD.5

Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana, yaitu :1

6

Page 7: My Case Paru

1. Evaluasi dan monitor penyakit

PPOK merupakan penyakit yang progresif, artinya fungsi paru akan menurun seiring

berjalannya waktu. Oleh karena itu, monitor merupakan hal yang sangat penting

dalam penatalaksanaan penyakit ini. Monitor penting yang harus dilakukan adalah

gejala klinis dan fungsi paru.

Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai PPOK atau pasien yang telah

di diagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring penyakit :

Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan

Riwayat timbulnya gejala atau penyakit

Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma, tb paru

Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit paru kronik

lainnya

Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik, atau penyakit-

penyakit yang menyebabkan keterbattasan aktifitas

Rencanakan pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK

Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan aktifitas,

kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan depresi / cemas

Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama berhenti merokok

Dukungan dari keluarga

2. Menurunkan faktor resiko

Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam

mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresifitas penyakit.

Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok – 5 A :

1). Ask (Tanyakan)

Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan

2). Advise (Nasehati)

Memberikan dorongan kuat untuk semua perokok untuk berhenti merokok

3). Assess (Nilai)

Memberikan penilaian untuk usaha berhenti merokok

4). Assist (Bantu)

7

Page 8: My Case Paru

Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling

praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi

5). Arrange (Atur)

Jadwal kontak lebih lanjut

3. Tatalaksana PPOK stabil

Terapi Farmakologis

a. Bronkodilator

Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau

Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten)

3 golongan :

o Agonis -2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol,

salmeterol

o Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromid

o Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi -2 dan steroid

belum memuaskan

Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis

bronkodilator monoterapi

b. Steroid

- PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid

- PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV)

- Eksaserbasi akut

c. Obat-obat tambahan lain

Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol, karbosistein,

gliserol iodida

Antioksidan : N-Asetil-sistein

Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin

Antitusif : tidak rutin

Vaksinasi : influenza, pneumokokus

8

Page 9: My Case Paru

Terapi Non-Farmakologis

a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi

psikososial

b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV,

AGD=

PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnia

PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal, edema

perifer karena gagal jantung, polisitemia

Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus dipantau

secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi hiperkapnia kronik yang

menyebabkan adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam

keadaan normal berespons terhadap karbon dioksida. Maka yang

menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di

dalam darah arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer

yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan

muatan apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang

tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang

sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini

sangat mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah cara paling efektif

untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK.

c. Nutrisi

d. Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungís paru atau

gerakan mekanik paru)

9

Page 10: My Case Paru

Penatalaksanaan menurut derajat PPOK1

DERAJAT KARAKTERISTIK REKOMENDASI PENGOBATAN

Semua

derajat

Hindari faktor pencetus

Vaksinasi influenza

Derajat I

(PPOK

Ringan)

VEP1 / KVP < 70 %

VEP1 80% Prediksi

a. Bronkodilator kerja singkat (SABA,

antikolinergik kerja pendek) bila perlu

b. Pemberian antikolinergik kerja lama

sebagai terapi pemeliharaan

Derajat II

(PPOK

sedang)

VEP1 / KVP < 70 %

50% VEP1 80%

Prediksi dengan atau

tanpa gejala

1. Pengobatan reguler

dengan bronkodilator:

a. Antikolinergik kerja

lama sebagai terapi

pemeliharaan

b. LABA

c. Simptomatik

2. Rehabilitasi

Kortikosteroid

inhalasi bila uji

steroid positif

Derajat III

(PPOK

Berat)

VEP1 / KVP < 70%;

30% VEP1 50%

prediksi

Dengan atau tanpa

gejala

1. Pengobatan reguler

dengan 1 atau lebih

bronkodilator:

a. Antikolinergik kerja

lama sebagai terapi

pemeliharaan

b. LABA

c. Simptomatik

2. Rehabilitasi

Kortikosteroid

inhalasi bila uji

steroid positif

atau eksaserbasi

berulang

Derajat IV

(PPOK

sangat berat)

VEP1 / KVP < 70%;

VEP1 < 30% prediksi

atau gagal nafas atau

gagal jantung kanan

1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih

bronkodilator:

a. Antikolinergik kerja lama sebagai

terapi pemeliharaan

b. LABA

10

Page 11: My Case Paru

c. Pengobatan komplikasi

d. Kortikosteroid inhalasi bila

memberikan respons klinis atau

eksaserbasi berulang

2. Rehabilitasi

3. Terapi oksigen jangka panjang bila gagal

nafas

pertimbangkan terapi bedah

4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rujmah : bronkodilator seperti pada PPOK

stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 ahri.

Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk S.pneumonie, H

influenzae, M catarrhalis).

Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:

Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask

Bronkodilator: inhalasi agonis 2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) +

antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam)

Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.

Steroid intravena: pada keadaan berat

Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.

Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik

Indikasi rawat inap :

Eksaserbasi sedang dan berat

Terdapat komplikasi

Infeksi saluran napas berat

Gagal napas akut pada gagal napas kronik

Gagal jantung kanan

11

Page 12: My Case Paru

Indikasi rawat ICU :

Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat.

Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi

Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO2 > 50

mmHg memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)

2.9. Prognosa

Dubia, tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.6

2.10. Komplikasi

Gagal nafas, kor pulmonal, septikemia6

12

Page 13: My Case Paru

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.J

Umur : 47 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Buruh reparasi stik golf

Status : Menikah

Masuk RS : 15 Oktober 2012

ANAMNESIS

Keluhan utama : sesak nafas memberat sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit

(SMRS).

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak ± 8 bulan SMRS pasien mengeluhkan sering sesak nafas, sesak nafas saat aktivitas

(+), terbangun malam hari karena sesak (+). Sesak dipicu oleh debu (+), udara dingin (+),

asap (+), terdapat suara nafas “ngik”, batuk (+), dahak (-),demam (-), mudah lelah (+).

Sejak 3 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas, flu (+) dan batuk berdahak (+),

dahak berwarna putih, demam (-).

Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas yang semakin bertambah berat,

sesak nafas saat beraktivitas (+),sesak nafas saat berbaring (+), batuk (+) berdahak warna

putih,demam (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat Asma (+) sejak usia 23 tahun.

13

Page 14: My Case Paru

Hipertensi (-)

DM (-)

Penyakit Jantung (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

2 orang saudara kandung pasien menderita Asma.

Riwayat sosial :

Pekerjaan : buruh reparasi stik golf.

Riwayat merokok (+) sejak ±25 tahun yang lalu sebanyak ½ - 1 bungkus rokok/hari.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : komposmentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

HR : 103 kali/menit

RR : 33 kali/menit

Suhu : 36,7° C

- Kepala dan leher:

Mata : konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Mulut : tampak pursed-lip breathing

Leher : Pembesaran KGB (-), retraksi supraklavikula (+)

- Paru :

Inspeksi : gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, retraksi intercosta (+),

barrel chest (-)

Palpasi : Vokal Fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), Wheezing (+/+) di semua lapang paru.

- Jantung :

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

14

Page 15: My Case Paru

Palpasi : Ictus cordis teraba pada 1 jari medial linea midclavicula spatium

intercosta V

Perkusi :Batas jantung

Kanan : Linea para sternalis dextra spatium intercosta V

Kiri : 1 jari medial linea midclavicula spatium intercosta V

Auskultasi : S1 dan S2 normal, gallop (-), murmur (-).

- Abdomen :

Inspeksi : Perut cembung (normal)

Auskutasi :Bising usus (+) normal

Palpasi : supel, hepar & lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

Perkusi :Timpani

- Ekstremitas :

Teraba hangat (+), CRT < 2”, Edema (+) minimal pada ekstremitas bilateral.

Pemeriksaan penunjang :

- Darah rutin (15/10/12)

Hb :15,1 gr/dl

Ht : 43,6%

Leukosit : 11.100/mm3

Trombosit :347000/mm3

Glukosa :80 mg/dl

BUN : 6 mg/dl

Cr-s : 0,93 mg/dl

Ureum : 12,8 mg/l

15

Page 16: My Case Paru

- Ro Thorax PA (16/10/12)

Cor : CRT < 50 %. Aorta tidak melebar. Cor Pendulum (-)

Pulmo : Corakan bronkovaskuler dextra meningkat, hilus dextra tampak menebal, tidak

tampak infiltrat di kedua lapang paru, hiperaerasi (-), sela iga melebar (+).

Sinus dan hemidiafragma dextra & sinistra tampak normal.

Trakea ditengah.

Resume :

Pasien Tn.J, 47 tahun, masuk ke RSUD AA tanggal 15 Oktober 2012, dyspnea (+),

paroksimal nocturnal dyspnea (+), dyspnea d’ effort (+), ortopnea (+), fatigue (+), batuk

berdahak (+), merokok (+), Wheezing (+) di semua lapang paru, leukositosis (+),pada rongten

thorak tampak peningkatan corakan bronkovaskuler dextra, penebalan hilus dextra, dan sela iga

melebar (+).

Daftar Masalah : PPOK eksaserbasi akut

Diagnosis : PPOK eksaserbasi akut

Rencana Pemeriksaan :

1. Spirometri

2. AGD

16

Page 17: My Case Paru

Rencana Penatalaksanaan :

- O2 nasal kanul 4 L/menit

- IVFD NaCl 0,9% 500cc + Aminofilin 240mg/12 jam

- Dexametaxone 2x1

- Salbutamol 2x2

- Ceftriaxone 2x1

- Inhalasi combivent 4x/hari

- OBH 3x1

- Fisioterapi

17

Page 18: My Case Paru

DAFTAR PUSTAKA

1. PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: 2006.

p. 1-18.

2. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Obstruksi Saluran

Pernafasan Akut. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006. p. 984-5.

3. GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention. USA: 2007. p.

6. [serial online] 2007. [Cited] 16 oct 2012. Didapat dari :

http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=989

4. GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic

Obstructive Pulmonary Disease. USA: 2007. p. 16-19. [serial online] 2007. [Cited] 16 oct

2012. Didapat dari : http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?

l1=2&l2=1&intId=1116

5. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001. p. 437-8.

6. PB PAPDI. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI,

2006. p. 105-8

18