Lapsus Obgyn

40
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Pre-eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 kehamilan, atau segera setelah persalinan. Sampai sekarang etiologi pre eklampsia masih belum diketahui. Setelah perdarahan dan infeksi, pre eklampsia dan eklampsia merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal yang paling tinggi dalam ilmu kebidanan. Faktor Risiko Pre-eklampsia meliputi kondisi- kondisi medis yang berpotensi menyebabkan penyakit mikrovaskuler (misalnya Diabetes Melitus, Hipertensi kronik, kelainan vaskuler dan jaringan ikat), antifosfolipid antibody syndrome, dan nefropati. Mortalitas maternal pada pre eklampsia disebabkan oleh karena akibat komplikasi dari pre eklampsia dan eklampsianya seperti: Hellp syndrome, solusio plasenta, hipofibrigonemia, hemolisis, perdarahan otak, gagal ginjal, dekompensasi kordis dengan oedema pulmo dan nekrosis hati. Mortalitas perinatal pada pre eklampsia dan eklampsia disebabkan asfiksia intra uterin, prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterin. Asfiksia terjadi karena adanya gangguan

description

hwaehfuhwefuh hufanhfuawynfew hunehunhw uhwnefwieufhuwehwe

Transcript of Lapsus Obgyn

1

BAB IPENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Pre-eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema

akibat kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 kehamilan,

atau segera setelah persalinan. Sampai sekarang etiologi pre eklampsia masih

belum diketahui. Setelah perdarahan dan infeksi, pre eklampsia dan eklampsia

merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal yang paling tinggi dalam

ilmu kebidanan.

Faktor Risiko Pre-eklampsia meliputi kondisi-kondisi medis yang berpotensi

menyebabkan penyakit mikrovaskuler (misalnya Diabetes Melitus, Hipertensi

kronik, kelainan vaskuler dan jaringan ikat), antifosfolipid antibody syndrome,

dan nefropati. Mortalitas maternal pada pre eklampsia disebabkan oleh karena

akibat komplikasi dari pre eklampsia dan eklampsianya seperti: Hellp syndrome,

solusio plasenta, hipofibrigonemia, hemolisis, perdarahan otak, gagal ginjal,

dekompensasi kordis dengan oedema pulmo dan nekrosis hati.

Mortalitas perinatal pada pre eklampsia dan eklampsia disebabkan asfiksia

intra uterin, prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterin. Asfiksia

terjadi karena adanya gangguan perfusi uteroplasenta akibat vasospasme arteriole

spiralis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan berhentinya DJJ, tidak tumbuhnya

kandungan dapat dideteksi dengan rontgen, USG atau pemeriksaan sebelum

melahirkan. Penatalaksanaan tergantung umur kehamilan terdeteksinya kematian

janin tersebut.

I.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan

pre-eklamsia berat?

I.3 TUJUAN

Mengetahui definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan

pre-eklamsia berat.

2

I.4 MANFAAT

I.4.1 Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya,

dan ilmu kebidanan dan kandungan pada khususnya

I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang

mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu kebidanan dan

kandungan

3

BAB IISTATUS PASIEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

II.1 IDENTITAS PASIEN

No Reg : 266103

Nama penderita : Ny. W Nama suami : Tn. S

Umur penderita : 30 tahun Umur suami :35thn

Alamat : Gedangan

Pekerjaan penderita : IRT Pekerjaan suami : Swasta

Pendidikan penderita : SMA Pendidikan suami : SMP

II.2 ANAMNESA

1. Masuk rumah sakit tanggal : 19 Agustus 2013

2. Keluhan utama : Pusing, mual, muntah

3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien merupakan rujukan dari bidan,

sebelumnya tanggal 18-08-2013 pasien kontrol runtin ke bidan dan

didapatkan peningkatan tekanan darah. mengeluh mual muntah dan

pusing. Kemudian pasien diantar ke RSUD Kanjuruhan karena

tekanan darahnya tetap tinggi. Mual muntah dan pusing dirasakan

pasien sejak satu minggu yang lalu, tapi pasien tidak pernah

mengalami kejang.

4. Riwayat kehamilan yang sekarang : ini merupakan kehamilan pertama

pasien, pada saat trimester I tidak ada keluhan, mual muntah (-).

5. Riwayat menstruasi : menarche umur 13 tahun, HPHT : 8-12-2012

6. Riwayat perkawinan : 1 kali, lama 1 tahun, umur pertama menikah 31

tahun.

7. Riwayat persalinan sebelumnya : -

8. Riwayat penggunaan kontrasepsi : -

9. Riwayat penyakit sistemik yang pernah dialami : (-)

10. Riwayat penyakit keluarga : disangkal

11. Riwayat kebiasaan dan sosial : oyok 4x, sosial menengah kebawah.

12. Riwayat pengobatan yang telah dilakukan : pil dari bidan

4

II.3 PEMERIKSAAN FISIK

a. Status present

Keadaan umum : cukup, kesadaran compos mentis

Tekanan darah : 180/100 mmHg, Nadi : 95x/menit,

Suhu: 36,8 C⁰

RR : 20x/menit

TB : 143 cm, BB : 58 kg

b. Pemeriksaan umum

Kulit : normal

Kepala :

Mata : anemi (-/-), ikterik (-/-), odem palpebra

(-/-)

Wajah : simetris

Mulut : kebersihan gigi geligi cukup, stomatitis (-),

hiperemi pharyng (-), pembesaran tonsil (-)

Leher : pembesaran kelenjar limfe di leher (-),

pembesaran kelenjar tyroid (-)

Thorax

Paru :

Inspeksi : Pergerakan pernafasan simetris, tipe pernapasan

normal.

Retraksi costa (-/-)

Palpasi : teraba massa abnormal (-/-), pembesaran kelenjar

axilla (-/-)

Perkusi : sonor (+/+), hipersonor (-/-), pekak (-/-)

Auskultasi : vesikuler (+/+), suara nafas menurun (-/-)

wheezing (-/-), ronchi (-/-)

Jantung :

Inspeksi : iktus cordis tidak tampak

Palpasi : thrill (-)

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : denyut jantung regular, S1/S2

5

Abdomen

Inspeksi : distensi (-), gambaran pembuluh darah collateral

(-).

Palpasi : pembesaran organ (-), nyeri tekan (-), teraba

massa abnormal (-). Tinggi fundus uteri ½ dari

procesus xyphoideus.

Perkusi : tympani (+)

Auskultasi : suara bising usus normal, metalic sound (-)

Ekstremitas: odema (+/+)

c. Status obstetri :

Pemeriksaan luar :

Leopold I : Tinggi fundus uteri ½ dari procesus xyphoideus

Leopold II : Sebelah kiri teraba bagian-bagian kecil, sebelah kanan

kesan teraba tahanan memanjang

Leopold III : Teraba keras, bundar dan melenting

Leopold IV : Bagian terendah janin belum masuk PAP

Bunyi jantung janin : 148 x/menit, regular

Pemeriksaan Dalam

Pengeluaran pervaginam

Vulva / vagina : blood (-), pembukaan (-)

Pembukaan waktu his : -

Penipisan portio : -

Ketuban : - warna : -

Bagian terdahulu : belum teraba

Bagian tersamping terdahulu : belum teraba

Bagian terendah : belum teraba

Hodge : -

Molase : -

6

II.4 Ringkasan

Anamnesa :

Pasien mengeluh mual muntah dan pusing. Kemudian pasien diantar ke

bidan dan diperiksa tekanan darahnya 180/120 mmHg kemudian pasien

dirujuk ke RSUD Kanjuruhan karena tekanan darahnya tetap tinggi. Mual

muntah dan pusing dirasakan pasien sejak satu minggu yang lalu.

Pemeriksaan fisik :

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum cukup, kesadaran

compos mentis, tekanan darah : 180/120 mmHg, nadi : 95x/menit, suhu:

36,8 C, ⁰ pernapasan : 20x/menit.

Pemeriksaan obstetric luar :

Pada pemeriksaan luar didapatkan tinggi fundus uteri ½ dari procesus

xyphoideus, bunyi jantung janin : 148x/menit, regular.

Diagnose : GIP0000Ab000 uk 35-36 minggu dengan Preeklampsia Berat

Rencana tindakan :

1. IVFD RL 20 tpm

2. Pasang DC

3. Injeksi MgSO4 20% 4gr iv + 6gr drip dalam D5

4. Nifedipin 3x1

5. Observasi TTV

Lembar Follow Up

Nama pasien : Ny. W

Ruang kelas : IRNA Brawijaya

Diagnose : GIP0000Ab000 uk 35-36 minggu dengan PEB

7

2 0 September 2011

S = pusing (+), mual (-), muntah (-)

O = T = 180/120 mmHg

N = 85x/menit

S = 36,5 C⁰

RR = 18x/menit

Pemeriksaan obstetric luar : TFU ½ dari procesus xyphoideus, DJJ :

150x/menit, regular.

Pemeriksaan obstetric dalam : blood slym (-), pembukaan (-), penipisan portio

(-).

A = GIP0000Ab000 uk 35-36 minggu dengan PEB

P = 1. IVFD RL 20 tpm

2. MgSO4 20% 2gr iv

3. Nifedipin 3x1

4. Observasi TTV

5. Rencana SC

2 1 September 2011

S = pusing (-), mual (-), muntah (-)

O = T = 140/100 mmHg

N = 84x/menit

S = 36,7 C⁰

RR = 18x/menit

A = Post SC hari pertama dengan Preeklampsi berat

P = 1. IVFD RL 20 tpm

2. MgSO4 20% 2 gr iv

3. Nifedipin 3x1

4. Observasi TTV

8

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Preeklamsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung

disebabkan oleh kehamilan. Di samping perdarahan dan infeksi, penyakit ini

masih merupakan penyebab utama kematian ibu dan perinatal yang tinggi. Oleh

karena itu, diagnosis dini preeklamsia, yang merupakan tingkat pendahuluan

eklamsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan

angka kematian ibu dan anak.

Preeklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan,

setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat

timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblas. Untuk menegakkan

diagnosis preeklamsia, kenaikan tekanan darah sistolik harus 30 mmHg atau lebih

di atas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih.

Kenaikan tekanan darah diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya.

Apabila tekanan diastolik naik 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 90 mmHg

atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Pengukuran tekanan darah ini

dilakukan sekurang-kurangnya dua kali dengan selang waktu 6 jam dalam

keadaan istirahat. Proteinuria didefinisikan sebaai peningkatan ekskresi protein

dalam urine sebanyak 0,3 gr protein dalam 24 jam atau 30 mg/dl (+1 pada tes

dipstick) dalam pengambilan urine sewaktu dan tidak adanya bukti infeksi saluran

kemih.

KLASIFIKASI

Menurut Report on The National High Blood Pressure Education Program

Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy (AJOG Vol 183, 5. July

2000). Hipertensi dalam kehamilan diklasifikasi sebagai berikut:

1. Hipertensi Gestasional

Pada kehamilan dijumpai tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, tanpa

disertai proteinuria dan biasanya tekanan darah akan kembali normal

sebelum 12 minggu pasca-persalinan.

9

2. Preeklampsia

Apabila dijumpai tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah kehamilan 20

minggu disertai dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau pemeriksaan

dengan dipstick ≥ 1 +.

3. Eklampsia

Ditemukan kejang-kejang pada penderita preeklampsia, dapat disertai

koma.

4. Hipertensi Kronik

Dari sebelum hamil, atau sebelum kehamilan 20 minggu, ditemukan

tekanan darah ≥ 140/90 mmHg dan tidak menghilang setelah 12

minggu pascapersalinan.

5. Hipertensi Kronis dengan Super Imposed Preeklampsia

Pada wanita hamil dengan hipertensi kronis, muncul proteinuria ≥ 300

mg/24 jam setelah kehamilan 20 minggu, dapat disertai gejala dan

tanda preeklampsia lainnya.

Dalam pengelolaan klinis, preeklampsia dibagi sebagai berikut:

1. Disebut preeklampsia ringan jika ditemukan:

- Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, tetapi kurang dari 160/110 mmHg

- Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam, atau pemeriksaan dipstick ≥ 1 + c

2. Ditegakkan diagnosa preeklampsia berat jika ditemukan tanda dan

gejala sebagai berikut (Sibai B. M., 2003):

- Tekanan darah pasien dalam keadaan istirahat: sistolik ≥ 160

mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg

- Proteinuria ≥ 5 gr/24 jam atau dipstick ≥ 2 +

- Oligourie < 500 ml/24 jam

- Serum kreatinin meningkat

- Oedema paru atau cyanosis

3. Dan disebut impending eklampsia apabila pada penderita ditemukan

keluhan seperti (Lipstein, 2003):

- Nyeri epigastrium

10

- Nyeri kepala frontal, scotoma, dan pandangan kabur (gangguan

- susunan syaraf pusat)

- Gangguan fungsi hepar dengan meningkatnya alanine atau

aspartate

- amino transferase

- Tanda-tanda hemolisis dan micro angiopatik

- Trombositopenia < 100.000/mm3

- Munculnya komplikasi sindroma HELLP

4. Dan disebut eklampsia jika pada penderita preeklampsia berat

dijumpai kejang klonik dan tonik dapat disertai adanya koma.

Preeklamsia dibagi dalam golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan

berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala berikut:

1. Tekanan darah diastolik > 110 mmHg

2. Proteinuria > 5 gr / 24 jam atau kualitatif > +2

3. Oliguria<400ml/24jam

4. Edema paru : nafas pendek, sianosis, ronkhi +

5. Nyeri epigastrium atau kuadran atas kanan perut.

6. Gangguan penglihatan : skotoma atau penglihatan berkabut

7. Nyeri kepala hebat, tidak berkurang dengan analgesik biasa

8. Hiperrefleksia

9. Mata : spasme arteriolar, edema, ablasio retina

10. Koagulasi: koagulasi intravaskuler diseminata, sindrom HELLP

11. Pertumbuhan janin intrauterin yang terlambat (IUFGR)

12. Otak : edema serebri

13. Jantung : gagal jantung

INSIDEN

Angka kejadian preeklamsia kurang lebih 3-14 % dari seluruh kehamilan di

seluruh dunia dan sekitar 5-8 % di Amerika Serikat dengan 75 % kasus dengan PE

ringan dan 25 % PE berat. 10 % preeklamsia terjadi pada usia kehamilan kurang

dari 34 minggu.9 Zuspan P.P. (1978) dan Arulkumaran A. (1995) melaporkan

11

angka kejadian PE di Indonesia 3,4-8,5 %. Dari penelitian Soedjonoes di 12 RS

rujukan pada tahun 1980 dengan jumlah sample 19.506, didapatkan kasus PE 4,78

%.

Penelitian yang dilakukan Soedjoenoes pada tahun 1983 di 12 RS Pendidikan

di Indonesia, didapatkan kejadian PE-E 5,30 % dengan kematian perinatal 10,83

perseribu (4,9 kali lebih besar dibanding kehamilan normal). Preeklamsia

merupakan penyebab ketiga dari kematian pada kehamilan setelah perdarahan dan

emboli, yang diperkirakan 790 kematian maternal per 100.000 kelahiran. Lebih

banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida, terutama primigravida

usia muda.

ETIOLOGI

Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori

dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu

disebut Preeclampsia, the disease of theories (Zweifel, 1916). Teori yang sekarang ini

banyak dikemukakan sebagai penyebab preeklamsia adalah teori iskemia plasenta.

Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini.

Teori yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan (a) mengapa frekuensi menjadi

tinggi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan molahidatidosa (b) mengapa

frekuensi bertambah seiring dengan tuanya kehamilan, umumnya pada triwulan III (c)

mengapa terjadi perbaikan keadaan penyakit, bila terjadi kematian janin dalam

kandungan (d) mengapa frekuensi menjadi lebih rendah pada kehamilan berikutnya (e)

penyebab timbulnya hipertensi. proteinuria, edema, dan konvulsi sampai koma.

Dari hal-hal tersebut di atas, jelaslah bahwa bukan hanya satu faktor, melainkan

banyak faktor yang menyebabkan preeklamsia dan eklamsia. Sejumlah hipotesis tentang

etiologi preeklamsia antara lain :

1. Hipotesis iskemia plasenta

Pada pembentukan plasenta yang normal, sitotrofoblas melewati

jembatan placenta dan maternal serta akan menginvasi desidua maternal dan

arteri spiralis maternal yang terdekat. Sitotrofoblas akan berpenetrasi pada

dinding arteri spiralis dan menggantikan bagian endothelium maternal, yang

akan menstimulasi remodeling dari dinding arteri sehingga otot polos arteri

akan hilang dan arteri berdilatasi. Pada desidua, akan terjadi konfrontasi dari

Natural Killer cells dan beberapa makrofag. Sel-sel imun ini akan

memfasilitasi invasi yang lebih dalam dari sitotrofoblas pada segmen

12

miometrium dan menyebabkan remodeling arteri spiralis yang luas. Pada

preeklamsia, invasi sitotrofoblas tidak sempurna sehingga terjadi gangguan

dalam remodeling arterial. Kegagalan remodeling arteri spiralis maternal akan

mengakibatkan perfusi yang tidak adekuat dan akhirnya menimbulkan iskemia

plasenta.

Akibat dari iskemia plasenta, maka akan merangsang pelepasan sitokin-

sitokin yang akan menyebabkan disfungsi endotel. Penanda terjadinya

disfungsi endotel pada perempuan dengan preeklamsia yaitu pada rasio

prokoagulan/antikoagulan, peningkatan fibronektin dan aktivasi platelet, serta

perubahan-perubahan pada vasomediator, seperti: penurunan nitric oxide dan

prostaglandin, peningkatan endothelin,tromboksan, dan sensitivitas

Angiotensin II.

2. Hipotesis Maladaptasi Imun

Pada kehamilan pertama ”blocking antibodies” terhadap antigen plasenta

tidak sempurna sehingga timbul respon imun yang tidak menguntungkan

terhadap inkompabilitas plasenta seperti peningkatan desidua yang

melepaskan sitokin, enzim proteolitik dan jenis-jenis radikal bebas yang

kemudian menyebabkan disfungsi endotel. Pada kehamilan berikutnya

pembentukan ”blocking antibodies” ini semakin sempurna. Fierlie P.M.

(1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada

penderita preeklamsia-eklamsia:

a. Beberapa wanita dengan preeklamsia/eklamsia mempunyai kompleks

imun dalam serum

b. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen

pada preeklamsia/eklamsia diikuti dengan proteinuria

Stirat (1986) menyimpulkan, meskipun ada beberapa pendapat

menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi

pada preeklamsia/eklamsia, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi

bisa menyebabkan preeklamsia/eklamsia.

3. Hipotesis Genetik

Preeklamsia diturunkan secara resesif tunggal atau gen dominan yang

tidak komplit. Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada

kejadian preeklamsia/eklamsia antara lain :

a. Preeklamsia hanya terjadi pada manusia.

13

b. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi

preeklamsia/eklamsia pada anak-anak dari ibu yang menderita

preeklamsia/eklamsia.

c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia/eklamsia pada anak

dan cucu ibu hamil dengan riwayat preeklamsia/eklamsia dan bukan pada

ipar mereka.

d. Peran Renin Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)

4. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada Preeklamsia didapatkan kerusakan endotel vaskuler, sehingga

terjadi produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat,

aktivasi penggumpalan, dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti dengan

trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga

terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan

(TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

5. Teori Hiperdinamik

Pada awal kehamilan, terjadi peningkatan cardiac output yang

dikompensasi dengan vasodilatasi pembuluh darah termasuk sistem arteriol di

ginjal. Akibatnya terjadi peningkatan aliran di kapiler dan menyebabkan jejas

sel endotel kapiler.

Adapun faktor-faktor predisposisi terjadinya preeklamsia antara lain : 4,15,16

1. Primigravida atau nullipara, terutama pada umur reproduksi ekstrem,

yaitu remaja dan umur 35 tahun ke atas

2. Multigravida dengan kondisi klinis :

a. kehamilan ganda dan hidrops fetalis

b. penyakit vaskuler termasuk hipertensi esensial kronik dan diabetes

mellitus

c. penyakit-penyakit ginjal

3. Hiperplasentosis : molahidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi

besar, diabetes mellitus

4. Riwayat keluarga pernah preeklamsia dan eklamsia

5. Obesitas dan hidramnion

6. Gizi yang kurang dan anemi

7. Kasus-kasus dengan kadar asam urat yang tinggi, defisiensi kalsium,

defisiensi asam lemak tidak jenuh, kurang antioksidan.

14

PATOFISIOLOGI

A. Sistem Saraf Pusat

Pada preeklamsia, aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas-batas

normal. Pada eklamsia, resistensi pembuluh darah meninggi. Ini terjadi pula pada

pembuluh darah otak. Edema yang terjadi pada otak dapat menimbulkan kelainan

serebral dan gangguan visus, bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.

B. Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Bila

terdapat hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya preeklamsia berat.

Gejala lain yang dapat menunjukkan tanda preeklamsia berat yang mengarah pada

eklamsia adalah skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya

perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di

dalam retina.

C. Paru-paru

Kematian ibu pada preeklamsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema

para yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspirasi

pneumonia atau abses paru.

D. Sistem Kardiovaskuler

Volume plasma berkurang pada pasien dengan preeklamsia. Karena

penyebabnya tidak diketahui, maka manajemen pengobatannya masih

kontroversial. Hipertensi diperkirakan karena akibat dari pelepasan substansi

pressor dari uterus yang hipoperfusi atau sebagai kompensasi sekresi katekolamin.

Proponen pengobatan dari teori ini adalah menganjurkan untuk menghindari

diuretik dan menggunakan volume ekspander.

Teori lain mengatakan penurunan volume disebakan oleh efek sekunder dari

vasokonstriksi. Proponen pengobatan teori ini ialah dengan menggunakan

vasodilator dan berhati-hati menggunakan volume ekspander karena dapat

memicu terjadinya hipertensi atau edema paru.

E. Ginjal

Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun

sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan ginjal yang

penting ialah dalam hubungan dengan proteinuria dan mungkin sekali juga dengan

15

retensi garam dan air. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriolus

ginjal menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang

menyebabkan retensi garam dan dengan demikian juga retensi air.

Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50 % dari normal sehingga pada

keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria. Kadar kreatinin dan ureum pada

preeklamsia tidak meningkat, kecuali bila terjadi oliguria atau anuria.

Karakteristik lesi ginjal pada pasien preeklamsia yaitu ”glomeruloendotheliosis”,

yang ditandai dengan pembengkakan dan pembesaran sel-sel endothelial kapiler

glomerulus,yang menyebabkan penyempitan lumen kapiler.

F. Hati

Gangguan pada hati sangat bervariasi, mulai dari gejala subklinis dengan

manifestasi hanya berupa deposit fibrin di sepanjang sinusoid hepatik sampai

terjadinya ruptur hepar. Gejala yang paling ekstrim yaitu sindrom HELLP

(Hemolysis, Elevated liver enzymes, and low platelet) dan infark hati. Kriteria

diagnosis sindrom HELLP terdiri dari: Hemolisis, kelainan apus darah tepi, total

bilirubin > 1,2 mg/dl, LDH > 600 U/L, peningkatan fungsi hati, serum AST > 70

U/L, jumlah trombosit < 100000/mm3.

Patogenesis sindrom HELLP belum jelas. Sampai sekarang tidak ditemukan

faktor pencetusnya; kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang

menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit

intravaskuler, akibatnya terjadi agregasi trombosit dari selanjutnya kerusakan

endotel. Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan sekunder oleh obstruksi aliran

darah hati oleh deposit fibrin pada sinusoid. Trombosit dikaitkan dengan

peningkatan pemakaian dan atau destruksi trombosit.

G. Plasenta dan Uterus

Menurunnya aliran darah ke plasenta menyebabkan gangguan fungsi plasenta

sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen.

Pada preeklamsia dan eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan

kepekaannya terhadap rangsang, sehingga terjadi partus prematurus.

H. Keseimbangan air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyertai preeklamsia dan eklamsia tidak diketahui

sebabnya. Terjadi di sini pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang

16

interstitial. Kejadian ini, yang diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan

protein serum, dan sering bertambahnya edema, menyebabkan volume darah

berkurang, viskositas darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama.

Karena itu, aliran darah ke jaringan di berbagai bagian tubuh berkurang, dengan

akibat hipoksia.

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan

pemeriksaan penunjang.

17

Anamnesis

- Keluhan sekarang :

Ada tidaknya sakit kepala, gangguan visus/penglihatan, nyeri epigastrium atau

kuadran kanan atas, pembengkakan pada wajah atau adanya kenaikan berat

badan yang berlebihan.

a. Sakit Kepala

Sakit kepala jarang terjadi pada kasus yang ringan, tetapi

frekuensinya meningkat pada kasus-kasus yang lebih berat. Sakit

kepala tersebut biasanya frontal, tetapi dapat terjadi oksipital, dan

resisten terhadap analgesik yang biasa.

b. Gangguan Visus

Gangguan visus berkisar mulai pandangan yang agak kabur

sampai kebutaan, dapat terjadi pada preeklamsia. Meskipun gangguan

semacam itu diperkirakan oleh beberapa pakar, asalnya sentral,

tampaknya hal tersebut disebabkan spasme arteriola, iskemia, edema,

dan pada keadaan yang jarang, benar-benar terjadi pelepasan retina.

Pada umunya, prognosa retina yang terlepas tersebut adalah baik,

retina akan melekat kembali, yang biasanya terjadi dalam beberapa

minggu setelah kelahiran. Perdarahan dan eksudasi sangat jarang pada

preeklamsia, dan bila terjadi seringkali menunjukkan adanya penyakit

hipertensi vaskuler yang kronis yang telah ada sebelumnya.

c. Nyeri Epigastrium atau Kuadran Kanan Atas

Nyeri pada epigastrium atau pada kuadran kanan atas

merupakan gejala preeklamsia berat dan merupakan petunjuk

terjadinya ancaman kejang. Hal ini dapat disebakan oleh peregangan

kapsul Glisson hepar, dan mungkin akibat edema hepar dan

perdarahan kapsuler.

d. Kenaikan berat badan

Tanda lain terjadinya preeklamsia adalah peningkatan berat

yang mendadak. Sesungguhnya, kenaikan berat badan yang berlebihan

pada beberapa wanita merupakan tanda yang pertama. Berat badan

18

normal meningkat kurang lebih 1 pon per minggu, tetapi bila kenaikan

berat badan melebihi 2 pon kapan saja dalam seminggu, atau 6 pon

dalam sebulan, maka suatu ancaman preeklamsia harus dicurigai.

Suatu yang yang khas pada preeklamsia adalah kenaikan berat badan

berlebihan yang mendadak, dan bukan kenaikan yang terjadi secara

merata dalam kehamilan. Kenaikan berat yang mendadak dan

berlebihan pada waku hamil disebabkan terutama oleh retensi cairan

yang abnormal, dan biasanya dapat dibuktikan, sebelum terlihat

adanya tanda ”dependent” edema, seperti misalnya pembengkakan

kelopak mata dan menggembungnya cairan mata.

- Riwayat persalinan yang lalu

- Riwayat penyakit yang lalu

Keadaan-keadaan yang dapat memicu terjadinya hipertensi seperti

penyakit diabetes, ginjal, dan jantung.

- Riwayat keluarga

- Riwayat konsumsi obat-obatan

Pemeriksaan Fisis

- Preeklamsia berat dapat menyebabkan perubahan tingkat kesadaran

- Edema pada wajah diperhatikan, jika tidak yakin dengan

pembengkakan pada wajah pasien, tanyakan pada pasangannya atau

keluarganya apakah dia terlihat berbeda.

- Pemeriksaan tekanan darah

Kelainan dasar dalam preeklamsia adalah vasospasme terutama

pada arteriole. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa peringatan

preeklamsia yang dapat diandalkan adalah kenaikan tekanan darah.

Tekanan diastolik merupakan tanda prognostik yang lebih dipercaya

daripada sistolik karena tekanan diastolik mengukur tahanan perifer

dan tidak tergantung pada keadaan emosional pasien.3

- Pemeriksaan refleks-refleks dan menilai ada tidaknya klonus

- Funduskopi untuk melihat papiledema pada pasien preeklamsia

19

- Ada tidaknya nyeri tekan hepar

- Palpasi uterus untuk mengetahui kesesuaian dengan usia kehamilan

Pemeriksaan Penunjang

- Urinalisis: Adanya proteinuria. Proteinuria juga dapat timbul akibat

kontaminasi dengan darah, likuor, atau pelepasan cairan dari vagina.

Pada preeklamsia dini, proteinuria mungkin minimal atau tidak

terjadi. Pada bentuk yang lebih berat, proteinuria biasanya dapat

dibuktikan dan dapat mencapai lOg/L. Proteinuria hampir selalu terjadi

lebih lambat dibandingkan dengan hipertensi, dan biasanya lebih

lambat daripada kenaikan berat badan yang berlebihan.3

- Pemeriksaan Darah

Hb, hematokrit, trombosit, fungsi ginjal, fungsi hati, asam urat,

LDH,. Pada pasien preeklamsia ditemukan abnormalitas seperti:

peningkatan asam urat, peningkatan alanin transaminase dan aspartat

transaminase, peningkatan hematokrit, dan penurunan trombosit.

- Ultrasonografi

Ultrasonografi untuk konfirmasi perkembangan janin. Preeklamsia

dapat menyebabkan restriksi pertumbuhan intrauterine,

ologohidramnion, dan abnormal Doppler karena insufisiensi plasenta.

PENANGANAN

Pada dasarnya penanganan penderita preeklampsia dan eklampsia yang difinitif

adalah segera melahirkan bayi dan seluruh hasil konsepsi, tetapi dalam

penatalaksanaannya kita harus mempertimbangkan keadaan ibu dan janinnya,

antara lain umur kehamilan, proses perjalanan penyakit, dan seberapa jauh

keterlibatan organ.

Tujuan penatalaksanaan preeklampsia dan eklampsia adalah:

- Melahirkan bayi yang cukup bulan dan dapat hidup di luar, di samping

itu mencegah komplikasi yang dapat terjadi pada ibu.

20

- Mencegah terjadinya kejang/eklampsia yang akan memperburuk

keadaan ibu hamil.

Pada penderita preeklampsia berat obat-obat yang dapat diberi untuk

memperbaiki keadaan ibu dan janinnya adalah:

1. Magnesium sulfat

2. Anti hipertensi

3. Kortiko steroid: dexamethasone atau betamethasone untuk

pematangan paru.

Penanganan pada preeklamsia berat, adalah sebagai berikut :

A. Penanganan Umum

• Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai

tekanan diastolik diantara 90-100 mmHg

• Pasang infus RL dengan jarum besar (16 gauge atau lebih)

• Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload

• Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria

• Jika jumlah urin < 30 ml perjam :

o infus cairan dipertahankan 1,5-2 liter/24 jam pantau kemungkinan

edema paru

o Pasien tidak ditinggal sendiri. Kejang disertai aspirasi dapat

mengakibatkan kematian ibu dan janin

• Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap

jam

• Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru

- krepitasi merupakan tanda edema paru, stop pemberian cairan. dan

berikan diuretik misalnya furosemide 40 mg IV

• Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak

terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terjadi koagulopati

B. Antikonvulsan

1. Magnesium Sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan

mengatasi kejang pada preeklamsia dan eklamsia 6,7

21

Alternatif 1

- dosis awal : 4 gr IV sebagai larutan 40 % selama 5 menit. Segera

dilanjutkan dengan 15 ml MgSC>4 (40%) 6 gr dalam 500 ml RL

selama 6 jam. Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan

MgSC>4 (40%) 2 gr IV selama 5 menit

- dosis pemeliharaan : MgSCM gr/jam melalui infus Ringer Asetat/

Ringer Laktat yang diberikan sampai 24 jam postpartum

Alternatif II

- dosis awal : MgSO4 4 gr IV sebagai larutan 40% selama 5 menit

- dosis pemeliharaan : Diikuti dengan MgSC>4 (40%) 5 gr IM

dengan 1 ml lignokain (dalam semprit yang sama).

Syarat pemberian MgSO4 :

- frekuensi pernapasan minimal 16x/menit

- refleks patella (+) kuat

- urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir

- tersedia antidotum MgSCU, yaitu kalsium glukonas 10 % 1 gr

(10% dalam 10 cc) diberikan IV dalam 3 menit

2. Diazepam, pemberiannya mulai intravena dan rektum. Pemberian

intravena dosis awal diazepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit.

Jika kejang berulang, ulangi dosis awal. Dosis pemeliharaan diazepam

40 mg dalam 500 ml larutan RL per infus. Jangan berikan > 100

mg/24 jam. Jika pemberian IV tidak memungkinkan, dapat diberikan

per rektal dengan dosis awal 20 mg dalam semprit 10 ml. Jika masih

kejang, beri tambahan 10 mg/jam. Dapat pula diberikan melalui

kateter urin yang dimasukkan ke dalam rektum.

Jika tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih, berikan obat

antihipertensi. Tujuannya untuk mempertahankan tekanan diastolik antara

90-100 mmHg dan mencegah perdarahan serebral.

a. Hidralazin, diberikan 5 mg IV pelan-pelan selama 5 menit. Ulangi

setiap jam sampai tekanan darah turun (dosis maksimal 400 mg/hari).

22

b. Labetolol 10 mg IV, jika tekanan diastolik >110 mmHg, berikan

labetolol 20 mg IV, naikkan dosis sampai 40 dan 80 mg jika respon

tidak baik sesudah 10 menit (dosis maksimal 220 mg/hari)

c. Nifedipin 3-4 x 10 mg oral. Bila jam ke-4 tekanan diastolik belum

turun, berlaku tambahan 10 mg oral (dosis maksimal 80 mg/hari), atau

nifedipin 5 mg sublingual.

C. Pengobatan Obstetrik

Cara terminasi kehamilan

Belum inpartu : – Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai

Bishop ≥5 dan dengan fetal heart montitoring

- Seksio sesarea bila :

a. Fetal assesment jelek

b. Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (Bishop < 5) atau adanya

kontraindikasi tetesan oksitosin

c. 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase

aktif. Pada primigravida lebih diarahkan untuk terminasi dengan

seksio sesarea.

Sudah Inpartu : Kala I: Fase laten : 6 jam tidak fase aktif dilakukan SC

Fase aktif : Amniotomi saja

Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi

pembukaan lengkap dilakukan SC

Kala II : Pada persalinan pervaginam, maka kala II

diselesaikan dengan partus buatan

D. Postpartum

- Antikonvulsan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir

- Teruskan terapi antihipertensi jika tekanan diastolik masih >110

mmHg

- Pantau urin 6,7

23

E. Rujukan

Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap jika : 6,7

- terdapat oliguri (<400 ml/24 jam) terdapat sindrom HELLP

- koma berlanjut lebih dari 24 jam sesudah kejang

PROGNOSIS

Kematian ibu yang disebabkan oleh preeklamsia jarang terjadi di Amerika

Serikat. Sedangkan kematian janin atau perinatal cukup tinggi, dan uniumnya

menurun seiring dengan bertambah maturnya janin. Risiko rekurensi dari

preeklamsia yaitu sekitar 5-70 %, dengan risiko tertinggi pada perempuan dengan

preeklamsia berat dan sebelum usia kehamilan 30 minggu. Perempuan dengan

preeklamsia ringan dan kehamilan mendekati cukup bulan, hanya mempunya

risiko 5% untuk terjadinya rekurensi. Preeklamsia tidak menimbulkan hipertensi

yang kronik.

KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat timbul antara lain :

- Iskemia uteroplasenter

• Pertumbuhan j anin terhambat

• Kematian janin

• Persalinan premature

• Solusio plasenta

- Spasme arteriolar

• Perdarahan serebral

• Gagal jantung, ginjal, dan hati

• Ablasio retina

• Thromboemboli

• Gangguan pembekuan darah

• Buta kortikal Kejang dan koma

• Trauma karenakejang

• Aspirasi cairan, darah, muntahan, dengan akibat gangguan

pernapasan

24

- Penanganan tidak tepat

• Edema paru

• Infeksi saluran kemih

• Kelebihan cairan

• Komplikasi anestesi atau tindakan obstetrik

25

BAB IVPENUTUP

KESIMPULAN

Pasien mengeluh mual muntah dan pusing. Kemudian pasien diantar ke bidan

dan diperiksa tekanan darahnya 180/120 mmHg kemudian pasien dirujuk ke

RSUD Kanjuruhan karena tekanan darahnya tetap tinggi. Mual muntah dan

pusing dirasakan pasien sejak satu minggu yang lalutapi pasien tidak pernah

mengalami kejang.

Pasien hamil anak ke 1, dan merasa hamil 8 bulan lebih. Dari pemeriksaan

fisik didapatkan keadaan umum cukup, kesadaran compos mentis, tekanan darah :

180/120mmHg, nadi : 95x/menit, suhu: 36,8 C, ⁰ pernapasan : 20x/menit.

Pada pemeriksaan luar didapatkan tinggi fundus uteri ½ dari procesus

xyphoideus, bunyi jantung janin : 148x/menit, regular. Pada pemeriksaan dalam

didapatkan blood slym (-), pembukaan (-), penipisan portio (-). Diagnose awal

GIP0000Ab000 uk 35-36 minggu dengan Preeklamsia Berat.

SARAN

1. Penjaringan kasus dengan risiko tinggi dan pengawasan antenatal yang

teratur dan baik, sangat menentukan morbiditas dan mortalitas

penderita preeklampsia dan eklampsia, untuk ini diharapkan: dapat

dilakukan penyuluhan pada wanita hamil dengan risiko tinggi akan

bahaya preeklampsia dan eklampsia, meningkatkan mutu pelayanan

antenatal di Puskesmas dan Poliklinik ibu hamil, untuk itu perlu

dilakukan pelatihan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan

petugas kesehatan dalam mengenal kasus preeklampsia dan eklampsia.

2. Segera merujuk penderita preeklampsia dan eklampsia ke pusat

rujukan yang lebih tinggi.

3. Penanganan kasus preeklampsia dan eklampsia dengan tanda-tanda

multiorgan disfungsi, harus dilakukan secara terpadu dan

komprehensif.

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Wibowo B & Rachimhadhi. Preeklampsia dan Eklampsia. Dalam : Ilmu

Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirihardjo. Jakarta. 2007 :

281-301.

2. Prithchard, J. A., Penyakit Hipertensi Dalam Kehamilan. Dalam : Obstetri

Williams, Edisi ke-22. Appleton Century Crofts. New York. 2006 : 761-96

3. Brandon JB, Amy EH, Nicholas CL, Harold EF, Edward EW. The Johns

Hopkins Manual of Gynecology and Obstetri cs. Second edition. Lippincott

Williams & Wilkins: Philadelpia. 2005.

4. Diaa E. Obstetrics Siplified. Departement of Obstetrics & Gynecology, Benha

Faculty of Medicine, Egypt. 2007.

5. James RS, Ronald SG, Beth YK, Arthur FH, David ND. Danforth’s Obstetrics

and Gynecology. Nine edition. Lippincott Williams & Wilkins: Philadelpia.

2005.

6. Paul C, Susan M. Johnson. Cirrent Clinical Strategies Gynecology and

Obstetrics. Current Clinical Strategies Publishing: California.2006.

7. Diana HF. Lecture Notes Obstetrics ang Gynaecology. Second edition.

Blackwell Publishing: UK. 2006

8. Barss VA & Repke JT. Preeclampsia. Available from

http://patients.uptodate.com/topic.asp. Accesed on September 2011.

9. Jung, DC. Pregnancy, Preeclampsia Available at: http://www.emedicine.com/

Accesed on September 2011.

10. Access Medicine. McGraw-Hill’s: USA.2006.

11. Joe LS, Sherman E. Genetics on Obstetrics ang Gynecology. Third edition.

Saunders Elsevier: Philadelpia. 2005.

12. Alan HD, Lauren N. Current Obstetrics & Gynecologic Diagnosis &

Treatment. Ninth Edition. McGraw-Hill’s: USA.2006.

27

13. Martin LP. Benson & Pernoll’s handbook of Obstetrics & Gynecology. Tenth

Edition. McGraw-Hill’s: USA. 2009.

14. Neville FH, George M, Joseph GG. Essentials of Obstetrics and Gynecology.

Fourth edition. Elsevier Saunders. 2005

15. Cunningham, FG et all. 2006. Obstetri William Edisi 21 volume 1 dan 2.

Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

16. Sofoewan S., Preeklampsia – Eklampsia di Beberapa Rumah Sakit di

Indonesia, Patogenesis, dan Kemungkinan Pencegahannya. MOGI 2003, 27;

141 – 151.

17. Sibai B. M. Diagnosis and Management of Gestational Hypertention and

Preeclampsia Obstet Gynecol 2006. 102: 181 – 92.

18. Sibai B. M., Gus Dekker G. A., Michael Kupferminc Preeclampsia Lancet

2005, 365: 785 – 99.

19. Lindsey, JL. Evaluation of Fetal Death.

http://emedicine.medscape.com/article/259165-overview. Accesed on

September 2011.