Ileus Paralitik
description
Transcript of Ileus Paralitik
PORTOFOLIO 4
KASUS BEDAH
ILEUS PARALITIK
Nama : dr. Yunita Wulandari
Tanggal Presentasi : 29 September 2015
Pembimbing : dr. H. Wardoyo
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. LS
Jenis kelamin : Wanita
Umur : 45 Th
Agama : Islam
Alamat : Pasar Tais
RM : 02-05-01
Jenis Kasus : Bedah
Masuk RS tanggal : 8 September 2015 (22.05)
Pulang dari RS tanggal : 11 September 2015 (10.00)
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 9 September 2015 pukul 10.00 WIB
di RSUD Tais.
Keluhan utama : Nyeri perut, muntah, tidak kentut, demam.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri di seluruh bagian perut sejak 4 hari SMRS. Nyeri perut
semakin lama semakin memberat. Nyeri perut dirasa terus menerus dikatakan seperti mules dan
perut terasa kaku. Awalnya rasa tidak nyaman timbul di sekitar daerah pusar sampai akhirnya
terasa nyeri di seluruh bagian perut. Awalnya perut dikatakan tidak nyaman kemudian lama-
kelamaan terasa sakit. Nyeri pada perut tidak membaik dengan makanan ataupun diberikan
minyak angin oleh pasien. Perut juga dikatakan kembung sudah sejak 4 hari yang lalu. Keluhan
mual dan muntah juga dirasakan pasien. Muntah tidak terhitung banyaknya, keluar cairan, tidak
asam. Os mengaku terdapat demam sejak 5 hari SMRS, terdapat menggigil. Riwayat BAB pasien
dikatakan baik sebelum 4 hari yang lalu, BAB warna kekuningan teratur tanpa darah dan lendir,
namun setelahnya dikatakakan sama sekali tidak bisa BAB. Pasien tidak bisa kentut juga sejak 1
hari yang lalu. BAK dikatakan baik warna kekuningan, 2-3x sehari. Nafsu makan dan minum
dikatakan berkurang karena keluhan ini. Saat ini OS sedang menstruasi.
Sebelumnya Os sudah berobat di dr. Agus Bengkulu dan mendapatkan obat Cefixime,
Braxidin, Sanmol, Domperidon, Omeprazole.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat sakit yang sama (-), riwayat operasi (-), Riwayat HT (-), riwayat DM (-), riwayat
sakit jantung (-), riwayat sakit ginjal (-).
Riwayat Alergi : Pasien mengaku tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan tertentu ataupun
makanan
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengeluhkan hal serupa.
III. PEMERIKSAAN FISIK (9/9/2015)
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Tanda vital
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Denyut Nadi : 124x/menit
- Laju nafas : 54 x/menit
- Suhu : 36.5 o C
Status Generalis
Kepala :
1. Mata : palpebra tidak cekung, konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik, reflek
cahaya langsung +/+, reflek cahaya tidak langsung +/+
2. Telinga : Normotia, tidak tampak serumen dan tidak tampak sekret.
3. Hidung : Tidak ada deformitas, septum deviasi (-), sekret (-)
4. Bibir : Kering
5. Mulut : Stomatitis (-), mukosa kering, gigi geligi lengkap
6. Lidah : tidak kotor
7. Faring : tidak hiperemis
Leher : KGB tidak teraba membesar, tiroid tidak teraba membesar.
Toraks:
1. Dinding toraks : Bentuk normal, retraksi sela iga (-), simetris dalam keadaan statis
dan dinamis
2. Paru
- Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
- Palpasi : Vokal fremitus simetris
- Perkusi : Sonor pada paru kedua lapang paru
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, ronkhi -/-, wheezing -/-
3. Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V 1 cm medial garis midclavicularis sinistra,
tidak teraba thrill
- Auskultasi : BJ I normal, BJ II normal, regular, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Abdomen:
- Inspeksi : buncit, tampak distensi, luka operasi (-)
- Palpasi : Turgor menurun, nyeri tekan (+) epigastrium, hepar dan lien tidak
teraba membesar
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : bising usus (-)
Anggota gerak : atas : hangat, oedem (-).
bawah : hangat, oedem (-).
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (8 September 2015)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Trombosit
LED
DDR (Malaria)
BSS
Urin
Warna
Kejernihan
Leukosit
Eritrosit
Epitel
10,4
11000
3,2
280000
19
Positif
66
Kuning
Agak keruh
+ banyak
20-25
Positif
14-16 mg/dl
5000 – 10000/UL
3.5-5,5 jt/ul
150000-400000/ul
20 mm/jam
Negatif
60-140 mg%
Kuning
Jernih
< 3/LPB
< 3//LPB
< 3/LPB
Kristal
Silinder
Bakteri
Widal
Typus O
Typus H
Paratyphus AH
Paratyphus BH
Paratyphus CH
Paratyphus AO
Paratyphus BO
Paratyphus CO
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
1/80
1/80
Negatif
Negatif
Negatif
Foto BNO terlampir
Tidak ada preferensi khusus gas, distribusi gas mencakup dari lambung sampai seluruh usus
Dilatasi umum seluruh abdomen
“Herring Bone Sign” Ileus Paralitik
V. RESUME
Pasien datang dengan keluhan nyeri di seluruh bagian perut sejak 4 hari SMRS. Nyeri
perut semakin lama semakin memberat. Nyeri perut dirasa terus menerus dikatakan seperti mules
dan perut terasa kaku. Awalnya rasa tidak nyaman timbul di sekitar daerah pusar sampai
akhirnya terasa nyeri di seluruh bagian perut. Awalnya perut dikatakan tidak nyaman kemudian
lama-kelamaan terasa sakit. Nyeri pada perut tidak membaik dengan makanan ataupun diberikan
minyak angin oleh pasien. Perut juga dikatakan kembung sudah sejak 4 hari yang lalu. Keluhan
mual dan muntah juga dirasakan pasien. Muntah tidak terhitung banyaknya, keluar cairan, tidak
asam. Os mengaku terdapat demam sejak 5 hari SMRS, terdapat menggigil. Riwayat BAB pasien
dikatakan baik sebelum 4 hari yang lalu, BAB warna kekuningan teratur tanpa darah dan lendir,
namun setelahnya dikatakakan sama sekali tidak bisa BAB. Pasien tidak bisa kentut juga sejak 1
hari yang lalu. BAK dikatakan baik warna kekuningan, 2-3x sehari. Nafsu makan dan minum
dikatakan berkurang karena keluhan ini. Saat ini OS sedang menstruasi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nadi 124x/m, pernafasan 54 x/m. Pada status generalis
didapatkan bibir kering, mukosa mulut kering dan pada pemeriksaan abdomen didapatkan
tampak distensi, turgor kulit menurun, nyeri tekan epigastrium dan tidak terdapat bising usus.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 10,4 mg/dl, leukosit 11000 ul, DDR (+), urin
kuning agak keruh leukosit banyak, eritrosit 20-25, dan pada foto BNO didapatkan kesan Ileus
Paralitik.
VI. DIAGNOSIS BANDING
- Diagnosis 1 : - Diagnosis 2 :
- Ileus Paralitik ec vomitus dengan dehidrasi ringan sedang - Malaria
- Ileus Obstruktif ec vomitus dengan dehidrasi ringan sedang - Demam Tifoid
- Diagnosis 3 : ISK
VII. DIAGNOSIS KERJA
Ileus Paralitik ec Vomitus + Malaria + ISK
VIII.PENATALAKSANAAN (IGD)
- O2 nasal kanul 3 lt/menit
- IVFD D5% + drip neurobion 1 amp corr IVFD RL + drip ondancentron 1 amp : 30
tpm
- Inj. Cefotaxim 2 x 1 gr (iv) skin test terlebih dahulu
- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (iv)
- Inj. Scopamin 2 x 1 amp (iv)
- Omeprazol 1 x 1 caps (PO)
- Sanmol 3 x500 mg (PO) jika panas
- Suldox 1 x3 tab (PO)
- Urinter 2 x 400 mg (PO)
- Pronalges 500 mg supp (Extra)
- NGT terbuka
- Puasa 8 jam
IX. PROGNOSIS
• Ad vitam : Bonam
• Ad fungsionam: Bonam
• Ad sanasionam : Dubia ad bonam
X. FOLLOW UP
Subjektif Objektif Assessment Planning
9-9-2015 (Hari
ke 1)
- Sakit perut +
berkurang
- Muntah (+)
- Mual
- Kentut +
KU : TSS
Kes : CM/15
VS :
TD : 100/60
mmHg
S : 36,3 0C
N : 80 x/mnt
RR : 24 x/mnt
K/L : CA -/-, SI
-/-
Thorax
Thorak : SN
bronkovesikuler,
rh basar kasar +,
wh-, BJ I II reg,
murmur -, gallop
-
Abdomen :
supel, buncit,
BU + 6x/menit,
- Ileus Palitik
dengan
perbaikan
- Malaria
- ISK
- IVFD D5% : RL 1 : 1
30 tpm
- Drip ondancentron 1 amp
per hari
- Inj. Cefotaxim 2 x 1 gr (iv)
skin test terlebih dahulu
- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (iv)
- Inj. Scopamin 2 x 1 amp (iv)
- Omeprazol 1 x 1 caps (PO)
- Sanmol 3 x500 mg (PO) jika
panas
- Suldox 1 x3 tab (PO)
- Urinter 2 x 400 mg (PO)
- NGT aff Coba makan
- Cek GDS ulang
turgor baik
Ekstremitas :
Akral Hangat
10-9-2015 (Hari
ke 2)
- Sakit perut -
- Demam (+)
- Muntah (-)
- Mual (-)
- GDS : 111 mg
%
KU : TSS
Kes : CM/15
VS :
TD : 120/60
mmHg
S : 38.20C
N : 88 x/mnt
RR : 20 x/mnt
K/L : CA -/-, SI
-/-
Thorax
Thorak : SN
bronkovesikuler,
rh basar kasar +,
wh-, BJ I II reg,
murmur -, gallop
-
Abdomen :
supel, buncit,
BU +, turgor
baik
Ekstremitas :
Akral Hangat ,
tremor -
- Ileus Paralitik
teratasi
- Malaria
- ISK
- IVFD D5% + 15 tpm
- Drip ondancentron 1 amp
per hari STOP
- Inj. Cefotaxim 2 x 1 gr (iv)
- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (iv)
- Inj. Scopamin 2 x 1 amp
(iv) STOP
- Omeprazol 1 x 1 caps (PO)
- Sanmol 3 x500 mg (PO) jika
panas
- Urinter 2 x 400 mg (PO)
11-9-2015 (Hari
ke 3)
KU : TSS
Kes : CM/15
- Ileus
Paralitik
- IVFD D5% + 15 tpm
- Keluhan (-)
- Cek ulang
DDR
- Pasien ingin
APS
VS :
TD :100/70
mmHg
S : 37,3 0C
N : 88 x/mnt
RR : 24 x/mnt
K/L : CA -/-, SI
-/-
Thorax
Thorak : SN
bronkovesikuler,
rh basar kasar +,
wh-, BJ I II reg,
murmur -, gallop
-
Abdomen :
supel, buncit,
BU +, turgor
baik
Ekstremitas :
Akral Hangat,
tremor +
teratasi
- Malaria
- ISK
- Inj. Cefotaxim 2 x 1 gr (iv)
- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (iv)
- Omeprazol 1 x 1 caps (PO)
- Sanmol 3 x500 mg (PO) jika
panas
- Urinter 2 x 400 mg (PO)
Pasien APS pukul 10.00, Hasil DDR (-). Obat pulang :
1. Sanmol 3 x 500 mg (PO)
2. Urinter 2 x 400 mg (PO)
3. Curcuma 1x 1 tab (PO)
4. Omeprazole 1 x 1 caps (PO)
Edukasi pasien :
1. Minum obat teratur sesuai dengan petunjuk
2. Kontrol apabila obat habis
3. Gunakan kelambu atau repellent saat tidur
4. Banyak minum air putih ± 8 gelas per hari.
TINJAUAN PUSTAKA
ILEUS PARALITIK
Definisi
Ileus merupakan keadaan penderita mengalami gangguan pasase atau jalannya makanan dalam
usus. Ileus paralitik termasuk salah satu kondisi kegawatan akut abdomen. Suatu keadaan akut
abdomen yang berupa keadaan usus tidak berkontraksi akibat adanya gangguan motilitas. Ileus
paralitik atau disebut juga adinamik usus merupakan kondisi dimana usus gagal atau tidak
mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik terjadi karena
suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu
mendorong isi sepanjang usus.
Etiologi
Ileus paralitik ini sering terjadi akibat penyakit lainnya, seperti tindakan operasi yang
berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi otot polos.
Di Indonesia ileus obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan
ileus paralitik sering disebabkan oleh peritonitis. Ilues paralitik bersifat primer bila tidak terdapat
penyebab lain yang berkontribusi dan disebut sekunder bila adanya penyakit lain ikut
berkontribusi terjadinya ileus.
Gerakan usus merpakan kondisi yang terkoordinasi dengan baik dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti keadaan otot polos usus, hormon intestinal, sistem saraf simpatik dan
parasimpatik, keseimbangan elektrolit dan lain-lain. Ileus paralitik biasanya dijumpai pada
pasien pasca operasi yang tergantung dari lamanya operasi, beratnya anastesi dan manipulasi
yang dilakukan terhadap usus. Keadaan ini biasanya berlangsung antara 24-72 jam sampai ada
juga yang menyebutkan sampai 5 hari. Pencemaran rongga peritoneum oleh asam lambung, isi
kolon, enzim pankreas, darah, dan urin menimbulkan paralisis usus.
Ileus paralitik dapat disebabkan beberapa hal seperti iritasi peritoneum. Iritasi peritoneum
dapat disebabkan melalui peritonitis yang menyebabkan radang pada dinding usus kemudian
hilangnya stimulus kontraksi ileus, penyebab lain yang merangsang iritasi peritoneum yaitu
adanya kolesistitis akut, appendisitis akut, dan post laparotomi yang lama. Hal kedua yaitu
melalui penyebab ekstra peritoneal seperti trauma abdomen menyebabkan perdarahan intra
peritoneal menyebakan ileus paralitik, kemudian trauma ginjal menyebabkan perdarahan
retriperitoneal mengganggu persarafan, kolik ureter. Penyebab yang lain yaitu adanya gangguan
elektrolit seperti hipokalemi yang menyebabkan gangguan kontraksi otot polos, syok, uremia,
komplikasi dari DM, dan infeksi abdomen seperti peritonitis. Penyebab lain yaitu neurogenik
melalui lesi saraf, kerusakan medulla spinalis, pada fraktur vertebra, atau fraktur costa bagian
bawah, penyebab lain seperti adanya pemakaian obat-obatan seperti opioid, antihipertensi,
narkotika, dan obat lainnya.
Kausa Ileus Paralitik :
1.Neurologik
-Pasca operasi
-Kerusakan medula spinalis
-Iritasi persarafan splanknikus
-Trauma pada tulang belakang
2.Metabolik
-Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia)
-Uremia
-Komplikasi DM
-Penyakit sistemik
3.Obat-obatan
-Narkotik
-Antikolinergik
-Antihipertensi
4.Infeksi
-Urosepsis
-Peritonitis
-Infeksi sistemik berat lainnya
Patofisiologi
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya sistem saraf
simpatis dengan dapat menghambat aktivitas dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan
banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem
simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui
pengaruh langsung norepineprin pada otot polos, dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh
inhibitorik dari noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang
kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus
gastrointestinal.
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal, namun tidak
semua pleksus mienterikus yang dipersarafi saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa
neuron bersifat inhibitorik. Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan
mediator inflamasi yang juga menyebabkan perkembangan ileus.
1. Neurogenik
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari pleksus
mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan ileum berasal
dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesentericus superior.
Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan
simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan
nyeri, sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Dalam keadaan
terstimulasi, parasimpatis melepaskan asetilkolin yang menyebabkan motilitas usus, sedangkan
saraf simpatis melepaskan nordrenalin yang menghambat peristaltik usus.
Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus
Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa.
Kedua pleksus tersebut berhubungan dengan serat-serat simpatis dan parasimpatis. Walaupun
sistem saraf enterik dapat berfungsi dengan sendirinya, tidak bergantung pada saraf-saraf
ekstrinsik ini, perangsangan oleh sistem parasimpatis dan simpatis dapat mengaktifakan atau
menghambat fungsi gastrointestinal lebih lanjut. Pleksus mienterikus atau Auerbach terutama
mengatur pergerakan gastrointestinal dan pleksus submukosa atau Meissner terutama mengatur
sekresi gastrointestinal dan aliran darah lokal.
2. Hormonal
Beberapa hormon yang disekresi saat proses pencernaan yaitu seperti gastrin,
kolesistokinin, motiline, P substance, dan insulin meningkatkan peristaltik usus, sedangkan
hormon vasoaktif intestinal polipeptida, dan glukagon menghambat aktivitas peristaltik usus.
Kolesistokinin salah satu contohnya, disekresi oleh sel dalam mukosa duodenum dan jejunum
terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak di dalam usus.
Kolesistokinin mempunyai efek yang kuat dalam meningkatkan kontraktilitas kandung empedu,
jadi mengeluarkan empedu kedalam usus halus dimana empedu kemudian memainkan peranan
penting dalam mengemulsikan substansi lemak sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi.
Kolesistokinin menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat bersamaan
dimana hormon ini menyebabkan pengosongan kandung empedu, hormon ini juga menghambat
pengosongan makanan dari lambung untuk memberi waktu yang adekuat supaya terjadi
pencernaan lemak di traktus gastrointestinal bagian atas.
3. Inflamasi
Mediator mediator inflamasi juga menyebabkan terjadinya ileus. Mediator seperti
prostaglandin dapat menginhibisi kontraksi otot polos usus.
4. Farmakologi
Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari pleksus
mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos usus dan menghambat gerak
peristaltik yang diperlukan untuk gerakan propulsi. Opioid dengan efek inhibitor menghambat
excitatory neurons yang mempersarafi otot polos usus.
5. Elektrolit
Gangguan elektrolit dapat menimbulkan terjadinya ileus. Keadaan yang paling sering
yaitu hipokalemia selain juga bisa terjadi pada hipermagnesemia atau hipokalsemia.
Hipokalemia dapat akibat diare kronis, atau kelebihan penggunaan diuretic. Ketidakseimbangan
elektrolit mempengaruhi transpor kalsium melalui otot polos yang diperlukan untuk kontraksi
otot polos.
Perubahan patofisiologi utama pada usus adalah lumen usus secara progresif akan
teregang oleh cairan dan gas. Akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan
pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan
penimbunan intralumen dengan cepat. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penyempitan ruang
cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan
perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan
lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek
lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat
nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi
sistemik untuk menyebabkan bakteriemia. Distensi intestinal yang berat, secara terus menerus
dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan resiko
dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian.
Manifestasi Klinis
Ileus paralitik ditandai oleh tidak adanya gerakan usus yang disebabkan oleh
penghambatan neuromuskular dengan aktifitas simpatik yang berlebihan. Sangat umum, terjadi
setelah semua prosedur abdomen, gerakan usus akan kembali normal dalam 2-3 hari. Pasien ileus
paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal distention). Nyeri abdomen bersifat
sedang dapat sampai difus. Keluhan mual dapat terasa. Muntah mungkin ada, mungkin pula tidak
ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut
kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak
disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal. Pasien juga akan mengeluh anorexia, obstipasi
sampai keadaan susah flatus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani dengan
bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi,
pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi
peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis,
manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran peritonitis.
Diagnosis
Tanda klinis ileus paralitik yaitu distensi, bunyi peristaltis usus kurang atau menghilang, tidak
ada nyeri tekan lokal atau strangulasi, nyeri hebat sekali, nyeri tekan kurang jelas.
Perut kembung (distensi), muntah, tidak bisa buang air besar, dapat disertai demam,
keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, bisa disertai penurunan. kesadaran, auskultasi
abdomen berupa silent abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos
abdomen didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar tanpa air-fluid level.
Anamnesa
Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus, rasa mual dan dapat
disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa tidak
nyaman diperut tanpa disertai nyeri.
Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya
distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus tidak
terlihat gerakan peristaltik.
2. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri
tekan, yang mencakup ‘defence muscular’ involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.
3. Perkusi
Hipertimpani
4. Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan borborigmi
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit.
Pemeriksaan yang penting untuk dilakukan yaitu leukosit darah, ureum, glukosa darah. Foto
abdomen 3 posisi tampak dilatasi usus menyeluruh dari gaster sampai rektum. Penebalan dinding
usus halus yang dilatasi memberikan gambaran herring bone appearance (gambaran seperti
tulang ikan), karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran
vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai kosta dan gambaran penebalan usus besar yang
juga distensi tampak di tepi abdomen. Pada ileus paralitik tampak gambaran air fluid level yang
segaris (line up) berbeda pada ileus obstruktif yang memberikan gambaran air fluid level
pendek-pendek berbentuk seperti tangga yang disebut step ladder appearance. Bila dianggap
perlu dapat dilakukan pemeriksaan seperti ultrasonografi atau bahkan CT scan.
Dari gambaran radiologis yaitu:
• Terdapat distensi baik pada usus halus maupun usus besar, termasuk lambung dan
rektosigmoid
• Air-fluid level pada usus halus dan usus besar muncul hanya jika ileus bertahan sampai 5-
7 hari.
• Seluruh rongga usus terisi udara
• Preperitoneal fat menjadi tipis atau kadang menghilang
• Membentuk gambaran herring bone (duri ikan)
Tabel Perbedaan Ileus Obstruktif dan Ileus Paralitik
Kriteria Obstrktif Paralitik
Distribusi gas Udara lebih banyak pada
proksimal obstruksi
daripada pada distal
Tidak ada preferensi
khusus gas, distribusi gas
mencakup dari lambung
sampai seluruh usus
Dilatasi usus Dilatasi lebih proksimal
dari obstruksi
Dilatasi umum seluruh
abdomen
Air fluid level Banyak gambaran air
fluid level
Sedikit gambaran air
fluid level
Gambaran lengkungan
usus
“Step Ladder Pattern”
seperti gambaran susunan
anak tangga
“Herring Bone Sign”
Preperitoneal Fat (+) (-)
Diagnosis Banding
Tabel perbandingan diagnosis ileus:
Macam ileus Nyeri Usus Distensi Muntah, borborigmi
Bising usus
Obstruksi simple tinggi
++(kolik)
+ +++ Meningkat
Obstruksi simple rendah
+++(Kolik)
+++ +Lambat
Meningkat
Obstruksi strangulasi
++++(terus-menerus, terlokalisir)
++ +++ Tak tentubiasanya meningkat
Paralitik + ++++ + Menurun
Penanganan Ileus
Penanganan pada ileus paralitik yaitu mencari kausa, hindari komplikasi, penanganan bersifat
konservatif, hindari lavement. Penanganan berupa rehidrasi, elektrolit, antibiotik, obat-obat yang
memacu spasmodik seperti pilokarpin, asetilkolin, gangren. Tindakan operatif dilakukan bila
terjadi perforasi dengan laparotomi, atau bila terjadi iskemik dan gangrene dengan cara reseksi
usus kemudia end to end anastomose.
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa
dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa dan penyakit primer
dan pemberian nutrisi yang adekuat. Tindakan dekompresi abdomen mempunyai beberapa tujuan
yaitu:
1. Mengurangi keluhan nyeri atau tidak nyaman pada abdomen
2. Mengurangi kesulitan bernapas
3. Mengurangi perasaan mual dan muntah
4. Mencegah aspirasi muntah ke saluran respirasi6
Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu dipasang juga rectal tube).
Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik (simpatolitik) atau parasimpatomimetik
pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten. Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit
dan nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip
pemberian nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat
untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pascaoperasi, dan klonidin
dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan. Neostigmin juga
efektif dalam kasus ileus kolon yang tidak berespon setelah pengobatan konservatif.
Metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis, cisapride bermanfaat untuk ileus paralitik pasca
operasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan.
Neostigmin sering diberikan pada pasien ileus paralitik pasca operasi. Bila bisisng usus sudah
mulai ada dapat dilakukan feeding test, bila tidak ada retensi, dapat dimulai dengan diet cair
kemudian disesuaikan sejalan dengan intoleransi ususnya.
1. Konservatif
-Penderita dirawat di rumah sakit.
-Penderita dipuasakan
-Cari kausa penyakit
-Kontrol status airway, breathing and circulation.
-Dekompresi dengan nasogastric tube.
-Intravenous fluids and electrolyte
-Puasa dan nutrisi parenteral total sampai bising usus positif atau dapat buang angin
melalui dubur
-Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2. Farmakologis
-Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
-Analgesik apabila nyeri.
-Prokinetik: obat –obat seperti dopamine antagonis dan koliergik agonis seperti
metaklopromide secara teoritis dapat meningkatkan fungsi pencernaan. Obat seperti
cisapride yang merupakan agonis reseptor serotonin juga dapat digunakan walaupun
sudah jarang digunakan di Amerika karena efek samping kardiovaskularnya.
-Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
-Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis
3. Operatif
-Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis.
-Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis
sekunder atau rupture usus.
-Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.
Komplikasi
Komplikasi dari ileus ini yaitu adanya dehidrasi, timbunan makanan, kotoran, distensi, vasa
terjepit, iskemik, gangrene sampai nekrosis usus. Pada keadaan vasa terjepit dapat terjadi
toksemia, bakteremia sampai sepsis dan syok. Komplikasi lain dapat terjadinya nekrosis usus,
gangguan elektrolit, atau bila tidak tertangani dengan baik juga menyebabkan kematian.
Prognosis
Prognosis dari ileus berbeda tergantung dari penyebab ileus itu sendiri. Bila ileus akibat kondisi
operasi perut biasanya bersifat sementara dan berlangsung sekitar 24-72 jam. Prognosis
memburuk pada kasus dengan kematian jaringan usus, operasi menjadi pertimbangan untuk
menghilangkan jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka
prognosis menjadi lebih baik. Prognosis juga membaik bila ileus cepat terdiagnosa dan cepat
tertangani.
DAFTAR PUSTAKA
1. De Jong Wim, Sjamsuhidayat R, Gawat Abdomen. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta.
2004; p182-192.
2. Syam AF, Daldiyono. Nyeri Abdomen Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta. 2006. 303-304.
3. Syam AF, Djumhana A. Ileus Paralitik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta. 2006. 226.
4. Elizabeth AM. Preventing Paralytic Ileus: Can The Anesthesiologist Help. M.E.J. Anesth.
2009; 20(2): p. 159-65.
5. Elizabeth MW, Ari FS, Marcellus S, Chudahman M. Management of Paralytic Ileus. The
Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive Endoscopy. 2003: 4(3): p.
80-88..
6. Nicolas TS, Donna BS, Richard LS et al. Pathogenesis of Paralytic: Ileus Intestinal
Manipulation Opens a Transient Pathway Between the Intestinal Lumen and the Leukocytic
Infiltrate of the Jejunal Muscularis. Annals of Surgery. 2002; 235: p. 31-40.
7. Bickle IC, Kelly B. Abdominal X Ray Made Easy: Normal Radiographs. Student BMJ; 2002;
10: p. 102-3.