Case Report ANEMIA

32
BAB I PENDAHULUAN Anemia merupakan masalah medik yang sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, disamping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang. Kelainan ini merupakan penyebab debilitas kronik yang mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik masyarakat 1 . Anemia secara fungsional disefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup kejaringan perifer 2 . Secara praktis, anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemogrobin, hematokrit atau hitung eritrosit. Tetapi yang paling sering digunakan adalah hemoglobin dan hematokrit 1,2 . Anemia bukanlah suatu penyakit yang tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar. Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Pada anemia yang disebabkan oleh penyakit kronis umumnya terkait dengan infeksi, inflamasi dan kanker. Dengan karakteristik berupa hipoferremia, hiperferitinemia, kekurangan tranferin, peningkatan besi serum 2 . Hal ini penting karena seringkali penyakit dasar itu tersembunyi 1 . Gastritis erosif secara relatif tidak menyebabkan perdarahan gastrointestinal yang berat (<5% kasus), namun lebih sering menyebabkan kehilangan darah kronis. Erosi mukosa lambung umumnya disebabkan oleh NSAID, alkohol dan lain-lain 3 . 1

description

ANEMIA

Transcript of Case Report ANEMIA

BAB I

PENDAHULUAN

Anemia merupakan masalah medik yang sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, disamping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang. Kelainan ini merupakan penyebab debilitas kronik yang mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik masyarakat1.

Anemia secara fungsional disefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup kejaringan perifer2. Secara praktis, anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemogrobin, hematokrit atau hitung eritrosit. Tetapi yang paling sering digunakan adalah hemoglobin dan hematokrit1,2.

Anemia bukanlah suatu penyakit yang tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar. Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Pada anemia yang disebabkan oleh penyakit kronis umumnya terkait dengan infeksi, inflamasi dan kanker. Dengan karakteristik berupa hipoferremia, hiperferitinemia, kekurangan tranferin, peningkatan besi serum2. Hal ini penting karena seringkali penyakit dasar itu tersembunyi1.

Gastritis erosif secara relatif tidak menyebabkan perdarahan gastrointestinal yang berat (<5% kasus), namun lebih sering menyebabkan kehilangan darah kronis. Erosi mukosa lambung umumnya disebabkan oleh NSAID, alkohol dan lain-lain3.

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer1. Anemia pada dewasa terjadi jika hematokrit <41% (hemoglobin 13,5gr/dl) pada laki-laki dewasa atau <37% (hemoglobin <12gr/dl) pada perempuan dewasa3.

Parameter yang menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, hematokrit dan hitung eritrosit. Kadar hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologis tergantung umur, jenis kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. WHO menetapkan cut off point anemia untuk keperluan penelitian lapangan yaitu untuk laki-laki dewasa <13gr/dl, untuk wanita dewasa tidak hamil <12gr/dl, untuk wanita dewasa hamil <11gr/dl. Namun criteria WHO ini sulit untuk dilaksanakan karena tidak praktis, sehingga beberapa peneliti Indonesia mengambil jalan tengah dengan menetapkan hemoglobin <10gr/dl sebagai awal work up anemia1.

2.2 Etiologi dan Klasifikasi anemia

Anemia dapat disebabkan oleh infeksi dan inflammatory disease, penyakit ginjal dan kanker4. Anemia merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh berbagai macam penyebab antara lain1,3:.

Tabel 1. Klasifikasi anemia berdasarkan etiopatogenesis1

No Klasifikasi anemia berdasarkan etiopatogenesis1 Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang

A. kekurangan bahan essensial pembentuk eritrosita. Anemia defisiensi besib. Anemia defisiensi asam folatc. Anemia defisiensi vitamin B12

B. gangguan penggunaan besia. Anemia akibat penyakit kronikb. Anemia sideroblastik

C. kerusakan sumsum tulanga. Anemia aplastikb. Anemia mieloptisikc. Anemia pada keganasan hematologid. Anemia diseritropoietike. Anemia pada sindrom mielodisplastik

Anemia akibat kekurangan eritropoietin: Anemia pada gagal ginjal kronik2 Anemia akibat hemoragi

A. Anemia pasca perdarahan akut

2

B. Anemia akibat perdarahan kronik3 Anemia hemolitik

A. Anemia hemolitik intrakorpuskulara. Gangguan membran eritrosit (membranopati)b. Gangguan enzim eritrosit (enzimopati); anemia akibat defisiensi G6PDc. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)

- Thalassemia- Hemoglobinopati structural: HbS, HbE

B. Anemia hemolitik ekstrakorpuskulara. Anemia hemolitik autoimunb. Anemia hemolitik mikroangiopatic. Lain-lain

4 Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang komples

Klasifikasi lain untuk gambaran anemia dibuat berdasarkan gambaran morfologi dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi antara lain: 1) anemia hipokrom mikrositer bila MCV<80fL dan MCH <27pg; 2) anemia normokrom normositer bila MCV 80-95fL dan MCH 27-34pg; 3) anemia makrositer bila MCV>95fL1.

Tabel 2. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi1

No Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi1 Anemia hipokromik mikrositer

a. Anemia defisiensi besib. Thalasemia mayorc. Anemia akibat penyakit kronikd. Anemia sideroblastik

2 Anemia normokromik normositera. Anemia paska perdarahan akutb. Anemia aplastikc. Anemia hemolitik didapatd. Anemia akibat penyakit kronike. Anemia pada gagal ginjal kronikf. Anemia pada sindrom mielodisplastikg. Anemia pada keganasan hematologik

3 Anemia makrositera. Bentuk megaloblastik

1. anemia defisiensi asam folat2. anemia defisiensi B12, termasuk anemia perniseosa

b. Bentuk non-megaloblastik1. anemia pada penyakit hati kronik2. anemia pada hipotiroidisme3. anemia pada sindrom mielodiplastik

Secara umum jenis anemia yang sering dijumpai di dunia adalah anemia defisiensi besi, anemia akibat penyakit kronik, dan thalassemia. Pola etiologi anemia

3

pada dewasa di suatu daerah perlu diperhatikan untuk membuat diagnosis. Di daerah tropis, anemia defisiensi besi merupakan penyebab tersering disusul oleh anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia. Pada perempuan hamil, anemia karena defisiensi asam folat juga perlu diperhatikan. Pada daerah tertentu, anemia akibat malaria juga sering dijumpai. Pada anak-anak, thalassemia lebih memerlukan perhatian dibanding dengan anemia akibat penyakit kronik. Anemia aplastik juga sering dijumpai di Indonesia1.

2.3 Patogenesis

Salah satu anemia yang paling sering terjadi di Indonesia diakibatkan oleh adanya penyakit kronik seperti gastritis erosif yaitu anemia akibat penyakit kronik. Gastritis erosif secara relatif tidak menyebabkan perdarahan gastrointestinal yang berat (<5% kasus), namun lebih sering menyebabkan kehilangan darah kronis. Erosi mukosa lambung umumnya disebabkan oleh NSAID, alkohol dan lain-lain3.

Anemia akibat penyakit kronik umumnya mulai dari ringan sampai sedang, disertai dengan lemah serta penurunan berat badan. Pada umumnya anemia pada penyakit kronis ditandai oleh kadar Hb berkisar 7-11gr/dl, kadar Fe serum menurun disertai kadar total iron binding capacity (TIBC) yang rendah, cadangan Fe yang tinggi dijaringan serta produksi sel darah merah yang kurang1,2.

Patogenesis anemia akibat penyakit kronik

1. Pemendekan masa hidup eritrosit

Diduga anemia yang terjadi merupakan bagian dari sindrom stress hematologik, dimana terjadi produksi sitokin yang berlebihan karena kerusakan jaringan akibat infeksi, inflamasi atau kanker2. Sitokin (IL-1, IL-6, TNF-α, INF-γ) menyebabkan sekuestrasi makrofag sehingga mengikat lebih banyak zat besi, meningkatkan destruksi eritrosit di limpa, menekan produksi eritropoietin oleh ginjal, serta perangsangan yang inadekuat pada eritropoiesis di sumsum tulang. Penghambatan eritropoietin sebagai prekursor pembentuk eritrosit menyebabkan retensi besi di system retikuloendotelial, saluran gastrointestinal dan hepatosit2,5. Pada keadaan lebih lanjut, malnutrisi menyebabkan penurunan transformasi T4 menjadi T3 menyebabkan hipotiroid fungsional dimana terjadi penurunan kebutuhan Hb yang mengangkut O2 sehingga sintesis eritropoietin-pun akhirnya berkurang1.

2. Penghancuran eritrosit

Beberapa penelitian membuktikan bahwa masa hidup eritrosit memendek pada 20-30% pasien, defek ini terjadi di ekstrakorpuskular. Aktivasi makrofag oleh sitokin menyebabkan meningkatnya daya fagositosis makrofag tersebut dan sebagai bagian dari filter limpa, menjadi kurang toleran terhadap perubahan/kerusakan minor pada eritrosit1,2.

4

Gambar 1. Patogenesis anemia akibat penyakit kronik5

5

3. Produksi eritrosit

a. Gangguan metabolisme zat besi.

Kadar besi yang rendah meskipun cadangan besi cukup menunjukkan adanya gangguan metabolism zat besi pada penyakit kronis, hal ini menunjukkan bahwa anemia disebabkan oleh penurunan kemampuan Fe dalam sintesis Hb. Pada umumnya memang terdapat gangguan absorbsi, walaupun ringan. Ambilan zat besi ke sel-sel usus dan pengikatan oleh apoferritin intrasel masih normal, sehingga defek agaknya terjadi saat pembebasan Fe dari makrofag dan sel-sel hepar pada pasien penyakit kronis1,5.

Terjadinya hipoferemia disebabkan karena meningkatnyapenyimpanan besi, hal ini disebabkan oleh kerusakan mobilisasi besi dengan peningkatan pengambilan dan retensi besi pada system retikuloendotelial. Terhambatnya pengeluaran besi kedalam sirkulasi menyebabkan terbatasnya kemampuan besi sebagai progenitor pembentukan eritrosit. Hepcidin merupakan peptide kecil yang berasal dari hepar yang berfungsi dalam mengatur transport besi dari jaringan ke plasma dan memberikan respon terhadap status kadar besi dalam tubuh, hipoksia dan inflamasi. Hepcidin dapat diisolasi dari plasma dan urin. Sejak peptide ini diproduksi oleh hepatosit dan memberikan efek antimicrobial, peptida ini menjadi penanda pertama yang dikeluarkan hepar untuk mengekspresikan antimicrobial peptide-1 (LEAP-1)7.

Tabel 3. Perbedaan parameter Fe pada orang normal, anemia defisiensi besi, anemia penyakit kronik1

No Normal Anemia def. Fe

Anemia peny. Kronik

1 Fe plasma (mg/dl) 70-90 30 302 TIBC 250-400 >450 <2003 Persen saturasi 30 7 154 Kandungan Fe di makrofag ++ - +++5 Feritin serum 20-200 10 1506 Reseptor transferin serum 8-28 >28 8-28

b. Fungsi sumsum tulang.

Meskipun sumsum tulang yang normal dapat mengkompensasi pemendekan masa hidup eritrosit, diperlukan stimulus eritropoietin oleh hipoksia akibat anemia. Pada penyakit kronis, kompensasi yang terjadi kurang dari yang diharapkan akibat berkurangnya penglepasan atau menurunnya respon terhadap eritropoietin. Penelitian mengenai pelepasan eritropoietin menunjukkan hasil yang berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh sitokin, seperti IL-1 dan TNF-α yang dikeluarkan oleh sel-sel yang cedera. Penelitian secara in-vitro menunjukkan bahwa sitokin ini mengurangi sintesis eritropoietin1,5.

6

2.4 Gejala Klinis

Gejala umum anemia (sindrom anemia) adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia, apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun dibawah harga tertentu. Gejala umum berupa: 1. anoksia organ; 2. mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen. Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia simtomatik) apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7gr/dl. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada: 1. derajat penurunan hemoglobin; 2. usia; 3. adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya1.

Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala yaitu:

1. Gejala umum anemia

Disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ target akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul setiap penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb<7gr/dl). Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga berdenging, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, pucat,nafas cepaat, nafas pendek, sesak nafas, dyspepsia5. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat, terutama pada konjungtiva, mukosa mulut telapak tangan dan jaringan dibawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit diluar anemia dan tidak sensitif karena timbul setelah penurunan hemoglobin (Hb<7gr/dl)1.

Gejala klinis anemia akibat penyakit kronik

Karena anemia yang terjadi umumnya derajat ringan dan sedang, seringkali gejalanya tertutup oleh gejala penyakit dasarnya, karena kadar Hb 7-11gr/dl umumnya asimtomatik. Meskipun demikian apabila demam atau debilitas fisik meningkat, pengurangan kapasitas transport O2 jaringan akan memperjelas gejala anemianya atau memperberat keluhan sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik umumnya hanya dijumpai konjungtiva yang pucat tanpa kelainan yang khas dari anemia jenis ini, dan diagnosis tergantung dari hasil pemeriksaan laboratorium1.

2. Gejala khas

Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, kuku sendok. Anemia megaloblas: glositis, gangguan neurologic pada defisiensi vit B12. Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali, hepatomegali. Anemia aplastik: perdarahan dan tanda2 infeksi

3. Gejala penyakit dasar

Gajala yang timbul akibat penyakit dasar menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut1.

7

Tabel 4. Anemia berdasarkan berat – ringan6

Anemia ringan Anemia sedang Anemia beratHb (gr/dl) >10-12 8-10 <8

Tabel 5. Tanda dan gejala anemia6

No Anemia ringan Anemia sedang Anemia berat1 kelelahan kelelahan Ofrwhelming2 Peningkatan detak jantung Sulit konsentrasi Kelelahan3 Penurunan perfusi jaringan Detak jantung

>100x/menitPening

4 Dilatasi system vascular Berdebar-debar Pusing5 Ekstraksi O2 jaringan naik Dispnea saat

beraktivitasDepresi-gangguan tidur

6 Dispnea saat istirahat

2.5 Pemeriksaan

Merupakan penunjang diagnostic pokok dalam diagnosis anemia, terdiri dari1:

1. Pemeriksaan penyaring

Terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis morfologi anemia tersebut.

2. Pemeriksaan darah seri anemia

Meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit dan laju endap darah. Sekarang banyak dipakai hematology analyzer yang memberikan hasil lebih baik

3. Pemeriksaan sumsum tulang

Memberikan informasi tentang hematopoiesis. Pemeriksaan ini mutlak diperlukan untuk anemia aplastik, anemia megaloblastik, dan kelainan hematologik yang dapat mensupresi system eritroid. Pemeriksaan cadangan besi sumsum tulang merupakan alat penunjang diagnostik yang paling baik untuk membedakannya. Di anemia defisiensi besi, cadangan besi sangat berkurang. Sebaliknya di anemia penyakit kronis, cadangan besi meningkat. Namun, oleh karena teknik pemeriksaan yang invasif menyebabkan cara ini tidak digunakan dalam pelayanan rutin. Reseptor transferin terlarut lebih banyak digunakan dibandingkan dengan sumsum tulang untuk mengetahui cadangan besi meskipunpada kondisi tertentu tidak memberikan korelasi positif terhadap gambaran cadangan besi9.

8

4. Pemeriksaan khusus

Anemia defisiensi: serum iron. Total iron binding capacity (TIBC), saturasi transferin, protoporfirin, eritrosit, feritin serum, reseptor transferin dan pengecatan besi pada sumsum tulang (perl’s stain).

Anemia megaloblastik: folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi deoksiuridin dan tes schilling.

Anemia hemolitik: bilirubin serum, tes comb, elektroforesis hemoglobin dan lain-lain.

Anemia aplastik: biopsi sumsum tulang Juga diperlukan pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti tes faal hati, faal

ginjal, faal tiroid1.

Pada anemia akibat penyakit kronik, morfologi umumnya adalah normokrom-normositer, meskipun banyak pasien yang mempunyai gambaran hipokrom dengan MCHC <31gr/dl dan beberapa mempunyai sel mikrositer dengan MCV <80fL. Nilai retikulosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Perubahan leukosit dan trombosit tidak konsisten, tergantung dari penyakit dasar. Terjadi penurunan Fe serum setelah onset suatu infeksi atau inflamasi yang mendahului terjadinya anemia.. konsentrasi transferin menurun, sehingga saturasi Fe meningkat dibanding defisiensi besi. Penurunan kadar transferin lebih lambat dibandingkan Fe serum karena waktu paruh transferin lebih lama (8-12 hari), dibandingkan dengan Fe (90 menit) dan karena fungsi metabolik yang berbeda1.

Pemeriksaan serum transferring reseptor (sTFR), sTFR ditemukan diseluruh sel tubuh, tapi keberadaan tertingginya berada pada progenitor pembentuk eritrosit. Selain sTFR, pemeriksaan red cell terdiri dari reticulocyte haemoglobin content (CHr) dan the percentage hypochromic red cells (%HYPO). Pemeriksaan hepcidin dan pemeriksaan growth differentiation factor 158.

2.6 Penatalaksanaan

Dua prinsip terapi pada anemia akibat penyakit kronik5:

1. Anemia dapat dihilangkan oleh diri sendiri, hal ini membutuhkan kompensasi dari jantung dengan meningkatkan cardiac output untuk tetap dapat menyuplai oksigen keseluruh jaringan.

2. Anemia terkait dengan buruknya prognosis pada berbagai kondisi.

Pada anemia sedang dibutuhkan koreksi kembali, terutama pada pasien >65 tahun, dengan faktor risiko tambahan seperi coronary artery disease, pulmonary disease, chronic kidney disease, atau kombinasi semua faktor risiko. Pada pasien dengan gagal ginjal yang menerima dialysis dan pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi, koreksi anemia untuk peningkatan Hb adalah >12gr/dl terkait dengan

9

perbaikan kualitas hidup. Pada pasien yang memiliki prognosis buruk dengan berbagai kondisi berupa kanker coronary artery disease, pulmonary disease, chronic kidney disease5.

Penatalaksaan anemia akibat penyakit kronik1,5,8:

a. Terapi utama adalah mengobati penyakit dasarnya.

b.Transfusi merupakan pilihan untuk kasus-kasus yang disertai gangguan hemodinamik.

c. Preparat besi, pemberian preparat besi dengan tujuan mencegah pembentukan TNF-α. Selain itu, pada inflamasi usus dan gagal ginjal, preparat besi terbukti meningkatkan hemoglobin.. namun, sampai saat ini preparat besi belum direkomendasikan untuk diberikan pada anemia penyakit kronik.

d. Eritropoietin, memberikan keuntungan berupa: mempunyai efek antiinflamasi dengan cara menekan TNF-α dan interferon-γ. Namun, juga dapat meningkatkan proliferasi sel-sel kanker ginjal, meningkatkan rekurensi kanker kepala dan leher1,5.

e. pengobatan terbaru yaitu dengan mengurangi produksi hepcidin dan meningkatkan aktivitas ferroportin yang dapat memperbaiki bioavailabilitas besi dari makanan dan memobilisasi pengeluaran besi dari penyimpanan dalam tubuh untuk eritropoiesis, tanpa menyebabkan risiko yang merugikan11.

2.7 Diagnosis Banding

Tabel 6. Diagnosis Banding1

Anemia defisiensi besi

Anemia akibat peny. kronik

thalassemiaAnemia

sideroblastikDerajat anemia Ringan-berat ringan ringan Ringan-beratMCV ↓ ↓/N ↓ ↓/NMCH ↓ ↓/N ↓ ↓/NBesi serum ↓<30 ↓<50 ↑/N ↑/NTIBC ↑>360 ↓<300 ↓/N ↓/NSaturasi transferin

↓<15% ↓/N 10-20% ↑>20% ↑>20%

Besi sumsum tulang

- ++ +++ + dg ring sideroblas

Protoporfirin eritrosit

↑ ↑ N N

Feritin serum ↓<20μg/l N20-200μg/l ↑>50μg/l ↑>50μg/lElektroforesis Hb

N N ↑ Hb.A2 N

10

BAB III

STATUS PASIEN

Identitas

Nama pasien : Jaruna

Umur : 55 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Alahan panjang, rumbio jaya

Status pernikahan : Sudah menikah

Pendidikan : Tamat SD

Agama : Islam

Tanggal masuk : 18/09/2015

Anamnesis

Autoanamnesis

Keluhan utama

Pasien merasa pusing-pusing sejak seminggu yang lalu

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke RSUD Bangkinang dengan keluhan pusing-pusing sejak seminggu yang lalu. Pusing terasa saat melihat kondisi disekitar, seperti berputar. Pusing dirasakan memberat jika dibawa beraktivitas dan berkurang jika dibawa beristirahat.

Pasien juga mengeluhkan badannya yang terasa semakin lemah tidak bertenaga, lesu, cepat lelah,

Pandangan berkunang-kunang. Kaki tangan terasa dingin. Pasien mengatakan bahwa pasien menderita anemia sejak setahun yang lalu.

Dan sudah melalukan transfusi darah hampir 5 kali dalam setahun ini. Transfusi dilakukan sekali dalam 4 bulan, sebanyak 5 sampai 7 kantong darah.

Pasien juga mengeluhkan nyeri di ulu hati, nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk. Nyeri ulu hati ini sudah diderita sejak masih remaja, hingga sekarang. Nyeri

11

semakin memberat dalam sebulan ini. Pasien juga mengeluhkan buang air besar yang berwarna kehitaman yang diderita sejak dua tahun yang lalu.

Buang air besar terkadang bisa lembek ataupun padat, namun selalu berwarna kehitaman.

Riwayat penyakit dahulu

Pasien dahulu tidak ada menderita sakit seperti ini

Riwayat penyakit maag sejak 30 tahun yang lalu

Riwayat diabetes mellitus tidak ada

Riwayat anemia sejak setahun yang lalu

Riwayat penyakit jantung tidak ada

Riwayat penyakit keluarga

Keluarga pasien tidak ada sakit seperti ini

Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan

Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, menjaga cucunya, dan bekerja di ladang menanam sayuran

Pasien mempunyai kebiasaan mandi di sungai ketika pulang dari lading atau ketika air kering dirumahnya.

Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol, olahraga tidak teratur

Pemeriksaan Tanda Vital

Tekanan darah : 90/60mm/Hg

Nadi : 76 x/menit

Pernafasan : 24 x/menit

Suhu : 36,3 ºC

Pemeriksaan Fisik diagnostik

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Keadaan gizi : sedang

Kesadaran : komposmentis

Tinggi badan : 155

12

Berat badan : 41kg

Pemeriksaan Generalisata

A. Pemeriksaan Kepala

Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata

Mata : Pupil isokor, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik

Hidung :Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, ada sekret berwarna

kuning

Telinga :Normotia, tidak ada gangguan pendengaran, bentuk telinga

normal, simetris kiri dan kanan

Mulut : Dalam batas normal

B. Pemeriksaan Leher

Inspeksi : Bentuk simetris

Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

Trakea : Tidak ada deviasi trakea

Kelenjar tiroid : Tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid

C. Pemeriksaan Thorak

Paru

Inspeksi : Normochest, tidak ada retraksi

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan

Auskultasi : Suara nafas utama fsikuler, wheezing (-/-), rhonki (-/-)

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di linea midclavikula sinistra di SIC V, tidak

kuat angkat

Perkusi : batas atas : SIC III kiri

Batas kanan : linea parasternalis dextra

Batas kiri : di linea midclavikula sinistra

Batas bawah : SIC V

Auskultasi : Bunyi jantung regular, gallop (-/-), murmur (-/-)

13

D. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Datar, simetris, tidak ada sikatrik

Auskultasi : Terdengar bising usus, normal 28 kali per menit

Perkusi :Timpani pada seluruh lapangan abdomen, SIC V batas paru

hepar

Palpasi :Tidak teraba massa, nyeri tekan di epigastrium (+), hepar dan

lien tidak teraba

E. Pemeriksaan Ekstremitas

Tangan :Akral dingin, pucat, CRT >2detik, tidak ada oedema pada

tangan kanan dan kiri

Tungkai : tidak ada Oedema tungkai kiri dan kanan

Kaki : tidak ada Oedema pada kaki kiri dan kanan, kaki dingin

Pemeriksaan Lokalisata

Pemeriksaan abdomen : Nyeri tekan di ulu hati

Pemeriksaan penunjang

Darah lengkap

Hemoglobin : 4,2 gr%

Leukosit : 6,1 103/mm3

Hematokrit : 15,8 %

Trombosit : 390 103/mm3

Diabetes

KGD : 98 mg/dl

Fungsi hati

SGOT : 13 U/L

SGPT : 10 U/L

Fungsi ginjal

Creatinin : 0,6 mg/dl

Ureum : 15 mg/dl

14

Feses rutin

Makro : Warna : kuning kecoklatan

Konsistensi : padat

Darah : nefatif

Lender : nefatif

Mikro : eritrosit : 0-2 LPB

Leukosit : 0-3 LPB

Amoeba : nefatif

Sisa makanan : positif

Telor cacing : nefatif

Morfologi

Eritrosit: mikrositer, hipokrom, polikromasi (-), anisositosis, fragmentosit (+), benda-benda inklusi (-), eritrosit berinti (-)

Leukosit: jumlah cukup, toksik granul (-), hitung jenis ditemukan peningkatan jumlah eosinofil 20%, immature graanul (-), bentuk-bentuk dysplasia (-), blast (-)

Trombosit: jumlah cukup, morfologi normal

Kesan: anemia hipokrom mikrositer dengan sangkaan suatu gambaran defisiensi besi

EKG: hipertrofi fntrikel kanan

Daftar Masalah

Pusing

Lemas

Pandangan berkunang-kunang

Kaki tangan dingin

Anemia

Nyeri ulu hati

BAB kehitaman

15

Diagnosis dan Diagnosis banding

Diagnosis kerja:

PSMBA ed gastritis erosif

Anemia gravis

Diagnosis banding:

Anemia defisiensi besi

Penatalaksanaan

Non farmakologi

Tirah baring

Farmakologi

Diet sonde via NGT

IVFD NaCl 0,9% 20tpm

Omeprazol 90gr/12 jam

Cefotaksim /12 jam ganti ceftriaxone

Asam traneksamat sirup /24 jam

Episan sirup 3x1

Benozym 3x1

Follow up

1. 19-09-2015

S : nyeri uluhati (+), BAB hitam (+), pusing (+), lemah (+)

O : BP : 90/60 Hb : 4,2

Pulse : 76 CA : (+/+) SI : (-/-)

RR: 24

T : 36,3

A : PSMBA ed gastritis erosif + anemia gravis

P : tirah baring + diet bubur

16

Episan syr

Benozym 3x1

IVFD NaCl

Ceftriaxone 2x1

Omeprazole 2x1

Asam tranexamat 1x1

2. 20-09-2015

S : nyeri uluhati (+), BAB hitam (+), pusing (+), lemah (+)

O : BP : 100/60 Hb : 4,2

Pulse : 80 CA : (+/+) SI: (-/-)

RR: 24

T :36,3

A : PSMBA ed gastritis erosif + anemia gravis

P : tirah baring + diet bubur

Episan syr

Benozym 3x1

IVFD NaCl

Ceftriaxone 2x1

Omeprazole 2x1

Asam tranexamat 1x1

3. 21-09-2015

S : nyeri uluhati (+), BAB hitam (+), pusing (+), lemah (+)

O : BP : 110/60 Hb: 6,6

Pulse : 6 CA : (+/+) SI : (-/-)

RR: 20

T :36,5

17

A : PSMBA ed gastritis erosif + anemia gravis

P : tirah baring + diet sonde via NGT, puasa sementara 6 jam, selanjutnya diet 200 cc/6 jam

Episan syr

Benozym 3x1

Pirantel pamoat 1x500

IVFD NaCl

Ceftriaxone 2x1

Omeprazole 2x1

Asam tranexamat 1x1

Rencana endoskopi rabu

Cek feses rutin

EKG

Cek darah rutin

Cek feses rutin

Transfusi 5 bag PRC 250cc

4. 22-09-2015

S : nyeri uluhati (-), BAB hitam (+), pusing (-), lemah (-)

O : BP : 100/70 Hb : 6,6

Pulse : 84 CA : (+/+) SI : (-/-)

RR: 20

T :36,1

A : PSMBA ed gastritis erosif + anemia gravis

P : tirah baring + diet bubur

Episan syr

Benozym 3x1

18

IVFD NaCl

Ceftriaxone 2x1

Omeprazole 2x1

Asam tranexamat 1x1

Rencana endoskopi rabu

5. 23-09-2015

S : nyeri uluhati (-), BAB hitam (+), pusing (-), lemah (-)

O : BP : 120/70 Hb : 6,6

Pulse : 68 CA : (+/+) SI : (-/-)

RR: 24

T :36,3

A : PSMBA ed gastritis erosif + anemia gravis

P : tirah baring + diet bubur

Episan syr

Benozym 3x1

IVFD NaCl

Ceftriaxone 2x1

Omeprazole 2x1

Asam tranexamat 1x1

Belum bisa endoskopi, kerena Hb masih 6,6, harus perbaiki KU dulu

Pasien mengatakan dahulu pernah endoskopi dirumah sakit pekanbaru

Dr. Dedi minta lanjutkan USG

Transfusi I 250 cc PRC

19

6. 24-09-2015

S : nyeri uluhati (-), BAB hitam (+), pusing (-), lemah (-)

O : BP : 110/70 Hb : 6,6

Pulse : 76 CA : (-/-) SI : (-/-)

RR: 24

T : 36,3

A : PSMBA ed gastritis erosif + anemia gravis

P : tirah baring + diet bubur

Episan syr

Benozym 3x1

IVFD NaCl

Ceftriaxone 2x1

Omeprazole 2x1

Asam tranexamat 1x1

Transfusi II 250 cc PRC

7. 25-09-2015

S : nyeri uluhati (-), BAB hitam (+), pusing (-), lemah (-)

O : BP : 110/70 Hb : 6,6

Pulse : 60 CA : (-/-) SI : (-/-)

RR: 20

T :36,3

A : PSMBA ed gastritis erosif + anemia gravis

P : tirah baring + diet bubur

Episan syr

Benozym 3x1

IVFD NaCl

20

Ceftriaxone 2x1

Omeprazole 2x1

Asam tranexamat 1x1

USG

Rencana endoskopi

Transfusi III 250 cc PRC

8. 26-09-2015

S : nyeri uluhati (-), BAB hitam (+), pusing (-), lemah (-)

O : BP : 110/70 Hb : 10,1

Pulse : 64 CA : (-/-) SI : (-/-)

RR: 24

T :36,7

A : PSMBA ed gastritis erosif + anemia gravis

P : tirah baring + diet bubur

Episan syr

Benozym 3x1

IVFD NaCl

Ceftriaxone 2x1

Omeprazole 2x1

Asam tranexamat 1x1

Transfusi IV, V 250 cc PRC

Pasien Pulang

21

BAB IV

PEMBAHASAN

Anemia merupakan masalah medik yang sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, disamping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang. Kelainan ini merupakan penyebab debilitas kronik yang mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik masyarakat.

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Parameter yang menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, hematokrit dan hitung eritrosit. Kadar hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologis tergantung umur, jenis kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. WHO menetapkan cut off point anemia untuk keperluan penelitian lapangan yaitu untuk laki-laki dewasa <13gr/dl, untuk wanita dewasa tidak hamil <12gr/dl, untuk wanita dewasa hamil <11gr/dl. Namun criteria WHO ini sulit untuk dilaksanakan karena tidak praktis, sehingga beberapa peneliti Indonesia mengambil jalan tengah dengan menetapkan hemoglobin <10gr/dl sebagai awal work up anemia

Pada kasus di atas, dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami nyeri ulu hati, pasien merasa lemas, BAB yang berwarna kehitaman sejak 2 tahun lalu. Kemudian pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis, tangan kaki pucat, dan dari pemeriksaan penunjang ditemukan Hb 4,2gr/dl, Ht 15,8, morfologi eritrosit mikrositer hipokrom. Hal ini menyatakan bahwa pasien telah mengalami perdarahan kronik saluran cerna bagian atas, perdarahan kronis ini disebabkan oleh peradangan pada lambung yang telah mengalami erosif, sehingga Hb pasien ditemukan sangat rendah dan termasuk kedalam kriteria berat.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, W.A., Setiyo, H., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing. Jakarta Pusat

2. Hassan, B.A. 2013. Anemia of Chronic Diesease(ACD).Available from: http://www.esciencecentral.org/journals/anemia-of-chronic-diseases-acd-2329-6836.1000e104.pdf [Accessed: 25 Oktober 2015]

3. Mcpee, S.J., Papadakis, M.A. 2011. Current Medical Diagnosis and Treatment. Lange. Mc Graw Hill

4. NIH. 2009. Anemia of Inflamation and Chronic Disease. Available from: http://www.niddk.nih.gov/health-information/health-topics/blood-diseases/anemia-inflammation-chronic-disease/Documents/Anemia-ChronicDisease_508.pdf [Accessed: 25 Oktober 2015]

5. Weiss, G., Goodnough, L.T. 2005. Anemia of Chronic Disease. The New England Journal of Medicine. Available from: http://www.researchgate.net/profile/Guenter_Weiss/publication/7976451_Anemia_of_chronic_disease._N_Engl_J_Med/links/00b4951b04fc0599cd000000.pdf?inViewer=true&pdfJsDownload=true&&origin=publication_detail&inViewer=true [Accessed: 25 Oktober 2015]

6. Panjaitan, S. 2003. Beberapa aspek anemia penyakit kronik pada lanjut usia. Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6356/1/penydalam-suryadi.pdf [Accessed: 28 september 2015]

7. Anemia of Chronic Disease: A Unique Defect of Iron Recycling for Many Different Chronic Disease. Available from: http://www.ejinme.com/article/S0953-6205(13)00189-1/pdf [Accessed: 25 Oktober 2015]

8. Cullis, J.O. 2011. Diagnosis and Management of Anemia of Chronic Disease. Brithish Journal of Haematology. Available from: https://s3.amazonaws.com/objects.readcube.com/articles/downloaded/wiley/c819f1322b5e4b6226b61fb833994b3582f73b50511abe261257a2f1054007ff.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAIJZYFKH6APDFT3HA&Expires=1445904000&Signature=wwWeCGovIZWjCTyIDo%2BSHr%2FJQW0%3D&response-content-disposition=attachment%3B%20filename%3D%22Cullis-2011-British_Journal_of_Haematology.pdf%22 [Accessed: 25 Oktober 2015]

9. Muhammad, A., Sianipar, O. 2005. Penentuan Defisiensi Besi Anemia Penyakit Kronis Menggunakan Peran Indeks Stfr-F. Available from: http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/IJCPML-12-1-03.pdf [Accessed: 24 Oktober 2015]

10. Santosh, H.N., Nagaraj T., Sasidaran, A. 2015. Anemia of Chronic Disease : A Comprehensive Review. Available from:

23

http://www.jmrps.net/eJournals/_eJournals/4_REVIEW%20ARTICLE.pdf [Accessed: 25 Oktober 2015]

24