Case 2 Dr Wayan Anemia

49
CASE II SEORANG PEREMPUAN USIA 62 TAHUN DENGAN ANEMIA DEFISIENSI BESI Oleh: Tyas Rachmani Fauziah, S.Ked J510155008 Pembimbing: dr. I Wayan Mertha, Sp. PD KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD DR HARDJONO PONOROGO FAKULTAS KEDOKTERAN

description

anemia case

Transcript of Case 2 Dr Wayan Anemia

Page 1: Case 2 Dr Wayan Anemia

CASE II

SEORANG PEREMPUAN USIA 62 TAHUN DENGAN ANEMIA

DEFISIENSI BESI

Oleh:

Tyas Rachmani Fauziah, S.Ked

J510155008

Pembimbing:

dr. I Wayan Mertha, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD DR HARDJONO PONOROGO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2015

Page 2: Case 2 Dr Wayan Anemia

CASE REPORT II

SEORANG PEREMPUAN USIA 62 TAHUN DENGAN ANEMIA

DEFISIENSI BESI

Yang diajukan oleh :

Tyas Rachmani Fauziah, S.Ked

J510155008

Telah disetujui dan disahkanoleh bagian Program Pendidikan Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta,

Pada hari Selasa, tanggal 14 Juli 2015

Pembimbing :

dr. I Wayan Mertha, Sp. PD (………………….)

Dipresentasikan dihadapan :

dr. I Wayan Mertha, Sp. PD (………………….)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2015

Page 3: Case 2 Dr Wayan Anemia

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. K

Usia : 62 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Saawoo

Agama : Islam

Status : Menikah

Pekerjaan : Petani

Suku : Jawa

Tanggal MRS : 3 Juli 2015

Tanggal periksa : 4 Juli 2015

II. ANAMNESIS PASIEN

A. Keluhan Utama

Badan terasa lemas

B. Riwayat penyakit Sekarang

Pada tanggal 3 Juli 2015, pasien perempuan berusia 62 tahun

datang ke IGD RSUD dr. Harjono Ponorogo dengan keluhan badan terasa

lemas, pusing berputar dan mata sering berkunang-kunang. Pasien

merasakan badan mudah lelah setelah melakukan aktivitas ringan, pasien

juga sering merasakan mata berkunang-kunang jika berdiri agak lama atau

jika berubah posisi dari duduk ke berdiri. Pasien juga mengalami

penurunan nafsu makan. BAB berwana seperti aspal dengan konsistensi

lembek, frekuensi 2x sehari. Keluhan lain seperti batuk (-), mual (-),

muntah (-), BAK dalam batas normal. Pasien mengaku sebelumnya sudah

pernah opname 2 kali sekitar 1 tahun yang lalu dengan keluhan yang sama

dan mendapatkan tranfusi darah sebanyak 4 kantong.

Page 4: Case 2 Dr Wayan Anemia

C. Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat Komorbid Lain : HT (-), DM (-), Jantung (-), Liver (-)

2. Riwayat Alergi : disangkal

3. Riwayat Operasi : disangkal

4. Riwayat Opname : diakui (dengan keluhan serupa)

Pasien mengaku pernah MRS dr. Harjono,

Ponorogo akibat keluhan serupa. Pada tahun 2013

pasien pernah MRS dr. Harjono, Ponorogo karena

badan lemas dan di diagnosa mengalami anemia

defisiensi besi.

5. Riwayat Trauma : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga

1. Riwayat keluarga sakit serupa : disangkal

2. Riwayat Keluarga : HT (-), DM (-), Jantung (-), Liver (-)

3. Riwayat Atopi : disangkal

E. Riwayat Kebiasaan

1. Merokok : disangkal

2. Makan pedas : disangkal

3. Minum kopi : disangkal

4. Minum teh : disangkal

5. Minum jamu : diakui (frekuensi : jarang)

III. HASIL PEMERIKSAAN FISIK PASIEN

A. Keadaan Umum

KU : Tampak lemas

Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4 V5 M6)

Gizi : Cukup

Page 5: Case 2 Dr Wayan Anemia

B. Vital Sign

Tekanan Darah : 150/100 mmHg

Nadi : 96x/menit

RR : 22x/ menit

Suhu : 36,5 ◦C

C. Status Generalis

1. Kepala : mesochepal, deformitas (-), konjungtiva anemis (+/+),

sclera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+).

2. Leher : deviasi trakhea (-), peningkatan JVP (-), pembesaran

kelenjar limfe (-)

3. Thoraks

a) Inspeksi : kelainan bentuk (-), simetris, ketinggalan gerak kedua

sisi paru (-), retraksi otot-otot pernafasan (-), massa (-).

b) Palpasi :

Ketinggalan Gerak

Anterior : Posterior :

-- --

-- --

-- --

Fremitus

Anterior : Posterior :

NN NN

NN NN

NN NN

Page 6: Case 2 Dr Wayan Anemia

c) Perkusi :

Anterior : Posterior :

Sonor Sonor

Sonor Sonor

Sonor Sonor

d) Auskultasi

Anterior : Posterior :

Vesikuler Vesikuler

Vesikuler Vesikuler

Vesikuler Vesikuler

Suara tambahan : Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)

4. Jantung

1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

2) Palpasi : Ictus cordis kuat angkat

3) Perkusi :

Batas kiri jantung :

Atas : SIC III sinistra di linea parasternalis sinistra

Bawah : SIC VI sinistra linea midclavicula sinistra

Batas kanan jantung :

Atas : SIC III dekstra di linea parasternalis dekstra

Bawah : SIC V dekstra linea midclavicula dekstra

4) Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, intensitas S1 sama

dengan S2, murmur (-), tidak ada suara tambahan S3-S4, gallop (-).

5. Abdomen

1) Inspeksi : distensi (-).

2) Auskultasi : peristaltik (+) normal, metallic sound (-)

Page 7: Case 2 Dr Wayan Anemia

3) Perkusi : timpani

4) Palpasi : supel, nyeri tekan (-), lien, hepar dan ren tidak teraba.

6. Ekstremitas

1) Ekstremitas Superior : Akral hangat, edema (-/-), kuku pucat (+),

clubbing finger (-), pitting edema (-/-), palmar eritema (-/-).

2) Ekstremitas Inferior : Akral hangat, edema (-/-), kuku pucat (+),

clubbing finger (-), pitting edema (-/-), palmar eritema (-/-).

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Darah Lengkap

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Leukosit 6,3 µL 4.0-10.0

Lymph# 1,2 µL 0.8-4

Mid# 0,5 µL 0.1-0.9

Gran# 4,6 µL 2-7

Lymph% 19,1 % 20-40

Mid% 8,1 % 3-9

Gran% 72,8 % 50-70

Hb 5,5 g/dl 11-16

Rbc 2,80 µL 3.5-5.5

Hct 17,6 % 37.0-50.0

MCV 63,0 fL 82.0-95.0

MCH 19,6 Pg 27.0-31.0

MCHC 31,2 g/dl 32.0 – 36.0

PLT 267 µL 100-300

MPV 8,6 fL 6.5-12.0

PDW 15,3 9.0-17.0

PCT 2,30 mLL 1.08-2.82

P-LCC 77 µL 30-90

Page 8: Case 2 Dr Wayan Anemia

P-LCR 28,8 % 11.0-45.0

Kimia Darah

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

TBIL 0,21 Mg/dl 0-0,35

DBIL 0,86 Mg/dl 0,2-1,2

SGOT 20,4 µL 0 – 31

SGPT 8,8 µL 0 – 31

Urea 23,61 mg/dl 10 – 50

Creat 1 mg/dl 0.7 – 1.2

UA 4,6 mg/dl 2.4 – 5.7

Chol 147 mg/dl 140 – 200

TG 89 mg/dl 36 – 165

HDL 44 mg/dl 35-150

LDL 85 mg/dl 0 – 190

ALP 170 mmol/L 135 – 279

Gamma GT 11,1 mmol/L 8-34

Alb 4,1 mmol/L 3,5-5,5

Glob 2,8 mg/dl 2-3,9

HbsAG test (-)

Pemeriksaan Feces Lengkap

Pemeriksaan Hasil

Feces lengkap

Makroskopis :

Warna Coklat

Konsistensi Lembek

Darah Negatif

Lendir Negatif

Mikroskopis :

Eritrosit 2-3

Page 9: Case 2 Dr Wayan Anemia

Leukosit 1-2

Amoeba Negatif

Kista Negatif

Telur cacing Hook worm (+)

Sisa makanan Negatif

Benzidin tes Positif (+)

Pemeriksaan EKG

Hasil analisis EKG

Irama : Normal sinus

Heart rate : 91x/menit

Axis : Normoaxis

V. RESUME DAFTAR MASALAH PASIEN

Anamnesis

a. Badan terasa lemas

b. Mata berkunang-kunang

c. Penurunan nafsu makan

Pemeriksaan fisik

a. Konjungtiva anemis (+/+)

Page 10: Case 2 Dr Wayan Anemia

b. Kuku pucat (+)

Pemeriksaan laboratorium

a. Hb : 5,5

b. FL : Telur cacing Hook Worm (+)

VI. ASSESMENT/ DIAGNOSA KERJA

Anemia defisiensi besi e.c infeksi cacing tambang

VII. POMR (Problem Oriented Medical Record)

Abnormalitas Proble

m

Assesmen

t

P. Diagnosis P. Terapi P. Monitoring

Lemas

Mata

berkunang-

kunang

Penurunan

nafsu makan

BAB berwana

seperti aspal

Konjungtiva

anemis

Hb : 5,5

FL : telur

cacing (hook

worm (+))

Anemia Anemia

Defisiensi

Besi e.c

cacing

tambang

1. TIBC,

Serum Iron

2. Hitung

retikulosit

Transfusi

PRC

Ferrous

sulphat

200mg 3

dd 1

Pirantel

pamoat 10

mg/kgBB

selama 3

hari

Edukasi

kebersihan

kaki

1. Klinis

2. Tanda-tanda

vital

3. Pemeriksaan

Fisik

4. Hitung

retikulosit

5. Hasil TIBC

dan Serum

Iron

6. Hasil FL

Page 11: Case 2 Dr Wayan Anemia

Tekanan Darah : 150/100 mmHg

Hipertensi

Hipertensi grade 1

1. Rontgen

Thorak

2. Funduskopi

3. Profil lipid

Captopril 25mg 3 dd 1

Diet rendah garam rendah lemak jenuh

1. Klinis

2. Tanda-tanda

vital

3. Pemeriksaan

Fisik

VIII. FOLLOW UP

Tanggal S O A P

5 Juli 2015 Pasien mengeluhkan badan lemas, pusing (+), nafsu makan menurun, mual (-), muntah (-), BAB dan BAK dbn.

TD : 150/100 mmHg. HR : 96x/menit. GDA : 136

Anemia defisiensi besi

Infus PZ 20tpmProsogan dripAntasida syr 3x1CKalnex 3x1 ampPRC 1 Kolf

6 Juli 2015 Pasien mengeluhkan badan lemas, pusing (+), nafsu makan menurun, mual (-), muntah (-), BAB dan BAK dbn.

TD : 150/80 mmHg. HR : 80x/menit.

Infus PZ 20tpmProsogan dripAntasida syr 3x1CKalnex 3x1 ampPRC 1 KolfAsam Folat 2x1

7 Juli 2015 Pasien mengeluhkan badan tidak terlalu lemas, pusing (-), mual (-), muntah (-), BAB dbn dan BAK terus menerus.

TD : 160/80 mmHg. HR : 68x/menit.

Infus PZ 20tpmProsogan dripAntasida syr 3x1CKalnex 3x1 ampPRC 2 KolfAsam Folat 2x1Captopril 25

Page 12: Case 2 Dr Wayan Anemia

mg 3x1

8 Juli 2015 Pasien merasakan badan tidak lemas, pusing (-), mual (-), muntah (-), BAB dan BAK dbn.

TD : 150/80 mmHg. HR : 76x/menit.Hb : 10,8

Infus PZ 20tpmProsogan dripAntasida syr 3x1CKalnex 3x1 ampAsam Folat 2x1Captopril 25 mg 3x1

Page 13: Case 2 Dr Wayan Anemia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANEMIA DEFISIENSI BESI

I. DEFINISI

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat

berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan

besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan

pembentukan hemoglobin berkurang. Ditandai oleh anemia

hipokromik mikrositer, besi serum menurun, TIBC meningkat, saturasi

transferin.

Menurut WHO dikatakan anemia bila :

. Laki dewasa : hemoglobin < 13 g/dl

. Wanita dewasa tak hamil : hemoglobin < 12 g/dl

. Wanita hamil : hemoglobin < 11g/dl

. Anak umur 6-14 tahun : hemoglobin < 12g/dl

. Anak umur 6 bulan-6 tahun : hemoglobin < 11g/dl

Kriteria klinik : untuk alasan praktis maka kriteria anemia klinik (di

rumah sakit atau praktek klinik) pada umumnya disepakati adalah :

1. Hemoglobin < 10 g/dl

2. Hematokrit < 30 %

3. Eritrosit < 2,8 juta/mm³

II. EPIDEMIOLOGI

Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan jenis anemia yang paling

banyak diderita oleh penduduk di negara berkembang, termasuk di

indonesia. Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan

lebih dari 50% penderita ini adalah ADB. Sebanyak 16-50 % laki-laki

dewasa di Indonesia menderita ADB dengan penyebab terbanyak yaitu

infeksi cacing tambang (54%) dan hemoroid (27%). 25-48 %

perempuan dewasa di Indonesia menderita ADB dengan penyebab

Page 14: Case 2 Dr Wayan Anemia

terbanyak menorraghia (33%), hemoroid (17%) dan infeksi cacing

tambang (17%). 46-92 % wanita hamil di Indonesia menderita ADB.

III. ETIOLOGI

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya

masukan besi, gangguan absorpsi serta kehilangan besi akibat

pendarahan menahun :

Kehilangan besi sebagai akibat pendarahan menahun berasal dari :

- Saluran cerna : akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau

NSAID, kanker lambung, kanker colon, divertikulosis, hemoroid,

dan infeksi cacing tambang.

- Saluran genitalia perempuan : menorrhagia, atau metrorhagia

- Saluran kemih : hematuria

- Saluran nafas : hemoptoe

Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau

kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak

serat, rendah vitamin C , dan rendah daging).

Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas anak dalam masa

pertumbuhan dan kehamilan.

Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.

Pada orang dewasa anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik

hampir indentik dengan pendarahan menahun. Faktor nutrisi atau

peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab

pendarahan paling sering pada laki-laki ialah pendarahan

gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing

tambang. Sedangkan pada perempuan dalam masa reproduksi paling

sering karena meno-metrorhgia.

Penurunan absorpsi zat besi, hal ini terjadi pada banyak keadaan klinis.

Setelah gastrektomi parsial atau total, asimilasi zat besi dari makanan

terganggu, terutama akibat peningkatan motilitas dan by pass usus halus

proximal, yang menjadi tempat utama absorpsi zat besi. Pasien dengan

Page 15: Case 2 Dr Wayan Anemia

diare kronik atau malabsorpsi usus halus juga dapat menderita

defisiensi zat besi, terutama jika duodenum dan jejunum proximal ikut

terlibat. Kadang-kadang anemia defisiensi zat besi merupakan pelopor

dari radang usus non tropical (celiac sprue).

Yang beresiko mengalami anemia defisiensi zat besi:

Wanita menstruasi

Wanita menyusui atau hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi

Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan yang

cepat

Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi,

jarang makan daging dan telur selama bertahun-tahun.

Menderita penyakit maag.

Penggunaan aspirin jangka panjang

Kanker kolon

Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat digantikan

dengan brokoli dan bayam.

IV. PATOFISIOLOGI

A. METABOLISME BESI

Besi merupakan trace element yang sangat dibutuhkan oleh tubuh

untuk pembentukan hemoglobin, mioglobin dan berbagai enzim.

Besi di alam terdapat dalam jumlah yang cukup berlimpah. Dilihat

dari segi evolusinya alat penyerapan besi dalam usus, maka sejak

awal manusia dipersiapkan untuk menerima besi yang berasal dari

sumber hewani, tetapi kemudian pola makanan berubah di mana

sebagian besar berasal dari sumber nabati, tetapi perangkat

absorpsi besi tidak mengalami evolusi yang sama, sehingga banyak

menimbulkan defisiensi besi.

B. KOMPOSISI BESI DALAM TUBUH

Besi terdapat dalam berbagai jaringan dalam tubuh :

Page 16: Case 2 Dr Wayan Anemia

a. Senyawa fungsional, yaitu besi yang membentuk senyawa yang

berfungsi dalam tubuh

b. Besi cadangan, senyawa besi yang dipersiapkan bila masukan

besi berkurang

c. Besi transport, yaitu besi yang berikatan dengan protein

tertentu dalam fungsinya untuk mengangkut besi dari satu

kompartemen ke kompartemen lainnya.

Besi dalam tubuh tidak pernah dalam bentuk logam bebas (free

icon), tetapi selalu berikatan dengan protein tertentu. Besi bebas

akan merusak jaringan, mempunyai sifat seperti radikal bebas.

C. ABSORPSI BESI

Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan

dalam usus. Untuk memasukkan besi dari usus ke dalam tubuh

diperlukan proses absorpsi. Absorpsi besi paling banyak terjadi

pada duodenum dan jejunum proksimal, disebabkan oleh struktur

epitel usus yang memungkinkan untuk itu. Proses absorpsi besi

dibagi menjadi 3 fase :

1. Fase luminal : besi dalam makanan diolah dalam lambung

kemudian siap diserap di duodenum

2. Fase mukosal : proses penyerapan dalam mukosa usus

yang merupakan suatu proses yang aktif.

3. Fase korporeal : meliputi proses transportasi besi dalam

sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel yang memerlukan serta

penyimpanan besi (storage)

Fase luminal

Besi dalam makanan terdapat 2 bentuk yaitu :

. Besi heme : terdapat dalam daging dan ikan, absorpsi tinggi,

tidak dihambat oleh bahan penghambat sehingga mempunyai

bioavailabilitas tinggi.

Page 17: Case 2 Dr Wayan Anemia

. Besi non-heme : berasal dari sumber tumbuh-tumbuhan,

absorpsi rendah, dipengaruhi oleh bahan pemacu dan

penghambat sehingga bioavailabilitasnya rendah.

Yang tergolong sebagai bahan pemacu absorpsi besi adalah “meat

factors” dan vitamin C, sedangkan yang tergolong sebagai bahan

penghambat ialah tanat, phytat, dan serat (fibre). Dalam lambung

karena pengaruh asam lambung maka besi dilepaskan dari

ikatannya dengan senyawa lain. Kemudian terjadi reduksi dari besi

bentuk feri ke fero yang siap untuk diserap.

Fase mukosal

Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan

jejenum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses

yang sangat kompleks. Dikenal adanya mucosal block, suatu

mekanisme yang dapat mengatur penyerapan besi melalui mukosa

usus.

Fase korporeal

Besi setelah diserap oleh eritrosit (epitel usus), melewati bagian

basal epitel usus, memasuki kapiler usus, kemudian dalam darah

diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Transferin akan

melepaskan besi pada sel RES melalui proses pinositosis.

Banyaknya absorpsi besi tergantung pada

1. Jumlah kandungan besi dari makanan

2. Jenis besi dalam makanan : besi heme atau besi non-heme

3. Adanya bahan penghambat atau pemacu absorpsi dalam

makanan

4. Kecepatan eritropoesis

D. SIKLUS BESI DALAM TUBUH

Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup

yang diatur oleh besarnya besi yang diserap usus, sedangkan

kehilangan besi fisiologik bersifat tetap. Besi yang diserap setiap

hari berkisar antara 1-2 mg, ekskresi besi terjadi dalam jumlah

Page 18: Case 2 Dr Wayan Anemia

yang sama melalui eksfoliasi epitel. Besi dari usus dalam bentuk

transferin akan bergabung dengan besi yang dimobilisasi dari

makrofag dalam sumsum tulang sebesar 22 mg untuk dapat

memenuhi kebutuhan eritropoesis sebanyak 24 mg/hari. Eritrosit

yang terbentuk secara efektif yang akan beredar melalui sirkulasi

memerlukan besi 17 mg, sdeangkan besi sebesar 7 mg akan

dikembalikan ke makrofag karena terjadinya hemolisis infektif

(hemolisis intramedular). Besi yang dapat pada eritrosit yang

beredar, setelah mengalami proses penuaan juga akan

dikembalikan pada makrofag sumsum tulang sebesar 17 mg.

Sehingga dengan demikian dapat dilihat suatu lingkaran tertutup

(closed circuit) yang sangat efisien

V. KLASIFIKASI

Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi

dapat dibagi menjadi 3 tingkatan :

1. Deplesi besi (iron depleted state) : cadangan besi menurun tetapi

penyediaan besi untuk eritropoesis belum terganggu.

2. Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient erythropoesis) : cadangan

besi kosong, penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum

timbul anemia secara laboratorik.

3. Anemia defisiensi besi : cadangan besi kosong disertai anemia.

VI. PATOGENESIS

Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau

kebutuhan besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga

cadangan besi makin menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan

ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif, yaitu tahap deplesi besi

(iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin

Page 19: Case 2 Dr Wayan Anemia

serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi

dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus

maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi

untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada

bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini

disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan

pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin

atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun

dan kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity = TIBC)

meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila

penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin

terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya

timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia

defisiensi besi (iron deficiency anemia). Pada saat ini juga terjadi

kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat

menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai

gelaja lainnya.

VII. MANIFESTASI KLINIS

1. Gejala Umum Anemia

Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic

syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar

hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah,

lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga

mendenging. Anemia bersifat simptomatik jika hemoglobin < 7

Page 20: Case 2 Dr Wayan Anemia

gr/dl, maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas. Pada

pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada

konjungtiva dan jaringan di bawah kuku.

2. Gejala Khas Defisiensi Besi

Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak

dijumpai pada anemia jenis lain adalah :

a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi

rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip

sendok.

Koilonychia (kuku sendok)

b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan

mengkilap karena papil lidah menghilang.

glossitis karena atrofi papil lidah

Page 21: Case 2 Dr Wayan Anemia

c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan

pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna

pucat keputihan.

Angular cheilosis / stomatitis angularis

d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel

hipofaring.

Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson

Kelly adalah kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik

mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.

3. Gejala penyakit dasar

Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit

yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya

pada anemia akibat cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis

membengkak, dan kulit telpak tangan berwarna kuning seperti

jerami. Pada anemia karena pendarahan kronik akibat kanker kolon

dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang besar atau gejala lain

tergantung dari lokasi tersebut.

VIII. DIAGNOSIS

Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan

anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan

laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap diagnosis anemia

defisiensi besi. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia

Page 22: Case 2 Dr Wayan Anemia

dengan mengukur kadar hemoglobin atau hematokrit. Cut off point

anemia tergantung kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua

adalah memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga

adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.

Secara laboratorium untuk menegakkan diagnosis anemiia defisiensi

besi (tahap satu dan tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia

defisiensi besi modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut :

Anemia hipokromik mikrositer pada apusan darah tepi, atau MCV <

80 fl dan MCHC < 31 % dengan salah satu dari a, b, c atau d :

a. Dua dari parameter ini : Besi serum < 50 mg/dl, TIBC > 350 mg/dl,

Saturasi transferin < 15% atau

b. Serum feritinin < 20 g/dl atau

c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (perl’s stain)

menunjukan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif atau

d. Dengan pemberian sulfas fenosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi

lain yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin

lebih dari 2 g/dl.

Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab

defisiensi besi. Tahap ini merupakan proses yang rumit yang

memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tetapi merupakan tahap yang

sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta

kemungkinan untuk dapat menemukan sumber pendarahan yang

membahayakan. Meskipun dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20

% kasus anemia defisiensi besi tidak diketahui penyebabnya.

Anemia akibat cacing tambang (hookworm anemia) adalah anemia

defisiensi besi yang disebabkan oleh karena infeksi cacing tambang

berat (TPG > 2000). Pada suatu penelitian di Bali, anemia akibat

cacing tambang dijumpai pada 3,3 % pasien infeksi cacing tambang

atau 12,2% dari 123 kasus anemia defisiensi besi yang dijumpai. Jika

tidak ditemukan pendarahan yang nyata, dapat dilakukan tes darah

Page 23: Case 2 Dr Wayan Anemia

samar (occult blood test) pada feses, dan jika terdapat indikasi

dilakukan endoskopi saluran cerna atas atau bawah.

Pada pemeriksaan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang

dapat dijumpai adalah :

1. Pengukuran kadar hemoglobin dan indeks eritrosit didapatkan

anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar

hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH

menurun. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi

besi dan thalasemia major. MCHC menurun pada defisiensi yang

lebih berat dan berlangsung lama. RDW (red cell distribution

witdh) meningkat yang menandakan adanya anisositosis.

Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi besi. Kadar

hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala

anemia yang menyolok karena anemia timbul perlahan-lahan.

Hapusan darah mennunjukan anemia hipokromik mikrositer,

anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel target dan sel pensil.

Leukosit dan trombosit normal. Pada kasus ankilostomiasis sering

disertai eosinofilia.

2. Kadar besi serum menurun < 50 g/dl, TIBC meningkat > 350

g/dl, dan saturasi transferin < 15 %

3. Kadar serum feritinin < 20 g/dl.

4. Protoforfirin eritrosit meningkat ( > 100 g/dl)

5. Sumsum tulang menunjukan hiperplasia normoblastik dengan

normoblast kecil-kecil (micronormoblast) dominan.

6. Pada laboratorium yang maju dapat diperiksa reseptor transferin

kadar reseptor transferin meningkat.

7. Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (perl’s stain)

menunjukan cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin

negatif).

8. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia

defisiensi besi antara lain :

Page 24: Case 2 Dr Wayan Anemia

- Pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya

dilakukan pemeriksaan semikuantitatif (Kato Katz)

- Pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium

intake dan barium inloop.

Hemoglobin and Hematocrit Values Diagnostic of Anemia

IX. DIAGNOSIS BANDING

Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik

lainnya seperti : anemia akibat penyakit kronik, thalassemia, anemia

sideroblastik.

Page 25: Case 2 Dr Wayan Anemia

Diagnosis Banding Anemia Defisiensi Besi

Anemia

defisiensi

besi

Anemia

akibat

penyakit

kronik

ThalassemiaAnemia

sideroblastik

Derajat

anemia

Ringan-berat Ringan Ringan Ringan-berat

MCV Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N

MCH Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N

Besi serumMenurun <

30

Menurun <

50

Normal/ Normal/

TIBCMeningkat >

360

Menurun <

300

Normal/ Normal/

Saturasi

transferin

Menurun

< 15 %

Menurun/N

10-20

Meningkat

>20%

Meningkat

>20 %

Besi sumsum

tulang

Negatif Positif Positif kuat Positif dengan

ring

sideroblast

Protoporfirin

eritrosit

Meningkat Meningkat Normal Normal

Feritinin

serum

Menurun

< 20 g/l

Normal

20-200 g/l

Meningkat

>50 g/l

Meningkat

>50 g/l

Elektofoesis- N N Hb. A2 N

Page 26: Case 2 Dr Wayan Anemia

Hb meningkat

X. PENATALAKSANAAN

Terapi terhadap anemia defisiensi besi dapat berupa :

1. Terapi kausal : tergantung penyebab, misalnya ; pengobatan cacing

tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal

harus dilakukan kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.

2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam

tubuh (iron replacemen theraphy).

a. Terapi besi per oral : merupakan obat piliham pertama (efektif,

murah, dan aman). Preparat yang tersedia : ferrosus sulphat

(sulfas fenosus). Dosis anjuran 3 x 200 mg. Setiap 200 mg sulfas

fenosus mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfas

fenosus 3 x 200 mg mengakibatkan absorpsi besi 50 mg/hari

dapat meningkatkan eritropoesis 2-3 kali normal.

Preparat yang lain : ferrosus gluconate, ferrosus fumarat, ferrosus

lactate, dan ferrosus succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal,

tetapi efektivitas dan efek samping hampir sama dengan

sulfasfenosus.

b. Terapi besi parenteral

Terapi ini sangat efektif tetapi efek samping lebih berbahaya, dan

lebih mahal. Indikasi :

. intoleransi terhadap pemberian oral

. kepatuhan terhadap berobat rendah

. gangguan pencernaan kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika

diberikan besi

. penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada gastrektomi

. keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak

cukup dikompensasi oleh pemberian besi oral.

Page 27: Case 2 Dr Wayan Anemia

. Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada

kehamilan trisemester tiga atau sebelum operasi.

. Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin

pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit

kronik.

Preparat yang tersedia : iron dextran complex (mengandung 50

mg besi/ml) iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru

adalah iron ferric gluconate dan iron sucrose yang lebih aman.

Besi parental dapat diberikan secara intrauskular dalam atau

intravena. Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi

anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri

perut dan sinkop.

Terapi besi parental bertujuan untuk mengembalikan kadar

hemoglobin dan mengisi besi sebesar 500 sampai 1000 mg.

Dosis yang diberikan dapat dihitung melalui rumus berikut :

Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau diberikan dalam beberapa

kali pemberian.

c. Pengobatan lain

. Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi

protein terutama yang berasal dari protein hewani.

. Vitamin c : vitamin c diberikan 3 x 100 mg/hari untuk

meningkatkan absorpsi besi.

. Transfusi darah : anemia defisiensi besi jarang memerlukan

transfusi darah. Indikasi pemberian transfusi darah pada

anemia defisiensi besi adalah :

- Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah

jantung.

Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg

Page 28: Case 2 Dr Wayan Anemia

- Anemia yang sangat simpomatik, misalnya anemia dengan

gejala pusing yang sangat menyolok.

- Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang

cepat seperti pada kehamilan trisemester akhir atau

preoperasi.

Respon terhadap terapi

Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang penderita

dinyatakan memberikan respon baik bila : Retikulosit naik pada

minggu pertama, menjadi normal setelah hari 10-14 diikuti

kenaikan Hb 0,15 g/hari. Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10

minggu.

Jika respon terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan :

1. Dosis besi kurang

2. Masih ada pendarahan cukup banyak

3. Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum

4. Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik, peradangan

menahun, atau pada saat yang sama ada defisiensi asam folat.

5. Diagnosis defisiensi besi salah

Jika dijumpai keadaan diatas maka, lakukan evaluasi kembali dan

ambil tindakan yang tepat.

XI. KOMPLIKASI

Anemia kekurangan zat besi mengurangi kinerja dengan

memaksa otot tergantung, pada tingkat yang lebih besar dari

pada orang sehat, setelah metabolisme anaerobik. Hal ini

diyakini terjadi karena kekurangan zat besi yang mengandung

Page 29: Case 2 Dr Wayan Anemia

enzim pernafasan sebagai penyebab lebih utama daripada

anemia.

Anemia yang parah dapat menghasilkan hipoksemia dan

meningkatkan terjadinya insufisiensi koroner dan iskemia

miokard. Demikian pula, dapat memperburuk status paru

pasien dengan penyakit paru kronis.

Kerusakan struktur dan fungsi jaringan epitel dapat diamati

pada pasien kekurangan zat besi. Kuku menjadi rapuh atau

longitudinal bergerigi dengan perkembangan koilonychia (kuku

sendok). Lidah dapat menunjukkan atrofi papila lingual dan

kelihatan mengkilap. Angular stomatitis dapat terjadi dengan

celah di sudut mulut. Disfagia mungkin terjadi bila memakan

makanan padat, dengan anyaman (webbing) dari mukosa pada

persimpangan hipofaring dan esofagus (Plummer-Vinson

sindrom); ini telah dikaitkan dengan karsinoma sel skuamosa

daerah esofagus. Atrophic gastritis terjadi pada defisiensi zat

besi dengan kehilangan progresif sekresi asam, pepsin, dan

faktor intrinsik dan pembentukan antibodi terhadap sel parietal

lambung. Vili usus kecil menjadi tumpul.

Intoleransi terhadap dingin berkembang pada satu dari lima

pasien dengan anemia kekurangan zat besi kronis dengan

manifestasi gangguan vasomotor, nyeri neurologik, atau mati

rasa dan kesemutan.

Gangguan fungsi kekebalan dilaporkan pada pasien yang

kekurangan zat besi, dan ada laporan bahwa pasien rentan

terhadap infeksi, namun bukti bahwa ini adalah langsung

disebabkan oleh kekurangan zat besi tidak meyakinkan karena

adanya faktor lain.

Anak-anak kekurangan zat besi mungkin menunjukkan

gangguan perilaku. Perkembangan neurologis akan terganggu

pada bayi dan kinerja skolastik berkurang pada anak usia

Page 30: Case 2 Dr Wayan Anemia

sekolah. IQ anak-anak sekolah kekurangan zat besi dilaporkan

sebagai signifikan kurang dari rekan-rekan nonanemia.

Gangguan perilaku bermanifestasi sebagai gangguan defisit

perhatian. Pertumbuhan terganggu pada bayi dengan defisiensi

besi.

Masalah jantung. Anemia kekurangan zat

besi dapat menyebabkan detak jantung yang cepat atau tidak

teratur. Jantung harus memompa darah lebih banyak untuk

mengkompensasi kekurangan oksigen yang dibawa oleh darah.

Hal ini dapat menyebabkan pembesaran

jantung atau gagal jantung.

Masalah selama kehamilan. Pada wanita hamil, anemia

defisiensdi besi dikaitkan dengan kelahiran prematur dan bayi

berat badan lahir rendah. Tetapi kondisi ini mudah dicegah

pada wanita hamil yeng menerima suplemen zat besi sebagai

bagian dari perawatan pralahir mereka.

XII. PENCEGAHAN

Tindakan pencegahan berupa :

1. Pendidikan kesehatan :

a. kesehatan lingkungan (misalnya tentang pemakaian jamban),

lingkungan kerja ( misalnya pemakaian alas kaki)

b. penyuluhan gizi : untuk mendorong konsumsi makanan yang

membantu absorpsi besi

2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber pendarahan

kronik paling sering pada di daerah tropik. Pengendalian infeksi

cacing tambang dapat dilakukan dengan pengobatan massal dengan

antelhemik dan perbaikan sanitasi.

3. Suplementasi besi, yaitu pemberian besi profilaksis terutama untuk

segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak. Di

Page 31: Case 2 Dr Wayan Anemia

indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak balita memakai

pil besi dan folat.

4. Forfolitas bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada

bahan makanan. Di negara barat dilakukan dengan mencampur tepung

untuk roti atau bubuk susu dengan besi.

Page 32: Case 2 Dr Wayan Anemia

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien perempuan berusia 62 tahun datang ke IGD RSUD dr. Harjono Ponorogo

dengan keluhan badan terasa lemas, pusing dan mata sering berkunang-kunang.

Pasien merasakan badan mudah lelah setelah melakukan aktivitas ringan, pasien

juga sering merasakan mata berkunang-kunang jika berdiri agak lama atau jika

berubah posisi dari duduk ke berdiri. Pasien juga mengalami penurunan nafsu

makan. BAB berwana seperti aspal dengan konsistensi lembek, frekuensi 2x

sehari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis (+/+) dan kuku

pucat (+). Pada pemeriksaan laboratorium Hb : 5,5 dan Feces lengkap telur cacing

Hookworm (+).

Badan yang terasa lemas yang dialami pasien disebabkan oksigen merupakan

molekul yang berperan penting dalam proses metabolisme aerobik tubuh. Oksigen

merupakan reseptor elektron terakhir dalam proses tersebut. Untuk

menghancurkan 1 molekul glukosa, diperlukan 6 molekul oksigen. Hal ini setara

sekitar 200-250 ml oksigen per menit dan dapat meningkat sampai 2-3 L er menit

saat beraktivitas berat. Dari proses aerobik, akan dihasilkan ATP sebanyak 36

molekul. Pada anemia defisiensi besi terjadi penurunan kadar hemoglobin di

dalam eritosit, hemoglobin merupakan transporter oksigen yang utama dari paru-

paru ke semua jaringan tubuh. Akibatnya terjadi penurunan kemampuan

oksigenasi jaringan sehingga beberapa jaringan akan mengalami kekurangan

oksigen. Pada saat kekurangan oksigen, sebagian jaringan tubuh akan melakukan

metabolisme secara anaerob. Dari proses ini, hanya dihasilkan ATP sebanyak 2

molekul dari setiap molekul dari setiap molekul glukosa. Akibatnya, jaringan akan

kekurangan ATP yang merupakan sumber energi. Hal inilah yang menyebabkan

pasien merasa lemas.

Defisiensi juga dapat menimbulkan penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom,

dan gliserofosfat oksidase, menyebabkan gangguan gliolisis yang berakibat

penumpukan asam laktat sehingga pasien mudah kelelahan saat melakukan

aktivitas yang ringan.

Page 33: Case 2 Dr Wayan Anemia

Penurunan nafsu makan terjadi karena bahan pembentuk eritrosit yang bertugas

beredar pada aliran darah mengalami defisiensi besi sehingga menekan pusat rasa

lapar di central pusat limbik temporal.

Konjungtiva anemis dan jaringan di bawah kuku yang pucat dikarenakan

kurangnya suplai oksigen yang dibawa oleh hemoglobin ke jaringan-jaringan

perifer.

Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil Hb : 5,5 dan feces lengkap telur

cacing Hook worm (+). Infeksi cacing tambang menyebabkan terjadinya anemia

defisiensi besi. Anemia yang terjadi disebabkan karena cacing tambang

mengambil makanan dari darah dengan cara merusak kapiler darah pada mukosa

usus halus mengakibatkan perdarahan gastrointestinal, hilangnya protein serum,

dan inflamasi pada usus halus. Perdarahan yang terjadi terus menerus dapat

dimanifestasikan dengan terjadinya melena.

Page 34: Case 2 Dr Wayan Anemia

DAFTAR PUSTAKA

1. Harrison’s; Anemia; Principles of Internal Medicine, 16th edition;

International edition; 1998; page 335-339.

2. Soeparman, Sarwono Waspadji; Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Balai Penerbit

FKUI Jakarta; 1990; hal. 393-441.

3. Prie S.A, dkk. Hematologi. Patofisiologi buku 2 Konsep Klinis Proses Proses

Penyakit . jakarta : EGC 195. Cetakan I.

4. Hoffbrand, AV. et all. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC.

5. Mansjoer, Arif et al. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Edisi Ketiga.

Jakarta