BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Gagal Ginjal...

23
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Gagal Ginjal Kronik 2.1.1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2002). Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat peristen dan ireversibel, gangguan fungsi ginjal yang terjadi penrunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. ( Mansjoer, A; 2001). 2.1.2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik CRF dapat disebabkan oleh penyakit sistemik diantaranya adalah sebagai berikut: Glomerulonefritis, Nefropati analgesic, Nefropati refluks, Ginjal polikistik, Nefropati diabetic, Hipertensi. (Mansjoer, dkk 2000 : 532) 2.1.3. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronik terjadi stelah ginjal atau salurannya mengalami berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Dimana penyakit ini lebih banyak diparenkin ginjal, meskipun demikian lesi obstruksi pada saluran kemih juga dapat menyebabkan gagal ginjal kronik. Perjalanan umum penyakit gagal ginjal

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Gagal Ginjal...

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Gagal Ginjal Kronik

2.1.1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan

fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,

menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).

(Brunner & Suddarth, 2002).

Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat peristen

dan ireversibel, gangguan fungsi ginjal yang terjadi penrunan laju filtrasi

glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. ( Mansjoer, A;

2001).

2.1.2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik

CRF dapat disebabkan oleh penyakit sistemik diantaranya adalah sebagai

berikut: Glomerulonefritis, Nefropati analgesic, Nefropati refluks, Ginjal

polikistik, Nefropati diabetic, Hipertensi. (Mansjoer, dkk 2000 : 532)

2.1.3. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik terjadi stelah ginjal atau salurannya mengalami berbagai

macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Dimana penyakit ini lebih banyak

diparenkin ginjal, meskipun demikian lesi obstruksi pada saluran kemih juga

dapat menyebabkan gagal ginjal kronik. Perjalanan umum penyakit gagal ginjal

9

kronik dikutip dari Bruner and Sudarth, 2001, dalam Suzzane, 2002, dapat dibagi

menjadi beberapa tahapan :

2.1.3.1 Fungsi renal menurun. Produk akhir metabolisme protein (yang

normalnya dieskresikan ke dalam urin ) tertinbun dalam darah. Terjadi

uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak

timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat.

2.1.3.2 Gangguan klinis renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal

sebagai akibat penurunan laju glomerulus yang berfungsi, yang

menyebabkan penurunan kliren substansi darah yang seharusnya

dibersihkan oleh ginjal. Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat tidak

berfungsinya glomerulus) klirens kreatinin akan menurun dan kadar

kreatinin serum akan meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator

yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi

secara konstan oleh tubuh.

2.1.3.3 Retensi cairan dan natrium. Ginjal juga tidak mampu mengkonsetrasikan

dan mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir,

respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan

elektrolit, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan,

meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongestif, dan

hipertensi.

2.1.3.4 Asidosis metabolik. Dengan berkembangnya penyakit renal, terjadi

asidosis metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal

mengeksresikan (H+) yang berlebihan.

10

2.1.3.5 Anemia. Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang

tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan

kecenderungan mengalami perdarahan akibat status uremik pasien.

2.1.3.6 Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat. Abnormalitas lain dari gagal

ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar

serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik,

jika salah satunya meningkat yang lainnya akan menurun.

2.1.4. Manifestasi Klinik

Karena pada gagal ginjal kronik setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh

kondisi uremia, maka pasien akan memperlihatkan tanda dan gejala. Tanda dan

gejala yang ditimbulkan menurut Bruner and Sudarth, (2002) yaitu :

1. Manifestasi kardiovaskuler. Pada gagal ginjal kronik mencakup hipertensi,

gagal jantung kongesti, oedema pulmoner, dan perikarditis.

2. Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah dan

butiran uremi.

3. Gejala gastrointestinal, juga sering terjadi yang mencakup anoreksia, mual,

muntah, dan cegukan.

2.1.5 Komplikasi

1. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme

dan masukan diit berlebih.

2. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah

uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

11

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-

angiotensin-aldosteron.

4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah

merah.

5. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum

rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.

6. Asidosis metabolik, Osteodistropi ginjal Sepsis, Neuropati perifer,

Hiperuremia.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Suyono, S., (2001) untuk memperkuat diagnosis diperlukan

pemeriksaan penunjang, diantaranya :

1) Pemeriksaan Laboratorium

Pemerikasaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya gagal

ginjal kronik, menetapkan ada tidaknya kegawatan, menetukan derajat

gagal ginjal kronik, menetapkan gangguan sistem dan membantu

menetapkan etiologi. Dalam menetapkan ada atau tidaknya gagal ginjal,

tidak semua faal ginjal perlu diuji. Untuk keperluan praktis yang paling

lazim diuji adalah laju filtrasi glomerulus (LFG)

2) Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)

Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda

perikarditis (misalnya voltase rendah), aritmia, dan gangguan elektrolit

(hiperkalemia, hipokalsemia).

12

3) Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan

parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal,

kandung kemih serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari

adanya faktor yang reversible seperti obstruksi oleh karena batu atau

massa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal

yang lisut). USG ini sering dipakai karena merupakan tindakan yang

non-invasif dan tidak memerlukan persiapan khusus.

4) Foto Polos Abdomen

Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi dapat memperburuk fungsi

ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau

obstruksi lain.

5) Pemeriksaan Pielografi Retrogad

Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible.

6) Pemeriksaan Foto Dada

Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat penumpukan cairan

(fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikardial.

2.1.7 Penatalaksanaan

Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu tindakan

konservatif dan dialysis atau transplantasi ginjal :

1. Terapi konservatif

Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau

memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif :

13

Pengobatan :

a. Pengaturan diet protein, Kalium, Natrium dan Cairan

b. Pencegahan dan Pengobatan Komplikasi

1) Hipertensi

Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan cairan.

Pemberian obat antihipertensi : metildopa (aldomet), propranolol,

klonidin (catapres)

2) Hiperkalemia

Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin

intravena, yang akan memasukkan K+ ke dalam sel, atau dengan

pemberian kalsium Glukonat 10%.

3) Anemia

Pengobatannya adalah pemberian hormon eritropoetin, yaitu

rekombinan eritropeitin (r-EPO) (Escbach et al, 1987), selain

dengan pemberian vitamin dan asam folat, besi dan transfusi darah.

4) Asidosis

5) Diet rendah fosfat

6) Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat

fosfat di dalam usus. Gel yang dapat mengikat fosfat harus di

makan bersama dengan makanan.

7) Pengobatan Hiperurisemia

Obat pilihan hiperurisemia pada penyakit ginjal lanjut adalah

pemberian alopurinol. Obat ini mengurangi kadar asam urat dengan

14

menghambat biosintesis sebagian asam urat total yang dihasilkan

tubuh.

2. Dialisis dan Transplantasi

Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialysis dan

transplantasi ginjal. Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan

penderita dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal.

Dialisis dilakukan apabila kadar kreatinin serum biasanya diatas

6mg/100ml pada laki-laki atau 4 ml/100 ml pada wanita, dan GFR kurang dri

4 ml /menit ( Suharyanto dan Madjid, 2009 : 189-192).

2.2. Hemodialisa

2.2.1. Pengertian Hemodialisa

Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi

sampah buangan. Hemodialisa digunakan bagi pasien dengan tahap akhir

gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis

waktu singkat ( Nursalam,2008).

Hemodialisis adalah cara terpilih pada pasien yang mempunyai

laju katabolisme tinggi dan secara hemodinamik stabil ( Stein, 2011).

2.2.2. Prosedur Hemodialisa

Perawatan sebelum hemodialisa

a. Sambungkan selang air dari mesin hemodialisa.

b. Kran air dibuka.

c. Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar atau

saluran pembuangan.

15

d. Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak.

e. Hidupkan mesin.

f. Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit.

g. Matikan mesin hemodialisis.

h. Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat.

i. Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin

hemodialisis.

j. Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap).

Menyiapkan sirkulasi darah

a. Bukalah alat-alat dialisat dari setnya.

b. Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi „inset‟ (tanda merah)

diatas dan posisi „outset‟ (tanda biru) dibawah.

c. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung ,,inset‟ dari dialiser.

d. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung „outset‟ dari dialiser dan

tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah.

e. Set infuse ke botol NaCl 0,9%-500 cc.

f. Hubungkan set infuse ke slang arteri.

g. Bukalah klem NaCl 0,9%. Isi slang arteri sampai keujung selang lalu klem.

h. Memutarkan letak dialiser dengan posisi „inset‟ dibawah dan „ouset‟ diatas,

tujuannya agar dialiser bebas dari udara.

i. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin.

j. Buka klem dari infuse set ABL, UBL.

16

k. Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt, kemudian

naikkan secara bertahap sampai 200 ml/mnt.

l. Isi buble tap dengan NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan.

m. Memberikan tekanan secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan udara

dari dalam dialiser, dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara (tekanan

tidak lebih dari 200 mmHg).

n. Melakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc

yang terdapat pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur.

o. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru.

p. Sambungkan ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan

menggunakan konektor.

q. Menghidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20

menit, untuk dialiser reuse dengan aliran 200-250 ml/mnt.

r. Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana „inset‟ diatas dan

„outset‟ dibawah.

s. Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit

siap untuk dihubungkan dengan pasien (soaking).

Persiapan pasien.

a. Menimbang BB

b. Mengatur posisi pasien.

c. Observasi KU

d. Observasi TTV

17

e. Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya

mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini:

1. Dengan interval A-V Shunt/fistula simino

2. Dengan eksternal A-V Shunt/schungula.

3. Tanpa 1-2 (vena pulmonalis).

2.2.3. Tujuan Hemodialisa

Tujuan Hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen

yang toksik dari dalam tubuh dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada

hemodilisis, aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen

dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser tempat darah tersebut dibersihkan

dan dikembalikan lagi kedalam tubuh pasien (Smeltzer dan Bare, 2002)

2.2.4. Indikasi Hemodialisa

Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk

sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan

memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi :

1. BUN > 100 mg/dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )

2. Ureum > 200 mg%

3. Kreatinin > 100 mg %

4. Hiperkalemia > 17 mg/liter

5. Asidosis metabolik dengan pH darah < 72

6. Sindrom kelebihan air

7. Intoksikasi obat jenis barbiturat

18

2.2.5. Proses Hemodialisa

Secara keseluruhan sistem hemodialisa terdiri dari 3 elemen dasar ,yaitu

sistem sirkulasi darah diluar tubuh (ekstrakorporeal), dialiser, dan sistem sirkulasi

dialisat.

1. Sistem Sirkulasi Darah Ekstrakorporeal

Selama hemodialisa darah pasien mengalir dari tubuh kedalam dialiser

melalui akses arteri, kemudian kembali ke tubuh melalui selang vena dan

akses vena. Sistem sirkulasi darah di luar tubuh ini disebut sistem sirkulasi

darah extra corporal

2. Dialiser

Dialiser adalah suatu alat berupa tabung atau lempeng, terdiri dari

kompartemen darah dan kompartemen dialisat yang dibatasi oleh membran

semipermieabel. Di dalam dialiser ini terjadi proses pencucian darah melalui

proses difusi dan ultrafiltrasi, sehingga dihasilkan darah melalui yang sudah”

bersih” dari zat-zat yang tidak dikehendaki.

3. Sistem Sirkulasi Dialisat

Dialisat adalah cairan yang digunakan dalam proses diálisis. Dialisat

dialirkan ke dalam kompartemen pada dialiser dengan kecepatan tinggi. (1,5

x 500 ml/ mnt).

19

2.2.6. Prinsip Hemodialisis

1. Akses Vaskuler :

Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik

biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf sementara. Akut

memiliki akses temporer seperti vascoth.

2. Membran semi permeable

Hal ini ditetapkan dengan dialiser aktual dibutuhkan untuk mengadakan kontak

diantara darah dan dialisat sehingga dialisis dapat terjadi.

3. Difusi

Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan

pemindahan zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang

konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi

tercipta antara darah dan dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut

yang diinginkan. Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan.

4. Konveksi

Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan

mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut.

5. Ultrafiltrasi

Proses dimana cairan dipindahkan saat dialisis dikenali sebagai ultrafiltrasi

artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe

dari tekanan dapat terjadi pada membran :

a. Tekanan positif merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan

dalam membran. Pada dialisis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan

20

resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan positif

“mendorong” cairan menyeberangi membran.

b. Tekanan negatif merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membran

oleh pompa pada sisi dialisat dari membran tekanan negatif “menarik”

cairan keluar darah.

c. Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang

berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut.

Larutan dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari

larutan lain dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan membrane

permeable terhadap air.

2.3. Tinjauan Umum Tentang Psikologi

2.3.1. Pengertian Psikologi

Psikologi berasal bahasa Yunani “pshyce” yang artinya jiwa dan “logos”

yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi (menurut arti kata) psikologi

artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam

gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya (Ahmadi,2007).

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku. Semua perilaku

merupakan cerminan jiwa. Jiwa tidak dapat dilihat., tetapi dapat dimanifestasikan

dalam perilaku. Meski perilaku merupakan manifestasi atau wujud penampilan

dari kondisi kejiwaan, namun tidak berarti bahwa kondisi kejiwaan yang sama

akan menghasilkan perilaku yang sama.

Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku dan proses

mental. Psikologi juga memberikan pengertian yang lebih baik mengenai sebab-

21

sebab mengapa orang berpikir dan bertindak seperti yang dilakukan dan

memberikan pandangan untuk menilai sikap dan reaksi yang anda lakukan.

(Atkinson, A; 2002).

2.3.2. Pengertian Psikologi Kesehatan

Pikologi kesehatan adalah istilah yang diberikan untuk disiplin akademik

yang berusaha memahami peran dari proses-proses biologis didalam pengalaman

sehat dan sakit, penyebab sehat dan sakit, dan konsekuensi sehat dan sakit.

Psikologi kesehatan berupaya memahami relasi antara berbagai mekanisme

psikologis dan biopsikologis didalam sehat, sakit, dan perilaku sehat (Albery dan

Munafu, 2007).

2.3.3. Pengertian Psikologi Klinis

Pada tahun 1935, American pshycologycal Association’s Clinical Section

menyepakati sebuah rumusan mengenai psikologi klinis sebagai berikut :

Psikologi klinis adalah suatu wujud psikologi terapan yang bermaksud memahami

kapasitas perilaku dan karateristika individu yang dilaksanakan melalui metode

pengukuran, analisis, serta pemberian saran dan rekomendasi, agar individu

mampu melakukan penyesuaian diri secara patut (Wiramihardja, 2004).

2.4. Psikologi Pasien

2.4.1. Teori Tentang Pasien

Pasal 1 Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

menjelaskan definisi pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi

masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan

baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.

22

2.4.2. Pengertian Rasa Sakit

Rasa sakit didefinisikan sebagai “pengalaman inderawi dan emosi tidak

menyenangkan yang terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau

digambarkan berdasarkan kerusaknnya “. Rasa sakit adalah sensasi subyektif tidak

menyenangkan yang berbeda dari nosisepsi yaitu peristiwa fisiologis yang diukur

biasanya berkaitan dengan rasa sakit subyektif (Albery dan Munafu, 2007).

Rasa sakit kronis mengacu pada rasa sakit yang terus hadir yang bertahan

disuatu periode lebih lama ketimbang yang dibutuhkan oleh penyembuhan

normal. Rasa sakit kronis memakan waktu sampai tiga bulan kendati beberapa

orang berpendapat ukuran periode mestinya lebih lama lagi, contohnya durasi 6

bulan yang baru boleh disebut rasa sakit kronis.

2.4.3. Pertimbangan Psikososial Pasien Hemodialisa

1. Individu dengan hemodialisa jangka panjang sering merasa khawatir akan

kondisi sakit yang tidak dapat diramalkan dan gangguan dalam

kehidupanya. Penderita menghadapi masalah finansial, kesulitan dalam

mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang serta

impotensi, depresi akibat sakit kronik, dan ketakutan terhadap kematian.

Pasien-pasien yang lebih muda khawatir terhadap pernikahan mereka, anak-

anak yang dimiliki dan beban yang ditimbulkan kepada keluarga mereka.

Gaya hidup terencana berhubungan dengan terapi hemodialisa dan

pembatasan asupan makanan serta cairan sering menghilangkan semangat

hidup pasien (Brunner & Suddarth, 2002).

23

2. Hemodialisa menyebabkan perubahan gaya hidup pada keluarga. Waktu

yang diperlukan untuk terapi hemodialisa akan mengurangi waktu yang

tersedia untuk melakukan aktivitas sosial dan dapat menciptakan konflik,

frustrasi, rasa bersalah serta depresi di dalam keluarga. Keluarga pasien dan

sahabat-sahabatnya mungkin memandang pasien sebagi orang yang

terpinggirkan dengan harapan hidup yang terbatas. Barangkali sulit bagi

pasien, pasangan, dan keluarganya untuk mengungkapkan rasa marah serta

perasaan negatif. Terkadang perasaan tersebut membutuhkan konseling dan

psikoterapi (Brunner & Suddarth,2002).

3. Pasien harus diberi kesempatan untuk mengungkapkan setiap perasaan

marah dan keprihatinan terhadap berbagai pembatasan yang harus dipatuhi

akibat penyakit, serta terapinya di samping masalah keuangan, rasa sakit dan

gangguan rasa nyaman yang timbul akibat penyakit ataupun komplikasi

terapi. Jika rasa marah tersebut tidak diungkapkan, mungkin perasaan ini

akan diproyeksikan kepada diri sendiri dan menimbulkan depresi, rasa putus

asa serta upaya bunuh diri. Insiden bunuh diri meningkat pada pasien-pasien

hemodialisa. Jika rasa marah tersebut di proyeksikan kepada orang lain, hal

ini dapat merusak hubungan keluarga (Brunner & Suddarth,2002).

2.4.4. Pendidikan Pasien Dialisis

Pasien yang menjalani hemodialisis mengalami berbagai masalah yang

timbul akibat tidak berfungsinya ginjal. Hal itu muncul setiap waktu sampai akhir

hayat pasien. Masalah ini merupakan stressor fisik yang bisa berpengaruh pada

dimensi lain. Kemampuan perawat mengidentifikasi stressor, memberikan

24

intervensi yang sesuai serta dilakukan secara holistik merupakan kunci

keberhasilan asuhan keperawatan (anonymity, 2012).

Tugas untuk mempersiapkan pemulangan pasien dialisis dari rumah sakit

sering menjadi tantangan yang menarik. Penyakit tersebut dan terapi yang

dilakukannya akan mempengaruhi setiap aspek dalam kehidupan pasien. Biasanya

pasien tidak memahami sepenuhnya dampak, dan kebutuhan utnuk

mempelajarinya mungkin disadarinya lama setalah pasien dipulangkan dari rumah

sakit. Karena alasan ini, komunikasi yang baik antara perawat yang bertugas

melaksanakan dialisis, perawatan rumah sakit dan perawatan di rumah sangat

penting dalam memberikan asuhan keperawatan yang aman dan berkelanjutan

(Brunner & Suddarth, 2005).

2.4.5. Faktor Psikologis Pasien

a. Konsep diri

Konsep diri adalah semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat

seseorang mengetahui dirinya dan mempengaruhi hubunganya dengan orang

lain. Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir akan tetapi hasil dari proses

belajar / hasil dari pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan

orang terdekat, dan dengan realitas dunia.

Komponen konsep diri :

1. Citra tubuh : Kumpulan dari sikap individu yang di sadari dan tidak di

sadari terhadap tubuhnya, termasuk persepsi masa lalu dan sekarang serta

perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi.

25

2. Ideal diri.: Adalah persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya

berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal

tertentu.

3. Harga diri. Adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh

dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal

diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam

penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan,

kelelahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan

berharga.

4. Penampilan peran: Adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh

lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai

kelompok sosial. Peran yang ditetapkan adalah peran di mana seseorang

tidak mempunyai pilihan . Peran yang di terima adalah peran yang terpilih

atau di pilih oleh individu.

5. Identitas Personal: Adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang

bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan

keunikan individu, meliputi persepsi seksualitas seseorang. Pembentukan

identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang

kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja.

b. Depresi

Depresi adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan

sedih dan berduka secara berlebihan dan berkepanjangan. Kesedihan dan

26

kelambanan dapat menonjol atau dapat terjadi agitasi seperti menarik diri,

tidak mau bicara, malas mandi dan makan.

c. Pengobatan

Kompleksitas prosedur pengobatan tak seorangpun dapat mematuhi instruksi

jika ia salah paham tentang instruksi yang diberikan padanya. Hal ini bisa

disebabkan kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan informasi

yang lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan banyak

instruksi yang harus diingat oleh pasien. Pendekatan praktis untuk

meningkatkan kepatuhan pasien ditemukan oleh diNicola dan diMetto (1984),

dengan cara: Buat instruksi tertulis yang jelas dan mudah diinterprestasikan.

Berikan informasi tentang pengobatan sebelum menjelaskan hal-hal lain. Jika

seseorang diberi suatu daftar tertulis tentang hal-hal yang harus di ingat. Maka

akan ada efek keunggulan, yaitu mereka berusaha mengingat hal-hal yang

pertama kali ditulis. Efek keunggulan ini telah terbukti mampu menguatkan

ingatan tentang informasi-informasi medis.

2.4.6. Dampak Masalah Psikososial Pasien Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal tergolong penyakit kronis yang mempunyai karakteristik

bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan memerlukan pengobatan dan rawat

jalan dalam jangka waktu yang lama. Selain itu, umumnya pasien juga tidak dapat

mengatur dirinya sendiri dan biasanya tergantung kepada para profesi kesehatan.

Kondisi tersebut, tentu saja menimbulkan perubahan atau ketidakseimbangan

yang meliputi biologi, psikologi, sosial dan spiritual pasien. Seperti, perilaku

27

penolakan, marah, perasaan takut, cemas, rasa tidak berdaya, putus asa bahkan

bunuh diri.

Untuk itu, diperlukan penanganan yang terpadu baik untuk fisik maupun

kondisi psikologis pasien. Namun, harus diperhatikan pula perubahan pola hidup

pada penderita gagal ginjal juga berdampak pada keluarganya. Khusus mengatasi

kondisi psikologis pasien, Djuariah Chanafie, menyampaikan beberapa langkah

yang dapat dilakukan.

1. Sadar tentang adanya stres.

Saat menerima vonis bahwa pasien menderita gagal ginjal kronis /terminal,

pasien harus menyadari, mengakui dan menerima kenyataan. Cobalah untuk

berbicara dengan orang-orang yang dapat dipercaya, orang yang dapat diajak

berbagi perasaan. Dan jangan takut untuk bertanya pada tim kesehatan atau

kelompok yang pernah menjalani hemodialisis.

2. Mencari penyebab stres.

Cobalah kaji, apakah stres berasal dari keluarga, pekerjaan, hubungan

interpersonal yang buruk, perlakuan tim kesehatan selama proses hemodialisa

atau aturan-aturan yang harus ditaati agar dapat mempertahankan hidup

setelah menjadi pasien gagal ginjal kronik.

3. Menghadapi stresor secara langsung.

Mencari informasi atau belajar ketrampilan baru yang dapat membantu

mengatasi stress.

28

4. Mengubah respon terhadap stress.

Mengatasi perubahan fisiologik dari stres dengan menggunakan obat-obatan,

latihan pernapasan dan terapi relaksasi. Lewat terapi relaksasi ini, diharapkan

dapat memberikan ketenangan dan meredakan ketegangan. Atau, dengan

mengikuti terapi musik. Dengan beberapa tindakan ini, diharapkan pasien

dapat menyesuaikan diri dengan penyakitnya dan mampu menghadapi

tantangan hidup.

5. Berpikir posisitif.

Cobalah melakukan terapi kognitif, terapi individu pada depresi dan

kecemasan untuk mengatasi rasa murung dan kekecewaan emosional.

Mencoba menciptakan rasa positif dalam hidup dan melatih diri untuk

mengubah cara menafsirkan dan memandang segala sesuatu yang tidak logis.

Dan mencoba kritik diri yang negatif menjadi pemikiran yang lebih rasional

obyektif dan positif.

29

2.5. Kerangka Teori Dan Kerangka Konsep

2.5.1 Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Faktor predisposisi :

- Glomerulonefritis

- Nefropati refluks

- Ginjal polikistik

- Nefropati diabetic

- Hipertensi

Faktor prespitasi :

- Genetik

Gagal Ginjal

Kronik Hemodialisa

- Hipotensi

- Mual-Muntah

- Sakit Kepala

- Demam

- Nyeri dada

- Gatal-gatal

- Kecemasan

- Depresi

- Gangguan

penerimaan

diri

Gangguan

Fisik

Gangguan

Psikologis

30

2.5.2 Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Varabel Penelitian

: Indikator Penelitian

: Tidak diteliti

: Diteliti

Tindakan

Hemodialisa

Faktor predisposisi :

- Glomerulonefritis

- Nefropati refluks

- Ginjal polikistik

- Nefropati diabetic

- Hipertensi

Faktor prespitasi :

- Genetik

Gagal Ginjal

Kronik

- Kecemasan

- Depresi

- Gangguan Penerimaan diri

Gangguan Psikologis