PRESUS prostat

65
DAFTAR ISI DAFTAR ISI.............................................. 1 PENDAHULUAN............................................. 2 STATUS PASIEN........................................... 3 A. IDENTITAS PASIEN...................................3 B. ANAMNESIS..........................................3 C. PEMERIKSAAN FISIK...................................4 D. PEMERIKSAAN PENUNJANG..............................6 E. RESUME.............................................10 F. DIAGNOSIS KERJA...............................11 G. TERAPI............................................11 H. PROGNOSIS..................................................... ................................................11 I. FOLLOW UP........................................11 TINJAUAN PUSTAKA....................................... 13 ANALISA KASUS......................................................... .............................................42 KESIMPULAN.................................................... ........................................................43 DAFTAR PUSTAKA......................................... 44 1

description

nknk

Transcript of PRESUS prostat

Page 1: PRESUS prostat

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................1

PENDAHULUAN.........................................................................................................2

STATUS PASIEN..........................................................................................................3

A. IDENTITAS PASIEN.........................................................................................3

B. ANAMNESIS.....................................................................................................3

C. PEMERIKSAAN FISIK.....................................................................................4

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG.......................................................................6

E. RESUME...........................................................................................................10

F. DIAGNOSIS KERJA......................................................................................11

G. TERAPI............................................................................................................11

H. PROGNOSIS.....................................................................................................11

I. FOLLOW UP..................................................................................................11

TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................13

ANALISA KASUS......................................................................................................42

KESIMPULAN............................................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................44

1

Page 2: PRESUS prostat

BAB I

PENDAHULUAN

Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada

populasi pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam bidang bedah

urologi. Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi pria diatas

usia 50 tahun dan berperan dalam penurunan kualitas hidup seseorang. Pembesaran prostat

jinak atau lebih dikenal sebagai BPH sering ditemukan pada pria yang menapak usia lanjut.

Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang mengganggu

aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat atau benign

prostate enlargement (BPE) yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher vesica

urinaria dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang

khusus disebabkan oleh pembesaran prostat disebut sebagai benign prostate obstruction

(BPO).

Banyak sekali faktor yang diduga berperan dalam proliferasi/ pertumbuhan jinak

kelenjar prostat, tetapi pada dasarnya BPH tumbuh pada pria yang menginjak usia tua dan

masih mempunyai testis yang masih berfungsi normal menghasilkan testosteron. Di samping

itu, pengaruh hormon lain (estrogen, prolaktin), diet tertentu, mikrotrauma, dan faktor-faktor

lingkungan diduga berperan dalam proliferasi sel-sel kelenjar prostat secara tidak langsung.

Faktor-faktor tersebut mampu mempengaruhi sel-sel prostat untuk mensintesis protein

growth factor, yang selanjutnya protein inilah yang berperan dalam memacu terjadinya

proliferasi sel-sel kelenjar prostat.

Di berbagai daerah di Indonesia, kemampuan melakukan diagnosis dan modalitas

terapi pasien BPH tidak sama karena perbedaan fasilitas dan sumber daya manusia di tiap-

tiap daerah. Walaupun demikian, di daerah terpencil pun diharapkan dapat menangani pasien

BPH dengan sebaik-baiknya.

2

Page 3: PRESUS prostat

BAB II

STATUS PASIEN

a. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. M.I

Umur : 73 tahun

No.RM : 000650

Kesatuan : DITKESAD / VETERAN

Agama : Islam

Alamat : Jl.blok R GG III RT005/08

Masuk RS : 02 febuari 2015

Jam : 10.12 WIB

b. ANAMNESIS

Didapatkan keterangan dari pasien pada hari selasa tanggal 03 febuari 2015

o Keluhan utama : BAK sedikit sejak 4 bulan yang lalu dan urin terakhir

masih menetes

o Keluhan tambahan : Tidak ada

Riwayat penyakit sekarang

4 bulan SMRS pasien mengeluh buang air kecil sedikit – sedikit namun

sering dalam sehari bisa 5 sampai 9 kali disertai dengan nyeri,pasien harus mengedan

saat ingin buang air kecil,pancaran air kencing pendek dari biasanya. Pasien juga

mengeluh merasa tidak puas setelah buang air kecil karena masih merasa ada sisa urin

sehabis kencing (menetes). Bahkan pasien juga mengeluh sering bangun pada malam

hari untuk buang air kecil ± 5 kali setiap malam dalam 3 atau 2 bulan terakhir, namun

pasien tidak mengompol.

3

Page 4: PRESUS prostat

Pada saat buang air kecil tidak disertai rasa sakit yang hebat pada ujung penis,

batang penis dan di daerah pinggang. Jika buang air kecil tidak pernah bercabang dan

tidak mengeluarkan batu saat kencing.

Pasien tidak merasakan badannya panas atau demam. Pasien menyangkal

pernah mengeluarkan darah pada saat buang air kecil dan pasien menyangkal

merasakan nyeri daerah punggung.

Riwayat penyakit dahulu

Hipertensi : Disangkal

DM : Disangkal

Asma : Disangkal

Jantung : Disangkal

Paru : Disangkal

Alergi : Makanan (kepiting)

Riwayat operasi : Katarak pada tahun 2011

Riwayat penyakit keluarga

Hipertensi : Disangkal

DM : Ibu pasien

Asma : Disangkal

Alergi : Disangkal

Penyakit keturunan lain : Disangkal

c. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 03 FEBUARI 2015

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital

o Tekanan darah : 120/80 mmHg

o Pernapasan : 18 x/menit

o Nadi : 80 x/menit, teratur

o Suhu : 36,7oC

4

Page 5: PRESUS prostat

Status Generalis

Kepala : Normocephal

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-

Hidung : Septum tidak deviasi, sekret -/-, edema konka -/-

Telinga : Normotia, sekret -/-, serum -/-

Leher : KGB tidak teraba

Paru : Suara napas vesicular +/+

Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), whezzing -/-

Abdomen : Datar, BU (+)

Ekstremitas : Akral dingin, edema (-/-), tidak terdapat deformasi

IPSS (International prostat sympthom score)

1. Merasa masih terdapat sisa urin setelah kencing (4)

2. Harus kencing lagi padahal setengah jam yang lalu baru kencing (4)

3. Harus berhenti pada saat kencing dan segera mulai lagi berkali-kali (4)

4. Tidak dapat menahan keinginan untuk kencing (3)

5. Merasakan pencaran urin lemah (4)

6. Harus mengejan dalam memulai kencing (4)

7. 1 bulan terakhir berapa kali terbangun dari tidur malam hanya

untuk kencing (5)

8. Dengan keluhan seperti in bagaimana Anda menikmati hidup (5)

STATUS LOKALIS

Regio Abdominal

Inspeksi : Perut tidak membuncit, darm countor tidak ada, Darm steifung

tidak ada, venektasi tidak ada, sikatrik tidak ada

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Nyeri tekan (+) regio suprapubik, hepar dan lien tidak teraba,defans

muskular tidak ada, tidak teraba masssa, ballotement tidak ada

Perkusi : Timpani diseluruh lapangan abdomen

5

Page 6: PRESUS prostat

Regio Genitalia Eksterna.

Inspeksi : Tidak tampak massa, tidak tampak pembesaran skrotum,

produksi (+), warna urine jernih.

Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak teraba massa.

Regio Anal.

Inspeksi : Tidak ada luka dan tidak tampak adanya benjolan

Palpasi : Nyeri tekan (-).

Rectal toucher : Tonus sfingter ani cukup, ampula rekti tidak kolaps, mukosa

rectum licin, teraba masa, kenyal, permukaan licin, simetris, sulcus medianus tidak

teraba

Gloves : feces (-), darah (-), lendir (-).

d. PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik

Jenis pemeriksaan Hasil Rujukan

08-01-2015

Hematologi

Hematologi Rutin

Hemoglobin 12,9* 12 – 16 g/dl

Hematokrit 37* 37 – 47 %

Eritrosit 4,0* 4,3 – 6,0 juta/ul

Leukosit 6240 4,800 – 10.800/μl

Trombosit 191000 150.000 – 400.000/ μl

MCV 93 80 – 96 fl

6

Page 7: PRESUS prostat

MCH 32* 27 – 32 pg

MCHC 35 32 – 36 g/dl

KOAGULASI

WAKTU PROTROMBIN

KONTROL 10.6 detik

PASIEN 9.9 9.3 – 11.8 detik

APTT

KONTROL 30.6 detik

PASIEN 35.3 31 – 47 detik

KIMIA KLINIK

SGOT (AST) 23 <35 U/L

SGPT (ALT) 19 <40 U/L

UREUM 44 20 – 50 mg/dl

CREATININ 1.4 0,5 – 1,5 mg/dl

GLUKOSA DARAH

SEWAKTU

88 <140 mg/dl

Hasil Pemeriksaan USG abdomen

Hepar : besar dan bentuk normal, permukaan rata, tepi tajam. Echostructure

homogen; tidak tampak lesi fokal. Pembuluh darah dan sistem bilier tidak melebar

Kd empedu : besar dan bentuk normal, dinidng tidak menebal. Tidak tampak batu.

Tidak tampak sludge

Pancreas : besar dan bentuk normal,echostructure homogen.tidak tampak lesi

fokal. Ductus pancreatikus tidak melebar

Lien : besar dan bentuk normal, echostructure homogen.tidak tampak lesi

fokal.vena lienalis tidak melebar

Ginjal : ukuran ginjal kanan +/- 3,5 x 3,5 cm, ginjal kiri +/- 3,4 x 3,3

cm.echogenitas parenkim kedua ginjal meningkat.tidak tampak lesi fokal ataupun batu.

Sistim pelvio calyces tidak melebar

Buli – buli : besar dan bentuk normal, dinding tidak menebal,tidak tampak batu

7

Page 8: PRESUS prostat

Prostat : ukuran +/- 5,1 x 5,3 x 5,7 cm. Tampak kalsifikasi

KESAN : chronic kidney disease bilateral

Hipertrophi prostat dengan estimasi volume +/- 87 cc

8

Page 9: PRESUS prostat

Hasil Pemeriksaan foto thorax

Cor : CTR < 50%

Aorta : normal

Pulmo : kedua hilus normal, corakan brnkhovaskuler normal,tidak tampak

infiltrat/nodul

Sinus dan diafragma kanan dan kiri normal

KESAN : cor dan pulmo dalam batas normal

9

Page 10: PRESUS prostat

Hasil Pemeriksaan Uroflowmeter

Volding Time : 106 s

Flow Time : 105 s

Time to Max flow : 52 s

Max Flow Rate : 3,7 ml/s

Average Flow Rate : 2,2 ml/s

Volded Volume : 241 ml

e. RESUME

Laki – laki, 73 tahun datang dengan keluhan buang air kecil sedikit – sedikit

namun sering dalam sehari bisa 5 sampai 9 kali disertai dengan nyeri,pasien harus

mengedan saat ingin buang air kecil,pancaran air kencing pendek dari biasanya sejak

4 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluh merasa tidak puas setelah buang air kecil

karena masih merasa ada sisa urin sehabis kencing (menetes). Bahkan pasien juga

10

Page 11: PRESUS prostat

mengeluh sering bangun pada malam hari untuk buang air kecil ± 5 kali setiap malam

dalam 3 atau 2 bulan terakhir, namun pasien tidak mengompol dan skor IPSS 27

Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal, pada status lokalis regio

abdominal terdapat nyeri tekan (+) regio suprapubik, hepar dan lien tidak

teraba,defans muskular tidak ada, tidak teraba masssa, ballotement tidak ada

Pada rectal toucher terdapat tonus sfingter ani cukup, ampula rekti tidak

kolaps, mukosa rectum licin, teraba masa, kenyal, permukaan licin, simetris, sulcus

medianus tidak teraba, gloves : feces (-), darah (-), lendir (-).

Pada pemeriksaan laboratorium hemoglobin 12,9 g/dl, hematokrit 37 %,

eritrosit 4,0 juta/ul, leukosit 6240/ul, trombosit 191000/ul, MCV 93 fl, MCH

32pg,MCHC 35 g/dl, waktu protrombin 10,25 detik, APTT 32,95 detik, SGOT 23

u/l,SGPT 19 u/l, ureum 44 mg/dl,kreatinin 1,4mg/dl,GDS 88 mg/dl

Pada pemeriksaan USG abdomen terdapat hasil hipertrophi prostat dengan

estimasi volume +/- 87 cc.

Pemeriksaan Uroflowmeter Volding Time: 106 s Flow Time: 105 s, Time

to Max flow : 52 s, Max Flow Rate: 3,7 ml/s , Average Flow Rate: 2,2 ml/s,Volded

Volume: 241 ml

f. DIAGNOSIS KERJA

LUTS derajat berat et causa BPH

g. TERAPI

Rawat inap 1 hari sebelum operasi

Foto thorax

Evaluasi jantung

Evaluasi paru

11

Page 12: PRESUS prostat

Ceftriaxone 1 x 2g IV

Puasa 6 jam pre OP

TURP

h. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

i. FOLLOW UP

Tanggal SOAP

02-02-2015

03-02-2015

04 -02-2015

S : Pasien mengatakan tidak ada keluhan

O: keadaan baik, kesadaran compos mentis TD: 120/70 mmHg, N:

18x/menit, RR: 20x/menit, Suhu : 37 C.abdomen : datar,lemas,tidak

defans musclar,BU (+). Genital externa : BAK spontan

A: BPH

P : Pro TURP (tanggal 03-02-2015)

Puasa 6 jam pre op, yal 1 x preop, antibiotik ceftriaxone 2 gr dibawa

ke ok

S : pasien mengatakan tidak ada keluhan

O : Keadaan umum baik, kesadaran CM, TD = 120/80 mmHg, N = 80

x/menit, RR = 18 x/menit,suhu : 36c, abdomen : datar,lemas,tidak

defans muscular, BU (+), genital externa : BAK spontan

A : BPH

P : Pro TURP hari ini

Puasa,antibiotik ceftriaxone bawa ke ok

S : nyeri disekitar kateter, VAS 3

O : Keadaan umum baik, kesadaran CM, TD = 110/70 mmHg, N = 79

x/menit, RR = 19 x/menit,suhu : 36,3c, abdomen : datar,lemas,tidak

defans muscular, BU (+), genital externa : on fc 3 way, produksi urin

2000”/24 jam, kuning jernih

A : Post TURP H+1

P : cegah infeksi : ceftriaxone 1 x 2 gr IV

cegah nyeri : profenid supp 2 x 1

cegah dehidrasi : heplock

12

Page 13: PRESUS prostat

05-02-2015

06-02-2015

cegah pendarahan : transamin 3 x 500 IV, Vit K 3 x 10 IV

AFF traksi kateter

S : nyeri sekitar kateter, VAS 3

O : Keadaan umum baik, kesadaran CM, TD = 120/80 mmHg, N = 80

x/menit, RR = 19 x/menit,suhu : 36,3c, abdomen : datar,lemas,tidak

defans muscular, BU (+), genital externa : on fc 3 way, produksi urin

2200”/24 jam, kuning jernih

A : Post TURP H+2

P : cegah infeksi : ceftriaxone 1 x 2 g IV

cegah nyeri : k/p profenid supp 2 x1

Stop drip kateter

S : nyeri daerah kateter, VAS 2

O : Keadaan umum baik, kesadaran CM, TD = 120/80 mmHg, N = 80

x/menit, RR = 19 x/menit,suhu : 36,3c, abdomen : datar,lemas,tidak

defans muscular, BU (+), genital externa : on fc 3 way, produksi urin

2000”/24 jam, kuning jernih

A : Post TURP H+3

P : cegah infeksi : levofloracin 1 x 500

cegah nyeri : na diklofenac 2 x 500

Aff kateter + rawat jalan

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1. EMBRIOLOGI

Secara embriologi, prostat yang merupakan organ kompleks yang terdiri dari unsur

kelenjar, stroma, dan otot polos atau fibromioglandular mulai terbentuk pada kehamilan

minggu ke-12 dengan pengaruh hormone androgen yang berasal dari testis fetus. Sebagian

besar kompleks prostat berasal dari sinus urogenitalis, tetapi mungkin sebagian dari ductus

13

Page 14: PRESUS prostat

ejaculatorius, sebagian verumontanum dan sebagian dari bagian asiner prostat (zona sentral)

berasal dari ductus Wolfii.1,2

Prostat berbentuk seperti piramid terbalik dan merupakan organ kelenjar

fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars prostatica. Panjang prostat sekitar 3 cm (1¼

inchi) dan terletak di antara collum vesika urinaria di atas dan diaphragma urogenitalis di

bawah. Prostat dikelilingi oleh kapsula fibrosa. Di luar kapsul terdapat selubung fibrosa, yang

merupakan bagian dari lapisan visceral fascia pelvis. Prostat mempunyai basis prostatae yang

terletak di superior berhadarapan dengan collum vesicae; dan apex prostatae yang terletak di

inferior dan berhadapan dengan diaphragma urogenitale. Kedua ductus ejaculatorius

menembus bagian atas facies posterior prostatae untuk bermuara ke uretra pars prostatica

pada pinggir lateral utriculus prostaticus.3

Gambar 1. Tractus Urinarius dan Genitalia Pria

Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan

rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri, pada dewasa muda

berukuran 3-4 cm di bagian yang paling lebar dan panjang 4-6 cm dengan ketebalan 2-3 cm

cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan

glandular.1 Menurut klasifikasi Lowsley; prostat terdiri dari lima lobus: anterior, posterior,

medial, lateral kanan dan lateral kiri. Sedangkan menurut Mc Neal yang menentukan

pembagian zona berdasarkan letak dan asal keganasan dari prostat, prostat dibagi atas 4

bagian utama:4

1. Bagian anterior atau ventral yang fibromuskular dan nonglandular. Ini merupakan

sepertiga dari keseluruhan prostat. Bagian prostat yang glandular dapat dibagi menjadi

3 zona (bagian 2,3 dan 4).

14

Page 15: PRESUS prostat

2. Zona perifer, yang merupakan 70 % dari bagian prostat yang glandular, membentuk

bagian lateral dan posterior atau dorsal organ ini. Secara skematik zona ini dapat

digambarkan seperti suatu corong yang bagian distalnya terdiri dari apex prostat dan

bagian atasnya terbuka untuk menerima bagian distal zona sentral yang berbentuk

baji. Saluran-saluran dari zona perifer ini bermuara pada uretra pars prostatika bagian

distal.

3. Zona sentral, yang merupakan 25 % dari bagian prostat yang glandular, dikenal sebagai

jaringan kelenjar yang berbentuk baji sekeliling duktus ejakulatorius dengan apexnya

pada verumontanum dan basisnya pada leher buli-buli. Saluran-salurannya juga

bermuara pada uretra prostatika bagian distal. Zona central dan perifer ini membentuk

suatu corong yang berisikan segmen uretra proximal dan bagianventralnya tidak

lengkap tertutup melainkan dihubungkan oieh stroma fibromuskular.

4. Zona transisional, yang merupakan bagian prostat glandular yang terkecil (5 %),

terletak tepat pada batas distal sfinkter preprostatik yang berbentuk silinder dan

dibentuk oleh bagian proximal uretra. Zona transisional dan kelenjar periuretral

bersama-sama kadang-kadang disebut sebagai kelenjar preprostatik.

15

Page 16: PRESUS prostat

Gambar 2. Skematik Pembagian Prostat Menurut McNeal

III.2. BATAS-BATAS PROSTAT

Batas superior: basis prostat berhubungan dengan collum vesicae. Otot polos prostate

terus melanjut tanpa terputus dengan otot polos collum vesicae. Uretra masuk pada bagian

tengah basis prostatae. Batas inferior: apex prostat terletak pada facies diafragma urogenitalis.

Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.3

Batas anterior: facies anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis, dipisahkan

oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum retropubica (cavum Retzius).

Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan permukaan posterior os pubis dan

ligamentum puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah (disamping

kanan dan kiri linea mediana) dan merupakan kondensasi (penebalan) fascia pelvis. Batas

posterior: permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan anterior ampulla

recti dan dipisahkan dari rectum oleh septum retovesicalis (fascia Denonvillier). Septum ini

dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio rectovesicalis peritonealis,

yang semula menyebar ke bawah menuju corpus perineale. Batas lateral: facies lateral prostat

difiksasi oleh serabut anterior m. levator ani saat serabut ini berjalan ke posterior dari os

pubis.3

Gambar 3. Potongan Sagital Pelvis Laki-laki (buku anatomi)

16

Page 17: PRESUS prostat

III.3. STRUKTUR PROSTAT

Kelenjar prostat yang jumlahnya banyak tertanam di dalam campuran otot polos dan

jaringan ikat, dan ductusnya bermuara ke uretra pars prostatica. Prostat secara tak sempurna

dibagi dalam lima lobus. Lobus anterior atau isthmus, terletak di depan uretra dan tidak

mempunyai jaringan kelenjar. Lobus medius adalah kelenjar yang berbentuk baji yang

terletak antara uretra dan ductus ejaculatorius. Permukaan atasnya dibatasi oleh trigonum

vesicae, bagian ini mengandung banyak kelenjar. Lobus posterior terletak di belakang uretra

dan di bawah ductus ejaculatorius dan juga mengandung kelenjar. Lobus lateral dextra dan

sinistra terletak di samping uretra dan dipisahkan satu sama lain oleh alur vertikal dangkal

yang terdapat pada facies posterior prostat. Lobus lateral mengandung banyak kelenjar.3

III.4. FUNGSI PROSTAT

Fungsi prostat adalah menghasilkan cairan tipis seperti air susu yang mengandung

asam sitrat dan fosfatase asam. Cairan ini ditambahkan ke cairan semen pada saat ejakulasi.

Otot polos pada stroma dan kapsula berkontraksi, sekret yang berasal dari banyak kelenjar

diperas masuk ke uretra pars prostatica. Sekret prostat bersifat alkali yang membantu

menetralkan keasaman vagina.3

III.5. PENDARAHAN

Arteri yang memperdarahi prostat berasal dari cabang a. vesicalis inferior dan a.

rectalis media. Vena membentuk pleksus venosus prostaticus yang terletak antara kapsula

prostat dan selubung fibrosa. Plexus venosus prostaticus menerima dari v. dorsalis profundus

penis dan banyak v. vesicalis, dan selanjutnya dialirkan ke v. iliaca interna.3

Gambar 4. Anatomi Genitalia Pria

17

Page 18: PRESUS prostat

III.6. ALIRAN LIMFE

Pembuluh limfe dari prostat mengalirkan cairan limfe ke nodi limfatici iliaca interna.3

III.7. PERSARAFAN

Prostat manusia mendapat dua macam persarafan yaitu parasimpatik (kolinergik) dan

simpatik (nor adrenergic) melalui plexus otonomik yang terletak didekat prostat. Plexus ini

mendapat masukan parasimpatetik dari medulla spinalis setinggi S2-S4 dan serat-serat

simpatetik dari nervus hipogastrikus presacralis (T10-L2).1,5,6

Kedua sistem persarafan itu dalam prostat membentuk jaringan persarafan yang

terjadi dari gabungan yang bersifat cholinergic dan nor adrenergic serta mempunyai

reseptor-reseptor di dalam otot polos prostat.10 Saraf-saraf otonom yang mempersarafi prostat

dan juga vesikula seminalis, uretra, dan corpora cavernosa berasal dari plexus pelvicus yang

bersama pembuluh darah membentuk kompleks saraf dan pembuluh darah (neuro vascular

bundle) dan komplek ini berjalan di bagian posterior prostat dari cranial menuju apex prostat

dan umumnya sejajar dengan dinding rectum.1,4,7

Menurut Gosling, persarafan prostat mempersarafi otot polos yang ada didalam

prostat dan yang bersifat kolinergik juga mempersarafi kapsul prostat, sedangkan acinus juga

menerima persarafan dari kolinergik sehingga perangsangan parasimpatik akan menambah

sekresi sedangkan perangsangan simpatik akan menyebabkan kontraksi vesicular seminalis

sehingga terjadi ejakulasi.1,7

III.8. PROSES MIKSI

Seperti diketahui fungsi utama dari unit vesikouretra adalah menampung urin untuk

sementara, mencegah urin kembali ke arah ginjal dan pada saat-saat tertentu melakukan

ekspulsi urin. Unit vesikouretra terdiri dari buli-buli dan uretra posterior. Uretra posterior

terdiri dari uretra pars prostatika, yang bagian proksimalnya disebut sebagai leher buli-buli

dan uretra pars diafragma yang tidak lain adalah sphincter eksterna uretra. Unit vesikouretra

ini dipelihara oleh sistem saraf otonom yaitu parasimpatis dan simpatis untuk buli-buli dan

uretra proksimal dari diafragma serta saraf somatis melalui nervus pudendus untuk sphincter

eksterna. Sistem persarafan tersebut memungkinkan terjadinya proses miksi secara bertahap

(fase) yaitu:8

Fase Pengisian (Resting/ Filling Phase)

18

Page 19: PRESUS prostat

Fase ini terjadi setelah selesai miksi dan buli-buli mulai diisi lagi dengan urin dari

ginjal yang masuk melalui ureter. Pada fase ini tekanan di dalam buli-buli selalu rendah,

kurang dari 20 cmH2O. Sedangkan tekanan di uretra posterior selalu lebih tinggi antara 60-

100 cmH2O.

Fase Ekspulsi

Setelah buli-buli terisi urin sebanyak 200-300 ml dan mengembang, mulailah reseptor

“strechtí” yang ada pada mukosa buli-buli terangsang dan impuls dikirimkan ke sistem saraf

otonom parasimpatis di medula spinalis segmen 2 sampai 4 dan sistem saraf ini menjadi aktif

dengan akibat meningkatnya tonus buli-buli (muskulus detrusor). Meningkatnya tonus

detrusor ini dirasakan sebagai perasaan ingin kencing. Pada saat tonus detrusor meningkat

maka secara sinkron leher buli-buli dan uretra pars prostatika membuka, bentuknya berubah

seperti corong dan tekanannya menurun. Pada keadaan ini inkontinensia hanya dipertahankan

oleh sphincter eksterna yang masih tetap menutup. Bila yang bersangkutan telah

mendapatkan tempat yang dianggap konvivien untuk miksi barulah sphincter eksterna secara

sadar dan terjadi miksi. Pada saat tonus detrusor meningkat sampai terjadinya miksi tekanan

intravesikal mencapai 60-120 cmH2O.

Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan

ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra

posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi.

Cairan ini merupakan kurang lebih 25% dari volume ejakulat. Jika kelenjar ini mengalami

hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra posterior dan

mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.

19

Page 20: PRESUS prostat

Gambar 5. Prostat dan Organ Disekitarnya

III.9. DEFINISI BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA

Pembesaran Prostat Jinak (BPH, Benign Prostatic Hyperplasia) adalah pertumbuhan

jinak kelenjar prostat, yang menyebabkan prostat membesar.9

Gambar 6. Gambaran Prostat Normal dan Pembesaran Prostat

20

Page 21: PRESUS prostat

McNeal yakin bahwa pembesaran prostat jinak tidak terjadi pada zona peripheral dan

juga berpendapat bahwa sebagian besar karsinoma prostat yang berasal dari zona transisional,

biasanya jenis karsinoma dengan gradasi rendah (low grade).10,11

Gambar 7. Sel pada Prostat Normal dan Prostat yang Membesar

III.10. EPIDEMIOLOGI BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA

Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum

usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir

sampai pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia

akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hiperplasi. 12

Pembesaran prostat jinak merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di

Indonesia setelah batu saluran kemih. Penyakit ini seirng juga dikenal sebagai hipertrofi

prostat, meskipun sebenarnya yang terjadi ialah hiperplasia dari kelenjar periuretral, sedang

jaringan prostat asli terdesak ke perifer menjadi kapsul bedah.13

Angka kejadian (insidens) yang pasti untuk pembesaran prostat jinak di Indonesia

belum pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran “hospital prevalence” di RSCM ditemukan

423 kasus pembesaran prostat jinak selama tiga tahun (September 1994-Agustus 1997) dan di

RS.Sumber Waras 617 dalam periode yang sama.13

Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan ini dialami

oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun. 12

Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan kepustakaan

luar negeri diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30% penderita akan memerlukan

pengobatan untuk prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi sangat tergantung pada golongan

umur. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai

sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopoik yang kemudian bermanifestasi

21

Page 22: PRESUS prostat

menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian baru manifes dengan

gejala klinik. 12

Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat

ditemukan pada usia 30 - 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan

terjadi perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%,

dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan

menyebabkan gejala dan tanda klinik. 12

Gambar 8. Penderita BPH pada Usia Diatas 40 Tahun dan Akibatnya

III.11. ETIOLOGI

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hyperplasia

prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostate rat kaitannya

dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (penuaan). Beberapa

hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostat adalah: a) teori

dihidrotestosteron, b) adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, c) interaksi

antara sel stroma dan sel epitel prostat, d) berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan e) teori

stem sel.14

22

Page 23: PRESUS prostat

Gambar 9. Proses Terjadinya BPH

a) Teori dihidrotestosteron

Dihidrotestosteron (DHT) adalah metabolit androgen yang sangat penting pada

pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosterone di dalam sel prostat oleh

enzim 5-alfa reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk

berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan

selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel

prostat.14

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda

dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5-alfa reduktase

dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat

pada BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi

dibandingkan dengan prostat normal.14

23

Page 24: PRESUS prostat

Gambar 10. Zat-Zat yang Berperan Dalam Pertumbuhan Sel Prostat

b) Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron

Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun sedangkan kadar estrogen

relative tetap, sehingga perbandingan antara estrogen dan testosterone relative meningkat.

Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel

kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan

hormone androgen, meningkatkan jumlah resptor androgen, dan menurunkan jumlah

kematian sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun

rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel-sel

prostat yang ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat lebih besar.14

Gambar 11. Pengaruh Estrogen dan Testosteron terhadap Prostat

c) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat

secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor)

24

Page 25: PRESUS prostat

tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma

mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri

secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu

menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.14

d) Berkurangnya kematian sel prostat

Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologis untuk

mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan

fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh

sel-sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.14

Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan

kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan

jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah

sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara

keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat.14

Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti factor-faktor yang

menghambat proses apoptosis. Diduga hormone androgen berperan dalam menghambat

proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian

sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan

factor pertumbuhan TGF-beta berperan dalam proses apoptosis.14

e) Teori stem sel

Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru.

Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan

berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung seperti yang terjadi pada

kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH

dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang

berlebihan sel stroma maupun sel epitel.14

III.12. GAMBARAN KLINIS

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di

luar saluran kemih.15

1. Gejala Klinis

Kumpulan gejala yang ditimbulkan oleh BPH disebut sebagai sindroma prostatisme.

Walaupun begitu sindroma ini tidak patogomonik untuk BPH. Obstruksi intravesikal yang

25

Page 26: PRESUS prostat

lain dapat pula memberikan gejala klinis seperti sindroma prostatisme ini. Oleh karena itu

istilah ini belakangan sering diganti dengan Lower Urinary Tract Symptom (LUTS).

Sindroma prostatisme ini dibagi menjadi dua, yaitu gejala obstruktif dan gejala iritatif.

Gejala obstruksi, terdiri dari pancaran melemah, akhir buang air kecil belum terasa

kosong (incomplete emptying), menunggu lama pada permulaan buang air kecil (hesitancy),

harus mengedan saat buang air kecil (straining), buang air kecil terputus-putus

(intermittency), dan waktu buang air kecil memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan

terjadi inkontinen karena overflow.

Gejala iritatif terdiri dari sering buang air kecil (frequency), tergesa-gesa untuk buang

air kecil (urgency), buang air kecil malam hari lebih dari satu kali (nocturia), dan sulit

menahan buang air kecil (urge incontinence).

Dari kedua macam gejala tersebut, gejala obstruktif biasanya lebih menonjol. Bila

terjadi gejala iritasi lebih menonjol harus dipikirkan penyebab lain selain BPH.

Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan penentuan

jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH, dibuatlah suatu

skoring yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem skoring, di antaranya Skor

International Gejala Prostat/ International Prostate Symptom Score (IPSS) yang diambil

berdasarkan skor American Urological Association (AUA).

Tabel 1. Skor Internasional Gejala Prostat

SKOR

GEJALA

Nama :

Umur :

Tidak Kurang dari Kurang Kira – kira

26

Page 27: PRESUS prostat

PROSTAT

INTERNASI

ONAL(I-

PSS)

Pekerjaan :

Alamat :

pernah 1 setiap 5x dari 1/2 1/2nya

1. Selama satu bulan yang lalu, berapa

sering anda merasa kencing tidak tuntas,

artinya masih ada sisa urin dalam

kandung seni setelah selesai kencing?

2. Selama satu bulan yang lalu, berapa

sering anda harus kencing lagi sebelum

2 jam?

3. Selama satu bulan yang lalu, berapa

sering anda mengalami pancaran urin

berhenti kemudian keluar lagi?

4. Selama satu bulan yang lalu, berapa

sering anda merasa sukar menahan

kencing?

5. Selama satu bulan yang lalu, berapa

sering pancaran kencing anda melemah?

6. Selama satu bulan yang lalu, berapa

sering anda harus mengejan untuk

memulai kencing?

tidak

pernah

1x 2x 3x

7. Selama satu bulan yang lalu, selama

anda tidur malam, berapa kali anda

harus bangun untuk kencing?

Skor Total I-PSS:S=

PENILAIA

N

KUALITAS

HIDUP

1. Jika anda harus menjalani sisa hidup

dengan kondisi berkemih saat ini,

bagaimana perasaan anda?

senang puas Umum

nya

puas

campuran

Indeks Penilaian Kualitas Hidup: L=

27

Page 28: PRESUS prostat

Skor International Gejala Prostat/ International Prostate Symptom Score (IPSS)

merupakan salah satu skor gejala prostat yang dikembangkan oleh The American Urological

Association (AUA) dan telah disetujui oleh WHO untuk dipakai secara luas. IPSS merupakan

kuesioner berisi 7 index gejala traktus urinarius bagian bawah yaitu 4 gejala obstruksi seperti

28

Page 29: PRESUS prostat

kecing tidak puas (incomplete emptying), kencing terputus-putus (intermittency, pancaran

kencing lemah (weak stream), dan kencing mengejan (straining) serta 3 gejala iritasi seperti

sering kencing (frequency), tidak dapat menunda kencing (urgency), dan kencing malam hari

(nocturia).

IPSS mempunyai manfaat untuk menilai tingkat keparahan gejala, menentukan cara

penanganan, mengevaluasi perkembangan penyakit pada penderita yang menjalani

pengawasan, menilai hasil terapi, menilai pengaruh gejala yang dialami penderita terhadap

kualitas hidup, dan sebagai alat pengukuran yang konsisten dan telah teruji sehingga

memungkinkan untuk membandingkan satu penderita dengan penderita lain.

Sistem skoring yang lain adalah skor Madsen-Iversen dan skor Boyarski1,2,5. Skor

Madsen-Iversen terdiri dari 6 pertanyaan yang berupa pertanyaan-pertanyaan untuk menilai

derajat obstruksi dan 3 pertanyaan untuk gejala iritatif. Total skor dapat berkisar skor < 10

(BPH bergejala ringan), skor 11-20 (BPH bergejala sedang), dan skor >20 (BPH bergejala

berat). Perbedaannya dengan skor AUA adalah dalam skor Madsen Iversen penderita tidak

menilai sendiri derajat keluhannya.

Table 2. Skor Madsen-Iversen

SKOR MADSEN-IVERSEN

Keterangan 0 1 2 3 4

Pancaran NormalBerubah-

ubahLemah Menetes

Mengejan saat

berkemihTidak Ya

Harus menunggu saat

akan berkemihTidak Ya

BAK terputus-putus Tidak Ya

BAK tidak lampias TidakBerubah-

ubah

Tidak

lampias

1 kali

retensi

>1 kali

retensi

Inkontinensia Ya

BAK sulit ditunda Tidak Ringan Sedang Berat

BAK malam hari 0-1 2 3-4 >4

BAK siang hari>3 jam

sekali

Setiap 2-3

jam sekali

Setiap 1-2

jam sekali

<1 jam

sekali

29

Page 30: PRESUS prostat

2. Tanda Klinis

Lakukan pemeriksaan fisik pada umumnya dan tentukan pula status urologisnya.

Tanda klinis terpenting dalam BPH adalah ditemukannya pembesaran pada pemeriksaan

colok dubur/ digital rectal examination (DRE). Ukuran dan konsistensi prostat juga perlu

diketahui, walaupun ukuran prostat yang ditentukan melalui DRE tidak berhubungan dengan

derajat obstruksi. Pada BPH, prostat teraba membesar dengan konsistensi kenyal. Apabila

teraba indurasi atau terdapat bagian yang teraba keras, perlu dipikirkan kemungkinan

keganasan. Sedangkan jika didapatkan nyeri tekan, maka dapat dicurigai sebagai prostatitis.

Menurut Smeltzer (2002) menyebutkan bahwa:

Manifestasi dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan ingin

berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine yang turun dan harus mengejan

saat berkemih, aliran urine tak lancar, dribbling (urine terus menerus setelah berkemih), dan

retensi urine akut.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum Tanda-tanda vital

- Kesadaran

- Gizi

- Thorax

- Abdomen

- Extremitas

- Tekanan darah

- Nadi

- Frekuensi napas

- Suhu

Status Urologis

Ginjal Inspeksi, palpasi bimanual jika membesar

ballottement, nyeri ketok

Vesica Urinaria Jika penuh: inspeksi, palpasi, perkusi

Genitalia Externa Inspeksi dan palpasi pada penis, OUE,

testis, epididymis, vas deferens

DRE (digital rectal examination) Tonus sphincter ani, prostat, tonjolan,

konsistensi, pole atas, nodul, asimetris,

perkiraan besar

30

Page 31: PRESUS prostat

Gambar 12. Pemeriksaan colok dubur/ rectal toucher

Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini:

Clinical Gradding

Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh kencing dahulu

kemudian dipasang kateter.

- Normal: Tidak ada sisa

- Grade I: sisa 0-50 cc

- Grade II: sisa 50-150 cc

- Grade III: sisa >150 cc

- Grade IV: pasien sama sekali tidak bisa kencing

III.13. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, elektrolit serum, perlu dikerjakan sebagai

dasar keadaan umum penderita. Pemeriksaan kadar gula juga perlu dikerjakan terutama untuk

mengetahui kemungkinan adanya neuropati diabetes yang dapat menyebabkan keluhan miksi.

Pemeriksaan urinalisa juga harus dikerjakan, termasuk pemeriksaan bakteriologiknya.

Adanya hematuria berarti perlu evaluasi lenjut secara lengkap.14

Pemeriksaan Prostate Spesific Antigen (PSA), yang disintesis oleh sel epitel prostat

dan bersifat organ specific tetapi bukan cancer specific, juga merupakan salah satu sarana

untuk meramalkan perjalanan penyakit BPH. Dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti:

31

Page 32: PRESUS prostat

pertumbuhan volume prostat lebih cepat, keluhan akibat BPH/ laju pancaran urin lebih jelek,

dan lebih mudah terjadinya retensi urin akut.14 Hasil PSA yang normal merupakan salah satu

syarat yang harus dipenuhi sebelum memulai terapi medikamentosa BPH. Sebagai pegangan

penilaian PSA diinterpretasikan sebagai berikut:

Nilai PSA dan interpretasinya

0,5-4,0 ng/ml Normal

4,0-10 ng/ml Kemungkinan Ca 20% (perlu TRUS & biopsi)

> 10 ng/ml Kemungkinan Ca 50% (perlu TRUS & biopsi)

Kenaikan > 20% per tahun Segera rujuk untuk TRUS & biopsi

2. Pemeriksaan Uroflowmetri

Salah satu gejala BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran

urin ini dapat diperiksa dengan uroflowmeter. Jumlah urine yang cukup untuk mendapatkan

flowmetrogram yang representatif paling sedikit 150 ml dan maksimal 400 ml, yang ideal

antara 200-300 ml.14

Penilaian hasil :

Flow rate maksimal : 15 ml/detik : non obstuktif

10-15 ml/detik : border line

10 ml/detik : obstruktif

Walaupun ada beberapa prosedur untuk mendiagnosis BPH, uroflowmetri merupakan

cara terbaik dan paling tidak invasif dalam mendeteksi adanya obstruksi traktus urinarius

bagian bawah.14

3. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik

Perkembangan teknik pemeriksaan ultrasonogarfi (USG) membawa manfaat yang

besar bagi evaluasi penderita BPH. Selain itu dengan USG ini dapat pula diperiksa buli-buli,

misalnya ada batu buli-buli, tumor buli-buli, divertikel. Juga dapat diperiksa jumla residual

urine. Terdapat beberapa macam tranducer untuk pemeriksaan prostat yaitu suprapubic

(abdominal), transrektal dan transuretral.14

Pemeriksaan rontgenologik yaitu pyelografi intravena (IVP) sekarang tidak lagi

merupakan pemeriksaan rutin untuk evaluasi penderita BPH tetapi hanya dikerjakan secara

selektif.14

4. Pemeriksaan Panendoskopi:

Dengan pemeriksaan panendoskopi dapat ditentukan secara review:

Keadaan uretra anterior, misalnya adanya striktur uretra.

32

Page 33: PRESUS prostat

Keadaan uretra prostatika, bagian prostat mana yang membesar, panjangnya uretra yang

obstruktif karena pembesaran prostat.

Keadaan didalam buli-buli yaitu ada tidaknya tumor, batu, hipertropi dari detrusor, ada

tidaknya selulae atau divertikel dan keadaan muara ureter dan mengetahui kapasitas buli-buli.

III.14. PATOFISIOLOGI

Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan maka efek

perubahannya juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran

prostat, resistensi pada leher vesika dan daerah prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih

tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat

seperti balok yang disebut trabekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar

diantara serat detrusor. Tonjolan serat yang kecil dinamakan sakula, sedangkan yang besar

dinamakan divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding.

Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami

dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksin sehingga terjadi retensi urin.14

Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir

miksi masih ditemukan sisa urin dalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada

akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut maka pada suatu saat akan terjadi kemacetan total

sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi maka vesika

tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesika terus meningkat dan dapat

terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter,

hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi

infeksi. Pada waktu miksi penderita terus mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan

hernia atau hemoroid. Karena selalu terbentuk sisa urin terbentuk batu endapan di dalam

kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu

juga dapat menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.14

33

Page 34: PRESUS prostat

III.15. DIAGNOSIS

Diagnosa ditegakkan dari anamnesa yang meliputi keluhan dari gejala dan tanda

obstruksi dan iritasi. Kemudian dilakukan pemeriksaan colok dubur untuk merasakan/meraba

kelenjar prostat. Dengan pemeriksaan ini bisa diketahui adanya pembesaran prostat, benjolan

keras (menunjukkan kanker) dan nyeri tekan (menunjukkan adanya infeksi).14

34

Page 35: PRESUS prostat

Selain itu biasanya dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui fungsi ginjal dan

untuk penyaringan kanker prostat (mengukur kadar antigen spesifik prostat atau PSA). Pada

penderita BPH, kadar PSA meningkat sekitar 30-50%. Jika terjadi peningkatan kadar PSA,

maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah penderita juga

menderita kanker prostat.14

III.16. DIAGNOSIS BANDING

Oleh karena proses miksi tergantung pada beberapa faktor maka faktor ini pula yang

dapat menjadi diagnosis banding BPH, yaitu:14

1. Kekuatan otot detrusor berkontraksi

Kelemahan detrusor dapat disebabkan oleh karena kelainan syaraf (neurogenik

bladder), misalnya pada lesi medulla spinalis, neuropathy diabeticum, sehabis operasi

radikal yang mengorbankan persyarafan didaerah pelvis, alkoholisme, penggunanan

obat penenang, ganglion blocking agent, dan obat parasimpatolitik (seperti obat yang

sering dikonsumsi penderita asma kronik).

35

Page 36: PRESUS prostat

2. Elastisitas leher vesika

Kekakuan leher vesika dapat disebabkan oleh proses fibrosis (bladder neck

contracture).

3. Resistensi uretra

Resistensi uretra dapat disebabkan oleh karena pembesaran prostat jinak atau ganas,

tumor dileher vesika, batu di uretra atau striktura uretra. Kelainan-kelainan tersebut

dapat dilihat bila dilakukan sistoskopi. Disamping itu, meskipun di Indonesia jarang

terjadi, obstruksi infravesikal dapat disebabkan oleh gangguan fungsi misalnya

dissynergia detrusor sfingter.

Maka setiap kesulitan miksi yang dialami penderita dapat disebabkan oleh ketiga

faktor tersebut.

Adapun penyakit-penyakit yang gejala-gejalanya menyerupai hipertofi prostat jinak

diantaranya adalah sebagai berikut berserta klinis dan pemeiksaan yang membedakan dengan

BPH:14

1. Ca Prostat

Keluhan sesuai gejala saluran kemih bagian bawah (Lower urinary tract symptoms =

LUTS), yaitu gejala obstuktif dan iritatif. Kecurigaan umumnya berawal dari ditemukan

nodul yang secara tidak segaja pada pemeriksaan rektal. Nodul yang irreguler dan keras harus

dibiopsi untuk menyingkirkan hal ini. Atau didapatkan jaringan yang ganas pada pemeriksaan

patologi dari jaringan prostat yang diambil akibat gejala BPH. Kanker ini jarang memberikan

gejala kecuali bila telah lanjut. Dapat terjadi hematuria, gejala-gejala obstruksi, gangguan

saraf akibat penekanan atau fraktur patologis pada tulang belakang. Atau secara singkat kita

anamnesa dan kita akan dapatkan sebagai berikut :

- Terjadi pada usia >60 tahun

- Nyeri pada lumbosakral menjalar ke tungkai

- Prostatismus dan hematuri

- Rectal toucher: permukaannya berbenjol, keras, fixed

2. Prostatitis

Gejala dan tanda prostatitis akut terdiri dari demam dengan suhu yang tinggi, kadang

dengan gigilan, neri peineal atau pinggang rendah, sakit sedang atau berat, mialgia, antralgia.

Karena pembengkan prostat biasanya ada disuria, kadang sampai retensi urin. Kadang

didapatkan pengeluaran nanah pada colok dubur setelah masase prostat. Sedangkan pada

prostatitis kronis gejala dan tanda tidak khas. Gambaran klinik sangat variabel, kadang

dengan keluhan miksi, kadang nyeri perineum atau pinggang. Dan diagnosa dapat ditegakan

36

Page 37: PRESUS prostat

dengan diketemukan adanya leukosit dan bakteria dalam sekret prostat. Jadi hal-hal yang

perlu sekali kita perhatikan agar dapat membedakan dengan BPH yaitu :

- Adanya nyeri perineal

- Demam

- Disuri, polaksiuri

- Retensi urin akut

- Rectal toucher: jika ada abses didapatkan fluktuasi (+)

3. Neurogenik Bladder

Adapun gejala dan tanda yamg kita peroleh dari anamnesa adalah :

- Lesi sakral 2 – 4

- Rest urin (+)

- Inkontinensia urin

4. Striktura Uretrha

Sumbatan pada uretrha dan tekanan kandung kemih yang tinggi dapat menyebabkan

imbibisi urin keluar kandung kemih atau uretra proksimal dari striktura. Gejala khas adalah

pancaran urin yang kecil dan bercabang. Gejala lain adalah iritasi dan infeksi seperti

frekuensi, urgensi, disuri, kadang-kadang dengan infiltat, abses, fistel. Gejala lanjut adalah

retensi urin.

III.17. TATA LAKSANA

Penatalaksanaan terhadap BPH dibagi menjadi watchful waiting, medikamentosa,

minimal invasive, dan pembedahan (operatif). Hal ini dapat didasarkan pada skor IPSS yang

didapatkan dari penderita.16,17

Watchful waiting 

Watchful waiting dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan (skor IPSS <10). 16,17

1. Pasien diberi nasihat agar mengurangi minum setelah makan malam agar mengurangi

nokturia.

2. Menghindari obat-obat simpatoprimetik (mis: dekongestan).

3. Mengurangi kopi.

4. Melarang minum minuman alkohol agar tidak terlalu sering buang air kecil. Penderita

dianjurkan untuk kontrol setiap tiga bulan untuk diperiksa: skoring, uroflowmetri, dan

TRUS.

5. Bila terjadi kemunduran, segera diambil tindakan.

37

Page 38: PRESUS prostat

Medikamentosa

Pilihan terapi non-bedah adalah pengobatan dengan obat (medikamentosa). Terdapat

tiga macam terapi dengan obat yang sampai saat ini dianggap rasional, yaitu dengan

penghambat adrenergik a-1, penghambat enzim 5a reduktase, dan fitoterapi. 12,16,17

Penghambat adrenergik a-1

Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor a-1 yang banyak ditemukan pada otot

polos ditrigonum, leher buli-buli, prostat, dan kapsul prostat. Dengan demikian, akan terjadi

relaksasi di daerah prostat sehingga tekanan pada uretra pars prostatika menurun dan

mengurangi derajat obstruksi. Obat ini dapat memberikan perbaikan gejala obstruksi relatif

cepat.

Efek samping dari obat ini adalah penurunan tekanan darah yang dapat menimbulkan

keluhan pusing (dizziness), lelah, sumbatan hidung, dan rasa lemah (fatique).

Pengobatan dengan penghambat reseptor a-1 masih menimbulkan beberapa

pertanyaan, seperti berapa lama akan diberikan dan apakah efektivitasnya akan tetap baik

mengingat sumbatan oleh prostat makin lama akan makin berat dengan tumbuhnya volume

prostat. Contoh obat: prazosin, terazosin dosis 1 mg/ hari, dan dapat dinaikkan hingga 2-4

mg/ hari. Tamsulosin dengan dosis 0.2-0.4 mg/ hari.

Penghambat enzim 5a reduktase

Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim 5a reduktase, sehingga testosteron

tidak diubah menjadi dehidrotestosteron. Dengan demikian, konsentrasi DHT dalam jaringan

prostat menurun, sehingga tidak akan terjadi sintesis protein. Obat ini baru akan memberikan

perbaikan simptom setelah 6 bulan terapi.

Salah satu efek samping obat ini adalah menurunnya libido .

Contoh obat : finasteride dosis 5 mg/ hari.

Kombinasi penghambat adrenergik a- 1 dan penghambat enzim 5a reduktase

Terapi kombinasi penghambat adrenergik a-1 dan penghambat enzim 5a reduktase

pertama kali dilaporkan oleh Lepor dan kawan-kawan pada 1996. Terdapat penurunan skor

dan peningkatan Qmax pada kelompok yang menggunakan penghambat adrenergik a-1.

Namun, masih terdapat keraguan mengingat prostat pada kelompok tersebut lebih kecil

dibandingkan kelompok lain. Penggunaan terapi kombinasi masih memerlukan penelitian

lebih lanjut.

Fitoterapi

38

Page 39: PRESUS prostat

Terapi dengan bahan dari tumbuh-tumbuhan populer diberikan di Eropa dan baru-

baru ini di Amerika. Obat-obatan tersebut mengandung bahan dari tumbuhan seperti Hypoxis

rooperis, Pygeum africanum, Urtica sp, Sabal serulla, Curcubita pepo, Populus temula,

Echinacea purpurea, dan Secale cerelea. Masih diperlukan penelitian untuk mengetahui

efektivitas dan keamanannya.12

Minimal invasive

Meliputi :

1) TUBD (Transurethral Balloon Dilatation)

Dengan menggunakan balon kateter yang berkapasitas antara 75F-110F dengan

tekanan antara 3-5 atmosfir, uretra prostatika di dilatasi selama 10-30 menit. Terapi ini

dikerjakan untuk BPH yang kecil dan tanpa pembesaran dari lobus medius. Terdapat

perbaikan keluhan dan flowmetrik sampai 3-6 bulan sesudah tindakan walaupun secara

sitoskopik ternyata tidak ada perbedaan di daerah uretra prostatika pra dan pasca tindakan.18

2) Prostat Stent

Stent dibuat dari bahan kawat yang dianyam hingga berbentuk tabung. Stent dipasang

di uretra prostatika untuk mencegah berdempetnya prostat. 18

3) Terapi Termal , dibagi menjadi tiga macam antara lain12:

a. Hipertermi

Kelenjar prostat dipanasi 41-45° C, dan pemanasannya dikerjakan dengan

menggunakan “probe” baik transrektal ataupun transuretral. Pemanasan dilakukan beberapa

kali dengan frekwensi 1-2 kali/ minggu. Setiap kali pemanasan berlangsung kurang lebih satu

jam.

b. TUMT (Transurethral Microwave Thermotherapy)

Termoterapi adalah penyempurnaan dari terapi hipertermia. Dengan menggunakan

kateter 22F yang dihubungkan dengan sumber panas mikrowave 1296 MHZ, prostat

dipanaskan 45-60° C, sementara itu secara terus-menerus uretra didinginkan sehingga

mukosanya tidak rusak. Temperatur juga dipantau terus menerus. Dengan pemanasan yang

cukup tinggi tadi akan terjadi destruksi, koagulasi dan akhirnya nekrosis. Pada termoterapi

pemanasan dilakukan satu kali. Keuntungannya adalah tidak memerlukan anestesi umum

maupun regional, tetapi peralatannya relatif mahal

c. TUNA (Transurethral Needle Ablation)

Dengan menggunakan alat khusus yang dimasukkan ke kelenjar prostat, kemudian

dengan microwave prostat dipanaskan sampai 120°C. Hasil yang pernah dilakukan

menunjukkan perbaikan flow maksimal dari 9 ml/ deti menjadi 17 ml/ detik. Penelitian multi

39

Page 40: PRESUS prostat

senter terus dikerjakan agar mendapat kasus yang cukup banyak untuk dapat diambilk

kesimpulan guna generalisasi.

Pembedahan (operatif)

Pembedahan biasanya dilakukan terhadap penderita yang mengalami12:

- inkontinensia uri

- hematuria

- retentio uri

- infeksi saluran kemih berulang

Prostatektomi digolongkan dalam 2 golongan12:

1. Prostatektomi tertutup

2. Prostatektomi terbuka

Pemilihan prosedur pembedahan biasanya tergantung kepada beratnya gejala serta

ukuran dan bentuk kelenjar prostat.

a. TURP (Trans Urethral Resection of the Prostate)

Gambar 13. Tindakan TURP

TURP merupakan pembedahan BPH yang paling sering dilakukan. Endoskopi

dimasukkan melalui penis (uretra). Keuntungan dari TURP adalah tidak dilakukan sayatan

sehingga mengurangi resiko terjadinya infeksi. 88% penderita yang menjalani TURP

mengalami perbaikan yang berlangsung selama 10-15 tahun. Impotensi terjadi pada 13,6%

penderita dan 1% mengalami inkontinensia uri.18

b. TUIP (Trans Urethral Incision of the Prostate)

TUIP menyerupai TURP, tetapi biasanya dilakukan pada penderita yang memiliki

prostat relative kecil. Pada jaringan prostat dibuat sebuah sayatan kecil untuk melebarkan

lubang uretra dan lubang pada kandung kemih, sehingga terjadinya perbaikan laju aliran air

kemih dan gejala berkurang. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan, infeksi,

penyempitan uretra, dan impotensi.18

40

Page 41: PRESUS prostat

c. TULP (Trans Urehral Laser Prostatectomy)

Kelenjar prostat pada suhu 600-650C akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang

lebih dari 1000C mengalami vaporisasi. Pemakaian laser ternyata lebih sedikit menimbulkan

komplikasi dan penyembuhan lebih cepat, tetapi meningkatkan perbaikan gejala miksi tidak

sebaik TURP. Disamping itu terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun.

d. Prostatektomi Terbuka

Sebuah sayatan bisa dibuat di perut (melalui struktur di belakang tulang

kemaluan/retropubik dan diatas tulang kemaluan/suprapubik atau di daerah perineum (dasar

panggul yang meliputi skrotum sampai anus). Pendekatan melalui perineum saat ini jarang

digunakan lagi karena angka kejadian impotensi setelah pembedahan mencaai 50%.

Pembedahan ini memerlukan waktu dan biasanya penderita harus dirawat selama 5-10 hari.

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah impotensi (16-32%, tergantung kepada pendekatan

pembedahan) dan inkontinensia uri (kurang dari 1%).18

Dikenal 3 cara:

a. Prostatektomi suprapubik transvesikalis (Freyer)

Balfied tahun 1887 pertama kali melakukan pembedahan cara ini, kemudian oleh Sir

Peter Freyer dari London dilaporkan pada kongres SIU di Paris tahun 1900.

b. Prostatektomi retropubik (Terence Millin)

Tahun 1945 dikenalkan oleh Terence Millin dari Inggris

Keuntungan : Sumber perdarahan jelas dan apeks prostat lebih mudah dicapai.

Operasi terbuka ini dianjurkan pada BPH dengan berat lebih dari 50 gram atau yang

diperkirakan tidak dapat reseksi dengan sempurna dalam waktu satu jam. BPH yang

disertai penyulit, misalnya batu buli-buli yang multipel dan bila tidak tersedia fasilitas

untuk melakukan TUR Prostat baik sarana maupun tenaga ahlinya.

c. Prostatektomi perinealis (Young)

Dalam pendekatan ini, ahli bedah menghilangkan prostat melalui sayatan di kulit

antara skrotum dan anus. Saraf-sparing lebih sulit untuk dicapai, dan pendekatan ini

mungkin kurang efisien jika kelenjar getah bening perlu dihilangkan atau diperiksa

sebelum prostat akan diangkat.

III.18. KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin

beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati

41

Page 42: PRESUS prostat

prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat

mengakibatkan gagal ginjal.17

Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan

penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen

yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan

membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis

urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat

menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat,

2005). 17

III.19 PROGNOSIS

Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu

walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki

prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat. Menurut penelitian,

kanker prostat merupakan kanker pembunuh nomor 2 pada pria setelah kanker paru-paru.

BPH yang telah diterapi juga menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan

bagi penderita. 17

42

Page 43: PRESUS prostat

BAB IV

ANALISA KASUS

BPH sering diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign

prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia

sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami

oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria

berusia di atas 80 tahun.

Pada kasus ini pasien adalah laki – laki dengan usia 73 tahun dengan keluhan buang

air kecil sedikiti - sedikit. Berdasarkan jenis kelamin serta usia pasien menunjukan salah satu

faktor resiko terhadap BPH. Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat insidensi BPH pada

laki – laki. Salah satunya adalah produksi testosterone pada testis serta beberapa faktor

lainnya yang dicurigai dapat memicu munculnya BPH ini seperti gaya hidup semsasa muda,

faktor lingkungan. Pembesaran prostat ini akan berdampak pada obstruksi pada leher buli-

buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus

disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat disebut sebagai benign prostate obstruction

(BPO). Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan perubahan struktur buli-buli

maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah.

Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS (lower urinary tract

symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage

symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi

lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan

tahap selanjutnya terjadi retensi urine. Hubungan antara BPH dengan LUTS sangat

kompleks. Tidak semua pasien BPH mengeluhkan gangguan miksi dan sebaliknya tidak

semua keluhan miksi disebabkan oleh BPH.

Berdasarkan anamnesis didapatkan keterangan bahwa pasien mengeluhkan buang air

kecil sedikit - sedikit, mulai 4 bulan yang lalu. Saat buang air kecil dirasakan tidak tuntas dan

harus menunggu untuk memulai kencing. Polus atas tidak teraba.

Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukan adanya kecurigaan telah terjadinya

pembesaran prostat pada pasien yang bersangkutan.

43

Page 44: PRESUS prostat

Dari hasil pemeriksaan penunjang yaitu pada USG abdomen didapatkan pembesaran

prostat pada pasien. Oleh karena itu, pasien perlu mendapat tindakan bedah berupa TURP

BAB VKESIMPULAN

Semakin lanjut usia semakin banyak dijumpai pria yang menderita BPH dengan keluhan

mulai terjadi perubahan dalam berkemih, tidak bisa berkemih, sampai keluhan yang lebih

berat karena komplikasi yang terjadi akibat BPH. Diagnosis didapatkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pendekatan melalui pemeriksaan penunjang yang turut

berfungsi sebagai kontrol terhadap terapi yang diberikan. Penentuan terapi yang tepat paling

sering didapatkan dari hasil IPSS yang harus dijawab oleh pasien sebelumnya. Terapi yang

diberikan berupa pemberian obat-obatan berupa penghambat adrenergik a-1, penghambat

enzim 5a reduktase, dan fitoterapi sampai dengan tindakan invasif seperti prostatektomi

terbuka, TURP, TUIP, TULP, TUMT, HIFU, stent uretra, TUNA, dan ILC yang dipilih

sesuai dengan indikasi dan keadaan umum pasien. Pada gejala yang ringan (skor IPSS <10),

penderita BPH tidak diberikan terapi apapun melainkan hanya menjalankan program

watchful waiting dengan pemantauan IPSS secara berkala untuk menentukan terapi

selanjutnya.

44

Page 45: PRESUS prostat

DAFTAR PUSTAKA

1. Narayan P. Neoplasma of The Prostate Gland inTanagho EA, Mc Annich JW (eds).

Smith’s General Urology. Appleton and Lange 1992; 13: p.378-9.

2. Rous SN. Anatomy of The Prostate in Rous SN (ed) Urology, A Core Textbook 2nd

edition. Blackwell Science 1996: p. 186-8.

3. Snell R. Anatomi Klinik. Pelvis: Bagian II Cavitas Pelvis. In: Hartanto H, Listiawati

E, Suyono Y, Susilawati, Mahatmi T, Prawira J, et al, Editors. Anatomi Klinik. 6 th ed.

Jakarta: EGC; 2006. p. 350-2.

4. Mc Neal JE. Prostate and Prostatic Urethra: A Morphologic Study. J Urol

1972;107:1008.

5. Vaalsti A, Herronen A. Autonomic Innervation of The Human Prostate. Invest Urol

198;17: p.293.

6. Lepor H, Gregerman M, Crosby R et al. Precise Localization of The Autonomic

Nerves from The Pelvic Plexus to The Corpora Cavernosa: A Detailed Anatomical

Study of The Adult Male Prostate. J Urol 1985; 133: p. 207-12.

7. Dixon JS, Gosling JA. Macro Anatomy of The Prostate in Kirby R, McConnel JM,

Fitzpatrick J, Rochborn C, Boyle P (eds). Textbook of Benign Prostate Hyperplasia.

ISIS Medical Media Oxford 1996: p. 3-10.

8. Sherwood L. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Ed ke-2. Jakarta: EGC; 2001. p.

499-502.

9. Purnomo, Basuki B. Hiperplasia prostat dalam: Dasar – dasar urologi., Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto. 2003. p. 69 – 85.

10. Narayan P. Neoplasma of The Prostate Gland inTanagho EA, Mc Annich JW (eds). Smith’s General Urology. Appleton and Lange 1992; 13: p.378-9.

11. Mc Neal JE. Prostate and Prostatic Urethra: A Morphologic Study. J Urol 1972;107:1008.

45

Page 46: PRESUS prostat

12. Kirby R, Christmas TJ. Benign Prostate Hyperplasia, 2nd ed. Mosby International, 1997: p. 1-6.

13. Rahardjo D, Birowo P. Karakteristik Penderita-Penderita Pembesaran Prostat Jinak di RS.Sumber Waras dan RSCM. Submitted to MKI.

14. Roehrborn CG, McConnell JD. Etiology, Pathophysiology, Epidemiology, and Natural History of Benign Prostatic Hyperplasia. Dalam: Campbell’s Urology, edisi ke-7. Editor: Walsh PC, Retik AB, Vaughan ED, dan Wein AJ. Philadelphia: WB Saunders Co; 2000. p. 1297-330, 1429-52.

15. Ramsey EW Elhilail M, Goldenberg SL, Nickel CJ, Norman R, Perreault JP et al. Practice Patterns of Canadian Urologist in BPH and Prostate Cancer. J Urol 163; 2000. p. 499-502.

16. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Panduan Penatalaksanaan (Guidelines) Benign

Prostatic Hyperplasia (BPH) di Indonesia. Jakarta. 2003. p. 15-35.

17. Rahardjo D. Prostat: Kelainan-Kelainan Jinak, Diagnosis, dan Penanganan. Jakarta:

1999. p. 42-55.

18. Medicastore. [Internet] Pembesaran Prostat Jinak (BPH, Benign Prostatic

Hyperplasia). Available from: URL:

http://medicastore.com/penyakit/557/Pembesaran_Prostat_Jinak_BPH_Benign_Prosta

tic_Hyperplasia.html

46