Rekonstruksi Kandung Kemih Dan Jalan Keluar Kandung Kemih

39
REKONSTRUKSI KANDUNG KEMIH DAN JALAN KELUAR KANDUNG KEMIH Manajemen operasi yang efektif dari kandung kemih yang tidak normal membutuhkan pemahaman yang menyeluruh mengenai baik miksi yang normal dan disfungsi (lihat Bab 116). Kontinensia urin merupakan kompleks yang seimbang antara tekanan intravesikal dan resistansi jalan keluar kandung kemih. Beberapa variabel menentukan tekanan intravesikal, dimana hanya satu yang memenuhi, yang mencerminkan baik tonus muskular dan elastisitas interstitial. Pengukuran ini tidak statis tetapi bervariasi dengan kapasitas kandung kemih. Akibatnya, output urin, volume residual setelah berkemih, dan frekuensi pengosongan kandung kemih menentukan rentang kerja dari kandung kemih. Perubahan patologis (misalnya kontraksi detrusor tanpa hambatan atau fibrosis interstitial) mungkin ditandai perubahan pemenuhan dan penghasilan karakteristik tekanan intravesikal. Resistensi jalan keluar kandung kemih juga bergantung pada beberapa variabel dan harus sangat terkoordinasi dalam mencegah inkontinensia tetapi memperbolehkan berkemih untuk terjadi. Refleks kontraksi dari mekanisme sfingter membantu mencegah inkotinensia setelah peningkatan tiba-tiba di tekanan intra-abdomen. Sebaliknya, mekanisme sfingter jalan keluar kandung kemih secara refleks relaks pada saat kontraksi detrusor. Pada waktu ini, terjadi kemauan untuk berkemih. Sebagai tambahan, kontraksi suka rela dari otot lurik dari sfingter urin menyediakan dukungan tambahan untuk mencegah inkontinensia. Dalam beberapa situasi, namun, refleks kontraksi dari mekanisme sfingter kandung kemih atau kontraksi

description

Rekonstruksi Kandung Kemih Dan Jalan Keluar Kandung Kemih

Transcript of Rekonstruksi Kandung Kemih Dan Jalan Keluar Kandung Kemih

REKONSTRUKSI KANDUNG KEMIH DAN JALAN KELUAR KANDUNG KEMIHManajemen operasi yang efektif dari kandung kemih yang tidak normal membutuhkan pemahaman yang menyeluruh mengenai baik miksi yang normal dan disfungsi (lihat Bab 116). Kontinensia urin merupakan kompleks yang seimbang antara tekanan intravesikal dan resistansi jalan keluar kandung kemih. Beberapa variabel menentukan tekanan intravesikal, dimana hanya satu yang memenuhi, yang mencerminkan baik tonus muskular dan elastisitas interstitial. Pengukuran ini tidak statis tetapi bervariasi dengan kapasitas kandung kemih. Akibatnya, output urin, volume residual setelah berkemih, dan frekuensi pengosongan kandung kemih menentukan rentang kerja dari kandung kemih. Perubahan patologis (misalnya kontraksi detrusor tanpa hambatan atau fibrosis interstitial) mungkin ditandai perubahan pemenuhan dan penghasilan karakteristik tekanan intravesikal.Resistensi jalan keluar kandung kemih juga bergantung pada beberapa variabel dan harus sangat terkoordinasi dalam mencegah inkontinensia tetapi memperbolehkan berkemih untuk terjadi. Refleks kontraksi dari mekanisme sfingter membantu mencegah inkotinensia setelah peningkatan tiba-tiba di tekanan intra-abdomen. Sebaliknya, mekanisme sfingter jalan keluar kandung kemih secara refleks relaks pada saat kontraksi detrusor. Pada waktu ini, terjadi kemauan untuk berkemih. Sebagai tambahan, kontraksi suka rela dari otot lurik dari sfingter urin menyediakan dukungan tambahan untuk mencegah inkontinensia. Dalam beberapa situasi, namun, refleks kontraksi dari mekanisme sfingter kandung kemih atau kontraksi suka rela yang tidak tepat (misal disfungsi berkemih) dapat menyebabkan tekanan intravesikal tinggi yang membahayakan. Lebih lanjut, mekanisme sfingter jalan keluar kandung kemih mungkin gagal untuk relaks pada saat berkemih, kondisi yang dikenal sebagai disinergia sfingter detrusor. Patologi resistensi jalan keluar kandung kemih mungkin disebabkan oleh obstruksi anatomi kongenital (misal katub uretra posterior) atau lesi yang didapat (misal striktur).Konsekuensi struktural dari berkemih yang tidak seimbang sangat bervariasi dan menakutkan. Konsekuensi kandung kemih termasuk hipertrofi dari muskulus detrusor dengan trabekulasi. Sacculation dan diverticula mungkin terjadi, mengarah ke infeksi saluran kencing (UTI) dan urolithiasis. Fibrosis interstitial mungkin juga terjadi dan menyebabkan kehilangan pemenuhan kandung kemih secara progesif. Pada masalah tertentu yaitu konsekuensi dari tekanan kandung kemih yang tinggi pada fungsi ginjal. Bahkan tanpa refluks vesikoureteral, hubungan erat ada diantara tekanan ginjal intrapelvik dan tekanan intravesikal. Tekanan pelvik ginjal lebih besar dari 40 cm H2O merusak papila ginjal, yang mungkin merusak orientasi tubulus untuk mengalir ke papilla dan mengakibatkan refluks intrarenal. Ini meningkatkan kerentanan ginjal untuk pyelonephritis.Pada pasien dengan kandung kemih neurogenik (seperti mereka dengan myelodysplasia), tekanan kandung kemih dan prognosis ginjal terhubung secara erat. Kebocoran urin secara spontan melalui mekanisme jalan keluar kandung kemih pada tekanan kandung kemih lebih besar dari 40 cm H2O yang dikaitkan dengan prognosis buruk untuk saluran urin bagian atas. Sebuah korelasi yang serupa dengan tekanan ureter maksimal pada percobaan urodinamik telah dibuktikan juga. Lebih lanjut, peningkatan tekanan intravesikal telah ditunjukkan berdampak buruk pada allograft ginjal.Sebaliknya anak yang sehat dengan peningkatan tekanan intravesikal mempunyai peningkatan resiko untuk UTI dan refluks vesikoureteral (VUR). Pengobatan antikolinergik, yang mengurangi tekanan intravesikal, dapat secara dramatis mengurangi refluks dan UTI.Ahli bedah harus menyadari bahwa penyebab dari cedera kandung kemih tidak dapat dengan pasti ditentukan dari abnormalitas stadium akhir, karena kemampuan dari berbagai penyakit utama untuk menyebabkan cedera kandung kemih tumpang tindih. Perubahan sekunder dikarenakan retensi kronik, infeksi, batu, atau pembedahan dapat membingungkan masalah. Oleh karena itu seseorang tidak dapat memprediksi tingkat fungsi kandung kemih berdasarkan pengetahuan penyakit utama seperti myelodysplasia, katub uretra posterior, sindrom prune-belly, dan anus imperforata. Pengukuran sifat fisiologi dari kandung kemih dengan pemeriksaan urodinamik formal penting dalam setiap perencanaan dengan intervensi bedah.Meskipun ini diterima bahwa disfungsi kandung kemih dapat merusak ginjal, ini diakui kurang baik bahwa penyakit ginjal dapat berkontribusi ke cedera kandung kemih. Poliuria disebabkan oleh penyakit ginjal primer dapat secara substansi mengubah fungsi ginjal. Ini dapat mengakibatkan hipertensi kandung kemih dengan hipertropi detrusor ekstensif atau, bila dekompensasi, dilatasi secara masal, lembek, hipotonik kandung kemih yang tidak dapat kosong secara penuh. Efek ini juga dapat diikuti penyakit ginjal sekunder (misal polyuria diikuti katub uretra posterior). Lesi tersebut melukai medula ginjal dan mengarah ke hilangnya konsentrasi kapasitas; polyuria yang dihasilkan mungkin merusak kandung kemih lebih jauh.Obstruksi jalan keluar kandung kemih merupakan faktor utama dalam progesi cedera kandung kemih dan ginjal. Lesi struktural seperti katub uretra posterior atau striktur ureter secara khusus bermasalah. Penting juga disinergia sfingter detrusor. Kondisi ini mungkin secara sengaja atau tidak. Dengan terakhir, otot periuretra sfingterik yang secara tidak tepat berkontraksi (daripada relaks) saat kontraksi detrusor. Mulanya, pada anak tertutupnya jalan keluar kandung kemih untuk mencegah inkontinensia yang disebabkan dari aktivitas detrusor tanpa hambatan atau menunda kebutuhan untuk berkemih ketika kandung kemih sudah terlalu penuh. Aktivitas tersebut mungkin juga dapat digunakan untuk mencegah nyeri saat berkemih. Aktivitas ini sering kali dimanifestasikan secara klinis dengan kejadian Vincent cursty, yang dimana anak duduk di kaki, jongkok, atau merapatkan kaki bersama-sama untuk mencegah berkemih.Katub kandung kemih merupakan contoh terbaik dari interaksi faktor-faktor ini (Gambar 117-1). Bahkan setelah reseksi katub, kandung kemih mungkin masih bekerja pada tekanan tinggi karena dinding kandung kemih residual berubah seperti pemenuhan diubah dan kontraksi detrusor tanpa hambatan. Kandung kemih mungkin tidak kosong sepenuhnya, dan substansi VUR mungkin ada. Pada saat berkemih, urin dikeluarkan melalui uretra tetapi juga refluks ke dalam ginjal. Ketika pasien berkemih sepenuhnya, urin ini dengan segera kembali mengalir ke dalam kandung kemih. Pengaliran ini, bersama-sama dengan peningkatan volume urin residu setelah berkemih disebabkan oleh fungsi ginjal yang abnormal, yang memaksa kandung kemih untuk bekerja terus-menerus dalam kirasan yang menyebabkan tekanan penampungan tinggi dengan efek samping pada ginjal.Kemajuan terbaru dalam teknik bedah, penerapan yang berhasil dari kateterisasi intermiten pada rekonstruksi saluran urin, dan pembelajaran yang diajarkan dari pencetus yang bekerja pada undiversi urin memperbolehkan bahkan anatomi anak-anak yang paling hancur direkonstruksi untuk kontinensia, serta pemeliharaan fungsi ginjal. Seperti prinsip rekonstruksi mungkin sekarang diterapkan pada hampir semua anamoli saluran urin dengan harapan sukses. Pilihan rekonstruksi sekarang sudah tersedia bahkan untuk anak dengan penyakit ginjal stadium akhir yang membutuhkan transplantasi ginjal. Rekonstruksi melibatkan banyak tantangan dalam mencapai tujuan dari penampung urin tekanan rendah dan pengosongan kandung kemih sepenuhnya. Paling sering, rekonstruksi tersebut diperlukan untuk penanganan ekstropi kandung kemih; katub uretra posterior; dan kandung kemih neurogenik yang terkait dengan myelomeningocele, dysraphisms sakral lainnya, atau kompleks VATER (verbral defek, imperforate anus, tracheosesophageal fistula dengan esophageal atresia, dan dysplasia radial dan ginjal). Penyakit lainnya yang membutuhkan rekonstruksi termasuk sinus urogenital dan anomali kloaka, ekstropi kloaka, dan ureter ektopik tunggal bilateral. Semua ini umumnya dikaitkan dengan tekanan penampungan urin yang abnormal atau masalah ketika pengosongan.GANGGUAN KANDUNG KEMIH DAN URETRAGangguan anatomi dari Kandung Kemih dan UretraAbnormalitas struktural utama sangat penting dan merupakan contoh terbaik oleh katub uretra posterior (Gambar 117-2), pada umumnya penyebabnya obstruksi saluran urin bagian bawah pada bayi laki-laki. Sebagai akibat obstruksi, uretra proksimal diperpanjang dan dilatasi, dan leher kandung kemih secara relatif menyempit karena hipertropi detrusor sekunder. Uretra distal merupakan kaliber normal, menyebabkan transisi tiba-tiba diantara uretra proksimal dilatasi dan uretra anterior tipis. Kandung kemih menunjukkan hipertropi detrusor dan irregular karena trabekulasi, sakulasi, dan kehadiran divertikula. Saluran urin bagian atas biasanya menunjukkan hidronefrosis yang berat dengan atau tanpa refluks vesikoureteral. Kerusakan ginjal sering terjadi dan sering kali ada sejak lahir; pemulihannya tidak lengkap bahkan setelah ablasi katub.Kebanyakan pasien dikenali saat kehamilan, dan lebih dari dua pertiga diidentifikasi dalam tahun pertama kehidupan. Bayi baru lahir mungkin mempunyai kandung kemih atau ginjal yang teraba lebih besar sebagai hasil dari hidroureteronefrosis. Bayi mungkin mempunyai UTI atau kegagalan untuk berkembang karena azotemia, dimana manifestasi awal pada anak yang lebih tua mungkin inkontinensia. Evaluasi diagnostik termasuk ultrasonografi dari saluran urin atas dan radiografi voiding cystourethrogram (VCUG). Fungsi ginjal dapat dievaluasi dengan scan ginjal. Pemeriksaan urodinamik mungkin kemudian dapat diindikasi bila hidronefrosis, refluks, azotemia, atau inkontinensia berlanjut pada anak yang katubnya telah diablasi sempurna.Bayi seharusnya awalnya distabilisasi dengan kateter drainase kandung kemih, resustasi intravena, dan bantuan respirasi ketika dibutuhkan. Urine diambil dengan 5 atau 8 French tuba makanan bayi karena kateter yang lebih besar atau kateter dengan balon mungkin dapat menyebabkan kontraksi detrusor yang ketat, yang mungkin menghalangi jalan urin melalui persimpangan ureterovesikal. Kebanyakan pasien selanjutnya dirawat dengan ablasi katub. Pada bayi premature dengan uretra yang kecil untuk fulgurasi endoskopik, baik ablasi antegrade dan vesikostomi mungkin dibuat; dengan cystoscope miniatur, namun, prosedur ini sangat jarang dibutuhkan. Pasien dengan refluks yang besar, terutama ketika bersamaan dengan azotemia, juga merupakan kandidat untuk vesikotomi.Bayi langka dengan azotemia mendalam yang tidak respon terhadap drainase kateter mungkin mendapat keuntungan dari diversi saluran urin bagian atas dengan jalan pyeolostomi kutan. Seperti drainase tekanan rendah memungkinkan pengembalian yang cukup untuk fungsi renal sehingga dialisis atau transplantasi ginjal dapat ditunda sampai anak cukup tua. Baik vesikostomi kutan dan pyeolostomi kutan yang secara segera terbalik. Ini penting untuk mencegah fulgurasi katub di uretra kering (misal pasien yang telah menjalani diversi dengan vesikostomi atau pyelostomi), yang mungkin menyebabkan striktur uretra.Katub uretra anterior, kista saluran cowper, polip uretra, duplikasi uretra (Gambar 117-3), dan diversi uretra dapat menghasilkan perubahan struktural pada kandung kemih yang terkait dengan obstruksi. Lesi obstruksi yang didapat termasuk striktur dan dan stenosis meatal. Abnormalitas kandung kemih ekstropik, epispadias, dan hypospadias merupakan lesi struktural lainnya, dijelaskan di tempat lainnya di buku.GANGGUAN NEUROGENIK KANDUNG KEMIH DAN FUNGSI URETRAAhli bedah biasanya menghadapi kelainan utama dari inervasi kandung kemih (neurogenik kandung kemih). Myeolodysplasia, keadaan distropik terbuka, sangat umum. Myeolomeningocele, dimana jaringan saraf dan meninges menonjol di luar batas kanal vertebra, merupakan defek yang paling umum. Efek neurologi dari entitas ini pada saluran urin bawah bervariasi dan tidak dapat diprediksi pada tingkat pengamatan anomali; oleh karena itu pengujian urodinamik penting. Risiko kerusakan saluran urin atas dapat diprediksi secara urodinamik. Baik tekanan kebocoran melebihi 40 cm H2O dan adanya disinergi yang secara jelas ditunjukkan terkait dengan prognosis buruk untuk saluran urin atas (Gambar 117-4 dan 117-5). Risiko kerusakan melebihi 70% dengan adanya disinergi; sinergi sfingterik atau denervasi sfingter yang terkait dengan kejadian kerusakan masing-masing 15% dan 25%. Sayangnya, defek neurologi sering dinamis dimana disinergi, bila awalnya tidak ada, mungkin berkembang seiiring waktu. Perkembangan disinergi sering dikaitkan dengan penarikan dari spinal cord, yang mungkin menghasilkan cedera spinal atau cedera akar spinal seiiring anak bertumbuh. Risiko paling besar terjadi dalam dua tahun pertama kehidupan, terutama tahun pertama, tetapi cedera tersebut dapat terjadi sepanjang masa kecil.Dysraphisms spinal tersamar (tertutup) termasuk penarikan saraf, lipomas intradural, kista dermoid atau sinus, diastematomyelia, dan tumor kauda equina. Pada anak ini secara umum memiliki manifestasi urologi seperti UTI dan inkontinensia. Untungnya, namun, manifestasi kutan sangat jelas pada kebanyakan pasien. Seperti lesi dimpling kutan, kehadiran skin tag, lipoma subkutan atau bidang rambut diatas tulang sacrum, malformasi vaskular dermal, dan pigmentasi mungkin indikasi dasar gangguan spinal. Kehadiran temuan ini pada semua anak dengan inkontinensia urin atau temuan lain dari disfungsi kandung kemih membutuhkan pengecualian diatrophism spinal tersamar. Diagnosis ini mungkin dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan urodinamik dan magnetic resonance imaging (MRI) spinal atau pada enam bulan pertama kehidupan, ultrasonografi saraf spinal. Kelainan fungsi saluran urin terjadi sekitar 40% pasien.Penyebab penting lainnya dari neurogenik kandung kemih adalah agenesis sakral, sering dilihat di imperforate anus atau pada anak dengan ibu diabetes. Kondisi ini dikarakterisasi dengan tidak adanya segmen sakral kongenital dari semua atau dua bagian atau lebih. Lesi mungkin disarankan pada pemeriksaan fisik dengan adanya kelainan celah gluteal atau deteksi sakrum tidak lengkap pada palpasi langsung. Diagnosis mungkin dikonfirmasi dengan radiografi anteroposterior dan lateral lumbosakral spinal. Sekitar 75% dari pasien tersebut yang mempunyai kelainan fungsi saluran kencing. KOMBINASI GANGGUAN ANATOMI DAN NEUROGENIKKelompok ketiga pada bayi yang membutuhkan rekonstruksi kandung kemih adalah mereka dengan kelainan kandung kemih baik fungsional dan struktural seperti imperforate anus atau kloaka. Pada kasus ini, penilaian anatomi penuh harus dilakukan pada awal kehidupan, yang pada minimal membutuhkan ultrasonografi ginjal, radiografi VCUG, dan penilaian ultrasonografi saraf spinal. Kombinasi kedua kelainan anatomi dan fungsional membuat risiko tinggi untuk morbiditas substansi urologi. Studi oleh McLorie dan kawan-kawan melibatkan 484 pasien berturut-turut menunjukkan risiko tinggi untuk penyakit ginjal stadium akhir. Anomali genitourinary nonfistula ditemui pada 60% pasien dengan lesi tinggi dan 20% dengan lesi rendah. Kelainan saluran urin atas ditemui lebih dari sepertiga kasus dan kelainan saluran urin atas bilateral terjadi pada 14%.Tinjauan kami dari 90 kasus berturut-turut pada imperforata anus menunjukkan 18% kejadian signifikan disfungsi neurovesikal. Risiko tinggi ditemui pada pasien dengan imperforata anus tinggi. Namun, disfungsi neurovesikal juga ditemui pada beberapa pasien dengan lesi rendah. Pada kebanyakan pasien, penarikan saraf spinal harus diatas karena risiko untuk cedera progesif untuk inervasi kandung kemih, uretra, anorektum, dan ektremitas bawah. Penting untuk anomali tersebut ditunjukkan ke dalam tinjauan dari 23 pasien kami dengan rekonstruksi imperforata anus baik pemeliharaan saluran urin atas atau pencapaian kontinensia. Seperti diperlihatkan di Gambar 117-6, 9% pasien yang ditampilkan dengan penyakit ginjal stadium akhir, 65% mempunya kelainan ginjal signifikan, dan 57% mempunyai refluks vesikoureteral. Anomali ureteral yang ditemui pada 30% pasien, dan disfungsi neurovesikal ditemui pada 70%. Spektrum luas dari prosedur rekonstruksi urologik dibutuhkan pada pasien ini (Gambar 117-7). Pada catatan khusus, 43% membutuhkan reimplantasi ureter, 43% membutuhkan augmentasi kandung kemih, 35% membutuhkan neouretra Mitrofanoff, dan 22% membutuhkan rekonstruksi leher kandung kemih. Uretra pada laki-laki dengan imperforata anus mungkin sulit di kateterisasi karena secara irregular uretra terkait dengan fistula rektouretra kongenital. Ini, bersama dengan sensasi uretra yang utuh, mungkin diharuskan pembuatan neouretra Mitrofanoff untuk membantu kateterisasi intermiten.Lesi lainnya, dijelaskan ditempat lain pada teks ini, mungkin juga membutuhkan rekonstruksi kandung kemih. Pasien dengan anomali sinus urogenital, dimana kandung kemih dan saluran vagina melalui common channel, sering dikaitkan disfungsi neurovesikal. Sebagai tambahan untuk rekonstruksi uretra dan vagina, pada pasien ini mungkin mempunyai jalan keluar kandung kemih yang tidak lengkap, diwajibkan rekonstruksi. Kondisi lainnya yang dikaitkan dengan disfungsi neurovesikal, augmentasi kandung kemih mungkin dibutuhkan. Pasien dengan ekstropi atau ekstropi kolakal secara karakteristik membutuhkan rekonstruksi kompleks saluran urin. Pasien dengan sindrom prune belly biasanya dapat ditangani secara medis tetapi kadang membutuhkan intervensi bedah. Pasien ini secara khas mempunyai kandung kemih hipotonik yang bekerja pada tekanan rendah tetapi pengosongan tidak lengkap, sangat tidak teratur, dan mudah terinfeksi. Beberapa pasien, namun, kehilangan kapasitas dan pemenuhan seiring waktu. Karena itu, pemeriksaan urodinamik sering dibutuhkan untuk terapi fasilitas.FILSAFAT REKONSTRUKSITujuan rekonstruksi urin adalah untuk memelihara saluran urin atas, menghasilkan kontinensia secara sosial diterima, dan memaksimalkan kenyamanan perawatan anak dan potensi untuk perawatan diri. Pasien dengan risiko untuk cedera saluran urin atas dievaluasi saat waktu baru lahir, dan terapi untuk melindungi saluran urin atas dimulai pada waktu itu. Inkontinensia urin dievaluasi dan ditangani sebelum usia sekolah sebagai peran untuk integrasi sosial lebih mudah. Umumnya, pendekatan dilakukan untuk mengatur saluran urin dengan terapi medis sebelum subjek anak ke intervensi bedah. Terapi tersebut mungkin termasuk kateterisasi intermiten untuk memfasilitasi pengosongan kandung kemih, terapi antikolinergik untuk menghilangkan tekanan intravesikal, dan agem -adrenergik untuk meningkatkan resisten jalan keluar kandung kemih. Terapi bedah dilakukan bila terapi medis tidak berhasil. Ketika mempertimbangkan rekonstruksi saluran urin, evaluasi preoperasi secara cermat sangat penting, dan ini penting untuk menyusun rekontruksi sesuai kebutuhan pasien.Empat komponen dari fungsi saluran urin yang harus tercapai untuk menjamin keberhasilan rekonstruksi urin jangka panjang. Komponen pertama adalah kapasitas kandung kemih yang adekuat (penyimpan) dan pemenuhan tercukupi untuk menyediakan penampung tekanan rendah. Kapasitas kandung kemih yang optimal harus memungkinkan 4 jam kateterisasi atau interval berkemih selama siang dan interval 8 jam saat malam tanpa mencapai tekanan berlebihan atau memicu inkontinensia. Komponen kedua adalah resisten jalan keluar kandung kemih adekuat untuk mempertahankan kontinensia urin. Ketiga, harus ada kenyamanan, mekanisme yang diandalkan untuk pengosongan kandung kemih(penyimpan). Secara ideal, ini seharusnya tercapai dengan berkemih spontan; bila tidak, kateterisasi intermiten dibutuhkan. Uretra asli mungkin menerima kanal untuk manuver ini, meskipun seharusnya kateterisasinya membuktikan terlalu sulit atau ketidaknyamanan (mencegah pemenuhan pasien), kanal kateterisasi alternatif mungkin dibutuhkan. Terakhir, drainase urin saluran atas steril tidak terobstruksi dan tidak refluks ke dalam kandung kemih (penyimpan) diharapkan dalam menjaga saluran atas.KOMPENSASI UNTUK KAPASITAS ATAU PEMENUHAN KANDUNG KEMIH INADEKUATPERTIMBANGAN FISIOLOGIKapasitas dan pemenuhan kandung kemih yang meningkat oleh augmentasi kandung kemih. Indikasi augmentasi tersebut dibutuhkan termasuk gejala klinis, seperti inkontinensia disebabkan oleh disfungsi kandung kemih yang tidak respon dengan terapi medis, dan kerusakan saluran urin atas dikarenakan oleh volume penampung tekanan rendah inadekuat. Juga disarankan pengukuran kapasitas kandung kemih yang signifikan kurang dari yang diharapkan pada usia pasien. Kehati-hatian harus dilakukan karena dengan jalan keluar kandung kemih yang tidak kompeten, kandung kemih mungkin terkuras pada tekanan rendah, membuat penentuan volume kandung kemih fungsional lebih sulit. Melakukan cystometrografphy dengan balon kateter Foley yang menyumbat leher kandung kemih mungkin menyediakan data yang lebih diandalkan pada kapasitas kandung kemih fungsional. Penghasilan tekanan lebih dari 35 hingga 40 cm H2O dengan volume urin setara dengan yang diantisipasi selama 4 jam produksi urin pada siang hari atau 8 jam produksi urin saat malam saat terapi medis maksimal berlanjut disarankan bahwa augmentasi kandung kemih harus dipertimbangkan. Beberapa konsep rekonstruksi yang penting adalah terkaitan dengan augmentasi kandung kemih. Pertama mengenai penanganan dari penerima kandung kemih. Bila augmentasi usus dilakukan, dengan secara utama detrusor tertinggal utuh untuk menghasilkan tekanan tinggi, yang terakhir akan beraksi secara urodinamik sebagai divertikulum. Masalah dapat dihindari dengan pembukaan sagital yang diperpanjang dari kandung kemih pada tingkat leher kandung kemih secara anterior ke trigone posterior (clam cystoplasty). Pada dasarnya, penyusunan kandung kemih ini dari bulat ke plat datar sehingga detrusor tersebut tidak lagi mampu menghasilkan kontraksi yang memproduksi peningkatan tekanan signifikan.Seperti tekanan yang dihasilkan oleh detrusor kandung kemih adalah contributor penting untuk penghasil tekanan di penampung urin teraugmentasi, sehingga tekanan dihasilkan oleh segmen usus tubularisasi sendiri. Dengan kontraksi peristaltik, jarak tekanan dari 60 hingga 100 cm H2O mungkin ditemui. Pengamatan ini dipimpin oleh Kock untuk mengembangkan konsepnya mengubah usus yang utuh kedalam penyimpan yang tidak mampu berperistaltik secara efektik dengan membuat kantong. Pembukaan usus bersama dengan batas antimesenterik dan penutupannya dengan mengganggu otot sirkular (detubularisasi) menghambat peristaltik. Saat tidak mampu untuk melakukan peristaltik, dilatasi penyimpan dan penampung urin pada tekanan rendah (Gambar 117-8). Sebagai tambahan, terdapat peningkatan signifikan pada kapasitas geometrik dari segmen intestinal. Konsep ketiga yang penting adalah akomodasi (Gambar 117-9). Ini diketahui bahwa kandung kemih yang terekonstruksi akan secara bertahap membesar seiring waktu. Pada tekanan yang sama, struktur dengan radius lebih besar akan mengakomodasi volume lebih besar lagi, dan menguntungkan segmen usus detubularisasi.Beberapa pertimbangan harus dicapai ketika memilih tempat donor augmentasi. Pertimbangan anatomi seperti mobilitas suplai darah mendukung penggunaan ileum, sigmoid, region ileocecal, dan kelengkungan yang lebih besar pada lambung. Kemampuan untuk implant ureter atau neouretra Mitrofanoff mungkin dipertimbangkan. Sebagai tambahan, ini mungkin penting untuk mencegah rongga peritoneal sehingga pilihan untuk melakukan dialisis peritoneal atau penempatan shunt peritoneal ventrikular dipertahankan. Pertimbangan tersebut digunakan untuk augmentasi ureter atau autoaugmentasi.Pilihan lokasi donor augmentaasi mungkin terbatas dengan gangguan primer pasien. Pasien dengan usus pendek mungkin tidak mentoleransi kehilangan region ileocecal atau panjang ileum yang signifikan. Pasien dengan batas kontinensia fekal ( seperti pada dengan imperforata anus atau myeolodysplasia) mungkin tidak mentoleransi kehilangan katub ileocecal atau kapasitas reabsorpsi air dari kolon kanan. Konsekuensi metabolik mungkin dianggap pengaruh tumpang tindih: Risiko absorpsi asidosis dan retardasi pertumbuhan, yang mungkin dieksaserbasi oleh ketidakcukupan ginjal kronik, mungkin mendukung penggunaan autoaugmentasi, augmentasi ureter, atau teknik gastrocystoplasty. Karena rekonstruksi mungkin harus disusun untuk kebutuhan individu pasien, ahli bedah harus terbiasa dengan berbagai macam alternative rekonstruksi dan mempersiapkan pasien sesuai termasuk persiapan usus bahkan ketik gastrocystoplasty, autoaugmentasi, atau augmentasi ureter diantisipasi.PROSEDUR USUS KECILIleocystoplasty (Gambar 117-10) merupakan salah satu teknik augmentasi kandungk kemih yang paling banyak digunakan. Kandung kemih dipersiapkan oleh clam insisi cystoplasty dan segmen ileum 20 hingga 40 cm panjangnya diisolasi dan diinsisi sepanjang batas antimesenterik. Penyusunannya sebagai cup patch dan dianastomose ke plat kandung kemih dengan suture Vicryl 3-0 (saling mengunci lapisan dalam). Kontinuitas usus dipertahankan oleh anastomosis akhir ke akhir. Keuntung prosedur ini termasuk tekniknya yang sederhana. Namun, implantasi antirefluks dari ureter atau neouretra Mitrofanoff ke dalam segmen ileal kurang diandalkan daripada implantasi ke dalam kandung kemih asli atau segmen donor augmentasi lain.Teknik lain dari augmentasi kandung kemih atau penggantian menggunakan usus kecil termasuk prosedur Camey (Gambar 117-11), kantung Kock (Gambar 117-12) dan ileal neobladder. Prosedur ini tidak lebih berhasil dalam mencapai kontinensia dan mempunyai tingkat komplikasi dan reoperasi yang signifikan. PROSEDUR SEGMEN ILEOCECALSegmen usus ileocecal telah disukai oleh urologis untuk rekonstruksi kandung kemih karena penyusunan alami oleh cecum, dimana memberi penampilan pengganti ideal untuk kandung kemih. Teknik ini secara teknis sederhana untuk dilakukan dan juga mempunyai keuntungan besar yang diikuti implantantasi antirefluks dari ureter dilatasi secara besar ke dalam ileum. Relfuks yang dicegah dengan katub ileocecal, didukung oleh intususepsi. Sayangnya, mekanisme antirefluks intususepsi yang diwariskan tidak stabil. Konsekuensinya, berbagai modifikasi bedah katub ileocecal yang telah diperkenalkan dalam usaha untuk mengurangi kejadian refluks. Dampak lebih besar adalah kenyataan bahwa kehilangan katub ileocecal dari risiko feses berlanjutan merusak inkontinensia feses pada pasien dengan marginal kontinensia anorektal (misal myelomeningocele atau kompleks VATER).Ketika segmen cecal atau ileoceal yang digunakan utuh untuk augmentasi kandung kemih, inkontinensia waktu malam merupakan masalah signifikan pada kebanyakan kasus. Masalah ini kemungkinan besar mencerminkan gelombang peristaltik di segmen usus utuh karena enuresis yang langka ketika teknik cup patch digunakan. Diversi kontinen lainnya yang menggunakan katub ileocecal termasuk kantung Maintz, kantung Penn, kantung Indiana, dan kantung Florida. Dari teknik ini, kantung Indiana telah diterapkan sebagian besar di dalam praktek pediatri dan menemui berbagai hasil bervariasi.PROSEDUR USUS BESARMarthisen melaporkan augmentasi sigmoid dari kandung kemih dilakukan dengan sikap yang sama dengan yang dijelaskan pada ileocystoplasty sebelumnya. Pada prosedur ini, juga, secara relatif sederhana untuk dilakukan tetapi dibutuhkan implantasi ureter antirefluks yang lebih baik atau neourethra Mitrofanoff kedalam tenia. Teknik ini tidak muncul untuk membedakan segmen usus lainnya dengan sehubungan dengan kemampuan untuk mengosongkan, infeksi, atau komplikasi bedah. Pada pasien yang sebelumnya telah rekonstruksi untuk imperforate anus, prosedur ini mungkin menghambat suplai darah ke rectum karena anorektum bergantung pada suplai darah descending. Pengalaman positif dengan kontruksi dari koloni neobladder telah dilaporkan, meskipun inkontinensia nocturnal berlanjut ke masalah sampai pada 33% pasien.PROSEDUR SEGMEN GASTERKarya Mitchell dan kawan-kawan mengantar ke era modern penggunaan perut dalam rekonstruksi kemih (Gambar 117-13). Mereka menunjukkan gastrocystoplasty menjadi sangat berhasil, serbaguna, dan ditoleransi dengan baik bahkan di wajah azotemia. Prosedur ini dikaitkan dengan pengurangan risiko infeksi, produksi mukus, dan pembentukan batu kemih dan menyediakan karakteristik pemenuhan yang baik. Implantasi ureter atau neouretra Mitrofanoff atau gastrik neobladder mengungkapkan tingkat kontinensia 91%, fungsi ginjal stabil pada semua pasien, dan kerusakan saluran atas pada hanya satu pasien yang menjadi tidak mematuhi dengan kateterisasi intermiten. Sebagai tambahan, gastrocystoplasty telah dibuktikan untuk alternatif yang baik untuk pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir yang menghadapi transplantasi. Gaster atau komposit neobllader telah secara sukses digunakan untuk rekonstruksi dengan uretra asli, neouretra ureter orthotopik, dan neouretra appendiks orthotopik. Komplikasi utama dan penerapan terbatas dari gastrocystoplasy adalah perkembangan dari sindrom hematuria-dysuria, dimana dapat refrakter terhadap penanganan medis dan mungkin memerlukan augmentasi pembalikan.AUGMENTASI URETER DAN AUTOAUGMENTASIAugmentasi ureter (Gambar 117-14) dan autoaugmentasi (Gambar 117-15) memegang harapan besar karena kemampuan mereka dalam mencegah absorpsi gangguan metabolik dan dilakukan melalui pendekatan ektraperitoneal menyeluruh. Namun, prosedur ini lebih condong gagal untuk mendapatkan kapasitas dan pemenuhan adekuat karena pembatasan yang melekat pada ketersediaan luas permukaan. Pada kasus ureterocystoplasty, ureter dibuat baik oleh nephrectomy atau transureteroureterostomy. Sayangnya, kecukupan dilatasi ureter jarang tersedia untuk prosedur ini. Sebagai tambahan, beberapa laporan mengindikasi bahwa kemampuan jangka panjang dari augmentasi ureteral untuk mempertahankan tekanan penyimpanan rendah dan kapasitas adekuat masih dicurigai.PROSEDUR UNTUK MEMPERBAIKI DEFISIT RESISTENSI JALAN KELUAR KANDUNG KEMIHKontinensia urin yang dipertahankan oleh hubungan kompleks antara resisten jalan keluar kandung kemih dan tekanan. Dalam mempertahankan kekeringan, resisten jalan keluar kandung kemih harus melebihi tekanan intravesikal tidak hanya saat istirahat tetapi juga saat perubahan posisi, batuk, bersin, dan tegang. Rekonstruksi jalan keluar kandung kemih dibutuhkan pada pasien dengan inkontinensia meskipun penampung urin tekanan rendah di kandung kemih. Jalan keluar kandung kemih pada pasien yang mempunyai kandung kemih tekanan tinggi atau kapasitas rendah lebih sulit untuk dinilai karena inkontinensia mungkin disebabkan oleh karakteristik penampung ini sendiri. Kemungkinan mekanisme sfingter kompeten pada pengaturan ini disarankan oleh tekanan kebocoran lebih besar dari 100 cm H2O. Tekanan uretra profilometri dan tekanan kebocoran statik belum terbukti dapat diandalkan, indikasi independen dari sfingter kompeten. Kebanyakan intervensi bedah dirancang untuk pencapaian kontinensia termasuk prosedur untuk memperpanjang uretra, menangguhkan leher kandung kemih, atau kompres atau menutup secara sepenuhnya uretra.Usaha untuk memperpanjang uretra yang ada secara proksimal melalui tubularisasi dari detrusor posterior yang tumbuh merupakan kerja awal dari Young. Pada prosedur, dimana dimodifikasi kemudian oleh Dees dan Leadbetter, uretra diperpanjang oleh tubularisasi sepanjang (4 hingga 5 cm) segmen dari dinding kandung kemih posterior. Dua bagian segitiga urothelium dipotong, dan hasil urothelial sekitar lebih dari kateter kecil (8 atau 10 French) untuk model neouretra. Detrusor yang berdekatan diperkirakan untuk dirinya sendiri melalui tube mukosa untuk menambahkan bantuan otot (Gambar 117-16). Suspensi uretra anterior biasanya dilakukan dengan jahitan fiksasi dan mungkin dilengkapi dengan penempatan sling fasia kompresi. Beberapa variasi pada teknik telah dijelaskan.Tujuan spesifik dari prosedur ini adalah mencapai kontinensia dan memperbolehkan berkemih spontan bila detrusor dapat kontraksi. Kateterisasi intermiten harus juga mudah didapat bila detrusor tidak dapat secara efektif berkontraksi untuk pengosongan kandung kemih. Keuntungan teknik ini adalah mungkin memperbolehkan berkemih spontan, penggunaan jaringan alami, dan usaha mekanisme pop-off. Prosedur bisa, namun, pengurangan kapasitas kandung kemih dan mungkin membuat uretra sulit untuk kateterisasi. Lebih lanjut, kateterisasi mungkin melukai mekanisme kontinensia dan menyebabkan kegagalan rekonstruksi.Penempatan ajuvan neouretra Mitrofanoff pada pasien yang menjalani rekonstruksi Young-Dees-Leadbetter leher kandung kemih memperbolehkan saluran untuk kateterisasi intermiten, dimana yang berguna untuk semua rekonstruksi. Seiring waktu, pasien berlajar untuk berkemih melalui uretra terekonstruksi, neouretra Mitrofanoff dapat dihilangkan degan prosedur bedah pasien yang simple atau, karena hal ini tidak bocor, ini dapat ditinggalkan.Prosedur Kropp (Gambar 117-17) melibatkan pembuatan dari perpanjangan uretra oleh tubularisasi dari kepingan anterior dari dinding kandung kemih yang tersisa dalam kontinuitas dalam uretra. Tuba ini kemudian diimplantasi secara suburothelial ke dalam kandung kemih. Prosedur ini memperbolehkan kontinensia yang dapat diandalkan dan penggunaan jaringan asli. Ini dapat, namun, mengarah kesulitan untuk kateterisasi. Modifikasi Pippi Salle, dimana menggunakan kepingan detrusor onlay (dengan menjaga kepingan kandung kemih posterior), mungkin diijinkan kateterisasi lebih mudah. Tidak tuba Kroop maupun Salle onlay yang memperboleh mekanisme pop-off; oleh karena itu potensi untuk berkemih spontan tereliminasi dan kapasitas kandung kemih terkurang.Sfingter urin buatan (Gambar 117-19) telah menunjukkan efektif untuk kompresi uretra dan oleh karena kontribusi untuk kompeten jalan keluar kandung kemih. Model paling popular terdiri manset diletakkan sekitar leher kandung kemih atau uretra bulbar, penampung diletakkan di intra abdomen, dan mengaktifkan tekanan bola diletakkan di skrotum atau labia. Tekanan terkontrol dipertahankan di manset sampai pompa teremas, memindahkan carian dari manset ke balon penyimpan dan mengijinkan pengosongan kandung kemih mengambil alih. Resistor delay-fill dalam mekanisme kontrol menyediakan 1 hingga 2 menit untuk menurunkan tekanan intrauretral sebelum refilling otomatis dari manset mengambil alih dari balon penyimpan. Balon pengatur tekanan mempunyai jangka tekanan bervariasi, dan balon 60 hingga 70 cm H2O biasanya dipilih untuk rekonstruksi pediatrik.Beberapa kasus telah mendokumentasikan kegunaan dari sfingter urin buatan pada pasien yang memiliki augmentasi kandung kemih. Keuntungan dari prosedur ini adalah memperboleh berkemih spontan, tetapi terdapat beberapa kerugian. Berbagai masalah mekasnime yang terjadi pada pasien dengan sfingter buatan di tempat. Masalah paling umum adalah kebocoran cairan dari manset atau lekuk tabung membutuhkan revisi bedah. Komplikasi paling serius adalah erosi dari sfingter kedalam uretra atau berkembangnya infeksi sekitar manset. Masalah berikutnya secara umum membutuhkan pengeluaran alat. Konsekuensi sfingter buatan direkomendasikan terutama untuk pasien yang memiliki kesempatan memelihara berkemih spontan.Akhirnya, penutupan uretera secara pembedahan mungkin dibutuhkan. Ini jelas cara yang sangat efektif untuk memastikan kontinensia uretra tetapi harus menjadi pilihan terakhir. Jahitan tumpang tindih yang sederhana dari mukosa pada tingkat leher kandung kemih tidak cukup karena terjadi rekanalisasi. Divisi uretra, yang memperboleh pendekatan otot (proksimal dan distal), mengeleminasi risiko ini. Prosedur ini membutuhkan penggantian dari kanal kateterisasi alternatif sebagai yang didiskusikan kemudian. Keuntungan prosedur ini adalah ini definitif dan secara teknik simple. Itu, bagaimanapun, menempatkan pasien pada peningkatan risiko untuk kalkuli kandung kemih dan ini sulit di balikkan. Sebagai tambahan, kekurangan mekanisme pop-off meningkatkan risiko untuk rupture kandung kemih bila pasien tidak memenuhi kateterisasi regular untuk pengosongan kandung kemih.PENYEDIAAN DRAINASE URIN KONTINEN ALTERNATIF Prosedur yang dijelaskan pada bagian sebelumnya membutuhkan pembuatan kanal kateterisasi kontinen yang menghubungkan kandung kemih ke kulit dinding abdomen atau perineum. Alternatif untuk kateterisasi uretra asli diindikasikan ketika uretra sulit untuk dikateterisasi karena (1) ketidakjujuran baik dari operasi uretra sebelumnya atau ireguler kongenital atau (2) keterbatasan fisik pasien yang menghambat akses ke uretra asli. Prosedur diarahkan ke penggantian fungsional uretra yang didasarkan pada pembuatan kanal tubular yang cukup panjang yang terpapar kekuatan kompresif eksternal, dengan demikian menyediakan resisten jalan keluar yang tidak dapat diatasi oleh tekanan intravesikal (intrareservoir). Keberhasilan prosedur tersebut dalam hal kontinensia bergantung pada pencapaian keseimbangan neouretra-reservoir yang dikendalikan. Resisten neouretral ke arus keluar penampung harus cukup untuk melebihi baik istirahat dan secara intermiten meningkatkan tekanan intravesikal terkait dengan gravitasi (posisi tegak lurus), serta episode tambahan lonjakan tekanan intra-abdominal (batuk, bersin, tegang, dan perubahan posisi tiba-tiba). Pembuatan resisten neouretra harus dilengkapi dengan tekanan intravesikal rendah (intrareservoir). Hal ini mungkin memerlukan augmentasi kandung kemih atau penggantian oleh usus dan seharusnya mencakup penyusunan oleh detubularisasi. Kapasitas yang besar sangat penting, seperti drainase kateter intermiten sebelum bagian pemenuhan rendah dari lekukan volume tekanan penampung masuk.Teknik alternatif termasuk yang dikaitkan dengan katub putting (prosedur melibatkan persimpangan ileal-cecal atau intususepsi ileal-ileal) atau mereka dikaitkan dengan katub flap (Gambar 117-20). Katub putting pada dasarnya tidak stabil karena ketegangan dinding menyebabkan gangguan dasar pada mekanisme kontinensia ini seiring waktu, sering menyebabkan hilangnya efektivitas katub dan kemudian inkontinensia. Mekanisme katub flap dianggap lebih tanggung karena mekanisme kontinensia adalah komponen stabil dari dinding penampung.Neouretra Mitrofanoff merupakan contoh mekanisme katub flap yang secara khusus penerapannya pada anak. Pada prosedur ini, kontinen, kanal tubular kateterisasi (neourethra) menghubungkan kandung kemih ke kulit tercapai. Ini menyediakan mekanisme katub flap satu arah yang mengijinkan kateter untuk lewat dengan mudah ke kandung kemih. Katub flap juga mekanisme aman untuk mencegah inkontinensia (Gambar 117-21). Appendiks, merupakan tipe paling umum dari tuba Mitrofanoff yang digunakan, dihilangkan dari asal cecal dan mesentery appendiks dipertahankan. Sebuah pesawat submukosa yang dikembangkan di kandung kemih baik insisi detrusor atau cystotomy dengan pembuatan terowongan submukosa panjang. Akhir cecal dari neouretra Mitrofanoff dieksterior ke kulit; teknik flap insersi-U digunakan untuk membantu meminimal risiko untuk stomal stenosis. Konsep neouretra Mitrofanoff telah terbukti sangat berguna dan telah diimplantasi kedalam kandung kemih, kolon, dan perut dengan efisiensi sama besar. Beberapa tempat untuk eksteriorisasi yang memungkinkan termasuk abdomen bagian bawah, umbilikus, dan perineum. Fleksibilitas teknik ini telah ditingkatkan dengan memperpanjang appendik menggunakan cecum tubularisasi. Konsep Mitrofanoff dan perpanjangan prinsip ini telah diperbolehkan rekonstruksi kontinen sukses dari saluran urin bagian bawah pada berbagai situasi bervariasi.Bila appendiks tidak tersedia, segmen runcing dari ileum (lebih dari kateter 12 hingga 14 French) dapat digunakan, meskipun sekarang segmen retubularisasi tranverse dari ileum lebih sering digunakan. Panjang ileovesikostomies ini dibatasi oleh lingkaran segmen usus yang digunakan, yang dimana inadekuat pada beberapa kasus. Casale mengenalkan teknik yang memperboleh panjang kanal kontinen dua kali lipat. Ureter juga menyediakan sumber untuk kanal Mitrofanoff ketika tersedia (kanal ini dapat dibuat bila nephrectomy pernah terjadi atau sudah selesai atau bila transureteroureterostomy sedang dilakukan). Karena kanal ileal yang siap dikonstruksi, transureteroureterostomy tidak direkomendasikan kecuali bila ada indikasi. Bila segmen ureteral refluks, seiring reimplantasi ureter mungkin dibutuhkan. Kontinen lainnya, mekanisme kateterisasi yang tersedia termasuk prosedur Benchekroun, kantung Indiana, kantung Kock, dan hemi-Kock. Meskipun digunakan jarang pada anak daripada katub flap Mitrofanoff, mereka mungkin terbukti berguna pada situasi tertentu.Komplikasi paling umum dari kanal Mitrofanoff adalah stomal stenosis, dibutuhkan revisi stomal. Neouretra Mitrofanoff yang tidak dapat dinegosiasi atau hilang karena nekrosis iskemik ditemui sangat jarang.INTERFACE DENGAN INKONTINENSIA FESESSaluran urin seharusnya tidak direkonstruksi tanpa perhitungan fungsi anorektal. Pencapaian kontinensia urin pada pasien yang masih membutuhkan popok untuk inkontinensia feses tidak bisa dianggap sukses. Lebih lanjut, soilage feses berlanjutan mungkin berpotensi risiko dari UTI dan kerusakan progesif dari rekonstruksi kandung kemih dan saluran urin bagian atas. Terapi untuk kontinensia urin dapat secara signifikan kompromi fungsi gastrointestinal. Sebagai contoh, terapi antikolinergi yang menyebabkan konstipasi yang parah, dan ileocecocystoplasy mungkin memudahkan inkontinensia feses.Penanganan inkontinensia feses keras mungkin diatasi pada waktu rekonstruksi urin dan oleh demikian seharusnya dievaluasi sebelum dilakukan. Karena kebanyakan pasien dapat diatur secara bukan bedah dengan pembatasan diet, agen pencahar, modifikasi perilaku, dan ekspansi enema, percobaan lengkap intervensi ini harus dilakukan sebelum bedah rekonstruksi. Pada pasien yang refrakter pada penanganan ini, enema kontinensia antegrade (Gambar 117-22) telah menunjukkan alternatif yang baik. Prosedeur ini diindikasi ketika penanganan nonoperatif tidak efektif atau ketika ekspansi enema terbukti efektif tetapi tidak dapat diberikan ke pasien.Teknik yang serupa dengan neouretra Mitrofanoff. Segmen ileal retubularisasi atau appendiks diimplantasi ke tenia di cecum, dan ujung lainnya di ekteriorisasi ke kulit. Segmen ileal atau appendiks dipersiapkan dengan cara identik terhadap yang dijelaskan untuk prosedur Mitrofanoff. Insisi yang dibuat sepanjang anterior tenia dari cecum; anastomosis dilakukan diantaranya dank anal; dan defek mukosa dibuat secara distal di palung mukosa. Otot ditutupi dengan kanal sementara ujung lain dieksteriorisasi ke kulit. Setelah kateter dimasukkan kedalam cecostomy kontinen ketika pasien duduk di kloset. Enema antegrade terdiri dari air keran dan garam meja yang diberikan dengan aliran gravitasi. Bila ini tidak berhasil, tambahan minyak mineral, glucol polyethylene (MiraLax), atau gliserin dapat ditambahan ke irigasi seharian.REKONSTRUKSI URIN DAN PENYAKIT GINJAL STADIUM AKHIRPenyakit urologi kongenital dilaporkan terjadi pada 20% hingga 30% pada pasien pediatri dengan penyakit ginjal stadium akhir. Efek samping dari penyakit urologi kongenital pada kesuksesan transplantasi ginjal diperlihatkan dengan peningkatan kejadian UTI, disfungsi alograf, komplikasi teknikal, dan kerusakan graft pada pasien tersebut. UTI dapat merugikan baik graft dan resipien dalam menghadapi imunosupresi. Risiko UTi lebih tinggi pada resipien transplant dengan katub uretera posterior sebagai etiologi gagal ginjal. Masalah sejalan terlihat pada pasien yang penyakit primernya adalah refluks vesikoureteral dan yang berlanjut mempunyai refluks ke ginjal aslinya pada waktu transplantasi.Data ini memperlihatkan bahwa pasien dengan riwayat penyakit urologi yang signifikan harus secara luas dievaluasi sebelum transplantasi. Refluks vesikoureteral signifikan harusnya diselesaikan baik dengan reimplantasi ureterer atau nephrectomy. Bila mungkin, nephrectormy dihindari untuk memperbolehkan produksi output urin sehingga fungsi kandung kemih dapat dijaga dan terapi dialisis masih menjadi pilihan, baik sebelum transplantasi atau sesudah, sebaliknya graft gagal. Produksi erythropoietin endogen apapun akan dipelihara, dan ini mungkin membantu menghindar presensitisasi dari frekuensi transufi. Sebagai tambahan, ureter yang dijaga, yang mungkin dibutuhkan untuk rekonstruksi transplant selanjutnya bila terjadi komplikasi ureter. Indikasi untuk nephrectomy termasuk adanya UTI berulang, anatomi saluran bagian atas rawan UTI, hipertensi refrakter, proteinuria yang parah, dan polyuria yang parah.Ketika dibutuhkan, nephrectomy dilakukan melalui insisi sisi lateral atau insisi lumbotomi dorsal, melalui rongga peritoneal yang jarang, bila pernah, dimasukkan. Prosedur tersebut dapat dilakukan tanpa menghambat dialisis peritoneal. Secara alternatif, pendekatan laparaskopik bila tersedia. Bila nephrectomy bilateral dianggap perlu dan penyediaan transplantasi bila diinginkan (untuk menghindari dialisis), salah satu mungkin mengangkat ginjal yang berfungsi buruk terlebih dahulu, dan bila ginjal kedua menyediakan fungsi adekuat, dialisis dapat dihindari. Pada waktu transplantasi, ginjal yang tersisa dapat diangkat melalui insisi transplant.Peningkatan tekanan intravesikal harus distabilkan baik dengan pengukuran farmakologi atau kateterisasi intermiten (atau kedua) dan, ketika dibutuhkan, augmentasi cystoplasty. Pada saat sedang operasi pretransplant ini sangat untuk merencanakan insisi bedah yang meminimal interfensi dengan keadaan atau dialisis peritoneal yang diantisipasi, tentunya transplantasi selanjutnya itu sendiri. Cara terbaik untuk menghindari hilangnya akses ke rongga peritoneal untuk tujuan dialisis adalah sebuah pendekatan ekstraperitoneal ke saluran urin, yang dapat dengan mudah dicapai dengan nephrectomy dan reimplantasi ureter.Operasi rekonstruksi disfungsi kandung kemih dapat berhasil dilakukan dan telah ditunjukkan untuk memungkinkan transplantasi dengan hasil yang dapat diterima. Pendekatan seperti ini memungkinkan menjaga alograf secara optimal dan penerapan bebas kontinensia dan lebih bebas untuk alternative transplantasi ke kanal intestinal. Transplantasi yang tersedia bahkan untuk anak yang paling anatomis rumit dengan gagal ginjal stadium akhir. Prinsip transplantasi kedalam kandung kemih terekonstruksi termasuk sebagai berikut : (1) Hindari rekonstruksi kering. Kapasitas dan pemenuhan dari rekonstruksi kandung kemih dapat bilang bila interval transplantasi terlalu lama. Ini bisa dihindari dengan undiversi dari ginjal asli (bila ada) atau dengan menggunakan alograf donor terkait hidup dimana waktu dapat dioptimalkan. (2) Risiko kejadian reabsorpsi asidosis baik sebelum transplantasi, dengan drainase ginjal asli ke dalam kandung kemih terekonstruksi, atau perubahan transplantasi bilan alograf gagal setiap waktu dapat diminimalkan dengan menghindari penggunaan intestine dan kolon untuk rekonstruksi kandung kemih. Terutama, gastrocystoplasty, augmentasi dengan ureter dan pelvis, dan autoaugmentasi semuanya memiliki potensial untuk meminimal reabsorpsi asidosis. (3) Autoaugmentasi dan augmentasi menggunakan ureter mempunyai potensi untuk dilakukan secara retroperitoneal, oleh karena itu menghindari gangguan dengan aliasis peritoneal atau denga shunt periotoneal ventrikular. (4) Bila mungkin, implantasi ureter ke dalam kandung kemih asli lebih baik. Bila tidak mungkin, colon, segmen ileocecal, atau pertu adalah satu sumber augmentasi jaringan yang akan memungkinkan anastomosis antirefluks. (5) Pada saat transplantasi, suplai darah dari augmentasi kandung kemih dan dikaitkan neouretra Mitrofanfoff harus diidentifikasi secara cermat dan dijaga.KOMPLIKASIPENYAKIT BEDAH ABDOMEN AKUTPenyakit bedah abdomen akut merupakan perhatian serius pada pasien yang telah mengalami rekontruksti saluran urin , terutama ketik dikaitkan dengan aurgmentasi kandung kemih atau pembuatan penampung intestinal. Penyebab paling sering dari akut abdomen bedah pada pengaturan ini adalah perforasi dari augmentasi kandung kemih atau penampung intestinal atau obstruksi usus kecil. Meskipun etiologi masih tetap dugaan, sebagian besar perforasi yang telah dikaitkan dengan sisa augmentasi dari kandung kemih neurogenik. Lebih dari dua pertiga dari pasien tersebut telah di kateterisasi intermiten, dan jumlah kontinensia tampaknya menjadi faktor umum. Meskipun temuan klinis biasanya pada abdomen akut, gejala mungkin tidak spesifik dan indeks kecurigaan yang tinggi sangat penting. Ini penting untuk menyadari fakta bahwa rupture mungkin terjadi beberapa tahun setelah rekontruksi. Perubahan sensasi pada pasien dengan keadaan dysrapihik atau cedera saraf spinal dan pemberian steroid pada pasien transplant ginjal mungkin dapat mengacaukan diagnosis. Dalam menegakkan diagnosis, cystogram sangat penting tetapi dikaitkan dengan tingkat negatif palsu yang signifikan. Studi tomografi aksial perut (dengan kontraks pada kandung kemih atau penampung) mungkin merupakan metode paling akurat dalam membuat diagnosis. Namun, pasien dengan augmentasi kandung kemih pada kateterisasi intermiten yang mempunyai nyeri abdomen, demam, atau muntah harusnya dianggap mempunyai perforasi kandung kemih kecuali gejala dapat meyakinkan dikaitkan dengan etiologi lain. Laparotomi eksplorasi mungkin dibutuhkan untuk membuat diagnosis. Kurang umum, tapi penting, etiologi akut abdomen termasuk obstruksi usus kecil, enterokolitis pseudomembranous, sindrom shock toksik, dan komplikasi shunt peritoneal ventrikular.Pelaksanaan laparotomi berikut rekonstruksi saluran urin menjadi perhatian penting. Tentu saja, laparotomy elektif harus didahului dengan persiapan usus dalam menghadapi augmentasi atau diversi kontinen. Ahli bedah seharusnya memiliki akses untuk kateter di kandung kemih untuk memungkinkan insuflasi dan deflasi untuk keperluan identifikasi, dan kateter harus ditempatkan dalam kanal kateterisasi seperti neouretra Mitrofanoff. Upaya harus diarahkan ke identifikasi dan menjaga suplai darah mesenterika untuk setiap segmen lambung dan intestinal yang digunakan di rekonstruksi. Bila mungkin, seorang urolog rekonstruksi yang berpengalaman harus hadir.KOMPLIKASI METABOLIKPerubahan metabolik mungkin ditemui ketika segmen gastrointestinal dimasukkan kedalam saluran urin. Kekacauan metabolik ini dikarenakan aliran zat pelarut, baik aktif dan pasif, diantara urin dan darah saluran dinding segmen gastrointestinal. Karakter dan keparahan kekacauan bergantung pada segmen alami yang digunakan, absorpsi area permukaan, waktu tinggal, dan cadangan metabolik pasien individu. Mekanisme kompensasi untuk perubahan metabolik disediakan oleh ginjal, hati, dan paru-paru. Fungsi kompromikan secara signifikan dari sistem organ ini mungkin eksaserbasi defek metabolik. Sindrom termasuk perubahan status asam-basa, gangguan komposisi serum elektrolit, hiperamonemia, dan demineralisasi tulang.Asidosis sistemik mungkin hasil dari penggabungan jejunal, ileum, dan segmen kolon ke dalam saluran urin. Kanal jejunum telah ditemukan dikaitkan dengan asidosis pada 20% hingga 40% kasus. Di jejunum, difusi pasif zat pelarut terjadi bersama gradian konsentrasinya. Bagian urin hipertonik menjadi segmen jejunum akan menghasilkan kehilangan natrium, klorida, dan air, menyebabkan hipoantremia, hipokloremia, dan kontraksi volume, yang selanjutnya kontraksi asidosis. Selain itu, berkurangnya aliran darah ginjal menyebabkan hiperaldosteroisme sekunder, menghasilkan urin lebih hipertonik dan hyperkalemia. Yang terakhir ini keparahan lebih lanjut oleh pergeseran kalium sebagai akibat dari asidosis.Konsekuensi metabolik pada segmen ileum dan kolon dalam saluran urin terkait dengan sekresi aktif natrium (dalam pertukaran untuk hidrogen) dan bicarbonate (dalam pertukaran untuk klorida), serta reabsorpsi dari ammonium, hidrogen, dan klorida. Absorpsi ammonium tampaknya secara kuantitatif paling penting, menjelaskan banyak kelainan yang ditemui ketika segmen ileum atau kolon bertemu dengan urin. Ion hidrogen, dihasilkan dari ammonium, disangga oleh serum bicarbonate menghasilkan air dan CO2. Yang terakhir adalah dengan mudah dihilangkan oleh paru-paru dan hasil dari pernapasan alkalosis kompensasi kronis. Sebagai tambahan penyangga disediakan oleh tulang, sehingga menyebabkan demineralisasi pada tingkat bervariasi dan hiperparatiroidisme sekunder. Hal ini dimanifestasi oleh hiperkalsiuria, hiperphosphaturia, hiperoxaluria, hipossitraturia, hipokalsemia, dan hipomagnesemia. Diuresis osmotik dan asidosis bergabung untuk menghasilkan pengurasan kalium pada keseluruhan tubuh.Alkalosis metabolic merupakan komplikasi yang untuk dari gastrocystoplasty. Meskipun jarang, alkalosis metabolic hipokalemik-hipokloremia telah dilaporkan. Absorpsi bicarbonate berlebihan dipostulasikan terjadi sekunder untuk kombinasi dari mineralokortikoid berlebihan dan pengurasan kalium/klorida. Hipokalemia, hipokalsemia, dan hipomagnesemia merupakan sekuela potensi yang signifikan menggabungkan segmen usus dengan saluran urin. Hipokalemia yang cukup parah untuk menyebabkan kelumpuhan otot telah dilaporkan. Meskipun hipokalsemia juga jarang cukup parah untuk menjadi gejala, ini mungkin ada dengan mudah marah, tremor, tetani, dan koma, dan bahkan dapat berakibat fatal. Hipomagnesemia juga jarang cukup parah untuk menjadi gejala, tetapi dapat dimanifestasikan sebagai perubahan sensori, perubahan kepribadian, delirium, psikosis, kelemahan, tremor, tetani, dan kejang, dan mungkin juga berakibat fatal.Hiperamonemia komplikasi rekonstruksi saluran urin dengan intestine mungkin menyebabkan perubahan sensor dan koma. Seperti catatan sebelumnya, ion ammonium secara aktif diabsorpsi dari segmen intestinal dan mungkin ada dalam jumlah yang besar di urin karena penghasilannya oleh tubulus ginjal dan produksi dari urea oleh organ pemecah urea.Mungkin perhatian utama menggabungkan segmen intestinal adalah efek pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Beberapa studi telah menyediakan data yang secara kuat menyarankan pertumbuhan linear defektif pada kasus tersebut. Perhatian ini terutama sangat mengkhawatirkan pada pasien dengan fungsi ginjal menurun. Disini, kerusakan metabolisme lebih mungkin dan lebih parah karena pertumbuhan dan perkembangan secara signifikan terganggu. Bukti kuat yang ada untuk efek utama dari penggabungan segmen intestinal kedalam saluran urin pada mineralisasi tulang. Asidosis metabolik menghasilkan defek pada mineralisasi tulang, penyakit tulang, kegagalan pertumbuhan linear melalui reabsorpsi kalsium tubular ginjal menurun, depresi absorpsi kalsium dan fosfor, dan metabolism vitamin D. Pengobatan dengan agen alkalinizing telah berhasil sebagian dalam mencegah atau membalikkan penyakit demineralisasi. SINDROM HEMATURIA-DYSURIAMeskipun jarang dalam pengalaman kami sindrom hematuria-dysuria merupakan komplikasi penting dari rekonstruksi kandung kemih menggunakan perut. Sindrom ini dikarakteristik dengan nyeri berat dan pendarahan urin sebagai hasil dari erosi urothelial dari sekret asam pada urin setelah gastrocystoplasy. Evaluasi endoskopik pada anak dengan sindrom hematuria-dysuria menyarankan keterlibatan lebih jauh uretra daripada kandung kemih itu sendiri. Tiga faktor utama yang tampaknya penting dalam asal komplikasi ini : hipersekresi asam, oliguria mendalam, dan inkompetensi leher kandung kemih. Hipersekresi asam yang sesungguhnya mencul sangat jarang dan, mungkin, mekanisme utama untuk ini akan menjadi hipergastrinemia yang telah dilaporkan di beberapa kasus. Reseptor blocker H2 dan inhibitor proton-pump seperti omeprazole yang menunjukkan terbukti secara efektif untuk sindrom ini.PERUBAHAN FUNGSI GASTROINTESTINALPenggabungan segmen intestinal kedalam saluran urin mungkin mengakibatkan perubahan signifikan pada fungsi saluran gastrointestinal. Perubahan pada fungsi gaster telah dilaporkan diikuti gastrocystoplasty. Perubahan fungsi dilaporkan termasuk penurunan berat badan, intolenrasi makanan, sindrom dumping, pengosongan lambung tertunda, dan esophagitis. Tinjauan kami sendiri dari gastrocystoplasty dengan penekanan pada tindak lanjut jangka panjang (tindak lanjut minimal 5 tahun) gagal untuk ditunjukkan kejadian yang signifikan dari perubahan fungsi gaster atau perubahan status asam basa pada 44 pasien berlanjutan. Penekanan teknik harus diletakkan untuk menghindari saraf vagus, menghindari diseksi signifikan di wilayah pylorus lambung, dan menghindari sudut traksi-distorsi (misal dengan tuba gastrostomy), yang mungkin predisposisi ketidakmampuan persimpangan gastroesophageal.Beberapa gejala yang penting dari malabsorpsi intestinal mungkin disertai reseksi intestinal termasuk diare, kekurangan vitamin, dan inkontinensia feses. Diare adalah hasil paling sering dari perubahan pada kolonisasi bakteri dan gangguan reabsorpsi asam empedu (dengan atau tanpa diikuti steatorrhea). Malabsorpsi dari reseksi ileum secara langsung dikaitkan dengan panjang reseksi. Reseksi lebih besar dari 100 cm ileum (setara dewasa) mengurangi reabsorpsi asam empedu ke tingkat yang tidak dapat dikompensasi oleh peningkatan sintesis hati. Akibatnya, kolam garam empedu berkurang dan steatorrhea berkembang. Sekuela penting lainnya dari berkurangnya kolam garam empedu pada populasi ini adalah cholelithiasis, yang dimana, seperti urolithiasis, secara klinis terlihat kejadiannya meningkat secara signifikan diikuti reseksi ileum. Diare disebabkan oleh perubahan reabsorpsi asam empedu (dengan atau tanap disertai steatorrhea) lebih jauhnya ditingkatkan oleh pengosongan cepat dari isi ileum ke kolon, menyebabkan kecenderungan untuk diare osmotik.Meskipun sebagian besar data melibatkan pasien dewasa, diperkirakan 10% dari anak menjalani reseksi segmen katub ileocecal akan mengalami diare kronik. Ini mungkin dapat diselesaikan setelah memulihkan kontuinitas intestinal dengan mengembalikan segmen ileocecal ke posisi normal dalam saluran gastrointestinal. Meskipun data ini, penggunaan segmen gaster dan intestinal tampaknya sangat ditoleransi dengan baik pada sebagian besar anak-anak. Akan tetapi, akan lebih baik untuk menghindari penghapusan segmen besar dari ileum atau penghapusan katub ileocecal untuk tujuan rekonstruksi urin, terutama pada mereka sudah dikompromikan. Pasien tersebut termasuk mereka yang sudah ada malabsorpsi sebelumnya atau sindrom usus pendek dan pasien dengan marginal kontinensia feses, di antaranya soilage feses mungkin menjadi lumpuh dengan hilangnya konsistensi feses. Pada pasien yang terakhir termasuk dengan myelomeningocele dan imperforate anus, yang biasanya memerlukan rekonstruksi saluran urin.MALIGNANSIPemahaman mayoritas kita tentan malignansi urointestinal berikut rekonstruksi berasal dari pengalaman dengan ureterosigmoidostomy. Kejadian malignansi berkembang dalam kanal dan diversi kontinen sangat kecil. Pada kebanyakan kasus terdapat interval panjang antara operasi dan onset dari kanker. Interval latensi ini memiliki implikasi penting; efek karsiogenik yang tersirat secara jelas. Selain itu, ada potensi untuk diagnosis surveilans awal. Jelas, tindak lanjut jangka panjang diwajibkan.