Post on 16-Jan-2016
description
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI II
PENETAPAN KADAR ANTALGIN
DISUSUN OLEH :
KELAS A KELOMPOK 2
MEJA 1
NUR FAUZIAH KASIM
NUREVA RAMLI
NURNANENGSIH
SITI HAJAR IRMAWATI
ULMI FAJRI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
JURUSAN FARMASI
2013
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Kimia analitik pada dasarnya menyangkut panen kimiawi suatu
materi. Dahulu hal tersebut adalah tujuan utama seorang ahli kimia analitik.
Tetapi dalam kimia analitik modern , aspek- aspeknya juga meliputi identifikasi
suatu zat, elusidasi struktur dan analisa kuantitatif komposisinya.
Dalam analisa kimia farmasi kuantitatif , dikenal dua metode yakni analisa
gravimetric dan analisis titrimetrik. Dimana, metode titirimetri masih digunakan
secara luas karena merupakan metode yang tahan, mudah, dan mampu
memberikan ketetapan (presisi) yang tinggi. Keterbatasan metode ini adalah
bahwa metode titrimetri kurang spesifik.
Selanjutnya, salh satu metode titrasi yang akan digunakan adalah reaksi
oksidasi- reduksi (redoks). Dasar yang digunakan adalah perpindahan electron.
Penetapan kadar senyawa berdasarkan reaksi ini digunakan secara luas seperti
permanganometri, serimetri iodo- iodi. Titrasi iodometri digunakan untuk
menentukan kadar dari zat- zat yang bersifat reduktor dengan titrasi langsung.
Sedangkan untuk titrasi iodimetri adalah kebalikannya.
Titrasi iodometri- iodimetri ini sering digunakan dalam industry farmasi.
Khususnya pada penentuan kadar zat- zat uji yang bersifat reduktor oksidator.
Adapun dalam farmakope Indonesia, titrasi iodometri digunakan untuk
menetapkan kadar dari asam karbonat, natrium askorbat, metampiron (antalgin),
natrium tiosulfat, dan lain- lain. Pada praktikum ini akan dilakukan penentuan
kadar antalgin dengan metode iodimetri- iodometri.
I.2. Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami penentuan kadar antalgin dengan menggunkan
metode iodimetri dan iodometri.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Menentukan kadar antalgin dengan metode iodimetri dan iodometri.
1.3 Prinsip Percobaan
1. Penentuan kadar antalgin dalam sediaan obat dengan metode iodimetri.
Metode ini berdasarkan reaksi redoks dengan cara titrasi langsung dimana
antalgin tablet sebagai zat uji dengan I2 sebagai latutan baku (titran).
Terakhir ditandai dengan perubahan warna indikator dari larutan tidak
berwarna menjadi larutan ungu biru.
2. Penentuan kadar antalgin dengan sediaan tablet dengan metode iodometri.
Metode ini berdasarkan reaksi redoks dengan cara titrasi langsung, dimana
antalgin direaksikan dengan larutan baku I2 berlebih kemudian kelebihan
I2 dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3 0,1 N sampai warna bitu tepat
hilang dengan menggunakan indikator kanji.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Reaksi- reaksi kimia yang melibatkan oksidasi- reduksi dipergunakan
secara luas oleh analisis titrimetrik. Ion- ion dari beberapa unsur- unsur dapat
hadir dalam kondisi oksidator yang berbeda- beda, menghasilkan kemungkinan
banyak reaksi redoks. Banyak dari reaksi- reaksi ini memenuhi syarat untuk
dipergunakan dalam analisis tirimetrik dan penerapan. Penerapannya cukup
banyak, iodometri adalah salah satu analisa titrimetrik secara tidal langsung untuk
zat yang bersifat oksidator seperti besi (III), dimana zat ini akan mengoksidasi
iodide yang ditambahkan membentuk iodine . Iodin yang terbentuk akan
ditentukan dengan menggunakan larutan baku tiosulfat.
Oksidasi + KI I2 + 2e
I2 + Na2S2O3 NaI + Na2S4O6
Sedangkan iodometri adalah merupakan analisis titrimetri yang secara
langsung digunakan untuk zat indikator atau natrium tiosulfat dengan
menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebih.
Kelebihan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan
iodin atau dengan penambahan larutan baku berlabihan. Kelebihan iodin dititrasi
kembali dengan larutan tiosulfat.
Reduktor + I2 2I-
Na2S2O3 + I2 NaI + Na2S4O6
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan warna dimana terjadi
kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan
bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai bilangan electron sedangkan
reduksi memperoleh electron. Oksidasi adalah senyawa dimana atom yang
terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor,
atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi- reduksi
harus selalu berlangsung bersama dan saling mengkompersasi satu sama lain.
Istilah oksidator- reduktor mengacu kepada suatu senyawa tidak mengacu kepada
atom saja.
II.2. Uraian Bahan
1) Antalgin
NR : METHAMPTRONUM
NL : Metampiron, Antalgin
BM : 351,37
Pemerian : serbuk hablur; putih atau putih kekuningan
Penyimpanan : Dalam wadah tetrutup baik
K&P : Analgetikum, Antipiretikum
2) Aquadest
NR : AQUA DESTILLATA
NL : Air Suling
BM : 18,02
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak
mempunyai rasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
3) Iodiun
NR : Iodium
NL : Iodium
BM : 120,91
Pemerian : Keping atau butir, mengkilat seperti logam hitam kelabu,
bau khas
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Larutan baku
4) KI
NR : KALII IODIUM
NL : Kalium Iodida
Pemerian : Hablur heksahedral, transparan atau tidak berwarna , opak
dan putih atau serbuk
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air
mendidih, larut dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam
gliserol P.
Penggunaan : Zat tambahan
5) HCL
NR : ACIDUM HYDROCHLORIDUM
NL : Asam KloridA
Pemerian : Cairan, tidak berwarna, berasap, bau merangsang, jika
diencerkan dengan 2 bagian air asap dan bau hilang.
penggunaan : HCL
6) Na2S2O3
NR : NATRII THIOSULFAS
NL : Natrium Tiosulfat
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur kasar. Dalam
udara lembab meleleh basah dalam hampa udara pada
suhu di atas 330 merapuh
Kelarutan : Larut dalam 0,5 bagian air, praktis tidak larut dalam etanol
(95 %) P.
Kegunaan : Larutan baku
7) NaHCO3
NR : NATRII SUNCARBONAS
NL : Natrium bikarbonat, Natrium Subkarbonat
Pemerian : Hablur besar tidak berwarna atau serbuk hablur kasar.
Dalam udara lembab meleh basah dalam hampa udara
pada suhu di atas 330 merapuh.
Kelarutan : Larut dalam 0,5 bagian air , praktis tidak larut dalam
etanol (95%) P.
Penggunaan : Zat tambahan
8) HCL
NR : ACIDUM HYDROCHLORIDUM
NL : Asam Klorida
Pemerian : Cairan, tidak berwarna, berasap, bau merangsang. Jika
diencerkan dengan dua bagian air asap dan bau hilang
Keguanaan : Zat tambahan
9) K2Cr2O7
NR : KALII BIKROMAT
NL : Kalium Bikromat
Pemerian : Zat berkristal jingga kemerahan
Kelarutan : Dalam air 5 g/ 100 ml pada suhu 00 C dan 102 g/ 100 ml
pada suhu 1000C
Kegunaan : Zat tambahan
Sampel (Zat Uji)
ANTALGIN
Komposisi : Tiap tablet mengandung 500 mg
Indikasi : Untuk menghilangkan rasa sakit, terutama kolik
Pabrik : Indofarma, Bekasi- Indonesia
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan yang digunakan
III.1.1 Alat yang digunakan yaitu :
1. Erlenmeyer
2. Buret
3. Stock Erlenmeyer
4. Labu ukur 100
5. Statif
6. Pipet Volume 25 ml dan 15 ml
7. Timbangan Analitik
8. Sendok tanduk
III.1.2 Bahan yang digunakan yaitu :
1. Tablet Antalgin
2. Aquadest
3. HCL 2N
4. I2
5. Larutan Kanji
6. Na2S2O3
7. Kalium bikromat
8. KI
9. NaHCO3
10. HCL pekat
III.2 Cara Kerja
III.2.1 Metode Iodometri
a) Pembakuan Na2S2O3 :
1. ditimabang saksama 300 mg kalium bikromat, dimasukkan dalam labu
ukur 100 ml.
2. dilarutkan dengan air, dicukupkan volumenya hingga tanda.
3. diukur 25 ml larutan, dimasukkan dalam Erlenmeyer bertutup
4. ditambahkan 0,5 g NaHCO3 serta 3 ml HCL pekat.
5. digoyangkan hingga tercampur lalu segera ditutup, dibiarkan di tempat
gelap selama 10 menit, dibilas dengan air.
6. dititrasi dengan larutana Na2S2O3 0,1 N dengan menggunakan 2 ml
indikator kanji sampai titik akhir tercapai.
b) Penetapan Kadar Antalgin :
1. ditimbang berat 20 tablet, lalu dihitung berat rata- rata per tablet
2. diserbukkan lau ditimbang saksama serbuk tablet setara dengan 200 mg
Antalgin
3. Dilarutkan dengan 25 ml air, dikocok
4. disaring secara kuantitatif ke dalam labu erkenmeyer
5. ditambahkan 5 ml HCL 2 N, kemudian ditamnahkan 25,0 ml larutan baku
I2 0,1 N
6. dibiarkan 10 menit di tempat gelap
7. dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3 0,1 N hingga berwarna kuning
8. ditambahkan 2 ml larutan kanji, kemudian titrasi dilanjutkan hingga titik
akhir tercapai.
III.2.2 Metode Iodometri
a) Pembakuan I2 N
1. diukur saksama 15,0 ml larutan baku Na2S2O3 0,1 N, dimasukkan dalam
labu Erlenmeyer
2. dititrasi dengan larutan I2 0,1 N yang hendak dibakukan menggunakan 2
ml indikator kanji sampai titik akhit tercapai.
b) Penetapan Kadar Antalgin
1. ditimbang berat 20 tablet, lalu dihitung berat rata-rata per tablet
2. diserbukkan, lalu ditimbang saksama setara dengan 20 mg antalgin
3. dilarutkan dengan 25 ml air, dikocok
4. disaring secara kuantitatif ke dalam labu Erlenmeyer, ditambahkan 2 ml
HCL 2 N
5. dititrasi dengan larutan I2 baku 0,1 N menggunakan 2 ml indikator kanji
sampai titk akhir tercapai.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
V.1 Hasil Percobaan
V.1.1 Metode Iodometri
Perhitungan Bobot Sampel
Berat 10 tablet = 5,9866 g
Berat rata- rata per tablet = 5,9866g
10 = 0,5986 g
Berat yang ditimbang = 200mg500mg
x 0,5986 g
= 0,2394 g
= 239,4 mg
a) Data hasil titrasi pembakuan Na2S2O3 0,1 N
No.Volume
(ml)
Pembacaan Skala Buret (ml) Volume
Titrasi (ml)Titik Awal Titik Akhir
1. 25,0 0,0 18,6 18,6 ml
2. 25,0 18,6 36,6 18 ml
3. 25,0 10 27,2 17,2 ml
V rata- rata= 17,93 ml
Perhitungan Normalitas
Cr2O72- + 14 H+ + 6e- 2Cr3+ + 7H2O
BE = 1/6 BM
= 1/6 (294,19)
= 49,03
25 ml
Berat Zat = 0,3212 g 100 ml 25 ml
25 ml
Berat K2Cr2O7 = 25ml
100ml x 0,3212 g
= 0,0803 g
= 80,3 mg
mgrek Na2S2O3 = mgrek K2Cr2O7
V Na2S2O3 x N Na2S2O3 = mg K2Cr2O 7BE K 2Cr 2O 7
17,93 x N Na2S2O3 = 80,3
49,03
N Na2S2O3 = 1,637717,93
N Na2S2O3 = 0,0913 N
b) Data titrasi sampel
No.Berat Zat
(g)
Pembacaan Skala Buret (ml) Volume
Titrasi (ml)Titik Awal Titik Akhir
1. 0,2371 0,0 14,4 14,4 ml
2. 0,2487 15,0 25,9 10,9 ml
3. Blanko 14,4 39,5 25,1 ml
Perhitungan Penetapan Kadar
BE antalgin = ½ BM
= ½ (391,37)
= 175, 685
1) mgrek Antalgin = mgrek Na2S2O3
mgantalginBEantalgin
= V(blanko- sampel)Na2S2O3 x N Na2S2O3
mg Antalgin = VNa2S2O3 x N Na2S2O3 x BE antalgin
= (25,1- 14,4) x 0,0913 x 175,685
= 171,628 mg
kadar antalgin per tablet = berat rata−rata per tabletberat yang ditimbang
x hasil perhitungan
= 0,5986 g0,2371g
x 171,628 mg
= 433,3 mg
kadar kemurnian = kadar antalgin per tablet ( praktek )kadar antalgin per tablet (etiket ) x 100 %
= 433,3mg500mg
x 100 %
= 86,66 %
2) mgrek Antalgin = mgrek Na2S2O3
mgantalginBEantalgin
= V(blanko- sampel)Na2S2O3 x N Na2S2O3
mg Antalgin = VNa2S2O3 x N Na2S2O3 x BE antalgin
= (25,1- 10,9) x 0,0913 x 175,685
= 227,768 mg
kadar antalgin per tablet = berat rata−rata per tabletberat yang ditimbang
x hasil perhitungan
= 0,5986 g0,2487 g
x 227,768 mg
= 548,2 mg
kadar kemurnian = kadar antalgin per tablet ( praktek )kadar antalgin per tablet (etiket )
x 100 %
= 548,2mg500mg
x 100 %
= 109,64 %
Jadi, kadar kemurnian rata- rata ; 86,66 %+109,64 %
2 = 98,15 %
V.1.2 Metode Iodimetri
Perhitungan Bobot Sampel
Berat 10 tablet = 6,3001 g
Berat rata- rata per tablet = 6,3001g
10 = 0,63 g
Berat yang ditimbang = 200mg500mg
x 0,63 g
= 0,252 g
= 252 mg
a) Data hasil titrasi pembakuan I2 0,1 N
No.Volume
(ml)
Pembacaan Skala Buret (ml) Volume
Titrasi (ml)Titik Awal Titik Akhir
1. 15,0 0,0 13,5 13,5 ml
2. 15,0 13,5 27 13,5 ml
3. 15,0 17 40,4 13,4 ml
Volume rata- rata = 13,46 ml
Perhitungan Normalitas
mgrek I2 = mgrek Na2S2O3
V I2 x N I2 = V Na2S2O3 x N Na2S2O3 (hasil iodometri)
13,46 x N I2 = 15,0 x 0,0913
N I2 =1,369513,46
= 0,17017 N
b) Data titrasi sampel
No.Berat Zat
(g)
Pembacaan Skala Buret (ml) Volume
Titrasi (ml)Titik Awal Titik Akhir
1. 0,2522 0,0 7,8 7,8 ml
2. 0,2526 7,8 15,6 7,8 ml
3. 0,2533 15,6 23,4 7,8 ml
Perhitungan Penetapan Kadar
BE Antalgin = ½ BM
= ½ (351,37)
= 175,685
1) mgrek Antalgin = mgrek I2
mgantalginBEantalgin
= V I2 x N I2
mg Antalgin = V I2 x N I2 x BE antalgin
= 7,8 x 0,1017 x 175,685
= 139,36 mg
kadar antalgin per tablet = berat rata−rata per tabletberat yang ditimbang
x hasil perhitungan
= 0,63g
0,2522g x 139,36 mg
= 348,1 mg
kadar kemurnian = kadar antalgin per tablet ( praktek )kadar antalgin per tablet (etiket )
x 100 %
= 348,1mg500mg
x 100 %
= 69,62 %
2) mgrek Antalgin = mgrek I2
mgantalginBEantalgin
= V I2 x N I2
mg Antalgin = V I2 x N I2 x BE antalgin
= 7,8 x 0,1017 x 175,685
= 139,36 mg
kadar antalgin per tablet = berat rata−rata per tabletberat yang ditimbang
x hasil perhitungan
= 0,63g
0,2526 g x 139,36 mg
= 347,5 mg
kadar kemurnian = kadar antalgin per tablet ( praktek )kadar antalgin per tablet (etiket ) x 100 %
= 347,5mg500mg
x 100 %
= 69,5 %
3) mgrek Antalgin = mgrek I2
mgantalginBEantalgin
= V I2 x N I2
mg Antalgin = V I2 x N I2 x BE antalgin
= 7,8 x 0,1017 x 175,685
= 139,36 mg
kadar antalgin per tablet = berat rata−rata per tabletberat yang ditimbang
x hasil perhitungan
= 0,63g
0,2533g x 139,36 mg
= 346,6 mg
kadar kemurnian = kadar antalgin per tablet ( praktek )kadar antalgin per tablet (etiket ) x 100 %
= 346,6mg500mg
x 100 %
= 69,32 %
Jadi, kadar kemurnian rata- rata; 69,62 %+69,5 %+69,62 %
3 = 69,48%
V.2 Pembahasan
Iodometri merupakan cara analisis volumetric untuk zat- zat reduktor,
seperti natrium tiosulfat, arsenat dengan menggunakan laritan baku iodine yang
secara langsung, tetapi dapat juga langsung dengan cara penambahan larutan baku
iodine berlebih, dan kelebihan larutan iodine dititrasi kembali dengan larutan baku
tiosulfat. Sedengkan iodimetri adalah cara analisa volumetric secara tidak
langsung untuk zat- zat reduktor seperti garam besi (III), tenbaga (II) dimana zat-
zat oksidator direduksi terlebih dahulu dengan I2 yang dihasilkan dalam jumlah
yang setara dititrasi kembali dengan larutan baku Na2S2O3.
Dalam praktikum iodimetri, sampel tablet antalgin ditentukan kadarnya
dengan metode titrasi secara langsung. Untuk memulai percobaan ini, mula- muka
disiapkan terlabih dahulu alat- alat yang akan digunakan. Ditimbang serbuk tablet
setara dengan 200 mg antalgin kemudian dimasukkan dalam Erlenmeyer dan
dilarutkan dengan aquadest sebanyak 25 ml, dikocok dan disaring kuantitatif ke
dalam labu erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 5 ml HCL 2 N. Penambahan ini
dimaksudkan untuk member suasana asam karena biasanya dilakukan dalam
suasana basa. Iodin bereaksi dengan hidroksida yang mula- mula membentuk ion
hipoidit. Yang kemudian membentuk ion iodat dan ion- ion ini mengoksidasi
sebagian tiosulfatmenjadi ion sulfat. Sehingga titrik kesetaraannya tidak tepat lagi.
Lalu ditambahkan beberapa tetes larutan kanji. Penambahan ini dimaksudkan
dimana iodin akan bereaksi pada permukaan beta- amilosa dari kanji yang
berwarna biru intensif. Kemudian dititrasi dengan larutan baku I2 0,1 N dimana
titik akhir ditandai dengan perubahan warna dari kuning ke biru hitam. Ketika
titran I2 berlebih maka sampel tablet antalgin akan habis bereaksi, sehingga
terbentuklah ikatan indikator kanji dengan I2 yang stabil sehingga dapat
menyebabkan perubahan warna dari bening ke biru.
Dalam praktikum iodometri, langkah awal dari percobaan ini adalah
ditimbang sampel tablet antalgin yang telah diserbukkan sebanyak 0,2394 g lalu
dimasukkan dalam erlenmeyer dan dilarutkan dengan 25 ml air, dikocok dan
disaring secara kuantitatif. Kemudian ditambahkan 5 ml HCL 2 N dan 25,0 ml
larutan baku I2 0,1 N. Setelah itu, dibiarkan selama 10 menit di tempat gelap.
Kemudian dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3 0,1 N sampai larutan berwarna
kuning pucat. Adapun penambahan indikator kanji harus menuggu sampai titik
akhir titrasi, agar amylum tidak membungkus iodium dan menyebabkan sangat
sukar lepas kembali. Hal ini akan berakibat warna biru sulit lenyap sehingga titik
akhir tidak kelihatan tajam lagi. Setelah penambahan indikator kanji, lalu dititrasi
kembali dengan larutan baku Na2S2O3 sampai larutan menjadi bening.
Ada pun alasan dilakukan titrasi kembali, yakni :
1. Ketika I2 masih banyak, otomatis ketika penambahan langsung dengan
indikator kanji maka akan menyebabkan ikatan yang terbentuk menjadi sukar
untuk terlepas.
2. Dengan iodium member suatu yang kompleks yang tidak dapt larut dengan
air, sehinnga kanji tidak boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi.
Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh % kadar antalgin
berdasarkan metode iodometri sebesar 98,15 %, sedangkan % kadar antalgin
berdasarkan metode iodimetri sebesaar 69,48 %. Namun hasil tersebut tidak
sesuai dengan literatur, dimana pada pustaka FI edisi III halaman 369 mengatakan
bahwa, “ Metampyron mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari
101,0 %.
IV.3 Reaksi
BAB VI
PENUTUP
VI. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka didapatkan kadar
antalgin dalam sediaan, yaitu :
1) Dengan metode iodimetri diperoleh kadar antalgin sebanyak :
Titrasi I diperoleh kadar antalgin per tablet : 0,3481 g dan % kadar
kemurniaan: 69,62%
Titrasi II diperoleh kadar antalgin per tablet : 0,3475 g dan % kadar
kemurniaan: 69,5%
Titrasi III diperoleh kadar antalgin per tablet : 0,3466 g dan % kadar
kemurniaan: 69,32%
Jadi, kadar kemurniaan rata- rata yang diperoleh sebesar 69,48 %
2) Dengan metode iodometri diperoleh kadar antalgin sebanyak :
Titrasi I diperoleh kadar antalgin per tablet : 0,4333 g dan % kadar
kemurniaan: 86,66%
Titrasi I diperoleh kadar antalgin per tablet : 0,548 g dan % kadar
kemurniaan: 109,64%
Jadi, kadar kemurnian rata- rata yang diperoleh sebesar 98,15 %
Namun hal tersebut tidak sesuai dengan literatur, dimana pada pustaka FI
edisi III halaman 369 mengatakan bahwa, metampiron mengandung tidak kurang
dari 99,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %
VI.2 Saran
Dalam praktikum ini, praktikan harus lebih berhati- hati pada zat- zat yang
berbahaya/ larutan- larutan pekat.
DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A, dan AL, Underwood. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Erlangga.
Sudaji. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Jakarta: Erlangga.