5/26/2018 Referat Pneumonia
1/33
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru. Pneumonia dapat
disebabkan berbagai spesies bakteri, mikoplasma, klamidia, riketsia, virus, fungi
dan parasit. Pneumonia bukan penyakit tunggal melainkan sekelompok infeksi
spesifik yang masing-masing dengan epidemiologi, patogenesis, gambaran klinis
dan perjalanan klinis yang berlainan. Identifikasi mikroorganisme yang menjadi
penyebabnya sangat penting karena sifat infeksi tersebut yang serius dan pasien
umumnya memerlukan terapi antimikroba yang harus segera diberikan sebelum
kepastian mikroorganisme penyebabnya ditentukan melalui hasil pemeriksaan
laboratorium. Etiologi mikroba yang spesifik masih membingungkan pada sekitar
sepertiga pasien, misalnya jika tidak terdapat sputum untuk pemeriksaan, hasil
kultur darahnya steril dan tidak terdapat cairan pleura. Pilihan awal terapi
antimikroba seringkali dilakukan secara empiris berdasarkan keadaan ketika
infeksi tersebut didapat, gambaran klinis, corak abnormalitas pada hasil foto
toraks, hasil pewarnaan sputum atau cairan tubuh yang terinfeksi lainnya dan
pengetahuan mengenai pola kerentanan pasien terhadap berbagai preparat
antimikroba. Setelah mikroorganisme penyebabnya diketahui, terapi antimikroba
yang khusus dapat dipilih.1
1.2 Tujuan PenulisanTujuan penulisan dari referat ini adalah agar kita khususnya penyusun dapat
lebih memahami tentang Pneumonia, patofisiologi, klinis dan terapinya.
5/26/2018 Referat Pneumonia
2/33
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka
kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. ISNBA
dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia.
Pneumonia ini dapat terjadi secara primer atau merupakan tahap lanjutan
manifestasi ISNBA lainnya misalnya sebagai perluasan bronkieaktasis yang
terinfeksi.
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumomitis atau reaksi inflamasi berupaalveolitis dan pengumpulan eksudat yang berlangsung dalam jangka waktu yang
bervariasi. Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses
infeksi akut yang merupakan penyebab yang tersering, sedangkan istilah
pneumolitis sering dipakai untuk proses non infeksi. Sebenarnya pneumonia
bukan penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada
sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur,
berbagai senyawa kimia maupun partikel. Bila proses infeksi teratasi, terjadiresolusi dan biasanya struktur paru normal kembali. Namun pada pneumonia
nekrotikans yang disebabkan antara lain oleh staphylococcus atau kuman Gram
negatif terbentuk jaringan parut atau fibrosis. Penyakit ini dapat terjadi pada
semua umur, walaupun manifestasi klinik terparah muncul pada anak, orang tua
dan penderita penyakit kronis.
5/26/2018 Referat Pneumonia
3/33
3
Secara klinis, dagnosis pneumonia didasarkan atas tanda-tanda kelainan
fisis dan adanya gambaran konsolidasi pada foto dada. Namun diagnosis lengkap
haruslah mencakup diagnosis etiologi dan anatomi. Pendekatan diagnosis ini
harus didasarkan kepada pengertian natogenesis penyakit hingga diagnosis yang
dibuat mencakup bentuk manifestasi, bertanya proses penyakit dan etiologi
pnumonia. Cara ini akan mengarahkan dengan baik kepada terapi empiris dan
pemilihan anti biotic yang paling sesuai terhadap mikroorganisme penyebabnya.
Pneumonia komunitas (PK) adalah infeksi akut pada parenkim paru pada
individu yang tidak dirawat di rumah sakit atau tinggal di fasilitas perawatan
jangka panjang sebelum timbulnya gejala. Pneumonia nosokomial (PN) adalah
pneumonia yang terjadi > 48 jam atau lebih setelah dirawat di rumah sakit baik di
ruang rawat umum ataupun ICU tetapi tidak sedang memakai ventilator.
Pneumonia yang berhubungan dengan pemakaian ventilator (PBV) adalah
pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Insidensi tahunan: 5-11 kasus per 1.000 orang dewasa; 15-45% perlu di
rawat dirumah sakit (1-4 kasus), dan 5-10% diobati di ICU. Insidensi paling tinggi
pada pasien yang sangat muda dan usia lanjut. Mortalitas: 5-12% pada pasien
yang dirawat di rumah sakit; 25-50% pada pasien ICU (Jeremy, 2007). Di United
States, insidensi untuk penyakit ini mencapai 12 kasus tiap 1.000 orang dewasa.
Kematian untuk pasien rawat jalan kurang dari 1%, tetapi kematian pada pasien
yang dirawat di rumah sakit cukup tinggi yaitu sekitar 14%. Di negaraberkembang sekitar 10-20% pasien yang memerlukan perawatan di rumah sakit
dan angka kematian diantara pasien tersebut lebih tinggi, yaitu sekitar 30-40%. Di
Indonesia sendiri, insidensi penyakit ini cukup tinggi sekitar 5-35% dengan
kematian mencapai 20-50%.3
5/26/2018 Referat Pneumonia
4/33
4
Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan
yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum
berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang terjadi di masyarakat (pneumonia
komunitas/PK) atau di dalam rumah sakit (pneumonia nosokomial/PN).
Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah akut di parenkim
paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%. Pneumonia nosokomial di ICU lebih
sering daripada diruangan umum yaitu 42%: 13% dan sebagian besar yaitu
sejumlah 47 terjadi pada pasien yang menggunakan alat Bantu mekanik.
Kelompok pasien ini merupakan bagian terbesar dari pasien yang meninggal di
ICU akibat PN.
Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang
jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati
adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.
Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang yang lanjut usia dan
sering terjadi pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Juga dapat terjadi
pada pasien dengan penyakit yang lain seperti diabetes mellitus (DM), payah
jantung, penyakit arteri koroner, keganasan, insufisiensi renal, penyakit syaraf
kronik dan penyakit hati kronik. Faktor predisposisi lain adalah kebiasaan
merokok, pasca infeksi virus, diabetes mellitus, imunodefisiensi, kelainan atau
kelemahan struktur organ dada dan penurunan kesadaran. Juga adanya tindakan
invasive seperti infus, intubasi, trakeostomi, atau pemasangan ventilator. Perlu di
teliti juga factor lingkungan khususnya tempat kediaman misalnya panti jompo,
pengguanaan antibiotic, dan obat suntik IV.
2.3 ETIOLOGI
ISNBA dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, tersering
disebabkan oleh bakteri. Kuman penyebab pneumonia yang tersering dijumpai
berbeda jenisnya di suatu negara, dan antara satu daerah dengan daerah lain pada
5/26/2018 Referat Pneumonia
5/33
5
satu negara, di luar RS dan di dalam RS, antara RS besar/tersier dengan RS yang
lebih kecil. Karena itu perlu diketahui dengan baik epidemiologi kuman di suatu
tempat.
Diketahui berbagai pathogen yang cenderung dijumpai pada factor resiko
tertentu misalnya H. influenza pada pasien perokok, patogen atipikal pd lansia,
gram (-) pd pasien rumah jompo, PPOK, penyakit jantung,pasca terapi AB
spektrum luas. Ps. aeruginosa pada pasien bronkiektasis, terapi steroid (>10
mg/hari), malnutrisi dan imunosupresi disertai lekopeni.
Pada PK rawat jalan jenis patogen tdk diketahui 40% kasus, dilaporkan
adanya Str. Pneumoniae 9-20%,M. pneumoniae 13-37%, Chlamydia pneumoniae
17%. Pada PK rawat inap di luar ICU , 20-70% tdk diketahui, Str. Pneumoniae
20-60%,H. influenza 3-10%, dan S. aureus, gram (-) enterik, M. pneumonia, C.
pneumoniae legionella dan virus sp 10%. Patogen pada PK rawat inap ICU , 50-
60% tdk diketahui, 33% Str. Pneumoniae. Rumah jompo, S. aureus resisten
methisilin, gram (-),M. tuberculosis, virus tertentu, dan influenza.
PN juga tersering disebabkan oleh bakteri. Kuman penyebabnya sering
berbeda jenisnya antara ruangan biasa dengan ruangan perawatan intensif (ICU)
tergantung pada 3 faktor : tingkat berat sakit, ada risiko utk jenis patogen tertentu,
dan masa menjelang timbul onset pneumonia.
PN bacterial dapat dibagi atas PN awitan awal dalam waktu kurang dari 3
hari yang kumannya sering pula di dapat di luar RS, biasanya disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae (5-10%), M. Catarrhalis (
5/26/2018 Referat Pneumonia
6/33
6
Patogen Faktor Risiko
Staphylococcus aureus Koma,cedera
kepala,influenza,pemakaian obat
IV,DM,gagal ginjal
Methicilin resisten S. aureus Pernah dapat AB, ventilator > 2
hari, lama dirawat di ICU, terapi
steroid/AB
Ps. Aeruginosa Kelainan struktur paru
(bronkiektasis,kistik fibrosis),malnutrisi
Anaerob Aspirasi, selesai operasi
abdomen
Acinobacter spp. Antibiotik sebelum onset
pneumonia dan ventilasi
mekanik
Tabel 1. Faktor risiko utama untuk pathogen pada PN
Pada waktu akhir-akhir ini sejumlah kuman baru/oportunis telah
menimbulkan infeksi pada pasien dengan kekebalan tubuh yang rendah, isalnya
Legionella, Chlamydia trachomatis, M. atypical, berbagai jenis jamur (C.
albicans, Aspergilus fumigatus) dan virus.
2.4 PATOGENESIS
Pengertian epidemiologi dan patogenesis serta perkembangan antibiotik
memberikan sumbangan yang besar pada pengelolaan penyakit paru. Patogenesis
pneumonia mencakup interaksi antara mikroorgaisme (MO) penyebab yang
masuk melalui berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh pasien. Proses pneumonia
5/26/2018 Referat Pneumonia
7/33
7
terutama dapat mengenai interstisium atau alveoli. Terlibatnya seluruh lobus
disebutpneumonia lobaris. Bila proses terbatas pada alveoli kemudian menyebar
secara berdekatan dengan ke bronkus, disebut bronkopneumonia.
Bakteri penyebab bila terinhalasi atau teraspirasi ke paru perifer melalui
saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman. Bagian paru yang terkena mengalami
konsolidasi, yaitu terjadinya sebukan sel PMN (polimorfonuklear), fibrin,
eritrosit, cairan edema dan kuman di alveoli. Proses ini termasuk dalam stadium
hepatisasi merah., sedangkan stadium hepatisasi kelabu adalah kelanjutan proses
infeksi berupa deposisi fibrin ke permukaan pleura. Ditemukan pula fibrin dan
leukosit PMN di alveoli dan proses fagositosis yang cepat, dilanjutkan stadium
resolusi dengan peningkatan jumlah sel makrofag di alveoli, degenerasi sel dan
menipisnya fibrin, serta menghilangnya kuman dan debris. Pada kasus yang parah,
kantung udara pada paru (alveoli) akan dipenuhi dengan nanah dan cairan. Dalam
kondisi ini oksigen akan sulit masuk ke aliran darah dan membuat tubuh tidak bisa
bekerja dengan baik.
Proses kerusakan yang terjadi dapat dibatasi dengan pemberian antibiotik
sedini mungkin agar sistem bronkopulmonal yang tidak terkena dapat
diselamatkan
2.5 GAMBARAN KLINIS DAN KLASIFIKASI
Gambaran klinis pneumonia bervariasi berdasarkan faktor-faktor infeksi
yang berperan pada pasien. Karena itu perlu dibuat klasifikasi pneumonia.
Terdapat berbagai klasifiksai pneumonia, namun yang terbaik adalah klasifiksaiklinis yang mengarahkan kepada diagnosis dan terapi secara empiris dengan
mempertimbangkan faktor-faktor terjadinya infeksi yaitu faktor lingkungan
pasien, keadaan imunitas pasien, dan mikroorganisme. Klasifikasi bisa
berdasarkan kepada 1, 2 atau 3 faktor di atas, atau mengaitkannya dengan data-
data klinis, epidemiologis, dan pemeriksaan penunjang.
5/26/2018 Referat Pneumonia
8/33
8
2.5.1 Klasifikasi Etiologi
Dibagi atas
a. Pneumonia bakterial tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobarisyang klasik antara lain berupa awitan yang akut dengan gambaran
radiologis berupa opasitas lobus atau lobularis, dan disebabkan kuman
yang tipikal terutama S. pneumoniae, Klebsiella pneumoniae atau H.
influenzae.
b. Pneumonia atipikal, ditandai oleh gangguan respirasi yangmeningkatkan lambat dengan gambaran inflirat paru bilateral yang
difus. Biasanya disebabkan organisme yang atipikal dan termasuk
Mycoplasma pneumoniae, Legionella pneumophila, Chlamydia
psittaci dan Coxiella burnetti. Di negara barat mikroorganisme
mycoplsama adalah prototype penyebab pneumonia atipikal,
disamping menyebabkan penyakit saluran napas atas dan penyakit di
luar paru antara lain pada kulit, susunan saraf pusat, darah jantung dan
sendi-sendi. Mikoplasma menjadi penyebab pada 15-20% pneumonia,
bahkan mencapai 60% pada usia sekolah dan dewasa muda. Dapat
juga terjadi infeksi pada usia di atas 60 tahun.
c. Pneumonia virusd. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah
(immunocompromised).
2.5.2 Klasifikasi Klinis dan Epidemiologis
a. Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquiredpneumonia, CAP): pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu
terjadinya infeksi di luar lingkungan rumah sakit. Infeksi LRT yang
terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit pada pasien yang
belum pernah dirawat di rumah sakit selama > 14 hari.
5/26/2018 Referat Pneumonia
9/33
9
b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial): pneumoniayang terjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit.
jenis ini didapat selama penderita dirawat di rumah sakit (Farmacia,
2006). Hampir 1% dari penderita yang dirawat di rumah sakit
mendapatkan pneumonia selama dalam perawatannya. Demikian pula
halnya dengan penderita yang dirawat di ICU, lebih dari 60% akan
menderita pneumonia.
c. Pneumonia aspirasi/anaerob: infeksi oleh bakteroid dan organismeanaerob lain setelah aspirasi orofaringeal dan cairan lambung.
Pneumonia jenis ini biasa didapat pada pasien dengan status mental
terdepresi, maupun pasien dengan gangguan refleks menelan.
d. Pneumonia oportunistik: pasien dengan penekanan sistem imun(misalnya steroid, kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh
virus, jamur, dan mikobakteri, selain organisme bakteria lain.
e. Pneumonia rekuren: disebabkan organisme aerob dan aneorob yangterjadi pada fibrosis kistik dan bronkietaksis (Jeremy, 2007).
Tabel 2.1 Klasifikasi berdasarkan klinis dan epidemiologis
Tipe Klinis Epidemiologi
Pneumonia komunitas Sporadis atau endemic; muda atau
orang tua.
Pneumonia nosokomial Didahului perawatan di RS
Pneumonia rekurens Terdapat dasar penyakit paru kronik
Pneumonia aspirasi Alkoholik, usia tua
Pneumonia pada
gangguan imun
Pada pasien transpalansi, onkologi,
AIDS
5/26/2018 Referat Pneumonia
10/33
10
2.5.3 Klasifikasi Letak Anatomis
Berdasarkan tempat letak anatomisnya, pneumonia dapat
diklasifikasikan menjadi:
a. Pneumonia Lobaris Seluruh lobus mengalami konsolidasi, eksudatterutama terdapat intra alveolar. Pneumococcus dan Klebsiella
merupakan organism penyebab tersering.
b. Pneumonia Nekrotisasi Disebabkan oleh jamur dan infeksi tuberkel.Granuloma dapat mengalami nekrosis kaseosa dan membentuk kavitas.
c. Pneumonia Lobular / Bronkopneumonia. Adanya penyebaran daerahinfeksi yang berbecak dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm yang
mengelilingi. Staphylococcus dan Streptococcus adalah penyebab
infeksi tersering.
d. Pneumonia Interstisial. Adanya peradangan interstisial yang disertaipenimbunan infiltrate dalam dinding alveolus, walaupun rongga
alveolar bebas dari eksudat dan tidak ada konsolidasi. Disebabkan oleh
virus atau mikoplasma.
2.5.4 Manifestasi KlinikSecara umum dapat dibagi menjadi:
a. manifestasi nonspesifik infeksi ini dan toksisitas berupa demam, sakit kepala,iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.
b. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, akspektorasisputum, napas cuping hidung, sesak napas, merintih, dan sianosis. Penderita
pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut
tertekuk karena nyeri.
c. Tanda pneumonia berupa retraksi, perkusi pekak, fremitus melemah, suaranapas melemah, dan ronki.
5/26/2018 Referat Pneumonia
11/33
11
d. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada tertinggal didaerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara
napas tubuler tepat diatas batas cairan, friction rub, nyeri dada karena iritasi
pleura (nyeri berkurang bila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri
tumpul), kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa inflamasi) bila
terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi
mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah).
2.6 PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis klinis pneumonia bergantung kepada penemuankelainan fisis
atau bukti radiologis yang menunjukkan konsuidasi. Klasifikasi diagnosis klinis
pada masa kini dilengkapi faktor patogenesis yang berperan (lingkungan, pejamu,
kuan penyebab). Diagnosis dan terapipneumonia atau ISNBA umumna dapat
ditegakkan berdasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisis
yang diteliti dan pemeriksaan penunjang.
2.6.1 Anamnesis
Ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang
berhubungan dengan faktro infeksi :
a. Evalusai faktor pasien/presdiposisi: PPOK (H. influenzae), penyakitkronik (kuman ganda), kejang/tidak sadar 9aspirasi Gram negatif), anaerob),
penuunan imunitas (kuman Gram negatif), Pneumocystic carinil, CMV,
Legionella, jamur, Mycobacterium), kecanduan obat bius (Staphylococcus)
b.
Bedakan lokasi infeksi : PK (Stretococcus pneumoniae, H, inflenszae, M.pneumoniae); rumah jompo, Pn, (Staphylococcus aereus; Gram negatif.
c. Usia pasien: bayi (virus), muda (M, pneumoniae), dewasa (S, pneumoniae)d. Awitan; cepat, akut dengan rusty coloured sputum (S. pneumoniae);
perlahan dengan batuk, dahak sedikit (M. pneumoniae).
5/26/2018 Referat Pneumonia
12/33
12
2.6.2 Pemeriksaan fisis
Presentasi bervariasi tergantung etiologi, usia dan keadaan klinis.
Perhatikan gejala klinis yang mengarah tipe kuman penyebab/patogenitas kumandan tingkat berat penyakit:
a. Awitan akut biasanya oleh kuman patogen seperti S. pneumoniae,
Streptococcus spp. Staphyloccus. Pneumonia virus ditandai dengan mialgia,
malaise, batuk kering dan nonproduktif. Awitan lebih insidious dan ringan pada
orang tua/imunitas menurun akibat kuman yang kurang patogen/oportunistik,
misalnya; Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacteriaceae, kuman anero, jamur.
b. Tanda-tanda fisis pada tipe pneumonia klasik bisa didapatkan berua
demam, sesak napas, tanda-tanda Konsulidasi paru (perkusi paru yang peka, ronki
nyaring, suara pernapasan bronchial). Bentuk klasik pada PK primer berupa
bronkopneumonia, pneumonia lobaris atau pleuropneumonia. Gejala atau bentuk
yang tidak khas dijumapi pada PK sekunder ataupun PN. Dapat diperoleh bentuk
manifestasi lain infeksi paru seperti efusi pleura,
pneumotoraks/hidropneumotoraks. Pada pasien PN atau dengan gangguan imun
dapat dijumpai gangguan kesadaran oleh hipoksia.
c. Warna, konsistensi, dan jumlah spuum penting untuk diperhatikan.
2.6.3 Pemeriksaan penunjang
2.6.3.1 Pemeriksaan radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air
bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae;
bronkopneumonia (Segmental disease) oleh antara lain Staphylococcus, virus atau
mikoplasma; dan pneumonia interstisial (interstitial disease) oleh virus dan
mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apical lobus bawah atau interior
lobus bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada
pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa di mana saja. Infiltrat di lobus atas sering
ditimbulkan Klebsiella, tuberculosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat
5/26/2018 Referat Pneumonia
13/33
13
terjadi atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat
Staphylococcus atau bakteriemia.
Bentuk lesi berupa kavitasi dengan air fluid level sugestif untuk absesparu, infeki anaerob, Gram negatif atau amiloidosis. Efosi pleura dengan
pneumonia sering ditimbulkan S. pneumoniae. Dapat juga oleh kuman anaerob, S.
pyogenes, E.coli dan Staphylociccus (pada anak). Kadang-kadang oleh K.
pneumoniae, P. pseudomallei. Pembentukan kista terdapat pada pneumonia
nekrotikans/ supurativa, abses dan fibrosis akibat terjadinya nekrosis jaringan dan
fibrosis akibat terjadinya nekrosis jaringan paru oleh kuman, S. Aereus, K.
pneumoniae dan kuman-kuman anaerob (Streptococus anaerob, Bacteroides,
Fusobacterium). Ulangan foto perlu dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya
infeksi sekunder/tambahan, efusi pleura penyerta yang terinfeksi atau
pembentukan abses. Pada pasien yang mengalami perbaikan klinis ulangan foto
dada dapat ditunda karena resolusi pneumonia berlangsung 4-12 minggu.
2.6.3.2 Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit
normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi yang berat sehingga tidak terjadi
respons leukosit, oran gtua atau lemah. Leukopenia menunjukkan depresi
imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman Gram negatif atau S. aereus
pada pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin
terganggu.
2.6.3.3 Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,
aspirasi, jarum transtokoral, torakkosentesis, bronkoskopi, atau biopsy. Untuk
tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test
dan Z. Nielsen. Kuman yang predominan pada sputum yang disertai PMN yang
kemungkinan merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan
pemeriksaan utama pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya.
5/26/2018 Referat Pneumonia
14/33
14
2.6.3.4 Pemeriksaan khusus
Titer antibody terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai
diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darahdilakukan untuk menilai tingkat hiposia dan kebutuhan oksigen.
2.7 INDIKASI RAWAT INAP PNEUMONIA KOMUNITAS
Pada pneumonia komunitas, terdapat stratifikasi untuk perawatan di rumah
sakit. Salah satu metode yang digunakan adalah Pneumonia Severity Indeks (PSI).
Skor Pneumonia Severi ty Index
Karakteristik Penderita Skor
Faktor demografi
Usia: laki-laki
perempuan
Perawatan di rumah
Penyakit penyerta
Keganasan
Penyakit hati
Gagal jantung kongestif
Penyakit serebrovaskular
Penyakit ginjal
Umur (tahun)
Umur (tahun)
10
+10
+30
+20
+10
+10
+10
Pemeriksaan fisik
Perubahan status mental +20
5/26/2018 Referat Pneumonia
15/33
15
Frekuensi nafas 30x/menit
TD sistolik
5/26/2018 Referat Pneumonia
16/33
16
dalam waktu singkat
IV (sedang) 91-130 9,3% Perlu dirawat di rumah
sakit
V (berat) >130 27% Perlu dirawat di rumah
sakit
Tabel 3. Stratifikasi Risiko Berdasarkan Total Skor PSI
Indikasi rawat inap di rumah sakit adalah bila Skor PSI > 70, dan pneumonia
pada penderita NAPZA, akan tetapi bila skor PORT < 70, penderita tetap di
rawat inap bila:
1. Frekuensi nafas > 30x/mnt2. Pa)2/ FiO2 kurang dari 2503. Foto thoraks menunjukkan kelainan bilateral atau lebih dari 2 lobus4. Tekanan sistolik < 90 mmHg5. Tekanan diastolik < 60 mmHg
Selain menggunakan skor Pneumonia Severity Indeks (PSI), ada juga yang
menggunakan skor CURB-65. Kriteria nya meliputi : Confusion (waktu, tempat,
orang), BUN level > 20 mg/dl, Respiration rate > 30 kali per menit, Blood
Pressure systolic >90 mm/Hg or diastolic 2.
Pasien berindikasi untuk di rawat di ICU menggunakan criteria dari
American Thorasic Societyadalah bila bila pasien PK sakit berat terdapat 1 dari 2
kriteria mayor, atau 2 dari kriteria minor.
1. Kriteria mayor : butuh ventilator dan syok septik
5/26/2018 Referat Pneumonia
17/33
17
2. Kriteria minor : tensi sistolik < 90 mmHg, mengenai multilobar, PaO2/
FI O2 ratio > 250, Confusion (waktu, tempat, orang), BUN level > 20
mg/dl, Respiration rate > 30 kali per menit, lekopenia, trombositopenia,
hipotermia.
2.8 KRITERIA DIAGNOSIS PNEUMONIA NOSOKOMIAL
Pada penderita pneumonia nosokomial, criteria diagnostic yang digunakan
menurut CDC adalah sebagai berikut :
1. Ronki atau dullness pada perkusi torak. Ditambah salat satu :a. Onset baru sputum purulen atau perubahan karakteristiknya
b. Isolasi kuman dari bahan yang didapat dari aspirasi transtrakeal,biopsi atau sapuan bronkus.
2. Gambaran radiologis berupa infitrat baru yg progresif, konsolidasi,kavitasi, atau efusi pleura, dan salah satu dari :
a. Isolasi virus atau deteksi antigen virus dari sekret respirasib. Titer antibodi tunggal yg diagnostik (IgM) atau peningkatan 4x
titer IgG dari kuman.
c. Bukti histopatologis kuman3. Pasien sama atau
5/26/2018 Referat Pneumonia
18/33
18
4. Pasien sama atau < 12 thn yg menunjukkan infiltrat baru atau progresif,kavitasi, konsolidasi atau efusi pleura pada foto torak ditambah salah satu
dari kriteria no.3 di atas.
2.9 TERAPI
2.9.1 Terapi pada Pneumonia Komunitas
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian
antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme
dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :
1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secaraumum pemilihan antibiotik berdasarkan bakteri penyebab pneumonia dapat dilihat
sebagai berikut.
2.9.1.1 Pengobatan Penderita Rawat Jalan
1. Sebelumnya sehat dan tidak menggunakan antibiotik dalam 3 bulan
sebelumnya. Antibiotik yang digunakan adalah :
- Macrolide (azithromycin, clarithromycin, atau erythromycin)
- Doksisiklin
2. Kehadiran penyulit, seperti penyakit jantung kronis, paru-paru, liver,
penyakit ginjal; diabetes mellitus, alkoholisme, keganasan; asplenia,
5/26/2018 Referat Pneumonia
19/33
19
kondisi immunosuppressing atau penggunaan obat immunosuppressing,
penggunaan antimikroba dalam 3 bulan sebelumnya (dalam hal ini
merupakan alternatif dari kelas yang berbeda harus dipilih), atau resiko
lainnya:
a. Fluorokuinolon respiratory (moksifloksasin, gemiifloxacin atau
levofloksasin
b. B-laktam ditambah sebuah makrolida (amoksisilin dosis tinggi
[misalnya, 1 g 3 kali sehari] atau amoksisilin klavulanat-[2 g 2 kali sehari]
lebih disukai; alternatif termasuk cef triaxone, cefpodoxime, dan
cefuroxime [500 mg 2 kali sehari]; doksisiklin adalah alternatif untuk
makrolida tersebut.)
3. Di daerah dengan tingkat infeksi tinggi (125%) dengan tingkat resistensi
makrolide terhadap S.pneumoniae tinggi (MIC, 16 mg / mL),
pertimbangkan penggunaan agen alternatif yang tercantum dalam
rekomendasi diatas di atas untuk setiap pasien, termasuk mereka yang
tanpa komorbiditas .
2.9.1.1 Pengobatan Penderita Rawat Inap non ICU
Rejimen berikut direkomendasikan untuk Rawat inap non ICU:
a. Sebuah fluorokuinolon respiratory
b.Sebuah b-laktam plus makrolida (pilihan b-laktam termasuk agen
sefotaksim, ceftriaxone, dan ampisilin; ertapenem untuk pasien yang
dipilih; Dengan doksisiklin sebagai alternatif makrolida ,fluorokuinolon
respiratory harus digunakan untuk pasien yang alergi penisilin )
2.9.1.1 Pengobatan Penderita Rawat Inap ICU
5/26/2018 Referat Pneumonia
20/33
20
Sebuah b-laktam (sefotaksim, ceftriaxone, atau ampisilin-sulbactam) plus
azitromisin atau sebuah fluoroquinolone (Untuk pasien alergi penisilin,
fluoroquinolone pernapasan dan aztreonam direkomendasikan.)
2.9.1.1 Pengobatan Penderita keadaan khusus
Regimen yang dianjurkan standar rutin terapi empiris harus mencakup 3
patogen yang paling umum yang menyebabkan pneumonia komunitas parah,
semua patogen atipikal, dan sebagian besar spesies Enterobacteriaceae. Treatment
MRSA atau infeksi P.aeruginosa adalah alasan utama untuk memodifikasi empiris
standar rejimen. Berikut ini adalah tambahan atau modifikasi terhadap rejimen
empiris dasar yang dianjurkan jika patogen ditas diduga.
1. Untuk infeksi Pseudomonas, gunakan antipneumococcal, suatu anti
pseudomonas b-laktam (piperasilin-tazobactam, cefepime, imipenem, atau
meropenem) ditambah siprofloksasin atau levofloksasin baik (750 mg
dosis)
atau b-laktam ditambah aminoglikosida dan azitromisin, atau b-laktam
diatas ditambah aminoglikosida dan anti pneumokokus fluorokuinolon.
(Untuk pasien alergi penisilin, pengganti aztreonam untuk b laktam
diatas.)
2. Untuk infeksi CA-MRSA, tambahkan vankomisin atau linezolid. Jangan
Gunakan daptomycin untuk pneumonia
2.9.1.1 Pengobatan langsung patogen penyebab
Setelah etiologi CAP telah diidentifikasi pada dasar metode mikrobiologis
dapat diandalkan, antimikroba terapi harus diarahkan pada patogen itu.
5/26/2018 Referat Pneumonia
21/33
21
2.9.1 Terapi pada Pneumonia NosokomialSUSPEK PN PBV PPK
Bahan kultur SNBB & bakteriologik
Dimulai terapi empirik AB berdasarkan algoritmeba an a dan ola ato en lokal
Hari ke2-3 : evaluasi klinis dan data lab
(suhu,lekosit,foto torak,oksigenasi,sputum
5/26/2018 Referat Pneumonia
22/33
22
Gambar 1 : strategi tatalaksana suspek PN, PBV,atau PPK
Terapi empirik awal untuk pneumonia nosokomial
Patogen Potensial Antibiotika yang disarankan
S. Pneumonia
H. Influenza
Ceftriaxone
Atau
Gram (-) sensitif antibiotik :
Escherichia col i
K.pneumoniae Enterobacter spp. Serratia marcescens
Levofloksasin, moksifloksasin atau
ciproflokasasin
Atau
Ampisilin/ sulbaktam
Atau Ertapenem
Patogen Potensial Antibiotika yang disarankan
Patogen seperti tabel di atas dan
patogen resisten AB jamak :
Ps. Aeruginosa
Sefalosporin antipseudomonas
(cefeime, ceftazidime)
atau
Perbaikan klinis dalam 48-
tida
y
Kultur (-
Kultur Kultur (-
Kultur
Cari patogen
Lain?
Komplikasi,
D/lain lokasi
Infeksi lain
Sesuaikan AB,
Cari patogen
Lain, komplikasi,
D/lain, lokasi
Infeksi lain
Pikirkan
stop
Tingkatka
n
AB terapi
7-8 hari,
Evaluasi
5/26/2018 Referat Pneumonia
23/33
23
K. pneumoniaw Acinobacter spp Methici ll in sensiti f aureus
Carbepenem antipseudomonas
(imipenem atau meropenem)
Atau
Gram (-) sensitif antibiotik :
Escherichia coli
K.pneumoniae Enterobacter spp. Proteus spp. Serratia marcescens
B-laktam/B- laktamase inh
(piperasilin- tazobaktam)
Plus
Kuinolon antipseudomonas
(Ciprofloksasin atau levofloksasin)
Atau
Aminoglikosida (amikasin, gentamisin,
tobramisin) Plus
methicillin resisten Staph.Aureus
Legionella (jika dicurigai)
Linezolid atau vankomisin
Makrolid (azithromisin) atau
flyuoroqunolon
Tabel 5. Terapi empirik awal untuk pneumonia nosokomial
DOSIS INTRAVENA AWAL ANTIBIOTIKA UTK EMPIRIK TERAPI
PADA PNEUMONIA NOSOKOMIAL
Suspek Patogen Antibiotik yang disarankan
5/26/2018 Referat Pneumonia
24/33
24
Sefalosporin antipseudomonas
Cefepime Ceftazidime
1-2 gram tiap 8-12 jam
2 gram tiap 8 jam
Carbapenem :
Imipenem Meropenem
0,5 gr tiap 6 jam / 1 gr tiap 12
jam
1 gram tiap 8 jam
B- laktam / B- laktamase inh :
Piperasilintazobaktam
4,5 gram tiap 6 jam
Aminoglikosida :
Gentamisin Toramisin Amikasin
7 mg/kg/hari
7 mg/kg/hari
20 mg/kg/hari
Kuinolon antipseudomonas
Levofloksasin Ciprofloksasin
750 mg/ hari
400 gram/ 8 jam
Vankomisin 15 mg/ kg/ 12 jam
Linezolid 600 mg/ 12 jam
Tabel 6. Dosis intravena awal antibiotic yang diberikan
5/26/2018 Referat Pneumonia
25/33
25
2.9.2 Terapi Suportif Umum
1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah.
2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yangkental, dapat disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat
bronkospasme.
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuranuntuk batuk dan napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk
melancarkanekspirasi dan pengeluarn CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk
melancarkan pernapasan.
4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu padapneumonia, dan paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila
terdapat pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan
baik, termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi
untuk maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan.
5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan.Terapi ini tidak bermanfaat pada keadaan renjatan septik.
6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadangdiperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal.
7. Ventilasi mekanis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilatorpada pneumonia adalah:
5/26/2018 Referat Pneumonia
26/33
26
a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% denganmenggunakaan masker. Kosentrasi O2 yang tinggi menyebabkan penurunan
pulmonary compliance hingga tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu
dipergunakan PEEP untuk memperbaiki oksigenisasi dan menurunkan FiO2
menjadi 50% atau lebih rendah.
b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress,dengan atau didapat asidosis respiratorik.
c. Respiratory arrest.d. Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.8. Drainase empiema bila ada.
9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup
yang didapatkan terutama dari lemak (>50%), hingga dapat dihindari
pembentukan CO2yang berlebihan.
2.9.3 Terapi Sulih (switch therapy)
Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan
obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi
biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan obat suntik ke oral
harus memperhatikan ketersediaan antibiotik yang diberikan secara iv dan
antibiotik oral yang efektivitinya mampu mengimbangi efektiviti antibiotik iv
yang telah digunakan. Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama,
potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama
atau berbeda, potensi lebih rendah).
Pasien beralih dari intravena ke oral terapi ketika hemodinamik sudah
stabil dan perbaikan terbukti secara secara klinis, dapat menelan obat-obatan, dan
memiliki saluran pencernaan berfungsi normal. Pasien harus dilepas sesegera
mungkin ketika klinis sudah stabil, tidak memiliki masalah medis aktif lainnya,
dan memiliki lingkungan yang aman untuk perawatan lanjutan.Kriteria untuk
5/26/2018 Referat Pneumonia
27/33
27
Pneumonia komunitas terkait stabilitas klinis adalah :
1. Temp 37,8 C,
2. Denyut jantung 100 denyut / menit,
3. Respirasi rate24 napas / menit
4. Tekanan darah sistolik 90 mmHg
5. Saturasi O2 arteri 90% atau pO2 60mmHg pada
ruang udara,
6. Kemampuan untuk mengambil asupan oral,
7. Normal satatus mental
2.10 KOMPLIKASI
Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus,terutama pada infeksi bakterial akut berupa efusi parapneumonik gram negatif
sebesar 60%, Staphylococcus aureus 50%. S. pneumoniae 40-60%, kuman
anaerob 35%. Sedangkan pada Mycoplasmapneumoniaesebesar 20%. Cairannya
transudat dan steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema dengan
cairan eksudat.
Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman ataubakteriemia berupa meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia,
anemia pada infeksi kronik, peningguan ureum dan enzim hati. Kadang-kadang
terjadi peninggian fostase alkali dan bilirubin akibat adanya kolestasis
intrahepatik.
Hipoksemia akibat gangguan difusi. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung
lebih dari 4-6 minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-)
sepertiPseudomonas aeruginosa.
5/26/2018 Referat Pneumonia
28/33
28
Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak tetapi dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic
fibrosisatau hipogamaglobulinemia, tuberkulosis, atau pneumonia nekrotikans.
2.11 PENCEGAHAN
2.11.1 Pneumonia Komunitas
Di luar negeri dianjurkan pemberian vaksinasi influenza dan
pnemukokus terhadap orang dengan risiko tinggi, misalnya pasien dengan
gangguan imunologis, penyakit berat termasuk penyakit paru kronik, hati, ginjal
dan jantung. Di samping itu vaksinasi juga perlu diberikan untuk penghuni rumah
jompo atau rumah penampungan penyakit kronik, dan usia di atas 65 tahun.
2.11.2 Pneumonia Nosokomial
Pencegahan PN berkaitan erat dengan prinsip umum pencegahan infeksi
dnegan cara penggunaan peralatan invasif yang tepat. Perlu dilakukan terapi
agresif terhadap penyakit pasien yang akut atau dasar. Pada pasien dengan gagal
organ multipel (multiple organ failuere), skor Apache-II yang tinggi dan penyakit
dasar yang dapat berakibat fatal perlu diberikan terapi pencegahan. Terdapat
berbagai faktor terjadinya PN. Dari berbagai resiko tersebut beberapa faktor
penting tidak bisa dikoreksi seperti terlihat pada tabel 5. Beberapa faktor dapat
dikoreksi untuk mengurangi terjadinya PN, seperti terlihat pada tabel 6, yaitu
antara lain dengan pembatasan pemakaian selang nasogastrik atau endotrakeal
atau pemakaian obat sitoprotektif sebagai pengganti antagonis H2dan antasid.
2.11.3 Nutrisi Enteral
Penilaian status nutrisi yang tepat dan pembatasan pemakaian cara
pemberian nutrisi enteral dapat mengurangi resiko PN. Pelaksanaan pemberian
nutrisi enteral secara dini dapat membantu pemeliharaan epitel pencernaan dan
mencegah terjadinya translokasi kuman, dengan peningkatan risiko distensi
gaster, kolonisasi, aspirasi dan PN. Posisi pasien setengah duduk dapat
menurunkan risiko aspirasi.
5/26/2018 Referat Pneumonia
29/33
29
2.13 PROGNOSIS
2.13 .1 Pneumonia Komunitas
Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak
ditemukannya antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia,
penyakit dasar dan kondisi pasien. Secara umum angka kematian pneumonia
pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada
orang tua dengan kondisi yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis
hepatis, penyakit paru obstruktif kronik, atau kanker. Adanya leukopenia, ikterus,
terkenanya 3 atau lebih lobus dan komplikasi ekstraparu merupakan petanda
prognosis yang buruk. Kuman gram negatif menimbulkan prognosis yang lebih
jelek.
Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu
perawatan di RS kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa ( 60 tahun.b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi
napas > 30 x/m, tekanan diastolik < 60 mmHg bingung.
c. Hasil pemeriksaan setelah perwatan: tensi < 60 mmHg, leukositabnormal ( 30.00/mm3), Urea N meningkat, pO2= turun, dan
albumin serum rendah (< 3,5 g%).
5/26/2018 Referat Pneumonia
30/33
30
2.13 .2 Pneumonia Nosokomial
Pneumonia nosokomial di Amerika Serikat merupakan urutan ke-2
penyebab kematian yang diakibatkan infeksinosokomial. Pneumonia nosokomialmerupakan penyebab kematian utama oleh infeksi pada pasien yang berusia tua,
pascaoperatif, dan yang menjalani ventilasi mekanis.
5/26/2018 Referat Pneumonia
31/33
31
BAB III
PENUTUP
Pneumonia merupakan bentuk utama ISNBA yang menimbulkan angka
kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. Pneumonia
dapat terjadi secara primer atau merupakan tahapan lanjutan manifestasi ISNBA
lainnya misalnya sebagai peruasan bronkiektasis yang terinfeksi.
Pneumonia dapat berupa pneumonia komunitas yang terjadi di
masyarakat dan pneumonia nosokomial yang terjadi di rumah sakit. Penyakit ini
menyebabkan angka kematian di antara pasien terutama yang terinfeksi di ICU.
Berbagai aspek penyakit ini perlu dipahami untuk dapat mengatasinya dengan
baik. Terapi empirik perlu segera diberikan dengan pemilihan antibiotik yang
tepat dan selanjutnya dilakukan penyesuaian pemberian AB untuk mendapatkan
hasil yang maksimal, hingga biaya obat dapat ditekan seoptimal mungkin dengan
risiko angka mortalitas yang sekecil-kecilnya. Tindakan pencegahan perlu diambil
untuk mengurangi angka morbiditas penyakit, khususnya dengan mengurangi
faktor risiko untuk terjadinya pneumonia tersebut.
5/26/2018 Referat Pneumonia
32/33
32
DAFTAR PUSTAKA
1. American thoracic society. Guidelines for management of adults withcommunity-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity,
antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001;
163: 1730-54.
2. American thoracic society. Guidelines for management of adults withGuidelines for the Management of Adults with Hospital-acquired,
Ventilator-associated, and Healthcare-associated Pneumonia. Am J Respir
Crit.Care Med 2005; 171: 388-416.
3. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu PenyakitDalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM;
2007.
4. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ.Practice guidelines for management community-acquiredd pneumonia in
adults. Clin infect Dis 2000; 31: 347-82
5. Mandell LA, IDSA/ATS consensus guidelines on the management ofcommunity-acquired pneumonia in adults, CID 2007;44:S27
6. Mylotte JM, Nursing home-associated pneumonia, Clin Geriatr Med2007;23:553
7. Menendez R, Treatment failure in community-acquired pneumonia,2007;132:1348
8. Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumoniainpatient and outpatient, Chest 2007;131;1205
9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
5/26/2018 Referat Pneumonia
33/33
33
penatalaksanaan Pneumonia Komuniti.2003
10.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis danpenatalaksanaan Pneumonia Nosokomial.2003
Top Related