Struma

24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makhluk hidup terus mengalami perkembangan dari struktur dan fungsinya, oleh karena itu integrasi berbagai komponen dalam diri makhluk hidup menjadi sangat penting bagi kelangsung hidupnya. Salah satu komponen penting tersebut adalah sistem endokrin (Price dan Wilson, 2012). Sistem endokrin merupakan sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang menghasilkan hormon dan tersirkulasi di dalam tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi organ-organ lain. Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar yang menyekresikan hormon yang membantu memelihara dan mengatur fungsi-fungsi vital seperti respon terhadap stress dan cedera, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, homeostasis ion, metabolisme energi serta respon kekebalan tubuh (Price dan Wilson, 2012). Disfungsi hormon (sistem endokrin) akan menyebab berbagai gangguan, mengingat pentingnya sistem endokrin bagi kelangsungan hidup, maka dalam kurikulum berbasis kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang mengadakan pembelajaran khusus mengenai sistem endokrin pada blok ke-9. Blok ini bertujuan agar mahasiswa memiliki pemahaman terhadap penyakit endokrin atau disfungsi TUGAS PENGENALAN PROFESI BLOK IX 1

description

Struma

Transcript of Struma

Page 1: Struma

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makhluk hidup terus mengalami perkembangan dari struktur dan fungsinya,

oleh karena itu integrasi berbagai komponen dalam diri makhluk hidup menjadi

sangat penting bagi kelangsung hidupnya. Salah satu komponen penting tersebut

adalah sistem endokrin (Price dan Wilson, 2012).

Sistem endokrin merupakan sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless)

yang menghasilkan hormon dan tersirkulasi di dalam tubuh melalui aliran darah

untuk mempengaruhi organ-organ lain.

Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar yang menyekresikan hormon

yang membantu memelihara dan mengatur fungsi-fungsi vital seperti respon

terhadap stress dan cedera, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi,

homeostasis ion, metabolisme energi serta respon kekebalan tubuh (Price dan

Wilson, 2012).

Disfungsi hormon (sistem endokrin) akan menyebab berbagai gangguan,

mengingat pentingnya sistem endokrin bagi kelangsungan hidup, maka dalam

kurikulum berbasis kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Palembang mengadakan pembelajaran khusus mengenai sistem

endokrin pada blok ke-9. Blok ini bertujuan agar mahasiswa memiliki pemahaman

terhadap penyakit endokrin atau disfungsi hormon sehingga dapat melakukan

tatalaksana yang baik terhadap gangguan tersebut secara komprehensif. Salah satu

strategi pembelajaran di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Palembang adalah adanya tugas pengenalan profesi (TPP). Tugas ini merupakan

salah satu kegiatan pembelajaran dalam blok yang mengharuskan mahasiswa secara

kelompok untuk turun langsung ke lapangan. Tugas pengenalan profesi yang

dilakukan pada blok IX kali ini adalah observasi kasus struma di puskesmas, yang

merupakan salah satu gangguan terkait endokrin.

TUGAS PENGENALAN PROFESI BLOK IX 1

Page 2: Struma

1.2 Rumusan Masalah

Berikut adalah rumusan masalah dalam tugas pengenalan profesi kali ini:

1. Apa penyebab dari penyakit struma?

2. Bagaimana gejala dan tanda klinis dari penyakit struma?

3. Bagaimana klasifikasi penyakit struma?

4. Apa pemeriksaan penunjang penyakit struma?

5. Bagaimana penatalaksanaan penyakit struma?

6. Bagaimana komplikasi penyakit struma?

7. Bagaimana pencegahan dini yang dapat dilakukan terhadap penyakit struma?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu:

1. Mengetahui kasus struma di puskesmas

2. Memenuhi kewajiban tugas pengenalan profesi demi mencapai

kelulusan blok IX.

1.3.2 Tujuan Khusus

Mahasiswa mampu:

1. Mengetahui penyebab dari penyakit struma

2. Mengetahui gejala dan tanda klinis dari penyakit struma

3. Mengetahui klasifikasi penyakit struma

4. Mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang penyakit struma

5. Mengetahui penatalaksanaan penyakit struma

6. Mengetahui komplikasi penyakit struma

7. Mengetahui pencegahan dini yang dapat dilakukan terhadap penyakit

struma?

1.4 Manfaat

Berikut ini adalah manfaat dari tugas pengenalan profesi kali ini:

1. Dapat melihat karakteristik penderita struma

2. Dapat menekan angka kejadian struma di masyarakat

3. Menambah pengalaman dalam observasi lapangan terhadap pasien struma

secara langsung.

TUGAS PENGENALAN PROFESI BLOK IX 2

Page 3: Struma

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Struma

Menurut Dorland (2012), struma atau goiter merupakan pembesaran

kelenjar tiroid yang menyebabkan pembengkakan di bagian depan leher.

Struma adalah setiap pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh

penambahan jaringan kelenjar tiroid yang menghasilkan hormon tiroid dalam

jumlah banyak (Brunicardi JH, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG,

Matthews JB. 2010)

2.2 Epidemiologi Struma

Menurut WHO, Indonesia merupakan Negara yang dikategorikan endemis

kejadian struma (goiter). Penyakit ini dominan terjadi pada perempuan

dibandingkan laki-laki. Umumnya 95% kasus struma bersifat jinak (benigna) dan

sisanya 5 % kasus kemungkinan bersifat ganas (maligna).

2.3 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid

Menurut Snell (2006), glandula thyroidea terdiri atas lobus kanan dan kiri

yang dihubungkan oleh isthmus yang sempit. Kelenjar ini merupakan organ

vaskular yang dibungkus oleh selubung yang berasal dari lamina pretrachealis

fasciae profundae. Selubung ini melekatkan glandula pada laring dan trakea.

Setiap lobus berbentuk seperti buah alpukat, dengan apexnya menghadap

ke atas sampai linea oblique cartilage thyroideae, basisnya terletak di bawah

setinggi cincin trakea keempat atau kelima (Snell, 2006).

Menurut Snell (2006), isthmus meluas melintasi garis tengah di depan

cincin trakea 2, 3 dan 4. Sering terdapat lobus pyramidalis, yang menonjol ke atas

dari isthmus, biasanya ke sebelah kiri garis tengah. Sebuah pita fibrosa atau

muskular sering menghubungkan lobus piramidalis dengan os. Hyoideum. Bila

pita ini muskular maka disebut m. levator glandulae thyroideae.

Glandula thyroidea diperdarahi oleh arteri thyroidea superior, arteri

thyroidea inferior dan kadang-kadang arteri thyroidea ima. Arteri-arteri ini

beranastomosis dengan luas di permukaan glandula. Sedangkan vena-vena

TUGAS PENGENALAN PROFESI BLOK IX 3

Page 4: Struma

glandula thyroidea terdiri dari vena thyroidea superior, vena thyroidea media dan

vena thyroidea inferior (Snell, 2006).

Menurut Gould (2012), glandula thyroide terletak di aspek anterior leher,

menghasilkan hormon tiroid (T3 dan T4) dan kalsitonin.

Menurut Sutjahjo (2010), kelenjar tiroid terdiri dari folikel sferik (diameter

50-500 µmeter), sel yang mensintesiskan hormon tiroid yang terdiri dari tiroksin

(T4, prohormon) dan triiodotironin (T3, hormon aktif). Kelenjar tiroid juga

mengandung clear cell atau sel parafolikular atau sel C yang mensintesis

kalsitonin. T3 mempengaruhi pertumbuhan, diferensiasi dan metabolisme. T3

selain disekresikan oleh kelenjar tiroid juga merupakan hasil deiodinasi dari T4 di

jaringan perifer. T3 dan T4 yang disimpan terikat pada 3 protein yang berbeda,

yaitu glikoprotein tiroglobulin di koloid dari folikel, prealbumin pengikat tiroksin

dan albumin serum. Hanya sedikit T3 dan T4 yang tidak terikat terdapat dalam

sirkulasi darah.

Pengaturan sekresi hormon tiroid dilakukan oleh TSH (Thyroid

Stimulating Hormone) dari adenohipofisis. Sintesis dan pelepasannya dirangsang

oleh TRH (Thyrotropin Releasing Hormone) dari hipotalamus. TSH disekresi

dalam sirkulasi dan terikat pada reseptornya di kelenjar tiroid. TSH mengontrol

produksi dan pelepasan T3 dan T4. Efek TRH dimodifikasi oleh T3, peningkatan

konsentrasi hormon tiroid, misalnya mengurangi respons adenohipofisis terhadap

TRH (mengurangi reseptor TRH) sehingga pelepasan TSH menurun dan sebagai

akibatnya kadar T3 dan T4 menurun (umpan balik negatif). Sekresi TRH juga

dimodifikasi tidak hanya oleh T3 tetapi juga melalui pengaruh persarafan

(Sutjahjo, 2010).

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Tiroid

TUGAS PENGENALAN PROFESI BLOK IX 4

Page 5: Struma

2.4 Etiologi Struma

Menurut Candrasoma (2006), Struma toksik biasanya disebabkan oleh

hipertiroidisme atau hipotiroidisme dan eutiroidisme, sedangkan struma non

toksik biasanya disebabkan oleh defisiensi yodium dalam makanan atau minuman

yang kronis.

Hipertirodisme dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau graves yang dapat

didefinisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik

hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya

jenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya

produksi kelenjar tiroid yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi

besar (Djokomoeljanto. 2007)

Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid

sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar

untuk mempertahankan kadar yang cukup dari hormon. Hipotiroid didefinisikan

sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolisme hormon

tiroid yang berlebihan (Djokomoeljanto, 2007)

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertropi pada kelenjar tiroid yang

disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada dibawah normal sedangkan

kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Struma

semacam ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher

jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea

(Djokomoeljanto, 2007)

2.5 Klasifikasi Struma dan Manifestasi Klinisnya

Menurut Mansjoer (2005), berdasarkan pola pembesaran dapat dibedakan

menjadi struma nodusa dan struma diffusa dan secara klinis struma dapat

dibedakan menjadi struma toksik dan struma non toksik, berikut ini adalah uraian

tentang keduanya:

2.5.1 Struma Nodusa Non Toksik (SNNT)

Struma nodusa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid berbentuk

nodul yang tidak disertai oleh adanya gejala hipertiroidism. Penyebab paling

banyak pada struma ini adalah kekurangan yodium. Dapat juga disebabkan oleh

kelebihan yodium namun sangat jarang terjadi dan umumnya telah ada penyakit

tiroid autoimun sebelumnya.

TUGAS PENGENALAN PROFESI BLOK IX 5

Page 6: Struma

Manifestasi klinis dari penderita struma nodusa non toksik ini sebagian

kecil mengeluh adanya penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakhea (sesak

nafas). Biasanya tidak disertai nyeri kecuali bila menyebabkan terjadinya suara

parau. Kebanyakan penderita struma nodusa ini tidak mengalami keluhan karena

tidak ada hipertiroidism atau hipotiroidism.

Pada pemeriksaan fisik kelenjar tiroid dilakukan dengan palpasi. Pada

pemeriksaan ini yang perlu dinilai jumlah nodul, konsistensi, mobilitas,

batasnya, apakah ada nyeri tekan atau tidak dan bagaimana keadaan kelenjar

getah bening disekitarnya. Perhatikan juga keadaan kulit diatas nodul, adakah

hiperemi, gambaran seperti kulit jeruk atau ulserasi.

2.5.2 Struma Diffusa Non Toksik (SDNT)

Struma difussa non toksik adalah struma yang disebabkan oleh defisiensi

yodium, tiroiditis autoimun (hashimoto atau post-partum), kelebihan yodium,

stimulator reseptor TSH, inborn error metabolism, terpapar radiasi, penyakit

deposisi, resistensi hormon tiroid, tiroiditis sub-akut (de Quarvain thyroidism

dan agen-agen infeksi lain.

Secara umum, struma ini memberikan gambaran gejala klinis yang tidak

jauh berbeda dengan struma nodusa non toksik. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid secara keseluruhan (diffuse)

dengan batas yang tidak jelas, konsistensi kenyal lebih mirip ke arah lembek.

2.5.3 Struma Nodusa Toksik (SNT)

Pada struma toksik, ditemukan adanya gejala dan tanda hipertiroidism

diantaranya tekanan darah dan nadi meningkat, eksoptalmus, hipertoni simpatis

(kulit basah dan dingin disertai tremor halus) dan takikardi.

Struma ini dikenal sebagai Plummer’s desease. Penyebab struma nodusa

toksik ini diantaranya adalah defisiensi yodium yang mengakibatkan penurunan

level T4, aktivasi reseptor TSH, mutasi somatik reseptor TSH dan protein G

serta adanya mediator-mediator pertumbuhan termasuk endotelin-1 (ET-1),

insulin like growth factor-1, epidermal growth factor dan fibroblast growth

factor.

TUGAS PENGENALAN PROFESI BLOK IX 6

Page 7: Struma

2.5.4 Struma Diffusa Toksik (SDT)

Penyebab yang paling umum dari struma diffusa toksik yaitu Grave’s

desease. Penyakit grave terjadi karena antibodi reseptor TSH yang merangsang

aktivitas tiroid itu sendiri.

Gejala yang timbul dari struma diffusa toksik adalah gejala-gejala

hipetiroidism. Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah

diidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar

dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar

tiroid hiperaktif.

2.6 Patogenesis Struma

2.6.1 Struma Toksik

Menurut Djokomoeljanto (2007), pada kebanyakan penderita

hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran

normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel

ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali

dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Selain itu, setiap sel meningkatkan

kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar

daripada normal.

Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada

sesuatu yang “menyerupai” TSH, biasanya bahan-bahan ini adalah antibodi

immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang

berikatan dengan reseptor membran yang sama dengan reseptor yang mengikat

TSH. Bahan – bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan

hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme

kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini

mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama

12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya

sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan

pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.

Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon

hingga di luar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel

sekretori kelenjar tiroid membesar atau terjadi struma toksik.

TUGAS PENGENALAN PROFESI BLOK IX 7

Page 8: Struma

2.6.2 Struma Non-Toksik

Menurut Rumahorbo (1999), bahan dasar pembentukan hormon tiroid

adalah iodium yang diperoleh dari makanan dan minuman. Ion iodium (iodida)

darah masuk ke dalam kelenjar tiroid secara transport aktif dengan bantuan ATP

sebagai sumber energi. Selanjutnya sel-sel folikel kelenjar tiroid akan

mensintesis tiroglobulin (sejenis glikoprotein) dan selanjutnya mengalami

iodinisasi sehingga akan terbentuk diiodotironin (DIT) dan monoiodotironin

(MIT). Proses ini memerlukan enzim peroksida sebagai katalisator. Proses akhir

adalah berupa reaksi penggabungan dua molekul DIT akan membentuk

tetraiodotironin atau tiroksin (T4) dan molekul DIT bergabung dengan MIT

menjadi triiodotironin (T3) untuk selanjutnya masuk ke dalam plasma dan

berikatan dengan protein binding iodine. Reaksi penggabungan ini dirangsang

oleh TSH. Defisiensi iodium dapat menyebabkan sekresi hormon tiroid yang

tidak adekuat, akan tetapi proses sintesis tiroglobulin oleh sel-sel folikel kelenjar

tiroid tetap berlangsung, akibatnya terjadi akumulasi dari tiroglobulin yang

dapat menyebabkan pembesaran pada kelenjar tiroid (struma non-toksik).

2.7 Pemeriksaan Penunjang Struma

Menurut Greenstein dan Diana (2010), pemeriksaan penunjang untuk kasus

struma adalah sebagai berikut:

a. Pengukuran Hormon Tiroid

Hanya sekitar 1% hormon tiroid berada dalam keadaan ‘bebas’ dan

aktif secara metabolik karena baik T4 maupun T3 terikat kuat dengan protein

transport dalam plasma. Assay T3 atau T4 ‘total’ terutama mengukur hormon

yang terikat protein. Hal ini dapat dipengaruhi oleh berbagai keadaan yang

mempengaruhi konsentrasi protein. Oleh karena itu, lonjakan tunggi T4 total

akan terjadi pada kehamilan dan pada wanita yang mengkonsumsi pil

kontrasepsi oral karena estrogen mengikat sintesis globulin pengikat tiroksin

(Thyroxine Binding Globulin, TBG). Hasil pengukuran yang sangat rendah

dapat terjadi pada individu dengan defisiensi TBG kongenital atau gangguan

hati berat.

Assay hormon tiroid ‘bebas’ saat ini tersedia luas dan secara umum

tidak terpengaruh oleh perubahan konsentrasi protein pengikat dalam plasma

(pemeriksaan FT4).

TUGAS PENGENALAN PROFESI BLOK IX 8

Page 9: Struma

b. Pengukuran Hormon Penstimulasi Tiroid (TSH)

Pengukuran TSH merupakan tes fungsi tiroid yang paling banyak

digunakan. Pengukuran ini relatif tidak terganggu oleh interferensi assay dan

dapat dipercaya dalam memprediksi fungsi tiroid sesuai dengan prinsip

umpan balik negatif. Oleh karena itu, pada hipertiroidisme primer,

konsentrasi TSH tidak dapat dideteksi. Pada hipotiroidisme primer,

konsentrasi TSH meningkat dan pada hipotiroidisme sekunder, rendahnya

kadar T4 bebas disertai dengan rendahnya konsentrasi TSH.

Pemeriksaan biokimiawi lain untuk fungsi tiroid seperti pemeriksaan

TRH jarang digunakan karena assay TSH yang sangat sensitif.

c. Pencitraan Tiroid

Pemeriksaan biokimiawi untuk fungsi tiroid dapat disertai dengan teknik

pencitraan untuk memeriksa struktur dan fungsi tiroid.

1. Ultrasonografi tiroid akan memperlihatkan adanya nodul dan kista

tunggal atau multiple. Aspirasi jarum untuk sitologi atau drainase kista

dan biopsi tiroid dapat dilakukan dengan panduan ultrasonografi.

2. Skintigrafi tiroid atau pencitraan radionuklida berguna dalam

mendiagnosis tiroiditis, ketika ambilan isotop sangat berkurang dan

kebalikan dengan peningkatan yang merata pada tiroksikosis. Nodul

soliter yang terlihat secara klinis dapat diperlihatkan sebagai nodul dingin

pada pencitraan dan membutuhkan pemeriksaan lanjutan untuk

menyingkirkan kemungkinan keganasan.

Menurut Tridjaja, Jose dan Aman (2010), gambaran laboratorium khas

pada struma endemik (struma non-toksik) adalah peningkatan uptake radioiodine

pada kelenjar tiroid (RAIU), kadar T4 total dan T4 bebas normal atau rendah,

kadar T3 normal atau meningkat, kadar TSH normal atau meningkat dan

berkurangnya ekskresi iodium urin. Skintigrafi tiroid dengan radioiodida atau

TcO4 menunjukkan gambaran isotop bercak-bercak.

2.8 Penatalaksaan Struma

Menurut Candrasoma dan Taylor (2006), penatalaksanaan atau pengobatan

disesuaikan dengan masing-masing struma.

Penanganan pilihan pada kasus struma nodusa non toksik dan struma

diffusa non toksik adalah pembedahan. Indikasi operasi pada struma nodusa non

TUGAS PENGENALAN PROFESI BLOK IX 9

Page 10: Struma

toksik adalah : keganasan, penekanan dan kosmetik. Tindakan operasi tergantung

jumlah lobus tiroid yang terkena, bisa berupa lobektomi (mengangkat satu lobus

tiroid), isthmolobektomi (pengangkatan lobus dan isthmus tiroid), dan

tiroidektomi subtotal. Beberapa penyulit operasi tiroid diantaranya adalah

perdarahan, cedera nervus recurren laringeus (suara menjadi parau), cedera

trakhea atau esofagus.

Penanganan pada struma nodusa toksik adalah terapi antitiroid atau beta

blocker dapat mengurangi gejala. Pemberian radioterapi tidak efektif seperti pada

grave karena uptake yang rendah sehingga dibutuhkan dosis radioterapi yang

tinggi. Untuk nodul tunggal, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah pilihan

terapi karena kanker jarang terjadi.

Penanganan pada struma difussa toksik yaitu dengan pemberian obat

antitiroid meliputi propiltiourasil, karbimazol, metimazol untuk membatasi

produksi hormon tiroid yang berlebihan (hipertiroidism) atau merusak jaringan

tiroid (yodium radioaktif, operasi tiroidektomi). Indikasi operasi tiroid pada

Grave’s desease adalah:

1. Pasien muda dengan struma yang besar serta tidak berespon terhadap

obat antitiroid

2. Wanita hamil (trimester II) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar

3. Alergi terhadap obat antitiroid atau pasien tidak bisa menerima yodium

radioaktif

4. Adenoma toksik atau struma multinodula toksik

5. Penyakit grave’s yang berhubungan dengan satu atau lebih modul

6. Perlu mencampai hasil definitif cepat

2.9 Komplikasi Struma

Menurut Rumahorbo (1999), dampak struma terhadap tubuh terletak pada

pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di

sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan

esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea,

esophagus dan juga pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia

yang akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan

dan elektrolit. Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak

atau parau.

TUGAS PENGENALAN PROFESI BLOK IX 10

Page 11: Struma

Bila pembesaran ke arah luar, maka akan memberi bentuk leher yang besar

dapat semetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Hal ini

lebih berdampak pada estetika atau kecantikan. Perubahan bentuk leher dapat

mempengaruhi rasa aman dan konsep diri pasien (Rumahorbo, 1999).

2.10 Prognosis Struma

Menurut Abraham-Nordling M, Torring O, Lantz M, et al (2008),

kebanyakan pasien yang diobati memiliki prognosis yang baik. Prognosis yang

jelek berhubungan dengan hipertiroidism yang tidak terobati. Pasien harusnya

mengetahui jika hipertiroid tidak diobati maka akan menimbulkan osteoporosis,

arrhythmia, gagal jantung, koma, dan kematian.

2.11 Pencegahan Struma

Menurut Ari (2010) beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah

terjadinya struma adalah :

a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam merubah pola perilaku

makan dan memasyarakatkan pemakaian garam beryodium

b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut

c. Iodisasi air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini

memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena

dapat menjangkau daerah luas maupun terpencil. Iodisasi dilakukan

dengan memberikan yodida pada saluran air dalam pipa yang mengalir.

d. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk daerah

endemik berat dan endemik sedang.

e. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3

tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak diatas 6 tahun 1 cc

dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.

TUGAS PENGENALAN PROFESI BLOK IX 11

Page 12: Struma

BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat

Tugas pengenalan profesi (TPP) dilaksanakan pada hari …………, tanggal

………… pukul ………… WIB sampai dengan selesai di Puskesmas

3.2 Instrumen Kegiatan

Instrumen kegiatan merupakan peralatan untuk mendapatkan data sesuai

dengan tujuan kegiatan. Dalam kegiatan ini peralatan yang digunakan untuk

pengambilan data beserta pendukungnya adalah:

1. Kuesioner

Kuesioner adalah sebuah alat pengumpulan data yang nantinya data tersebut

akan diolah untuk menghasilkan informasi tertentu. Dalam hal ini, observer

menggunakan kuesioner terbuka. Kuesioner ini dapat dilihat pada lampiran.

2. Alat Tulis

Alat tulis digunakan untuk mencatat hasil observasi kasus struma di Puskesmas

3. Kamera

Kamera digunakan untuk dokumentasi, yakni sebagai bukti bahwa mahasiswa

telah melaksanakan tugas pengenalan profesi, khususnya obsevasi terhadap

kasus struma di Puskesmas. Bukti tersebut nantinya akan dilampirkan pada

laporan akhir.

4. Komputer / Laptop

Komputer / Laptop digunakan sebagai sarana pembuatan proposal dan laporan

akhir kegiatan.

3.3 Tahapan Kegiatan

Tahapan kegiatan meliputi tahap-tahap sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

a. Membuat proposal.

b. Melakukan konsultasi kepada pembimbing tugas pengenalan profesi.

c. Mendapatkan izin atau ACC dari pembimbing tugas pengenalan profesi.

TUGAS PENGENALAN PROFESI BLOK IX 12

Page 13: Struma

2. Tahap pelaksanaan

Mahasiswa:

a. Melakukan observasi terhadap kasus struma yang berpedoman pada

kuesioner.

b. Mencatat hasil observasi.

3. Tahap Penyelesaian

a. Mengumpulkan semua data, mengolah, menganalisis dan menyimpulkan.

b. Menyusun laporan hasil pengamatan dan pemeriksaan.

c. Mendapatkan ACC laporan hasil pengamatan dan pemeriksaan dari

pembimbing tugas pengenalan profesi.

3.4 Jadwal Kegiatan

Pada tabel 1 dapat dilihat jadwal pelaksanaan tugas pengenalan profesi Blok

IX (Endokrin). Tugas pengenalan profesi ini terbagi menjadi lima jenis kegiatan

yaitu penyusunan proposal pada minggu pertama dan kedua, observasi kasus,

pembahasan dan penyusunan laporan pada minggu ketiga serta pleno dilakukan

pada minggu keempat.

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan TPP

No Jenis KegiatanNovember 2012

Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV

1. Penyusunan proposal

2. Observasi

3. Pembahasan

4. Penyusunan Laporan

5. Pleno

TUGAS PENGENALAN PROFESI BLOK IX 13

Page 14: Struma

DAFTAR PUSTAKA

Abraham-Nordling M, Torring O, Lantz M, et al. Incident of Hypertiroidism in Stockholm, Sweden, 2003-2005. Eur J Endrocinol. Jum 2008; 158 (6) :823-7

Ari, W, Sudoyo, dll. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Brunicardi JH, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB. “Thyroid, Parathyroid, and Adrenal” in Schwartz Principles of Surgery. 9th ed. The McGrawHill Companies, Chapter 38; 2010

Candrasoma, Parakrama dan Clive R. Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta : EGC.

Djokomoeljanto. 2007. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Jakarta: EGC

Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Saku Kedokteran Dorland edisi 28. Jakarta: EGC.

Gould, Douglas J. 2012. Buku Saku Anatomi Klinis. Jakarta : EGC.

Greenstein, Ben dan Diana Wood. 2010. At a Glance Sistem Endokrin edisi kedua. Jakarta : Erlangga.

Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Kompetensi Dokter. Jakarta : Konsil

Kedokteran Indonesia.

Mansjoer, Arif dkk. 2005. Kapita Selekta Edisi 3 Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2012. Patofisiologi volume 2. Jakarta : EGC.

Rumahorbo.1999. Klien dengan Gangguan Endokrin. Jakarta : EGC.

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik edisi 6. Jakarta : EGC.

Sutjahjo, Ari. 2010. Endokrin –Metabolik Kapita Selekta Tiroidologi. Surabaya : Airlangga University Press.

Tridjaja, Bambang, Jose RL Batubara dan Aman B. Pulungan. 2010. Buku Ajar Endokrinologi Anak edisi I. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.

TUGAS PENGENALAN PROFESI BLOK IX 14

Page 15: Struma

LAMPIRAN

KUISIONER TERBUKA KASUS STRUMA

Nama Pasien :

Jenis Kelamin :

Umur :

Pekerjaan :

Alamat :

NO PERTANYAAN JAWABAN

1. Apakah Bapak/Ibu tahu tentang penyakit gondok (struma)?

2. Sudah berapa lama Bapak/Ibu menderita kelainan ini?

3. Bagaimana keluhan yang dirasakan pada awal munculnya kelainan?

4. Apakah benjolan mengalami pembesaran?

5. Sebesar apa benjolan itu pada awalnya?

6. Berapa lama waktu yang diperlukan ketika benjolan itu menjadi besar? (dari kecil – besar = kronologis)

7. Bagaimana keluhan yang dialami setelah timbul pembesaran pada daerah leher?

8. Bapak/Ibu tinggal di daerah mana?Pegunungan, dataran atau perairan?

9. Bagaimana dengan konsumsi makanan?Apakah Bapak/Ibu gemar mengkonsumsi ikan laut atau sayur-sayuran hijau?

10. Adakah keluhan lain yang dirasakan? (diare, jantung berdebar-debar, lemas)?

11. Bagaimana dengan riwayat penyakit terdahulu? (DM, hipertensi, penyakit jantung)?

12. Bagaimana dengan riwayat keluarga?Ada tau tidak keluarga Bapak/Ibu yang mengalami keluhan yang sama?

13. Menurut dokter yang menangani, tindakan apa yang akan dilakukan untuk mengobati penyakit ini? (obat saja / pembedahan).

14 Pemeriksaan apa saja yang telah Bapak/Ibu lakukan?

TUGAS PENGENALAN PROFESI BLOK IX 15