Lapsus Struma

36
BAB I ANAMNESIS IDENTITAS PENDERITA Nama : Ny.N Usia : 32 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Status : Menikah Alamat : Bodean 03/09 Candigaron Sumowono kab. Semarang Pekerjaan : Petani Biaya pengobatan : Umum No. RM : 073750-2015 Tanggal masuk RS : 17 Februari 2015 Pukul : 9.40 WIB ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada 17 Februari 2015. Keluhan Utama : Benjolan dileher sebelah kanan Riwayat Penyakit Sekarang Pasien dari poli dengan keluhan benjolan dileher sebelah kanan muncul sejak 3 bulan yang lalu SMRS. Awalnya benjolan yang dirasakan tidak mengganggu sehingga pasien tidak memeriksakan diri kedokter, hingga akhirnya benjolan yang dirasakan membuat sakit saat menelan dan kian membesar. Benjolan berbentuk lonjong, tidak disertai 1

description

tugas

Transcript of Lapsus Struma

Page 1: Lapsus Struma

BAB I

ANAMNESIS

IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny.N

Usia : 32 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Menikah

Alamat : Bodean 03/09 Candigaron Sumowono kab. Semarang

Pekerjaan : Petani

Biaya pengobatan : Umum

No. RM : 073750-2015

Tanggal masuk RS : 17 Februari 2015

Pukul : 9.40 WIB

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada 17 Februari 2015.

Keluhan Utama : Benjolan dileher sebelah kanan

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dari poli dengan keluhan benjolan dileher sebelah kanan muncul sejak 3

bulan yang lalu SMRS. Awalnya benjolan yang dirasakan tidak mengganggu

sehingga pasien tidak memeriksakan diri kedokter, hingga akhirnya benjolan yang

dirasakan membuat sakit saat menelan dan kian membesar. Benjolan berbentuk

lonjong, tidak disertai nyeri, hiperemis (-), konsistensi lunak, mudah digerakkan.

Perubahan suara menjadi serak (-),sesak nafas (-), demam (-), benjolan ditempat lain

(-), jantung berdebar-debar (-) tangan gemetar (-), tangan berkeringat (-), rasa penuh

ulu hati (-).

Pasien belum pernah diobati sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Penyakit yang sama : Disangkal

Riwayat Hipertensi : Disangkal

Riwayat DM : Disangkal

1

Page 2: Lapsus Struma

Riwayat alergi obat : Disangkal

Riwayat penyakit tiroid : Disangkal

Riwayat penyakit asma : Disangkal

Riwayat operasi : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit yang sama dalam keluarga : Disangkal

Riwayat Hipertensi : Disangkal

Riwayat DM : Disangkal

Riwayat penyakit tiroid : Disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi

Biaya pengobatan pasien dengan umum.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 17 Februari 2015

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis GCS 15 (E4M5V6)

Vital sign

TD : 128/87 mmHg

Nadi : 88x/menit ( Reguler, isi dan tegangan kuat)

RR : 21x/menit

Suhu : 36,7C

Status Gizi

Kesan : Gizi Cukup

Status Generalis

Kulit : Warna kulit sawo matang.

Kepala : Kesan mesocephal.

Hidung : Nafas cuping hidung (-), konka hiperemis (-).

Mata : Conjungtiva anemis -/-, pupil isokor (3mm), Sklera Ikterik -/-

Telinga : Nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), serumen (-/-), MAE

hiperemis (-/-).

Mulut : Sianosis (-), karies gigi (-), stomatitis (-), lidah kotor (-), hiperemis (-),

uvula hiperemis (-).

Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (+), pembesaran kelenjar getah bening (-).

2

Page 3: Lapsus Struma

Thorax :

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 2 cm medial LMCS

Perkusi :

batas kanan atas : ICS II linea parasternal dextra

batas kanan bawah : ICS IV linea Parasternal dextra

batas kiri atas : ICS II linea Parasternal sinistra

batas kiri bawah : ICS V, 2 cm ke arah LMCS

pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinsitra

KESAN : konfigurasi jantung Normal

Auskultasi :

Suara jantung murni: SI dan SII reguler.

Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-), SIV (-)

Abdomen

Inspeksi : Permukaan datar, ikterik (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, pekak hepar (+)

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Ektremitas

Superior Inferior

Akral dingin -/- -/-

Oedem -/- -/-

Sianosis -/- -/-

3

Paru Dextra Sinistra1. Inspeksi

2. Palpasi

3. Perkusi

4. Auskultasi

Simetris, statis, dinamis

Stem fremitus (-), Nyeri tekan (-) Sonor di seluruh lapang paru

SDP vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

Simetris, statis, dinamis

Stem fremitus (-), Nyeri tekan (-)

Sonor di seluruh lapang paru

SDP vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

Page 4: Lapsus Struma

Status Lokalis (Regio Colli Anterior Dextra)

o Inspeksi

Tampak massa dengan ukuran sebesar 6x5x3 cm di regio colli lobus

dextra, berbentuk lonjong, warnanya seperti kulit di sekitarnya, dan tidak

terdapat tanda-tanda radang.

o Palpasi

Teraba massa di colli lobus dextra, massa teraba tegas, konsistensi lunak,

uninodusa, tidak terasa nyeri tekan, ikut bergerak saat menelan, tidak

ditemukan pembesaran kelenjar getah bening disekitar tiroid, dan tidak

ada deviasi trakea.

o Auskultasi

Tidak terdengar bunyi bruit.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hematologi

o Hb : 12,7 g/dl

o Lekosit : 7,5 ribu

o Eritrosit : 4,45 juta

o Hematokrit : 37,6%

o MCV : 80,5 mikro m3

o MCH : 28,5 pg

o MCHC : 33,8 g/dl

o RDW : 14,5%

o Trombosit : 302 ribu

o PDW : 13,8 %

o MPV : 7,8 mikro m3

o Limfosit : 2,3 103/mikro

o Monosit : 0,6 103/mikro

o Granulosit : 4,6 103/mikro (H)

o Limfosit% : 30,8%

o Monosit% : 8,2%

4

Page 5: Lapsus Struma

o Granulosit% : 61,0%

o PCT : 0,236%

o PT : 10,8 detik

o APTT : 30,3 detik

o Golongan darah : O

Kimia Klinik

o GDS : 62 mg/dl (L)

o SGOT : 18 U/L

o SGPT : 16 U/L

o Ureum : 32,0 mg/dl

o Kreatinin : 0,63 mg/dl

o T3 : 1,01 ng/ml

o T4 : 5,56 ug/dl

o TSH : 1,56 uIU/ml

Serologi

HbSAg : non reaktif

Diagnosis Banding

Struma nodusa non toksik

Struma nodusa toksik

Struma nodusa ganas

Diagnosis Kerja

Struma Nodusa Non Toksik

Penatalaksanaan

Operatif : Istmuslobektomi tiroid dextra

Medikamentosa : - Inf. RL 20 tpm

- Inj. Cefotaxim 3x1 gram

- Inj. Ketorolac 3x1 gram

- Inj. Ranitidin 3x1

- Inj. Asam Tranexamat 3x1

5

Page 6: Lapsus Struma

Prognosis

Vitam : ad bonam Fungsionam : ad bonam

Cosmeticam : ad bonam

Follow Up

Rabu, 18 Februari 2015

S : pusing, kemeng pada benjolan

O: KU: tampak baik, CM

TD : 110/70 mmHg RR : 20 x/m

N : 60 x/m T : 36,50 C

Status Lokalis

Regio Colli Anterior Dextra

Tampak benjolan berukuran sekitar 6x5x3cm. Benjolan berbentuk lonjong, tidak disertai

nyeri, hiperemis (-), konsistensi lunak, mudah digerakkan.

A: Struma Nodusa Non Toksik Dextra

P: Infus RL 20 tpm

Immos 1x1 tab

Inj. Cefotaxim 1 ampul

Konsul anastesi dan penyakit dalam

Kamis, 19 Februari 2015

S : Tidak ada keluhan, recana program hari jumat

O: KU: tampak baik, CM

TD: 103/74 mmHg RR : 21x/m

N: 69 x/m T : 36,50 C

Status Lokalis

Regio Colli Anterior Dextra

Tampak benjolan berukuran sekitar 6x5x3cm. Benjolan berbentuk lonjong, tidak disertai

nyeri, hiperemis (-), konsistensi kenyal, mudah digerakkan

Anastesi dan penyakit dalam sudah acc untuk dilakukan operasi

A: Struma Nodusa Non Toksik Dextra

P : Rencana operasi Jumat, 20 Februari 2015

6

Page 7: Lapsus Struma

Puasa mulai dari jam 24.00

Infus RL 20 tpm

Immos 1x1 tab

Inj. Cefotaxim 1 ampul

Jumat, 20 Februari 2015 (Pre Operasi)

S : pusing

O : KU: tampak baik, CM

TD : 110/70 mmHg RR : 20 x/m

N : 60 x/m T : 36,50 C

Status Lokalis

Regio Colli Anterior Dextra

Tampak benjolan berukuran sekitar 6x5x3cm. Benjolan berbentuk lonjong, tidak disertai

nyeri, hiperemis (-), konsistensi lunak, mudah digerakkan.

A : Struma Nodusa Non Toksik Dextra

P : Operasi Isthmolobektomi hari ini

Sabtu, 21 Februari 2015 (Post Operasi)

S : Nyeri pada bekas luka, nyeri jika dibuat menelan, mual (-), muntah (-), BAK (+), Flatus

(+), BAB (-)

O : KU: tampak baik, CM

TD: 108/67 mmHg RR : 20x/m

N : 84 x/m T : 36,50 C

Status Lokalis

Regio Colli Anterior Dextra

Tampak luka tertutup verban, darah (-), pus (-), nyeri tekan (+)

Keterbatasan gerak pada leher

Drain (+) darah minimal

A: Post Operasi H1 Isthmolobektomi pada Struma Nodusa Non Toksik Dextra

P: Infus RL 20 tpm

Inj. Cefotaxim 3x4 gr

Inj, Ketorolac 3x30 gr

Inj. Ranitidin 3x10 gr

Inj. Tranexamic acid 3x500g

7

Page 8: Lapsus Struma

Bila kesadran telah penuh minum dan makan

Minggu, 22 Februari 2015

S :Nyeri pada bekas luka berkurang , nyeri saat menelan (-), suara serak (-) dan kemeng pada

leher.

O: KU: tampak baik, CM

TD : 107/73 mmHg RR : 20x/m

N : 74 x/m T : 36,40 C

Status Lokalis

Regio Colli Anterior Dextra

Tampak luka tertutup verban, darah (-), pus (-), nyeri tekan (+)

Keterbatasan gerak pada leher

Drain (+) darah minimal

A: Post Operasi H2 Isthmolobektomi pada Struma Nodusa Non Toksik Dextra

P: terapi lanjut

Besok aff drain

Senin, 23 Februari 2015

S : Tidak ada keluhan .

O: KU: tampak baik, CM

TD : 96/65 mmHg RR : 20x/m

Nadi : 62 x/m T : 360 C

Status Lokalis

Regio Colli Anterior

Tampak luka tertutup verban, darah (-), pus (-), nyeri tekan (+)

A: Post Operasi H3 Isthmolobektomi pada Struma Nodusa Non Toksik Dextra

P: Boleh pulang

Kontrol poli jika obat habis

8

Page 9: Lapsus Struma

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

II.1. Kelenjar Tiroid

II.1.1 Embriologi

Glandula tiroidea pertama dikenal sebagai penebalan endoderm lantai faring dalam

awal embriosomit.(5 ) Endoderm ini menurun di dalam leher sampai setinggi cincin trakea

kedua dan ketiga yang kemudian membentuk dua lobus. Penurunan ini terjadi pada garis

tengah. Saluran pada struktur ini menetap dan menjadi duktus atau lobus piramidalis

kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke 12

masa kehidupan intra uterine.( 6 )

II.1.2. Anatomi

Kelenjar tiroid terletak di leher, antara fasia koli media dan fasia prevertebralis

melekat pada trakea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran.

Keempat kelenjar pada tiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar

tiroid. Arteri karotis komunis, a. jugularis interna dan n. vagus terletak bersama di dalam

sarung tertutup di laterodorsal tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum

masuk laring. Perdarahan kelenjar tiroid yang kaya berasal dari empat sumber yaitu

kedua a. karutis eksterna (a. tiroidea superior) dan kedua a. brakhialis (a. tiroidea

inferior). (7)

9

Page 10: Lapsus Struma

II.1.3. Fisiologi

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4), bentuk aktifnya

triyodotironin (T3). Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon

perangsang tiroid (TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis.(6)

II.2. Struma(2)

Struma ialah pembesaran dari kelenjar tiroid.

Biasanya dianggap membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal.

Pembesaran kelenjar tiroid sangat bervariasi dari tidak terlihat sampai besar sekali dan

mengadakan penekanan pada trakea, membuat dilatasi sistem vena serta pembentukan

vena kolateral.

10

Page 11: Lapsus Struma

II.2.1 Klasifikasi Struma

Pada struma gondok endemik, Perez membagi klasifikasi menjadi:

Derajat 0: tidak teraba pada pemeriksaan

Derajat I: teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan.

Derajat II: mudah terlihat pada posisi kepala normal

Derajat III: terlihat pada jarak jauh.

Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi:

Derajat 0a: tidak terlihat atau teraba tidak besar dari ukuran normal.

Derajat 0b: jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila kepala

ditegakkan.(9)

Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon tiroksin, maka

bisa dibagi menjadi:

1. Hipertiroidi; sering juga disebut toksik (walaupun pada kenyataannya pada penderita

ini tidak dijumpai adanya toksin), bila produksi hormon tiroksin berlebihan.

2. Eutiroid; bila produksi hormon tiroksin normal.

3. Hipotiroidi; bila produksi hormon tiroksin kurang.

4. Struma nodosa non toksik; bila tanpa tanda-tanda hipertiroidi

Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif, nodul dibedakan menjadi:

- nodul dingin (cold nodule)

- nodul hangat (warm nodule)

- nodul panas (hot nodule)

Berdasarkan konsistensinya dibagi menjadi:

(-) nodul lunak

(-) nodul kistik

11

Page 12: Lapsus Struma

(-) nodul keras

(-) nodul sangat keras3,6

Dari beberapa macam morfologi berdasarkan gambaran makroskopik dibedakan :

a. Bentuk kista : struma kistik

b. Bentuk noduler : struma nodosa

c. Bentuk difusi : struma difusa.

d. Bentuk vaskuler : struma vaskulosa.

II.3. Struma Nodosa Non Toksik

II.3.1. Definisi

Struma nodosa non toksik adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas

tanpa gejala-gejala hipertiroidi.

II.3.2. Klasifikasi dan Karakteristik

Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, yaitu :

1. Berdasarkan jumlah nodul

Bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila

lebih dari satu disebut struma multinodosa.

2. Berdasarkan kemampuan menangkap iodium aktif, dikenal 3 bentuk nodul tiroid

yaitu: nodul dingin, nodul hangat dan nodul panas.

3. Berdasarkan konsistensinya :

12

Page 13: Lapsus Struma

Nodul lunak, kistik, keras dan sangat keras.

II.3.3. Etiologi

Etiologi umumnya multifaktorial, terutama ditemukan di daerah pegunungan karena

defisiensi yodium.( 6 ) Namun demikian struma tampil dalam sekitar 10% dari semua

wanita dalam area geografi yang tidak kekurangan iodium.( 5 ) Kebanyakan struma

seluruh dunia akibat defiensi yodium, langsung atau akibat makan goitrogen dalam

hal diet aneh pada area dunia tertentu.(5)

II.3.4. Gejala Klinis

Pada umumnya pasien struma nodosa non toksik datang berobat karena keluhan

kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Biasanya penderita tidak mengalami

keluhan karena tidak ada hipo atau hipertiroidisme.(6) Sebagian kecil pasien,

khususnya yang dengan struma nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu

penekanan pada esofagus atau trakea sehingga pasien merasa sakit untuk menelan

(disfagra) dan sesak nafas. Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan

pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspiratoar.(6) Biasanya

tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.(3)

II.3.5 Pemeriksaan dan Diagnosis

1. Anamnesis

Anamnesis sangatlah penting untuk mengetahui patogenesis/macam kelainan dari

struma nodosa non toksik tersebut. Perlu ditanyakan :

a. Umur, sex, asal

Penting sekali menanyakan asal penderita, apakah penderita tinggal di daerah

pegunungan atau dataran rendah, bertujuan apakah berasal dari daerah endemik

struma.

b. Pembengkakan : mulainya kapan (jangka waktu) dan kecepatan tumbuh.

c. Keluhan penekanan : adakah dysphagia, dyspnea dan suara serak.

d. Keluhan toksik seperti : tremor, banyak keringat, BB turun, nafsu makan,

palpitasi, nervous/gelisah tidak tenang.

e. Apakah ada keluarganya yang menderita penyakit yang sama dan meninggal.

2. Pemeriksaan Fisik

13

Page 14: Lapsus Struma

Inspeksi

Posisi penderita duduk dengan leher terbuka, sedikit hiperekstensi.

Pembengkakan :

Bentuk : diffus atau local

Ukuran : besar dan kecil

Permukaan : halus atau modular

Keadaan : kulit dan tepi

Gerakan : pada waktu menelan.

Adanya pembesaran tiroid dapat dipastikan dengan menelan ludah dimana

kelenjar tiroid akan mengikuti gerakan naik turunnya trakea untuk menutup

glotis. Karena tiroid dihubungkan oleh ligamentum cartilago dengan thyroid yaitu

ligamentum Berry.

Palpasi

Diperiksa dari belakang dengan kepala diflexikan diraba perluasan dan tepinya.

Ditentukan lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau

keduanya)

Ditentukan ukuran (diameter terbesar dari benjolan)

Konsistensi (lunak, kistik, keras atau sangat keras)

Mobilitas

- Infiltrasi terhadap kulit/jaringan sekitar.

- Pembesaran kelenjar getah bening disekitar tiroid : ada atau tidak.

- Nyeri pada penekanan atau tidak.

Perkusi

Jarang dilakukan

14

Page 15: Lapsus Struma

Hanya untuk mengetahui apakah pembesaran sudah sampai ke retrosternal.

Auskultasi

Jarang dilakukan

Dilakukan hanya jika ada pulsasi pada pembengkakan.

3. Pemeriksaan Tambahan

Pemeriksaan Sidik Tiroid

Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk, lokasi, dan yang

utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal

peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif

yang ditangkap oleh tiroid.

Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk yaitu :

1. Nodul dingin bila penangkapan iodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya.

Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.

2. Nodul panas bila penangkapan iodium lebih banyak dari sekitarnya. Keadaan ini

memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

3. Nodul hangat bila penangkapan iodium banyak dari sekitarnya. Ini berarti fungsi

nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

Dari hasil pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dibedakan apakah yang kita hadapi itu

suatu keganasan atau sesuatu yang jinak.

Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang padat dan cair. Gambaran

USG dapat dibedakan atas dasar derajat ekonya yaitu hipoekoik, isoekoik atau

campuran. Dibandingkan sidik tiroid dengan radioisotop, USG lebih menguntungkan

karena dapat dilakukan tanpa persiapan dan kapan saja, pemeriksaan lebih aman dan

lebih dapat dibedakan antara yang jinak dan yang ganas.

Biopsi Aspirasi Jarum Halus

15

Page 16: Lapsus Struma

Pada masa sekarang dilakukan dengan jarum halus biasa yaitu Biopsi Aspirasi Jarum

Italis (Bajah) atau Fine Needle Aspiration (FNA) mempergunakan jarum suntuk no.

22-27. Cara ini mudah, aman, dapat dilakukan dengan berobat jalan, biopsi jarum

halus tidak nyeri, tidak menyebabkan dan hampir tidak ada bahaya penyebaran sel-sel

ganas. Ada beberapa kerugian pada biopsi. Jarum ini yaitu dapat memberikan hasil

negatif palsu atau positif palsu. Negatif palsu biasanya karena lokasi biopsi yang

kurang tepat, tehnik biopsi yang kurang benar atau preparat yang kurang baik

dibuatnya. Hasil positif palsu dapat terjadi karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.

Termografi

Adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan mengukuran suhu kulit pada suatu

tempat. Alatnya adalah Dynamic Telethermography Hasilnya disebut panas apabila

perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9 C dan dingin apabila < 0,9 C. Pada

penelitian Alves dkk didapatkan bahwa yang ganas semua hasilnya ganas.

Dibandingkan dengan cara pemeriksaan yang lain ternyata termografi ini adalah cara

yang paling sensitif dan spesifik.

Petanda Tumor (tumor marker)

Petanda tumor yang telah diuji hanya peninggian tiroglobulin (Tg) serum yang

mempunyai nilai yang bermakna. Kadar Tg normal ialah antara 1,5-30 ng/ml, pada

kelainan jinak rata-rata 323 ng/ml dan pada keganasan rata-rata : 424 ng/ml. (3)

II.3.6 Penatalaksanaan

16

Page 17: Lapsus Struma

Penatalaksanaan Bedah

Indikasi untuk eksplorasi bedah glandula tiroidea meliputi :

1. Terapi :

pengurangan masa fungsional dan pengurangan massa yang menekan.

2. Ekstirpasi

penyakit keganasan.

3. Paliasi

eksisi massa tumor yang tidak dapat disembuhkan, yang menimbulkan gejala

penekanan mengganggu.

4. Reseksi Subtotal

Reseksi subtotal akan dilakukan identik untuk lobus kanan dan kiri, dengan

mobilitas sama pada tiap sisi. Reseksi subtotal dilakukan dalam kasus struma

multinodular toksik, struma multinodular non toksik.

Prinsip reseksi untuk mengeksisi sebagian besar tiap lobus, yang memotong

pembuluh darah tiroidea superior, vena + hyroidea media dan vena tiroidea

inferior utuh. Bagian kelenjar yang dieksisi merupakan sisi anterolateral tiap

lobus, isthmus dan lobus piramidalis. Ligasi pembuluh darah tiroidea superior

harus hati-hati untuk tidak mencederai ramus externus nervus laryngeus superior

dapat menimbulkan perubahan suara yang bermakna.

Sisa thyroidea dari lobus kiri harus sekitar 3 sampai 4 gram. Ini dapat dinilai

dengan menilai berbagai ukuran thyroidea pada timbangan. Lobus dapat dieksisi

lengkap dengan memotong isthmus atau ia dapat dijaga kontinyu dengan isthmus

yang dikupas bebas dari tracea di bawahnya.

Lobektomi Total

Dilakukan untuk tumor ganas glandula tiroidea dan bila penyakit unilobaris yang

mendasari tidak pasti. Bila dilakukan pengupasan suatu lobus, untuk tumor ganas

maka pembuluh darah tiroidea superior, vena tiroidea media dan vena tiroidea

inferior perlu dipotong. Glandula paratiroidea dan nervus laryngeus diidentifikasi

dan dilindungi. Lobus tiroidea diretraksi ke medial dengan dua glandula

paratiroidea terlihat dekat cabang terminal fasia (ligamentum Berry). Nervus ini

diidentifikasi sebagai struktur putih tipis yang berjalan di bawah ligamentum dan

17

Page 18: Lapsus Struma

biasanya di bawah cabang terminal arteria tiroidea inferior. Pada sejumlah tumor

ganas seperti varian folikularis dan meduler direkomendasikan lobektomi total

bilateral dengan pengupasan kelenjar limfe sentral.

Pengobatan untuk nodul tiroid yang bukan tiroiditis atau keganasan :

Apabila didapatkan nodul hangat, dapat diberikan preparat l-thyroxin selama

4-5 bulan dan kemudian sidik tiroid dapat diulang. Apabila nodul mengecil maka

terapi dapat diteruskan namun apabila tidak mengecil dilakukan biopsi aspirasi

atau operasi. Nodul panas dengan diameter < 2,5 cm observasi saja, tetapi kalau >

2,5 mm terapinya ialah operatif karena dikhawatirkan mudah timbul

hipertiroidisme.

II.3.7 Komplikasi

Komplikasi tiroidektomi

1. Perdarahan

2. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.

3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens

4. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi

dengan tekanan

5. Sepsis yang meluas ke mediastinum

6. Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid

7. Trakeumalasia (melunaknya trakea)

Trakea mempunyai rangka tulang rawan. Bila tiroid demikian besar dan

menekan trakea, tulang-tulang rawan akan melunak dan tiroid tersebut menjadi

kerangka bagian trakea

BAB III

ANALISIS KASUS

18

Page 19: Lapsus Struma

III.1 S (Subjective)

Pasien bernama Ny. N (32 tahun), pasien dari poli dengan keluhan benjolan dileher

sebelah kanan muncul sejak 3 bulan yang lalu SMRS. Awalnya benjolan yang

dirasakan tidak mengganggu sehingga pasien tidak memeriksakan diri kedokter,

hingga akhirnya benjolan yang dirasakan membuat sakit saat menelan dan kian

membesar. Benjolan berbentuk lonjong, tidak disertai nyeri, hiperemis (-), konsistensi

lunak, mudah digerakkan. Perubahan suara menjadi serak (-),sesak nafas (-), demam

(-), benjolan ditempat lain (-), jantung berdebar-debar (-) tangan gemetar (-), tangan

berkeringat (-), rasa penuh ulu hati (-) mual dan muntah (-), BAB dan BAK normal.

Struma nodosa atau struma adenomatosa terutama di temukan di daerah pegunungan

karena defisiensi iodium. Pada pasien ini, tidak mengalami keluhan kemungkinan

pasien mengalami hipo- atau hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai membesar pada

usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena

pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali

benjolan di leher dan tidak memiliki keluhan.

Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke

depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya

bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke

arah kontra lateral. Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan

pernafasan. Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai

akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspiratoar. Keluhan yang ada ialah rasa

berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis

sehingga terasa berat karena terfiksasi pada trakea.

III.2. O (Objective)

Berdasarkan hasil pemeriksaan status lokalis pasien pada regio colli anterior dextra:

o Inspeksi

Tampak massa dengan ukuran sebesar 6x5x3 cm di regio colli lobus dextra,

berbentuk lonjong, warnanya seperti kulit di sekitarnya, dan tidak terdapat

tanda-tanda radang.

o Palpasi

Teraba massa di colli lobus dextra, massa teraba tegas, konsistensi lunak,

uninodusa, tidak terasa nyeri tekan, ikut bergerak saat menelan, tidak

19

Page 20: Lapsus Struma

ditemukan pembesaran kelenjar getah bening disekitar tiroid, dan tidak ada

deviasi trakea.

Konsistensi lunak dan mudah digerakkan memperlemah kemungkinan nodul

ganas, dan biasanya lebih sering terjadi pada keadaan jinak

Tidak ditemukannya pembesaran kelenjar getah bening memperlemah

dugaan metastasis nodul ganas

Pulsasi a. karotis teraba dari arah tepi belakang m.sternokleido mastoidea

dapat saja terjadi karena desakan pembesaran nodul (Berry’s sign)

o Auskultasi

Tidak terdengar bunyi bruit.

III.3. A (Assessment)

Struma Nodusa Non Toksik

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik

Pada diagnosa banding lain dapat dilemahkan karena :

` 1. Struma nodusa toksik

Pada anamnesis tidak ditemukan keluhan yang mengarah kearah hipertiroid

maupun hipotiroid

2. Struma nodusa ganas

Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila: usia penderita di bawah 20

tahun atau di atas 50 tahun, ada riwayat radiasi leher pada masa anak-anak,

disfagia, sesak nafas, dan perubahan suara, nodul soliter, pertumbuhan cepat dan

konsistensi keras, ada pembesaran kelenjar getah bening leher (jugular, servikal,

atau submandibular), ada tanda-tanda metastasis jauh.

III.4 P (Planning)

Infuse RL 20 tpm

- Ringer Laktat merupakan salah satu cairan kristaloid yang bersifat isotonic yaitu

cairan yang osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum tubuh.

Komposisi RL terdiri dari Na+ (130 mEq/L), Cl- (190 mEq/L), Ca2+ (3 mEq/L),

dan laktat (28 mEq/L), osmolaritasnya sebesar 273 mosm/L. Sediannyaadalah

500 ml dan 1000ml.

- Pemberian infuse RL pada pasien hernia sebagai maintenance cairan tubuh.

20

Page 21: Lapsus Struma

Injeksi Cefotaxime 1 gr

- FD : Cefotaxime adalah antibitic golongan sefalosporin generasi ketiga yang

mempunyai efek bakterisidal dengan cara menghambat sintesis mukopeptida

dinding sel bakteri. Cefotaxime merupakan pilihan lini pertama terhadap bakteri

yang resisten terhadap penicilin karena cefotaxime stabil terhadap hidrolisis beta-

laktamase.

- Cefotaxime merupakan antibiotic spectrum luas.

- A : absorpsi di saluran cerna kecil, sehingga pemberiannya secara IV atau IM

- E : ginjal, air susu ibu (hati-hati penggunaan ibu menyusui)

- Dosis 300 mgkg/hari, dibagi dlam dosis dibagi setiap 8-12 jam pemberian melalui

injeksi IV, IM atau infuse. Dosis maksimum 12gr/hari. Penggunaan 5-7 hari.

- Indikasi : untuk mengobati infeksi bakteri atau sebagai profilaksis tindakan

pemedahan.

Injeksi Ketorolac 3x1

- FD : suatu analgesik non-narkotik. Obat ini merupakan obat anti-inflamasi

nonsteroid yang menunjukkan aktivitas antipiretik yang lemah dan anti-

inflamasi. Ketorolac tromethamine menghambat sintesis prostaglandin dan

sebagai analgesik yang bekerja perifer karena tidak mempunyai efek terhadap

reseptor opiat.

- FK : diserap cepat dan lengkap setelah pemberian IM dengan konsentrasi

puncak dalam plasma 2,2 mcg/ml setelah 50 menit pemberian dosis tunggal 30

mg. Waktu paruh terminal plasma 5,3 jam pada dewasa muda dan 7 jam pada

orang lanjut usia (usia rata-rata 72 tahun). Lebih dari 99% Ketorolac terikat pada

konsentrasi yang beragam. Kadar plasma dicapai setelah diberikan dosis tiap 6

jam dalam sehari. Setelah pemberian dosis tunggal intravena, volume

distribusinya rata-rata 0,25 L/kg. Ketorolac dan metabolitnya (konjugat dan

metabolit para-hidroksi) ditemukan dalam urin (rata-rata 91,4%) dan sisanya

(rata-rata 6,1%) diekskresi dalam feses. Pemberian Ketorolac secara parenteral

tidak mengubah hemodinamik pasien.

- Indikasi :

Nyeri akut sedang sampai berat

- Kontra Indikasi :

21

Page 22: Lapsus Struma

hipersesitivitas, alergi OAINS, gangguan ginjal, asma, selama masa kehamilan,

persalinan dan laktasi.

- Dosis :

10–30 mg tiap 4 sampai 6 jam bila diperlukan. Harus diberikan dosis efektif

terendah. Dosis harian total tidak boleh lebih dari 90 mg untuk orang dewasa dan

60 mg untuk orang lanjut usia, pasien gangguan ginjal dan pasien yang berat

badannya kurang dari 50 kg. Lamanya terapi tidak boleh lebih dari 2 hari. Pada

seluruh populasi, gunakan dosis efektif terendah dan sesingkat mungkin. Untuk

pasien yang diberi Ketorolac ampul, dosis harian total kombinasi tidak boleh

lebih dari 90 mg (60 mg untuk pasien lanjut usia, gangguan ginjal dan pasien

yang berat badannya kurang dari 50 kg).

- Efek samping :

Saluran cerna : diare, dispepsia, nyeri gastrointestinal, nausea.

Susunan Saraf Pusat : sakit kepala, pusing, mengantuk, berkeringat.

  Injeksi Ranitidin 3x1

- FD : Ranitidine adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat

kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam

lambung.

- FK : Pada pemberian i.m./i.v. kadar dalam serum yang diperlukan untuk

menghambat 50% perangsangan sekresi asam lambung adalah 36–94 mg/mL.

Kadar tersebut bertahan selama 6–8 jam. Ranitidine diabsorpsi 50% setelah

pemberian oral. Konsentrasi puncak plasma dicapai 2–3 jam setelah pemberian

dosis 150 mg. Absorpsi tidak dipengaruhi secara nyata oleh makanan dan

antasida. Waktu paruh 2 ½–3 jam pada pemberian oral, diekskresi melalui urin.  

- Indikasi :.

Pengobatan jangka pendek tukak usus 12 jari aktif, tukak lambung aktif,

mengurangi gejala refluks esofagitis.

Terapi pemeliharaan setelah penyembuhan tukak usus 12 jari, tukak lambung.

Pengobatan keadaan hipersekresi patologis (misal : sindroma Zollinger Ellison

dan mastositosis sistemik).

untuk pasien rawat inap di rumah sakit dengan keadaan hipersekresi patologis

atau ulkus 12 jari yang sulit diatasi atau sebagai pengobatan alternatif jangka

pendek pemberian oral pada pasien yang tidak bisa diberi Ranitidine oral.

22

Page 23: Lapsus Struma

- Kontra Indikasi :

Penderita yang hipersensitif terhadap Ranitidine.

- Dosis :.Intermittent bolus : 50 mg (2 mL) tiap 6 – 8 jam.

- Efek Samping :.

Sakit kepala; konstipasi, diare, mual, muntah, nyeri perut, mialgia. Lain-lain,

kasus hipersensitivitas yang jarang (contoh : bronkospasme, demam, eosinofilia),

anafilaksis, edema angioneurotik, sedikit peningkatan kadar dalam kreatinin

serum.

Injeksi Asam Tranexamat 3x1

- FD : menghambat aktivitas dari aktivator plasminogen dan plasmin, mencegah

degradasi fibrin, pemecahan trombosit, peningkatan kerapuhan vaskular dan

pemecahan faktor koagulasi. Efek ini terlihat secara klinis dengan berkurangnya

jumlah perdarahan, berkurangnya waktu perdarahan dan lama perdarahan.,

menghambat produksi Kinin dan senyawa peptida aktif lainnya yang berperan

dalam proses inflamasi dan reaksi-reaksi alergi.

- Indikasi :

Untuk fibrinolisis lokal seperti : epistaksis, prostatektomi, konisasi serviks.

Edema angioneurotik herediter.

Perdarahan abnormal sesudah operasi.

Perdarahan sesudah operasi gigi pada penderita hemofilia.

- Kontra Indikasi :

Penderita subarachnoid hemorrhage dan penderita dengan riwayat

tromboembolik.

Penderita dengan kelainan pada penglihatan warna.

Penderita yang hipersensitif terhadap Asam Traneksamat.

- Dosis :.

Oral : 1-1,5 gram 2-3 x sehari. Parenteral : dianjurkan 500-1000 mg (iv) dengan

injeksi lambat (1ml/menit) 3 x sehari. Untuk pengobatan lebih dari 3 hari dapat

dipertimbangkan pemberian secara oral.

- Efek Samping :

Mual, muntah-muntah, anorexia, eksantema dan sakit kepala dapat timbul pada

pemberian secara oral. Gejala-gejala ini menghilang dengan pengurangan dosis

atau penghentian pengobatannya.

23

Page 24: Lapsus Struma

Operatif

Pasien dikonsulkan ke dokter spesialis bedah untuk dilakukan tindakan operatif

Dilakukan ismolobektomi tiroid sinistra pada penderita ini, di mana dilakukan

pengangkatan satu sisi lobus tiroid.

Pasca operasi penderita diobservasi tanda-tanda vitalnya serta produksi drain. Bila

penderita sudah sadar betul boleh minum sedikit-sedikit, bila kemudian tidak ada

gangguan boleh minum bebas. Bila setelah 8 jam post operasi tadak ada gangguan,

maka penderita bisa makan dan minum bebas. Drain dilepas setelah 24 jam post

operasi dengan produksi minimai <5 cc/24 jam. Rawat luka pada hari ke-2,

evaluasi luka operasi apakah ada tanda-tanda infeksi dan hematom.

Penderita bisa pulang sehari setelah lepas drain kemudian dianjurkan untuk kontrol

di poli Bedah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tarigan, S., dan Oppusunggu D.P. : Pendekatan Diagnosis Kelenjar Tiroid dengan Struma

pada Anak, Majalah Medika, No 1 tahun 15. Januari, 2001, hal : 59-60.

2. Anonim, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Penerbit Aksara Medisina, Jakarta 2003, hal 72-

78.

24

Page 25: Lapsus Struma

3. Sri Hartini, KS, Struma Nodosa Non Toksik, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid

I, Penerbit FKUI, Jakarta 1996, hal 757-761.

4. Pisi Lukitto, Frekuensi Tumor Ganas Tiroid pada Kasus Struma Nodosa yang Dirawat di

Bagian Bedah RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Tahun 2005, dalam MKB Volume 29

No 4, 2007. Hal 265-266.

5. Sabiston, David. C. Jr, MD, Buku Ajar Bedah Sabiston, Alih Bahasa Petrus Andrianto,

Timan IS, Editor Jonatan Oswari, Penerbit EGC, Jakarta, 2005, hal 415-427.

6. Sjamsuhidayat, R, Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2008,

hal 926-935.

7. Kaplan, Edwin. L, Thyroid and Parathyroid, in Principles of Surgery, New York, 2008,

page : 1611-1621.

8. Tim Bedah Unair, Struma Nodosa Non Toksika, lab/UPF Bedah FK-UNAIR, Surabaya,

2008, hal 43-51.

25