PresKas Gangguan Napas

42
LAPORAN KASUS RESPIRATORY DISTRESS E.C HMD Disusun Oleh : Nurul Vitria 030.09.175 Pembimbing : Dr. Mas Wishnuwardhana, Sp.A KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK PERIODE 5 JANUARI 2015 – 14 MARET 2015 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

description

bk

Transcript of PresKas Gangguan Napas

Page 1: PresKas Gangguan Napas

LAPORAN KASUS

RESPIRATORY DISTRESS E.C HMD

Disusun Oleh :

Nurul Vitria

030.09.175

Pembimbing :

Dr. Mas Wishnuwardhana, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PERIODE 5 JANUARI 2015 – 14 MARET 2015

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

BEKASI

2015

Page 2: PresKas Gangguan Napas

PENDAHULUAN

Gagal nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangat serius, yang

berhubungan dengan tingginya morbiditas, mortalitas dan biaya perawatan. Faktor resiko utama

gagal nafas pada neonatus adalah prematuritas, bayi berat badan lahir rendah, dan penelitian

menunjukkan kejadiannya lebih banyak terjadi pada golongan sosioekonomi rendah1

Di Indonesia, sepertiga dari kematian bayi terjadi pada bulan pertama setelah kelahiran,

dan 80% diantaranya terjadi pada minggu pertama dengan penyebab utama kematian diantaranya

adalah infeksi pernafasan akut dan komplikasi perinatal. Pada suatu studi kematian neonatal di

daerah Cirebon tahun 2006 disebutkan pola penyakit kematian neonatal 50% disebabkan oleh

gangguan pernapasan meliputi asfiksia bayi baru lahir 3,4

Meskipun angka-angka tersebut masih tinggi, Indonesia sebenarnya telah mencapai

tujuan keempat dari MDG, yaitu mengurangi tingkat kematian anak. Dengan pencegahan dan

penatalaksanaan yang tepat, serta sistem rujukan yang baik, kematian neonatus khususnya akibat

gangguan pernafasan diharapkan dapat terus berkurang.3

1

Page 3: PresKas Gangguan Napas

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RS PENDIDIKAN : RSUD BEKASI

STATUS PASIEN KASUS IV

Nama Mahasiswa : Nurul Vitria Pembimbing : dr. M.Wishnuwardhana, Sp.A

NIM : 030.09.175 Tanda tangan:

IDENTITAS PASIEN

Nama : By. Ny. D Jenis Kelamin : Laki - laki

Umur : 1 hari Suku Bangsa : Sunda

Tempat / tanggal lahir : Bekasi, 29 Januari 2015 Agama : Islam

Alamat : Perumnas, Bekasi Pendidikan : -

Orang tua / Wali

Ayah: Ibu :

Nama : Tn D

Umur :33 tahun

Alamat : Perumnas, Bekasi

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Penghasilan: Rp. 6.000.000,00

Pendidikan : S1

Suku Bangsa : Sunda

Agama : Islam

Nama : Ny. H

Umur :34 tahun

Alamat : Perumnas, Bekasi

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Penghasilan: -

Pendidikan : S1

Suku Bangsa : Jawa

Agama : Islam

Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung

I. RIWAYAT PENYAKIT

A. ANAMNESIS

Dilakukan secara alloanamnesis dengan Tn. D (Ayah kandung pasien)

Lokasi : Bangsal lantai IV, ruang Perinatologi

Tanggal / waktu : 30 Januari 2015 pukul 12.45 WIB

2

Page 4: PresKas Gangguan Napas

Tanggal masuk : 29 Januari 2015 pukul 16.30 WIB

Keluhan utama : saat lahir tidak menangis

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Pasien merupakan bayi prematur yang lahir dengan sectio caesaria atas indikasi bekas sectio

dan kala I Laten. Pada saat lahir bayi tidak menangis dan segera dibawa ke Perina RSUD Kota

Bekasi.

OS dibawa ke ruang perinatologi oleh perawat dengan keadaan bibir kebiruan dan merintih,

lalu dilakukan pembersihan jalan napas, pemberian oksigen menggunakan nasal kanul dan

pemantauan tanda vital. Saat diberikan oksigen dengan nasal kanul, kebiruan pada bibir hilang

namun pasien masih merintih dan saturasi oksigen masih rendah.

Riwayat Kelahiran (Birth History):

Bayi laki-laki tunggal yang lahir dari Ny. D G2P1A0, prematur, hamil 31 minggu, ditolong

oleh seorang dokter kebidanan di RSUD Bekasi dengan Sectio Caesaria. Saat lahir tidak

menangis, lemas dan tidak bergerak, APGAR Score 2/3, ketuban jernih (+), mekonium (+), anus

(+), BBL 1400 gram, PB 41 cm, LK 28 cm, LD 23 cm.

Riwayat kehamilan:

Kontrol rutin setiap bulan ke RSUD Kota Bekasi. Selama hamil ibu tidak mengalami

kelainan dan tidak ada penyakit penyerta lainnya selama ataupun sebelum kehamilan. perdarahan

di usia 24 minggu, kemudian diberikan perawatan di RSUD.

Riwayat Imunisasi:

( - ) BCG ( - ) DPT ( -) Polio

( - ) Hep B ( - ) Campak

Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar belum lengkap.

Riwayat Penyakit Keluarga:

3

Page 5: PresKas Gangguan Napas

Riwayat penyakit dalam keluarga serupa (-)

C. RIWAYAT KELUARGA

a. Corak Reproduksi

No Tanggal lahir (umur)

Jenis kelamin Hidup Lahir

mati Abortus Mati (sebab)

Keterangan kesehatan

1. 10 Juni 2012 Perempuan + - - -Sehat(kakak pasien)

2. 29 Januari 2015 Laki – laki + - - - Pasien

D. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN

Tinggal dirumah sendiri. Terdapat 3 kamar tidur dan 2 kamar mandi. Ventilasi baik,

jendela cukup, cahaya matahari cukup masuk rumah, air minum memakai galon isi ulang dan air

mandi berasal dari air tanah yang ditampung menggunakan ember. Rumah pasien terletak di

rumah komplek perumahan.

Kesimpulan Keadaan Lingkungan : Cukup baik

E. RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI

Ayah pasien bekerja sebagai pegawai swasta dengan penghasilan Rp.6.000.000,- /bulan.

Sedangkan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga. Menurut ibu pasien penghasilan tersebut

cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

Kesimpulan sosial ekonomi: Cukup baik

II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 30 Januari 2015 jam 13.30 WIB)

4

Page 6: PresKas Gangguan Napas

A. Status Generalis

Keadaan Umum

Kesan Sakit : Tampak sakit sedang

PAT:

A: Tonus (+) Consibility (-) Look (-) Speech (-)

B: NCH (-) Retraksi (-) dypneu (-)

C: Sianosis (-) CRT <2” Anemis (-), ikterik (-),

S : 78 mg/dL

T : Suhu Inkubator

A : Airway Baik, Nafas Spontan Tanpa Ventilator, Retraksi (-), NCH (-)

B : HR 160x/m, SaO2 97-99%, Sianosis (-), Mottled (-)

L : (-)

E : (-)

Tanda Vital

Nadi : 160 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular

Nafas : 72 x / menit, tipe abdomino-torakal

Suhu : 37,5 °C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)

Berat badan : 1400 gram

Panjang badan : 41 cm

Lingkar kepala : 28 cm

Lingkar dada : 23 cm

Pemeriksaan Khusus

Kepala : Normal

5

Page 7: PresKas Gangguan Napas

Rambut : hitam

Ubun-ubun : frontanela mayor dan minor belum menutup.

Muka : tidak ada kelainan bentuk, muka oval.

Mata : simetris, sklera ikterus -/-, conjungtiva tidak anemis.

Hidung : NCH (-), sekret (-), epistaksis (-)

Mulut : sianosis (-), bibir kering (+), mukosa ikterus (-), Terpasang NGT

Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen.

Leher : tidak ada pembesaran KGB

Thoraks

Paru-paru

Inspeksi : Bentuk simetris, pergerakan simetris, retraksi (+/+)

Palpasi : Fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronchi (-), wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : Pulsasi (-), iktus (-), voussur cardiaque (-)

Palpasi : Iktus (-), thrill (-)

Perkusi : Dalam batas normal

Auskultasi : HR= 160 x/menit, irama regular, murmur (-), gallop (-)

6

Page 8: PresKas Gangguan Napas

Abdomen

Inspeksi : datar

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Lipat paha dan genitalia : Anus (+)

Ekstremitas : akral dingin (-), sianosis (-), CRT < 2 detik, ikterus (-) sindactyly (-),

polidactily (-)

Ballard Score & Physical Maturity

7

Page 9: PresKas Gangguan Napas

Ballard Score : 9

Physical Maturity : 10

Kurva Lubchenco :

Berat badan : 1400 gr

Jumlah minggu : 31 minggu

V. RESUME

OS, Usia 1 hari, usia sesuai usia gestasi 31 minggu, laki-laki tunggal, lahir dengan sectio

caesaria atas dari ibu G2P1A0, atas indikasi bekas sectio dengan kala I Laten, ditolong oleh

seorang dokter kebidanan di RSUD Bekasi dengan operasi SC, saat lahir tidak menangis, lemas

dan tidak bergerak, APGAR Score 2/3, ketuban jernih (+), mekonium (+), anus (+), BBL 1400

gram, PB 41 cm, LK 28 cm, LD 23 cm. Riwayat Kehamilan ibu kontrol rutin setiap bulan ke

RSUD Kota Bekasi.

VI. DIAGNOSIS

8

Jumlah score: 19 31 minggu

SMK (Sesuai Untuk Masa Kehamilan)

Page 10: PresKas Gangguan Napas

Diagnosis kerja:

Respiratory Distress e.c Hyalin Membrane Disease

Berat Badan Lahir Sangat Rendah (1400gr)

Sepsis Awitan Dini

VII. PENATALAKSANAAN

Saat Setelah Lahir

Pemberian Surfaktan via Pipa Endotrakeal 1cc Sebanyak 4x pemberian.

Pemasangan Ventilator NIPV

Perbaikan Kondisi dan Berat Badan

Ventilator NIPV, Pantau Saturasi

Feeding via NGT

o Atrophic Prevention Feeding : o,5cc/kgBB/24 Jam

o Priming Feeding 10-30cc/kgBB/24 Jam

o Full Feeding 100-150 cc/kgBB/24 Jam

o Pemberian Maksimum 250cc/kgBB/24 Jam

o Pantau Feses, Urin, Perut Kembung, Muntah

Perbaikan hingga mencapai usia gestasi 36 minggu dan berat 1800 gram

Medikamentosa

IVFD N5+KCL+C9 5 cc/jam

Cinam (Ampicilin Sulbaktam) 2x100mg

Amikasin 7,5mg/36jam

Aminofilin 2x3,5mg

BE 20cc/hari

Edukasi :

9

Page 11: PresKas Gangguan Napas

- Kondisi bayi tidak baik. Bayi bisa sewaktu-waktu sesak dan masih dibutuhkan bantuan

ventilator

- Ibu diharapkan datang ke RS secara rutin untuk memberikan ASI kepada bayi.

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN

- Pemeriksaan darah : darah lengkap, Analisa Gas Darah (AGD), elektrolit, gula darah

- Pemeriksaan radiologi thoraks

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsional : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad bonam

10

Page 12: PresKas Gangguan Napas

ANALISIS KASUS

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan terdapat beberapa

maalah yang perlu dikaji yaituss :

Saat lahir pasien tidak menangis, kemudian dibawa ke perina. Menurut catatan rekam

medis, APGAR Score pasien adalah 2/3. Sesuai klasifikasi, pasien tergolong pada

asfiksia berat. Boleh juga disebut sebagai acute respiratory distress syndrome.

Kemudian pasien diberikan surfaktan, sebanyak 1 kali. Diduga mengarah kepada

defisiensi surfaktan. Namun pasien tidak dinilai gradingnya. Salah satu cara untuk

mendiagnosis HMD adalah dengan foto thorax, namun pasien belum menjalani

pemeriksaan tersebut. Menurut teori dianjurkan pemeriksaan thorax serial.

Hasil foto thoraks pasien : RDS EC HMD Gr III

Pasien lahir dengan berat badan lahir 1400 gram dengan usia 31 minggu. Menurut kurva

lubchenko, berat lahir sesuai masa kehamilan namun tergolong Berat Badan Lahir Sangat

Kurang.

Sejauh ini pasien sedang diberikan feeding melalui OGT. Berat badan dipantau setiap

hari. Kemudian dilatih feeding oral sebelum dipulangkan. Pemberian minum juga sudah

sesuai yaitu 164cc/kgBB/hari

Pasien mendapatkan terapi antibiotik. Terapi ini mengarah kepada septic workup dimana

pasien memiliki faktor resiko yaitu prematur, gawat janin, serta BBLR. Namun pada

pasien tidak dilakukan sama sekali pemeriksaan lab darah untuk melihat leukosit. Sebagai

11

Page 13: PresKas Gangguan Napas

saran, perlu dilakukan pemeriksaan tersebut agar dapat memonitor proses terapi untuk

sepsis awitan dini.

Terapi antibiotik susah sesuai dengan teori yaitu pemberian ampicilin dan kombinasi

dengan golongan makrolid yaitu amikasin.

12

Page 14: PresKas Gangguan Napas

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

PENGERTIAN

Dalam Literatur Anglo Saxon, Sindrom Gawat Nafas pada Neonatus SGNN disebut

sebagai Respiratory Distress Syndrome (1). Namun terminologi ini juga sering dipakai

untuk Penyakit Membran Hialin (PMH), sehingga kita harus cermat dalam

menginterpretasi pengertiannya (1,7).

Nama lain yang digunakan untuk PMH adalah Idiopatihc Respiratory Distress

Syndrome atau IRDS, bahkan ada yang menyebutnya sebagai IRDS type one dengan

pengertian IRDS type two adalah Transient. Tachypnea of The Newborn (TTN) atau Wet

Lung Disease (1).

Namun semenjak diketahuinya penyebab RDS pada bayi-bayi prematur, maka

istilah IRDS mulai ditinggalkan (7).

Jadi sindrom gawat nafas pada neonatus, khususnya RDS (PMH) adalah keadaan

dimana terdapat kumpulan gejala yang terdiri atas dispne, sianosis, takipneu, penggunaan

otot-otot bantu nafas dan adanya merintih (1).

FAKTOR RISIKO

SGNN bisa diramalkan dengan mengenali fakotr-faktor risiko terjadinya SGNN

pada kehamilan, kelahiran dan pada bayi (1). Faktor risiko utama PMH adalah prematuritas (8). Secara umum dapat kita ketahui bahwa faktor risiko PMH adalah sebagai berikut (1) :

Faktor pada kehamilan :

1. Kehamilan kurang bulan.

2. Kehamilan dengan penyakit Diabetes Melitus.

3. Kehamilan dengan gawat janin.

13

Page 15: PresKas Gangguan Napas

4. Kehamilan dengan penyakit kronis ibu.

5. Kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat.

6. Kehamilan lebih bulan.

7. Infertilitas.

Faktor pada partus :

1. Partus dengan infeksi intra partum.

2. Partus dengan tindakan

3. Partus dengan penggunaan obat sedatif.

Faktor pada bayi :

1. Skor apgar yang rendah.

2. Bayi berat lahir rendah.

3. Bayi kurang bulan.

4. Berat lahir lebih dari 4000 gram.

5. Cacad bawaan.

6. Frekwensi pernafasan dengan 2 kali observasi lebih dari 60/menit.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Sampai saat ini teori terjadinya PMH yang paling banyak diterima ialah karena

kurangnya surfaktan pada paru (6,7,8). Surfaktan diproduksi oleh sel epitel saluran nafas yang

disebut pneumocyt tipe II (7). Unsur surfaktan yang terpenting adalah dipalmitil

fosfatidilkolin (lesitin), fosfatidilgliserol, dua apoprotein dan kolesterol (4). Bahan-bahan

aktif tersebut memegang peranan utama dalam stabilisasi pertukaran udara perifer dan

berfungsi sebagai faktor antiatelektasis yang menolong pengendalian ekspansi alveolus

pada tekanan fisiologik, yaitu dengan merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga

tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada akhir ekspirasi (7).

14

Page 16: PresKas Gangguan Napas

Pneumocyt tipe II ini mulai tumbuh pada gestasi 22-24 minggu dan mulai

mengeluarkan surface active lipids pada gestasi 24-26 minggu dan mulai berfungsi pada

masa gestasi 32-36 minggu. Sel ini sangat peka dan berkurang dalam jumlah pada keadaan

asfiksia selama masa perinatal. Kematangan sel ini terpengaruh oleh adanya keadaan fetal

hiperinsulinemia, stress intra uteri yang kronik, seperti hipertensi pada kehamilan, IUGR

(Intra Uterine Growth Retardation) dan kehamilan kembar (7).

Perubahan atau tidak adanya surfaktan pulmonal akan menyebabkan serangkaian

peristiwa yang ditunjukkan pada gambar berikut ini (6) :

Gambar 1.

Peranan surfaktan adalah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus

sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu untuk menahan sisa udara fungsional pada akhir

ekspirasi (9). Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya daya kembang paru (paru-paru

kaku) (6). Alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk pernafasan

berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha

inspirasi yang lebih kuat (9). Kerja tambahan ini akan melelahkan bayi dan menimbulkan

penurunan ventilasi alveoler, atelektasis dan hipoperfusi alveolar (6). Asfiksasi akan

menimbulkan vasokonstriksi pulmonal, dimana darah akan melewati paru-paru melalui 15

METABOLISME

PARU COMPLIANCE

PARU

ALIRAN DARAH

PULMONAL

VENTILASI

ALVEOLAR

SURFAKTAN

Page 17: PresKas Gangguan Napas

jalan pintas janin (Paten Ductus Arteriosus atau Foramen Ovale) sehingga mengurangi

aliran darah pulmonal (6,7). Terjadinya iskemia merupakan suatu gangguan tambahan

sehingga akan makin mengurangi metabolisme paru-paru dan produksi surfaktan (6).

PATOGENESIS

Defisiensi substansi surfaktan yang ditemukan pada PMH menyebabkan kemampuan

paru untuk mempertahankan stabilitasnya terganggu (9). Hal ini mengakibatkan terganggunya

fungsi paru bayi setelah lahir. Pada keadaan defisiensi ini paru bayi akan gagal

mempertahankan kestabilan alveolus pada akhir ekspirasi, sehingga pada saat inspirasi

berikutnya dibutuhkan tekanan yang lebih besar untuk mengembangkan alveolus yang

mengalami kolaps (5). Dan pada setiap ekspirasi terjadinya atelektasis menjadi bertambah (7).

Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi

CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menimbulkan : (1) Oksigeniasi jaringan menurun, sehingga

akan terjadi metabolisme anaerobik dengan penimbunan asam laktat dan asam organik

lainnya yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik pada bayi. (2) Kerusakan endotel

kapiler dan epitel duktus alveolaris yang akan menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam

alveoli dan terbentuknya fibrin dan selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel

yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin (9).

Faktor-faktor yang berperan dalam patogenesis PMH dapat diterangkan dari gambar

berikut ini (4) :

16

Surfaktan

yang menurun

Gangguan

Metabolisme sel

Atelektasis

progresif

Hipoperfusi

alveolar

Hipoventilasi

Penyempitan pembuluh

Darah paru

pCO2, pO2, pH

“Syok”

hipotensi

Seksi-C

Asfiksia intrapartum

Predisposisi familail

Asidosis

Takipnea sementara

Asfiksia neonatal

Hipotermia

Apnea

Hipovolemia

Prematuritas

Page 18: PresKas Gangguan Napas

Gambar 2.

Defisiensi sintesis atau pengeluaran surfaktan, bersama-sama dengan unit

pernafasan yang kecil dan dinding rongga dada yang lunak, mengakibatkan atelektasis,

frekwensi pernafasan meningkat, compliance paru berkurang, kerja pernafasan semakin

meningkat dan akhirnya ventilasi alveolar tidak mencukupi. Akibat yang ditimbulkan

adalah terjadinya hiperkarbia, hipoksia dan asidosis yang mengakibatkan terjadinya

penyempitan pembuluh darah paru (4). Vasokonstriksi pembuluh darah paru yang

disebabkan oleh hipoksia menyebabkan terjadinya peninggian tahanan ke kiri melalui

duktus arteriosus dan foramen ovale (5). Terjadinya hipoperfusi alveolar akibat dari

vasokonstriksi pembuluh darah paru akan menyebabkan terganggunya metabolisme sel-sel

paru dan pada akhirnya akan menurunkan produksi surfaktan (6).

17

Page 19: PresKas Gangguan Napas

Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran setan yang

terdiri dari : atelektasis hipoksia asidosis transudasi penurunan aliran darah paru

hambatan pembentukan substansi surfaktan atelektasis. Hal ini akan berlangsung

terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi (9).

GEJALA KLINIS

Bayi penderita PMH biasanya bayi kurang bulan yang lahir dengan berat badan

antara 1200-2000 gram dengan masa gestasi antara 30-36 minggu. Jarang ditemukan pada

bayi dengan berat badan lebih 2500 gram dan masa gestasi lebih 38 minggu (5).

Gejala klinis biasanya mulai terlihat pada beberapa jam pertama setelah lahir

terutama pada umur 6-8 jam (5,7). Gejala karakteristik mulai timbul pada usia 24-72 jam dan

setelah itu keadaan bayi mungkin memburuk atau mengalami perbaikan (5). Bila keadaan

membaik, gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama (9).

Gangguan pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan perfusi

paru yang menurun (4,9). Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran klinis seperti (1,3,4,5,6) :

- Dispnea.

- Merintih saat ekspirasi (grunting).

- Takipnea (frekwensi pernafasan > 60/menit).

- Pernafasan cuping hidung.

- Retraksi dinding thoraks (suprasternal, epigastrium atau interkostal) pada saat inspirasi.

- Sianosis.

Gejala-gejala ini timbul dalam 24 jam pertama sesudah bayi lahir dengan gradasi

yang berbeda-beda. Namun yang selalu ada ialah dispnea, sehingga dapat kita katakan

bahwa kita menghadapi sindrom gawat nafas bila kita menemukan adanya dispnea.

Dispnea adalah kesulitan ventilasi paru. Pada ventilasi paru yang normal tidak dibutuhkan

frekuensi ventilasi ekstra atau bantuan otot pernafasan tambahan. Sehingga kalau telah ada 18

Page 20: PresKas Gangguan Napas

dispnea maka akan terjadi takipne, pernafasan cuping hidung, retraksi dinding toraks dan

sianosis. Jadi praktisnya bila kita melihat adanya dispne pada neonatus pada dasarnya kita

berhadapan dengan SGNN (1).

Selain tanda gangguan pernafasan, ditemukan gejala lain misalnya brakikardia,

hipotensi, kardiomegali, pitting oedema terutama di dorsal tangan/kaki, hipotermia, tonus

otot menurun dan terdapatnya gejala sentral. Semua gejala tambahan ini sering ditemukan

pada PMH yang berat atau yang sudah mengalami komplikasi (9).

Gejala-gejala dan tanda-tanda penyakit ini dapat mencapai puncaknya dalam waktu

3 hari, kemudian akan mulai terjadi perbaikan yang berangsur-angsur. Kematian jarang

terjadi setelah 3 hari, kecuali pada bayi yang perjalanan penyakitnya fatal (4).

PEMERIKSAAN RADIOLOGIK

Pemeriksaan foto rontgen paru memegang peranan yang sangat penting dalam

menentukan diagnosis yang tepat (5). Pemeriksaan ini juga untuk menyingkirkan penyakit

lain dengan gejala yang sama dengan PMH seperti pneumothorax, hernia diafragmatika,

dan lain-lain (5,7).

Gambaran klasik yang ditemukan pada foto rontgen paru ialah adanya bercak difus

berupa infiltrat retrikulogranukor pada parenkim disertai adanya tabung-tabung udara

bronkus (air bronchogram) (3,5,6,8). Gambaran retikulo granular ini merupakan manifestasi

adanya kolaps alveolus sehingga apabila penyakit semakin berat gambaran ini akan

semakin jelas (5).

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Kelainan yang ditemukan pada pemeriksan laboratorium diantaranya ialah

pemeriksaan darah (9) :

19

Page 21: PresKas Gangguan Napas

- Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45 mg %,

prognosis lebih buruk.

- Kadar bilirubin lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan

sama.

- Kadar PaO2 menurun disebabkan berkurangnya doksigenasi di dalam paru dan karena

adanya pirau arteri vena.

- Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat

atelektasis paru.

- PH darah menurun dan defisit basa meningkat akibat adanya asiodosis respiratorik dan

metabolik dalam tubuh.

Juga diperlukan pemeriksaan (7) :

- Hb dan hematokrit untuk petunjuk perlu tidaknya plasma espander bila bayi jatuh

dalam syok.

- Pencarian ke arah sepsis, termasuk darah tepi lengkap, termasuk trombosit, kultur

darah, cairan amnion dan urin, CRP.

- Elektrolit.

- Golongan darah.

- Serum glukosa (dapat rendah atau tinggi).

DIAGNOSIS

Diagnosis klinis SGNN ditegakkan kalau ditemukann sindrom sebagai berikut (3,5,7):

- Dispnea.

- Merintih (grunting).

- Takipne.

- Pernafsan cuping hidung.

- Retraksi dinding toraks.

- Sianosis.20

Page 22: PresKas Gangguan Napas

Namun bila pada bayi terdapat faktor risiko terjadinya PMH maka bila dalam 2 kali

observasi frekuensi pernafasan selalu di atas 60 per menit dalam keadaan bayi tidak

menangis maka harus dibuat foto polos. Toraks anteriposterior untuk menegakkan

diagnostik dan untuk menentukan sikap selanjutnya (1,5).

Di rumah sakit rujukan tindakan diagnostik dikerjakan untuk mengetahui diagnosis

anatomik dan fungsional pada suatu saat. Prosedur diagnostik yang dilakukan tergantung

pada keadaan penderita kemampuan penderita dan fasilitas yang tersedia (1).

Tindakan diagnostik yang disebut di bawah ini disusun menurut prioritas

berdasarkan keadaan penderita (1) :

1. Radiologi toraks.

2. Analisa gas darah.

3. Glukosa darah.

4. Elektrolit darah.

5. Darah tepi lengkap.

6. EKG.

Khusus untuk PMH suatu cara yang sederhana yang dapat meramalkan terjadinya

penyakit ini dan untuk membantu penegakkan diagnosis adalah dengan Shake test, caranya

adalah sebagai berikut (1,8) :

1. Ambil 0,5 ml aspirat lambung yang bersih, masukkan ke dalam tabung reaksi.

2. Ke dalam cairan ini dituangkan 0,5 garam fisiologi.

3. Kemudian tambahkan 1 ml larutan etanol 95 %.

4. Dikocok selama 15 detik dan dibiarkan diam dalam rak dalam posisi tegak lurus selama

15 menit.

Interpretasi :

Positif : Bila terdapat gelembung-gelembung yang membentuk cincin. Artinya

surfaktan terdapat pada paru dalam jumlah yang cukup (gelembung > 2/3 permukaan).

21

Page 23: PresKas Gangguan Napas

Negatif : Bila tidak terdapat gelembung. Artinya tidak ada surfaktan dan kemungkinan

akan terjadi PMH besar (gelembung ½ permukaan. Risiko PMH adalah 60 %.

Ragu : Bila terdapat gelembung tetapi tidak membentuk cincin. Artinya waspada

terhadap kemungkinan terjadinya PMH (gelembung 1/3-2/3 permukaan.

Risiko PMH 20-50 %.

Deteksi dini yang lain ialah melakukan pemeriksaan rasio L/S (Lecithin

Sphingomyelin Ratio), pada air ketuban yang diperoleh dengan amniosentesis, atau dari

aspirasi trakea dan lambung. Rasio L/S kurang dari 2 biasanya berasosiasi dengan PMH

(Bluck dan Kulovich, 1973). Deteksi adanya Phosphatidyl glycerol (PG) menunjukkan

kematangan paru sehingga bila PG positif, PMH kejadiannya rendah sedang bila PG

negatif kejadiannya tinggi (Halliday dkk, 1985) (1).

PENATALAKSANAAN

Dasar tindakan pada penderita adalah mempertahankan penderita dalam suasana

fisiologik yang sebaik-baiknya, agar bayi mampu melanjutkan perkembangan paru dan

organ lain, sehingga ia dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap sekitarnya (5).

Penatalaksanaan penderita PMH tergantung dari berat ringannya penyakit, sehingga

penatalaksanaan yang dapat dilakukan terdiri dari tindakan umum dan tindakan khusus (5).

Tujuan penatalaksanaan umum ini ialah mengusahakan agar (1) :

- Kebutuhan konsumsi O2 dapat diusahakan seminimal mungkin sehingga fungsi

pernafasan dapat berlangsung optimal.

- Kebutuhan makanan bayi dapat terpenuhi.

- Keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan dengan baik.

- Perjalanan penyakit dapat dipantau dengan baik dan kalau perlu intervensi dapat

dilakukan sedini mungkin (Usha Raj, 1988).

22

Page 24: PresKas Gangguan Napas

Tindakan umum terutama dilakukan pada penderita ringan atau sebagai tindakan

penunjang pada penderita berat (5). Tindakan umum yang perlu dikerjakan ialah :

1. Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar

tetap dalam batas normal (36,5 C-37 C) dengan meletakan bayi dalam inkubator.

Humiditas ruangan juga harus adekuat (70-80 %) (1,9).

2. Makan peroral sebaiknya tidak diberikan dan bayi diberi cairan intravena yang

disesuaikan dengan kebutuhan kalorinya. Adapun pemberian cairan ini bertujuan

untuk memberikan kalori yang cukup, menjaga agar bayi tidak mengalami dehidrasi,

mempertahankan pengeluaran cairan melalui ginjal dan mempertahankan

keseimbangan asam basa tubuh. Dalam 48 jam pertama biasanya cairan yang

diberikan terdiri dari glukosa/dekstrose 10% dalam jumlah 100 ml/KgBB/hr. Dengan

pemberian secara ini diharapkan kalori yang dibutuhkan (40 kkal/KgBB/hr) untuk

mencegah katabolisme tubuh dapat dipenuhi (5).

Tindakan khusus meliputi :

1. Pemberian O2

Setiap penderita PMH hampir selalu membutuhkan O2 tambahan. Pemberian

O2 ini perlu dilakukan secara hati-hati, karena O2 punya pengaruh yang kompleks

terhadap bayi baru lahir (5).

Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi yang tidak

diinginkan seperti fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasi retrolental) dan lain-lain.

Untuk mencegah komplikasi ini, pemberian O2 sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan

tekanan O2 arterial (PaO2) secara teratur. Konsentrasi O2 yang diberikan harus dijaga

agar cukup untuk mempertahankan PaO2 antara 80-100 mgHg. Bila fasilitas untuk

pemeriksaan tekanan gas arterial tidak ada,O2 dapat diberikan sampai gejala sianosis

hilang (9). Untuk mencapai tekanan, O2 ini kadang-kadang diperlukan konsentrasi O2

sampai 100 %. Konsentrasi demikian biasanya hanya dapat dicapai apabila O2

diberikan dengan sungkup dan tidak mungkin dicapai dengan cara pemberian O2

23

Page 25: PresKas Gangguan Napas

melalui kateter hidung biasa. Pada penderita yang sangat berat kadang-kadang

diperlukan ventilasi mekanis dimana O2 diberikan dengan respirator (1). Tindakan ini

dilakukan apabila bayi yang telah mendapatkan O2 dengan konsentrasi 100% masih

memperlihatkan PaO2 kurang dari 40 mmHg, PCO2 > 70 mmHg, PH darah < 7,2

atau masih adanya serangan apneu berulang (5). Dasar ventilasi mekanis adalah

mengusahakan agar O2 yang diberikan dapat memperbaiki pertukaran gas tubuh.

Beberapa cara pemberian ventilasi mekanis ini adalah (5) :

a. Pemberian O2 dengan secara tekanan positif yang konstan Constant positive airway

pressure = CPAP). Cara ini dapat dicapai dengan memberikan tekanan positif

terhadap udara yang masuk atau mengadakan tekanan negatif yang konstans

terhadap dinding toraks. Pemberian secara ini akan mengurangi terjadinya

atelektasis alveolus disertai perbaikan PaO2 darah.

b. Pemberian O2 dengan ventilasi tekanan positif yang intermiten (Intermittent

Positive Pressure Ventilation = IPPV). Dengan cara ini keseimbangan pertukaran

gas tubuh dapat diatur.

c. Pemberian O2 dengan ventilasi aktif ini dapat dilakukan pula dengan bermacam

cara, misalnya pemberian O2 secara hiperbasik, intermittent negative pressure

ventilation, dan lain-lain.

2. Pemberian Antibiotika

Setiap penderita PMH perlu mendapat antibiotika untuk menegah terjadinya infeksi

sekunder yang dapat memperberat penyakit (9). Antibiotik diberikan selama bayi

mendapat cairan intravena sampai gejala gangguan nafas tidak ditemukan lagi.

Sebaiknya antibiotik yang dipilih adalah yang mempunyai spektrum luas (5). Antibiotik

yang biasa diberikan adalah penisilin (50.000 U-100.000 U/KgBB/hr) atau ampicilin

(100 mg/KgBB/hr) dengan gentamicin (3-5 mg/KgBB/hr) (9). Bila pemeriksaan kultur

tidak memungkinkan, antibiotik dapat diberikan 5-7 hari. Antibiotik yang dipilih bisa

juga kombinasi ampisilin/sefalosporin dengan aminoglikosid/kemisitin (1).

24

Page 26: PresKas Gangguan Napas

3. Pemberian NaHCO2

Asidosis metabolik yang selalu terdapat pada penderita, harus segera diperbaiki dengan

pemberian NaHCO3 secara intravena (9). Pemeriksaan keseimbangan asam basa tubuh harus

diperiksa secara teratur agar NaHCO3 dapat disesuaikan dengan rumus (5,9) :

Konsentrasi NaHCO3 yang diberikan biasanya antara 7,5-8,4 % dan kebutuhan yang

diperlukan sebagian dapat diberikan langsung intravena dan sisanya diberikan secara tetesan (5). Tujuan pemberian NaHCO3 adalah untuk mempertahankan PH darah antara 7,35-7,45. Bila

fasilitas untuk pemeriksaan keseimbangan asam basa tidak ada, NaHCO3 dapat diberikan

dengan tetesan. Cairan yang digunakan berupa campuran larutan glukosa 5-10 % dengan

NaHCO3 1,5 % dalam perbandingan. 4 : 1. Pada asidosis yang berat penilaian klinis yang teliti

harus dikerjakan untuk menilai apakah basa yang diberikan sudah cukup adekuat (9).

4. Pemberian Surfaktan Buatan

Penemuan surfaktan buatan untuk terapi PMH termasuk salah satu kemajuan di bidang

kedokteran. Dengan demikian dapat mengurangi kebutuhan tekanan tinggi dari

ventilator dan konsentrasi O2 yang tinggi (7). Surfaktan artifisial yang dibuat dari

dipalmitoil fosfatidilkolin dan fosfatidil gliserol dengan perbandingan 7 : 3 telah dapat

mengobati penderita penyakit tersebut. Bayi tersebut diberi surfaktan artifisial

sebanyak 25 mg dosis tunggal dengan menyemprotkan ke dalam trakea penderita.

Akhir-akhir ini telah dapat dibuat surfaktan endogen yang berasal dari cairan amnion

manusia. Surfaktan ini disemprotkan ke dalam trakea dengan dosis 60 mg/KgBB.

Walaupun cara pengobatan ini masih dalam taraf penelitian, tetapi hasilnya telah

memberikan harapan baru (5).

25

Kebutuhan NaHCO3 = Defisit basa x 0,3 x BB(Kg)

Page 27: PresKas Gangguan Napas

PENCEGAHAN

Usaha pokok penanganan PMH ini harus dipusatkan pada usaha pencegahan (6).

Yang paling penting adalah mencegah terjadinya prematuritas, termasuk menghindari

faktor risiko untuk terjadinya PMH (1). Pencegahan yang bisa dilakukan diantaranya :

1. Mencegah kelahiran prematur (1,8).

2. Mencegah kelahiran bayi dengan IUGR (Intra Growth Retardation) (1).

3. Antenatal ultrasound untuk lebih dapat menentukan gestasi secara akurat dan

mendeteksi keadaan fetus (7).

4. Fetal monitoring yang berkelanjutan untuk mendeteksi keadaan fetus dan mengetahui

perlunya intervensi segera bila terjadi fetal distress (7).

5. Menentukan pematangan paru sebelum persalinan dengan pemeriksaan L/S rasio (7,9).

6. Pengendalian kadar gula ibu hamil yang menderita DM (1).

7. Optimalisasi kesehatan ibu hamil (1).

8. Menghindari SC yang sebenarnya tidak diperlukan (4).

9. Prevensi dan intervensi persalinan prematur dengan tokolitik dan glukokortikoid untuk

merangsang pematangan paru (7).

Pemberian kortikosteroid pada wanita hamil 48-72 jam sebelum persalinan

dengan janin masa gestasi 34 minggu menurunkan insidens dan mortalitas akibat PMH (7,8). Dengan demikian layak memberikan 1-2 dosis betametason atau deksametason secara

IM kepada wanita hamil yang lesitinnya dalam cairan ketuban memberi petunjuk adanya

imaturitas paru janin dan yang kemungkinan besar akan melahirkan bayi antara 48-72

jam atau yang persalinannya dapat ditunda selama 48 jam atau lebih (4).

Di samping kortikosteroid telah banyak dilaporkan beberapa obat yang dinyatakan

dapat merangsang maturitas paru. Salah satu obat yang dianggap lebih baik dari

kortikosteroid adalah ambroxol. Pemberian sebanyak 1000 mg/hr selama 5 hari

berturut-turut pada persalinan prematur yang mempunyai risiko menderita PMH, dapat

menurunkan angka kematian bayi. Selanjutnya terdapat obat lain seperti aminofilin,

tiroksin, isoxsuprine, dan lain-lain (5).

26

Page 28: PresKas Gangguan Napas

KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi akibat PMH adalah :

1. Perdarahan intrakranial oleh karena belum berkembangnya sistem saraf pusat terutama

sistem vaskularisasinya, adanya hipoksia dan hipotensi yang kadang-kadang disertai

renjatan. Faktor tersebut dapat membuka nekrosis iskemik, terutama pada pembuluh

darah kapiler di daerah periventrikular dan dapat juga di ganglia bavalis dan jaringan

otak lainnya (5).

2. Pada intubasi trakea bisa terjadi asfiksasi akibat obstruksi pipa, penghentian jantung

(cardiac arrest) selama intubasi atau penyedotan dan timbulnya stenosis subglotis di

kemudian hari (4).

3. Gejala neurologik yang tampak berupa kesadaran yang menurun, apreu, gerakan bola

mata yang aneh, kekakuan extremitas dan bentuk kejang neonatus lainnya (3).

4. Komplikasi pneumotoraks atau pneuma mediastinum mungkin timbul pada bayi yang

mendapatkan bantuan ventilasi mekanis. Pemberian O2 dengan tekanan yang tidak

terkontrol baik, mungkin menyebabkan pecahnya alveolus sehingga udara pernafasan

yang memasuki rongga-ronga toraks atau rongga mediastinum (5).

5. Pada PMH yang berat sering ditemukan koagulasi intravaskular diseminata. Beberapa

penderita juga memperlihatkan gangguan faktor koagulasi (PT dan PTT memanjang)

dan trombositopenia yang merupakan ciri karakteristik penyakit tersebut. Komplikasi

ini terutama ditemukan pada penderita PMH yang disertai dengan sepsis oleh kuman

gram negatif atau didahului oleh asfiksia berat (5).

6. Paten ductus arteriolus pada penderita PMH sering menimbulkan keadaan payah

jantung yang sulit untuk ditanggulangi (5).

PROGNOSIS

Prognosis PMH tergantung dari tingkat prematuritas dan beratnya penyakit (9).

Pada penderita yang ringan penyembuhan dapat terjadi pada hari ke-3 atau ke-4 dan pada

27

Page 29: PresKas Gangguan Napas

hari ke-7 terjadi penyembuhan sempurna (5). Pada penderita yang lanjut mortalitas

diperkirakan 20-40 % (5,9). Dengan perawatan yang intensif dan cara pengobatan terbaru

mortalitas ini dapat menurun (5). Prognosis jangka panjang sulit diramalkan. Kelainan

yang timbul dikemudian hari lebih cenderung disebabkan komplikasi pengobatan yang

diberikan dan bukan akibat penyakitnya sendiri (5). Pada fungsi paru yang normal pada

kebanyakan bayi yang dapat hidup dari PMH, prognosisnya sangat baik (4).

28

Page 30: PresKas Gangguan Napas

DAFTAR PUSTAKA

1. Monintja, H.E, Rulina Suradi, Asril Aminullah, Sindrom Gawat Nafas Pada Neonatus,

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan IKA XXIII, FKUI, Jakarta, 1991, hal. 1-7. 55. 65-66.

2. Harthaway, W.E et all, Pediatrics Diagnosis & Treatment, Edition II, A Lange Medical

Book, by Appleton & Lange, 1993, hal. 33.

3. Pincus Catzel & Lan Roberts, Kapita Selekta Pediatri, Edisi II, Editor, Dr. Petrus Andrianto,

EGC, Jakarta, 1991, hal. 45-46.

4. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Bagian I, Edisi 12, Alih Bahasa : Siregar, M.R, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta, 1988, hal. 622-627.

5. Markum, A.H, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI,

Jakarta, 1991, hal. 303-306.

6. Klaus & Fanaroff, Penatalaksanaan Neonatus Risiko Tinggi, Edisi 4, Editor : Achmad

Surjono, EGC, Jakarta, 1998, hal. 286-289.

7. Winarno, dkk, Penatalaksanaan Kegawatan Neonatus, dalam Simposium Gawat Darurat

Neonatus, Unit Kerja Koordinasi Pediatri Darurat IDAI, Badan Penerbit UNDIP, Semarang,

1991, hal. 151-153.

8. Arif Masjoer, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Edisi 3, Media Aesculapius FKUI,

Jakarta, 2000, hal. 507-508.

9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Editor : Rusepno

Hassan & Husein Alatas, Bagian IKA FKUI, Jakarta 1985, hal.

29