MODUL 3 Kelompok 5

39
BAB I PENDAHULUAN A. SKENARIO Seorang laki-laki umur 79 tahun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan selalu buang air kecil sedikit-sedikit. Namun walaupun buang air kecilnya berlansung lama, tetapi selesai buang air kecil ia merasa tidak puas. Keadaan ini dialaminya 5 hari yang lalu. Selama ini penderita berjalan tidak stabil, karena keluhan pada lututnya yang sering sakit dan bengkak. Menurut keluarganya, setahun terakhir ini, pembawaan bapak ini selalu marah dan sering lupa setelah mengerjakan sesuatu yang baru saja dilakukannya. Sejak 7 tahun terakhir ini penderita mengkomsumsi obat-obatan kencing manis, tekanan darah tinggi, jantung dan rematik. Tiga tahun yang lalu penderita mendapat serangan stroke. B. KATA KUNCI Laki-laki, 79 tahun Buang air kecil sedikit-sedikit dan rasa tidak puas setelah BAK, sejak 5 hari yang lalu. Berjalan tidak stabil, lututnya sakit dan bengkak Sering lupa dan marah Riwayat konsumsi obat-obatan DM, HT, jantung dan rematik, 7 tahun terakhir Riwayat stroke 3 tahun lalu C. PERTANYAAN

description

modul pbl inkontinensia urine

Transcript of MODUL 3 Kelompok 5

Page 1: MODUL 3 Kelompok 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. SKENARIO

Seorang laki-laki umur 79 tahun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan selalu buang air

kecil sedikit-sedikit. Namun walaupun buang air kecilnya berlansung lama, tetapi selesai buang

air kecil ia merasa tidak puas. Keadaan ini dialaminya 5 hari yang lalu. Selama ini penderita ber-

jalan tidak stabil, karena keluhan pada lututnya yang sering sakit dan bengkak. Menurut keluar-

ganya, setahun terakhir ini, pembawaan bapak ini selalu marah dan sering lupa setelah menger-

jakan sesuatu yang baru saja dilakukannya. Sejak 7 tahun terakhir ini penderita mengkomsumsi

obat-obatan kencing manis, tekanan darah tinggi, jantung dan rematik. Tiga tahun yang lalu pen-

derita mendapat serangan stroke.

B. KATA KUNCI

• Laki-laki, 79 tahun

• Buang air kecil sedikit-sedikit dan rasa tidak puas setelah BAK, sejak 5 hari yang lalu.

• Berjalan tidak stabil, lututnya sakit dan bengkak

• Sering lupa dan marah

• Riwayat konsumsi obat-obatan DM, HT, jantung dan rematik, 7 tahun terakhir

• Riwayat stroke 3 tahun lalu

C. PERTANYAAN

1. Jelaskan proses diuresis normal!

2. Jelaskan definisi, etiologi, dan pembagian inkontinensia urin!

3. Jelaskan hubungan riwayat pengobatan dan riwayat penyakit dengan keluhan utama!

4. Jelaskan langkah-langkah diagnosis!

5. Jelaskan penatalaksanaan yang sesuai pada scenario!

6. Jelaskan permasalahan-permasalahan yang terjadi pada orang tua (analisis masalah)!

BAB II

ISI

Page 2: MODUL 3 Kelompok 5

1. Jelaskan proses diuresis normal!

Jawab:

Pada saat darah mengalir melalui glomerulus, terjadi filtrasi plasma bebas-protein men-

embus kapiler glomerulus ke dalam kapsula bowman. Proses ini, yang dikenal sebagai fil-

trasi glomerulus, yang merupakan langkah pertama dalam pembentukan urin. Setiap hari

rata-rata terbentuk 180 liter (sekitar 47,5 galon) filtrat glomerulus (cairan yang difiltrasi). 1

Pada saat filtrat mengalir melalui tubulus, zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh dikemba-

likan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan bahan-bahan yang bersifat selektif dari

bagian dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah, ini disebut sebagai reabsorbsi tubu-

lus. Zat-zat yang direabsorbsi tidak keluar dari tubuh melalui urine, tetapi diangkut oleh

kapiler peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. 1

Dari 180 liter plasma yang difiltrasi tiap hari , rata-rata 17,8 liter diserap kembali, dengan

1,5 liter sisanya terus mengalir ke pelvis ginjal untuk dikeluarkan sebagai urin. Secara

umum, zat-zat yang perlu disimpan oleh tubuh akan secara selektif di reabsorbsi, sedangkan

zat-zat yang tidak dibutuhkan dan perlu dieliminasi akan tetap berada dalam urin.1

Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus, yang mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari

darah kapiler peritubulus kedalam lumen tubulus, merupakan rute kedua bagi zat dari darah

untuk masuk kedalam tubulus ginjal. Cara pertama zat berpidah dari plasma ke dalam lumen

tubulus adalah melalui proses filtrasi glomerulus. Namun, hanya sekitar 20 % dari plasma

yang mengalir melalui kapiler glomerulus disaring kedalam kapsula bowman. 80% sisanya

terus mengalir melalui arteriol eferen kedalam kapiler peritubulus. Beberapa zat mungkin se-

cara diskriminatif dipindahkan dari plasma kedalam kapiler peritubulus ke dalam lumen

tubulus melalui mekanisme sekresi tubulus. Sekresi tubulus menyediakan suatu mekanisme

yang dapat lebih cepat mengeliminasi zat-zat tertentu dari plasma dengan mengekstraksi

lebih banyak zat tertentu dari 80% plasma yang tidak difiltrasi di kapiler peritubulus dan

menambahkan zat yang sama ke jumlah yang sudah ada di dalam tubulus akibat proses fil-

trasi.1

Ekskresi urin mengacu pada eliminasi zat-zat dari tubuh di urin. Proses ini bukan suatu

proses terpisah , tetapi merupakan hasil dari ketiga proses pertama. Semua konstituen

plasma yang mencapai tubulus yaitu, yang difiltrasi atau disekresi tetapi tidak direabsorbsi

Page 3: MODUL 3 Kelompok 5

akan tetap berada di dalam tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk di ekskresikan seba-

gai urin.1

2. Jelaskan definisi, etiologi, dan pembagian inkontinensia urin!

Jawab:

Inkontinensia urin adalah keluarnya urin tanpa disadari akibat ketidakmampuan seseorang

menahan urin keluar.2

1. Tipe- tipe inkontinensia

Inkontinensia dibagi menjadi 2 tipe yaitu akut dan kronik.

a. Inkontinensia yang terjadi secara akut, yang biasanya reversiblel. Inkonti-

nensia yang terjadi secara akut ini, terjadi secara mendadak, biasanya berkaitan den-

gan sakit yang sedang diderita atau masalah obat-obatan yang digunakan

( iatrogenic ). Inkontinensia akan membaik, bila penyakit akut yang diderita sembuh

atau obat penyebab dihentikan. Inkontinensia yang akut dan biasanya reversible, an-

tara lain: 2,3,4

D : Delirium

R : Retriksi mobilitas, retensi

I : Infeksi, inflamasi, impaksi feses

P : Pharmasi (obat-obatan), poliuri b. Inkontinensia yang menetap/kronik/persisten, tidak berkaitan dengan

penyakit-penyakit akut ataupun obat-obatan, dan inkontinensia ini berlangsung lama.

Inkontinensia yang persisten/kronik, dapat dibagi menjadi 4 tipe : 2,3,4

- Stress Inkontinensia

Pengeluaran urin pada saat terjadi peningkatan tekanan intraabdominal, misalnya :

batuk, ketawa, bersin. Ini terjadi karena sfinger uretra tidak bisa mempertahankan

tekanan intrauretra saat tekanan intra vesika meningkat.

- Urge Inkontinensia

Ketidakmampuan menunda kemih karena kontraksi tiba-tiba dan kuat m.detrusor.

akibatnya pengeluaran urin sering dan lebih banyak.

Page 4: MODUL 3 Kelompok 5

- Overflow Inkontinensia

Keluarnya urin dapat dikontrol pada keadaan volume urine di bul-buli melebihi

kapasitasnya. Ditandai dengan retensi urin tetapi karena buli-buli tidak mampu

lagi mengosongkan isinya sehingga urin selalu menetes keluar.

- Fungsional inkontinensia

Keluarnya urin secara dini sebelum sampai di toilet sehingga urin keluar tanpa da-

pat ditahan. Hal ini diperlihatkan oleh keluarnya urin sedikit-sedikit dan disertai

adanya rasa tidak puas. Efek tidak puas yang ditimbulkannya merupakan pertanda

adanya urin sisa. Berdasarkan keluhan penyerta, riwayat minum obat DM,

hipertensi, jantung dan rematik, serta riwayat stroke maka dapat diberikan beber-

apa kemungkinan penyakit yang menyebabkan pasien tersebut mengalami inkon-

tinensia urin.

2. Etiologi dari inkontinensia urin

Stress Inkontinensia2,3,4

- Kelemahan otot-otot dasar panggul yang menopang buli-buli dan urethra khususnya

pada ♀ yang sering melahirkan atau yang sering mengedan / batuk-batuk khronis

- Kelemahan otot-otot urethra krn trauma, neurologis (DM, multiple sclorosis)

- Kelemahan spinchter urethra pd operasi prostat/TUR-P atau pemasangan kateter yang

lama

Urge Inkontinensia (Hyperaktive Bladder) 2,3,4

- Biasa pada infeksi : urethritis akuta,cystitis akuta

- Hypertonic neurogenic bladder

- Benda asing dalam buli-buli

- Buli-buli yang kecil :tbc buli-buli, cystitis interstitial

Overflow Inkontinensia2,3,4

- Biasa pada obstruksi parsial urethra à dekompensasi buli-buli misalnya à flaccid neu-

rogenic bladder

- Pembesaran prostat (BPH, Ca.Prostat)

- Hipotonia bladder :dysfungsi myoneural lokal

Page 5: MODUL 3 Kelompok 5

- Hipotonia bladder senilis, coma

- Menahan kencing sampai over relaksasi

Inkontinensia Fungsional2,3,4

Faktor-faktor yang memudahkan inkontinensia pada usia lanjut. Dengan bertambah tua

terjadi perubahan anatomi dan fungsi saluran kemih dan dasar panggul.

a. Otot-otot dasar panggul melemah akibat :

- Kehamilan/partus berkali-kali

- Mengedan dan batuk khronis

b. Kontraksi-kontraksi/gerakan abnormal dari otot-otot dinding buli-buli (hyper reflexi)

kadang-kadang urine yang sedikit. Bisa karena :

- Infeksi à Sering pd wanita lansia

- Obstruksi parsiel pd à♂ gampang infeksi

c. Berkurangnya hormon estrogen pada ♀ lansia à kelemahan otot-otot panggul dan

urethra memudahkan infeksi

d. Pembesaran prostat pd ♂ lansia à urine sisa decompensasi otot-otot buli-buli à

inkontinensia overflow

Dalam keadaan seperti diatas à lebih gampang lagi inkontinensia bila timbul pd lansia ini.

• Infeksi saluran kemih

• Diabetes melitus

• Kesadaran menurun

• Konsumsi minuman tertentu seperti kopi, soft drink, teh manis sp alkohol

• Gangguan neurologis : stroke, gangguan motor neuron

3. Jelaskan hubungan riwayat pengobatan dan riwayat penyakit dengan keluhan utama!

Jawab:

Obat DM

Dalam scenario dikatakan bahwa pasien sudah mengonsumsi obat-obatan diabetes

melitis selama 7 tahun, sehingga kemungkinan pasien sudah mendapatkan komplikasi vas-

cular kronik (jangka panjang) baik itu mikroangiopati maupun makroangiopati. Mikroan-

giopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina

(retinopati diabetic), glomerulus ginjal (nephropati diabetic), otot-otot dan kulit.3,5,6

Page 6: MODUL 3 Kelompok 5

Diabetik neuropati dapat menimbulkan efek negative terhadap traktus genitourinarius,

traktus intestinal, dan serebrovaskuler. Khususnya traktus urinarius efek dari neuropati dia-

betic yaitu hilangnya sensasi pada buli-buli yang akan menurunkan aksi/kontraksi dari

muskulus dertrusor sehingga terjadi kesulitan untuk mengosongkan buli-buli (neurogenic

bladder) karena hilangnya tonus akibat gangguan pada saraf perifernya sehingga mengaki-

batkan terjadinya overflow inkontinensia.3,5,6

Obat Hipertensi

Obat-obatan antihipertensi memiliki efek inkontinensia urin misalnya:3,6

a. Alfa bloker akan menghambat reseptor alfa 1 pada otot spinchter urethra interna sehingga

rangsangan simpatis tidak berpengaruh akibatnya otot spinchter urethra interna tetap bere-

laksasi sehigga inkontenensia terjadi.

b. Diuretic, contohnya furosemid menghambat Co-transport Na, K, Cl, sehingga akan

menarik air akibatnya jumlah cairan yang di buang menigkat terjadi inkontenensia.

c. ACE inhibitor contohnya kaptopril mempunyai efek samping batuk sehingga mening-

gikan tekanan intra abdominal menekan vesica urinaria terjadi stress inkontenensia.

d. Beta blokers, contohnya propanolol membuat efek menekan simpatis sehingga parasim-

patis menigkat menstimulasi M. detrusor untuk lebih berkontaksi sehingga terjadi inkon-

tenensia urin tipe urgensi.

Hipertensi yang kronik dapat mengakibatkan terjadinya stroke. Stroke di pembuluh

darah otak dapat menyebabkan iskemik di otak . Hal ini akan memberi efek kepada penu-

runan fungsi koordinasi, dalam skenario ini berpengaruh kepada koordinasi fungsi sfingter

uretra. Dengan demikian hipertensi dapat menimbulkan inkontinensia urin secara tidak lang-

sung. 3,6

Obat jantung

Kecenderungan seorang lansia untuk mengalami hipertrofi ventrikel kiri jantung

menyebabkan resiko terjadinya gagal jantung meningkat. Kegagalan jantung untuk mem-

ompa darah ke perifer menimbulkan peningkatan tahanan perifer yang akan memberi gejala

edema pada penderitanya. Edema dapat menyebabkan pasien mengalami frekunsi dan nok-

Page 7: MODUL 3 Kelompok 5

turia. Namun inkontinensia yang diakibatkannya bersifat akut sehingga tidak dapat dijadikan

sebagai kemungkinan penyebab inkontinensia sesuai skenario.5,6

Untuk mengatasi edema diberikan obat jenis diuretik. Obat-obatan jenis ini dapat

menyebabkan inkontinensia urin. Namun jenis inkontinensia urin dalam hal ini adalah re-

versibel/akut, sedangkan gejala pasien dalam skenario tergolong inkontinensia urin yang

persisten, tepatnya tipe overflow. Dengan demikian, kemungkinan inkontinensia urin akibat

obat dapat disingkirkan pada kasus ini.5,6

Obat rematik

Efek samping obat rematik, yaitu golongan NSAID. Obat ini merupakan agen anti

prostaglandin yang dapat menghambat kemampuan otot-otot detrussor untuk berkontraksi

dengan baik sehingga timbullah inkontinensia urin tipe overflow.5,6

Hubungan riwayat strok dengan inkontinensia urin

Stroke dapat mengganggu pengaturan rangsang dan instibilitas dari otot-otot detrusor

kandung kemih, yang dipersyaragi oleh saraf parasimpatis, yang ada diotak (medulla

spinalis), dimana manifestasinya ditandai dengan pengeluaran urin diluar pengaturan

berkemih yang normal, biasanya dalam jumlah banyak, karena ketidakmampuan menunda

berkemih, begitu sensasi penuhnya kandung kemih diterima oleh pusat yang mengatur

proses berkemih.5

Gejala yang ditimbulkan dari stroke berbeda-beda, tergantung tempat lesinya. Jika

dihubungakan dengan inkontinensi khususnya inkontinensia overflow. Terjadinya

inkontinensia tipe overflow, karena terjadi lesi /kerusakan pada korteks serebri dan

terputusnya lintasan impuls tersebut diatas, sehingga ditandai dengan kebocoran / keluarnya

urin dalam jumlah sedikit. Dan terus menerus karena kapasitas buli-buli melebihi normal.5

Pengaruh stroke terhadap gangguan miksi pasien tergantung dari lokasi lesinya.

• Korteks serebri

- jika lesi pada bagian frontal korteks serebri, akan menimbulkan rasa ketidakpuasan

pada saat miksi

- jika lesi pada bagian pre-sentral akan menyebabkan kesulitan pada awal miksi

- jika lesi pada bagian post-sentral akan menyebabkan kehilangan rasa/sensasi penuh

pada kandung kemih

Page 8: MODUL 3 Kelompok 5

• Batang otak

- Lesi UMN bilateral (pada traktus pyramidal) akan menyebabkan polimiksi dan inkonti-

nensia urin.

- Lesi LMN (lesi pada sacrum) akan menyebabkan aflaksid, atonik dari kandung kemih,

dimana terjadi pengeluaran miksi yang berlebihan (overflow) tanda adanya tanda-tanda

akan miksi.5

4. Jelaskan langkah-langkah diagnosis!

Jawab:

Anamnesis Lengkap

• Kapan urine keluar tanpa disadari : batuk atau rasa ingin kencing terus-terus

• Sering ngompol waktu tidur

• Penyakit-penyakit selama ini: DM, hipertensi, ISK, hematuri

• Operasi sebelumnya

• Obat-obat yang sering di konsumsi 3

Pemeriksaan Fisik

• Keadaan umum

• Abdominal : tumor, buli-buli teraba/tidak

• Genetalia externa

• Pemeriksaan neurologis

o Reflex ani dan Reflex bulbocavernosis

o Keadaan col.vertebralis

• Pemeriksaan meatus urethra sementara batuk/ mengedan wkt buli-buli sementara

penuh (Cough stress test)

• Urine sisa 3

Pemeriksaan penunjang

• Laboratorium

• Urinalisis : hematuri, pyuri, bakteri kultur

• Darah : Gula darah

• Fungsi ginjal

• PSA

Page 9: MODUL 3 Kelompok 5

• Pencitraan : USG Abdomen, BNO-IVP, urethro cystoscopi 3

Urinary diary

• Mengetahui seberapa hebat inkontinensia dan tipenya

• Mencatat tiap berapa jam kencing dan berapa banyak

• Berapa kali ada inkontinensia stres

• Rangsangan kencing yang terus dan tidak tertahankan 3

Urodynamic evaluation

• Melihat kekuatan detrussor, uroflow

• Diperlukan terutama bila terapi konservatif dan medikamentosa gagal 3

5. Jelaskan penatalaksanaan yang sesuai pada skenario!

Jawab:

Skala Prioritas :

I. Inkointinensia dan BPH

Konservatif

• Merubah pola hidup : mengatur waktu-waktu kencing

• Mengatur makanan/minuman.

• Memperkuat otot-otot dasar panggul (Kegel’s exercise)

• Latihan buli-bulià terutama overflow incontinence 2,5

Medikamentosa

Stres inkontinensia

• α1 adrenoceptor agonist, merangsang kontraksi bladder neck dan urethra

• Oestrogen, memperkuat otot urethra, sphincter dan otot dasar panggul ♀

• Serotonin

Urge inkontinensia

Antimuscarenic agent: - Menghambat kontraksi abnormal buli-buli

- Meningkatkan kapasitas buli-buli

Inkontinensia tipe overflow:

• Antagonis alfa

• Intervensi perilaku

Page 10: MODUL 3 Kelompok 5

- Bladder training. Terapi ini bertujuan memperpanjang interval berkemih yang

normal dengan tekhnik distraksi atau relaksasi sehingga frekuensi berkemih

hanya 6-7 kali per hari atau 3-4 jam sekali.

- Prompted voiding. Mengajari pasien mengenali kondisi inkontinensia mereka

serta dapat memberitahukan petugas bila ingin berkemih

• Kateter

Kateterisasi intermiten, yang dapat membantu mengatasi pasien dengan retensi

urin dan inkontinensia overflow akibat buli-buli yang tidak dapat berkontraksi den-

gan baik. 2,5

Pembedahan

• Bila konserfatif & medikamentousa gagal

• Tentukan tipe inkontinensia pasien tersebut

• Pada overflow (BPH) Lakukan pembedahan 2

II. Rematik

Penatalaksanaan rematik ditujukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya

inkotinensia tipe fungsional akibat keterbatasan pergerakan pasien dan inkontinensia tipe

overflow akibat penggunaan NSAIDs. Penggunaan NSAID dapat diteruskan dengan

memperhatikan dosis agar tidak menimbulkan gejala saluran cerna dan lebih

mengutamakan terapi konservatif seperti latihan ringan (aktif atau pasif) dengan terlebih

dahulu menggunakan kompres panas untuk menghilangkan nyeri. Aman digunakan

dengan alfa blocker. 2,5

III. Jantung dan Hipertensi

Untuk penyakit tersebut dapat digunakan alfa-blocker karena prostat juga

mempunyai reseptor alfa pada bagian muskularnya sehingga penggunaan obat ini dapat

menghilangkan gejala obstruksi maupun iritatif pada penderita. Obat ini juga efektif

untuk resistensi insulin dan dislipidemia serta tidak berinteraksi dengan NSAID sehingga

cocok diberikan bersama obat rematik. Selain itu faktor gizi juga perlu diperhatikan

misalnya kurangi makanan yang mengandung lemak jenuh misalnya gorengan dengan

menggantinya dengan lemak tak jenuh misalnya ikan, kemudian mengurangi konsumsi

garam yang dapat mencetuskan terjadinya hipertensi, serta konsumsi mikronutrien seperti

Page 11: MODUL 3 Kelompok 5

vitamin C. Dimana vitamin C selain sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal

bebas, vitamin C juga membantu meningkatkan absorbsi Fe sehingga dapat menurunkan

resiko terjadinya atherosklerosis.2,4,5

IV. Diabetes mellitus

Penyakit ini dapat disebabkan riwayat pengunaan obat. Sehingga dibutuhkan

penanganan seperti diet, olahraga, menghentikan kebiasaan buruk seperti merokok,

konsumsi alcohol, obat antidiabetik (glipizid, gliburid), serta memerlukan insulin bila

obat tidak berhasil. Tujuannya : mengontrol gula darah normal sehingga pasien tidak

masuk dalam keadaan hiperglikemik. Juga perlu di perhatikan efek obat yang nanti

diberikan karena bisa membuat hipoglikemik. 4,5

V. Stroke

Gejala yang ditimbulkan dari stroke seperti disebutkan sebelumnya berbeda-beda,

tergantung tempat lesinya. Jika dihubungakan dengan inkontinensi khususnya

inkontinensia overflow. Terjadinya inkontinensia tipe overflow, karena terjadi lesi

/kerusakan pada korteks serebri dan terputusnya lintasan impuls tersebut diatas, sehingga

ditandai dengan kebocoran / keluarnya urin dalam jumlah sedikit. Dan terus menerus

karena kapasitas buli-buli melebihi normal.5

VI. Demensia

Ada 3 pendekatan terapi :

1. Pendekatan psikososial. Misalnya, care giver à mengoptimalkan kemampuan yg

masih ada, memperbaiki kualitas hidup, mengurangi stress.

2. Terapi perilaku à psikoterapi + psikofarmaka :

• Depresi à antidepresan (SSRI, trazodon)

• Antiansietas (short acting benzodi-azepin mis. Lorazepam)

• Batasi penggunaan neuroleptik

3. Terapi terhadap demensia :

• Inhibitor kholinesterase: Donepezil dosis 5 mg – 10 mg/hr

• Neuroprotectan : Estrogen, antiinflamsi, antioksidan vit.E.2

Page 12: MODUL 3 Kelompok 5

Penatalaksanaan pada inkontinensia urine.

Telah dikenal beberapa modalitas terapi dalam penatalaksanaan pasien dengan

inkontinensia urin. Umumnya berupa tatalaksana non farmakolgis, farmakologis, maupun

pembedahan. 3

Terapi farmakologis umumnya memakai obat-obatan dengan efektivitas dan efek

samping berbeda. Strategi pengelolaan optimal amat bergantung pada pasien, tipe inkon-

tinensia, dan manfaat tiap intervensi, serta ketepatan identifikasi penyebab inkontinensia

urine. 2,3

Terapi yang sebaiknya pertama kali dipilih adalah terapi nonfarmakologis se-

belum menetapkan menggunakan terapi farmakologis atau terapi pembedahan.Teknik ini

hanya sedikit mengandung risiko pada pasien dan bermanfaat menurunkan frekuensi

inkontinensia urine. Terapi utama dalam kelompok terapi non farmakologis dikenal seba-

gai Behavioral Therapies, yaitu berbagai intervensi yang diajarkan kepada pasien untuk

memodifikasi perilaku kesehariannya terhadap kontrol kandung kemih. Di sini terma-

suk:3,4,5

o Pengaturan diet dan menghindari makanan/minuman yang mempengaruhi pola

berkemih (seperti cafein, alkohol).

o Program latihan berkemih yaitu latihan penguatan otot dasar panggul (pelvic floor ex-

ercise, latihan fungsi kandung kemih (blandder training) dan program katerisasi inter-

mitten.

o Latihan otot dasar panggul menggunakan biofeedback.

o Latihan otot dasar panggul menggunakan vaginal weight cone therapy. Selain behav-

ioral therapies, dikenal pula intervensi lain, yaitu dan pemanfaatan berbagai alat bantu

terapi inkontinensia.

Kombinasi antara terapi medikamentosa dan intervensi non farmakologis mem-

berikan hasil pemulihan inkontinensia lebih baik. Penyulit terapi non farmakologis adalah

perlunya kooperasi pasien untuk bekerjasama. Bila kerjasama tak terjalin, maka terapi tak

Page 13: MODUL 3 Kelompok 5

akan berhasil. Oleh karenanya, diperlukan kecermatan dan ketelatenan tenaga medis dan

paramedis untuk meyakinkan pasien dengan memberikan informasi yang benar dan men-

dampingi serta mengevaluasi secara teratur, sampai pemulihan maksimal tercapai.3,4,5

Latihan Otot Dasar Panggul ( Pelvic Floor Exercise )/ Kegel Exercise Latihan otot

dasar panggul yaitu latihan dalam bentuk seri untuk membangun kembali kekuatan otot

dasar panggul. Otot dasar panggul tak dapat dilihat dari luar, sehingga sulit untuk menilai

kontraksinya secara langsung. Oleh karena itu, latihannya perlu benar-benar dipelajari,

agar otot yang dilatih adalah otot yang tepat dan benar. Keberhasilan akan dicapai bila:

1. Pastikan bahwa pengertian pasien sama dengan yang anda maksud

2. Latihan dilakukan tepat pada otot dan cara yang benar

3. Lakukan secara teratur, beberapa kali per hari

4. Praktekkan secara langsung pada setiap saat dimana fungsi otot tersebut diperlukan

5. Latihan terus, tiada hari tanpa latihan Sebagian pasien, sulit mengerjakan latihan ini.

Mereka mengasosiasikan kontraksi otot dasar panggul sebagai gerakan mengejan

dengan konsentrasi pada otot dasar panggul. Hal ini salah, dan akan menimbulkan inkon-

tinensia lebih parah lagi. Ada lagi yang mengartikannya sebagai gerakan mendekatkan

kedua bokong, mengencangkan otot paha dan saling menekankan kedua lutut di sisi ten-

gah. Gerakan ini takkan menghasilkan penguatan otot dasar panggul, melainkan meng-

hasilkan bokong yang bagus dan paha yang kuat.3,4,5

Program Latihan Dasar Kontraksi otot dasar panggul dilakukan dengan:

a. Cepat : Kontraksi-relaks-kontraksi-relaks-dst

b. Lambat : Tahan kontraksi 3-4 detik, dengan hitungan kontraksi 2-3-4-relaks, istirahat-

2-3-4, kontraksi-2-3-4 relaks-istirahat-dst. Latihan seri gerakan cepat disusul dengan ger-

akan lambat dengan frekuensi sama banyak. Misalnya, 5 kali kontraksi cepat, 5 kali kon-

traksi lambat. Latihan ini pun dikerjakan pada berbagai posisi, yaitu sambil berbaring,

sambil duduk, sambil merangkak, berdiri, jongkok, dll. Harus dirasakan bahwa pada po-

sisi apapun otot yang berkontraksi adalah otot dasar panggul. Jangan harapkan keberhasi-

lan akan segera muncul, karena otot dasar panggul dan otot sfingter yang lemah, serta tak

biasa dilatih, cenderung cepat lelah. Bila keadaan letih (fatig) tercapai, maka inkontinen-

Page 14: MODUL 3 Kelompok 5

sia akan lebih sering terjadi. Oleh karena itu perlu dicari titik kelelahan pada setiap indi-

vidu. Caranya, dilakukan dengan “trial and error”. Lakukan kontraksi dengan frekuensi

tertentu cepat dan lambat, misalnya 4 kali atau 5 kali atau 6 kali dan tentukan frekuensi

sebelum mencapai titik lelah dan otot menjadi lemah. Yang terakhir ini dapat dites den-

gan melakukan digital vaginal self asessment (vaginal toucher) yaitu, memasukkan dua

jari tangan setelah dilumuri jelly, ke dalam vagina. Coba buka kedua jari arah antero-pos-

terior dan minta pasien melawan gerakan tersebut dengan mengkontraksikan otot dasar

panggul. Pada jari pemeriksaan akan terasa tekanan, ini berarti kekuatan otot positif,

sekaligus dinilai, kekuatan tersebut lemah, sedang, atau kuat.

Dapat diajarkan kepada pasien agar dia mampu melakukan sendiri digital vaginal self

asessment. Bila fasilitas memenuhi, kekuatan otot dasar panggul dapat diukur dengan su-

atu alat tertentu. Awali latihan dengan frekuensi latihan kecil, yaitu 3, 4 dan 5 kali kon-

traksi setiap seri. Frekuensi kontraksi ini disebut dosis kontraksi dasar. Lakukan pada do-

sis awal, 10 seri perhari, sehingga bila kontraksi dasar adalah 4 kali, maka perhari di-

lakukan kontraksi 4 cepat, 4 lambat, 10 kali = 80 kali kontraksi per hari. Ingat, tiada hari

tanpa latihan. Dosis kontraksi dasar ditingkatkan setiap minggu, dengan menambahkan

frekuensi kontraksi 1 atau 2, tergantung kemajuan. Lakukan semua dengan perlahan, tak

perlu cepat-cepat. Pada akhir minggu ke IV, sebaiknya telah dicapai 200 kontraksi per-

hari. Pada awalnya, latihan terasa berat, tetapi kemudian akan terbiasa dan terasa ringan.

Sebagai parameter keberhasilan, dapat dipakai:3,4,5

Page 15: MODUL 3 Kelompok 5

• Frekuensi miksi perhari

• Volume vaginal assessment

Bladder Training Adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung

kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik

(UMN atau LMN), dapat dilakukan dengan pemeriksaan refleks-refleks:

1. Refleks otomatik Refleks melalui saraf parasimpatis S2-3 dansimpatis T12-L1,2, yang

bergabung menjadi n.pelvikus. Tes untuk mengetahui refleks ini adalah tes air es (ice

water test). Test positif menunjukkan tipe UMN sedangkan bila negatif (arefleksia)

berarti tipe LMN.

2. Refleks somatic Refleks melalui n.pudendalis S2-4. Tesnya berupa tes sfingter ani ek-

sternus dan tes refleks bulbokarvernosus. Jika tes-tes tersebut positif berarti tipe

UMN, sedangkan bila negatif berarti LMN atau tipe UMN fase syok spinal Langkah-

langkah Bladder Training: 1. Tentukan dahulu tipe kandung kencing neurogeniknya

apakah UMN atau LMN 2. Rangsangan setiap waktu miksi

3. Kateterisasi:

a. Pemasangan indwelling catheter (IDC) = dauer catheter IDC dapat dipasang dengan

sistem kontinu ataupun penutupan berkala (clamping). Dengan pemakaian kateter

menetap ini, banyak terjadi infeksi atau sepsis. Karena itu kateterisasi untuk bladder

training adalah kateterisasi berkala. Bila dipilh IDC, maka yang dipilih adala penu-

tupan berkala oleh karena IDC yang kontinu tidak fisiologis dimana kandung kenc-

ing yang selalu kosong akan mengakibatkan kehilangan potensi sensasi miksi serta

terjadinya atrofi serta penurunan tonus otot

b. Kateterisasi berkala Keuntungan kateterisasi berkala antara lain:

• Mencegah terjadinya tekanan intravesikal yang tinggi/overdistensi yang mengak-

ibatkan aliran darah ke mukosa kandung kencing dipertahankan seoptimal

mungkin

Page 16: MODUL 3 Kelompok 5

• Kandung kencing dapat terisi dan dikosongkan secara berkala seakan-akan

berfungsi normal

• Bila dilakukan secara dini pada penderita cedera medula spinalis, maka penderita

dapat melewati masa syok spinal secara fisiologis sehingga feedback ke medula

spinalis tetap terpelihara

• Teknik yang mudah dan penderita tidak terganggu kegiatan sehari-harinya

Latihan Otot Dasar Panggul dengan Biofeedback. Biofeedback sering diman-

faatkan untuk membantu pasien mengenali ketepatan otot dasar panggul yang akan di-

latih. Caranya adalah dengan menempatkan vaginal perineometer dan dapat dimonitor

melalui suara atau tampak kontraksi otot di kaca monitor. Pada penelitian, dibuktikan

oleh Shepherd bahwa kombinasi latihan otot dasar panggul dengan biofeedback,

meningkatkan keberhasilan penatalaksanaan inkontinensia (91 persen) dibandingkan

kelompok kontrol tanpa biofeedback (55 persen). Penyempurnaan biofeedback saat ini,

dapat sekaligus memonitor kontraksi dan relaksasi otot dasar panggul dan otot abdomen.

Bahkan biofeedback dapat digunakan di rumah, untuk latihan pasien inkontinensia.3,5

Latihan Otot Dasar Panggul Menggunakan Vaginal Weight Cone Therapy Vagi-

nal weight cone therapy adalah alat pemberat dengan berat antara 20 gr – 70 gr yang di-

masukkan ke dalam vagina. Pasien diminta berdiri, berjalan normal, selama 15 menit dan

harus menegangkan otot dasar panggul agar beban tersebut tidak jatuh. Dimulai dengan

beban ringan dan kemudian ditingkatkan latihan dilakukan dua kali perhari. Latihan

dievaluasi dibandingkan dengan pemulihan inkontinensianya. Tentu saja pada saat men-

struasi, latihan ini jangan dilakukan. Electrical stimulation (ES) Terapi stimulasi listrik

untuk inkontinensia mulai diperkenalkan pada masa kini, terutama untuk multiple lower

urinary tract disorders. Stimulasi ditujukan kepada syaraf sacral otonomik atau syaraf so-

matik yang secara spesifik. Hasil terapi tergantung dari utuh tidaknya jaras syaraf antara

sacral cord dan otot dasar panggul. Secara umum manfaat ES cukup baik, namun masih

perlu penelitian lebih lanjut.3,4

Alat Bantu Terapi Inkontinensia Banyak alat yang dirancang untuk membantu

mengatasi inkontinensia, antara lain:

Page 17: MODUL 3 Kelompok 5

Urinary Control Pad

Continence Shield

Urethral Occlusion Insert

Bladder Neck Prothesis

Page 18: MODUL 3 Kelompok 5

Vaginal Pessaries

Penile Cuffs and Clamps

Terdapat terapi primer sesuai dengan tipe inkontinensianya.

TIPE INKONTINENTIA TERAPI PRIMER

Stress Latihan kegel

Agonis adrenergic a

Estrogen

Injeksi periuretral

Operasi bagian leher kandung kemih

Page 19: MODUL 3 Kelompok 5

Urgensi Relaksan kandung kemih

Estrogen

Bladder training

Luber(overflow) Operasi untuk menghilangkan sumbatan

Bladder retraining

Kateterisasi intermiten/menetap

Fungsional Intervensi behavioral

Manipulasi lingkungan

Pads

• Jelaskan permasalahan-permasalahan yang terjadi pada orang tua!

Jawab:

ANALISA MASALAH

• Seorang laki-laki dengan usia 79 tahun akan mengalami berbagai perubahan pada

tubuhnya baik secara anatomis maupun fisiologis. Perubahan yang terjadi di system

urogenitalia antara lain :

Page 20: MODUL 3 Kelompok 5

- Hipertrofi prostate yang dapat menyebabkan penurunan aliran urin.

- Instabilitas motorik m. detrusor yang dapat menyebabkan inkontinensia overflow.

• Buang air kecil sedikit-sedikit, berlangsung lama, rasa tidak puas setelak BAK, sejak 5

hari yang lalu. Kemungkinan pasien mengalami inkontinensia urine. Inkontinensia urine

aadalah keluarnya urin secara tidak disadari dalam jumlah dan frekuensi yang cukup

sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan social.

• Berjalan tidak stabil, lututnya sakit dan bengkak. Hal ini dapat menyebabkan pasien

mengalami kesulitan untuk mencapai kamar mandi, sehingga dapat menyebabkan

inkontinensia fungsional dengan syarat tidak terdapat kelainan di traktus urinarius

melainkan perubahan fisik ataupun kognitif.

• Sering lupa dan marah (demensia). Keadaan ini dapat mengakibatkan gangguan pada

susunan SSP yang kemudian akan mengakibatkan inkontinensia.

• Riwayat komsumsi obat-obatan kencing manis, Tekanan darah tinggi, jantung dan

rematik, 7 tahun terakhir. Dimana konsumsi obat-obatannya yang terlalu banyak yang

bisa saja fungsi kerjanya bersfat antagonis atau obat tersebut ada yang mengganggu

fungsi kerja dari obat yang lain.

• Stroke 3 tahun yang lalu. Pada kondisi tersebut kita dapat menganalisa bahwa telah terjadi

kerusakan pada susunan saraf penderita yang akan mengakibatkan terjadinya

inkontinensia urin.

HASIL ANALISA

1. Perubahan-perubahan fisiologis terkait proses menua pada saluran kemih bawah

1) Kandung kemih: perubahan morfologis

• Trabekulasi meningkat

• Fibrosis meningkat

• Saraf autonomy menurun

• Pembentukan diverticula

Perubahan fisiologis

• Kapasitas menurun

Page 21: MODUL 3 Kelompok 5

• Kemampuan menahan kencing menurun

• Kontraksi involunter meningkat

• Volume residu pasca berkemih meningkat

2) Uretra Perubahan morfologis

• Komponen seluler menurun

• Deposit kolagen meningkat

Perubahan fisiologis

• Tekanan penutupan menurun

• Tekanan akhiran keluar menurun

3) Prostat hyperplasia dan membesar

4) Dasar panggul Deposit kolagen meningkat

Rasio jaringan ikat-otot meningkat

Otot melemah

2. Inkontinensia yang diderita pada pasien diskenario

Dari banyaknya permasalahan yang terjadi pada pasien di scenario kami

mengambil 2 kemungkinan tipe inkontinensia yang terjadi yaitu inkontinensia kronik tipe

overflow dan inkontinensia kronik tipe fungsional.

Inkontinensia kronik tipe overflow diambil mengingat bahwa pasien pernah memiliki

riwayat strok. Sebagaimana ciri-ciri inkontinensia tipe overflow.

Inkontinensia overflow adalah Keluarnya urin dapat dikontrol pada keadaan vol-

ume urine di bul-buli melebihi kapasitasnya. Ditandai dengan retensi urin tetapi karena

buli-buli tidak mampu lagi mengosongkan isinya sehingga urin selalu menetes keluar.

Dan dapat disebabkan oleh:

- Biasa pada obstruksi parsial urethra à dekompensasi buli-buli misalnya à flaccid neu-

rogenic bladder

- Pembesaran prostat (BPH, Ca.Prostat)

- Hipotonia bladder :dysfungsi myoneural lokal

- Hipotonia bladder senilis, coma

- Menahan kencing sampai over relaksasi

Page 22: MODUL 3 Kelompok 5

Sedangkan untuk yang tipe fungsional diambil karena pasien diatas sudah masuk

dalam usia tua yaitu 79 tahun. Pada manusia usia tua banyak perubahan anatomis dan fi-

iologis yang terjadi. Hal ini yang dapat menyebabkan terjadinnya inkontinensia.

Inkontinensia tipe fungsional adalah Keluarnya urin secara dini sebelum sampai di

toilet sehingga urin keluar tanpa dapat ditahan. Hal ini diperlihatkan oleh keluarnya urin

sedikit-sedikit dan disertai adanya rasa tidak puas. Efek tidak puas yang ditimbulkannya

merupakan pertanda adanya urin sisa. Berdasarkan keluhan penyerta, riwayat minum obat

DM, hipertensi, jantung dan rematik, serta riwayat stroke maka dapat diberikan beberapa

kemungkinan penyakit yang menyebabkan pasien tersebut mengalami inkontinensia urin.

Faktor-faktor yang memudahkan inkontinensia pada usia lanjut. Dengan bertam-

bah tua terjadi perubahan anatomi dan fungsi saluran kemih dan dasar panggul.

a. Otot-otot dasar panggul melemah akibat :

- Kehamilan/partus berkali-kali

- Mengedan dan batuk khronis

b. Kontraksi-kontraksi/gerakan abnormal dari otot-otot dinding buli-buli (hyper reflexi)

kadang-kadang urine yang sedikit. Bisa karena :

- Infeksi à Sering pd wanita lansia

- Obstruksi parsiel pd à♂ gampang infeksi

c. Berkurangnya hormon estrogen pada ♀ lansia à kelemahan otot-otot panggul dan

urethra memudahkan infeksi

d. Pembesaran prostat pd ♂ lansia à urine sisa decompensasi otot-otot buli-buli à

inkontinensia overflow

Dalam keadaan seperti diatas à lebih gampang lagi inkontinensia bila timbul pd

lansia ini.

• Infeksi saluran kemih

• Diabetes melitus

• Kesadaran menurun

• Konsumsi minuman tertentu spt kopi, soft drink, teh manis sp alkohol

• Gangguan neurologis : stroke, gangguan motor neuron

3. Berjalan tidak stabil, lututnya sakit dan bengkak.

Page 23: MODUL 3 Kelompok 5

Hal ini dapat menyebabkan pasien mengalami kesulitan untuk mencapai kamar

mandi, sehingga dapat menyebabkan inkontinensia fungsional dengan syarat tidak terda-

pat kelainan di traktus urinarius melainkan perubahan fisik ataupun kognitif.

Kemudian lutut sering sakit dan bengkak hingga berjalan tidak stabil bisa juga

disebabkan karena pasien tersebut menderita rematik. Salah satu penyebab rematik yang

memiliki prevalensi lebih tinggi pada pasien usia lanjut adalah osteoarthritis. Diduga

pasien tersebut mengalami kesulitan berjalan akibat adanya osteofit yang menyebabkan

nyeri saat berjalan. Beberapa kemungkinan yang terjadi pada pasien tersebut yang

menyebabkan dia inkontinensia urin adalah:

- Keterbatasan untuk bergerak akibat rematik menyebabkan pasien tidak dapat

mencapai kamar mandi apabila didesak keinginan untuk berkemih sehingga terjadilah

inkontinensia urin tipe urge.

- Efek samping obat rematik, yaitu golongan NSAID. Obat ini merupakan agen anti

prostaglandin yang dapat menghambat kemampuan otot-otot detrussor untuk

berkontraksi dengan baik sehingga timbullah inkontinensia urin tipe overflow.

4. Demensia adalah sindrom klinis meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan

seseorang yang menyebabkan disfungsi dalam kehidupan sehari-hari.

Pada skenario didapatkan keluhan dari keluarganya bahwa pasien ini sering

marah-marah akhir-akhiri ini sejak 1 tahun terakhir dan sering lupa akan apa yang

telah dikerjakannya. Hal ini merupakan salah satu gejala dementia yang diderita oleh

pasien,dan keadaan dementia juga dapat memnyebabkan pasien mengalami inkonti-

nentia tipe Fungsional, yaitu inkontinensia terjadi akibat penurunan berat fungsi fisik

dan kognitif sehingga pasien tidak dapat mencapai toilet pada saat yang tepat.

Komplikasi yang dapat menyertai inkontinensia urin adalah keadaan depresi dan

mudah marah. Pada pasien ini, dengan melihat riwayat stroke maka kemungkinan un-

tuk mengalami demensia cukup tinggi. Manifestasi demensia ternyata tidak hanya

berhubungan dengan keadaan neurologik saja tetapi juga bisa mempengaruhi keadaan

psikologis pasien (BPSD-Behavioral and Psychological Symptoms of Dementia).

Gangguan pada susunan saraf pusat dapat mengakibatkan terjadinya inkontinensia

urin. Inkontinensia urin adaah antara keluhan pasien demensia tahap intermediate

atau tahap pertengahan. Inkontinensia urin ini dikategorikan inkontinensia tipe ur-

Page 24: MODUL 3 Kelompok 5

gensi. Gangguan patologik pada pusat koordinasi saraf simpatetik maupun parasim-

patetik diotak, batang otak dan pons yang disebabkan oleh lesi pasca stroke, degen-

erasi dan atrofi korteks serebri sendiri akan menggangu proses miksi yang normal.

Dalam skenario inkontinensia urin pada pasien lebih kepada patomekanisme yang

melibatkan gangguan neurology untuk proses miksi yang normal pada pasien geri-

atric. Seperti kita sedia maklum pada pasien usia lanjut 50% dari fungsi neuron diotak

akan berkurang kerana proses atrofi dan proses degeneratif. Inkontinensia ini juga

dikaitkan dengan riwayat stroke yang pernah dihidapi pasien 3 tahun yang lalu. (vas-

cular demensia). Demensia pada pasien ini masih pada tahap pertengahan karena

belum menunjukkan tanda-tanda gangguan memori berat dan immobilitas.

5. Stroke dapat mengganggu pengaturan rangsang dan instibilitas dari otot-otot detrusor

kandung kemih, yang dipersyaragi oleh saraf parasimpatis, yang ada diotak (medulla

spinalis), dimana manifestasinya ditandai dengan pengeluaran urin diluar pengaturan

berkemih yang normal, biasanya dalam jumlah banyak, karena ketidakmampuan me-

nunda berkemih, begitu sensasi penuhnya kandung kemih diterima oleh pusat yang

mengatur proses berkemih.

Gejala yang ditimbulkan dari stroke berbeda-beda, tergantung tempat lesinya. Jika

dihubungakan dengan inkontinensi khususnya inkontinensia overflow. Terjadinya

inkontinensia tipe overflow, karena terjadi lesi /kerusakan pada korteks serebri dan

terputusnya lintasan impuls tersebut diatas, sehingga ditandai dengan kebocoran /

keluarnya urin dalam jumlah sedikit. Dan terus menerus karena kapasitas buli-buli

melebihi normal..

Pengaruh stroke terhadap gangguan miksi pasien tergantung dari lokasi lesinya.

• Korteks serebri

- jika lesi pada bagian frontal korteks serebri, akan menimbulkan rasa keti-

dakpuasan pada saat miksi

- jika lesi pada bagian pre-sentral akan menyebabkan kesulitan pada awal miksi

- jika lesi pada bagian post-sentral akan menyebabkan kehilangan rasa/sensasi

penuh pada kandung kemih

• Batang otak

Page 25: MODUL 3 Kelompok 5

- Lesi UMN bilateral (pada traktus pyramidal) akan menyebabkan polimiksi dan

inkontinensia urin.

- Lesi LMN (lesi pada sacrum) akan menyebabkan aflaksid, atonik dari kandung

kemih, dimana terjadi pengeluaran miksi yang berlebihan (overflow) tanda

adanya tanda-tanda akan miksi.

BAB III

KESIMPULAN

Dari hasil diskusi didapatkan kesimpulan bahwa pasien pada skenario ada kemungkinan

menderita inkontinensia dengan dua tipe inkontensia yang berbeda. Dua tipe inkontinensia yang

paling mendekati adalah inkontinensia overflow dan inkontinensia fungsional.

Inkontinensia kronik tipe overflow diambil mengingat bahwa pasien pernah memiliki ri-

wayat strok. Sebagaimana ciri-ciri inkontinensia tipe overflow.

Inkontinensia overflow adalah Keluarnya urin dapat dikontrol pada keadaan vol-

ume urine di bul-buli melebihi kapasitasnya. Ditandai dengan retensi urin tetapi karena buli-buli

tidak mampu lagi mengosongkan isinya sehingga urin selalu menetes keluar. Dan dapat dise-

babkan oleh:

Sedangkan untuk yang tipe fungsional diambil karena pasien diatas sudah masuk dalam

usia tua yaitu 79 tahun. Pada manusia usia tua banyak perubahan anatomis dan fiiologis yang ter-

jadi. Hal ini yang dapat menyebabkan terjadinnya inkontinensia.

Inkontinensia tipe fungsional adalah Keluarnya urin secara dini sebelum sampai di toilet

sehingga urin keluar tanpa dapat ditahan. Hal ini diperlihatkan oleh keluarnya urin sedikit-sedikit

dan disertai adanya rasa tidak puas. Efek tidak puas yang ditimbulkannya merupakan pertanda

adanya urin sisa. Berdasarkan keluhan penyerta, riwayat minum obat DM, hipertensi, jantung

dan rematik, serta riwayat stroke maka dapat diberikan beberapa kemungkinan penyakit yang

menyebabkan pasien tersebut mengalami inkontinensia urin.

Page 26: MODUL 3 Kelompok 5

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood, Lauralee. 2009. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC.

2. Bahan Kuliah Sistem Geriatri (Prof. dr. Achmad M. Palinrungi, Sp. B, Sp. U).

3. Darmojo, Boedhy. 2010. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi 4.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

4. Purnomo , basuki. Dasar – dasar urologi. Malang: CV. Sagung Seto Jakarta.

5. Sudoyo, Aru. Dkk. 2009. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UI Jilid 1. Jakarta: inter-

nalPublishing

6. Setiabudy, Rianto. 2011. Buku Farmakologi FKUI Edisi 5. Jakarta: FKUI.