KECAP_RAPHAEL ELHAN ARGASAE_12.70.0158_F1

19
FERMENTASI KECAP LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama : Raphael Elhan Argasae NIM : 12.70.0158 Kelompok : F1

description

Kecap merupakan jenis makanan cair dari hasil fermentasi kedelai

Transcript of KECAP_RAPHAEL ELHAN ARGASAE_12.70.0158_F1

Page 1: KECAP_RAPHAEL ELHAN ARGASAE_12.70.0158_F1

FERMENTASI KECAP

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:

Nama : Raphael Elhan Argasae

NIM : 12.70.0158

Kelompok : F1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Page 2: KECAP_RAPHAEL ELHAN ARGASAE_12.70.0158_F1

1. HASIL PENGAMATAN

Berikut ini hasil pengamatan sensori kecap dari proses fermentasi kedelai hitam dan putih

dengan parameter aroma, warna, rasa, dan kekentalan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Sensori Kecap

Kel. Bahan dan Perlakuan Aroma Warna Rasa Kekentalan

F1 Kedelai Hitam 0,5% Inokulum + ++ +++ ++

F2 Kedelai Putih 0,75% Inokulum ++ ++ ++ +++

F3 Kedelai Hitam 0,75% Inokulum +++ +++ +++ +++

F4 Kedelai Putih 1% Inokulum +++ +++ +++ ++

F5 Kedelai Hitam 1% Inokulum +++ ++ +++ +++

Keterangan:Aroma:+= kurang kuat++= kuat+++= sangat kuat

Warna:+= kurang hitam++= hitam+++= sangat hitam

Kekentalan:+= kurang kental++= kental+++= sangat kental

Rasa:+= kurang kuat++= kuat+++= sangat kuat

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa yang memiliki skor sensori dengan parameter aroma,

warna, rasa, dan kekentalan paling tinggi adalah kecap kedelai hitam dengan penambahan

inokulum 0,75%. Sedangkan yang memiliki skor sensori paling rendah adalah kecap

kedelai hitam dengan penambahan inokulum 0,5%.

1

Page 3: KECAP_RAPHAEL ELHAN ARGASAE_12.70.0158_F1

2. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini dilakukan pembuatan kecap manis melalui proses fermentasi kedelai

hitam dan putih. Kecap merupakan jenis makanan cair dari hasil fermentasi kedelai.

Walaupun bahan baku pembuatan kecap adalah kedelia hitam, tetapi tidak menutup

kemungkinan kecap dibuat dari kedelai putih. Menurut Judoamidjojo et al., (1985),

penggunaan kedelai sebagai bahan dasar pembuatan kecap manis ini memiliki nilai nutrisi

yang cukup tinggi khususnya kandungan protein yang mencapai 34,9% dan karbohidrat

yang mencapai 34,8%. Kandungan asam-asam amino bebas (aspartat, treonin, prolin, serin,

alanin, valin, glisin, leusin, isoleusin, fenilalanin, tirosin, dan lisin) dalam kecap manis bisa

mencapai sekitar 0,01 – 0,08 gram/100 gram kecap manis. Kecap bisa dibuat melalui 3

cara, yaitu fermentasi, hidrolisis asam, dan kombinasi fermentasi dan hidrolisis asam.

Kecap yang dibuat dengan cara fermentasi biasanya mempunyai cita rasa dan aroma yang

lebih disukai konsumen. Pada dasarnya pembuatan kecap dengan cara fermentasi berkaitan

dengan penguraian protein menjadi asam amino, lemak menjadi asam lemak, dan

karbohidrat menjadi monosakarida (Koswara, 1997). Pada praktikum kali ini digunakan 2

jenis kedelai yaitu kedelai hitam dan kedelai putih. Pada pembuatan kecap ini diberikan 3

konsentrasi inokulum ketika proses fermentasi padat yaitu 0,5%, 0,75% dan 1%, dan

penambahan 3 jenis rempah yang digunakan sebagai bumbu untuk pemasakan yaitu

cengkeh, sereh, dan pala. Uji yang dilakukan pada kecap adalah uji sensoris yang

menggunakan paramater aroma, rasa, warna, dan kekentalan. Menurut Muangthai (2009),

rasa, warna, kekentalan, dan aroma pada kecap dipengaruhi oleh jenis dan kondisi kedelai

yang digunakan sebagai bahan baku.

2.1. Pembuatan Kecap Manis

Pada pembuatan kecap diawali dengan perendaman selama semalam untuk melunakkan

kedelai dan memudahkan melepas kulit arinya. Kemudian dilanjutkan dengan proses

fermentasi padat yaitu koji seperti pernyataan dari Rahayu (1993), bahwa proses fermentasi

kecap terdiri dari 2 tahap, yaitu fermentasi padat (fermentasi koji/tempe) dan fermentasi

cair (fermentasi moromi). Kapang yang digunakan dalam fermentasi padat, adalah

2

Page 4: KECAP_RAPHAEL ELHAN ARGASAE_12.70.0158_F1

3

Aspergillus sp. dan Rhizopus sp. Selanjutnya, koji/tempe dikeringkan, kemudian direndam

dalam air garam. Perendaman garam ini merupakan proses fermentasi cair yaitu moromi.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Rahayu (1985) bahwa proses perendaman

koji/tempe dalam air garam disebut fermentasi moromi. Mikroba yang berperan dalam

fermentasi moromi, adalah mikroba tahan garam seperti Hansenula sp.,

Zygosaccharomeces sp., dan Lactobacillus sp. Proses fermentasi kecap ini harus higienis

agar tidak terjadi kontaminasi yang didukung oleh pernyataan dari Sumague et al (2008)

bahwa kontaminasi terjadi karena proses yang dilakukan kurang higienis yang dapat

memicu tumbuhnya bakteri dari kelompok Bacillaceae. Kelompok bakteri ini bisa

mengontaminasi pada tahap fermentasi koji maupun moromi, karena bakteri dari kelompok

tersebut bersifat halofilik (tahan pada kondisi konsentrasi garam tinggi).

Gambar 1. Perebusan Kedelai

Pada praktikum kali ini pembuatan kecap diawali dengan perebusan kedelai yang sudah

direndam semalam. Kemudian kedelai ditiriskan dan dikeringkan denga cara diangin-

anginkan dan dilap menggunakan tissu. Setelah kering, kedelai dimasukan kedalam wadah

yang sudah dialasi dengan daun pisang. Kemudian kedelai yang sudah ditata didalam

wadah diberi tambahan inokulum (Aspergillus sp.) sesuai dengan yang sudah ditentukan

tiap kelompoknya, 0,5% untuk kelompok F1, 0,75% untuk kelompok F2 dan F3, dan 1%

untuk kelompok F4 dan F5. Fermentasi padat ini membutuhkan waktu selama 3 hari pada

suhu ruang. Hasil fermentasi padat disebut koji/tempe.

Page 5: KECAP_RAPHAEL ELHAN ARGASAE_12.70.0158_F1

4

Gambar 2. Penambahan Inokulum

Kedelai yang sudah diinkubasi dengan inokulum selama 3 hari pada suhu ruang menjadikan

kedelai ditumbuhi jamur dan terjadi akumulasi beberapa enzim termasuk proteinase dan

amilase. Hal tersebut telah sesuai dengan pernyataan Su et al., (2005) dimana cita rasa

kecap ditentukan pada proses pemecahan komponen gizi oleh enzim-enzim yang terbentuk

dan dihasilkan selama proses fermentasi oleh kapang. Pada proses fermentasi padat ini

kondisi lingkungan harus benar- benar diperhartikan agar tidak terjadi kontaminasi seperti

pernyataan dari Kasmidjo (1990), jika kadar air yang terlalu tinggi maka akan tumbuh

kontaminan seperti Mucor sp dan bebrapa jenis bakteri proteolitik lainnya, namun

sebaliknya mikroorganisme yang diharapkan tumbuh akan tidak dapat tumbuh jika kadar

air terlalu rendah (kering).

Selanjutnya, koji/tempe dipotong kecil-kecil dan dikeringkan dengan dehumidifier selama 2

jam. Pengeringan ini dilakukan agar mematikan kapang hasil proses pembuatan koji yang

masih melekat pada substrat yang akan digunakan untuk proses pembuatan kecap (Tortora

et al., 1995)

Gambar 3. Pengeringan Koji

Page 6: KECAP_RAPHAEL ELHAN ARGASAE_12.70.0158_F1

5

Setelah koji kering, kemudian koji direndam dalam air garam 20% selama 1 minggu di

dalam wadah, proses inilah yang dinamakan fermentasi moromi. Selama seminggu tersebut

setiap harinya kedelai harus diaduk dan dijemur di bawah sinar matahari minimal 2 jam.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahayu (1985), bahwa setelah koji/tempe dikeringkan,

kemudian direndam dalam air garam 20-30%. Proses perendaman koji/tempe dalam air

garam disebut fermentasi moromi. Mikroba yang berperan dalam fermentasi moromi,

adalah mikroba tahan garam seperti Hansenula sp., Zygosaccharomeces sp., dan

Lactobacillus sp.. Menurut Wu et al (2010), pengkondisian temperature ketikan fermentasi

moromi pada 45oC akan menghasilkan kecap yang lebih hitam dan kandungan etanol yang

lebih rendah bila dibandingkan dengan fermentasi moromi pada suhu ruang.

Gambar 4. Fermentasi Moromi

Setelah mengalami fermentasi moromi selama 1 minggu, kemudian cairan yang ada dalam

wadah disaring dan kedalai juga dipres agar mendapatkan cairan yang maksimal. Cairan

hasil fermentasi moromi disebut moromi. Cairan ini yang selanjutnya akan digunakan

untuk proses pemasakan kecap. Moromi diambil sebanyak 250 ml kemudian ditambahkan

750 ml air, kemudian ditambahkan 1 kg gula jawa, 20 gr kayu manis, 3 gr ketumbar, 1

jentik laos yag sudah digeprek, 1 biji bunga pekak, dan 1 gr rempah-rempah yaitu cengkeh

untuk kelompok F1 dan F2, 1 buah sereh untuk kelompok F3 dan F4 serta 1 buah pala yang

sudah diparut untuk kelompok F5.

Page 7: KECAP_RAPHAEL ELHAN ARGASAE_12.70.0158_F1

6

Gambar 5. Proses Pemasakan Moromi Menjadi Kecap

Penambahan gula Jawa pada pembuatan kecap manis, selain untuk mendapatkan rasa manis

yang tepat dan juga bertujuan untuk memberikan kekentalan atau viskositas yang cukup

tinggi serta untuk memberikan warna coklat karamel yang sesuai dengan selera ( Kasmidjo,

1990). Sedangkan penambahan garam bertujuan untuk pembentuk rasa gurih serta

menghasilkan cita rasa yang khas dan berfungsi sebagai pengawet.

2.2. Pengujian Sensoris

Setelah melewati peoses pemasakan hingga kental, kecap didinginkan untuk selanjutnya

disaring dan ditempatkan dalam wadah yang digunakan untuk uji sensoris. Uji sensoris ini

menggunakan parameter rasa, warna, kekntalan, dan aroma. Sampel dapat dilihat pada

Gambar 6.

Gambar 6. Kecap Untuk Uji Sensoris

Page 8: KECAP_RAPHAEL ELHAN ARGASAE_12.70.0158_F1

7

Dari uji sensoris yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa kecap yang memiliki aroma

sangat kuat ada pada kelompok F3, F4, dan F5, kemudian diikuti oleh kelompok F2 yang

memiliki aroma kuat, dan kelompok F1 yang memiliki aroma kurang kuat. Aroma yang

ditimbulkan merupakan hasil dari rempah-rempah yang ditambahkan. Hasil tersebut sesuai

dengan pernyataan dari Astawan & Astawan (1991), bahwa aroma yang sangat kuat berasal

dari jenis bumbu yang ditambahkan yang berperan dalam menimbulkan bau dan cita rasa

yang spesifik pada kecap Di samping itu, aroma tersebut timbul karena adanya reaksi

kimiawi yang terjadi selama pemanasan hingga dihasilkan komponen-komponen nirogen

seperti kadaverin, putresin, arginin, histidin dan amonia. Komponen-komponen tersebutlah

yang bila membentuk senyawa garam dengan asam glutamat akan menyebabkan flavor

yang enak. Yanfang & Tao (2009) menambahakan bahwa flavor merupakan aspek yang

paling penting untuk kecap, yang akan menentukan penerimaan konsumen terhadap produk

kecap tersebut. Dari segi rasa hasil yang didapat sama seperti rasa, namun pada kelompok

F1 didapatkan hasil sensori rasa sangat kuat. Hal tersebut terkait dengan lamanya proses

pemasakan kecap seperti pernyataan dari Amalia (2008) bahwa perbedaan waktu serta suhu

pada saaat memasak mempengaruhi rasa dari kecap. Jika waktu pemasakan yang digunakan

sudah tepat dan suhu yang tidak terlalu tinggi akan menghasilkan kecap dengan cita rasa

sedap.

Berdasarkan parameter warna didapatkan hasil sensoris bahwa kecap kelompok F1, F2, dan

F5 berwarna hitam sedangkan kecap kelompok F3 dan F4 berwarna sangat hitam. Warna

hitam terbentuk karena adanya penambahan gula jawa dalam pemasakan kecap hal tersebut

didukung oleh pernyataan dari Kasmidjo (1990) warna coklat pada kecap terbentuk karena

timbulnya reaksi antar asam-asam amino dengan gula pereduksi, yang disebut dengan

reaksi pencoklatan atau browning. Pengaruh penambahan gula dalam pembuatan kecap ini

yaitu dapat meningkatkan warna dan viskositas kecap manis yang dihasilkan. Berdasarkan

teori Peppler & Perlman (1979), semakin tinggi kandungan gula yang ditambahkan, maka

warna kecap juga semakin hitam. Yang terakhir adalah dari segi kekentalan. Berdasarkan

uji sensoris didapatkan hasil bahwa pada kelompok F2, F3, dan F5 memiliki tingkat

kekentalan yang sangat kental, sedangkan pada kelompok F1 dan F4 memiliki tingkat

Page 9: KECAP_RAPHAEL ELHAN ARGASAE_12.70.0158_F1

8

kekental hanya kental. Menurut Kasmidjo (1990) kekentalan ditentukan oleh banyaknya

gula jawa yang ditambahkan, karena fungsi penambahan gula jawa yaitu sebagai peningkat

viskositas. Namun jumlah gula jawa yang ditambahkan pada setiap kelompok adalah sama

yaitu 1kg, maka diasumsikan bahwa perbedaan diakibatkan dari proses pemasakan yang

memiliki suhu dan waktu yang berbeda-beda tiap kelompoknya.

Page 10: KECAP_RAPHAEL ELHAN ARGASAE_12.70.0158_F1

3. KESIMPULAN

Fermentasi kecap terdiri dari 2 tahap yaitu fermentasi padat atau koji dan fermentasi

cair atau moromi.

Fermentasi koji dilakukan inkubasi menggunakan kapang Aspergillus sp. selama 3

hari.

Fermentasi moromi dilakukan perendaman pada larutan garam selama 1 minggu atau 7

hari.

Hasil uji sensoris yang meliputi aroma, rasa, warna, dan kekentalan dipengaruhi oleh

bahan tambahan seperti gula jawa dan rempah-rempah serta waktu dan suhu pada

proses pemasakan.

Semarang, 3 Juli 2015 Asisten dosen :

- Abigail Sharon

- Frisca Melia

Raphael Elhan Argasae

12.70.0158

9

Page 11: KECAP_RAPHAEL ELHAN ARGASAE_12.70.0158_F1

4. DAFTAR PUSTAKA

Amalia, T. 2008. Pengaruh Karakteristik Gula Merah dan Proses Pemasakan Terhadap Mutu Organoleptik Kecap Manis. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Astawan, M. dan M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Judoamidjojo.M., A.A. Darwis, dan E.G. Said, (1985). Teknologi Fermentasi. Rajawali-Press, Jakarta.

Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe : mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Koswara, S., 1997, Mengenal makanan tradisional: hasil olahan kedelai, Buletin Teknologi dan Industri Pangan 8(2):75-76.

Muangthai, P.; Upajak, P.; Suwunna, P.; and PatumpaiW.(2009). Development of Healthy Soy sauce from Pigeon Pea and Soybean.Asian Journal of Food and Agro-Industry. Vol.2, No.03:pp.291-301.Peppler, H.J. and Perlman, D. 1979. Microbial Technology. Fermentation Technology. Academic Press. San Fransisco.

Rahayu, E.; Indrati R.; Utami, T.; Harmayani E.; dan Cahyanto M. N. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi Food & Nutrition. Collection. PAU Pangan & Gizi. Yogyakarta.

Su, N. W.; Wang, M. L.; Kwok, K. F.; and Lee M. H. (2005). Effects of Temperature and Sodium Chloride Concentration on the Activities of Proteases and Amylases in Soy Sauce Koji. Journal of Agricultural and Food Chemistry, Vol.53:pp.1521-1525

Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

Sumague,M. J. V.;Mabesa, R. C.;Dizon, E. O.;Carpio, E. V.; andRoxas, N. P. (2008). Predisposing Factors Contributing to Spoilage of Soy Sauce by Bacillus circulans.Philippine Journal of Science Vol. 137, No. (2):pp.105-114.

10

Page 12: KECAP_RAPHAEL ELHAN ARGASAE_12.70.0158_F1

11

Wu, T. Y.; Kan, M. S.; Siow, L. F.; and Palniandy, L. K. (2010). Effect of Temperature on Moromi Fermentation of Soy Sauce with Intermittent Aeration. African Journal of Biotechnology Vol. 9, No. 5:pp.702-706.

Yanfang, Z.and Wenyi, T. (2009). Flavor and Taste Compounds Analysis in Chinese Solid Fermented Soy Sauce. African Journal of Biotechnology Vol.8, No. 4:pp.673, 681

Page 13: KECAP_RAPHAEL ELHAN ARGASAE_12.70.0158_F1

5. LAMPIRAN

5.1. Jurnal

5.2. Laporan Sementara

12