Keanekaragaman Hayati di Prov Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

12
KEANEKARAGAMAN HAYATI DI PROVINSI LAMPUNG Oleh : Indra Gumay Yudha, M.Si (Staf Pengajar PS Budidaya Perairan, FP Univ. Lampung) Email: [email protected] Propinsi Lampung dengan luas daratan 3,5 juta ha memiliki 1,237 juta ha kawasan hutan dan yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi seluas 422.500 ha (12,8%). Selain kawasan konservasi hutan, Lampung memiliki kawasan konservasi laut, kepulauan, dan beberapa lokasi yang diusulkan sebagai taman buru, suaka marga satwa, dan cagar alam rawa air tawar sebagai habitat berbagai jenis burung air. Berdasarkan letaknya, kawasan-kawasan konservasi tersebut, sebagian arealnya meliputi wilayah pesisir dan berbatasan langsung dengan laut seperti, Taman Nasional dan Cagar Alam Laut Bukit Barisan Selatan di Pantai Barat dan TN Way Kambas di Pantai Tirnur. Di Selat Sunda terdapat Cagar Alam Laut Gugus Kepulauan Krakatau. 1. STATUS 1.1 Fauna Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Lampung (2006), jumlah satwa yang dilindungi menurut Undang-Undang pada tahun 2005 yang meliputi Unit Kerja BKSDA II, BTN BBS, BTN Way Kambas dan UPTD Tahura seluruhnya berjumlah 176 ekor seperti yang tertera pada Tabel 1. Fauna/satwa liar yang terdapat di kawasan hutan di Provinsi Lampung tersebar di berbagai habitat yang merupakan wilayah TN Way Kambas, TNBBS, hutan lindung di Lampung Utara, Lampung Barat, Lampung Selatan, dan Tanggamus, hutan pantai, hutan rawa serta di perairan laut. Menurut Wiryawan dkk (2002) jenis-jenis fauna yang terdapat di kawasan konservasi di Provinsi Lampung meliputi berbagai mamalia, aves, reptilia, amfibi dan reptilia seperti yang tertera pada Tabel 2. Tabel 1. Jumlah satwa yang dilindungi undang-undang menurut unit kerja 2005 (ekor) Jenis Satwa yang Dilindungi No. Unit Kerja Mamalia Aves Reptilia Amfibia Pisces Incasia Moluska Crustacea 1 BKSDA II 34 34 5 - 2 1 7 2 2 BTN BBS 21 20 5 - - - - - 3 BTN Way Kambas 20 25 2 - - 1 - - 4 UPTD Tahura - - - - - - - - Jumlah 75 79 12 - 2 2 7 2 Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Lampung (2006) STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI LAMPUNG 2008 1

description

Keanekaragaman hayati di wilayah Lampung yang meliputi flora dan fauna, serta upaya-upaya yang dilakukan untuk tetap menjaga jenis-jenis yang terancam punah

Transcript of Keanekaragaman Hayati di Prov Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

Page 1: Keanekaragaman Hayati di Prov Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

KEANEKARAGAMAN HAYATI DI PROVINSI LAMPUNG

Oleh : Indra Gumay Yudha, M.Si

(Staf Pengajar PS Budidaya Perairan, FP Univ. Lampung) Email: [email protected]

Propinsi Lampung dengan luas daratan 3,5 juta ha memiliki 1,237 juta ha kawasan hutan dan

yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi seluas 422.500 ha (12,8%). Selain kawasan

konservasi hutan, Lampung memiliki kawasan konservasi laut, kepulauan, dan beberapa lokasi

yang diusulkan sebagai taman buru, suaka marga satwa, dan cagar alam rawa air tawar

sebagai habitat berbagai jenis burung air.

Berdasarkan letaknya, kawasan-kawasan konservasi tersebut, sebagian arealnya meliputi

wilayah pesisir dan berbatasan langsung dengan laut seperti, Taman Nasional dan Cagar Alam

Laut Bukit Barisan Selatan di Pantai Barat dan TN Way Kambas di Pantai Tirnur. Di Selat

Sunda terdapat Cagar Alam Laut Gugus Kepulauan Krakatau.

1. STATUS

1.1 Fauna

Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Lampung (2006), jumlah satwa yang dilindungi

menurut Undang-Undang pada tahun 2005 yang meliputi Unit Kerja BKSDA II, BTN BBS, BTN

Way Kambas dan UPTD Tahura seluruhnya berjumlah 176 ekor seperti yang tertera pada Tabel

1. Fauna/satwa liar yang terdapat di kawasan hutan di Provinsi Lampung tersebar di berbagai

habitat yang merupakan wilayah TN Way Kambas, TNBBS, hutan lindung di Lampung Utara,

Lampung Barat, Lampung Selatan, dan Tanggamus, hutan pantai, hutan rawa serta di perairan

laut. Menurut Wiryawan dkk (2002) jenis-jenis fauna yang terdapat di kawasan konservasi di

Provinsi Lampung meliputi berbagai mamalia, aves, reptilia, amfibi dan reptilia seperti yang

tertera pada Tabel 2.

Tabel 1. Jumlah satwa yang dilindungi undang-undang menurut unit kerja 2005 (ekor) Jenis Satwa yang Dilindungi No. Unit

Kerja Mamalia Aves Reptilia Amfibia Pisces Incasia Moluska Crustacea 1 BKSDA II 34 34 5 - 2 1 7 2 2 BTN BBS 21 20 5 - - - - - 3 BTN Way

Kambas 20 25 2 - - 1 - -

4 UPTD Tahura

- - - - - - - -

Jumlah 75 79 12 - 2 2 7 2 Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Lampung (2006)

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI LAMPUNG 2008

1

Page 2: Keanekaragaman Hayati di Prov Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

Tabel 2. Jenis-Jenis fauna/satwa liar yang dilindungi UU dalam kawasan hutan di Provinsi Lampung

Sumber : Wiryawan dkk (2002)

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI LAMPUNG 2008

2

Page 3: Keanekaragaman Hayati di Prov Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

Jenis-jenis ikan air tawar yang terdapat di sekitar perairan umum di Provinsi Lampung telah

diteliti oleh Noor dkk (1994). Jenis-jenis tersebut diantaranya ada terancam punah

(endangered), seperti ikan arwana, pari himantura, dan ketutung. Ada pula yang termasuk

dalam IUCN Red List, seperti ikan gejubang atau lebih dikenal dengan nama botia. Ikan-ikan

tersebut sebagian besar hidup di perairan umum, baik di sungai ataupun rawa-rawa air tawar

yang banyak terdapat di Kabupaten Tulang Bawang.

Tabel 3. Jenis-jenis ikan air tawar lokal di Provinsi Lampung

Sumber : Noor dkk (1994) Keterangan : --- tidak termasuk IUCN Red List

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI LAMPUNG 2008

3

Page 4: Keanekaragaman Hayati di Prov Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI LAMPUNG 2008

4

Gambar 1. Beberapa jenis ikan air tawar lokal di Provinsi Lampung

Page 5: Keanekaragaman Hayati di Prov Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Lampung (2006)

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI LAMPUNG 2008

5

Tabel 4. Beberapa contoh flora di kawasan hutan di Provinsi Lampung

Page 6: Keanekaragaman Hayati di Prov Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

1.2 Flora

Vegerasi yang terdapat di kawasan hutan di Provinsi Lampung cukup banyak jenisnya, baik di

kawasan taman nasional, wisata, hutan lindung maupun hutan produksi. Berdasarkan data

Dinas Kehutanan Provinsi Lampung (2006) diketahui bahwa setidaknya terdapat ratusan jenis

tumbuhan, mulai dari pohon, liana, vegetasi bawah, dan lain-lain. Beberapa contoh vegetasi

yang ada disajikan pada Tabel 4.

2. TEKANAN

Selama ini, komponen keanekaragaman hayati telah dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan

manusia, namun pemanfaatan yang tidak bijaksana akan menyebabkan kerusakan habitat,

kehilangan atau punahnya spesies, dan erosi keanekaragaman genetik. Kemerosotan

keanekaragaman hayati dapat diakibatkan antara lain oleh konversi lahan, invasi spesies asing,

dan perubahan iklim dan atmosfer.

Seperti halnya daerah lain di Indonesia, laju kepunahan flora dan fauna di Provinsi Lampung

lebih banyak disebabkan oleh aktivitas manusia. Kebakaran hutan, pembukaan lahan, illegal

logging, perburuan satwa liar, alih fungsi lahan, dan lain-lain, telah menyebabkan laju

kepunahan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi di Indonesia. Menurut BKSDA Lampung,

kerusakan hutan baik hutan lindung maupun produksi saat ini telah mencapai sekitar 60 persen

dari luas lahan yang ada, yakni 1,237 juta ha. Kerusakan hutan disebabkan illegal logging dan

kebakaran hutan. Dengan demikian upaya penanggulangan kepunahan keanekaragaman

hayati sangat erat kaitannya dengan program-program pencegahan kebakaran hutan, alih fungsi

lahan, illegal logging, dan lain-lain.

Di wilayah perairan umum, keanekaragaman jenis-jenis ikan lokal semakin menurun. Selain

akibat penangkapan yang berlebihan (over exploitted), juga karena penangkapan ikan yang

tidak ramah lingkungan, seperti penangkapan ikan dengan mengunakan racun ataupun arus

listrik. Habitat ikan-ikan lokal juga semakin berkurang karena direklamasi untuk pemukiman dan

perkebunan. Hal ini terjadi di beberapa rawa air tawar di Kabupaten Tulang Bawang.

Penurunan keanekaragaman jenis ikan-ikan lokal diduga juga diakibatan adanya kegiatan

stocking (penebaran ikan) baik yang dilakukan masyarakat, industri maupun pemerintah daerah.

Seringkali penebaran benih ikan tidak disertai kajian mendalam tentang status ekobiologi

perairan tersebut dan kaidah-kaidah dalam kegiatan stocking, sehingga jenis-jenis ikan yang

berpotensi sebagai invasive allien species, seperti ikan nila dan bawal air tawar (red paccu),

dapat masuk ke perairan umum.

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI LAMPUNG 2008

6

Page 7: Keanekaragaman Hayati di Prov Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

Masuknya invasive alien spesies, seperti ikan nila ataupun ikan bawal air tawar (red paccu),

dapat menyebabkan hilangnya spesies asli, dan selanjutnya menurunnya keanekaragaman ikan

yang ada. Pemasukan (introduksi) jenis ikan baru ke dalam suatu perairan umum dapat

merubah struktur populasi ikan yang ada dan dapat menimbulkan persaingan dalam hal pakan

dan daerah pemijahan serta mungkin dapat pula menggoyahkan stabilitas, sehingga daya

tangkal secara alami terhadap suatu perubahan akan terganggu dan populasi ikan di daerah

tersebut mudah terserang penyakit. Ikan yang diintroduksi juga dapat berperan sebagai vektor

atau pembawa penyakit. Oleh karena itu, usaha introduksi suatu jenis ikan baru ke dalam suatu

perairan yang tadinya tidak terdapat ikan tersebut harus direncanakan dan dikaji secara

mendalam agar penambahan unsur baru ke dalam stok ikan yang sudah kompleks dan sukses

tidak menyebabkan keseimbangan yang ada terganggu.

Gambar 2. Ikan bawal air tawar dan nila yang berpotensi sebagai invasive alien spesies

banyak tertangkap di perairan umum di Tulang Bawang.

3. RESPON

Untuk meningkatkan pengamanan terhadap satwa-satwa yang dilindungi, pihak Polhut BKSDA

bekerja sama dengan Dinas Kehutanan kabupaten/kota meningkatkan patroli. Peningkatan

patroli dilakukan untuk mengantisipasi maraknya penyelundupan dan perburuan satwa langka.

Terkait maraknya penyelundupan satwa dengan menggunakan bus AKAP, BKSDA Provinsi

Lampung melakukan pendekatan dan himbauan kepada para pimpinan PO bus AKAP agar

melengkapi surat angkut dari BKSDA setempat dan surat keterangan kesehatan dari kantor

karantina hewan. Selain itu, identitas pengirim dan alamat tujuan harus dicantumkan dengan

jelas.

Untuk mengurangi kepunahan satwa liar dari perburuan yang banyak dilakukan oleh masyarakat

yang tinggal di sekitar kawasan TNBBS, Tim Sosialisasi Undang-undang (UU) tentang

Kehutanan secara intensif melakukan penyuluhan dan pembinaan kepada masyarakat. Tim ini

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI LAMPUNG 2008

7

Page 8: Keanekaragaman Hayati di Prov Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

menyampaikan sejumlah materi UU tentang Kehutanan, seperti UU No. 5 Tahun 1999 tentang

Konservasi Alam Hayati dan Ekositemnya, UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan,

Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 tentang Fungsi Hutan, PP No. 7 Tahun 1999, serta sejumlah

peraturan perundang-undangan lainnya. Selain penyampaian beragam aturan tentang

kehutanan, juga disosialisasikan fungsi TNBBS. Seperti, pentingnya menjaga TNBBS agar

tetap lestari karena TNBBS sangat besar peranannya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat

akan air karena di kawasan ini terdapat sekitar 181 aliran sungai.

Untuk melindungi penyu dan tempat penelurannya yang banyak terdapat di sekitar pesisir

Pantai Barat dan Pulau Segamat, pada tahun 2006 telah dilakukan kajian populasi dan habitat

peneluran penyu di kedua wilayah tersebut. Kegiatan ini dilakukan oleh Dinas Kelautan dan

Perikanan Provinsi Lampung. Sebelumnya, Dinas Perikanan dan Kelautan Lampung Barat

sudah sering melakukan pembinaan kepada masyarakat pesisir untuk melindungi dan tidak

mengambil dan menjual telur-telur penyu.

Dalam upaya pelestarian penyu di pesisir Lampung Barat, Dinas Perikanan dan Kelautan

Kabupaten Lampung Barat memiliki inisiatif yang bersifat proaktif. Selain melakukan upaya

penangkaran dengan memfasilitasi kelompok penangkar penyu (KPP), DPK juga membeli telur-

telur penyu temuan warga dengan harga yang relatif mahal, yaitu Rp2.000 per butir. Hal

tersebut dimaksudkan sebagai salah satu upaya yang paling memungkinkan dan saling

menguntungkan. Alasannya, pencari telur penyu sama dengan mencari kehidupan. Ketika telur

penyu itu ditemukan, pasti akan dijual dan hasilnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

DPK Lambar melihat hal ini sebagai gejala yang harus diarahkan dengan tujuan pelestarian

jenis biota yang mulai langka itu. Jika ada warga yang menemukan sarang penyu bertelur dan

memberitahukan ke KPP terdekat, yang kemudian akan dilaporkan ke DPK, maka penemuan

tersebut akan dibeli.

Sarang-sarang penyu yang didata oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Lampung Barat diperoleh

dari data Kelompok Penangkar Penyu Kira Lestari. Dari data penyu dan sarang penyu tersebut,

diketahui bahwa selain penyu lekang (Lepidochelys olivacea); jenis penyu belimbing

(Dermochelys coreacea), penyu sisik (Erethmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia

mydas) juga mendarat dan bertelur di pantai Sumber Agung. Lokasi pendaratan dan sarang

penyu tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Selanjutnya lokasi sarang penyu bertelur ditandai

dengan memagar keliling dan terus diawasi hingga akhirnya genap berusia sekitar 30-40 hari

telur-telur itu akan menetas. Setelah menetas, tukik tidak langsung dibiarkan ke habitatnya di

laut. Tukik dipelihara selama 4 bulan untuk selanjutnya dilepas karena dianggap telah cukup

dewasa dan bisa mencari makanan sendiri.

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI LAMPUNG 2008

8

Page 9: Keanekaragaman Hayati di Prov Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

Musim pendaratan penyu di pantai Sumber Agung dimulai pada akhir bulan Desember hingga

bulan April. Walaupun demikian di luar musim pendaratan ada penyu yang naik dan bertelur di

pantai walaupun jumlah dan frekuensinya tidak sebanyak seperti pada musim pendaratan.

Selanjutnya dalam rangka menjaga dan melestarikan penyu di wilayah pesisir, petugas

melakukan sosialisasi larangan penangkapan dengan terjun langsung ke lapangan memberikan

penyuluhan kepada masyarakat. Upaya-upaya persuasif berupa sosialisasi tentang aturan-

aturan yang mengikat atas pelarangan tersebut, yakni implementasi UU No. 5/1990 tentang

Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya dan PP No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis

Tumbuhan dan Satwa, terus dilakukan. Diharapkan semua lapisan masyarakat akan tahu,

sadar, dan ikut melestarikannya.

Gambar 3. Penangkaran penyu di Pantai Muara Tembulih, Bengkunat (Lampung Barat)

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI LAMPUNG 2008

9

Page 10: Keanekaragaman Hayati di Prov Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

= Penyu Sisik = Penyu Lekang = Penyu Hijau = Penyu Belimbing = Sarang Semi Alami

Way Ngambur

Negeri Ratu

Way Perunan

Gambar 4. Lokasi pendaratan penyu dan sarang penyu di pantai Sumber Agung (Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan, 2007) Pada tahun 2006 Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung telah melakukan kajian

pembentukan lokasi reservat untuk perlindungan ikan-ikan air tawar lokal di Kabupaten Tulang

Bawang. Tujuan penetapan reservat itu antara lain adalah: a) mempertahankan dan

melestarikan habitat perairan sebagai tempat berlindung, daerah asuhan, tempat memijah,

mencari makan, dan ruang bagi ikan dan biota air lainnya, b). untuk pelestarian

keanekaragaman sumber plasma nutfah dengan menjamin terpeliharanya sumber genetis dan

ekosistemnya, c). sebagai sumber cadangan bibit/benih bagi pengembangan ikan lokal di

perairan dan sekitarnya.

Dasar pemikiran penetapan lokasi reservat di Rawa Pacing adalah sesuai dengan usulan Noor

dkk (1994). Pada bulan Maret-Mei 1994 telah dilakukan penelitian oleh Noor dkk di sekitar rawa-

rawa di Kabupaten Tulang Bawang yang meliputi areal rawa Cakat Raya, Pacing, Sungai

Bakung dan Rawa Bakung, Way Pedada, rawa-rawa di sebelah tenggara Gedung Aji, Bawang

Belimbing, Bawang Lambu Purus, Rantau Kandis, dan RawaTenuk. Penelitian ini bertujuan

untuk menilai tingkat kepentingan kedua rawa tersebut untuk kegiatan konservasi, khususnya

yang berkaitan dengan pelestarian burung-burung air. Berdasarkan hasil penelitian Noor dkk.

(1994), disebutkan bahwa rawa-rawa di sekitar DAS Tulang Bawang tersebut merupakan

wilayah yang memenuhi kriteria Konvensi Ramsar sebagai wilayah pelestarian lahan basah.

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI LAMPUNG 2008

10

Page 11: Keanekaragaman Hayati di Prov Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

Apabila lokasi yang diusulkan oleh Noor dkk (1994) ditetapkan sebagai cagar alam, maka di

lokasi tersebut juga dapat diterapkan kawasan reservat untuk perikanan. Berdasarkan informasi

Kepala Desa Pacing, umumnya masyarakat Desa Pacing setuju dengan penerapan daerah

konservasi, namun masih ada kawasan yang dapat mereka gunakan untuk kegiatan mencari

ikan. Apabila kawasan reservat perikanan di Rawa Pacing tidak menempati areal yang sama

dengan kawasan pelestarian untuk burung air, maka lahan rawa-rawa yang dapat digunakan

oleh masyarakat menjadi semakin sempit.

Gambar 5. Lokasi usulan reservat ikan air tawar di Kabupaten Tulang Bawang

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI LAMPUNG 2008

11

Page 12: Keanekaragaman Hayati di Prov Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

Upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat untuk

melestarikan lingkungan terkait dengan pelestarian ekosistem terus diupayakan. Pada Agustus

2008 BPLHD Provinsi Lampung melakukan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat yang

tinggal di sekitar kawasan lindung ataupun yang memiliki potensi untuk dilestarikan dalam

rangka kegiatan pendampingan kampung konservasi. Desa-desa tersebut adalah Desa

Margasari di Kecamatan Labuhan Maringai (Lampung Timur), Desa Sungai Langka di

Kecamatan Gedong Tataan (Kabupaten Pesawaran), dan Kampung Kibang di Kecamatan

Menggala (Kabupaten Tulang Bawang). Desa Margasari memiliki kawasan hutan mangrove

seluas lebih dari 700 ha yang saat ini kondisinya terancam; Desa Sungai Langka berbatasan

langsung dengan Kawasan Lindung Tahura Wan Abdur Rahman, sehingga aktivitas

penduduknya dapat menimbulkan tekanan terhadap tahura tersebut; Kampung Kibang terletak

di sekitar Rawa Pacing yang sudah diusulkan untuk dijadikan cagar alam untuk perlindungan

burung-burung air, baik yang lokal maupun migran.

Gambar 6. Kegiatan penyuluhan dalam rangka pelestarian lingkungan di Desa Margasari dan

Desa Sungai Langka

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI LAMPUNG 2008

12