Ileus Paralitik
-
Upload
sara-vigorousty-loppies -
Category
Documents
-
view
95 -
download
3
description
Transcript of Ileus Paralitik
BAB I
Laporan Kasus
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Tn. Sumarno Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 56 tahun Suku bangsa : Sunda
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : - Pendidikan : SMA
Alamat : Gang V Lorong T No. 110 RT/RW. 09/05
Tanggal masuk RS : 12-08-2013
A. ANAMNESIS
Diambil secara autoanamnesis, tanggal 15 Agustus 2013, pada pukul 09.35 WIB
Keluhan Utama : Perut kembung.
Keluhan Tambahan : Belum BAB sejak 6 hari lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Koja pada tanggal 12 Agustus 2013 pada pukul 00.15
dengan keluhan utama perut kembung. Keluhan tambahannya pasien belum BAB 6 hari
SMRS. Terakhir BAB pada hari Selasa (6/8/13) keras, dan sangat sedikit. Hari Rabu pasien
makan seperti biasa tetapi tidak bisa BAB. Kemudian hari Kamis sampai hari Minggu pasien
makan seperti biasa tapi tidak bisa BAB, dan perut mulai kembung. Selama sakit, pasien
tetap bisa kentut. Ada nyeri perut di daerah sekitar pusar, nyeri perutnya baru muncul saat
kembung dan tidak ada penjalaran nyeri. Ada mual, namun keluhan muntah disangkal. Ada
penurunan nafsu makanan selama sakit. Diare disangkal. Pasien menyangkal adanya demam
serta makan makanan yang tidak bersih. Adanya benjolan di daerah perut disangkal. Pasien
punya riwayat kencing manis selama 2 tahun dan tidak terkontrol. Riwayat operasi dalam
waktu dekat disangkal. Penggunaan obat-obatan, serta penyakit infeksi berat disangkal.
1
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah dirawat dengan keluhan yang sama di RSUD Koja dengan keluhan
yang sama 3 minggu SMRS. Diabetes Mellitus (+), hipertensi (-), penyakit paru (-), alergi
obat dan makanan (-), riwayat keganasan (-).
Riwayat Keluarga :
Keluarga tidak memiliki keluhan yang sama
Riwayat keluarga DM (-), Hipertensi (-)
Keluarga tidak memiliki riwayat keganasan
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 15 Agustus 2013, pada pukul 09.30 WIB:
Kesadaran : compos mentis, GCS 15 (E4M5V6)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Nadi : 80x /menit
Pernapasan : 20x /menit
Suhu : 35,5 ºC (axilla)
STATUS GENERALIS
Mata
Kelopak : oedem -/- Lensa : jernih
Konjungtiva : anemis -/- Nistagmus : -
Sklera : ikterik -/- Gerakan Mata : DBN
Telinga
Tuli : -/- Membran Timpani : intak
Lubang : lapang Penyumbatan : -/-
Serumen : -/- Perdarahan : -/-
Cairan : -/-
Mulut
Bibir : tidak sianosis, tidak kering
2
Gigi geligi : M-II kanan atas berlubang, M-I,II,III kiri dan kanan bawah carries
dengan OH buruk
Leher
Kelenjar Getah Bening tidak membesar
Thoraks
Bentuk : datar, simetris
Deformitas : -
Paru – Paru
Inspeksi : Simetris pada saat statis dan dinamis
Palpasi : Pergerakan dada saat nafas simetris, vocal fremitus sama kuat
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
Bunyi jantung I-II reguler, Gallop (-), Murmur (-).
Abdomen (Likat status lokalis)
Ekstremitas
Oedem - - Akral dingin - -- - - -
STATUS LOKALIS
Inspeksi : tampak kembung, tidak ada kemerahan, kontur usus
dan gerakan usus (-), benjolan (-)
Auskultasi : bising usus (+) lemah
Palpasi : Tegang, nyeri tekan (+) “X”, nyeri lepas (-), defense
muscular (-)
Perkusi : Timpani
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
1. Laboratorium : (12 Agustus 2013)
3
HEMATOLOGI
Hemoglobin : 15,9 g/dl (13,5-17,5)
Leukosit : 8900/ul (4100-10900)
Hematokrit : 43% (41-53)
Trombosit : 343.000/ul (140000-440000)
GDS : 180
ELEKTROLIT
Na : 141 (135-147)
K : 3,64 (3,5-10)
Cl : 101 (97-108)
2. Radiologi
Rontgen – Abdomen 3 Posisi
4
5
DIAGNOSIS KERJA : Ileus Paralitik ec neuropati diabetikum
DIAGNOSIS BANDING : Pseudo Obstruksi
ANALISA KASUS
Pasien datang dengan keluhan perut kembung. Perut kembung pada kasus ini terjadi akibat
peristaltik usus yang menurun bahkan hilang sama sekali sehingga terjadi akumulasi feses,
cairan serta gas di dalam usus. Karena distensi abdomen ini juga pasien mengeluh mual.
Apabila tekanan intra-abdomen sangat tinggi maka besar kemungkinan untuk terjadi muntah,
namun pada pasien ini tidak ditemukan adanya muntah, hanya mual.
Pasien mengeluh juga tidak BAB selama 7 hari. Bila dilihat secara keseluruhan, maka
kemungkinan besar yang terjadi pada pasien ada komplikasi dari penyakit metaboliknya yaitu
DM, dimana DM ini akan menyebabkan terjadinya mikroangiopati yang berefek pada
terjadinya neuropati diabetikum, yang sepertinya mengenai saraf otonom sehingga terjadi
gangguan peristaltik usus. Dari gangguan peristaltik inilah maka pasien mengeluh tidak bisa
BAB. Selain itu kemungkinan lainnya adalah ileus paralitik yang terjadi pada pasien DM bisa
terjadi akibat ketoasidosis, namun pada pasien tidak terlihat tanda-tanda ketoasidosis.
Nyeri juga ada namun minimal, akibat distensi dari abdomen.
Kemungkinan infeksi dapat disingkirkan karena pada pasien tidak terdapat tanda-tanda
infeksi, yang paling umum demam. Serta dari anamnesis didapatkan riwayat diare, juga
riwayat makan makanan yang tidak bersih.
6
Kemungkinan obstruksi akibat neoplasma dapat disingkirkan karena dari anamnesis benjolan
disangkal, serta pada pemeriksaan fisik juga tidak ditemukan adanya benjolamn. Dari riwayat
keluarganya pun tidak terdapat riwayat keganasan.
Adanya riwayat operasi sebelumnya, penggunaan obat-obatan, serta tanda-tanda infeksi berat
juga tidak ditemukan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Kemungkinan faktor penyebab ileus pada pasien sebagai komplikasi DM juga diperkuat
dengan adanya riwayat hal yang sama dalam waktu 3 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital didapatkan suhu, respirasi, serta nadi tidak
meningkat, hanya tekanan darah yang meningkat. Pada status lokalis diperkuat dengan perut
yang terlihat kembung, pada perabaan tegang, perkusinya timpani, serta auskultasi bising
usus menurun memperkuat dugaan ke ileus paralitik.
Pada pemeriksaan penunjang, laboratorium darah didapatkan hasil normal, juga dapat
menyingkirkan kemungkinan infeksi akut. Selain itu ditambahakan pemeriksaan radiologis
berupa foto abdomen 3 posisi.
Hasil foto ini semakin memperjelas terjadinya ileus paralitik, dimana pada foto AP tegak
didapatkan dilatasi usus. Pada posisi supine ditemukan adanya coiled spring appearance, serta
herring’s bone sign. Pada foto LLD didapatkan adanya air fluid level yang tidak disertai
dengan gambaran step ladder appearance.
Maka berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang maka
diagnosis pasien adalah Ileus paralitik dengan diagnosis banding pseudo-obstruksi.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dilakukan secara konservatif dan farmakologis tanpa tindakan pembedahan
karena tidak ada tanda-tanda peritonitis.
1. Pasien dipuasakan
2. Dekompresi
Dekompresi dilakukan dengan menggunakan nasogastric tube (NGT).
3. Cairan Intravena
Karena tidak terjadi gangguan elektrolit maka pada pasien dipasang jalur intravena dan
diberikan cairan RL
4. Antibiotik sspektrum luas
5. Analgesik (bila nyeri)
7
PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia Ad Bonam
Ad functionam : Dubia Ad Bonam
Ad sanationam : Dubia Ad Malam
RESUME
Seorang laki-laki, berusia 56 tahun datang ke IGD dengan keluhan utama perut kembung dan
keluhan tambahan belum BAB selama 7 hari. Ada mual, namun muntah, diare, dan riwayat
operasi sebelumnya disangkal. Pasien pernah mengalami hal yang sama dan dirawat di
RSUD Koja dengan keluhan yang sama 3 minggu sebelumnya. Pasien memiliki riwayat DM
selama 2 tahun yang tidak terkontrol. Pemeriksaan fisik secara umum normal, namun untuk
status lokalisnya tampak adanya distensi abdomen, bising usus positif lemah, serta ada nyeri
tekan (minimal) di daerah periumbilikal. Hasil pemeriksaan darah, Hb, Ht, leukosit, dan
trombosit normal. Nilai GDS dalam batas normal. Nilai elektrolit juga dalam batas normal.
Dari foto abdomen 3 posisi didapatkan coiled spring appearance, herring’s bone sign, dilatasi
usus, serta air fluid level. Diagnosis kerjanya adalah ileus paralitik ec neuropati diabetikum
dengan diagnosis banding pseudo-obstruksi. Penatalaksanaan yang diberikan secara
konservatif antara lain rawat inap, puasa, dekompresi dengan NGT, pemberian cairan IV.
Sedangkan untuk terapi farmakologisnya diberikan antibiotik spektrum luas serta analgesik
bila diperlukan. Prognosis pasien untuk ad vitam dubia ad bonam, ad fungsionam dubia ad
bonam, dan ad sanationamnya dubia ad malam.
8
BAB II
Tinjauan Pustaka
ILEUS PARALITIK
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/ tidak mampu
melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik ini bukan suatu
penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang
berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi
kontraksi otot polos usus.
Gerakan peristaltik merupakan suatu aktifitas otot polos usus yang terkoordinasi
dengan baik, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti keadaan otot polos usus, hormon-
hormon intestinal, sistem saraf simpatik dan parasimpatik, keseimbangan elektrolit dan
sebagainya.
Ileus paralitik hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi abdomen. Keadaan
ini biasanya hanya berlangsung antara 24-72 jam. Beratnya ileus pasca operasi bergantung
pada lamanya operasi/ narcosis, seringnya manipulasi usus dan lamanya usus berkontak
dengan udara luar. Pencemaran peritoneum dengan asam lambung, isi kolon, enzim pankreas,
darah, dan urin akan menimbulkan paralisis usus. Kelainan peritoneal seperti hematoma
retroperitoneal, terlebih lagi bila disertai fraktur vertebra sering menimbulkan ileus paralitik
yang berat. Demikian pula kelainan pada rongga dada seperti pneumonia paru bagian bawah,
empiema dan infark miokard dapat disertai paralisis usus. Gangguan elektolit terutama
hipokalemia merupakan penyebab yang cukup sering.(1)
Total angka kejadian dari obstruksi usus yang disebabkan oleh mekanik dan non
mekanik mencapai 1 kasus diantara 1000 orang.ileus akibat meconium tercatat 9-33 % dari
obstruksi ileus pada kelahiran baru.(4)
II.1. Definisi Ileus Paralitik
9
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/ tidak mampu
melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya.(1)
Ileus merupakan kondisi dimana terjadi kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltic usus
tanpa adanya obstruksi mekanik.(2)
II.2. Anatomi Usus (5)
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari
pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki
pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung
proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis
tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian ini agak tidak
tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang relatif lebih penting
berdasarkan perbedaan fungsi. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus
sampai kepada jejenum. Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh ligamentum treitz,
suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus
dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai
ligamentum suspensorium (penggantung). Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah
jejenum, dan tiga perlima terminalnya adalah ileum.. Jejenum terletak di region abdominalis
media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di region abdominalis bawah kanan.
Jejunum mulai pada junctura denojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis.
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen dengan
perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai messenterium
usus halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada
dinding posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kanan dari kiri vertebra
lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan
keluar dan masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua lapisan
peritoneum yang memgbentuk messenterium.
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki
(sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah
pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin
dekat anus semakin kecil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup
ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau 10
tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke
sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid.
Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati,
menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens
membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik). Kolon transversum
menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli dekstra sampai fleksura koli
sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah,
membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon
descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan
lanjutan kolon descendens. Ia tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk
lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki
bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan
turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Disisni rektum
melanjutkan diri sebagai anus dalan perineum.
Gambar 1. Sistem saluran pencernaan.
II.2.1. Histologi(5)
Dinding usus halus dibagi kedalam empat lapisan:
1. Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas duodenum,
hampir lengkap di dalam usus halus mesenterica, kekecualian pada sebagian kecil,
tempat lembaran visera dan mesenterica peritoneum bersatu pada tepi usus.
11
1. Tunica Muscularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunica muscularis
usus halus. Ia paling tebal di dalam duodenum dan berkurang tebalnya ke arah distal.
Lapisan luarnya stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum circulare. Yang
terakhir membentuk massa dinding usus. Plexus myentericus saraf (Auerbach) dan
saluran limfe terletak diantara kedua lapisan otot.
2. Tela Submucosa. Tela submucosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak diantara
tunica muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak di bawah
mukosa. Dalam ruangan ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh limfe.
Di samping itu, di sini ditemukan neuroplexus meissner.
3. Tunica Mucosa. Tunica mucosa usus halus, kecuali pars superior duodenum, tersusun
dalam lipatan sirkular tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa. Masing-
masing lipatan ini ditutup dengan tonjolan, villi..
Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat menambah luas permukaan
dan membantu fungsi absorpsi yang merupakan fungsi utamanya:
1. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang dinamakan
valvula koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 ampai 10
mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada duodenum dan jejenum dan menghilang dekat
pertengahan ileum. Adanya lipatan-lipatan ini menyerupai bulu pada radiogram.
2. Vili merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang jumlahnya sekitar 4
atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5 sampai 1 mm (dapat
dilihat dengan mata telanjang) dan menyebabkan gambaran mukosa menyerupai beludru.
3. Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 μ pada
permukaan luar setiap villus. Mikrovilli terlihat dengan mikroskop elektron dan tampak
sebagai brush border pada mikroskop cahaya.
Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya hanyalah sekitar
2.00 cm². Valvula koniventes, vili dan mikrovili bersama-sama menambah luas permukaan
absorpsi sampai 2 juta cm², yaitu menigkat seribu kali lipat.
Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya.
Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja. Lapisan otot
longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan
taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rektum mempunyai satu
lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini
12
menyebabkan usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum yang
berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal
daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus lieberkūn
(kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada
usus halus.
II.2.2 Vaskularisasi(5)
Pada usus halus, arteri mesentericus superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah
arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang sebagian atas
duodenum adalah arteri pancreotico duodenalis superior, suatu cabang arteri
gastroduoodenalis. Sedangkan separoh bawah duodenum diperdarahi oleh arteri
pancreoticoduodenalis inferior, suatu cabang
arteri mesenterica superior. Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan
ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian ileum
yang terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena
messentericus superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan
(sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1) ileokolika, (2)
kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri
(sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal
rektum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior.
II.2.3. Pembuluh Limfe(5)
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe ke atas
melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici gastroduodenalis dan
kemudian ke nodi lymphatici coeliacus: dan ke bawah, melalui nodi lymphatici
pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus superior sekitar pangkal arteri
mesenterica superior.
Pembuluh limfe jejenum dan ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici
mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus suprior, yang terletak
sekitar pangkal arteri mesentericus superior.
Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi lymphatici mesentericus dan
akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus superior.
13
Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak
di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon
transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi limphatici mesentericus superior,
sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens akan
masuk ke nodi limphatici mesentericus inferior.
II.2.4. Persarafan Usus(5)
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari
pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan
ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesentericus
superior. Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan
rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis
menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai
saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang
terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian
sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks dan kolon
ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus
saraf mesentericus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus
vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus
mesentericus superior dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua
pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis dari
pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Perangsangan
simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter
rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan.
II.2.4.1. Kontrol saraf terhadap fungsi gastrointestinal(7)
Sistem gastrointestinal memiliki sistem persarafan sendiri yang disebut sistem saraf
enterik. Sistem ini seluruhnya terletak di dinding usus, mulai dari esophagus dan memanjang
sampai ke anus. Jumlah neuron pada sistem enterik ini sekitar 100 juta, hampir sama dengan
jumlah keseluruhan pada medulla spinalis; hal ini menunjukkan pentingnya sistem enterik
untuk mengatur fungsi gastrointestinal.
14
Sistem enterik terutama terdiri atas dua pleksus, satu pleksus bagian luar yang terletak
diantara lapisan otot longitudinal dan sirkular, disebut pleksus Mienterikus atau pleksus
auerbach, dan pleksus bagian dalam, disebut pleksus submukosa atau pleksus Meissner, yang
terletak di dalam submukosa. Pleksus Mienterikus terutama mengatur pergerakan
gastrointestinal dan pleksus submukosa terutama mengatur sekresi gastrointestinal dan aliran
darah lokal.
Kedua pleksus tersebut berhubungan dengan serat-serat simpatis dan parasimpatis.
Walaupun sistem saraf enterik dapat berfungsi dengan sendirinya, tidak bergantung pada
saraf-saraf ekstrinsik ini, perangsangan oleh sistem parasimpatis dan simpatis dapat
mengaktifakan atau menghambat fungsi gastrointestinal lebih lanjut.
Ujung-ujung saraf simpatis yang berasal dari epithelium gastrointestinal atau dinding
usus dan kemudian mengirimkan serat-serat afferent ke kedua sistem enterik juga ke ganglia
prevertebral dari sistem saraf simpatis, beberapa berjalan melalui saraf simpatis ke medulla
spinalis dan yang lainnya berjalan melalui saraf vagus ke batang otak. Saraf-saraf sensoris ini
mengadakan refleks-refleks local di dalam usus itu sendiri dan refleks-refleks lain yang
disiarkan kembali ke usus baik dari ganglia prevertebral maupun dari daerah basal sistem
saraf pusat.
II.2.4.2. Pengaturan otonom traktus gastrointestinal(7)
Persarafan parasimpatis. Persarafan parasimpatis ke usus dibagi atas divisi cranial
dan divisi sacral. Kecuali untuk beberapa serat parasimpatis di regio mulut dan faring dari
saluran pencernaan, parasimpatis divisi cranial hampir seluruhnya berasal dari saraf vagus.
Saraf ini member inervasi yang luas pada esophagus, lambung pankreas dan sedikit ke usus
sampai separuh pertama bagian usus besar. Parasimpatis sacral berasal dari segmen sacral
medulla spinalis kedua, ketiga dan keempat dari medulla spinalis serta berjalan melalui saraf
pelvis ke separuh bagian distal usus besar. Area sigmoid, rectum dan anus dari usus besar
diperkirakan mendapat persarafan parasimpatis yang lebih baik daripada bagian usus yang
lain.
Persarafan simpatis. Serat-serat simpatis yang berjalan ke traktus gastrointestinal
berasal dari medulla spinalis antara segmen T-5 dan L-2. Sebagian besar preganglionik yang
mempersarafi usus, sesudah meninggalkan medulla , memasuki rantai simpatis dan berjalan
melalui rantai ke ganglia yang letaknya jauh, seperti ganglion seliakus dan berbagai ganglion
mesenterikus. Ujung-ujung saraf simpatis mensekresikan norepineprin.
15
Pada umunya, perangsangan sistem saraf simpatis menghambat aktivitas dalam
traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang
ditimbulkan oleh sistem parasimpatis.
II.2.4.3. Refleks-refleks gastrointestinal(7)
1. Refleks-refleks yang seluruhnya terjadi di dalam sistem saraf enterik. Refleks-
refleks tersebut mengatur sekresi gastrointestinal, peristaltic, kontraksi campuran,
efek penghambatan local dan sebagainya.
2. Refleks-refleks dari usus ke ganglia simpatis prevertebral dan kemudian kembali
ke traktus gastrointestinal. Refleks ini mengirim sinyal untuk jarak yang jauh
dalam traktus gastrointestinal, seperti sinyal dari lambung untuk menyebabkan
pengosongan kolon (refleks gastrokolik), sinyal dari kolon dan usus halus untuk
menghambat motilitas lambung dan sekresi lambung (refleks enterogastrik) dan
refleks dari kolon untuk menghambat pengosongan isi ileum ke dalam kolon
(refleks kolonoileal).
3. Refleks-refleks dari usus ke medulla spinalis atau batang otak dan kemudian
kembali ke traktus gastrointestinal. Meliputi refleks mengatur aktifitas motorik
dan sekresi lambung, refleks nyeri yang menimbulkan hambatan umum pada
seluruh traktus gastrointestinal dan refleks defekasi.(7)
II.3. Fisiologi Usus(5)
Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorpsi bahan-bahan
nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam
klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum
terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan
protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas
membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi
empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga
memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumnlah enzim dalam getah usus (sukus
enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan
mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorpsi.
16
Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu
segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. Pergerakan
segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar,
dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain
dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung.
Dalam proses motilitas terjadi dua gerakan yaitu:
1. Gerakan propulsif yaitu gerakan mendorong atau memajukan isi saluran pencernaan
sehingga berpindah tempat ke segmen berikutnya, dimana gerakan ini pada setiap
segmen akan berbeda tingkat kecepatannya sesuai dengan fungsi dari regio saluran
pencernaan, contohnya gerakan propulsif yang mendorong makanan melalui esofagus
berlangsung cepat tapi sebaliknya di usus halus tempat utama berlangsungnya
pencernaan dan penyerapan makanan bergerak sangat lambat.
2. Gerakan mencampur, gerakan ini mempunyai 2 fungsi yaitu mencampur makanan
dengan getah pencernaan dan mempermudah penyerapan pada usus.
Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan
protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino) melalui dinding usus ke
sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sesl-sel tubuh. Selain itu air, elektrolit dan
vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi berbagai zat berlangsung dengan mekanisme transpor
aktif dan pasif yang sebagian kurang dimengerti.
Lemak dalam bentuk trigliserida dihidrodrolisa oleh enzim lipase pankreas ; hasilnya
bergabung dengan garam empedu membentuk misel. Misel kemudian memasuki membran
sel secara pasif dengan difusif, kemudian mengalami disagregasi, melepaskan garam empedu
yang kembali ke dalam lumen usus dan asam lemak serta monogliserida ke dalam sel. Sel
kemudian membentuk kembali trigliserida dan digabungkan dengan kolesterol, fosfolipid,
dan apoprotein untuk membentuk kilomikron, yang keluar dari sel dan memasuki lakteal.
Asam lemak kecil dapat memasuki kapiler dan secara langsung menuju ke vena porta. Garam
empedu diabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dalam ileum distalis. Dari kumpulan 5
gram garam empedu yang memasuki kantung empedu, sekitar 0,5 gram hilang setiap hari;
kumpulan ini bersirkulasi ulang 6 kali dalam 24 jam.
Protein oleh asam lambung di denaturasi, pepsin memulai proses proteolisis. Enzim
protease pankreas (tripsinogen yang diaktifkan oleh enterokinase menjadi tripsin, dan
endopeptidase, eksopeptidase) melanjutkan proses pencernaan protein, menghasilkan asam
17
amino dan 2 sampai 6 residu peptida. Transport aktif membawa dipeptida dan tripeptida ke
dalam sel untuk diabsorpsi.
Karbohidrat, metabolisme awalnya dimulai dengan menghidrolisis pati menjadi
maltosa (atau isomaltosa), yang merupakan disakarida. Kemudian disakarida ini, bersama
dengan disakarida utama lain, laktosa dan sukrosa, dihidrolisis menjadi monosakarida
glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Enzim laktase, sukrase, maltase, dan isimaltase untuk
pemecahan disakarida terletak di dalam mikrovili ’brush border’ sel epitel. Disakarida ini
dicerna menjadi monosakarida sewaktu berkontak dengan mikrovili ini atau sewaktu mereka
berdifusi ke dalam mikrovili. Produk pencernaan, monosakarida, glukosa, galaktosa, dan
fruktosa, kemudian segera disbsorpsi ke dalam darah porta.
Air dan elektrolit, cairan empedu, cairan lambung, saliva, dan cairan duodenum
menyokong sekitar 8-10 L/hari cairan tubuh, kebanyakan diabsorpsi. Air secara osmotik dan
secara hidrostatik diabsorpsi atau melalui difusi pasif. Natrium dan khlorida diabsorpsi
dengan pemasangan zat telarut organik atau secara transport aktif. Bikarbonat diabsorpsi
secara pertukaran natrium/hidrogen. Kalsium diabsorpsi melalui transport aktif dalam
duodenum dan jejenum, dipercepat oleh hormon parathormon (PTH) dan vitamin D. Kalium
diabsorpsi secara difusi pasif.
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir
isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan elektrolit, yang
sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir
yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung.
Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta
mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan air dan
elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500 ml/hari, semua, kecuali 100-200 ml
diabsorpsi, paling banyak di proksimal. Kapasitas sekitar 5 liter/hari.
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan,
meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum,
mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh antikolinergik, meningkat
oleh makanan, kolinergik. Gerakan massa merupakan pola yang kurang umum, pendorong
antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0 cm/detik, 20-30 detik panjang, tekanan 100-200
mmHg, tiga sampai empat kali sehari, terjadi dengan defekasi.
Sepertiga berat feses kering adalah bakterri; 10¹¹-10¹²/gram. Anaerob > aerob.
Bakteroides paling umum, Escherichia coli berikutnya. Sumber penting vitamin K. Gas kolon
18
berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, produksi intralumen. Nitrogen, oksigen,
karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri membentuk hidrogen dan metan dari protein dan
karbohidrat yang tidak tercerna. Normalnya 600 ml/hari.(5)
Fungsi motorik pada saluran pencernaan tergantung pada kontraksi sel otot polos dan
integrasi dan modulasi oleh saraf enterik dan ekstrinsik. Kontraksi yang terjadi sepanjang
saluran pencernaan dikendalikan oleh myogenic, mekanisme saraf dan kimia. Kekacauan
mekanisme yang mengatur fungsi motorik pencernaan ini dapat menyebabkan motilitas usus
berubah.
1. Neurogenik. Modulator motilitas gastrointestinal meliputi sistem saraf pusat (SSP), saraf
otonom, dan sistem saraf enterik (ENS). ENS merupakan cabang bebas dari sistem saraf
perifer, terdiri dari sekitar 100 juta neuron dibagi dalam dua pleksus ganglion (Gambar
22-2). Pleksus myenteric yang lebih besar, juga dikenal sebagai pleksus Auerbach,
terletak di antara lapisan otot longitudinal dan sirkular dari externa muskularis; pleksus
ini berisi neuron yang bertanggung jawab atas motilitas gastrointestinal dan regulasi
output enzimatik dari organ-organ yang berdekatan. Pleksus submukosa yang lebih kecil
disebut sebagai pleksus Meissner's. ENS berhubungan langsung dengan usus sel otot
polos, tetapi juga memainkan peran penting dalam fungsi aferen visceral.
2. Myogenic mekanisme kontrol termasuk faktor yang terlibat dalam mengatur aktivitas
listrik yang dihasilkan oleh sel otot polos pada saluran pencernaan. Sebuah komponen
penting dari sistem kontrol myogenic adalah kegiatan pacu listrik yang berasal dari sel-
sel interstisial dari Cajal (ICC). ICC membentuk sistem alat pacu jantung nonneural
terletak di antara lapisan otot sirkuler dan longitudinal dari usus kecil. Yang mana-mana
gelombang lambat dari usus kecil, biasanya disebut sebagai aktivitas kontrol listrik
(ECA) dan potensi perintis (PP), berasal dari jaringan ICC berhubungan dengan pleksus
Auerbach. Selain menghasilkan alat pacu jantung kegiatan, ICC tampaknya berfungsi
sebagai perantara antara neurogenik (ENS) dan myogenic sistem kontrol karena mereka
secara luas dipersarafi dan berada di dekat sel otot polos gastrointestinal.
3. Kimia kontrol mengacu pada pengamatan kontraksi otot polos gastrointestinal selama
periode depolarisasi dari membran potensial, hanya terjadi jika ada neurotransmiter
seperti asetilkolin. Jarak terjadinya kontraksi tergantung dari banyaknya panjang dari
segmen yang menunjukkan aktivitas kontrol listrik dan panjang segmen neurokimia
bersebelahan yang diaktifkan
19
4. kontrol saraf ekstrinsik dari fungsi motorik gastrointestinal dapat dibagi lagi menjadi
aliran parasimpatis kranial dan sakral dan pasokan torakolumbalis simpatik. Saraf kranial
terutama melalui saraf vagus, yang mempersarafi saluran pencernaan dari lambung ke
usus besar kanan dan terdiri dari serat preganglionik kolinergik yang bersinaps dengan
ENS. Pasokan serat simpatis ke perut dan usus kecil muncul dari tingkat T5 sampai T10
dari kolom intermediolateral sumsum tulang belakang. The celiac prevertebral,
mesenterika superior, dan mesenterika inferior ganglia simpatis memainkan peran
penting dalam integrasi impuls aferen antara usus dan SSP. (9)
II.4. Etiologi Ileus Paralitik
Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal seperti
pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis, pankreatitis,
perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan yang memerlukan
intubasi, sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis, dan ketidakseimbangan
elektrolit (hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia, hipofosfatemia); dan (3) obat-
obatan yang mempengaruhi motilitas usus (opioid, antikolinergik, fenotiazine). Setelah
pembedahan, usus halus biasanya pertama kali yang kembali normal (beberapa jam), diikuti
lambung (24-48 jam) dan kolon (48-72 jam).(2)
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya obstruksi usus
mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk mengangkut isi usus.
Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan akumulasi gas dan cairan dalam
usus.
Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah keadaan yang paling
umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan konsekuensi yang diharapkan dari
pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali normal spontan dalam 2-3 hari, setelah
motilitas sigmoid kembali normal. Ileus yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah
operasi dapat disebut ileus adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi
setelah operasi intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan
retroperitoneal dan extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat terjadi setelah
pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan jangka waktu yang lebih
singkat daripada reseksi kolon ileus terbuka.
Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan ileus merasa
tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi paru. Ileus juga
20
meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan, ileus meningkatkan biaya
perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di rumah sakit.(2)
Beberapa penyebab terjadinya ileus:
· Trauma abdomen
· Pembedahan perut (laparatomy)
· Serum elektrolit abnormalitas
1. Hipokalemia
2. Hiponatremia
3. Hipomagnesemia
4. Hipermagensemia
· Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)
1. Intrathorak
1. Pneumonia
2. Lower lobus tulang rusuk patah
3. Infark miokard
2. Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul )
3. Rongga perut
1. Radang usus buntu
2. Divertikulitis
3. Nefrolisiasis
4. Kolesistitis
5. Pankreatitis
6. Perforasi ulkus duodenum
· Iskemia usus
1. Mesenterika emboli, trombosis iskemia
21
· Cedera tulang
1. Patah tulang rusuk
2. Vertebral Retak (misalnya kompresi lumbalis Retak )
· Pengobatan
1. Narkotika
2. Fenotiazin
3. Diltiazem atau verapamil
4. Clozapine
5. Obat Anticholinergic (9)
II.5. Patofisiologi
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya sistem
saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus gastrointestinal,
menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem
parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap
yang kecil melalui pengaruh langsung norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis
mukosa, dimana ia merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh
inhibitorik dari noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan
yang kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus
gastrointestinal. (7)
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal, namun tidak
semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis bersifat eksitatorik,
beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan suatu transmitter
inhibitor, kemungkinan peptide intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.
Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi hambat
busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang terlibat: ultrashort
refleks terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang melibatkan ganglia prevertebral, dan
refleks panjang melibatkan sumsum tulang belakang. Refleks panjang yang paling signifikan.
22
Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan mediator inflamasi yang
juga mempromosikan perkembangan ileus. (9)
Penyakit/ keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan seperti
yang tercantum dibawah ini:
Kausa Ileus Paralitik
Neurogenik. Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan timbal, kolik ureter, iritasi
persarafan splanknikus, pankreatitis.
Metabolik. Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia), uremia, komplikasi
DM, penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multiple
Obat-obatan. Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiazin, antihistamin.
Infeksi/ inflamasi. Pneumonia, empiema, peritonitis, infeksi sistemik berat lainnya.
Iskemia Usus.
Neurogenik
- Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada operasi
abdominal.
- Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan neurotransmitter
asetilkolin.(8)
Hormonal
Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan jejunum terutama
sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak, asam lemak dan
monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin mempunyai efek yang kuat dalam
meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi mengeluarkan empedu kedalam usus
halus dimana empedu kemudian memainkan peranan penting dalam mengemulsikan
substansi lemak sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin juga
menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat bersamaan dimana
hormon ini menyebabkan pengosongan kandung empedu, hormon ini juga menghambat
pengosongan makanan dari lambung untuk memberi waktu yang adekuat supaya terjadi
pencernaan lemak di traktus gastrointestinal bagian atas.
23
Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung juga memiliki
fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin berperan sebagai respons dari
getah asam lambung dan petida penghambat asam lambung sebagai respons terhadap
asam lemak dan asam amino. (7)
Inflamasi
- Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).
- Prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.
Farmakologi
Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari pleksus
mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos usus dan menghambat
gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan untuk gerakan propulsi. (8)
Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang mempersarafi otot polos usus.(8)
II.6. Manifestasi Klinik
Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan usus yang disebabkan
oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas simpatik yang berlebihan. Sangat umum,
terjadi setelah semua prosedur abdomen, gerakan usus akan kembali normal pada: usus kecil
24 jam, lambung 48 jam, kolon 3-5 hari. (4)
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung ( abdominal distention),
anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula tidak ada. Keluhan perut
kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus
obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik
abdomen yang paroksismal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani dengan
bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi,
pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi
peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis,
manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran peritonitis.(1)
II.7. Diagnosa
24
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen yaitu
bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus
halus atau besar.
Anamnesa
Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus, rasa mual dan
dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa
tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri.
Pemeriksaan fisik
o Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor
kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut
abdomen, hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan
peristaltik.
o Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan,
yang mencakup ‘defence muscular’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau
massa yang abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.
o Perkusi
Hipertimpani
o Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit.
Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah, kadar elektrolit, ureum,
glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat membantu untuk menegakkan
diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus besar.
Air fluid level ditemukan berupa suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air
fluid level pada ileus obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga).
Apabila dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto
abdomen dengan mempergunakan kontras.
25
II.8. Penatalaksanaan
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa
dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa dan penyakit
primer dan pemberiaan nutrisi yang adekuat.(1) Prognosis biasanya baik, keberhasilan
dekompresi kolon dari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi berulang.(3) Beberapa obat-obatan
jenis penyekat simpatik (simpatolitik) atau parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata
hasilnya tidak konsisten. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila
perlu dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi
parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian
nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk
gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pascaoperasi, dan klonidin dilaporkan
bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan.(1) Neostigmin juga efektif
dalam kasus ileus kolon yang tidak berespon setelah pengobatan konservatif.(3)
1. Konservatif
Penderita dirawat di rumah sakit.
Penderita dipuasakan
Kontrol status airway, breathing and circulation.
Dekompresi dengan nasogastric tube.
Intravenous fluids and electrolyte
Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2. Farmakologis
Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
Analgesik apabila nyeri.
Prokinetik: Metaklopromide, cisapride
26
Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis
3. Operatif
Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis.
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis
sekunder atau rupture usus.
Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.
Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
Reseksi usus dengan anastomosis
Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.(9)
II.9. Diagnosis banding
Masalah lain yang perlu dipertimbangkan umum untuk ileus adalah pseudo-obstruksi, juga
disebut sebagai sindrom Ogilvie, dan obstruksi usus mekanik.
Pseudo-obstruksi (6)
Pseudo-obstruksi didefinisikan sebagai penyakit akut, ditanda dengan distensii dari
usus besar. Seperti ileus, itu terjadi didefinisikan karena tidak adanya gangguan mekanik.
Beberapa teks dan artikel cenderung menggunakan ileus sinonim dengan pseudo-obstruksi.
Namun, kedua kondisi itu adalah hal yang berbeda. Pseudo-obstruksi ini jelas terbatas pada
usus besar saja, sedangkan ileus melibatkan baik usus kecil dan usus besar. Usus besar kanan
terlibat dalam klasik pseudo-obstruksi, yang biasanya terjadi pada pasien yang terbaring lama
di tempat tidur dengan gambaran penyakit ekstraintestinal serius atau pada pasien trauma.
Agen farmakologis, aerophagia, sepsis, dan perbedaan elektrolit juga dapat berkontribusi
untuk kondisi ini.
27
Kondisi kronis pada pseudo-obstruksi usus juga diamati pada pasien dengan penyakit
kolagen-vaskular, miopati viseral, atau neuropati. Bentuk kronis dari pseudo-obstruksi
melibatkan dismotilitas baik dari usus besar dan kecil. Dismotilitas ini disebabkan hilangnya
kompleks motorik yang berpindah dan bakteri berlebih. Semua hal ini bermanifestai klinik
sebagai obstruksi usus kecil.
Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan tanda perut kembung tanpa rasa sakit,
namun pasien bisa juga mempunyai gejala mirip obstruksi. Radiografi dari foto polos
abdomen mengungkapkan adanya keadaan yang terisolasi, dilatasi usus proksimal yang
membesar, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah, dan pencitraan kontras
membedakan ini dari obstruksi mekanik.
Dilatasi kolon terutama pada kolon ascendens dan sekum
Distensi kolon dapat mengakibatkan perforasi caecum, terutama jika diameter caecum
melebihi 12 cm. Tingkat kematian untuk pseudo-obstruksi adalah 50% jika pasien
berkembang menjadi nekrosis iskemik dan perforasi.
Perawatan awal meliputi hidrasi, pemasangan NGT dan rectal tube, koreksi
ketidakseimbangan elektrolit, dan penghentian obat yang menghambat motilitas usus.
Dekompresi melalui kolonoskopi cukup efektif dalam mengurangi pseudo-obstruksi.
Neostigmine intravena mungkin juga efektif, menghasilkan perbaikan pseudo-obstruksi
dalam waktu 10-30 menit. Dosis 2,5 mg dari neostigmine diinfuskan perlahan-lahan selama 3
menit dengan pengawasan jantung untuk mengamati efek bradikardi. Jika terjadi bradikardia,
atropin harus diberikan. Laparotomi dan reseksi usus untuk peritonitis dan iskemia
merupakan jalan terakhir.
28
Obstruksi Mekanik
Obstruksi mekanik usus dapat disebabkan oleh adhesi, volvulus , hernia, intususepsi ,
benda asing, atau neoplasma. Pasien datang dengan nyeri kram perut berat yang paroksismal.
Pemeriksaan fisik ditemukan borborygmi bertepatan dengan kram perut. Pada pasien yang
kurus, gelombang peristaltik dapat divisualisasikan. Dengan auskultasi dapat terdengar suara
bernada tinggi, denting suara bersamaan dengan aliran peristaltic. Jika obstruksi total, pasien
mengeluhkan tidak bisa BAB. Muntah mungkin terjadi tapi bisa juga tidak jika katup
ileocecal kompeten dalam mencegah refluks. Tanda peritoneal terlihat nyata jika pasien
mengalami strangulasi dan perforasi.
Menegakkan diagnosis dari obstruksi usus mekanik dapat dibantu dengan pencitraan
endoskopi menggunakan kontras.
Obstruksi mekanik usus disebabkan oleh karsinoma kolon kiri. Tidak ada gas usus
sepanjang usus besar.(6)
Tabel. Karakteristik ileus, Pseudo-obstruksi, dan Mekanik Sumbatan. (6)
Ileus Pseudo-obstruksi Mekanikal Obstruksi
Gejala sakit perut,
kembung, mual,
muntah,
konstipasi
nyeri kram perut, konstipasi,
obstipasi, mual, muntah,
anoreksia
nyeri kram perut,
konstipasi, obstipasi, mual,
muntah, anoreksia
29
Temuan
Pemeriksaan
Fisik
Silent abdomen,
kembung, timpani
Borborygmi, timpani,
gelombang peristaltik,
bising usus hiperaktif atau
hipoaktif, distensi, nyeri
terlokalisasi
Borborygmi, timpani,
gelombang peristaltik, bising
usus hiperaktif atau
hipoaktif, distensi, nyeri
terlokalisasi
Gambaran
Radiografi
dilatasi usus kecil
dan besar,
diafragma
meninggi
dilatasi usus besar yang
terlokalisir, diafragma
meninggi
Bow-shaped loops in ladder
pattern, berkurangnya gas
kolon di distal, diafragma
agak tinggi, air fluid level.
Tabel. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.(6)
Macam
ileus
Nyeri Usus Distensi Muntah
borborigmi
Bising usus Ketegangan
abdomen
Obstruksi
simple
tinggi
++
(kolik)
+ +++ Meningkat -
Obstruksi
simple
rendah
+++
(Kolik)
+++ +
Lambat,
fekal
Meningkat -
Obstruksi
strangulasi
++++
(terus-
menerus,
terlokalisir)
++ +++ Tak tentu
biasanya
meningkat
+
Paralitik + ++++ + Menurun -
Oklusi
vaskuler
+++++ +++ +++ Menurun +
30
II.10. Prognosis
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri. Bila ileus
hasil dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan berlangsung sekitar 24-72
jam. Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu dimana kematian jaringan usus terjadi;
operasi menjadi perlu untuk menghapus jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus
cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.
Daftar Pustaka
31
1. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 181-192.
2. Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J., Windle, W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 29, 2004.
3. Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber, A.J., and Katz, J. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004.
4. Anonym. Mechanical Intestinal Obstruction. http://www.Merck.com.
5. Anonym. Ileus. http://www.Merck.com.
6. Leaper, D.J., Peel, A.L.G., McLatchie, G.R., and Kurup, V.: Gastrointestinal disease. In Oxford handbook of clinical surgery. Editor by McLatchie, G.R., and Leape, D. 2nd Edition. London: Oxford University Press, 2002. p: 214-296.
7. Hebra, A., and Miller, M.: Intestinal Volvulus. Editor: DuBois, J.J., Konop, R., Li, B.UK., Schwarz, S. and Altschuler, S. http://www.emedicine,com. Last Updated: February 25, 2004.
8. Chahine, A.A.: Intussusception. Editor: Nazer, H., Windle, M.L., Li, B.UK., Schwarz, S. and Altschuler, S. http://www.emedicine,com. Last Updated: June 10, 2004.
9. Shukia, P.C.: Volvulus. Editor: DuBois, J.J., Konop, R., Piccoli, D., Schwarz, S. and Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last Updated: May 18, 2005.
32