Ileus Paralitik

47
BAB I Laporan Kasus IDENTITAS PASIEN Nama lengkap : Tn. Sumarno Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 56 tahun Suku bangsa : Sunda Status perkawinan : Menikah Agama : Islam Pekerjaan : - Pendidikan : SMA Alamat : Gang V Lorong T No. 110 RT/RW. 09/05 Tanggal masuk RS : 12-08-2013 A. ANAMNESIS Diambil secara autoanamnesis, tanggal 15 Agustus 2013, pada pukul 09.35 WIB Keluhan Utama : Perut kembung. Keluhan Tambahan : Belum BAB sejak 6 hari lalu. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke IGD RSUD Koja pada tanggal 12 Agustus 2013 pada pukul 00.15 dengan keluhan utama perut kembung. 1

description

case

Transcript of Ileus Paralitik

Page 1: Ileus Paralitik

BAB I

Laporan Kasus

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Tn. Sumarno Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 56 tahun Suku bangsa : Sunda

Status perkawinan : Menikah Agama : Islam

Pekerjaan : - Pendidikan : SMA

Alamat : Gang V Lorong T No. 110 RT/RW. 09/05

Tanggal masuk RS : 12-08-2013

A. ANAMNESIS

Diambil secara autoanamnesis, tanggal 15 Agustus 2013, pada pukul 09.35 WIB

Keluhan Utama : Perut kembung.

Keluhan Tambahan : Belum BAB sejak 6 hari lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke IGD RSUD Koja pada tanggal 12 Agustus 2013 pada pukul 00.15

dengan keluhan utama perut kembung. Keluhan tambahannya pasien belum BAB 6 hari

SMRS. Terakhir BAB pada hari Selasa (6/8/13) keras, dan sangat sedikit. Hari Rabu pasien

makan seperti biasa tetapi tidak bisa BAB. Kemudian hari Kamis sampai hari Minggu pasien

makan seperti biasa tapi tidak bisa BAB, dan perut mulai kembung. Selama sakit, pasien

tetap bisa kentut. Ada nyeri perut di daerah sekitar pusar, nyeri perutnya baru muncul saat

kembung dan tidak ada penjalaran nyeri. Ada mual, namun keluhan muntah disangkal. Ada

penurunan nafsu makanan selama sakit. Diare disangkal. Pasien menyangkal adanya demam

serta makan makanan yang tidak bersih. Adanya benjolan di daerah perut disangkal. Pasien

punya riwayat kencing manis selama 2 tahun dan tidak terkontrol. Riwayat operasi dalam

waktu dekat disangkal. Penggunaan obat-obatan, serta penyakit infeksi berat disangkal.

1

Page 2: Ileus Paralitik

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien pernah dirawat dengan keluhan yang sama di RSUD Koja dengan keluhan

yang sama 3 minggu SMRS. Diabetes Mellitus (+), hipertensi (-), penyakit paru (-), alergi

obat dan makanan (-), riwayat keganasan (-).

Riwayat Keluarga :

Keluarga tidak memiliki keluhan yang sama

Riwayat keluarga DM (-), Hipertensi (-)

Keluarga tidak memiliki riwayat keganasan

B. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 15 Agustus 2013, pada pukul 09.30 WIB:

Kesadaran : compos mentis, GCS 15 (E4M5V6)

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Tanda-Tanda Vital

Tekanan Darah : 150/90 mmHg

Nadi : 80x /menit

Pernapasan : 20x /menit

Suhu : 35,5 ºC (axilla)

STATUS GENERALIS

Mata

Kelopak : oedem -/- Lensa : jernih

Konjungtiva : anemis -/- Nistagmus : -

Sklera : ikterik -/- Gerakan Mata : DBN

Telinga

Tuli : -/- Membran Timpani : intak

Lubang : lapang Penyumbatan : -/-

Serumen : -/- Perdarahan : -/-

Cairan : -/-

Mulut

Bibir : tidak sianosis, tidak kering

2

Page 3: Ileus Paralitik

Gigi geligi : M-II kanan atas berlubang, M-I,II,III kiri dan kanan bawah carries

dengan OH buruk

Leher

Kelenjar Getah Bening tidak membesar

Thoraks

Bentuk : datar, simetris

Deformitas : -

Paru – Paru

Inspeksi : Simetris pada saat statis dan dinamis

Palpasi : Pergerakan dada saat nafas simetris, vocal fremitus sama kuat

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung

Bunyi jantung I-II reguler, Gallop (-), Murmur (-).

Abdomen (Likat status lokalis)

Ekstremitas

Oedem - - Akral dingin - -- - - -

STATUS LOKALIS

Inspeksi : tampak kembung, tidak ada kemerahan, kontur usus

dan gerakan usus (-), benjolan (-)

Auskultasi : bising usus (+) lemah

Palpasi : Tegang, nyeri tekan (+) “X”, nyeri lepas (-), defense

muscular (-)

Perkusi : Timpani

PEMERIKSAAN TAMBAHAN

1. Laboratorium : (12 Agustus 2013)

3

Page 4: Ileus Paralitik

HEMATOLOGI

Hemoglobin : 15,9 g/dl (13,5-17,5)

Leukosit : 8900/ul (4100-10900)

Hematokrit : 43% (41-53)

Trombosit : 343.000/ul (140000-440000)

GDS : 180

ELEKTROLIT

Na : 141 (135-147)

K : 3,64 (3,5-10)

Cl : 101 (97-108)

2. Radiologi

Rontgen – Abdomen 3 Posisi

4

Page 5: Ileus Paralitik

5

Page 6: Ileus Paralitik

DIAGNOSIS KERJA : Ileus Paralitik ec neuropati diabetikum

DIAGNOSIS BANDING : Pseudo Obstruksi

ANALISA KASUS

Pasien datang dengan keluhan perut kembung. Perut kembung pada kasus ini terjadi akibat

peristaltik usus yang menurun bahkan hilang sama sekali sehingga terjadi akumulasi feses,

cairan serta gas di dalam usus. Karena distensi abdomen ini juga pasien mengeluh mual.

Apabila tekanan intra-abdomen sangat tinggi maka besar kemungkinan untuk terjadi muntah,

namun pada pasien ini tidak ditemukan adanya muntah, hanya mual.

Pasien mengeluh juga tidak BAB selama 7 hari. Bila dilihat secara keseluruhan, maka

kemungkinan besar yang terjadi pada pasien ada komplikasi dari penyakit metaboliknya yaitu

DM, dimana DM ini akan menyebabkan terjadinya mikroangiopati yang berefek pada

terjadinya neuropati diabetikum, yang sepertinya mengenai saraf otonom sehingga terjadi

gangguan peristaltik usus. Dari gangguan peristaltik inilah maka pasien mengeluh tidak bisa

BAB. Selain itu kemungkinan lainnya adalah ileus paralitik yang terjadi pada pasien DM bisa

terjadi akibat ketoasidosis, namun pada pasien tidak terlihat tanda-tanda ketoasidosis.

Nyeri juga ada namun minimal, akibat distensi dari abdomen.

Kemungkinan infeksi dapat disingkirkan karena pada pasien tidak terdapat tanda-tanda

infeksi, yang paling umum demam. Serta dari anamnesis didapatkan riwayat diare, juga

riwayat makan makanan yang tidak bersih.

6

Page 7: Ileus Paralitik

Kemungkinan obstruksi akibat neoplasma dapat disingkirkan karena dari anamnesis benjolan

disangkal, serta pada pemeriksaan fisik juga tidak ditemukan adanya benjolamn. Dari riwayat

keluarganya pun tidak terdapat riwayat keganasan.

Adanya riwayat operasi sebelumnya, penggunaan obat-obatan, serta tanda-tanda infeksi berat

juga tidak ditemukan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Kemungkinan faktor penyebab ileus pada pasien sebagai komplikasi DM juga diperkuat

dengan adanya riwayat hal yang sama dalam waktu 3 minggu sebelum masuk rumah sakit.

Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital didapatkan suhu, respirasi, serta nadi tidak

meningkat, hanya tekanan darah yang meningkat. Pada status lokalis diperkuat dengan perut

yang terlihat kembung, pada perabaan tegang, perkusinya timpani, serta auskultasi bising

usus menurun memperkuat dugaan ke ileus paralitik.

Pada pemeriksaan penunjang, laboratorium darah didapatkan hasil normal, juga dapat

menyingkirkan kemungkinan infeksi akut. Selain itu ditambahakan pemeriksaan radiologis

berupa foto abdomen 3 posisi.

Hasil foto ini semakin memperjelas terjadinya ileus paralitik, dimana pada foto AP tegak

didapatkan dilatasi usus. Pada posisi supine ditemukan adanya coiled spring appearance, serta

herring’s bone sign. Pada foto LLD didapatkan adanya air fluid level yang tidak disertai

dengan gambaran step ladder appearance.

Maka berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang maka

diagnosis pasien adalah Ileus paralitik dengan diagnosis banding pseudo-obstruksi.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan dilakukan secara konservatif dan farmakologis tanpa tindakan pembedahan

karena tidak ada tanda-tanda peritonitis.

1. Pasien dipuasakan

2. Dekompresi

Dekompresi dilakukan dengan menggunakan nasogastric tube (NGT).

3. Cairan Intravena

Karena tidak terjadi gangguan elektrolit maka pada pasien dipasang jalur intravena dan

diberikan cairan RL

4. Antibiotik sspektrum luas

5. Analgesik (bila nyeri)

7

Page 8: Ileus Paralitik

PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia Ad Bonam

Ad functionam : Dubia Ad Bonam

Ad sanationam : Dubia Ad Malam

RESUME

Seorang laki-laki, berusia 56 tahun datang ke IGD dengan keluhan utama perut kembung dan

keluhan tambahan belum BAB selama 7 hari. Ada mual, namun muntah, diare, dan riwayat

operasi sebelumnya disangkal. Pasien pernah mengalami hal yang sama dan dirawat di

RSUD Koja dengan keluhan yang sama 3 minggu sebelumnya. Pasien memiliki riwayat DM

selama 2 tahun yang tidak terkontrol. Pemeriksaan fisik secara umum normal, namun untuk

status lokalisnya tampak adanya distensi abdomen, bising usus positif lemah, serta ada nyeri

tekan (minimal) di daerah periumbilikal. Hasil pemeriksaan darah, Hb, Ht, leukosit, dan

trombosit normal. Nilai GDS dalam batas normal. Nilai elektrolit juga dalam batas normal.

Dari foto abdomen 3 posisi didapatkan coiled spring appearance, herring’s bone sign, dilatasi

usus, serta air fluid level. Diagnosis kerjanya adalah ileus paralitik ec neuropati diabetikum

dengan diagnosis banding pseudo-obstruksi. Penatalaksanaan yang diberikan secara

konservatif antara lain rawat inap, puasa, dekompresi dengan NGT, pemberian cairan IV.

Sedangkan untuk terapi farmakologisnya diberikan antibiotik spektrum luas serta analgesik

bila diperlukan. Prognosis pasien untuk ad vitam dubia ad bonam, ad fungsionam dubia ad

bonam, dan ad sanationamnya dubia ad malam.

8

Page 9: Ileus Paralitik

BAB II

Tinjauan Pustaka

ILEUS PARALITIK

Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/ tidak mampu

melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik ini bukan suatu

penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang

berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi

kontraksi otot polos usus.

Gerakan peristaltik merupakan suatu aktifitas otot polos usus yang terkoordinasi

dengan baik, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti keadaan otot polos usus, hormon-

hormon intestinal, sistem saraf simpatik dan parasimpatik, keseimbangan elektrolit dan

sebagainya.

Ileus paralitik hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi abdomen. Keadaan

ini biasanya hanya berlangsung antara 24-72 jam. Beratnya ileus pasca operasi bergantung

pada lamanya operasi/ narcosis, seringnya manipulasi usus dan lamanya usus berkontak

dengan udara luar. Pencemaran peritoneum dengan asam lambung, isi kolon, enzim pankreas,

darah, dan urin akan menimbulkan paralisis usus. Kelainan peritoneal seperti hematoma

retroperitoneal, terlebih lagi bila disertai fraktur vertebra sering menimbulkan ileus paralitik

yang berat. Demikian pula kelainan pada rongga dada seperti pneumonia paru bagian bawah,

empiema dan infark miokard dapat disertai paralisis usus. Gangguan elektolit terutama

hipokalemia merupakan penyebab yang cukup sering.(1)

Total angka kejadian dari obstruksi usus yang disebabkan oleh mekanik dan non

mekanik mencapai 1 kasus diantara 1000 orang.ileus akibat meconium tercatat 9-33 % dari

obstruksi ileus pada kelahiran baru.(4)

II.1. Definisi Ileus Paralitik

9

Page 10: Ileus Paralitik

Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/ tidak mampu

melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya.(1)

Ileus merupakan kondisi dimana terjadi kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltic usus

tanpa adanya obstruksi mekanik.(2)

II.2. Anatomi Usus (5)

Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari

pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki

pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung

proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis

tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.

Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian ini agak tidak

tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang relatif lebih penting

berdasarkan perbedaan fungsi. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus

sampai kepada jejenum. Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh ligamentum treitz,

suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus

dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai

ligamentum suspensorium (penggantung). Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah

jejenum, dan tiga perlima terminalnya adalah ileum.. Jejenum terletak di region abdominalis

media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di region abdominalis bawah kanan.

Jejunum mulai pada junctura denojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis.

Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen dengan

perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai messenterium

usus halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada

dinding posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kanan dari kiri vertebra

lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan

keluar dan masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua lapisan

peritoneum yang memgbentuk messenterium.

Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki

(sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah

pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin

dekat anus semakin kecil.

Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup

ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau 10

Page 11: Ileus Paralitik

tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke

sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid.

Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati,

menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens

membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik). Kolon transversum

menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli dekstra sampai fleksura koli

sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah,

membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon

descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan

lanjutan kolon descendens. Ia tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk

lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki

bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan

turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Disisni rektum

melanjutkan diri sebagai anus dalan perineum.

Gambar 1. Sistem saluran pencernaan.

II.2.1. Histologi(5)

Dinding usus halus dibagi kedalam empat lapisan:

1. Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas duodenum,

hampir lengkap di dalam usus halus mesenterica, kekecualian pada sebagian kecil,

tempat lembaran visera dan mesenterica peritoneum bersatu pada tepi usus.

11

Page 12: Ileus Paralitik

1. Tunica Muscularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunica muscularis

usus halus. Ia paling tebal di dalam duodenum dan berkurang tebalnya ke arah distal.

Lapisan luarnya stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum circulare. Yang

terakhir membentuk massa dinding usus. Plexus myentericus saraf (Auerbach) dan

saluran limfe terletak diantara kedua lapisan otot.

2. Tela Submucosa. Tela submucosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak diantara

tunica muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak di bawah

mukosa. Dalam ruangan ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh limfe.

Di samping itu, di sini ditemukan neuroplexus meissner.

3. Tunica Mucosa. Tunica mucosa usus halus, kecuali pars superior duodenum, tersusun

dalam lipatan sirkular tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa. Masing-

masing lipatan ini ditutup dengan tonjolan, villi..

Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat menambah luas permukaan

dan membantu fungsi absorpsi yang merupakan fungsi utamanya:

1. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang dinamakan

valvula koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 ampai 10

mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada duodenum dan jejenum dan menghilang dekat

pertengahan ileum. Adanya lipatan-lipatan ini menyerupai bulu pada radiogram.

2. Vili merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang jumlahnya sekitar 4

atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5 sampai 1 mm (dapat

dilihat dengan mata telanjang) dan menyebabkan gambaran mukosa menyerupai beludru.

3. Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 μ pada

permukaan luar setiap villus. Mikrovilli terlihat dengan mikroskop elektron dan tampak

sebagai brush border pada mikroskop cahaya.

Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya hanyalah sekitar

2.00 cm². Valvula koniventes, vili dan mikrovili bersama-sama menambah luas permukaan

absorpsi sampai 2 juta cm², yaitu menigkat seribu kali lipat.

Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya.

Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja. Lapisan otot

longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan

taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rektum mempunyai satu

lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini

12

Page 13: Ileus Paralitik

menyebabkan usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum yang

berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal

daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus lieberkūn

(kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada

usus halus.

II.2.2 Vaskularisasi(5)

Pada usus halus, arteri mesentericus superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah

arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang sebagian atas

duodenum adalah arteri pancreotico duodenalis superior, suatu cabang arteri

gastroduoodenalis. Sedangkan separoh bawah duodenum diperdarahi oleh arteri

pancreoticoduodenalis inferior, suatu cabang

arteri mesenterica superior. Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan

ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian ileum

yang terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena

messentericus superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.

Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan

(sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1) ileokolika, (2)

kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri

(sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal

rektum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior.

II.2.3. Pembuluh Limfe(5)

Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe ke atas

melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici gastroduodenalis dan

kemudian ke nodi lymphatici coeliacus: dan ke bawah, melalui nodi lymphatici

pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus superior sekitar pangkal arteri

mesenterica superior.

Pembuluh limfe jejenum dan ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici

mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus suprior, yang terletak

sekitar pangkal arteri mesentericus superior.

Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi lymphatici mesentericus dan

akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus superior.

13

Page 14: Ileus Paralitik

Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak

di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon

transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi limphatici mesentericus superior,

sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens akan

masuk ke nodi limphatici mesentericus inferior.

II.2.4. Persarafan Usus(5)

Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari

pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan

ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesentericus

superior. Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan

rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis

menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai

saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang

terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa.

Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian

sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks dan kolon

ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus

saraf mesentericus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus

vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus

mesentericus superior dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua

pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis

nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis dari

pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Perangsangan

simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter

rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan.

II.2.4.1. Kontrol saraf terhadap fungsi gastrointestinal(7)

Sistem gastrointestinal memiliki sistem persarafan sendiri yang disebut sistem saraf

enterik. Sistem ini seluruhnya terletak di dinding usus, mulai dari esophagus dan memanjang

sampai ke anus. Jumlah neuron pada sistem enterik ini sekitar 100 juta, hampir sama dengan

jumlah keseluruhan pada medulla spinalis; hal ini menunjukkan pentingnya sistem enterik

untuk mengatur fungsi gastrointestinal.

14

Page 15: Ileus Paralitik

Sistem enterik terutama terdiri atas dua pleksus, satu pleksus bagian luar yang terletak

diantara lapisan otot longitudinal dan sirkular, disebut pleksus Mienterikus atau pleksus

auerbach, dan pleksus bagian dalam, disebut pleksus submukosa atau pleksus Meissner, yang

terletak di dalam submukosa. Pleksus Mienterikus terutama mengatur pergerakan

gastrointestinal dan pleksus submukosa terutama mengatur sekresi gastrointestinal dan aliran

darah lokal.

Kedua pleksus tersebut berhubungan dengan serat-serat simpatis dan parasimpatis.

Walaupun sistem saraf enterik dapat berfungsi dengan sendirinya, tidak bergantung pada

saraf-saraf ekstrinsik ini, perangsangan oleh sistem parasimpatis dan simpatis dapat

mengaktifakan atau menghambat fungsi gastrointestinal lebih lanjut.

Ujung-ujung saraf simpatis yang berasal dari epithelium gastrointestinal atau dinding

usus dan kemudian mengirimkan serat-serat afferent ke kedua sistem enterik juga ke ganglia

prevertebral dari sistem saraf simpatis, beberapa berjalan melalui saraf simpatis ke medulla

spinalis dan yang lainnya berjalan melalui saraf vagus ke batang otak. Saraf-saraf sensoris ini

mengadakan refleks-refleks local di dalam usus itu sendiri dan refleks-refleks lain yang

disiarkan kembali ke usus baik dari ganglia prevertebral maupun dari daerah basal sistem

saraf pusat.

II.2.4.2. Pengaturan otonom traktus gastrointestinal(7)

Persarafan parasimpatis. Persarafan parasimpatis ke usus dibagi atas divisi cranial

dan divisi sacral. Kecuali untuk beberapa serat parasimpatis di regio mulut dan faring dari

saluran pencernaan, parasimpatis divisi cranial hampir seluruhnya berasal dari saraf vagus.

Saraf ini member inervasi yang luas pada esophagus, lambung pankreas dan sedikit ke usus

sampai separuh pertama bagian usus besar. Parasimpatis sacral berasal dari segmen sacral

medulla spinalis kedua, ketiga dan keempat dari medulla spinalis serta berjalan melalui saraf

pelvis ke separuh bagian distal usus besar. Area sigmoid, rectum dan anus dari usus besar

diperkirakan mendapat persarafan parasimpatis yang lebih baik daripada bagian usus yang

lain.

Persarafan simpatis. Serat-serat simpatis yang berjalan ke traktus gastrointestinal

berasal dari medulla spinalis antara segmen T-5 dan L-2. Sebagian besar preganglionik yang

mempersarafi usus, sesudah meninggalkan medulla , memasuki rantai simpatis dan berjalan

melalui rantai ke ganglia yang letaknya jauh, seperti ganglion seliakus dan berbagai ganglion

mesenterikus. Ujung-ujung saraf simpatis mensekresikan norepineprin.

15

Page 16: Ileus Paralitik

Pada umunya, perangsangan sistem saraf simpatis menghambat aktivitas dalam

traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang

ditimbulkan oleh sistem parasimpatis.

II.2.4.3. Refleks-refleks gastrointestinal(7)

1. Refleks-refleks yang seluruhnya terjadi di dalam sistem saraf enterik. Refleks-

refleks tersebut mengatur sekresi gastrointestinal, peristaltic, kontraksi campuran,

efek penghambatan local dan sebagainya.

2. Refleks-refleks dari usus ke ganglia simpatis prevertebral dan kemudian kembali

ke traktus gastrointestinal. Refleks ini mengirim sinyal untuk jarak yang jauh

dalam traktus gastrointestinal, seperti sinyal dari lambung untuk menyebabkan

pengosongan kolon (refleks gastrokolik), sinyal dari kolon dan usus halus untuk

menghambat motilitas lambung dan sekresi lambung (refleks enterogastrik) dan

refleks dari kolon untuk menghambat pengosongan isi ileum ke dalam kolon

(refleks kolonoileal).

3. Refleks-refleks dari usus ke medulla spinalis atau batang otak dan kemudian

kembali ke traktus gastrointestinal. Meliputi refleks mengatur aktifitas motorik

dan sekresi lambung, refleks nyeri yang menimbulkan hambatan umum pada

seluruh traktus gastrointestinal dan refleks defekasi.(7)

II.3. Fisiologi Usus(5)

Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorpsi bahan-bahan

nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam

klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum

terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan

protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas

membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi

empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga

memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas.

Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumnlah enzim dalam getah usus (sukus

enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan

mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorpsi.

16

Page 17: Ileus Paralitik

Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu

segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. Pergerakan

segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar,

dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain

dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung.

Dalam proses motilitas terjadi dua gerakan yaitu:

1. Gerakan propulsif yaitu gerakan mendorong atau memajukan isi saluran pencernaan

sehingga berpindah tempat ke segmen berikutnya, dimana gerakan ini pada setiap

segmen akan berbeda tingkat kecepatannya sesuai dengan fungsi dari regio saluran

pencernaan, contohnya gerakan propulsif yang mendorong makanan melalui esofagus

berlangsung cepat tapi sebaliknya di usus halus tempat utama berlangsungnya

pencernaan dan penyerapan makanan bergerak sangat lambat.

2. Gerakan mencampur, gerakan ini mempunyai 2 fungsi yaitu mencampur makanan

dengan getah pencernaan dan mempermudah penyerapan pada usus.

Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan

protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino) melalui dinding usus ke

sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sesl-sel tubuh. Selain itu air, elektrolit dan

vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi berbagai zat berlangsung dengan mekanisme transpor

aktif dan pasif yang sebagian kurang dimengerti.

Lemak dalam bentuk trigliserida dihidrodrolisa oleh enzim lipase pankreas ; hasilnya

bergabung dengan garam empedu membentuk misel. Misel kemudian memasuki membran

sel secara pasif dengan difusif, kemudian mengalami disagregasi, melepaskan garam empedu

yang kembali ke dalam lumen usus dan asam lemak serta monogliserida ke dalam sel. Sel

kemudian membentuk kembali trigliserida dan digabungkan dengan kolesterol, fosfolipid,

dan apoprotein untuk membentuk kilomikron, yang keluar dari sel dan memasuki lakteal.

Asam lemak kecil dapat memasuki kapiler dan secara langsung menuju ke vena porta. Garam

empedu diabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dalam ileum distalis. Dari kumpulan 5

gram garam empedu yang memasuki kantung empedu, sekitar 0,5 gram hilang setiap hari;

kumpulan ini bersirkulasi ulang 6 kali dalam 24 jam.

Protein oleh asam lambung di denaturasi, pepsin memulai proses proteolisis. Enzim

protease pankreas (tripsinogen yang diaktifkan oleh enterokinase menjadi tripsin, dan

endopeptidase, eksopeptidase) melanjutkan proses pencernaan protein, menghasilkan asam

17

Page 18: Ileus Paralitik

amino dan 2 sampai 6 residu peptida. Transport aktif membawa dipeptida dan tripeptida ke

dalam sel untuk diabsorpsi.

Karbohidrat, metabolisme awalnya dimulai dengan menghidrolisis pati menjadi

maltosa (atau isomaltosa), yang merupakan disakarida. Kemudian disakarida ini, bersama

dengan disakarida utama lain, laktosa dan sukrosa, dihidrolisis menjadi monosakarida

glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Enzim laktase, sukrase, maltase, dan isimaltase untuk

pemecahan disakarida terletak di dalam mikrovili ’brush border’ sel epitel. Disakarida ini

dicerna menjadi monosakarida sewaktu berkontak dengan mikrovili ini atau sewaktu mereka

berdifusi ke dalam mikrovili. Produk pencernaan, monosakarida, glukosa, galaktosa, dan

fruktosa, kemudian segera disbsorpsi ke dalam darah porta.

Air dan elektrolit, cairan empedu, cairan lambung, saliva, dan cairan duodenum

menyokong sekitar 8-10 L/hari cairan tubuh, kebanyakan diabsorpsi. Air secara osmotik dan

secara hidrostatik diabsorpsi atau melalui difusi pasif. Natrium dan khlorida diabsorpsi

dengan pemasangan zat telarut organik atau secara transport aktif. Bikarbonat diabsorpsi

secara pertukaran natrium/hidrogen. Kalsium diabsorpsi melalui transport aktif dalam

duodenum dan jejenum, dipercepat oleh hormon parathormon (PTH) dan vitamin D. Kalium

diabsorpsi secara difusi pasif.

Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir

isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan elektrolit, yang

sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir

yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung.

Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta

mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan air dan

elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500 ml/hari, semua, kecuali 100-200 ml

diabsorpsi, paling banyak di proksimal. Kapasitas sekitar 5 liter/hari.

Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan,

meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum,

mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh antikolinergik, meningkat

oleh makanan, kolinergik. Gerakan massa merupakan pola yang kurang umum, pendorong

antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0 cm/detik, 20-30 detik panjang, tekanan 100-200

mmHg, tiga sampai empat kali sehari, terjadi dengan defekasi.

Sepertiga berat feses kering adalah bakterri; 10¹¹-10¹²/gram. Anaerob > aerob.

Bakteroides paling umum, Escherichia coli berikutnya. Sumber penting vitamin K. Gas kolon

18

Page 19: Ileus Paralitik

berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, produksi intralumen. Nitrogen, oksigen,

karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri membentuk hidrogen dan metan dari protein dan

karbohidrat yang tidak tercerna. Normalnya 600 ml/hari.(5)

Fungsi motorik pada saluran pencernaan tergantung pada kontraksi sel otot polos dan

integrasi dan modulasi oleh saraf enterik dan ekstrinsik. Kontraksi yang terjadi sepanjang

saluran pencernaan dikendalikan oleh myogenic, mekanisme saraf dan kimia. Kekacauan

mekanisme yang mengatur fungsi motorik pencernaan ini dapat menyebabkan motilitas usus

berubah.

1. Neurogenik. Modulator motilitas gastrointestinal meliputi sistem saraf pusat (SSP), saraf

otonom, dan sistem saraf enterik (ENS). ENS merupakan cabang bebas dari sistem saraf

perifer, terdiri dari sekitar 100 juta neuron dibagi dalam dua pleksus ganglion (Gambar

22-2). Pleksus myenteric yang lebih besar, juga dikenal sebagai pleksus Auerbach,

terletak di antara lapisan otot longitudinal dan sirkular dari externa muskularis; pleksus

ini berisi neuron yang bertanggung jawab atas motilitas gastrointestinal dan regulasi

output enzimatik dari organ-organ yang berdekatan. Pleksus submukosa yang lebih kecil

disebut sebagai pleksus Meissner's. ENS berhubungan langsung dengan usus sel otot

polos, tetapi juga memainkan peran penting dalam fungsi aferen visceral.

2. Myogenic mekanisme kontrol termasuk faktor yang terlibat dalam mengatur aktivitas

listrik yang dihasilkan oleh sel otot polos pada saluran pencernaan. Sebuah komponen

penting dari sistem kontrol myogenic adalah kegiatan pacu listrik yang berasal dari sel-

sel interstisial dari Cajal (ICC). ICC membentuk sistem alat pacu jantung nonneural

terletak di antara lapisan otot sirkuler dan longitudinal dari usus kecil. Yang mana-mana

gelombang lambat dari usus kecil, biasanya disebut sebagai aktivitas kontrol listrik

(ECA) dan potensi perintis (PP), berasal dari jaringan ICC berhubungan dengan pleksus

Auerbach. Selain menghasilkan alat pacu jantung kegiatan, ICC tampaknya berfungsi

sebagai perantara antara neurogenik (ENS) dan myogenic sistem kontrol karena mereka

secara luas dipersarafi dan berada di dekat sel otot polos gastrointestinal.

3. Kimia kontrol mengacu pada pengamatan kontraksi otot polos gastrointestinal selama

periode depolarisasi dari membran potensial, hanya terjadi jika ada neurotransmiter

seperti asetilkolin. Jarak terjadinya kontraksi tergantung dari banyaknya panjang dari

segmen yang menunjukkan aktivitas kontrol listrik dan panjang segmen neurokimia

bersebelahan yang diaktifkan

19

Page 20: Ileus Paralitik

4. kontrol saraf ekstrinsik dari fungsi motorik gastrointestinal dapat dibagi lagi menjadi

aliran parasimpatis kranial dan sakral dan pasokan torakolumbalis simpatik. Saraf kranial

terutama melalui saraf vagus, yang mempersarafi saluran pencernaan dari lambung ke

usus besar kanan dan terdiri dari serat preganglionik kolinergik yang bersinaps dengan

ENS. Pasokan serat simpatis ke perut dan usus kecil muncul dari tingkat T5 sampai T10

dari kolom intermediolateral sumsum tulang belakang. The celiac prevertebral,

mesenterika superior, dan mesenterika inferior ganglia simpatis memainkan peran

penting dalam integrasi impuls aferen antara usus dan SSP. (9)

II.4. Etiologi Ileus Paralitik

Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal seperti

pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis, pankreatitis,

perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan yang memerlukan

intubasi, sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis, dan ketidakseimbangan

elektrolit (hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia, hipofosfatemia); dan (3) obat-

obatan yang mempengaruhi motilitas usus (opioid, antikolinergik, fenotiazine). Setelah

pembedahan, usus halus biasanya pertama kali yang kembali normal (beberapa jam), diikuti

lambung (24-48 jam) dan kolon (48-72 jam).(2)

Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya obstruksi usus

mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk mengangkut isi usus.

Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan akumulasi gas dan cairan dalam

usus.

Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah keadaan yang paling

umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan konsekuensi yang diharapkan dari

pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali normal spontan dalam 2-3 hari, setelah

motilitas sigmoid kembali normal. Ileus yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah

operasi dapat disebut ileus adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi

setelah operasi intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan

retroperitoneal dan extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat terjadi setelah

pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan jangka waktu yang lebih

singkat daripada reseksi kolon ileus terbuka.

Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan ileus merasa

tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi paru. Ileus juga

20

Page 21: Ileus Paralitik

meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan, ileus meningkatkan biaya

perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di rumah sakit.(2)

Beberapa penyebab terjadinya ileus:

· Trauma abdomen

· Pembedahan perut (laparatomy)

· Serum elektrolit abnormalitas

1. Hipokalemia

2. Hiponatremia

3. Hipomagnesemia

4. Hipermagensemia

· Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)

1. Intrathorak

1. Pneumonia

2. Lower lobus tulang rusuk patah

3. Infark miokard

2. Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul )

3. Rongga perut

1. Radang usus buntu

2. Divertikulitis

3. Nefrolisiasis

4. Kolesistitis

5. Pankreatitis

6. Perforasi ulkus duodenum

· Iskemia usus

1. Mesenterika emboli, trombosis iskemia

21

Page 22: Ileus Paralitik

· Cedera tulang

1. Patah tulang rusuk

2. Vertebral Retak (misalnya kompresi lumbalis Retak )

· Pengobatan

1. Narkotika

2. Fenotiazin

3. Diltiazem atau verapamil

4. Clozapine

5. Obat Anticholinergic (9)

II.5. Patofisiologi

Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya sistem

saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus gastrointestinal,

menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem

parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap

yang kecil melalui pengaruh langsung norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis

mukosa, dimana ia merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh

inhibitorik dari noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan

yang kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus

gastrointestinal. (7)

Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan

menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal, namun tidak

semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis bersifat eksitatorik,

beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan suatu transmitter

inhibitor, kemungkinan peptide intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.

Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi hambat

busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang terlibat: ultrashort

refleks terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang melibatkan ganglia prevertebral, dan

refleks panjang melibatkan sumsum tulang belakang. Refleks panjang yang paling signifikan.

22

Page 23: Ileus Paralitik

Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan mediator inflamasi yang

juga mempromosikan perkembangan ileus. (9)

Penyakit/ keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan seperti

yang tercantum dibawah ini:

Kausa Ileus Paralitik

Neurogenik. Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan timbal, kolik ureter, iritasi

persarafan splanknikus, pankreatitis.

Metabolik. Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia), uremia, komplikasi

DM, penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multiple

Obat-obatan. Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiazin, antihistamin.

Infeksi/ inflamasi. Pneumonia, empiema, peritonitis, infeksi sistemik berat lainnya.

Iskemia Usus.

Neurogenik

- Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada operasi

abdominal.

- Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan neurotransmitter

asetilkolin.(8)

Hormonal

Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan jejunum terutama

sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak, asam lemak dan

monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin mempunyai efek yang kuat dalam

meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi mengeluarkan empedu kedalam usus

halus dimana empedu kemudian memainkan peranan penting dalam mengemulsikan

substansi lemak sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin juga

menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat bersamaan dimana

hormon ini menyebabkan pengosongan kandung empedu, hormon ini juga menghambat

pengosongan makanan dari lambung untuk memberi waktu yang adekuat supaya terjadi

pencernaan lemak di traktus gastrointestinal bagian atas.

23

Page 24: Ileus Paralitik

Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung juga memiliki

fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin berperan sebagai respons dari

getah asam lambung dan petida penghambat asam lambung sebagai respons terhadap

asam lemak dan asam amino. (7)

Inflamasi

- Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).

- Prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.

Farmakologi

Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari pleksus

mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos usus dan menghambat

gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan untuk gerakan propulsi. (8)

Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang mempersarafi otot polos usus.(8)

II.6. Manifestasi Klinik

Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan usus yang disebabkan

oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas simpatik yang berlebihan. Sangat umum,

terjadi setelah semua prosedur abdomen, gerakan usus akan kembali normal pada: usus kecil

24 jam, lambung 48 jam, kolon 3-5 hari. (4)

Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung ( abdominal distention),

anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula tidak ada. Keluhan perut

kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus

obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik

abdomen yang paroksismal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani dengan

bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi,

pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi

peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis,

manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran peritonitis.(1)

II.7. Diagnosa

24

Page 25: Ileus Paralitik

Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen yaitu

bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus

halus atau besar.

Anamnesa

Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus, rasa mual dan

dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa

tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri.

Pemeriksaan fisik

o Inspeksi

Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor

kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut

abdomen, hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan

peristaltik.

o Palpasi

Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan,

yang mencakup ‘defence muscular’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau

massa yang abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.

o Perkusi

Hipertimpani

o Auskultasi

Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen)

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit.

Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah, kadar elektrolit, ureum,

glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat membantu untuk menegakkan

diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus besar.

Air fluid level ditemukan berupa suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air

fluid level pada ileus obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga).

Apabila dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto

abdomen dengan mempergunakan kontras.

25

Page 26: Ileus Paralitik

II.8. Penatalaksanaan

Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa

dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa dan penyakit

primer dan pemberiaan nutrisi yang adekuat.(1) Prognosis biasanya baik, keberhasilan

dekompresi kolon dari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi berulang.(3) Beberapa obat-obatan

jenis penyekat simpatik (simpatolitik) atau parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata

hasilnya tidak konsisten. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila

perlu dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi

parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian

nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk

gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pascaoperasi, dan klonidin dilaporkan

bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan.(1) Neostigmin juga efektif

dalam kasus ileus kolon yang tidak berespon setelah pengobatan konservatif.(3)

1. Konservatif

Penderita dirawat di rumah sakit.

Penderita dipuasakan

Kontrol status airway, breathing and circulation.

Dekompresi dengan nasogastric tube.

Intravenous fluids and electrolyte

Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.

2. Farmakologis

Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.

Analgesik apabila nyeri.

Prokinetik: Metaklopromide, cisapride

26

Page 27: Ileus Paralitik

Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin

Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis

3. Operatif

Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis.

Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis

sekunder atau rupture usus.

Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang

disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.

Pintas usus : ileostomi, kolostomi.

Reseksi usus dengan anastomosis

Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.(9)

II.9. Diagnosis banding

Masalah lain yang perlu dipertimbangkan umum untuk ileus adalah pseudo-obstruksi, juga

disebut sebagai sindrom Ogilvie, dan obstruksi usus mekanik.

Pseudo-obstruksi (6)

Pseudo-obstruksi didefinisikan sebagai penyakit akut, ditanda dengan distensii dari

usus besar. Seperti ileus, itu terjadi didefinisikan karena tidak adanya gangguan mekanik.

Beberapa teks dan artikel cenderung menggunakan ileus sinonim dengan pseudo-obstruksi.

Namun, kedua kondisi itu adalah hal yang berbeda. Pseudo-obstruksi ini jelas terbatas pada

usus besar saja, sedangkan ileus melibatkan baik usus kecil dan usus besar. Usus besar kanan

terlibat dalam klasik pseudo-obstruksi, yang biasanya terjadi pada pasien yang terbaring lama

di tempat tidur dengan gambaran penyakit ekstraintestinal serius atau pada pasien trauma.

Agen farmakologis, aerophagia, sepsis, dan perbedaan elektrolit juga dapat berkontribusi

untuk kondisi ini.

27

Page 28: Ileus Paralitik

Kondisi kronis pada pseudo-obstruksi usus juga diamati pada pasien dengan penyakit

kolagen-vaskular, miopati viseral, atau neuropati. Bentuk kronis dari pseudo-obstruksi

melibatkan dismotilitas baik dari usus besar dan kecil. Dismotilitas ini disebabkan hilangnya

kompleks motorik yang berpindah dan bakteri berlebih. Semua hal ini bermanifestai klinik

sebagai obstruksi usus kecil.

Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan tanda perut kembung tanpa rasa sakit,

namun pasien bisa juga mempunyai gejala mirip obstruksi. Radiografi dari foto polos

abdomen mengungkapkan adanya keadaan yang terisolasi, dilatasi usus proksimal yang

membesar, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah, dan pencitraan kontras

membedakan ini dari obstruksi mekanik.

Dilatasi kolon terutama pada kolon ascendens dan sekum

Distensi kolon dapat mengakibatkan perforasi caecum, terutama jika diameter caecum

melebihi 12 cm. Tingkat kematian untuk pseudo-obstruksi adalah 50% jika pasien

berkembang menjadi nekrosis iskemik dan perforasi.

Perawatan awal meliputi hidrasi, pemasangan NGT dan rectal tube, koreksi

ketidakseimbangan elektrolit, dan penghentian obat yang menghambat motilitas usus.

Dekompresi melalui kolonoskopi cukup efektif dalam mengurangi pseudo-obstruksi.

Neostigmine intravena mungkin juga efektif, menghasilkan perbaikan pseudo-obstruksi

dalam waktu 10-30 menit. Dosis 2,5 mg dari neostigmine diinfuskan perlahan-lahan selama 3

menit dengan pengawasan jantung untuk mengamati efek bradikardi. Jika terjadi bradikardia,

atropin harus diberikan. Laparotomi dan reseksi usus untuk peritonitis dan iskemia

merupakan jalan terakhir.

28

Page 29: Ileus Paralitik

Obstruksi Mekanik

Obstruksi mekanik usus dapat disebabkan oleh adhesi, volvulus , hernia, intususepsi ,

benda asing, atau neoplasma. Pasien datang dengan nyeri kram perut berat yang paroksismal.

Pemeriksaan fisik ditemukan borborygmi bertepatan dengan kram perut. Pada pasien yang

kurus, gelombang peristaltik dapat divisualisasikan. Dengan auskultasi dapat terdengar suara

bernada tinggi, denting suara bersamaan dengan aliran peristaltic. Jika obstruksi total, pasien

mengeluhkan tidak bisa BAB. Muntah mungkin terjadi tapi bisa juga tidak jika katup

ileocecal kompeten dalam mencegah refluks. Tanda peritoneal terlihat nyata jika pasien

mengalami strangulasi dan perforasi.

Menegakkan diagnosis dari obstruksi usus mekanik dapat dibantu dengan pencitraan

endoskopi menggunakan kontras.

Obstruksi mekanik usus disebabkan oleh karsinoma kolon kiri. Tidak ada gas usus

sepanjang usus besar.(6)

Tabel. Karakteristik ileus, Pseudo-obstruksi, dan Mekanik Sumbatan. (6)

Ileus Pseudo-obstruksi Mekanikal Obstruksi

Gejala sakit perut,

kembung, mual,

muntah,

konstipasi

nyeri kram perut, konstipasi,

obstipasi, mual, muntah,

anoreksia

nyeri kram perut,

konstipasi, obstipasi, mual,

muntah, anoreksia

29

Page 30: Ileus Paralitik

Temuan

Pemeriksaan

Fisik

Silent abdomen,

kembung, timpani

Borborygmi, timpani,

gelombang peristaltik,

bising usus hiperaktif atau

hipoaktif, distensi, nyeri

terlokalisasi

Borborygmi, timpani,

gelombang peristaltik, bising

usus hiperaktif atau

hipoaktif, distensi, nyeri

terlokalisasi

Gambaran

Radiografi

dilatasi usus kecil

dan besar,

diafragma

meninggi

dilatasi usus besar yang

terlokalisir, diafragma

meninggi

Bow-shaped loops in ladder

pattern, berkurangnya gas

kolon di distal, diafragma

agak tinggi, air fluid level.

Tabel. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.(6)

Macam

ileus

Nyeri Usus Distensi Muntah

borborigmi

Bising usus Ketegangan

abdomen

Obstruksi

simple

tinggi

++

(kolik)

+ +++ Meningkat -

Obstruksi

simple

rendah

+++

(Kolik)

+++ +

Lambat,

fekal

Meningkat -

Obstruksi

strangulasi

++++

(terus-

menerus,

terlokalisir)

++ +++ Tak tentu

biasanya

meningkat

+

Paralitik + ++++ + Menurun -

Oklusi

vaskuler

+++++ +++ +++ Menurun +

30

Page 31: Ileus Paralitik

II.10. Prognosis

Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri. Bila ileus

hasil dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan berlangsung sekitar 24-72

jam. Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu dimana kematian jaringan usus terjadi;

operasi menjadi perlu untuk menghapus jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus

cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.

Daftar Pustaka

31

Page 32: Ileus Paralitik

1. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 181-192.

2. Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J., Windle, W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 29, 2004.

3. Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber, A.J., and Katz, J. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004.

4. Anonym. Mechanical Intestinal Obstruction. http://www.Merck.com.

5. Anonym. Ileus. http://www.Merck.com.

6. Leaper, D.J., Peel, A.L.G., McLatchie, G.R., and Kurup, V.: Gastrointestinal disease. In Oxford handbook of clinical surgery. Editor by McLatchie, G.R., and Leape, D. 2nd Edition. London: Oxford University Press, 2002. p: 214-296.

7. Hebra, A., and Miller, M.: Intestinal Volvulus. Editor: DuBois, J.J., Konop, R., Li, B.UK., Schwarz, S. and Altschuler, S. http://www.emedicine,com. Last Updated: February 25, 2004.

8. Chahine, A.A.: Intussusception. Editor: Nazer, H., Windle, M.L., Li, B.UK., Schwarz, S. and Altschuler, S. http://www.emedicine,com. Last Updated: June 10, 2004.

9. Shukia, P.C.: Volvulus. Editor: DuBois, J.J., Konop, R., Piccoli, D., Schwarz, S. and Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last Updated: May 18, 2005.

32