Faringitis

11

Click here to load reader

description

faring

Transcript of Faringitis

FARINGITIS

Kisenda Bagus W

G99121022KEPANITERAAN KLINIK SMF FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDI

SURAKARTA

2013

BAB IDAFTAR PUSTAKA

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dan lain-lain. Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal. Infeksi bakteri grup A Streptokokus hemolitikus dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepaskan toksin ekstraseluler yang dapat menimbulkan demam reumatik, kerusakan katub jantung, glomerulonefritis akut karena fungsi gromerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. Bakteri ini banyak menyerang anak usia sekolah, dewasa dan jarang pada anak usia kurang dari 3 tahun. Penularan infeksi melalui sekret hidung dan ludah (droplet infection).

FARINGITIS1. Faringitis akut

a. Faringitis viral

Rinovirus menimbulkan gejala rinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan faringitis. Gejala dan tandanya ditandai dengan demam disertai rinorhea, mual, nyeri tenggorokan, sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, coxachievirus dan citomegalovirus, tidak menghasilkan eksudat. Coxachievirus dapat menimbulkan lesi vesikuler di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis juga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak. Ebstein Barr Virus menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat yang banyak pada faring. Terutama pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali.

Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorokan, nyeri menelan, mual, dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah.

TerapiIstirahat dan minum yang cukup, kumur dengan air hangat. Analgetik jika perlu dan tablet isap. Antivirus metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100 mg/kgBB terbagi dalam 4-6 kali pemberian / hari pada orang dewasa, sedangkan pada anak < 5 tahun diberikan 50 mg/kgBB terbagi dalam 4-6 kali pemberian/ hari.

b. Faringitis bakterialInfeksi grup A Streptokokus hemolitikus merupakan penyebab faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%). Gejala dan tandanya yakni nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang disertai demam dengan suhu tinggi, jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechie pada palatum dan faring. Kelenjar limfe leher anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan.

Terapi1. Antibiotik

Diberikan terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini grup A Streptokokus hemolitikus. Penicilin G Benzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis tunggal, atau amoksisilin 50 mg/kgBB yang terbagi 3 kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3 x 500 mg selama 6-10 hari atau eritromisin 4 x 500 mg/hari.

2. Kortikosteroid

Deksametason 8-16 mg, IM 1 kali. Pada anak 0,08- 0,3 mg/kgBB, IM 1 kali.

3. Analgetik

4. Kumur dengan air hangat atau antiseptik.

c. Faringitis fungal

Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring. Gejala dan tandanya yakni keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. Pembiakan jamur dilakukan dalam agar Sabouroud dekstrosa.

Terapi diberikan Nystatin 100.000 400.000 2 kali/ hari.

Analgetika

d. Faringitis gonorea

Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital.Terapi diberikan Sefalosporin generasi ke-3, Ceftriaxon 250 mg IM.2. Faringitis kronik

Terdapat 2 bentuk yakni faringitis kronik hiperplastik dan faringitis kronik atrofi. Faktor predisposisi proses peradangan kronis di faring ini yakni rinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lainnya yakni pasien dengan kebiasaan bernafas melalui mulut karena hidungnya tersumbat.

a. Faringitis kronik hiperplastik

Pada faringitis tipe ini terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa dibawah mukosa faring dan lateral band hiperplasia. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding faring posterior tidak rata, bergranular. Gejala pasien yakni mengeluhkan mula-mula tenggorokan kering gatal dan akhirnya batuk yang bereak.

Terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simtomatik diberikan obat kumur atau tablet isap. Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran. Underlying deases harus diobati misalnya penyakit di hidung dan sinus paranasalis.

b. Faringitis kronik atrofi

Faringitis tipe ini sering timbul bersamaan dengan rinitis atrofi. Pada rinitis atrofi, udara pernapasan tidak diatur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Gejala dan tandanya yakni pasien mengeluh tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi lendir yang kental dan bila diangkat lendirnya tampak mukosa kering.

Terapi ditujukan pada rinitis atrofinya dan untuk faringitis kronik atrofi ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.

3. Faringitis Spesifik

a. Faringitis luetika

Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi di daerah faring seperti juga penyakit lues di organ lain. Gambaran klinisnya tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder atau tersier.

Stadium Primer

Kelainan pada stadium primer terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil dan dinding posterior faring berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi terus berlangsung maka timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yakni tidak nyeri. Juga didapatkan pembesaran kelenjar mandibula yang tidak nyeri tekan.

Stadium Sekunder

Stadium ini jarang ditemukan. Terdapat eritema pada dinding faring yang menjalar ke arah laring.

Stadium Tersier

Pada stadium ini terdapat guma. Predileksinya pada tonsil dan palatum. Jarang pada dinding posterior faring. Guma pada dinding posterior faring dapat meluas ke vertebra servikal dan bila pecah dapat menyebabkan kematian. Guma yang terdapat di palatum mole, bila sembuh akan terbentuk jaringan parut (sikatrik) yang dapat menimbulkan gangguan fungsi palatum secara permanen.

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan serologik. Terapi penisilin dalam dosis tinggi merupakan obat pilihan utama.

b. Faringitis Tuberkulosis

Faringitis tipe ini merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru. Pada infeksi kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul tuberkulosis faring primer. Cara infeksi eksogen yakni kontak dengan sputum yang mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui udara. Cara infeksi endogen yakni penyebaran melalui darah pada tuberkulosis miliaris. Bila infeksi timbul secara hematogen maka tonsil dapat terkena pada kedua sisi dan lesi sering ditemukan pada dinding posterior faring, arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole dan palatum durum. Kelenjar regional leher membengkak. Saat ini diketahui juga penyebaran secara limfogen.

Gejala pada pasien yakni keadaan umum pasien buruk karena anoreksia dan odinofagia. Pasien mengeluh nyeri yang hebat di tenggorokan, nyeri di telinga atau otalgia serta pembesaran kelenjar limfa servikal.

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan sputum BTA (Basil Tahan Asam), foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru dan biopsi jaringan yang terinfeksi untuk menyingkirkan proses keganasan serta mencari kuman basil tahan asam di jaringan.

Terapinya sesuai dengan terapi tuberkulosis paru.

ILUSTRASI KASUS

ANAMNESIS

Nama

: An. A

Jenis kelamin : Perempuan

Usia

: 5 tahun

BB

: 25 kg

Alamat : Palur, surakarta.

Keluhan utama : Batuk

Riwayat penyakit sekarang :

Seorang anak 5 tahun datang berobat dengan keluhan batuk. Batuk sudah dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Selama batuk pasien telah membeli obat batuk sirup di apotek keluhan reda sementara namun kambuh lagi. Pasien tidak tahu nama maupun kandungan obat batuk tersebut. Batuk tidak disertai pilek. Dahak dirasakan sulit keluar, tenggorokan terasa sakit. Beberapa hari pasien nampak tidak berselera makan dan demam. BAB dab BAK tidak ada keluhan. Karena tidak kunjung sembuh pasien memeriksakan diri.

Riwayat kelahiran :

BB lahir 3 kg, cukup bulan, tidak ada penyakit bawaan, imunisasi lengkap.

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat DM : disangkal

Riwayat Hipertensi: disangkal

Riwayat Asma :disangkal

Alergi Obat atau makanan disangkal.Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat DM : disangkal

Riwayat Hipertensi: disangkal

Vital Sign TD : 100/60mmHg

RR : 22x/

Nadi : 94 x/menitt: 38,2C

Pemeriksaan Fisik

Mata : konjungtiva pucat (-)

THT : faring hiperemis (+), Tosil (T2-T2),

Thoraks : Paru : SDV (+/+), ST (-)

Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, bising (-)

Abdomen : Turgor kulit (+) dbn

Bising usus (+) dbn

Ektremitas : Akral dingin(-/-), Edema (-/-)

Assessment : Faringitis akut DD Tonsilitis Akut

Terapi : Dosis anak dengan taksiran umur : dosis dewasa.

- Parasetamol 125 mg 3x1

- Amoksisilin sirup 125 mg/5cc 3x1

- Ambroxol tab 3x1

- Vitamin C tab 3x1

Edukasi : Pasien diminta untuk banyak minum air putih, mengurangi chiki atau jajan sembarangan, makan pedas ataupun makanan-makanan yang merangsang batuk.Pasien diminta menghentikan obat yang telah dibeli sebelumnya dan membawa obat tersebut ketika kontrol berobat kembali untuk mengetahui jenis obat dan mengetahui respon terapi yang telah diberikan

Permintaan Resep kepada Apotek :R/ Amoksisilin syr 125 mg/5cc cc 60

Adde

Parasetamol tab 125 mg/5cc

Ambroxol tab tab/5cc

Vitamin C tab/5cc

m.d. 3 dd cth1 pro: An. A, 5 tahunKeterangan : Obat- obat yang diberikan bersifat simtomatik dan mengobati kemungkinan penyebab utamanya yakni bakterial. Pengobatan digunakan selama 3 hari dan pasien diminta kontrol kembali untuk melihat respon terapi.

DAFTAR PUSTAKA

- Buku Ajar Ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher Edisi ke enam. FK UI. Jakarta, 2007. Hal : 217-219.