Batu ureter BAB 1-3

44
BAB 1 PENDAHULUAN Karsinoma kolorektal adalah salah satu jenis keganasan yang sering dijumpai. Karsinoma ini merupakan penyebab kematian yang paling sering setelah karsinoma paru pada laki laki dan karsinoma serviks serta karsinoma mammae pada wanita. 1 Kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga terbanyak setelah kanker paru dan kanker payudara di dunia. Di Indonesia, angka estimasi insidensinya sebanyak 292.600 dan mortalitasnya 214.600. 2 Karsinoma ini dapat tumbuh di tiap bagian kolon dan mungkin juga tumbuh bersamaan di beberapa tempat. Prevalensi terjadinya karsinoma kolorektal di rektum sebesar 22%, sigmoid 25%, rektosigmoid 10%, kolon desenden 6%, kolon transversum 13%, kolon asenden 8%, dan sekum 15%. 3 Dari angka tersebut prevalensi terbesar karsinoma kolon terletak di sekum. Resiko untuk terjadinya karsinoma kolorektal umumnya meningkat setelah berusia 40 tahun. Karsinoma kolon, terutama di kolon bagian proksimal lebih banyak ditemukan pada wanita. Sedangkan karsinoma rektum lebih banyak ditemukan pada pria dengan perbandingan 2:1. 4 Diagnosis dini pada pasien karsinoma kolon sulit ditegakkan karena pada stadium dini, karsinoma kolon 1

description

bab 1-3

Transcript of Batu ureter BAB 1-3

Page 1: Batu ureter BAB 1-3

BAB 1

PENDAHULUAN

Karsinoma kolorektal adalah salah satu jenis keganasan yang sering

dijumpai. Karsinoma ini merupakan penyebab kematian yang paling sering

setelah karsinoma paru pada laki laki dan karsinoma serviks serta karsinoma

mammae pada wanita.1 Kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga terbanyak

setelah kanker paru dan kanker payudara di dunia. Di Indonesia, angka estimasi

insidensinya sebanyak 292.600 dan mortalitasnya 214.600.2

Karsinoma ini dapat tumbuh di tiap bagian kolon dan mungkin juga

tumbuh bersamaan di beberapa tempat. Prevalensi terjadinya karsinoma kolorektal

di rektum sebesar 22%, sigmoid 25%, rektosigmoid 10%, kolon desenden 6%,

kolon transversum 13%, kolon asenden 8%, dan sekum 15%.3 Dari angka tersebut

prevalensi terbesar karsinoma kolon terletak di sekum. Resiko untuk terjadinya

karsinoma kolorektal umumnya meningkat setelah berusia 40 tahun. Karsinoma

kolon, terutama di kolon bagian proksimal lebih banyak ditemukan pada wanita.

Sedangkan karsinoma rektum lebih banyak ditemukan pada pria dengan

perbandingan 2:1.4

Diagnosis dini pada pasien karsinoma kolon sulit ditegakkan karena pada

stadium dini, karsinoma kolon tidak memberikan gejala yang nyata. Gejala

biasanya muncul saat perjalanan penyakit sudah lanjut, sehingga biasanya pasien

datang dalam kondisi yang jelek seperti sudah terjadi perforasi, perdarahan,

ataupun obstruksi. Untuk itu penting mengetahui karsinoma mendiagnosis

karsinoma kolorektal baik secara klinis maupun dengan pemeriksaan penunjang

seperti pemeriksaan radiologis.

1

Page 2: Batu ureter BAB 1-3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Kolon dan Rektum

Secara anatomi, usus besar (kolon) manusia terdiri dari sekum, usus buntu,

kolon ascenden, kolon transversum, kolon descenden, rektum, dan anus. Dengan

panjang kira-kira 1,5 m terbentang dari ujung distal ileum hingga anus, usus

besar ini memiliki fungsi mengabsorbsi air dan garam dan membentuk feses.5

2.1.1.Anatomi Kolon

Kolon terdiri atas beberapa bagian yaitu sekum, kolon asenden, kolon

transversum, kolon desenden, dan kolon sigmoid.5

Kolon asenden melintasi krista iliaka naik sampai permukaan bawah hati,

kolon asenden membuat lengkung tegak lurus yakni fleksura koli dekstra (fleksura

hepatika), dan kemudian menjadi kolon transversum.5

Kolon transversum dilekatkan pada kurvatura mayor lambung oleh

ligamentum gastroiliakum, dilekatkan pada pankreas oleh mesokolon

transversum. Yang melintas diatas kolon transversum adalah hati, vesika felea,

dan lambung. Kolon transversum melintas dan melekat pada bagian depan ginjal

kanan, bagian kedua duodenum, dan kaput pankreas. Sisanya tergantung kearah

bawah dan naik kembali di depan kolon desenden yang membuat lengkung tajam

pada fleksura koli sinistra ( fleksura lienalis). Fleksura koli sinistra dilekatkan

pada diafragma dibawah limpa oleh ligamentum frenikokolikum.5

Kolon desenden yang melintas turun menyilang krista iliaka dan melintasi

fossa iliaka sampai tepi atas pintu panggul kemudian menjadi kolon sigmoid.

Kolon sigmoid mempunyai mesenterium yaitu mesokolon sigmoideum. Kolon

sigmoid melanjut ke dalam panggul untuk mencapai garis tengah di depan

sakrum, di mana kolon berubah menjadi rektum.5

Kolon asenden dan kolon desenden serta fleksura lienalis dan fleksura

hepatika tidak memiliki mesenterika dan bergerak bebas karena terletak

retroperitoneal. Kolon transversum dan kolon sigmoid memiliki mesenterikum

yang komplit dan bergerak bebas. Sedangkan sekum tidak memiliki mesenterium

2

Page 3: Batu ureter BAB 1-3

sebenarnya tetapi bergerak bebas sebab memiliki lipatan peritoneum yang kadang

ada kadang tidak.5

Kolon memiliki otot-otot sirkuler dan otot-otot longitudinal. Lapisan otot

longitudinal kolon membentuk pita yang disebut taenia, yang lebih pendek dari

kolon itu sendiri sehingga kolon berlipat- lipat berbentuk sakulus yang disebut

haustra.5

Aliran limfe kolon mengikuti pembuluh mesenterika inferior untuk kolon

sebelah kiri dan mesenterika superior untuk kolon sisi kanan.6,7

Aliran darah untuk usus besar dari arteri mesenterika superior dan

mesenterika inferior. Vena pada kolon berjalan bersama arterinya, aliran vena

disalurkan melalui vena mesenterika superior yang bermuara vena porta dan vena

mesenterika inferior menuju vena lienalis.5

Fungsi kolon adalah absorbsi air, vitamin, dan elektrolit dari chime,

penimbunan bahan feses sampai dikeluarkan, melanjutkan pencernaan dan

mensekresi lendir. Dari 700- 1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon,

150- 200 ml sehari dikeluarkan sebagai feses.8

Gambar 2.1. Anatomi kolorektal3 Gambar 2.2. Vaskularisasi colon9

3

Page 4: Batu ureter BAB 1-3

2.1.2.Anatomi Rektum

Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis

anorektal. Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian

ampula dan sfingter. Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis,

dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian

ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada insersi muskulus

levator ani. Panjang rektum berkisa 10-15 cm, dengan keliling 15 cm pada recto-

sigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula yang terluas. Pada orang dewasa

dinding rektum mempunyai 4 lapisan : mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler

dan longitudinal), dan lapisan serosa. 4

Perdarahan arteri daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis

superior, media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior yang merupakan

kelanjutan dari a. mesenterika inferior, arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan.

Arteri hemoroidalis merupakan cabang a. iliaka interna, arteri hemoroidalis

inferior cabang dari a. pudenda interna. Vena hemoroidalis superior berasal dari

plexus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v. mesenterika

inferior dan seterusnya melalui v. lienalis menuju v. porta. Vena ini tidak berkatup

sehingga tekanan alam rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma

rektum dapat menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena hemoroidalis

inferior mengalirkan darah ke v. pudenda interna, v. iliaka interna dan sistem vena

kava. 4

Gambar 2.3. Anatomi Anus dan Rektum5

4

Page 5: Batu ureter BAB 1-3

Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang

mengalirkan isinya menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya mengalir ke

kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat

mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh rekrum di atas garis anorektum

berjalan seiring dengan v. hemoroidalis seuperior dan melanjut ke kelenjar limfe

mesenterika inferior dan aorta.5

Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut

simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior yang berasal dari lumbal 2, 3,

dan 4,s erabut ini mengatur fungsi emisi air mani dan ejakulasi. Serabut

parasimpatis berasal dari sakral 2, 3, dan 4, serabut ini mengatur fungsi ereksi

penis, klitoris dengan mengatur aliran darah ke dalam jaringan.5

2.2. Karsinoma Kolorektal

2.2.1.Definisi

Kanker kolorektal merupakan penyakit keganasan pada kolon dan atau

rektum. Secara istilah, kanker memiliki arti yang sama dengan tumor ganas.

Tumor atau neoplasma adalah pertumbuhan massa jaringan yang abnormal dan

berlebihan. Tumor ada yang bersifat jinak dan ganas. Setiap tumor ganas dinamai

berbeda sesuai dengan asalnya masing-masing. Adapun tumor ganas yang berasal

dari epitel disebut dengan karsinoma; dari mesenkim disebut sarkoma; dari

jaringan fibrosa disebut fibrosarkoma; dan dari kondrosit disebut kondrosarkoma.6

2.2.2.Epidemiologi

Kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga terbanyak setelah kanker

paru dan kanker payudara di dunia (International Agency for Research on Cancer,

2008). Adapun estimasi kasus baru pada tahun 2011 yakni sekitar 141.210 kasus

baru dan 49.380 diantaranya meninggal disebabkan penyakit ini.9

Di Indonesia sendiri, menurut data dari GLOBOCAN Project, kanker

kolorektal juga menempati urutan ketiga kanker terbanyak, namun setelah kanker

payudara dan kanker paru. Adapun angka estimasi insidensinya sebanyak 292.600

dan mortalitasnya 214.600 seperti terlihat pada gambar dibawah ini.2

5

Page 6: Batu ureter BAB 1-3

Gambar 2.4 Angka Estimasi Insidensi dan Mortalitas Kanker Kolorektal di Indonesia2

2.2.3.Etiologi dan Faktor Resiko

Sampai saat ini penyebab pasti dari karsinoma kolorektal belum jelas

diketahui. Menurut CDC, resiko berkembangnya karsinoma kolorektal meningkat

seiring bertambahnya usia.10 Adapun faktor resiko lainnya yang menyebabkan

karsinoma kolorektal ini antara lain:

(1) Inflamasi kronis. Inflammatory bowel disease (IBS) yang bersifat kronis

merupakan salah satu faktor etiologi yang signifikan dalam menyebabkan

perkembangan adenokarsinoma kolorektal. Resiko terkena karsinoma kolorektal

meningkat 8 hingga 10 tahun . Selain itu, jumlah kasus karsinoma koloektal tinggi

pada pasien dengan onset yang cepat dan manifestasinya menyebar (pancolitis).10

(2) Riwayat personal atau keluarga yang pernah menderita kanker kolorektal

atau polip kolorektal.10

6

Page 7: Batu ureter BAB 1-3

(3) Sindrom genetik seperti familial adenomatous polyposis (FAP) atau 

hereditary nonpolyposis colorectal cancer syndrome (HNPCC yang disebut

juga Lynch syndrome).10

(4) Faktor makanan dan gaya hidup

Komposisi makanan merupakan faktor penting dalam kejadian

adenokarsinoma kolon dan rektum. Makanan yang berasal dari daging hewan

dengan kadar kolesterol yang tinggi serta kurang mengkonsumsi makanan yang

mengandung serat dapat menyebabkan karsinoma kolorektal (Tambunan, 1991).

Selain itu juga, insiden kanker ini tinggi kalori dan tinggi lemak hewani yang

dikombinasikan dengan gaya hidup yang kurang melakukan aktivitas fisik

(sedentary lifestyle). Sebuah studi epidemiologi juga mengindikasikan bahwa

konsumsi daging hewan, merokok, dan alkohol merupakan faktor resiko dari

kanker kolorektal.10

Menurut CDC disebutkan juga bahwa interaksi antara bakteri di dalam

kolon dengan asam empedu dan makanan diduga memproduksi bahan

karsinogenik dan ko-karsinogenik dalam menyebabkan karsinoma kolorektal.

Mekanisme molekuler yang mendasari terjadinya studi diatas kemungkinan

disebabkan oleh amin heterosiklik yang dihasilkan selama proses memasak

daging, stimulasi level yang lebih tinggi dari asam empedu fekal dan produksi

oksigen reaktif. Sedangkan kandungan sayuran yang bersifat antikarsinogenik

seperti folat, antioksidan dan pemicu enzim yang mendetoksifikasi, ikatan

karsinogen lumen, fermentasi serat untuk menghasilkan asam lemak volatile yang

protektif, dan mengurangi waktu kontak dengan epithelium kolorektal karena

waktu transitnya lebih cepat.10

(5) Iradiasi

Faktor ini jarang menjadi etiologi dalam neoplasia kolorektal, akan tetapi

terapi iradiasi pelvis diakui juga bisa menjadi etiologi penyakit ini.10

2.2.4.Klasifikasi

Tumor kolorektal diklasifikasikan berdasarkan jenis-jenis histopatologi

menurut WHO. Adapun klasifikasinya yaitu dibagi menjadi tumor epitel, tumor

7

Page 8: Batu ureter BAB 1-3

non-Epitel, dan tumor sekunder. Klasifikasi menurut histopatologi dijabarkan

pada tabel berikut:10

Epithelial tumours

Adenoma Tubular

Villous

Tubulovillous

Serrated

Intraepithelial neoplasia

(dysplasia) associated

with chronic

inflammatory diseases

Low-grade glandular intraepithelial neoplasia

High-grade glandular intraepithelial neoplasia

Carcinoma Adenocarcinoma

Mucinous adenocarcinoma

Signet-ring cell carcinoma

Small cell carcinoma

Squamous cell carcinoma

Adenosquamous carcinoma

Medullary carcinoma

Undifferentiated carcinoma

Carcinoid (well

differentiated endocrine

neoplasm)

EC-cell, serotonin-producing neoplasm

L-cell, glucagon-like peptide and PP?PYY

producing tumour

Mixed carcinoid-

adenocarcinoma

Non-epithelial tumours

Lipoma

Leiomyoma

Gastrointestinal stromal tumour

Leiomyosarcoma

8

Page 9: Batu ureter BAB 1-3

Angiosarcoma

Kaposi sarcoma

Malignant melanoma

Malignant lymphomas Marginal zone B-cell lymphoma of MALT Type

Mantle cell lymphoma

Diffuse large B-cell lymphoma

Burkitt lymphoma

Burkitt-like /atypical Burkitt-lymphoma

Secondary tumours

Polyps

Hyperplastic (metaplastic)

Peutz-Jeghers

Juvenile

Tabel 2.1 Klasifikasi histologi tumor pada kolon dan rektum10

Klasifikasi karsinoma Kolon dan Rektum menurut Dukes dapat dilihat pada tabel dibawah ini:1

Dukes A Terbatas di mukosa

Dukes B Menembus muskularis mukosa

Dukes C

C1

C2

Metastasis ke kelenjar getah bening

KGB didekat tumor primer

KGB jauh

Dukes D Metastase jauh: Hepar, Paru, Ginjal

Tabel 2.2 Klasifikasi karsinoma Kolon dan Rektum menurut Dukes.1

Gambar 2.5 Stadium kanker kolorektal.3

9

Page 10: Batu ureter BAB 1-3

Menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) system staging

TNM untuk karsinoma kolorektal:3

T : Tumor Primer   

To : Tidak ada bukti ada tumor primer.

Tx : Tumor primer sulit dinilai.

Tis : Karsinoma in situ, intraepitelial atau di lamina propia.

T1 : Tumor mengenai submukosa.

T2 : Tumor mengenai propia muskularis.

T3 :  Tumor mengenai dari propia muskularis sampai ke sub serosa jaringan

perirektal

T4 : Tumor mengenai organ lain, menembus viseral peritonium.

N : Kelenjar getah bening regional (KGB)

Nx  : Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai.

No : Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening.

N1 : Metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional.

N2 :  Metastasis pada >4 kelenjar getah bening regional.

M : Metastasis (anak sebar) jauh

Mx : Metastasis tak dapat dinilai.

Mo : Tak ditemukan metastasis jauh.

M1 : Ditemukan metastasis jauh.

Staging Group

Stage T N M Dukes

0 Tis No Mo -

I T1 No Mo A

T2 No Mo A

IIA T3 No Mo B

IIB T4 No Mo B

10

Page 11: Batu ureter BAB 1-3

IIIA T1-T2 N1 Mo C

IIIB T3-T4 N1 Mo C

IIIC Any T N2 Mo C

IV Any T Any N M1 D

Tabel 2.3 Staging TNM menurut AJCC.3

Penyebaran kanker kolorektal ke organ-organ dapat terjadi melalui:3

Direct extension

Hematogenous metastasis

Regional lymph node metastasis

Transperitoneal metastasis

Intraluminal metastasis

Secara mikroskopis, bentuk adenokarsinoma merupakan jenis terbanyak

yang berasal dari epitel kolon. Bentuk yang berdiferensiasi sempurna mempunyai

struktur terdiri dari kelenjar, di mana terdapat pembengkakan sel-sel skuamosa

dengan inti yang hipokromasi. Sel-sel tumor ini mengalami mitosis yang cepat.

Bentuk yang kurang berdiferensiasi , sel-sel tumor terlihat dalam suatu massa.3

Berdasarkan diferensiasi sel, dibuat klasifikasi dalam 4 tingkat3:

Grade I : Sel-sel anaplastik < 25%

Grade II : Sel-sel anaplastik 25-50%

Grade III : Sel-sel anaplastik 50-75%

Grade IV : Sel-sel anaplastik > 75%

2.2.5.Gambaran Klinis

Pasien dengan karsinoma kolorektal umumnya memberikan keluhan berupa

gangguan proses defekasi (change of bowel habit), berupa konstipasi atau diare,

perdarahan segar lewat anus (rectal bleeding), perasaan tidak puas setelah buang

air besar (tenesmus), buang air besar berlendir ( mucoid diarrhea), anemia tanpa

sebab yang jelas, dan penurunan berat badan.3,4 Adanya suatu massa yang dapat

teraba dalam perut juga dapat menjadi keluhan yang dikemukakan.4

11

Page 12: Batu ureter BAB 1-3

Manifestasi klinik karsinoma kolon tergantung dari bentuk makroskopis dan

letak tumor. Bentuk polipoid (cauli flower) dan koloid (mukoid) menghasilkan

banyak mukus, bentuk anuler menimbulkan obstruksi dan kolik, sedangkan

bentuk infiltratif (schirrhus) tumbuh longitudinal sesuai sumbu panjang dinding

rektal dan bentuk ulseratif menyebabkan ulkus ke dalam dinding lumen.4

Karsinoma yang terletak di kolon asenden menimbulkan gejala perdarahan samar sedangkan tumor yang terletak di rektum

memanifestasikan perdarahan yang masih segar dan muncul gejala diare palsu. Di kolon desenden, karsinoma ini menyebabkan kolik yang

nyata karena lumennya lebih kecil dan feses sudah berbentuk solid.6

Kolon Kanan Kolon Kiri Rektum

Aspek Klinis Kolitis Obstruksi Proktitis

Nyeri Karena

Penyusupan

Karena obstruksi Tenesmus

Defekasi Diare/diare

berkala

Konstipasi progresif Tenesmus terus-

menerus

Obstruksi Jarang Hampir selalu Tidak jarang

Darah pada feses Samar Samar atau

makroskopis

Makroskopis

Feses

Dispepsia

Normal/diare

Sering

Normal

Jarang

Perubahan

bentuk

Jarang

Memburuknya KU Hampir selalu Lambat Lambat

Anemia Lambat Lambat

Tabel 2.4 Gejala dan tanda penyakit berdasarkan letak kanker7

2.2.6.Diagnosis Karsinoma Kolon

Diagnosis karsinoma kolon ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratoris, radiologis,

kolonoskopi, dan histopatologis.

1. Anamnesis

Pada stadium dini, karsinoma kolon tidak memberikan gejala. Gejala

biasanya muncul saat perjalanan penyakit sudah lanjut. Pasien dengan karsinoma

kolon biasanya mengeluh rasa tidak enak, kembung, tidak bisa flatus, sampai rasa

12

Page 13: Batu ureter BAB 1-3

nyeri di perut. Didapatkan juga perubahan kebiasaan buang air besar berupa diare

atau sebaliknya, obstipasi, kadang disertai darah dan lendir.2,8 Buang air besar

yang disertai dengan darah dan lendir biasanya dikeluhkan oleh pasien dengan

karsinoma kolon bagian proksimal. Hal ini disebabkan karena darah yang

dikeluarkan oleh kanker tersebut sudah bercampur dengan feses. Gejala umum

lain yang dikeluhkan oleh pasien berupa kelemahan, kehilangan nafsu makan dan

penurunan berat badan.3

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik mungkin tidak banyak menolong dalam menegakkan

diagnosis. Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi abdomen, bila

teraba menunjukkan keadaan yang sudah lanjut. Bila tumor sudah metastasis ke

hepar akan teraba hepar yang noduler dengan bagian yang keras dan yang kenyal.3

Asites biasa didapatkan jika tumor sudah metastasis ke peritoneal. Perabaan

limfonodi inguinal, iliaka, dan supraklavikular penting untuk mengetahui ada atau

tidaknya metastasis ke limfonodi tersebut.7 Pada pasien yang diduga menderita

karsinoma kolorektal harus dilakukan rectal toucher. Bila letak tumor ada di

rektum atau rektosigmoid, akan teraba massa maligna (keras dan berbenjol-benjol

dengan striktura) di rektum atau rektosigmoid teraba keras dan kenyal. Biasanya

pada sarung tangan akan terdapat lendir dan darah.3

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Lab

Pemeriksaan laboratorium tidak dapat menentukan diagnosis. Walau

demikian, setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa kadar

hemoglobin.3,9

Selain pemeriksaan rutin, dalam menegakkan diagnosa karsinoma

kolorektal dilakukan juga skrining CEA (Carcinoma Embrionic Antigen).

Carcinoma Embrionic Antigen merupakan pertanda serum terhadap adanya

karsinoma kolon dan rektum. Carcinoma Embrionic Antigen adalah sebuah

glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk ke dalam peredaran

darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker

kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar. Tingginya

13

Page 14: Batu ureter BAB 1-3

nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit

dan adanya metastase ke organ dalam. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan

bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan.9

Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi

Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker kolorektal adalah

terhadap bahan yang berasal dari tindakan biopsi saat kolonoskopi maupun reseksi

usus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil histopatologi yang merupakan diagnosa

definitif. Dari pemeriksaan histopatologi inilah dapat diperoleh karakteristik

berbagai jenis kanker maupun karsinoma di kolorektal ini. Untuk memperoleh

sediaan yang adekuat , biopsi dilakukan pada 2-3 tempat pinggir dan di bagian

tengah tumor. Problema ini lebih sering adalah biopsi yang tidak adekuat atau

tumor tumbuh endofilik.9

Pemeriksaan radiologis yang dapat dikerjakan berupa foto polos abdomen,

colon in loop dengan single contrast maupun double contrast dan foto toraks.9

Foto Polos Abdomen

Foto polos abdomen sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar

horizontal. Posisi supine perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan di sikap

tegak untuk melihat batas udara-air dan letak obstruksi karena massa.8

Pada foto polos abdomen kadang kelainan sukar ditemukan, seringnya

berupa dilatasi usus yang terletak lebih proksimal dari tempat tumor akibat adanya

massa di bagian distalnya. Oleh karenanya, lebih sering dilanjutkan dengan

pemeriksaan colon in loop. Foto dapat terlihat sebagai suatu filling defect.3

Karsinoma kolon secara radiologik memberikan penampilan sebagai

berikut11:

a. Penonjolan ke dalam lumen (protruded lesion). Bentuk klasik ini adalah

polip. Polip dapat bertangkai (pedunculated) atau tak bertangkai (sessile) dinding

kolon seringkali masih baik.

14

Page 15: Batu ureter BAB 1-3

b. Kerancuan dinding kolon (colonic wall deformity). Dapat bersifat simetris

(napkin ring) atau asimetris (apple core). Lumen kolon sempit dan ireguler.

Kerapkali hal ini sukar dibedakan dengan kolitis Crohn.

c. Kekakuan dinding kolon (rigidity colonic wall). Bersifat segmental,

terkadang mukosa masih baik, lumen kolon dapat / tidak menyempit. Berikut ini

sukar dibedakan dengan kolitis ulseratif.

Colon in Loop9,11,12

Colon in loop menggunakan barium enema sebagai kontras positif.

Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya deformitas kolon yang diakibatkan

neoplasma atau abnormalitas lainnya akan ditunjukkan dengan terisinya defek

tersebut yang diperlihatkan oleh kolom barium yang radioopak.3,9

Pemeriksaan ini menggunakan kontras, dimana kontras yang sering

dipakai adalah barium sulfat sebagai enema, yaitu suntikan suspensi barium ke

dalam rektum. Bagian- bagian yang dapat dievaluasi diantaranya adalah: sekum,

kolon asenden, kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid, dan rektum.11

Barium yang digunakan memiliki konsentrasi yang berkisar antara 70-80

W/V% (weight/volume). Banyaknya (ml) larutan ini sangat bergantung pada

panjang pendeknya kolon. Umumnya 600-800 ml.12

Ada 2 metode pemeriksaan colon in loop9,11:

1. Double contrast

Tehnik ini untuk menilai pola mukosa kolon. Dimana dapat diperoleh hasil yang

lebih jelas, mendetail, teliti mengenai kelainan patologis yang memberikan

gambaran perubahan bentuk permukaan mukosa kolon.

2. Single contrast

Tehnik ini dipakai untuk menentukan lokasi lesi dan adanya massa di kolon.

Indikasi pemeriksaan colon in loop perubahan pola defekasi (changes in

bowel habits), nyeri pada abdomen, massa pada abdomen, obstruksi, melena/

anemia Sedangkan kontra indikasi colon in loop, adalah11:

1. Absolut

- Toksik megakolon

15

Page 16: Batu ureter BAB 1-3

- Kolitis pseudomembran

- Biopsi rektal

* Minimal 5 hari sebelum pemeriksaan, menggunakan rigid

endoscopy

* Minimal 24 jam sebelum pemeriksaan, menggunakan flexible

endoscopy

2. Relatif

- persiapan yang kurang baik

- konsumsi barium meal dalam kurun waktu 7- 10 hari terakhir.

- pasien alergi dengan medium kontras

Kolonoskopi

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah kolonoskopi. Pada

kolonoskopi dipakai fiberskop lentur untuk melihat dinding kolon dari dalam

lumen sampai ileum terminalis. Dengan alat ini dapat terlihat seluruh kolon

termasuk yang tidak terlihat pada foto kolon. Fiberskop juga dapat dipakai untuk

biopsi setiap jaringan yang mencurigakan, evaluasi dan tindakan terapi misalnya

polipektomi.8

Pemeriksaan Lain

Pemeriksaan foto thoraks berguna selain untuk melihat ada/tidaknya

metastasis ke paru juga bisa untuk persiapan tindakan pembedahan. Computerised

Tomography (CT) scan selain dapat mengevaluasi rongga abdominal dari pasien

kanker kolon pre operatif juga dapat mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar

adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis.3

2.2.7.Penatalaksanaan

Pembedahan merupakan pilihan utama terapi kanker kolon. Sedangkan

terapi adjuvannya berupa radioterapi dan kemoterapi.1,3,4

Pembedahan dilakukan secara radikal. Untuk kanker di sekum dan kolon

asenden biasanya dilakukan hemikolektomi dekstra dan dibuat anastomose

kolostomi ileotransversal. Untuk karsinoma di kolon transversum dan di fleksura

lienalis, dilakukan kolektomi subtotal dan dibuat anastomose ileosigmoidostomi.

16

Page 17: Batu ureter BAB 1-3

Pada karsinoma di kolon desenden dan sigmoid dilakukan hemikolektomi kiri dan

dibuat anastomose kolorektal transversal. Untuk karsinoma di rektosigmoid dan

rektum atas dilakukan rektosigmoidektomi dan dibuat anastomose desending

kolorektal. Pada karsinoma di rektum bawah dilakukan proktokolektomi dan

dibuat anastomose koloanal. Reseksi dilakukan + 5 cm kearah proksimal dan

distal kolon yang terkena.3,4

Dosis radioterapi sebagai terapi adjuvan adalah 4500-5500 cGy dengan

fraksinasi 180 -200 cGy setiap kalinya.6

2.2.8.Prognosis

Prognosis pasien kanker kolorektal sangat ditentukan oleh stadium tumor

pada saat didiagnosis, ada tidaknya metastasis, derajat diferensiasi, dan kepekaan

tumor tersebut pada radiasi dan kemoterapi.1

Angka harapan hidup 5 tahun (5 years survival) bervariasi, tergantung dari stadium tumor. Berdasarkan klasifikasi Dukes, angka

harapan hidup 5 tahun adalah sebagai berikut:1

   1.    Dukes’ A 5-yr survival, >80%

   2.    Dukes’ B 5-yr survival, 60%

   3.    Dukes’ C 5-yr survival, 20%

   4.    Dukes’ D 5-yr survival, 3%

Berdasarkan klasifikasi TNM, harapan hidup 5 tahun adalah:1

Stage TNM classification 5-year survival

I T1-2, N0, M0 >90%

IIA T3, N0, M0 60%-85%

IIB T4, N0, M0 60%-85%

IIIA T1-2, N1, M0 25%-65%

17

Page 18: Batu ureter BAB 1-3

Stage TNM classification 5-year survival

IIIB T3-4, N1, M0 25%-65%

IIIC T(any), N2, M0 25%-65%

IV T(any), N(any), M1 5%-7%

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Laporan Kasus

Identitas

Nama : SS

Umur : 38 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Lumban Samosir Kel. Parsingguran I

Pekerjaan : Tidak berkerja

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Tgl Masuk : 03 September 2015

Anamnesis

Keluhan Utama : BAB berdarah

Telaaah :

Hal ini dialami pasien sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu tetapi 2 bulan terakhir.

Darah berwarna merah segar dan tidak disertai rasa nyeri. Riwayat BAB seperti

18

Page 19: Batu ureter BAB 1-3

kotoran kambing dijumpai dan rasa BAB tidak tuntas dijumpai. Diare dan BAB

berlendir disangkal pasien. Pasien juga menyatakan nyeri pada bagian perut kiri

yang bersifat hilang timbul. Mual muntah disangkal pasien. Penurunan berat

badan disangkal pasien. Nafsu makan menurun dijumpai. Pasien mengaku sering

mengkonsumsi makanan yang pedas dan berlemak seperti daging dan kurang

mengkonsumsi sayur dan buah-buahan. Riwayat menderita penyakit seperti

infeksi pada usus atau polip pada usus disangkal. Riwayat keluarga memiliki

keluhan yang sama disangkal pasien.

RPT : -

RPO : -

Status Prasens

VAS : 2

Sensorium : CM

TD : 110/60 mmHg

Nadi : 78x/menit,

RR : 20x/menit

Temp : 36,9 C

3.2. Pemeriksaan Fisik

3.2.1. Status Generalisata :

Kepala : Simetris

Mata : konj. palpebra inferior anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),

RC (+/+), pupil isokor 3mm/3mm.

T/H/M : dalam batas normal

Leher : Simetris, trakea medial, TVJ R-2, pembesaran KGB tidak dijumpai

Toraks

Inspeksi : Simetris fusiformis

Palpasi : SF: KA=KI, kesan normal

19

Page 20: Batu ureter BAB 1-3

Perkusi : Sonor

Auskultasi : SP: Vesikuker, ST: (-)

Abdomen

Inspeksi : simetris, distensi (-)

Palpasi : soepel, defans muskuler (-), H/L/R tidak teraba, Nyeri tekan (-)

Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

Auskultasi : Peristaltik (+) N

Ekstremitas

Superior : edema (-) Sianosis (-)

Inferior : edema (-) Sianosis (-)

DRE

Perianal : Normal

Spfingter : Ketat

Mukosa : Licin, 2 cm dari anus teraba massa di arah jam 9 dengan

permukaan berbenjol-benjol, konsistensi padat, immobile , nyeri dijumpai

Ampulla : kosong

Nyeri : pada arah 9-11

Sarung tangan : Feses tidak dijumpai, darah dijumpai

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil pemeriksaan laboratorium (3 September 2015)

JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN

HEMATOLOGI

Darah Lengkap (CBC)

Hemoglobin (HBG) g% 9,7 13.2-17.3

Eritrosit (RBC) 105/mm3 5,07 4.20 – 4.87

Leukosit (WBC) 103/mm3 8,00 4.5 – 11.0

20

Page 21: Batu ureter BAB 1-3

Hematokrit % 34,3 43 – 49

Trombosit (PLT) 103/mm 354 150 – 450

MCV Fl 67,7 85 – 95

MCH Pg 19,1 28 – 32

MCHC g% 28,3 33 – 35

RDW % 31,3 11.6 – 14.8

Hitung jenis

Neutrofil % 63,7 37 – 80

Limfosit % 15,4 20 – 40

Monosit % 7,4 2 – 8

Eosinofil % 13,00 1 – 6

Basofil % 0,5 0 – 1

Neutrofil Absolut 103/µl 5,1 2.7 – 6.5

Limfosit Absolut 103/µl 1.23 1.5 – 3.7

Monosit Asolut 103/µl 0,59 0.2-0.4

Eosinofil Absolut 103/µl 1,04 0 – 0,10

Basofil Absolut 103/µl 0,04 0 – 0,1

FAAL HEMOSTASIS

PT + INR

WAKTU PROTROMBIN

Pasien Detik 21,5

Kontrol Detik 14,00

INR

APTT

Pasien detik 34,5

Kontrol detik 31,5

Waktu Trombin

Pasien detik 13,2

Kontrol detik 17,8

GINJAL

21

Page 22: Batu ureter BAB 1-3

Ureum mg/ dL 26,5 <50

Kreatinin mg/ dL 0.52 0.70 – 1,20

Elektrolit

Natrium (Na) mEq/L 138 135 – 155

Kalium (K) mEq/L 4,2 3.6 – 5.5

Klorida (Cl) mEq/L 103 96 – 106

Calcium (Ca) mEq/L 8.4-10.4

METABOLISME KARBOHIDRAT

Gula Darah Sewaktu mg/ dL 112,7 <200

Kesimpulan: Anemia

Hasil Pemeriksaan Foto Thorakx ( 07 September 2015)

Kesimpulan : Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo

DIAGNOSA KERJA

Suspect Ca Recti

PENATALAKSANAAN

IVFD RL 20 gtt/i

Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam

Inj Ketorolac 30 mg/8 jam

Inj Ranitidine 50 mg/8 jam

RENCANA

Kolonoskopi

Biopsi Jaringan

CT-Scan Abdomen

FOLLOW UP

Follow up Pasien (5 September 2015)

Tgl S O A P

22

Page 23: Batu ureter BAB 1-3

5

Sept

emb

er

2015

Nyeri

pada

anus

Kepala: Mata: pupil isokor Ø

3mm, refleks cahaya (+/+),

konjungtiva palpebra inferior pucat

(+/+), sklera ikterik (-/-)

Toraks

Inspeksi : Simetris fusiformis

Palpasi : SF: KA=KI, kesan normal

Perkusi : Sonor

Auskultasi : SP: Vesikuker, ST: (-)

Abdomen

Inspeksi: simetris

Palpasi : soepel

Perkusi: timpani

Auskultasi : Peristaltik (+) N

Ekstremitas

Superior: edema (-) Sianosis (-)

Inferior : edema (-) Sianosis (-)

Suspek

Ca Recti

IVFD RL 20

gtt/i

Inj

Ceftriaxone 1

gr/12 jam

Inj Ketorolac

30 mg/8 jam

Inj Ranitidine

50 mg/8 jam

Rencana

transfusi

Follow up Pasien (6 September 2015)

Tgl S O A P

6

Sept

emb

er

2015

Nyeri

pada

anus

Kepala: Mata: pupil isokor Ø

3mm, refleks cahaya (+/+),

konjungtiva palpebra inferior pucat

(+/+), sklera ikterik (-/-)

Toraks

Inspeksi: Simetris fusiformis

Suspek

Ca Recti

Tranfusi PRC

1 bag

IVFD NaCl

o,9% 20 gtt/i

Inj

Ceftriaxone 1

gr/12 jam

23

Page 24: Batu ureter BAB 1-3

Palpasi : SF: KA=KI, kesan normal

Perkusi: Sonor

Auskultasi : SP: Vesikuker, ST: (-)

Abdomen

Inspeksi: simetris

Palpasi : soepel

Perkusi: timpani

Auskultasi : Peristaltik (+) N

Ekstremitas

Superior: edema (-) Sianosis (-)

Inferior : edema (-) Sianosis (-)

Inj Ketorolac

30 mg/8 jam

Inj Ranitidine

50 mg/8 jam

Diet MB

TKTP

Inj. Asam

Tranexamat

500 mg/8

jam

Follow up Pasien (7 September 2015)

Tgl S O A P

7

Sept

emb

er

2015

Nyeri

pada

anus

Kepala: Mata: pupil isokor Ø

3mm, refleks cahaya (+/+),

konjungtiva palpebra inferior pucat

(+/+), sklera ikterik (-/-)

Toraks

Inspeksi: Simetris fusiformis

Palpasi : SF: KA=KI, kesan normal

Perkusi: Sonor

Auskultasi : SP: Vesikuker, ST: (-)

Abdomen

Inspeksi: simetris

Palpasi : soepel

Suspek

Ca Recti

IVFD NaCl

o,9% 20 gtt/i

Inj

Ceftriaxone 1

gr/12 jam

Inj Ketorolac

30 mg/8 jam

Inj Ranitidine

50 mg/8 jam

Diet MB

TKTP

Inj. Asam

Tranexamat

500 mg/8

jam

24

Page 25: Batu ureter BAB 1-3

Perkusi: timpani

Auskultasi : Peristaltik (+) N

Ekstremitas

Superior: edema (-) Sianosis (-)

Inferior : edema (-) Sianosis (-)

Hasil Laboratorium 7 September 2015

JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN

HEMATOLOGI

DarahLengkap (CBC)

Hemoglobin (HBG) g% 9,8 13.2-17.3

Eritrosit (RBC) 105/mm3 4,63 4.20 – 4.87

Leukosit (WBC) 103/mm3 4,88 4.5 – 11.0

Hematokrit % 32,0 43 – 49

Trombosit (PLT) 103/mm 226 150 – 450

MCV Fl 69,1 85 – 95

MCH Pg 21,2 28 – 32

MCHC g% 30,6 33 – 35

RDW % 31,1 11.6 – 14.8

Hitung jenis

Neutrofil % 58,6 37 – 80

Limfosit % 15,0 20 – 40

Monosit % 11,5 2 – 8

Eosinofil % 14,5 1 – 6

Basofil % 0,4 0 – 1

Neutrofil Absolut 103/µl 2,86 2.7 – 6.5

Limfosit Absolut 103/µl 0,73 1.5 – 3.7

Monosit Asolut 103/µl 0,56 0.2-0.4

25

Page 26: Batu ureter BAB 1-3

Eosinofil Absolut 103/µl 0,71 0 – 0,10

Basofil Absolut 103/µl 0,02 0 – 0,1

Kesimpulan: Anemia

Follow up Pasien (8 September 2015)

Tgl S O A P

8

Sept

emb

er

2015

Nyeri

pada

anus

Kepala: Mata: pupil isokor Ø

3mm, refleks cahaya (+/+),

konjungtiva palpebra inferior pucat

(+/+), sklera ikterik (-/-)

Toraks

Inspeksi: Simetris fusiformis

Palpasi : SF: KA=KI, kesan normal

Perkusi: Sonor

Auskultasi : SP: Vesikuker, ST: (-)

Abdomen

Inspeksi: simetris

Palpasi : soepel

Perkusi: timpani

Auskultasi : Peristaltik (+) N

Ekstremitas

Superior: edema (-) Sianosis (-)

Inferior : edema (-) Sianosis (-)

Suspek

Ca Recti

IVFD NaCl

o,9% 20 gtt/i

Inj

Ceftriaxone 1

gr/12 jam

Inj Ketorolac

30 mg/8 jam

Inj Ranitidine

50 mg/8 jam

Diet MB

TKTP

Inj. Asam

Tranexamat

500 mg/8 jam

Rencana

Tranfusi PRC

26

Page 27: Batu ureter BAB 1-3

Follow up Pasien (9 September 2015)

Tgl S O A P

9

Sept

emb

er

2015

Nyeri

pada

anus

Kepala: Mata: pupil isokor Ø

3mm, refleks cahaya (+/+),

konjungtiva palpebra inferior pucat

(+/+), sklera ikterik (-/-)

Toraks

Inspeksi: Simetris fusiformis

Palpasi : SF: KA=KI, kesan normal

Perkusi: Sonor

Auskultasi : SP: Vesikuker, ST: (-)

Abdomen

Inspeksi: simetris

Palpasi : soepel

Perkusi: timpani

Auskultasi : Peristaltik (+) N

Ekstremitas

Superior: edema (-) Sianosis (-)

Inferior : edema (-) Sianosis (-)

Suspect

Ca Recti

IVFD RL 20

gtt/i

Inj

Ceftriaxone

1 gr/12 jam

Inj Ketorolac

30 mg/8 jam

Inj

Ranitidine 50

mg/8 jam

Diet MB

TKTP

Inj. Asam

Tranexamat

500 mg/8

jam

Vit K 1 amp

Follow up Pasien (10 September 2015)

Tgl S O A P

10

Sept

emb

er

2015

Nyeri

pada

anus

Kepala: Mata: pupil isokor Ø

3mm, refleks cahaya (+/+),

konjungtiva palpebra inferior pucat

(+/+), sklera ikterik (-/-)

Suspect

Ca Recti

IVFD RL 20

gtt/i

Inj

Ceftriaxone 1

gr/12 jam

27

Page 28: Batu ureter BAB 1-3

Toraks

Inspeksi: Simetris fusiformis

Palpasi: SF: KA=KI, kesan normal

Perkusi: Sonor

Auskultasi : SP: Vesikuker, ST: (-)

Abdomen

Inspeksi: simetris

Palpasi : soepel

Perkusi: timpani

Auskultasi : Peristaltik (+) N

Ekstremitas

Superior: edema (-) Sianosis (-)

Inferior : edema (-) Sianosis (-)

Inj Ketorolac

30 mg/8 jam

Inj Ranitidine

50 mg/8 jam

Diet MB

TKTP

Inj. Asam

Tranexamat

500 mg/8 jam

Vit K 1 amp

Rencana

Colonoskopi

Rencana CT

Scan

28

Page 29: Batu ureter BAB 1-3

DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidajat R., De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3 ed. 2010.

1. Schwartz S.I., Brunicardi F.C., Andersen D.K., Billiar T.R., Dunn D.L.,

Hunter J.G., et al. Schwartz's principles of surgery. 10th ed. United States:

McGraw-Hill Education. 2014.

2. Bailey & Love’s Short Practice of Surgery 26 th Edition. Boca Raton: CRC

Press, 351-363.

3. Sanders, T., Scanlon, V.C., 2007. Essentials of Anatomy and Physiology 5th

Ed. United States of America: F.A. Davis Company.

4. Kumar, V., Abbas, A., Fausto, N., Robbins, S. and Cotran, R. (2005).

Robbins and Cotran pathologic basis of disease. Philadelphia: Elsevier

Saunders.

5. Cirincione, Elizabeth., 2006. A Patient’s Guide to Rectal Cancer. MD

Anderson Cancer Center, University of Texas.

6. Way L.W., Doherty G.M. Current surgical diagnosis & treatment. New

York: Lange Medical Books/Mc Graw-Hill Medical Publishing Division.

2006

7. Casciato DA, (ed). 2004. Manual of Clinical Oncology 5th ed. Lippincott

Willi ams & Wilkins: USA.p 201

8. American Cancer Society, 2011, Cancer Facts and Figures 2011. Available

from:http://www.cancer.org/Research/CancerFactsFigures/ColorectalCancer

FactsFigures/colorectal-cancer-facts--figures-2011-2013 [Accesed 14

September 2015]

29

Page 30: Batu ureter BAB 1-3

9. International Agency for Research on Cancer, 2008. GLOBOCAN Project

on Colorectal Cancer. Available from

http://globocan.iarc.fr/factsheet.asp#KEY [Accesed 14 September 2015].

10. Lynch HT, Chapelle ADL. Hereditary Colorectal Cancer. the New England

Journal of Medicine. Available from www.pubmed.com. p.348:919-932

11. Mansjoer Arif et all, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Penerbit

Buku

Media Aesculapius. Jakarta.

30