Batu Ureter Bilateral

38
Batu Ureter Bilateral, Ureterolithiasis Bilateral Batu saluran kemih merupakan salah satu masalah dibidang urologi yang angka kejadiannya di Indonesia masih cukup tinggi, salah satunya adalah batu ureter yang menimbulkan gejala kolik yang menyiksa penderita yang bila mengenai kedua ureter dapat mengakibatkan sumbatan total saluran kemih sehingga terjadi hidronefrosis dengan segala akibatnya. Ada 3 faktor yang mempengaruhi pembentukan batu yaitu : Teori inti (nucleus) kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urine yang sudah mengalami supersaturasi Teori matrix : matrix organic yang berasal dari serum atau protein urine memberikan kemungkinan pengendapan kristal. Teori inhibitor kristalisasi : Beberapa substansi dalam urine menghambat terjadinya kristalisasi, konsentrasi yang rendah atau absennya substansi ini menunjukkan terjadinya kristalisasi. Adanya batu pada ureter akan menyebabkan obstruksi yang bila mengenai kedua ureter akan berpengaruh pada ginjal menyebabkan terjadinya hidronefrosis sampai gagal ginjal. Batu ureter berasal dari ginjal oleh gaya gravitasi peristaltic ureter, batu bisa masuk dan turun ke ureter. Batu ini dapat menyebabkan sumbatan komplit pada ureter. Oleh karena adanya penyempitan pada 3 tempat pada ureter yaitu pada uretero pelvic junction, persilangan antara arteri dan vena iliaca dan uretero vesical junction, maka biasanya batu ureter tersangkut pada daerah tersebut. Obstruksi ureter bilateral dapat menyebabkan peninggian tekanan intra ureter 50 – 70 mmHg sehingga mengakibatkan aliran balik ureter ke forniks ginjal, pielo kanalikuli, pielo limfatik dan pielo venous. Prinsip dasar dalam urologi untuk menangani obstruksi akut total bilateral adalah membebaskan obstruksi untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut. 1. Anatomi Kaliks, pelvis renis dan ureter merupakan struktur yang serupa. Pelvis dan ureter terdiri dari 3 lapis : Fibrosa superficialis, muskularis media, dan mukosa dalam. Otot-otot dari pelvis renis dan kaliks identik dengan ureter meskipun kurang berkembang bila dibandingkan ureter. Terdapat lapisan- lapisan otot longitudinal superficial dan profunda yang tegas dengan lapisan otot sirkuler ditengahnya. Dijelaskan bahwa pada hubungan antara kaliks mayor dan minor, lapisan otot sirkuler meningkat dan memberikan aliran sphincter parsial. Ureter memanjang dari pelvis renis hingga kandung kemih dan bervariasi panjangnya dari 24 – 34 cm. panjang ureter kanan 1 cm lebih pendek dari ureter kiri. Ureter menyerupai kurva bentuk S yang secara relative lurus pada bagian

Transcript of Batu Ureter Bilateral

Page 1: Batu Ureter Bilateral

Batu Ureter Bilateral, Ureterolithiasis Bilateral

Batu saluran kemih merupakan salah satu masalah dibidang urologi yang angka kejadiannya di Indonesia masih cukup tinggi, salah satunya adalah batu ureter yang menimbulkan gejala kolik yang menyiksa penderita yang bila mengenai kedua ureter dapat mengakibatkan sumbatan total saluran kemih sehingga terjadi hidronefrosis dengan segala akibatnya. Ada 3 faktor yang mempengaruhi pembentukan batu yaitu :Teori inti (nucleus) kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urine yang sudah mengalami supersaturasiTeori matrix : matrix organic yang berasal dari serum atau protein urine memberikan kemungkinan pengendapan kristal.Teori inhibitor kristalisasi : Beberapa substansi dalam urine menghambat terjadinya kristalisasi, konsentrasi yang rendah atau absennya substansi ini menunjukkan terjadinya kristalisasi.

Adanya batu pada ureter akan menyebabkan obstruksi yang bila mengenai kedua ureter akan berpengaruh pada ginjal menyebabkan terjadinya hidronefrosis sampai gagal ginjal.

Batu ureter berasal dari ginjal oleh gaya gravitasi peristaltic ureter, batu bisa masuk dan turun ke ureter. Batu ini dapat menyebabkan sumbatan komplit pada ureter. Oleh karena adanya penyempitan pada 3 tempat pada ureter yaitu pada uretero pelvic junction, persilangan antara arteri dan vena iliaca dan uretero vesical junction, maka biasanya batu ureter tersangkut pada daerah tersebut.

Obstruksi ureter bilateral dapat menyebabkan peninggian tekanan intra ureter 50 – 70 mmHg sehingga mengakibatkan aliran balik ureter ke forniks ginjal, pielo kanalikuli, pielo limfatik dan pielo venous.

Prinsip dasar dalam urologi untuk menangani obstruksi akut total bilateral adalah membebaskan obstruksi untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut.1. Anatomi

Kaliks, pelvis renis dan ureter merupakan struktur yang serupa. Pelvis dan ureter terdiri dari 3 lapis : Fibrosa superficialis, muskularis media, dan mukosa dalam. Otot-otot dari pelvis renis dan kaliks identik dengan ureter meskipun kurang berkembang bila dibandingkan ureter. Terdapat lapisan-lapisan otot longitudinal superficial dan profunda yang tegas dengan lapisan otot sirkuler ditengahnya. Dijelaskan bahwa pada hubungan antara kaliks mayor dan minor, lapisan otot sirkuler meningkat dan memberikan aliran sphincter parsial.

Ureter memanjang dari pelvis renis hingga kandung kemih dan bervariasi panjangnya dari 24 – 34 cm. panjang ureter kanan 1 cm lebih pendek dari ureter kiri. Ureter menyerupai kurva bentuk S yang secara relative lurus pada bagian tengahnya. Tatkala ureter meninggalkan pelvis renis dan menuju ke medial dari m. Psoas, lateral dari proc. Transversus spinosus dan tepat pertengahan jalan kandung kemih, ia melintas di belakan funiculus spermaticus (atau ovarium). Bagian distal dari area ini ureter tidak melekat erat pada peritoneum, yang mana merupakan hal penting dalam pembedahan. (5) tiga titik penyempitan fisiologis pada ureter adalah uretero pelvic junction, persilangan pada arteri iliaca dan uretero vesical junction, (gambar 1). Ateri iliaca membagi ureter ke dalam 2 serabut fungsional : serabut proksimal ( ± 10 mm ) dan yang di distal serabutnya lebih pendek dan kecil ( ± 4 – 6 mm ).

Suplai Darah Ureter

Suplai darah ureter berasal dari banyak cabang, antara lain cabang A. Renalis untuk 1/3 atas ureter dan pelvis renis, cabang dari aorta, A. Illiaca, A. Mesenterika inferior, A. Hipogastrika profunda dan arteri-arteri ovarium/spermatica untuk 1/3 tengah ureter dan cabang vesical pada 1/3 bawah ureter terdapat anastomosis bebas dari pembuluh-pembuluh ini pada tunica adventitia ureter dan pelvis renis dan sampai menembus arteriol, pembuluh-pembuluh darah ini ber-anastomose secara bebas dengan otot-otot longitudinal dan mukosa prekapiler. Anastomose ini mensuplai ureter melalui beberapa arteri saja, itu sebabnya bila ini terputus tidak menyebabkan iskemik ureter secara bermakna. Vena-vena pada sub

Page 2: Batu Ureter Bilateral

mukosa dan yang ke adventitia mengalirkan darah ke vesical, vaginal, uterus, spermatica, iliaca, lumbal dan pembuluh darah renal.

Aliran Lymphe

Aliran limphe bersama arteri dan beberapa anastomosis mengalirkan limphe ke 3 daerah limphonodus : hipogastrica, iliaca, lumbal atau pre aorta.

Sistem Persarafan

Inervasi ureter adalah autonom dengan sel-sel ganglion terbatas pada adventitia. Dengan kata lain fungsi ureter baik, inervasi tidak terganggu selama adventitia tetap intak, kecuali jika adventitia mengalami atrofi ureter dan dilatasi innervasi pre ganglionik berasal dari renal, vesica inferior, hipogastric, aorta, spermatica, mesenterica inferior, pleksus vaginalis dari coeliaca dan ganglion sacralis superior. Nyeri alih pada kolik ureter kadang-kadang disebabkan N. Illiohypogastrica ( L.1 atau T12 dan L1 ), N. Illioinguinal ( T12 dan L1 ) dan cabang spermatica externa dari N. Genito femoralis.

2. Patologi

Uropati obstruktif dengan akibat hidronefrosis merupakan hasil akhir dari penyakit urologi, yang mana diketahui berakhirnya obstruksi ureteral komplit pada akhirnya merusak fungsi ginjal. Mekanismenya diduga dari peningkatan tekanan ureteral dan penurunan aliran darah ginjal yang menyebabkan atrofi seluler dan nekrosis.

Obstruksi ureter total bilateral menyebabkan pelvis renis berdilatasi secara progresif dalam beberapa minggu pertama berat ginjal meningkat seiring dengan oedemnya walaupun jaringan parenkim ginjal mengalami atrofi. Jadi merupakan oedem peri renal dan peri ureteral, setelah 4-8 minggu ada penurunan berat karena atrofi jaringan lebih banyak terjadi dibanding dengan oedem intra renal.

Obstruksi ureter total bilateral menyebabkan dilatasi bagian proksimal dengan perubahan morfologi dan fungsi pada ureter proksimal dan pelvis renis, menyebabkan aliran balik urine ke proksimal ke pielo kanalikuli, pielo limfatik, pielo venous dan forniks ginjal.

Selama beberapa hari pertama obstruksi terjadi pendataran papilla dengan dilatasi nefron distal, tubulus proksimal tampak berdilatasi sementara selama beberapa hari pertama dan kemudian secara perlahan-lahan mengalami atrofi. Pada hari ke-4 terjadi dilatasi. Pada hari ke-7 obstruksi, tubulus kollektivus mengalami atrofi dan nekrosis. Pada hari ke-14 obstruksi, terjadi dilatasi progresif pada tubulus kollektivus, tubulus distal dan atrofi tubulus proksimal, sel-sel epitel terlihat. Pada hari ke-28 obstruksi terjadi penurunan ± 50 % dari ketebalan medulla dengan atrofi dan dilatasi lanjut pada tubular distal dan kollektivus, korteks menjadi lebih tipis dengan atrofi tubulus proksimal. Setelah 8 minggu obstruksi, ketebalan parenkim 1 cm yang mengandung jaringan ikat dan sisa-sisa glomerulus berbentuk oval kecil. Obstruksi traktus urinarius menyebabkan dilatasi proksimal dengan perubahan fungsional dan morfologis pada tubulus proksimal dan pelvis renis

Perubahan patologis pada ginjal yang mengalami obstruksi total berhubungan dengan perubahan yang terlihat, perubahan-perubahan histologis meliputi atrofi, mulai pada 7 hari pertama pada nefron distal, pada hari ke 14, atrofi terlihat pada daerah kortikal, adanya cetakan protein TammHossfall pada ruang bowman glomerulus merupakan patognomonik khas untuk obstruksi.

Pada obstruksi ureter akut total 1 minggu, terjadi reabsorbsi pielo limfatik ke dalam limfatik hilus, ke dalam interstitial sel dan terjadi udem parenkim ginjal dan peri ureter. Pada obstruksi lanjut, terjadi rebsorbsi urine dari pelvis renis pada hidronefrosis masuk kedalam system vena. Banyak peneliti membuktikan berbagai senyawa yang disuntikkan ke dalam pelvis renis dengan obstruksi total keluar melalui pembuluh limfe dan vena.

Page 3: Batu Ureter Bilateral

Pada obstruksi ureter akut total, menyebabkan peninggian tekanan di proksimal obstruksi sehingga terjadi ekstravasasi urin melalui forniks ginjal ke ruang peri renal membentuk urinoma yang mana pada urinoma retroperitoneal mengalami proses ekstravasasi, urin masuk kedalam rongga peritoneum membentuk ascites.

Pada hidronefrosis cairan keluar dari pelvis renis dengan cara : ekstravasasi ke ruang peritoneal, aliran balik pielovenous dan aliran balik pielo limfatik.

Urinoma memberi respon yang baik terhadap drainase urin pada obstruksi ureter akut total dan dapat hilang spontan pada drainase urine adekuat.

3. PatofisiologiPada obstruksi ureter akut total, gangguan fungsi ginjal ditentukan oleh lamanya obstruksi. Pada tikus percobaan dengan obstruksi ureter total selama 4 jam GFR 52 %, selama 12 jam GFR 23 %, selama 24 jam GFR % dan selama 48 jam GFR %. Aliran darah ginjal dan tekanan ureter menunggi karena vasodilatasi preglomerulus pada 1,5 jam obstruksi. Pada obstruksi 1,5 – 5 jam aliran darah ginjal menurun dan tekanan ureter terus meninggi akibat dari peninggian resistensi post glomerulus. Pada fase 5 – 18 jam, aliran darah ginjal dan tekanan ureter menurun akibat dari vasokonstriksi preglomerulus dan fungsi tubulus terganggu.

Pada ginjal normal volume aliran limfe sama dengan out put urin. Surgam dkk melaporkan, volume cairan limfe ginjal normal 0,5 – 1 ml/menit. Murphy dkk (1958) menemukan peningkatan volume cairan limfe pada obstruksi ureter akut total. Drainase limfatik ginjal melalui pembuluh limfe hilus dan kapsula ginjal. Obstruksi ureter dan pembuluh limfe menyebabkan kerusakan ginjal yang berat dengan nekrosis dan destruksi dalam beberapa hari.

Menurut Resznyak dkk (1960), yang merumuskan bahwa pemeliharaan fungsi ginjal pada hidronefrosis menyebabkan aliran balik urin pielolimfatik. Reabsorbsi urin dari pelvis ginjal kedalam aliran limfatik menyebabkan terjadinya penggantian filtrasi glomerulus. Dan merumuskan bahwa penetrasi urin ke dalam ruang interstitial, menyebabkan pelepasan histamine, yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler dan dengan eksudasi cairan kaya protein ke dalam ruang interstitial dan limfatik, terjadi udem parenkim ginjal, hilus dan kapsul.

Naber dan Madsen (1973) melaporkan bahwa, pada hidronefrosis akut terjadi reabsorbsi urin kedalam limfe hilus. Jumlah urin yang keluar melalui pelvis ginjal pada hidronefrosis akut adalah 0,06 ml/menit, pada hidronefrosis kronik selama 6 – 34 hari jumlah urin keluar dari pelvis ginjal adalah 0,04 ml/menit. Pada obstruksi ureter yang berlangsung selama 7 hari, akan terjadi reabsorbsi pielolimfatik ke dalam limfe hilus dan tingkat filtrasi glomerulus pada obstruksi ureter total adalah 1,74 ml/menit dan setelah 34 hari obstruksi ureter komplit filtrasi glomerulus 0,4 ml/menit.

Pada binatang percobaan setelah pembebasan obstruksi ureter total selama 2 minggu fungsi ginjal kembali normal, setelah obstruksi total selama 3 minggu fungsi ginjal kira-kira 50 %. Setelah obstruksi total selama 4 minggu fungsi ginjal kira-kira 30 % dan setelah pembebasan obstruksi ureter selama 6 – 8 minggu binatang percobaan tidak dapat hidup. Jika kedua ginjal mengalami hidronefrosis, stimulus yang kuat tetap dilanjutkan untuk menggunakan kedua ginjal untuk mempertahankan fungsi maksimal ini juga terjadi pada hidronefrosis yang soliter, konsekuensinya pengembalian fungsi dari ginjal ini setelah perbaikan obstruksi dapat membaik. Studi eksperimental telah menunjukkan waktu penyembuhan pada penderita obstruksi komplit sekitar 4 minggu. Fungsi dapat membaik kembali setelah obstruksi 56 atau 69 hari namun demikian kehilangan fungsi yang irreversible biasanya terjadi pada 7 hari pertama ini terjadi karena dilatasi dan nekrosis tubular proksimal yang berkembang secara progresif dari waktu ke waktu.

Dilaporkan seorang penderita setelah mengalami obstruksi ureter akut total selama 69 hari, ginjal dapat berfungsi kembali.

Setelah obstruksi ureter dihilangkan terjadi diuresis hebat dengan produksi urin meningkat 3 – 5 kali dari normal, natriuresis akibat gangguan reabsorbsi natrium di tubulus proksimal.

Page 4: Batu Ureter Bilateral

Diuresis post obstruksi jarang terjadi, biasanya setelah obstruksi ureter akut bilateral atau obstruksi unilateral pada ginjal soliter. Diuresis post obstruksi bersifat sementara fisiologis dan sembuh sendiri dengan ekskresi natrium dan air yang berlebihan. Diuresis berlangsung beberapa jam sampai 4 hari, tetapi dapat berlangsung lebih lama jika terapi koreksi cairan tidak adekuat, tetapi cairan biasanya 50 – 60 % dari jumlah produksi urin dengan memakai cairan NaCl fisiologis atau Ringer Laktat.

4. DiagnosisI. Gambaran KlinikKeluhan utama adalah berupa nyeri yang menjalar dan hilang timbul, juga dapat berupa nyeri yang menetap di daerah costo vertebra. Nyeri ini dapat menjalar dari daerah pinggang sampai ke testis atau labium majus ipsi lateral. Sesuai penjalaran dari nyeri ini dapat memperkirakan letak batu, jika batu berada di ureter bagian atas penjalaran dari nyeri biasanya ke testis dan jika di ureter bagian tengah nyeri biasanya terdapat di bagian bawah, bila batu berada di ureter bagian bawah, penjalaran nyeri biasanya ke skrotum atau ke vulva.

Jika nyeri menjalar ke penis biasanya menunjukkan batu sedang melalui uretero vesical junction ke buli-buli.

Perut kembung, mual, dan muntah karena system persarafan sama, ginjal lambung dan kolon yang letaknya berdekatan serta ditutupi oleh peritoneum sehingga peradangan pada ginjal dan usus dapat menimbulkan tanda-tanda peritonitis.

Anemia, gross hematuri dan penurunan berat badan dapat dialami penderita.

Pemeriksaan Fisis

Bila sudah terjadi hidronefrosis, ginjal yang membesar dapat teraba sebagai massa di pinggir dengan konsistensi lunak sampai kenyal.

Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan tanda-tanda spesifik, kecuali bila telah terjadi hidronefrosis, maka ginjal yang membesar akan dapat teraba sebagai massa di pinggang dengan konsistensi lunak sampai kenyal.

II. Pemeriksaan Penunjang

II.1. Laboratorium

- Anemia dapat ditemukan secara sekunder pada infeksi sekunder atau pada hidronefrosis bilateral lanjut ( stadium uremia ), leukositosis biasanya ditemukan pada infeksi stadium akut. Pada stadium kronik bila ada peningkatan jumlah leukosit, maka peningkatan itu hanya sedikit. protein dalam jumlah besar biasanya tidak ditemukan pada uropathy obstruksi

- Hematuri mikroskopik biasanya ditemukan sering kali terjadi oleh trauma epitel traktus urinarius oleh kausa obstruksi batu

- Pada obstruksi akut total bilateral terjadi gangguan morfologi dan gangguan fungsi normal yang bermanifestasi pada peningkatan level kreatinin dan nitrogen urea serum, makin lama obstruksi berlangsung, makin meninggi kreatinin serum(1,3,10,13,15)

Elektrolit serum terganggu hiponatremi oleh karena gangguan reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan pada biopsy ginjal ditemukan protein tamm Horsfal dalam rongga bowman glomerulus yang bersifat patognomonis pada obstruksi traktus urinarius.

- Pada kaadan hidronefrosis bilateral yang nyata aliran urin yang melalui tubulus ginjal dapat dilihat, dengan demikian urea direabsorsi signifikan tapi kreatinin tidak. Zat kimia dapat menunjukan rasio ureum kreatinin yaitu sekitar 10:1

Page 5: Batu Ureter Bilateral

II.2. Radiologi Pada foto polos abdomen menunjukan adanya pembesaran ginjal, klasifikasi ureter atau ginjal, bayangan batu radio opak atau perselubungan pada kasus-kasus bukan batu.Bila fungsi ginjal masih baik dapat dilakukan pemeriksaan IVP yang biasanya terlihat pelebaran dari ureter di proksimal batuBila kedua fungsi ginjal jelek tidak boleh dilakukan IVP, tetapi dilakukan RPG, jika ginjal terdorong ke kranial, ke kaudal atau kelateral maka pergeseran ini akan terlihat pada foto antero posterior sedangkan pergeseran anterior akan terlihat pada foto lateral Ultra sonografi (USG)

Pemeriksaan dengan USG ini hanya untuk menentukan hidronefrosis atau hidroureter, tetapi tidak untuk menentukan letak obstruksi, dapat mendeteksi causa obstruksi seperti tumor peritoneal dan abses dan dapat juga digunakan sebagai monitor pada tindakan nefrostomi percutaneus Isotop Scanning

Dengan adanya obstruksi, radio isotop renogram dapat memperlihatkan penurunan fase vasculer dan sekresi yang disebabkan oleh retensi urine dalam pelvis renis (10)CT Scan

Untuk teknik yang lebih baik dan lebih teliti dengan memakai kontras untuk menentukan tempat obstruksi dan mendeteksi massa retroperitoneal atau intra abdominal, sebagai penyebab obstruksi ureter dapat digunakan pada proses tindakan drainase percutanius dan biopsi untuk prognosis MRI

Dengan pemeriksaan ini suatu organ dapat divisualisasikan dalam tiga dimensi tanpa kontraks dapat menggambarkan pembuluh darah ginjal secara luas dan ada atau tidaknya kerusakan parenkim ginjal, sensitifitasnya lebih tinggi dan lebih jelas lagi bila memakai kontraks

PENATALAKSANAAN

Bila terjadi batu ureter bilateral maka akan terjadi obstruksi total akut bilateral sehingga dapat terjadi kerusakan kedua ginjal yang hebat, untuk mencegah terjadinya hal tersebut maka harus dilakukan penanganan yang segera oleh karena dapat mengakibatkan kerusakan parekim ginjal dan gangguan fungsi ginjal. Bila obstruksi disertai dengan infeksi maka dapat terjadi sepsis yang akan memperberat gangguan fungsi ginjal sehingga akan mengancam jiwa penderita.

Oleh karena itu harus segera ditangani dengan cara drainase urine untuk memperlancar aliran urine, sehingga dapat mengurangi tingkat komplikasi dan memperbaiki kualitas hidup Tindakan drainase urine seperti kateterisasi ureter retrograd, nefrostomi terbuka dan nefrostomi perkutaneus, juga disertai pemberian antibiotik yang sesuai dengan tes kepekaan. Dengan tindakan draiunase urine, dapat memperbaiki fungsi ginjal dan gangguan keseimbangan elektrolit yang memungkinkan dilakukan tindakan pembnedahan definitif.

Tindakan drainase yang dapat dilakukan antara lain :

(1) Kateterisasi ureter retrograd

(2) Nefrostomi terbuka

(3) Nefrostomi perkutaneus

Ad. 1. Kateterisasi ureter retrograde

Pemasangan kateter ureter retrograde mempunyai kekurangan dan menurut laporan oleh Happelen dkk (1979), angka keberhasilan mencapai 80-85% kasus, laporan oleh Khan (1975), mendapatkan angka

Page 6: Batu Ureter Bilateral

keberhasilan sangat rendah disebabkan oleh distorsi dasar buli-buli oleh tumor dan orifisium ureter menjadi tidak jelas.

Drainase urine dengan kateterisasi ureter retrograde biasanya dilakukan pada penderita kausa metastase tumor dan pasase urine kurang adekuat jika dibandingkan dengan nefrostomi terbuka dan nefrostomi perkutaneus.

Ad. 2 Nefrostomi terbukaCara diversi urine yang sudah lama tetapi masih dipakai sampai sekarang dan masih efektif dalam mengatasi kasus obstruksi seperti kasus obstruksi ureter akut bilateral. Tindakan nefrostomi adalah suatu tindakan darurat dan sementara. Jadi sebelumnya harus dipikirkan tindakan definitif selanjutnya. Nefrostomi terbuka memberikan drainase urine lebih baik pada dilatasi sistem pelvic dibandingkan nefrostomi perkutaneus.

Teknik Operasi Dilakukan dengan sebaik-baiknya untuk menjamin lancarnya urine keluar dengan demikian dapat mengatasi urine yang tersumbat. Sayatan kulit pada ICS XI-XII seperti lumbotomi panjang kira-kira 10-15 cm. diperdalam sampai kapsula gerota pada ginjal.

Ada dua macam teknik operasi terbuka :Bila korteks masih tebal, ginjal dibebaskan sampai terlihat pervis renalis. Pada pervis dibuat insisi 1-1,5 cm, klem bengkok dimasukkan melalui insisi ke arah kaliks medius, inferior sampai menembus keluar ginjal. Kemudian kateter Foley kateter F 20 dijepit dengan klem sampai pielum, isi balon 5 cc. tutup pelvis dengan benang jahit simpel yang bisa diserap.Bila korteks sangat tipis, insisi pada korteks kira-kira 1-1,5 cm, pasang kateter Foley kateter F 22 dengan klem sampai pielum, isi balon 5 cc. di ginjal difiksasi dengan benang dapat diserap. Pada dinding abdomen difiksasi dengan benang sutra nomor 1. perhatikan warna urine yang keluar dan catat jumlahnya. Luka operasi dijahit lapis demi lapis dengan drain isap satu buah.

Batu dalam kaliks dan pielum yang mudah dikeluarkan diambil, yang sulit dibiarkan ditunda untuk tindakan operasi elektif, sebab nefrostomi adalah tindakan cepat dan urine mengalir keluar dan lancar.

Ad. 3. Nefrostomi perkutaneus

Penanganan penderita dengan obstruksi batu ureter akut total bilateral dengan nefrostomi perkutaneus merupakan suatu tindakan yang cukup baik, dengan tindakan komplikasi dan mortalitas rendah tetapi harus memperhitungkan potensi untuk meningkatkan harapan dan kualitas hidup penderita (17,21)

Berat kerusakan parenkim ginjal, asal penyakit primer dan potensi penawaran lanjut menentukan harapan hidup penderita, oleh karena itu semua cara diagnosis harus dilakukan untuk mengidentifikasi alas penyakit. (17,21)

Nefrostomi perkutaneus telah mengalami perkembangan sejak 15 tahun terakhir, metode yang sering digunakan adalah memakai percutaneus nephostomy tube (PNT) dengan menggunakan fluoroskopi dan ultrasonografi yang memungkinkan penempatan drain tube tepat dalam pelvis ginjal. Nefrostomi perkutaneus juga dapat digunakan untuk memasukkan kontras pielografi antegrad, pengambilan batu ginjal ureter perkutaneus, nefroskopi, dan biopsy serta penempatan balon intraureter. (10,17,21)

Cara perkutaneus dilakukan pada ginjal yang teraba dari luar, korteks tipis dan dilakukan pada orang yang tidak terlalu gemuk. Dapat dilakukan dengan anestesi umum, regional dan lokal.

Teknik Operasi

Penderita tengkurap atau miring, dilakukan punksi ke arah ginjal dengan jarum 22 tepat pada pelvis ginjal, aspirasi nurine dan masukkan kontras sebanyak urine yang diaspirasi.

Page 7: Batu Ureter Bilateral

Setelah sistem pelviokalisis terlihat jelas dengan fluoroskopi, dilakukan punksi ke arah ginjal dengan mandarin pada garis aksillaris posterior di bawah arkus kosta XII, keluarkan mandrin dan masukkan kawat penuntun (guide wire) ke dalam pembungkus (sheath) jarum punksi. Lakukan dilatasi dengan jarum dari Diamond, masukkan kateter Foley kateter F 20 dengan tuntunan kanula tepat pada pielum, isi balon 5 cc (17,18,,22)

Komplikasi Yang Dapat Terjadi Perdarahan yang tak terkontrolKateter bergeser atau terlepas karena fiksasi yang tidak kuat atau tertarikInfeksi, pada infeksi traktus urinarius bagian atas, pynefrosis atau batu ginjal.

OPERASI TERBUKA PADA RUMAH SAKIT DENGAN FASILITAS STANDAR TERBATAS :

Bila telah dilakukan drainase urine dan bila keadaan penderita membaik maka selanjutnya dilakukan usaha pengeluaran batu ureter dengan mengutamakan fungsi ginjal yang lebih baik.

Pada operasi terbuka uretero tomi dilakukan untuk mengeluarkan batu ureter dengan beberapa pendekatan yang berbeda termasuk pendekatan modifikasi dorsal lumbal atau insisi ginjal anterior untuk batu yang berada pada ureter proksimal, batu-batu yang berada pada bagian tenga ureter dapat ditangani dengan insisi Mc burney atau gibson, sedangkan batu-batu pada bagian distal ureter dapat dikeluarkan melalui insisi pfannestil atau garis tengah bagian bawah. Untuk pasien tertentu yang memerlukan perhatian bisa dilakukan s secara transvesikal atau transvaginal untuk mengeluarkan batu kalkuli ureter

PENATALAKSANAAN BATU URETER BILATERAL PADA RUMAH SAKIT YANG MEMPUNYAI FASILITAS LENGKAP BEDAH UROLOGI :

Pada rumah sakit yang mempunyai fasilitas lengkap seperti ESWL (Extra Corporeal Shock Litotripsi), ureteroscopi, flouroscopi, dan ultra Shock Litotriptor serta alat-alat bantu bedah urologi minimal invasif lainnya, sangat membantu dengan tingkat keamanan yang baik pada penanganan batu saluran kemih

Batu ureter pada bagian proksimal dapat ditangani dengan menggunakan flouroscopi sebagai penuntun saat dilakukan ekstraksi batu, batu kecil yang terjebak pada bagian tengah dan atas ureter dapat dilakukan dengan endoscopi dengan menggunakan kateter double balon stone dan ureteroscop secara lebih aman

Batu besar pada pelvis renis atau ureter proksimal telah dapat diatasi dengan menggunakan ureteroscopy dan ultrasonic litotripsi untuk menghancurkan batu, batu-batu dengan diameter 5-8 mili meter biasanya dapat melewati ureter distal sehingga terjebak pada ureterovesical junction lokasi ini sangat ideal untuk manipulasi transureteral (4,8)

ESWL merupakan cara yang infasif yang paling tidak infasif untuk penanganan batu ureter. Hal ini dapat juga digunakan untuk mengatasi batu letak proksimal dan tengah ureter, sedangkan batu pada distal ureter dengan menggunakan teknik stone basketing atau ureteroscopy

Bila batu menetap pada suatu tempat dan tidak bergerak kearah distal dalam waktu 6 minggu dan refrakter terhadap ESWL maka sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka

URETOROSCOPYDigunakan untuk pengangkatan batu ureter dan ginjal secara endoscopy terutama batu ureter bagian proksimal yang melekat pada ureter atas atau yang gagal dengan ESWL dengan keberhasilan rata-rata 57-99%.

Untuk mengeluarkan batu yang besar setelah dilatasi ureter beberapa batu dapat dikeluarkan dengan utuh tanpa litotripsi intra ureter, uretroscopy di pasang sejajar dengan kawat panduan sampai kebatu kemudian dilakukan dilatasi ureter, setelah batu terlihat keranjang batu dipasang dan batu dipegang dengan kawat keranjang batu, sewaktu batu sudah terperangkat ke dalam kawat kemudian ditarik keluar bersama

Page 8: Batu Ureter Bilateral

ureteroscopy diikuti dengan endoscopy agar batu tidak merusak dinding ureter lalu batu dikeluarkan. Ureteroscopny kemudian dipasang kembali untuk menilai apakah terdapat trauma lain atau terjadinya ekstrafasasi.

Internal stent kemudian dipasang diatas kawat panduan dan dibiarkan selama minimal 24 jam. Jika batu menempel pada dinding ureter keranjang tidak boleh ditarik keluar, karena ureter dapat rusak, dilakukan intraureter lithotripsi untuk memecahkan batu sehingga aman untuk dikeluarkan, jika tidak terjadi trauma ureter stent dapat ditinggalkan untuk beberapa saat dan jika terdapat ekstrafasasi urin stent dibiarkan selama 2– 3 minggu, jika terdapat ekstravasasi selama prosedur berlangsung harus dikerjakan kontras follow up

PENATALAKSANAAN PASCA PENANGANAN

Pembebasan obstrnuksi ureter berakibat hilangnya cairan dan elektrolit dalam jumlah besar 3-5 kali lipat dari normal, sehingga penting melakukan pengukuran secara cermat produksi jumlah cairan dan elektrolit melalui nefrostomi dan drain sebagai pegangan dalam pemberian cairan dan elektrolit post obstruksi. Tetapi cairan diberikan 50-60% dari produksi urine dengan memakai NaCl fisiologi atau Ringer Laktat Antibiotik diberikan sesuai test kepekaan dengan memperhatikan faal ginjal (3,8,9,22)

Perawatan kateter nefrostomi diperhatikan dengan baik supaya agar tidak terjadi atau tertarik. Setelah keadaan umum penderita, tensi dan nadi baik, serta tidak febris, segera dibuat foto pielografi antegrad dengan memasukkan kontras melalui kateter nefrostomi untuk melihat letak obstruksi dan menentukan tindakan definitif yang akan dilakukan

Nefrostomi bersifat sementara pada abstruksi ureter segera setelah keadaan penderita memungkinkan (fungsi ginjal optimla, tidak ada febris), dilakukan tindakan definitif untuk menghilangkan obstruksi

Bila penyebabnya adalah batu dilakukan pengambilan batu pada ginjal yang fungsinya lebih baik. Bila ada pus, dan setelah beberapa hari pus mereda, urine jernih dan fungsi ginjal baik, radiologik parenkim ginjal masih tebal, dilakukan pengambilan batu atau pembedahan untuk menghilangkan obstruksi dengan pengambilan batu, pyelolitotomi, uretyerokutaneustomi, dan ureteroneosistostomi.RINGKASAN

Obstruksi batu ureter birateral dapat menyebabkan obstruksi total akut bilateral sehingga dapat terjadi hidronefrosis sehingga terjadi aliran balik prokskimal melalui rupture forniks, pielokanlikuli, pielolimfatik, pielovenous.

Obstruksi batu ureter bilateral harus segera ditangani untuk mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut.

Penanganan utama adalah dilakukan drainase urine sesegera mungkin dengan kateterisasi ureter retrograde, nefrostomi terbuka, nefrostomi perkutaneus.

Bila peralatan tidak lengkap batu yang ada dilakukan ureterotomi sedangkan bila peralatan lengkap dapat dilakukan ESWL, endoscopy dan ureterocopy.

Perawatan pasca operasi harus diperhatikan karena sering terjadi diuresis yang berakibat hilangnya cairan dan elektrolit 3-5 kali lipat dari normal.

Page 9: Batu Ureter Bilateral

2.1 Batu Saluran Kemih 2.1.1 Definisi

Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan masa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas (ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra), yang dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Batu ini terbentuk dari pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein.18

BSK dapat berukuran dari sekecil pasir hingga sebesar buah anggur. Batu yang berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan biasanya dapat keluar bersama dengan urine ketika berkemih. Batu yang berada di saluran kemih atas (ginjal dan ureter) menimbulkan kolik dan jika batu berada di saluran kemih bagian bawah (kandung kemih dan uretra) dapat menghambat buang air kecil. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis dapat menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang yang menjalar ke perut juga daerah kemaluan dan paha sebelah dalam). Hal ini disebabkan karena adanya respon ureter terhadap batu tersebut, dimana ureter akan berkontraksi yang dapat menimbulkan rasa nyeri kram yang hebat.19

2.2 Sistem Kemih

Page 10: Batu Ureter Bilateral

Sistem kemih (urinearia) adalah suatu sistem tempat terjadinya proses penyaringan darah dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat- zat yang tidak di pergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air kemih).20 Sistem kemih terdiri atas saluran kemih atas (sepasang ginjal dan ureter), dan saluran kemih bawah (satu kandung kemih dan uretra).21

Gambar sistem saluran kemih pada manusia dapat dilihat pada gambar berikut: Sumber: www.detikhealth.com Gambar 1. Sistem Saluran Kemih Pada Manusia

Page 11: Batu Ureter Bilateral

Sistem kemih (urinearia) adalah suatu sistem tempat terjadinya proses penyaringan darah dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat- zat yang tidak di pergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air kemih).20 Sistem kemih terdiri atas saluran kemih atas (sepasang ginjal dan ureter), dan saluran kemih bawah (satu kandung kemih dan uretra).21

Gambar sistem saluran kemih pada manusia dapat dilihat pada gambar berikut: Sumber: www.detikhealth.com Gambar 1. Sistem Saluran Kemih Pada Manusia

2.2.1 Saluran Kemih Atas

a. Ginjal

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Batu Ureter Bilateral

Dalam keadaan normal, manusia memiliki 2 ginjal. Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang berwarna merah tua, panjangnya sekitar 12,5 cm dan tebalnya sekitar 2,5 cm (kurang lebih sebesar kepalan tangan).23 Ginjal adalah organ yang berfungsi sebagai penyaring darah yang terletak di bagian belakang kavum abdominalis di belakang peritoneum melekat langsung pada dinding belakang abdomen.20

Setiap ginjal memiliki ureter, yang mengalirkan air kemih dari pelvis renalis (bagian ginjal yang merupakan pusat pengumpulan air kemih) ke dalam kandung kemih.23 Setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron.21 Selama 24 jam dapat menyaring darah 170 liter.20 Fungsi yang lainnya adalah ginjal dapat menyaring limbah metabolik, menyaring kelebihan natrium dan air dari darah, membantu mengatur tekanan darah, pengaturan vitamin D dan Kalsium.18

Ginjal mengatur komposisi kimia dari lingkungan dalam melalui suatu proses majemuk yang melibatkan filtrasi, absorpsi aktif, absorpsi pasif, dan sekresi. Filtrasi terjadi dalam glomerulus, tempat ultra filtrate dari plasma darah terbentuk. Tubulus nefron, terutama tubulus kontortus proksimal berfungsi mengabsorpsi dari substansi-substansi yang berguna bagi metabolisme tubuh, sehingga dengan demikian memelihara homeostatis lingkungan dalam. Dengan cara ini makhluk hidup terutama manusia mengatur air, cairan intraseluler, dan keseimbangan osmostiknya.21

Gangguan fungsi ginjal akibat BSK pada dasarnya akibat obstruksi dan infeksi sekunder. Obstruksi menyebabkan perubahan struktur dan fungsi pada traktus urinearius dan dapat berakibat disfungsi atau insufisiensi ginjal akibat kerusakan dari paremkim ginjal.18

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Batu Ureter Bilateral

Berikut ini adalah gambar anatomi ginjal normal dan ginjal dengan BSK : Gambar 2. Anatomi Ginjal Normal dan Ginjal dengan BSK

b. Ureter

Ureter merupakan saluran kecil yang menghubungkan antara ginjal dengan kandung kemih (vesica urinearia), dengan panjang ± 25-30 cm, dengan penampang ± 0,5 cm.20 Saluran ini menyempit di tiga tempat yaitu di titik asal ureter pada pelvis ginjal, di titik saat melewati pinggiran pelvis, dan di titik pertemuannya dengan kendung kemih. BSK dapat tersangkut dalam ureter di ketiga tempat tersebut, yang mengakibatkan nyeri (kolik ureter). 18

Lapisan dinding ureter terdiri dari dinding luar berupa jaringan ikat (jaringan fibrosa), lapisan tengah terdiri dari lapisan otot polos, lapisan sebelah dalam merupakan lapisan mukosa. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesica urinearia).20

Setiap ureter akan masuk ke dalam kandung kemih melalui suatu sfingter. Sfingter adalah suatu struktur muskuler (berotot) yang dapat membuka dan menutup Universitas Sumatera Utara

Page 14: Batu Ureter Bilateral

sehingga dapat mengatur kapan air kemih bisa lewat menuju ke dalam kandung kemih. Air kemih yang secara teratur tersebut mengalir dari ureter akan di tampung dan terkumpul di dalam kandung kemih.18

2.2.2 Saluran Kemih Bawah

a. Kandung Kemih

Kandung kemih merupakan kantong muscular yang bagian dalamnya dilapisi oleh membran mukosa dan terletak di depan organ pelvis lainnya sebagai tempat menampung air kemih yang dibuang dari ginjal melalui ureter yang merupakan hasil buangan penyaringan darah.23

Dalam menampung air kemih kandung kemih mempunyai kapasitas maksimal yaitu untuk volume orang dewasa lebih kurang adalah 30-450 ml.3

Kandung kemih bersifat elastis, sehingga dapat mengembang dan mengkerut. Ketika kosong atau setengah terdistensi, kandung kemih terletak pada pelvis dan ketika lebih dari setengah terdistensi maka kandung kemih akan berada pada abdomen di atas pubis.22 Dimana ukurannya secara bertahap membesar ketika sedang menampung jumlah air kemih yang secara teratur bertambah. Apabila kandung kemih telah penuh, maka akan dikirim sinyal ke otak dan menyampaikan pesan untuk berkemih. Selama berkemih, sfingter lainnya yang terletak diantara kandung kemih dan uretra akan membuka dan akan diteruskan keluar melalui uretra. Pada saat itu, secara bersamaan dinding kandung kemih berkontrasksi yang menyebabkan terjadinya tekanan sehingga dapat membantu mendorong air kemih keluar menuju uretra.18

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Batu Ureter Bilateral

b. Uretra

Saluran kemih (uretra) merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki-laki uretra berjalan berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis ke bagian penis panjangnya ± 20 cm. Uretra pada laki-laki terdiri dari uretra prostatika, uretra membranosa, dan uretra kavernosa. Uretra prostatika merupakan saluran terlebar dengan panjang 3 cm, dengan bentuk seperti kumparan yang bagian tengahnya lebih luas dan makin ke bawah makin dangkal kemudian bergabung dengan uretra membranosa. Uretra membranosa merupakan saluran yang paling pendek dan paling dangkal. Uretra kavernosa merupakan saluran terpanjang dari uretra dengan panjang kira-kira 15 cm.20

Pada wanita, uretra terletak di belakang simfisis pubis berjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3-4 cm. Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya sebagai saluran ekskresi. Uretra wanita jauh lebih pendek daripada uretra laki-laki.20

2.2.3 Penyebab Pembentukan Batu Saluran Kemih

Penyebab pasti pembentukan BSK belum diketahui, oleh karena banyak faktor yang dilibatkannya, sampai sekarang banyak teori dan faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan BSK yaitu : 2,24,25

a. Teori Fisiko Kimiawi

Prinsip dari teori ini adalah terbentuknya BSK karena adanya proses kimia, fisika maupun gabungan fisiko kimiawi. Dari hal tersebut diketahui bahwa Universitas Sumatera Utara

Page 16: Batu Ureter Bilateral

terjadinya batu sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pembentuk batu di saluran kemih. Berdasarkan faktor fisiko kimiawi dikenal teori pembentukan batu, yaitu: a.1 Teori Supersaturasi Supersaturasi air kemih dengan garam-garam pembentuk batu merupakan dasar terpenting dan merupakan syarat terjadinya pengendapan. Apabila kelarutan suatu produk tinggi dibandingkan titik endapannya maka terjadi supersaturasi sehingga menimbulkan terbentuknya kristal dan pada akhirnya akan terbentuk batu. Supersaturasi dan kristalisasi dapat terjadi apabila ada penambahan suatu bahan yang dapat mengkristal di dalam air dengan pH dan suhu tertentu yang suatu saat akan terjadi kejenuhan dan terbentuklah kristal. Tingkat saturasi dalam air kemih tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah bahan pembentuk BSK yang larut, tetapi juga oleh kekuatan ion, pembentukan kompleks dan pH air kemih. a.2 Teori Matrik Di dalam air kemih terdapat protein yang berasal dari pemecahan mitokondria sel tubulus renalis yang berbentuk laba-laba. Kristal batu oksalat maupun kalsium fosfat akan menempel pada anyaman tersebut dan berada di sela-sela anyaman sehingga terbentuk batu. Benang seperti laba-laba terdiri dari protein 65%, heksana 10%, heksosamin 2-5% sisanya air. Pada benang menempel kristal batu yang seiring waktu batu akan Universitas Sumatera Utara

Page 17: Batu Ureter Bilateral

semakin membesar. Matriks tersebut merupakan bahan yang merangsang timbulnya batu. a.3 Teori Tidak Adanya Inhibitor Dikenal 2 jenis inhibitor yaitu organik dan anorganik. Pada inhibitor organik terdapat bahan yang sering terdapat dalam proses penghambat terjadinya batu yaitu asam sitrat, nefrokalsin, dan tamma-horsefall glikoprotein sedangkan yang jarang terdapat adalah gliko-samin glikans dan uropontin. Pada inhibitor anorganik terdapat bahan pirofosfat dan Zinc. Inhibitor yang paling kuat adalah sitrat, karena sitrat akan bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat yang dapat larut dalam air. Inhibitor mencegah terbentuknya kristal kalsium oksalat dan mencegah perlengketan kristal kalsium oksalat pada membaran tubulus. Sitrat terdapat pada hampir semua buah-buahan tetapi kadar tertinggi pada jeruk. Hal tersebut yang dapat menjelaskan mengapa pada sebagian individu terjadi pembentukan BSK, sedangkan pada individu lain tidak, meskipun sama-sama terjadi supersanturasi. a.4 Teori Epitaksi Pada teori ini dikatakan bahwa kristal dapat menempel pada kristal lain yang berbeda sehingga akan cepat membesar dan menjadi batu campuran. Keadaan ini disebut nukleasi heterogen dan merupakan kasus yang paling sering yaitu kristal kalsium oksalat yang menempel pada kristal asam urat yang ada. Universitas Sumatera Utara

Page 18: Batu Ureter Bilateral

a.5 Teori Kombinasi Banyak ahli berpendapat bahwa BSK terbentuk berdasarkan campuran dari beberapa teori yang ada. a.6 Teori Infeksi Teori terbentuknya BSK juga dapat terjadi karena adanya infeksi dari kuman tertentu. Pengaruh infeksi pada pembentukan BSK adalah teori terbentuknya batu survit dipengaruhi oleh pH air kemih > 7 dan terjadinya reaksi sintesis ammonium dengan molekul magnesium dan fosfat sehingga terbentuk magnesium ammonium fosfat (batu survit) misalnya saja pada bakteri pemecah urea yang menghasilkan urease. Bakteri yang menghasilkan urease yaitu Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Teori pengaruh infeksi lainnya adalah teori nano bakteria dimana penyebab pembentukan BSK adalah bakteri berukuran kecil dengan diameter 50-200 nanometer yang hidup dalam darah, ginjal dan air kemih. Bakteri ini tergolong gram negatif dan sensitif terhadap tetrasiklin. Dimana dinding pada bakteri tersebut dapat mengeras membentuk cangkang kalsium kristal karbonat apatit dan membentuk inti batu, kemudian kristal kalsium oksalat akan menempel yang lama kelamaan akan membesar. Dilaporkan bahwa 90% penderita BSK mengandung nano bakteria.

b. Teori Vaskuler 2,18,20

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Batu Ureter Bilateral

Pada penderita BSK sering didapat penyakit hipertensi dan kadar kolesterol darah yang tinggi, maka Stoller mengajukan teori vaskuler untuk terjadinya BSK, yaitu : b.1 Hipertensi Pada penderita hipertensi 83% mempunyai perkapuran ginjal sedangkan pada orang yang tidak hipertensi yang mempunyai perkapuran ginjal sebanyak 52%. Hal ini disebabkan aliran darah pada papilla ginjal berbelok 180˚ dan aliran darah berubah dari aliran laminer menjadi turbulensi. Pada penderita hipertensi aliran turbelen tersebut berakibat terjadinya pengendapan ion-ion kalsium papilla (Ranall’s plaque) disebut juga perkapuran ginjal yang dapat berubah menjadi batu. b.2 Kolesterol Adanya kadar kolesterol yang tinggi dalam darah akan disekresi melalui glomerulus ginjal dan tercampur didalam air kemih. Adanya butiran kolesterol tersebut akan merangsang agregasi dengan kristal kalsium oksalat dan kalsium fosfat sehingga terbentuk batu yang bermanifestasi klinis (teori epitaksi). Menurut Hardjoeno (2006), diduga dua proses yang terlibat dalam BSK yakni supersaturasi dan nukleasi. Supersaturasi terjadi jika substansi yang menyusun batu terdapat dalam jumlah yang besar dalam urine, yaitu ketika volume urine dan kimia urine yang menekan pembentukan menurun. Pada proses nukleasi, natrium hidrogen urat, asam urat dan kristal hidroksipatit membentuk inti. Ion kalsium dan oksalat Universitas Sumatera Utara

Page 20: Batu Ureter Bilateral

kemudian merekat (adhesi) di inti untuk membentuk campuran batu. Proses ini dinamakan nukleasi heterogen. Analisis batu yang memadai akan membantu memahami mekanisme patogenesis BSK dan merupakan tahap awal dalam penilaian dan awal terapi pada penderita BSK.12

2.2.4 Klasifikasi Batu Saluran Kemih

Komposisi kimia yang terkandung dalam batu ginjal dan saluran kemih dapat diketahui dengan menggunakan analisis kimia khusus untuk mengetahui adanya kalsium, magnesium, amonium, karbonat, fosfat, asam urat oksalat, dan sistin.

a. Batu kalsium 3,26

Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK yaitu sekitar 70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di jumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam urine atau darah dan akibat dari dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua tipe yang berbeda, yaitu: a.1 Whewellite (monohidrat) yaitu , batu berbentuk padat, warna cokat/ hitam dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih. a.2 Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu batu berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite. Universitas Sumatera Utara

Page 21: Batu Ureter Bilateral

b. Batu asam urat26,3

Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat. Pasien biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang lebih besar menderita penyakit BSK, karena keadaan tersebut dapat meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air kemih menjadi rendah. Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu asam urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah dengan obat-obatan. Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.

c. Batu struvit (magnesium-amonium fosfat) 3,18,26

Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan sekitar 15-20% pada penderita BSK Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki. Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi ammonium dan pH air kemih >7. Pada batu struvit volume air kemih yang banyak sangat penting untuk membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari fosfat.

d. Batu Sistin 18,26

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Batu Ureter Bilateral

Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan ginjal. Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian 1-2%. Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan ornithine berkurang, pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urine yang asam. Selain karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga terjadi pada individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu yang statis karena imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet mungkin menyebabkan pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah dan asupan protein hewani yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air kemih.

2.3 Epidemiologi Penyakit Batu Saluran Kemih 2.3.1 Distribusi dan Frekuensi

Berdasarkan data dari Urologic Disease in America pada tahun 2000, insidens rate tertinggi kelompok umur berdasarkan letak batu yaitu saluran kemih atas adalah pada kelompok umur 55-64 tahun 11,2 per-100.000 populasi, tertinggi kedua adalah kelompok umur 65-74 tahun 10,7 per-100.000 populasi. Insidens rate tertinggi jenis kelamin berdasarkan letak batu yaitu saluran kemih atas adalah pada jenis kelamin laki-laki 74 per-100.000 populasi, sedangkan pada perempuan 51 per-100.000 populasi. Insidens rate tertinggi kelompok umur berdasarkan letak batu yaitu saluran kemih bawah adalah pada kelompok umur 75-84 tahun 18 per-100.000 populasi, tertinggi kedua adalah kelompok umur 65-74 tahun 11 per-100.000 populasi. Insidens rate tertinggi jenis kelamin berdasarkan letak batu yaitu saluran kemih bawah adalah Universitas Sumatera Utara

Page 23: Batu Ureter Bilateral

jenis kelamin laki-laki 4,6 per-100.000 populasi sedangkan pada perempuan 0,7 per-100.000 populasi.4

Analisis jenis batu berdasarkan jenis kelamin di Amerika Serikat pada tahun 2005, jenis kelamin laki-laki dengan batu kalsium 75%, batu asam urat 23,1%, batu struvit 5%, dan batu cysteine 0,5%, sedangkan pada perempuan jenis batu kalsium 86,2%, batu asam urat 11,3%, batu struvit 1,3%, dan batu cysteine 1,3%. Analisis jenis batu berdasarkan jenis kelamin di Australia Selatan pada tahun 2005 yaitu pada jenis kelamin laki-laki jenis batu kalsium oksalat 73%, batu asam urat 79%, sedangkan pada perempuan jenis batu struvit 58%. Analisis jenis batu berdasarkan kelompok umur, jenis batu kalsium oksalat 50-60 tahun, batu asam urat 60-65 tahun dan batu struvit 20-55 tahun.7

Penelitian yang dilakukan oleh Hardjoeno dkk pada tahun 2002-2004 di RS dr.Wahidin Sudirohusodo Makasar berdasarkan jenis kelamin proporsi tertinggi adalah jenis kelamin laki-laki 79,9 % sedangkan wanita 20,1%.12 Di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2007 jumlah pasien rawat inap BSK 113 orang, berdasarkan kelompok umur proporsi tertinggi adalah kelompok umur 46-60 tahun 39,8%, berdasarkan jenis kelamin proporsi tertinggi adalah jenis kelamin laki-laki 80,5%, dan berdasarkan jenis batu proporsi yang tertinggi adalah jenis batu kalsium oksalat 100%, struvite 96,5%, dan Cystine 66,4% .27

2.3.2 Determinan Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya BSK pada seseorang. Faktor-faktor tersebut adalah faktor intrinsik, yaitu keadaan Universitas Sumatera Utara

Page 24: Batu Ureter Bilateral

yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan disekitarnya.3

a. Faktor Intrinsik

Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu sendiri. Termasuk faktor intrinsik adalah umur, jenis kelamin, keturunan, riwayat keluarga. a.1 Umur Umur terbanyak penderita BSK di negara-negara Barat adalah 20-50 tahun, sedangkan di Indonesia terdapat pada golongan umur 30-60 tahun. Penyebab pastinya belum diketahui, kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan faktor sosial ekonomi, budaya, dan diet.2

Berdasarkan penelitian Latvan, dkk (2005) di RS.Sedney Australia, proporsi BSK 69% pada kelompok umur 20-49 tahun. Menurut Basuki (2011), penyakit BSK paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.3

a.2 Jenis kelamin Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan. Tingginya kejadian BSK pada laki-laki disebabkan oleh anatomis saluran kemih pada laki-laki yang lebih panjang dibandingkan perempuan, secara alamiah didalam air kemih laki-laki kadar kalsium lebih tinggi dibandingkan perempuan, dan pada air kemih perempuan kadar sitrat (inhibitor) lebih tinggi, laki-laki memiliki hormon testosterone yang dapat meningkatkan produksi oksalat endogen di hati, serta Universitas Sumatera Utara

Page 25: Batu Ureter Bilateral

adanya hormon estrogen pada perempuan yang mampu mencegah agregasi garam kalsium. 3

Insiden BSK di Australia pada tahun 2005 pada laki-laki 100-300 per 100.000 populasi sedangkan pada perempuan 50-100 per 100.000 populasi.7

a.3 Heriditer/ Keturunan Faktor keturunan dianggap mempunyai peranan dalam terjadinya penyakit BSK. Walaupun demikian, bagaimana peranan faktor keturunan tersebut sampai sekarang belum diketahui secara jelas. Berdasarkan penelitian Latvan, dkk (2005) di RS. Sedney Australia berdasarkan keturunan proporsi BSK pada laki-laki 16,8% dan pada perempuan 22,7%.7

b. Faktor Ekstrinsik 3,13

Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari lingkungan luar individu seperti geografi, iklim, serta gaya hidup seseorang. b.1 Geografi Prevalensi BSK banyak diderita oleh masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan. Hal tersebut disebabkan oleh sumber air bersih yang dikonsumsi oleh masyarakat dimana sumber air bersih tersebut banyak mengandung mineral seperti phospor, kalsium, magnesium, dan sebagainya. Letak geografi menyebabkan perbedaan insiden BSK di suatu tempat dengan tempat lainnya. Faktor geografi mewakili salah satu aspek lingkungan dan sosial budaya seperti kebiasaan makanannya, temperatur, dan kelembaban udara yang dapat menjadi predoposisi kejadian BSK. b.2 Faktor Iklim dan Cuaca Universitas Sumatera Utara

Page 26: Batu Ureter Bilateral

Faktor iklim dan cuaca tidak berpengaruh langsung, namun kejadiannya banyak ditemukan di daerah yang bersuhu tinggi. Temperatur yang tinggi akan meningkatkan jumlah keringat dan meningkatkan konsentrasi air kemih. Konsentrasi air kemih yang meningkat dapat menyebabkan pembentukan kristal air kemih. Pada orang yang mempunyai kadar asam urat tinggi akan lebih berisiko menderita penyakit BSK. b.3 Jumlah Air yang di Minum Dua faktor yang berhubungan dengan kejadian BSK adalah jumlah air yang diminum dan kandungan mineral yang terdapat dalam air minum tersebut. Bila jumlah air yang diminum sedikit maka akan meningkatkan konsentrasi air kemih, sehingga mempermudah pembentukan BSK. b.4 Diet/Pola makan Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab terbesar terjadinya BSK. Misalnya saja diet tinggi purine, kebutuhan akan protein dalam tubuh normalnya adalah 600 mg/kg BB, dan apabila berlebihan maka akan meningkatkan risiko terbentuknya BSK. Hal tersebut diakibatkan, protein yang tinggi terutama protein hewani dapat menurunkan kadar sitrat air kemih, akibatnya kadar asam urat dalam darah akan naik, konsumsi protein hewani yang tinggi juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan memicu terjadinya hipertensi. b.5 Jenis Pekerjaan Kejadian BSK lebih banyak terjadi pada orang-orang yang banyak duduk dalam melakukan pekerjaannya. b.6 Kebiasaan Menahan Buang Air Kemih Universitas Sumatera Utara

Page 27: Batu Ureter Bilateral

Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulakan statis air kemih yang dapat berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK). ISK yang disebabkan oleh kuman pemecah urea dapat menyebabkan terbentuknya jenis batu struvit.

2.4 Gejala – Gejala Batu Saluran Kemih

Manisfestasi klinik adanya batu dalam saluran kemih bergantung pada adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urine, terjadi obstruksi yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi biasanya disertai gejala demam, menggigil, dan dysuria. Namun, beberapa batu jika ada gejala tetapi hanya sedikit dan secara perlahan akan merusak unit fungsional (nefron) ginjal, dan gejala lainnya adalah nyeri yang luar biasa ( kolik).28

Gejala klinis yang dapat dirasakan yaitu : 3,28,29

a. Rasa Nyeri

Lokasi nyeri tergantung dari letak batu. Rasa nyeri yang berulang (kolik) tergantung dari lokasi batu. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan diseluruh area kostovertebratal, tidak jarang disertai mual dan muntah, maka pasien tersebut sedang mengalami kolik ginjal. Batu yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien sering ingin merasa berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya air kemih disertai dengan darah, maka pasien tersebut mengalami kolik ureter. Universitas Sumatera Utara

Page 28: Batu Ureter Bilateral

b. Demam

Demam terjadi karena adanya kuman yang beredar di dalam darah sehingga menyebabkan suhu badan meningkat melebihi batas normal. Gejala ini disertai jantung berdebar, tekanan darah rendah, dan pelebaran pembuluh darah di kulit.

c. Infeksi

BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder akibat obstruksi dan statis di proksimal dari sumbatan. Infeksi yang terjadi di saluran kemih karena kuman Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus.

d. Hematuria dan kristaluria

Terdapatnya sel darah merah bersama dengan air kemih (hematuria) dan air kemih yang berpasir (kristaluria) dapat membantu diagnosis adanya penyakit BSK.

e. Mual dan muntah

Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali menyebabkan mual dan muntah.

2.5 Penatalaksanaan Medis Batu Saluran Kemih

Tujuan dasar penatalaksanaan medis BSK adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi, dan mengurangi obstruksi yang terjadi.30 Batu dapat dikeluarkan dengan cara Universitas Sumatera Utara

Page 29: Batu Ureter Bilateral

medikamentosa, pengobatan medik selektif dengan pemberian obat-obatan, tanpa operasi, dan pembedahan terbuka.3

2.5.1 Medikamentosa

Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang berukuran lebih kecil yaitu dengan diameter kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar tanpa intervensi medis.3

Dengan cara mempertahankan keenceran urine dan diet makanan tertentu yang dapat merupakan bahan utama pembentuk batu ( misalnya kalsium) yang efektif mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien BSK harus minum paling sedikit 8 gelas air sehari.30

2.5.2 Pengobatan Medik Selektif dengan Pemberian Obat-obatan

Analgesia dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan mengusahakan agar batu dapat keluar sendiri secara spontan. Opioid seperti injeksi morfin sulfat yaitu petidin hidroklorida atau obat anti inflamasi nonsteroid seperti ketorolac dan naproxen dapat diberikan tergantung pada intensitas nyeri. Propantelin dapat digunakan untuk mengatasi spasme ureter. Pemberian antibiotik apabila terdapat infeksi saluran kemih atau pada pengangkatan batu untuk mencegah infeksi sekunder. Setelah batu dikeluarkan, BSK dapat dianalisis untuk mengetahui komposisi dan obat tertentu dapat diresepkan untuk mencegah atau menghambat pembentukan batu berikutnya.23

2.5.3 ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) 3,18

Merupakan tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, pada tindakan ini digunakan gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untuk memecah Universitas Sumatera Utara

Page 30: Batu Ureter Bilateral

batu. Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proximal, atau menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. ESWL dapat mengurangi keharusan melakukan prosedur invasif dan terbukti dapat menurunkan lama rawat inap di rumah sakit.

2.5.4 Endourologi

Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan BSK yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukan langsung kedalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Beberapa tindakan endourologi tersebut adalah :3

a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) adalah usaha mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi ke sistem kalies melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.

b. Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.

c. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi adalah dengan memasukan alat ureteroskopi per-uretram. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.

d. Ekstrasi Dormia adalah mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang Dormia.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Batu Ureter Bilateral

2.5.5 Tindakan Operasi

Penanganan BSK, biasanya terlebih dahulu diusahakan untuk mengeluarkan batu secara spontan tanpa pembedahan/operasi. Tindakan bedah dilakukan jika batu tidak merespon terhadap bentuk penanganan lainnya. Ada beberapa jenis tindakan pembedahan, nama dari tindakan pembedahan tersebut tergantung dari lokasi dimana batu berada, yaitu : 30

a. Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di dalam ginjal

b. Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di ureter

c. Vesikolitomi merupakan operasi tebuka untuk mengambil batu yang berada di vesica urinearia

d. Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di uretra 2.6 Pencegahan Batu Saluran Kemih

Pencegahan BSK terdiri dari pencegahan primer atau pencegahan tingkat pertama, pencegahan sekunder atau pencegahan tingkat kedua, dan pencegahan tersier atau pencegahan tingkat ketiga. Tindakan pencegahan tersebut antara lain :

2.6.1 Pencegahan Primer 30,31

Tujuan dari pencegahan primer adalah untuk mencegah agar tidak terjadinya penyakit BSK dengan cara mengendalikan faktor penyebab dari penyakit BSK. Sasarannya ditujukan kepada orang-orang yang masih sehat, belum pernah menderita Universitas Sumatera Utara

Page 32: Batu Ureter Bilateral

penyakit BSK. Kegiatan yang dilakukan meliputi promosi kesehatan, pendidikan kesehatan, dan perlindungan kesehatan. Contohnya adalah untuk menghindari terjadinya penyakit BSK, dianjurkan untuk minum air putih minimal 2 liter per hari. Konsumsi air putih dapat meningkatkan aliran kemih dan menurunkan konsentrasi pembentuk batu dalam air kemih. Serta olahraga yang cukup terutama bagi individu yang pekerjaannya lebih banyak duduk atau statis.

2.6.2 Pencegahan Sekunder

Tujuan dari pencegahan sekunder adalah untuk menghentikan perkembangan penyakit agar tidak menyebar dan mencegah terjadinya komplikasi. Sasarannya ditujukan kepada orang yang telah menderita penyakit BSK. Kegiatan yang dilakukan dengan diagnosis dan pengobatan sejak dini. Diagnosis Batu Saluran Kemih dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik, laboraturium, dan radiologis. Hasil pemeriksaan fisik dapat dilihat berdasarkan kelainan fisik pada daerah organ yang bersangkutan :26

a. Keluhan lain selain nyeri kolik adalah takikardia, keringatan, mual, dan demam (tidak selalu).

b. Pada keadaan akut, paling sering ditemukan kelembutan pada daerah pinggul (flank tenderness), hal ini disebabkan akibat obstruksi sementara yaitu saat batu melewati ureter menuju kandung kemih.

Urinalisis dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi infeksi yaitu peningkatan jumlah leukosit dalam darah, hematuria dan bakteriuria, dengan adanya kandungan nitrit dalam urine. Selain itu, nilai pH urine harus diuji karena batu sistin dan asam Universitas Sumatera Utara

Page 33: Batu Ureter Bilateral

urat dapat terbentuk jika nilai pH kurang dari 6,0, sementara batu fosfat dan struvit lebih mudah terbentuk pada pH urine lebih dari 7,2.23

Diagnosis BSK dapat dilakukan dengan beberapa tindakan radiologis yaitu:3,23,30

a. Sinar X abdomen

Untuk melihat batu di daerah ginjal, ureter dan kandung kemih. Dimana dapat menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan dapat membedakan klasifikasi batu yaitu dengan densitas tinggi biasanya menunjukan jenis batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan dengan densitas rendah menunjukan jenis batu struvit, sistin dan campuran. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan batu di dalam ginjal maupun batu diluar ginjal.

b. Intravenous Pyelogram (IVP)

Pemeriksaan ini bertujuan menilai anatomi dan fungsi ginjal. Jika IVP belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.

c. Ultrasonografi (USG)

USG dapat menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan adanya obstruksi. Pemeriksaan dengan ultrasonografi diperlukan pada wanita hamil dan pasien yang alergi terhadap kontras radiologi. Keterbatasn pemeriksaan ini adalah kesulitan untuk menunjukan batu ureter, dan tidak dapat membedakan klasifikasi batu.

d. Computed Tomographic (CT) scan

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Batu Ureter Bilateral

Pemindaian CT akan menghasilkan gambar yang lebih jelas tentang ukuran dan lokasi batu.

2.6.3 Pencegahan Tersier31

Tujuan dari pencegahan tersier adalah untuk mencegah agar tidak terjadi komplikasi sehingga tidak berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif. Sasarannya ditujukan kepada orang yang sudah menderita penyakit BSK agar penyakitnya tidak bertambah berat. Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan rehabilitasi seperti konseling kesehatan agar orang tersebut lebih memahami tentang cara menjaga fungsi saluran kemih terutama ginjal yang telah rusak akibat dari BSK sehingga fungsi organ tersebut dapat maksimal kembali dan tidak terjadi kekambuhan penyakit BSK , dan dapat memberikan kualitas hidup sebaik mungkin sesuai dengan kemampuannya. Universitas Sumatera Utara