BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. Determinasi ...repository.setiabudi.ac.id › 3447 ›...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. Determinasi ...repository.setiabudi.ac.id › 3447 ›...
56
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Tanaman
1. Determinasi tanaman oyong
Determinasi tanaman oyong dilakukan di Laboratorium Program Studi
Biologi Universitas Sebelas Maret Surakarta, Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Determinasi di sini bertujuan untuk menetapkan kebenaran mengenai bahan
tanaman yang diambil apakah sudah sesuai dengan ciri-ciri morfologi tanaman
tersebut atau tidak, sehingga dengan demikian dapat meminimalisir kesalahan
pengumpulan bahan dan mencegah kontaminasi dengan bahan tanaman lain.
Dari hasil identifikasi tersebut, dapat dipastikan bahwa bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah biji oyong. Hasil identifikasi dapat dilihat
pada lampiran 1.
2. Penetapan susut pengeringan
Penetapan susut pengeringan mengunakan alat moisture balance yang
memiliki prinsip kerja yaitu pemanasan sampel pada suhu 105oC selama beberapa
menit sehingga semua senyawa yang dapat menguap pada suhu di bawah 105oC
akan teruapkan. Hasil penetapan susut pengeringan serbuk biji oyong sebagai
berikut:
Tabel 2. Hasil penetapan susut pengeringan biji oyong
Berat awal (g) Berat akhir (g) Susut pengeringan (%)
2,00 1,82 9,00
2,00 1,80 10,00
2,00 1,84 8,00
Rata-rata ± SD 9,00 ± 1,00
Persentase rata-rata susut pengeringan dari serbuk biji oyong pada tabel 1
sebesar 9,0 % b/b. Tujuan susut pengeringan adalah untuk memberikan batasan
maksimal tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan atau
untuk menunjukkan persentase kandungan lembab di dalam simplisia.
57
3. Pembuatan ekstrak etanol biji oyong
Serbuk biji oyong yang digunakan untuk pembuatan ekstrak etanol adalah
sebanyak 1500 gram yang direndam dalam cairan penyari etanol 96% sebanyak
15 liter. Proses ekstraksi menggunakan metode maserasi karena mudah dilakukan,
alat yang digunakan sederhana dan untuk menghindari kerusakan senyawa aktif
yang tidak tahan terhadap pemanasan dan biasanya digunakan untuk penyarian
simplisia yang mengandung bahan aktif yang mudah larut dalam pelarut dan tidak
mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari (Voight, 1995,
Depkes RI, 2008). Pelarut yang digunakan adalah etanol 96%, karena etanol
merupakan pelarut universal, sehingga dapat menarik sebagian besar senyawa
yang ada pada simplisia tersebut. Penggunaan etanol (96%) sering dapat
menghasilkan suatu bahan aktif yang optimal, dimana bahan pengotor hanya
dalam skala kecil turut dalam penyarian (Voight 1995). Wadah maserasi yang
digunakan berkaca gelap untuk menghindarkan dari sinar matahari langsung.
Proses maserasi dilakukan dalam keadaan tertutup agar etanol tidak menguap
pada suhu kamar. Proses penguapan dilakukan dengan vaccum rotary evaporator,
keuntungannya adalah dapat mencegah terurai atau rusaknya senyawa aktif yang
tidak stabil terhadap suhu tinggi. Data hasil perhitungan ekstrak maserasi biji
oyong dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Rendemen ekstrak etanol biji oyong
Serbuk biji oyong
(g)
Berat gelas
+ ekstrak (g) Berat gelas (g) Ekstrak kental (g) Rendemen (%)
1500 266,2097 153,9974 112,2123 7,48
Rata-rata rendemen ekstrak etanol biji oyong yang diperoleh adalah
7,48%. Perhitungan persen rendemen ekstrak etanol biji oyong dapat dilihat pada
lampiran 6.
4. Penetapan kadar air ekstrak biji oyong
Penetapan kadar air ekstrak biji oyong menggunakan metode destilasi
Sterling Bidwell dengan pelarut toluen. Destilasi Sterling Bidwell merupakan
suatu metode yang digunakan untuk menghitung persentase kandungan air yang
ada di dalam ekstrak biji oyong. Destilasi Sterling Bidwell mengunakan cairan
58
pembawa yang tidak campur dengan air, memiliki titik didih lebih rendah
daripada air, mampu membawa air. Destilasi Sterling Bidwell lebih baik
digunakan untuk simplisia yang mengandung minyak atsiri dan zat mudah
menguap dalam jumlah besar, sehingga yang terukur hanya kandungan air yang
terdapat dalam simplisia.
Tabel 4. Hasil penetapan kadar air ekstrak biji oyong
Berat sampel +
plastik (g)
Berat plastik
(g)
Berat sampel
(g)
Volume
pelarut (ml)
Volume air
(ml) Kadar air (%)
51,2410 1,1415 50,0995 200 4,1 8,19
51,5439 1,5036 50,0403 200 4,1 8,19
51,3756 1,1949 50,1807 200 4,1 8,17
Rata-rata ± SD 8,18 ± 0,01
Persentase kadar air ekstrak biji oyong dengan proses destilasi Sterling
Bidwell dari tabel 3 didapat hasil kandungan air sebesar 8,18%. Air merupakan
salah satu media pertumbuhan jamur, kapang dan mkiroorganisme, yang dapat
merusak simplisia tanaman. Keberadaan air dalam simplisia dapat memicu
terjadinya kontaminan dan reaksi enzimatis sehingga akan mempengaruhi
kemurnian dari simplisia itu sendiri dan berdampak pada mutu dan khasiatnya.
Untuk itu perlu dilakukan penetapan kadar air yang bertujuan memberikan
batasan maksimal terhadap besarnya kadar air yang tertarik dalam simplisia.
Penetapan kadar air ini menggunakan metode destilasi xylene dengan alat
Sterling-Bidwell. Xylene merupakan cairan pembawa yang tidak dapat bercampur
dengan air karena memiliki titik didih dan berat jenis yang lebih besar. Dengan
demikian saat proses pemanasan, air akan lebih mudah menguap dan masuk ke
dalam labu penampung sampai waktu tertentu kemudian diukur volumenya
(Sudarmadji et al.,1984). Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa kandungan
air dalam ekstrak biji oyong telah memenuhi syarat yaitu memiliki kadar air tidak
lebih dari 10 %.
59
5. Hasil fraksinasi ekstrak etanol biji oyong
Ekstrak etanol biji oyong hasil maserasi, kemudian ditimbang sebanyak 15
gram untuk difraksinasi. Pembuatan fraksi-fraksi dari ekstrak biji oyong
menggunakan metode ekstraksi cair-cair dengan alat berupa corong pisah. Pelarut
organik yang digunakan untuk fraksinasi ini adalah n-heksana, etil asetat dan air,
di mana ketiga pelarut tersebut memiliki sifat kepolaran yang berbeda-beda. Hal
tersebut dimaksudkan supaya senyawa-senyawa kimia yang terkandung di dalam
ekstrak biji oyong dan beraktivitas antihiperglikemi dapat dipisahkan secara
spesifik berdasarkan kepolarannya dengan pelarut di atas. Hasil fraksinasi dapat
dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil fraksinasi ekstrak etanol biji lada hitam
Nama pelarut Berat ekstrak (g) Berat fraksi (g) Rendemen (%)
n-heksan 15 5,304 35,36
Etil asetat 15 2,154 14,36
Air 15 5,049 33,66
Rendemen menunjukkan secara kasar data kuantitatif dari masing-masing
golongan senyawa pada ekstrak etanol biji oyong berdasarkan polaritasnya.
Rendemen fraksi etil asetat terlihat paling kecil artinya secara kuantitatif jumlah
senyawa semipolar pada ekstrak etanol biji oyong paling sedikit dibanding
senyawa non polar dan polar.
6. Hasil identifikasi kandungan senyawa kimia ekstrak biji oyong dengan
KLT dan Pereaksi Warna
Untuk mengetahui kandungan senyawa dalam ekstrak biji oyong dilakukan
uji kualitatif dengan KLT dan pereaksi warna.
Senyawa yang diidentifikasi antara lain: flavonoid, saponin, alkatoid, dan
triterpen. Lempeng KLT serta fase gerak yang dipakai dalam penelitian berbeda-
beda sesuai spesifikasi senyawa yang akan dianalilis. Hasil identifikasi dapat
dilihat pada tabel 6 dan 7.
60
Tabel 6. Identifikasi dengan KLT
Senyawa 254 nm 366 nm
Hasil Pengamatan KLT
Ekstrak
etanol
Fraksi
n-heksan
Fraksi etil
asetat Fraksi air
Flavonoid Kuning
kehijauan
Kuning
kehijauan + - + +
Triterpen Merah/ coklat Merah/ coklat + + - -
Alkaloid Merah Merah + - + -
Saponin Ungu kebiruan Ungu kebiruan + - - +
Tabel 7. Identifikasi dengan pereaksi warna
Senyawa Pereaksi warna Hasil pengamatan Kesimpulan
Flavonoid Pb Asetat Terbentuk warna kuning Positif
Triterpen Liberman Burchard Terbentuk cincin biru
kehijauan
Positif
Positif
Alkaloid Dragendof Terbentuk warna Merah/
Orange Positif
Saponin Aquadest Terbentuk busa stabil Positif
Biji oyong mengandung senyawa flavonoid, ditunjukkan dengan hasil
KLT dan pereaksi warna menunjukan hasil positif. Senyawa flavonoid merupakan
senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon yang tersusun dalam
konfigurasi C6-C3-C6, yaitu kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6
(cincin benzena tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon.
(Tiang-Yang et al., 2018).
Flavonoid merupakan metabolit sekunder dari polifenol, flavonoid
memiliki berbagai efek bioaktif termasuk sebagai anti virus, anti-inflamasi, anti-
diabetes, anti kanker, anti penuaan, antioksidan (Arifin &Ibrahim, 2018)
Gambar 11 . Struktur dasar flavonoid (Arifin &Ibrahim, 2018)
61
Mekanisme flavonoid dalam menurunkan kadar glukosa darah
secara umum adalah dengan meningkatkan toleransi glukosa dan
menghambat aktivitas transporter glukosa dari usus sehingga dapat
menurunkan glukosa darah dengan mekanisme kerja yaitu merangsang sel
β pankreas untuk melepaskan lebih banyak insulin, karena penggunaan
glukosa perifer dapat ditingkatkan melalui otot rangka dan melalui
rangsangan sel β (Ramulu dan Goverdhan 2012).
Flavonoid juga memiliki aktivitas dalam menghambat enzim α-
glukosidase yang dapat mempengaruhi mekanisme pleiotropic dan
mengatur kegiatan enzim yang terlibat dalam jalur metabolisme
karbohidrat sehingga dapat menurunkan terjadinya komplikasi DM
(Goutam, 2011). Flavonoid yang dimiliki oleh buah oyong berupa
kuersetin dan katekin (Swetha & Muthukumar 2016) yang memiliki
aktifitas sebagai antihiperglikemi. Struktur kuersetin dan kekin dapat
dilihat pada Gambar 12 .
Kuersetin Katekin
Gambar 12. Struktur kandungan kimia flavonoid biji oyong (Astutiningsih et al., 2014)
(Siswarni et al., 2017)
Biji oyong mengandung senyawa triterpen, ditunjukkan dengan hasil KLT
dan pereaksi warna menunjukan hasil positif. Senyawa triterpen di dalam biji
oyong diketahui memiliki aktivitas sebagai antihiperglikemi karena bersifat
antioksidan dan memiliki target kerja pada enzim-enzim pemetabolisme glukosa
dengan bertindak sebagai inhibitor dari enzim-enzim tersebut (Nazaruk &
Borzym, 2015). Pada buah oyong mengandung senyawa triterpen berupa
62
curcubitasin B, E dan asam oleanalic yang memiliki aktivitas sitotoksik dan
antioksidan (Moideen & Prabha, 2014).
Curcubitasin B Curcubitasin E
Gambar 13. Struktur kimia dari senyawa trieterpen biji oyong (Moideen & Prabha, 2014).
Biji oyong mengandung senyawa alkaloid, ditunjukkan dengan hasil KLT
dan pereaksi warna menunjukan hasil positif. Alkaloid memiliki kemampuan
meregenerasi sel β pankreas yang rusak. Alkaloid berperan dalam proses
penyerapan glukosa yang relatif tinggi di β-TC6 dan sel C2C12. Pada dosis
rendah, alkaloid ini menunjukkan potensi antioksidan yang baik dengan
mengurangi kerusakan oksidatif karena induksi H2O2 pada sel β-TC6. Alkaloid
juga dapat berfungsi sebagai "sensitizer insulin" dalam pengelolaan diabetes tipe 2
(Soon et al. 2013).
Saponin disebut juga glikosida steroid dan triterpen. Biji oyong
mengandung senyawa saponin, ditunjukkan dengan hasil KLT dan pereaksi warna
menunjukan hasil positif. Saponin memiliki efek antidiabetes karena mekanisme
kerja menghambat aktivitas enzim alfa glukosidase yaitu enzim yang bertanggung
jawab pada pengubahan karbohidrat menjadi glukosa (Makalalag et al. 2013).
Salah satu cara mengendalikan kadar gula dalam darah penderita DM adalah
menghambat aktivitas enzim α-glukosidase (Suarsana et al. 2008). Enzim α-
glukosidase berperan dalam metabolisme pati dan glikogen pada jaringan
tumbuhan dan hewan yang dicirikan oleh berbagai substrat yang mengenalinya
yaitu maltosa, glukosamilosa, sukrosa, dan lain-lain (Chen et al. 2004). Inhibisi
63
terhadap enzim α-glukosidase menyebabkan penghambatan absorpsi glukosa.
Senyawa yang dapat menghambat enzim α-glukosidase disebut inhibitor α-
glukosidase (IAG) (Floris et al. 2005).
B. Hasil Penimbangan Berat Badan Tikus
Penelitian mengenai aktivitas antihiperglikemi dilakukan terhadap hewan
uji tikus albino galur Wistar berkelamin jantan, berusia 2-3 bulan dengan berat
badan 180-200 gram yang dikondisikan diabetes mellitus tipe 2 dengan induksi
STZ-NA. Tikus dibagi menjadi 7 kelompok lalu ditimbang berat badannya secara
bertahap pada hari ke-0, ke-1, ke-7 ke-14, ke-21, dan ke-28. Tikus mengalami
penurunan berat badan karena adanya gangguan penyerapan glukosa ke dalam sel
akibat defisiensi relatif insulin. Produksi insulin yang berkurang dari sel β
pankreas akibat adanya kerusakan parsial oleh STZ menyebabkan insulin yang
pada awalnya berperan untuk mentransport glukosa ke dalam sel dan
mengubahnya menjadi glikogen (glikogenesis) sehingga dapat disimpan sebagai
cadangan makanan di dalam sel atau diubah menjadi energi oleh sel, tidak dapat
bekerja secara optimal. Ketika kadar insulin menurun, insulin juga tidak dapat
berkerja optimal untuk meningkatkan sintesis lemak dan protein atau mencegah
kejadian lipolisis dan proteolisis di dalam sel (Williams &Wilkins, 2009).
Menurunnya kadar glukosa yang masuk ke dalam sel karena kurangnya
insulin untuk membawanya ke membran sel lalu merangsang pelepasan dan
pembukaan transporter glukosa untuk berikatan dengan glukosa serta
membawanya ke dalam sel, menyebabkan kadar glukosa di dalam sel menurun.
Penurunan kadar glukosa ini berbanding lurus dengan penurunan energi yang
dibutuhkan sel untuk beraktivitas. Sehingga agar dapat memenuhi kebutuhan
energi ini, sel-sel di jaringan periferal seperti sel hati, otot dan lemak membentuk
glukosa sebagai bahan energi melalui mekanisme glikolisis dan glukoneogenesis
dari hasil katabolisme protein mejadi asam amino dan katabolisme lemak menjadi
asam lemak bebas, keton dan gliserin. Penggunaan cadangan makanan yang
berlangsung terus-menerus di dalam sel untuk memenuhi kebutuhan energi
64
menyebabkan sel kekurangan massa otot, lemak dan protein yang berakibat pada
penurunan berat badan (Guthrie & Richard, 2008).
Hari ke-0 merupakan hari di mana tikus yang sebelumnya sudah diadaptasi
selama 7 hari diukur berat badannya sebagai berat badan sebelum perlakuan (T0),
kemudian dilakukan penginduksian dengan STZ-NA secara intra peritoneal. Hari
ke-1 merupakan hari di mana tikus teridentifikasi DM tipe 2 karena waktu yang
dibutuhkan oleh STZ-NA dosis 45/110 mg/Kg BB untuk menghasilkan keadaan
DM adalah selama 3 hari. Hal ini ditandai dengan peningkatan kadar glukosa
darah. Hasil penimbangan berat badan pada penelitian ini sesuai dengan teori
yang dipaparkan oleh Ghasemi et al. 2014 dimana DM tidak hanya ditandai
dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah dalam tubuh melainkan juga
dapat terjadi penurunan berat badan tikus.
Tabel 8. Hasil rata-rata penimbangan berat badan tikus
Kelom
Pok
Rata-rata berat badan tikus (g)± SD
Hari ke-0
(T0)
Hari ke-1
(T1) Hari ke-7 (T2)
Hari ke-14
(T3)
Hari ke-21
(T4)
Hari ke-28
(T5)
I 187,20±6,22 190,00±7,18e 197,80 ±6,98cde 207,00±6,40bde 217,40±6,11bce 228,20±7,46abcd
II 188,80±5,26 191,20±4,15 190,40± 1,82 187,40±1,67 183,80±2,28 180,40±1,67
III 193,20±5,67 195,40±9,45 201,40±10,14ce 202,80±9,47b 208,80±8,29e 214,60±8,62bd
IV 185,00±5,70 190,80±8,20 196,00±8,80cde 201,80±8,76bde 207,80±8,53bce 213,20±8,76bcd
V 189,60±5,46 193,40±11,93 197,80±11,65cde 201,80±11,14bde 206,80±11,80bce 212,20±10,52bcd
VI 193,20±5,85 192,20±6,14e 195,60±5,46cde 199,80±5,63bde 203,60±5,59bce 209,20±5,63abcd
VII 192,40±10,85 193,40±8,41 196,20±8,50de 200,00±9,14de 203,60±8,76bce 208,20±8,01bcd
Keterangan I = Kelompok Kontrol Normal
II = Kelompok Kontrol Negatif Na-CMC
III = Kelompok Kontrol (+) Gliklazid
IV = Kelompok Ekstrak biji oyong 200 mg/kg BB
V = Kelompok Fraksi n-heksana biji oyong 84,82 mg/kg BB
VI = Kelompok Fraksi etil asetat biji oyong 34,44 mg/kg BB
VII = Kelompok Fraksi air oyong 80,74 mg/kg BB
Keterangan :
a : Berbeda signifikan dengan T1
b : Berbeda signifikan dengan T2 c : Berbeda signifikan dengan T3
d : Berbeda signifikan dengan T4
e : Berbeda signifikan dengan T5
65
Berdasarkan hasil data diatas, kelompok normal mengalami peningkatan
berat badan yang baik mulai hari ke-1 sampai ke-28 dan pada kelompok perlakuan
mengalami peningkatan tetapi tidak sebanyak kelompok normal. Sedangkan pada
kelompok kontrol negarif terlihat penurunan berat badan tikus setelah diberikan
induksi STZ-NA secara IP. Grafik hubungan antara berat badan tikus dengan
kelompok perlakuan dapat dilihat pada gambar 14.
Gambar 14. Grafik berat badan tikus setelah perlakuan selama 28 hari
Kelompok ekstrak biji oyong dan kelompok fraksi-fraksi biji oyong
mengalami peningkatan berat badan tikus setelah perlakuan selama 28 hari, tetapi
peningkatan berat badan tikus tidak ada perbedaan signifikan terhadap kontrol
positif.
C. Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah Tikus
Penelitian ini dilakukan pengukuran kadar glukosa darah tikus yang sudah
di induksi dengan STZ-NA. Pengukuran kadar glukosa darah tikus dilakukan
sebanyak enam kali. Pengukuran pertama dilakukan sebelum tikus diinduksi STZ-
NA. Pengukuran yang kedua dilakukan 3 hari setelah diinduksi STZ-NA.
170
180
190
200
210
220
230
0 1 2 3 4 5 6
Ber
at
Bad
an T
iku
s (g
ram
)
Waktu (T)
Kontrol Normal
Kontrol NegatifCMC
Kontrol Positif(Glickazid)
Ekstrak biji oyong200mg/kgBB
Fraksi n-heksanabiji oyong 84,82mg/kg BBFraksi etil asetatbiji oyong 34,44mg/kg BBFraksi air bijioyong 80,74mg/kg BBT T T T T T T
66
Pengukuran ketiga diberikan 7 hari setelah diinduksi STZ-NA. Pengukuran
keempat diberikan 14 hari setelah diinduksi STZ-NA. Pengukuran kelima
diberikan 21 hari setelah diinduksi STZ-NA. Pengukuran keenam diberikan 28
hari setelah diinduksi STZ-NA. Kadar glukosa darah kedua sampai ketiga terjadi
peningkatan pada kelompok perlakuan. Terjadinya DM pada kelompok perlakuan
setelah diinduksi STZ-NA ditandai dengan terjadinya hiperglikemi yaitu kadar
glukosa darah di atas 200 mg/dL (Ghasemi et al., 2014).
Tikus albino galur Wistar dalam keadaan normal, kadar glukosa darahnya
berkisar antar 70-120 mg/dL. Sedangkan jika kadar glukosa darahnya di atas 200
mg/dL, maka tikus tersebut dapat dikatakan mengalami hiperglikemi yang
dimaknai sebagai DM (Putri et al, 2014). Pada gambar 15 dapat dilihat pada hari
ke-1 rata-rata kelompok perlakuan telah diindikasikan mengalami kondisi
hiperglikemi dengan kadar glukosa darah di atas 200 mg/dL, kecuali kontrol
normal. Kontrol normal digunakan sebagai pembanding normal untuk mengetahui
aktivitas antihiperglikemi yang dapat dihasilkan oleh masing-masing bahan uji di
setiap kelompok perlakuan dalam kurun waktu tertentu hingga mencapai target
kadar glukosa darah yang normal. Hal ini menunjukkan bahwa induksi STZ-NA
berhasil menghasilkan keadaan DM pada hewan uji atau berdaya hiperglikemi.
STZ yang berperan sebagai agen diabetogenik tersebut dapat merusak sel β
pankreas karena memiliki struktur kimia yang khas dan memiliki mekanisme
kerja yang kompleks. STZ mengandung gugus gula dan nitrosoamida di mana
nantinya saat berada di sirkulasi sistemik gugus gula STZ yang akan berperan
sebagai glukosa palsu dan menyebabkan GLUT2 mendeteksinya sebagai glukosa
pada umumnya kemudian mengangkut STZ tersebut ke dalam membran sel β.
Demikianlah STZ dapat bekerja secara intraseluler dan menggunakan kandungan
nitrosoamida yang dimilikinya untuk menghasilkan efek toksik pada DNA sel β
melalui pembentukan radikal bebas dari NO dan peningkatan CH3+yang sangat
reaktif (Ghasemi et al., 2014; Nugroho, 2006).
STZ bekerja melalui 3 mekanisme yaitu jalur metilasi, xantin oksidase dan
produksi NO. Ketiga jalur tersebut nantinya akan menghasilkan radikal bebas dan
reaktif yang dapat menggangu produksi ATP di mitokondria karena mengurangi
67
pemakaian oksigen oleh mitokondria dan menghambat siklus Krebs melalui
aktivasi enzim PARP-1 yang mengubah NAD+menjadi ADP-ribosa. Akibatnya
terjadi penurunan jumlah ATP dan sintesis serta sekresi insulin. Akhirnya,
kematian sel β Langerhans melalui mekanisme apoptosis dan nekrosis tidak dapat
dihindari lagi (Ghasemi et al., 2014; Nugroho, 2006).
STZ dikombinasikan dengan NA agar efek toksik STZ dapat ditekan oleh
NA. NA bertindak sebagai agen pelindung pankreas melalui jalur penghambatan
aktivitas dari PARP-1 dan menjadi prekursor biokimia NAD+. Kedua jalur
tersebut akan meningkat NAD+ diikuti juga dengan peningkatan jumlah ATP dan
peningkatan sintesis atau sekresi insulin sehingga dengan demikian, dapat
meminimalisir kejadian apoptosis dan nekrosis sel β Langerhans atau hanya
menimbulkan kerusakan parsial dan bersifat reversibel (Alenzi, 2009; Szkudelski,
2012).
Tabel 9. Hasil rata-rata pengukuran kadar glukosa darah
Kelom
Pok
Kadar glukosa (mg/dl) ± SD
Hari ke-0
(T0)
Hari ke-1
(T1)
Hari ke-7 (T2) Hari ke-14
(T3)
Hari ke-21
(T4)
Hari ke-28
(T5)
I 63,60±5,68 68,60±5,94 69,00±6,14bc 70,40±3,27bc 72,40±6,58b 72,80±6,72b
II 69,20±9,26 248,80±29,06 249,00±31,58ac 249,20±31,02ac 249,60±26,39ac 248,40±27,73ac
III 67,00±6,16 251,60±30,19 119,40± 8,65ab 103,00±10,22ab 97,40± 4,83b 93,20±7,53b
IV 65,00±5,79 247,20±35,76 132,20±13,24ab 121,20±11,67ab 108,20±15,48ab 100,40±16,02b
V 63,00±6,63 248,00±36,26 159,20±16,48abc 143,00±13,32abc 129,00±7,45abc 117,00±9,77ab
VI 66,20±13,35 248,80±36,81 124,20± 9,47ab 117,00± 9,77ab 109,20±13,59ab 99,60±12,95b
VII 66,20±7,01 253,20±40,64 183,00±12,35abc 166,60±17,39abc 150,80±14,75abc 138,80±10,03abc
Keterangan :
I = Kelompok kontrol normal
II = Kelompok kontrol negatif NA-CMC
III = Kelompok kontrol positif (Gliclazid)
IV = Kelompok ekstrak uji biji oyong 200 mg/kgBB tikus
V = Kelompok fraksi n-heksana biji oyong 84,82 mg/kgBB tikus
VI = Kelompok fraksi etil asetat biji oyong 34,44mg/kgBB tikus
VII = Kelompok fraksi air biji oyong 80,74 mg/kgBB tikus
Keterangan :
a : berbeda signifikan dengan kontrol normal
b : berbeda signifikan dengan kontrol negatif
c : berbeda signifikan dengan kontrol positif
68
Gambar 15. Grafik kadar glukosa tikus setelah perlakuan selama 28 hari
Tabel 10. Hasil perhitungan AUC kadar glukosa darah tikus
Kelompok AUC ± SD Aktivitas
Antihiperglikemi (%)
Kontrol Negatif Na-CMC 7.202,90 ± 820,62b 0
Kontrol (+) Gliklazid 3.737,80 ± 103,85a 48,11
Ekstrak biji oyong 200 mg/kg BB 4.026,40 ± 434,39a 44,10
Fraksi n-heksana biji oyong 84,82 mg/kg BB 4.558,80 ± 341,47a 36,71
Fraksi etil asetat biji oyong 34,44 mg/kg BB 3.958,20 ± 361,84a 45,05
Fraksi air biji oyong 80,74 mg/kg BB 5.135,80 ± 453,83ab 28,70
Keterangan :
a : berbeda signifikan dengan kontrol negatif
b : berbeda signifikan dengan kontrol positif
Dari hasil uji statistik AUC dengan SPSS 17.0 menggunakan analisis non
parametrik uji one way anova menunjukkan bahwa ekstrak biji oyong 200
mg/kgBB, fraksi n-heksan biji oyong 84,82 mg/kg BB dan fraksi etil asetat 34,44
mg/kgBB memiliki nilai AUC tidak berbeda signifikan (p>0,05) dengan kontrol
positif gliklazid, tetapi berbeda signifikan (p<0,05) dengan kontrol negatif.
Sedangkan pada fraksi air 80,74 mg/kgBB berbeda signifikan (p<0,05) dengan
kontrol negatif dan kontrol positif.
0
50
100
150
200
250
300
0 1 2 3 4 5 6
Kad
ar G
luko
sa (
mg/
dL)
Waktu (T)
Kontrol Normal
Kontrol Negatif CMC
Kontrol Positif(Glickazid)
Ekstrak biji oyong200mg/kgBB
Fraksi n-heksana bijioyong 84,82 mg/kgBB
Fraksi etil asetat bijioyong 34,44 mg/kgBB
Fraksi air biji oyong80,74 mg/kg BBT T T T T T T
69
Persen aktivitas antihiperglikemi dari yang tebesar sampai terkecil berturut-
turut adalah sebagai berikut: kontrol positif, fraksi etil asetat biji oyong 34,44
mg/kgBB, ekstrak biji oyong 200mg/kgBB, fraksi n-heksan biji oyong 84,82
mg/kgBB, fraksi air biji oyong 80,74 mg/kgBB dan kontrol negatif. Dari semua
fraksi yang aktif, kelompok fraksi etil asetat biji oyong 34,44 mg/kgBB
merupakan fraksi yang paling aktif.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Swetha dan Muthukumar 2016
buah oyong memiliki senyawa flavonoid berupa kuersetin dan katekin yang
memiliki aktifitas sebagai antihiperglikemi. Flavonoid disebut sebagai senyawa
yang memiliki aktivitas antihiperglikemi karena dapat bertindak sebagai
antioksidan dan inhibitor aldose reduktase. Flavonoid dapat menghambat
pembentukan radikal bebas yang dapat merusak sel β pankreas dengan
mendonorkan atom hidrogen (H) dari gugus fenoliknya untuk berikatan dengan
substituen radikal bebas (R.) sehingga membentuk radikal flavonoid (Sandhar et
al., 2011). Mekanisme reaksinya sebagai berikut:
F-OH + R.
F-O. + RH
Sebagai inhibitor enzim, flavonoid menghambat kerja enzim aldose
reduktase, yaitu enzim yang mengkatalisis perubahan glukosa menjadi sorbitol
melalui pereduksian NADPH menjadi NADP+ di jalur poliol. Secara normal,
metabolisme glukosa berlangsung melalui jalur glikolisis dan masuk ke dalam
siklus Krebs untuk menghasilkan ATP. Akan tetapi saat terjadi hiperglikemi,
enzim aldose reduktase teraktivasi dan memetabolisme glukosa di jalur poliol,
yaitu jalur alternatif untuk glukosa yang tidak mengalami fosforilase oleh enzim
hexokinase menjadi glukosa-6-fosfat di jalur glikolisis (Nazaruk & Borzym,
2015). Hal tersebut menyebabkan peningkatan kadar sorbitol dalam sel dan
menurunkan produksi ATP di mitokondria. Karena sorbitol bersifat sulit
menembus dan melintasi membran sel, maka akan memicu kerusakan osmotik sel
dan komplikasi mikrovaskuler seperti katarak (Zhu, 2013). Selain itu, dengan
berkurangnya produksi ATP akibat pengalihan jalur metabolisme glukosa,
mengakibatkan peningkatan kejadian apoptosis dan nekrosis sel β pankreas.
Namun dengan adanya senyawa flavonoid yang terkandung di dalam tanaman,
70
maka flavonoid tersebut akan menghambat kerja enzim aldose reduktase dan
meningkatkan regenerasi sel islet pankreas serta memicu pelepasan insulin
(Sandhar et al., 2011). Mekanisme penghambatan enzim tersebut dapat dilihat
pada Gambar 15
Gambar 15. Penghambatan enzim aldose reduktase (Nazaruk & Borzym, 2015)
Fraksi n-heksan biji oyong juga memiliki aktifitas antihiperglikemi tetapi
tidak sekuat pada fraksi etil asetat biji oyong. Hal tersebut terjadi karena selain
terdapat kandungan flavonoid yang ada pada buah oyong, semua bagian dari
tanaman oyong mengandung senyawa non polar seperti cucurbitasin yang
merupakan salah satu golongan triterpen. Buah oyong mengandung curcubitasin
B, E dan asam oleanalic. Senyawa cucurbitasin memiliki aktivitas antioksidan
(Moideen & Prabha, 2014). Secara in vitro, triterpen menghambat aktivitas enzim
α-amilase di mulut dan α-glukosidase di usus yang bekerja mencerna karbohidrat
dari makanan dan mengubahnya menjadi glukosa. Dengan adanya penghambatan
tersebut, menyebabkan penurunan kadar glukosa darah postprandial dan jumlah
insulin yang disekresikan. Kemampuan triterpen sebagai inhibitor di sini
dikarenakan dapat menduduki binding site dari enzim tersebut dan membentuk
ikatan hidrogen dengan asam amino yang dimiliki oleh enzim itu (Nazaruk &
Borzym, 2015).
Sementara itu, untuk kelompok fraksi air memberikan aktivitas hipoglikemi
paling kecil dibandingkan dengan fraksi-fraksi yang lain. Hal ini membuktikan
bahwa fraksi air biji oyong memiliki kandungan senyawa-senyawa yang berdaya
hipoglikemi dan bersifat semipolar sampai polar berada dalam jumlah yang kecil.
Sehingga untuk memberikan efek optimum sebagai antihiperglikemi dibutuhkan
Glukosa-6-P
Glukosa
Aldosa
reduktase
Sorbitol
NADPH NADP+
71
dosis pemberian yang lebih besar. Adapun senyawa yang terkandung dalam fraksi
air biji oyong adalah saponin di mana aktivitasnya sebagai antihiperglikemia
ditunjukkan oleh adanya penurunan kadar glukosa dalam darah dan
penghambatan enzim glukosa-6-fosfatase, sehingga memicu peningkatan kadar
piruvat untuk membentuk ATP dan kadar glikogen di hati, pada tikus diabetes
yang diinduksi oleh STZ (Gaikwad et al., 2014).
D. Hasil Histopatologi Pankreas Tikus dengan Pewarnaan
Hemaktosilin-Eosin
Penelitian ini dilakukan histopatologi dengan tujuan untuk mengetahui
perubahan-perubahan degeneratif pada pankreas tikus yang diinduksi STZ atau
untuk melihat efek regenerasi sel pankreas yang dihasilkan oleh senyawa tanaman
berdasarkan evaluasi gambaran mikroskopis (Nugroho et al, 2014).
Prosedur uji histopatologi dimulai dari membuat preparat histolopatologi
yang diinginkan dalam hal ini jaringan pankreas, kemudian dilakukan beberapa
tahap meliputi: fiksasi jaringan pankreas, embedding, pemotongan jaringan,
pewarnaan hematoksilin-eosin, dehidrasi sesudah pewarnaan, proses mounting
dan pembacaan sampel (Nugroho et al, 2014).
Histopatologi jaringan pankreas dilakukan dengan metode pewarnaan
Hematoxylin-Eosin (HE). Pulau langerhans merupakan kumpulan kelenjar
endokrin yang tersebar di seluruh organ pankreas, sel yang terdapat pada pulau
langerhans ada empat jenis yaitu sel α, β, delta dan F. Menggunakan HE sel-sel
tersebut tidak dapat dibedakan sehingga pada penelitian ini hanya fokus pada sel
pankreas secara umum. Sel-sel β pankreas di pulau langerhans dapat dikatakan
normal jika susunan sel endokrin yang menyebar di pulau langerhans tertata rapi
dan memiliki bentuk yang seragam, bentuk bulat pada nukleus tampak jelas dan
tidak terdapat sel-sel yang mengalami edema (pembengkakan) (Zubaidah, 2014).
Hasil uji histopatologi dapat dilihat pada tabel 10.
72
Tabel 11. Hasil histopatologi pankreas
Kelompok Kerusakan Sel (%) ± SD
Sel Normal (%) ±SD Piknotik Karioreksis Kariolisis
Normal
Kontrol negatif
Kontrol positif
Ekstrak biji oyong
Fraksi Etil Asetat biji oyong
9 4 2 86
21,67±2,52 40,33±2,52 6,33±0,58 31,67±4,93b
13,67±1,53 27,00±2,65 3,33±0,58 56,00±2,65a
14,67±1,53 34,33±3,51 3,33±0,58 47,67±2,52a
14,33±2,08 32,00±1,00 3,67±1,15 50,00±3,61a
Keterangan :
a : berbeda signifikan dengan kontrol negatif
b : berbeda signifikan dengan kontrol positif
Dari tabel di atas dapat dilihat persen sel normal pankreas masing-masing
kelompok perlakuan. Kelompok normal juga memiliki sel-sel yang rusak tetapi
keruskan sel pankreas normal tidak sebanyak kerusakan pada sel pankreas yang
sengaja dirusak menggunakan STZ.
Pengamatan perlakuan kelompok histopatologi menggunakan metode
skoring dapat digunakan untuk mempermudah pengamatan pada setiap keruskan
pada masing-masing kelompok maupun pada masing-masing tingkat keruskan sel
pankreas. Perolehan skor pada masing-masing kelompok perlakuan dapat dilihat
pada tabel 12.
Tabel 12. Hasil perhitungan skor masing-masing kelompok perlakuan histopatologi
Kelompok Skor
1 2 3
Normal 9 8 6
Kontrol negatif 21,67 80,66 18,99
Kontrol positif 13,67 54,00 9,99
Ekstrak biji oyong 14,67 68,66 9,99
Fraksi Etil Asetat biji oyong 14,33 64,00 11,01
Keterangan :
Skor 1 : Kerusakan ringan (Piknotik)
Skor 2 : Kerusakan sedang (Karioreksis)
Skor 3 : Kerusakan parah (Kariolisis)
73
Gambar 16. Profil histopatologi sel pada pankreas tikus
Keterangan : (a)sel normal, (b)piknotik, (e)karioreksis, (d) kariolisis
Sel islet tikus kelompok
normal. Sel islet tikus kelompok
kontrol negatif.
Sel islet tikus kelompok
kotrol positif. Sel islet tikus kelompok ekstrak
biji oyong 200mg/kg BB
Sel islet tikus kelompok fraksi
etil asetat 34,44mg/kg BB
74
Secara mikroskopis dapat dilihat pada gambar 16. Kerusakan sel di bagi
menjadi 3 yaitu piknotik, karioreksis dan kariolisis. Piknotik merupakan
kerusakan sel dimana nukleus terlihat lebih pudar dari pada sel normal, memiliki
ukuran lebih kecil dan gelap. Karioreksis merupakan kerusakan sel dimana
nukleus mengalami fragmentasi menjadi kecil dan tersebar, biasanya dilihat
memalui mikroskopis dengan warna sedikit pudar. Kariolisis merupakan sel
dimana nukleus lisis atau pecah, dilihat memlalui mikrokopis terlihat suatu
ruangan/rongga kosong yang dibatasi suatu membran nukleus yang disebut
dengan ghost.
Kelompok fraksi etil asetat biji oyong memiliki sel normal yang setara
dengan dengan kelompok kontrol positif dan kelompok ekstrak biji oyong.
Berbeda dengan sel pada kelompok kontrol negatif yang memiliki sel normal
yang sedikit dibandingkan dengan kontrol normal, kontrol positif maupun
kelompok biji oyong. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pada fraksi etil astetat
oyong mampu meberikan efek regenerasi pada sel pankreas karena terdapat
flavonoid yang terkandung dalam fraksi etil asetat, maka flavonoid tersebut akan
menghambat kerja enzim aldose reduktase dan meningkatkan regenerasi sel islet
pankreas serta memicu pelepasan insulin (Sandhar et al., 2011).
Dari hasil uji statistik pada SPSS 17.0 menggunakan analisis nonparametrik
uji one way anova menunjukkan bahwa fraksi etil asetat biji oyong memiliki sel
pankreas normal yang tidak berbeda signifikan (p>0,05) dengan ekstrak biji
oyong dan kontrol positif gliklazid. Tetapi berbeda signifikan (p<0,05) dengan sel
normal pada kontrol negatif. Ini menunjukkan bahwa kelompok fraksi etil asetat
biji oyong tersebut memberikan efek regenerasi pada sel pankreas yang sama
dengan gliklazid.